Mei 2014 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta – 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Faks (+6221) 5299 3111 Dokumen ini diproduksi pada Bulan Mei 2014 Foto-foto pada halaman sampul depan foto atas, Ringkasan Eksekutif, Bab 1, dan halaman Lampiran merupakan Hak Cipta © Daan Pattinasarany. Sedangkan foto bawah pada halaman sampul depan, Bab 4 dan merupakan Koleksi Foto Bank Dunia dan dilindungi oleh Hak CIpta. Foto pada halaman Bab 2, Bab 3 dan sampul belakang merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini. Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014: Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan merupakan hasil kerja staf dan mitra Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Gregorius D.V Pattinasarany (gpattinasarany@worldbank.org) dan Bastian Zaini (bzaini@worldbank.org). Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Mempercepat Pembangunan daerah melalui Peningkatan Kinerja Pendidikan dan Kesehatan Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Ucapan Terima Kasih Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Provinsi Gorontalo, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gorontalo (LP2M UG) dan Bank Dunia. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada tim Universitas Gorontalo yang dikoordinir oleh Sofyan Abdullah. Tim peneliti dipimpin oleh Roly Paramata dengan anggota yang terdiri dari Elvis Mus Abdul, Yakub, Bahtiar, Deby Karundeng, dan Roidah Gani. Tim data yang memberikan dukungan penuh dipimpin oleh Onong Yunus dengan anggota Yulie Abdullah, Ilyas Lamuda, Moh. Afan Suyanto, Moh. Arif Novriansyah, dan Saprudin. Tim Bank Dunia terdiri atas Bastian Zaini, Andhika Nurwin Maulana, dan Razak Umar. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Sudirman Habibie, Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo sebagai ketua Project Management Committee (PMC), Sofyan Ibrahim sebagai sekretaris PMC yang secara aktif dan responsif berkontribusi sejak proses penelitian sampai penulisan laporan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Agus Sumba, Diki Sidiki (Bappeda Provinsi Gorontalo) atas dukungan teknisnya. Tak lupa pula ucapan terimakasih untuk seluruh pimpinan dan jajaran SKPD Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota Gorontalo. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Sekretaris Daerah Provinsi Gorontalo Ibu Winarni Monoarfa selaku ketua Forum Kawasan Timur Indonesia yang senantiasa memberi arahan dan dukungan penuh terhadap program PEACH di Gorontalo dan Ibu Caroline Tupamahu dari Yayasan BaKTI yang telah memfasilitasi program PEACH di Gorontalo. Proses pembuatan laporan diarahkan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany (Ekonom Senior Bank Dunia) dan James A. Brumby (Ekonom Utama dan Manajer Sektor Bank Dunia untuk Indonesia). Laporan ini mendapat masukan dari tim PEACH Bank Dunia, Ihsan Haerudin, Diding Sakri, Indira Maulani Hapsari, Husnul Rizal, Erryl Davy, Chandra Sugarda, Christy Desta Pratama, Guntur P. Sutiyono, Liana Hinch, Eko Pambudi. Terima kasih kami sampaikan kepada Erryl Davy atas koordinasi kegiatan di Gorontalo selama penelitian berlangsung; Maulina Cahyaningrum atas bantuan lay-out dan format laporan; serta Nola Safitri, Ariza Nurana, dan Sarah Sagitta Harmoun atas dukungan administrasi dan logistik. ii Kata Pengantar Pembangunan di Provinsi Gorontalo telah memasuki dasawarsa kedua. Berbagai perbaikan telah terlihat, diantaranya pertumbuhan ekonomi cukup tinggi diikuti oleh penurunan angka kemiskinan dan pengangguran. Kesejahteraan masyarakat membaik dan serta kualitas sumber daya manusia meningkat. Dengan mempertahankan momentum pertumbuhan, Provinsi Gorontalo dapat menciptakan iklim investasi yang dapat mendorong perkembangan ekonomi daerah dan mengatasi berbagai tantangan pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Namun berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi membutuhkan penanganan yang baik. Tingkat kemiskinan masih tergolong tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Penyediaan pelayanan dasar, khususnya kesehatan, masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Kinerja tata kelola pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah masih harus ditingkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, pembangunan Gorontalo sangat tergantung kepada komitmen pemerintah daerah, khususnya komitmen terhadap keberlanjutan program-program prioritas dan komitmen anggaran pemerintah daerah. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan perencanaan dan penganggaran dalam jangka waktu menengah. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kinerja keuangan daerah dan kebijakan anggaran yang dapat diandalkan dan berkesinambungan. Laporan ini merupakan update dari Laporan Analisis Keuangan Publik Gorontalo yang dibuat tahun 2008. Terwujudnya laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Bank Dunia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gorontalo (LP2M UG), Bappeda tingkat Provinsi dan SKPD terkait, serta pemerintah kabupaten di provinsi Gorontalo. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota di Gorontalo, serta dapat memberi sumbangan konkrit terhadap peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintah daerah yang lebih baik. D Dr Drs.H. s.H. Rusli Hab Habibie, abibie, M.Ap ab p James A. Brumby Gubernur Ekonom Utama/Manajer Sektor Provinsi Gorontalo Bank Dunia untuk Indonesia iii Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Daftar Isi Ucapan Terima Kasih ii Kata Pengantar iii Daftar Isi iv Daftar Istilah viii Ringkasan Eksekutif x Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia 8 1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah 9 1.2. Kemiskinan Dan Kualitas Sumber Daya Manusia 16 1.3. Kesimpulan 21 1.4. Rekomendasi 21 Bab 2 Perkembangan Anggaran Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo 22 2. 1. Kebijakan Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Daerah 23 2.1.1. Kebijakan Anggaran 23 2.1.2. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) 25 2.1.3. Kesimpulan 27 2.1.4. Rekomendasi 27 2.2. Pendapatan dan Pembiayaan Daerah 28 2.2.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 29 2.2.2. Dana Perimbangan 31 2.2.3. Perbandingan Kabupaten/Kota 32 2.2.4. Kesimpulan 35 2.2.5. Rekomendasi 35 2.3. Belanja Daerah 36 2.3.1. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi dan Urusan 37 2.3.2. Belanja Kabupaten/Kota 42 2.3.3. Kesimpulan 43 2.3.4. Rekomendasi 44 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 46 3.1. Kebijakan Pendidikan 47 3.2. Belanja Pendidikan 48 3.3. Kinerja dan Output Pendidikan 53 3.4. Pendidikan Gratis Gorontalo: Program Pendidikan untuk Rakyat (Prodira) 58 3.5. Kesimpulan 60 3.6. Rekomendasi 60 iv Daftar Isi Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 62 4.1. Kebijakan Kesehatan 63 4.2. Belanja Kesehatan 64 4.3. Output dan Kinerja Sektor Kesehatan 69 4.4. Kesimpulan 76 4.5. Rekomendasi 77 Daftar Pustaka 78 Lampiran 79 Lampiran 1. Matriks Rekomendasi 79 Lampiran 2. Gorontalo PEA Update Budget Master Table 83 Daftar Gambar Provinsi Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi dan serta penurunan kemiskinan yang signifikan 1 Gambar 1.1. Peta wilayah Provinsi Gorontalo 9 Gambar 1.2. Gorontalo memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional 11 Gambar 1.3. Produktivitas tenaga kerja Gorontalo masih dibawah produktivitas nasional 11 Gambar 1.4. Pertanian masih merupakan penyumbang terbesar PDRB 12 Gambar 1.5. Menurut penggunaanya, porsi terbesar PDRB digunakan untuk konsumsi 13 Gambar 1.6. Kredit Usaha Rakyat sebagian besar untuk Perdagangan, Restoran, dan Hotel sedangkan PMA meningkat karena investasi asing di Pertaniandan Manufaktur 14 Gambar 1.7. Gorontalo masih merupakan salah satu provinsi yang berpendapatan terendah 15 Gambar 1.8. Panjang jalan nasional dan provinsi tidak bertambah dalam 5 tahun terakhir namun kondisi jalan nasional memburuk 16 Gambar 1.9. Tingkat pengangguran terbuka Gorontalo lebih rendah dari rata-rata nasional 17 Gambar 1.10. Kemiskinan di Gorontalo masih tinggi dan terpusat di daerah pedesaan. 18 Gambar 1.11. Kelompok miskin dan rentan kemiskinan di Gorontalo dan Gorontalo Utara tumbuh lebih cepat dibandingkan Kabupaten/Kota lain 19 Gambar 1.12. Walaupun IPMnya meningkat, kesenjangan gender Gorontalo adalah salah satu yang terbesar di Indonesia 20 Gambar 2.1. Peringkat kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami penurunan 26 Gambar 2.2. Sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo terus meningkat 28 Gambar 2.3. PAD Gorontalo meningkat hampir tiga kali lipat 29 Gambar 2.4. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah semakin besar 30 Gambar 2.5. Rasio PAD terhadap PDRB Gorontalo salah satu yang tertinggi walaupun 31 secara perkapita tergolong rendah 31 Gambar 2.6. Pajak provinsi dan Lain-lain PAD yang Sah merupakan dua komponen PAD terbesar di Provinsi Gorontalo 32 Gambar 2.7. Walaupun bervariasi, seluruh kabupaten/kota mengalami meningkat pendapatannya 32 Gambar 2.8. Komposisi Dana Perimbangan 33 v Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 2.9. Kemandirian Keuangan Daerah meningkat, khususnya di tingkat provinsi dan Kota Gorontalo 34 Gambar 2.10. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo mengalami penurunan (2011=100) 35 Gambar 2.11. Belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dari belanja rata-rata pemerintah daerah di Indonesia. 36 Gambar 2.12. Walaupun belanja publik untuk Gorontalo terus meningkat, porsi belanja pemerintah daerah tetap stabil di sekitar 60 persen. 37 Gambar 2.13. Rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung dalam kerangka umum RPJMD 2007-2012 tidak tercapai 38 Gambar 2.14. Belanja Pegawai merupakan komponen terbesar dalam belanja pemerintah daerah 39 Gambar 2.15. Selama 2007-2012 Belanja Pegawai meningkat secara riil dan proporsi 39 Gambar 2.16. Belanja Pegawai per kapita yang bervariasi dan komposisi gender pegawai 40 Gambar 2.17. Pertumbuhan Belanja Pendidikan menekan Belanja Infrastruktur di tingkat Kabupaten/Kota 41 Gambar 2.18. Belanja perkapita kabupaten/kota tidak merata walaupun perbedaansemakin kecil 42 Gambar 3.1. Visi dan Misi Pembangunan Pendidikan Gorontalo 2007-2012 47 Gambar 3.2. Peningkatan belanja pendidikan disebabkan oleh meningkatnya belanja 48 pada tingkat kabupaten/kota 48 Gambar 3.3. Komponen belanja pegawai terus meningkat 49 Gambar 3.4. Belanja pendidikan per kapita terus meningkat 50 Gambar 3.5. Belanja program Pemerintah Provinsi 51 Gambar 3.6. Belanja pendidikan pemerintah pusat di Gorontalo terus meningkat, dengan fokus di pendidikan tinggi dan pendidikan agama. 52 Gambar 3.7. Gorontalo berhasil meningkatkan APM SD dan memperkecil kesenjangan antar kabupaten/kota 53 Gambar 3.8. APM Sekolah menengah di Gorontalo masih tertinggal 54 Gambar 3.9. Angka Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo tergolong rendah, walaupun perempuan cenderung lebih lama bersekolah dari pada laki-laki 55 Gambar 3.10. Desa di Gorontalo memiliki akses ke sarana pendidikan ya. memiliki 56 infrastruktur dasar yang baik 56 Gambar 3.11. Tingkat buta huruf di Gorontalo selalu lebih rendah dibandingkan 57 kebanyakan provinsi-provinsi lain di Sulawesi Utara. 57 Gambar 3.12. Angka Melek Huruf perempuan lebih tinggi di Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo 57 Gambar 3.13. Input di sektor pendidikan Gorontalo belum bisa mencapai kualitas 58 output yang optimal. 58 Gambar 4.1. Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Gorontalo 2007-2012 63 Gambar 4.2. Peningkatan belanja kesehatan disebabkan oleh meningkatnya belanja 64 pada tingkat kabupaten/kota 64 Gambar 4.3. Belanja Kesehatan Kabupaten/Kota meningkat secara riil 65 Gambar 4.4. Komposisi Belanja Kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten pemerintah kabupaten/kota 66 Gambar 4.5. Bina Upaya Kesehatan adalah komponen belanja program kesehatan terbesar di tingkat provinsi. 66 vi Daftar Isi Gambar 4.6. Belanja kesehatan pemerintah pusat meningkat secara riil 69 Gambar 4.7. Gorontalo memiliki akses pelayanan kesehatan dan sarana Puskesmas yang baik 70 Gambar 4.8. Diare merupakan masalah kesehatan yang paling sering ditemukan di 72 Provinsi Gorontalo 72 Gambar 4.9. Angka morbiditas Gorontalo masih yang tertinggi di Sulawesi 73 Gambar 4.10. Menurunnya angka morbiditas diiringi oleh meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan gratis 74 Gambar 4.11. Kekurangan gizi bagi balita merupakan permasalahan yang harus dipecahkan 75 Gambar 4.12. Efisiensi teknis belanja kesehatan tingkat Kabupaten/Kota tergolong rendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. 76 Daftar Tabel Tabel 2.1. Opini BPK atas LHP LKPD Provinsi Gorontalo & Kabupaten/Kota 2007-2012 25 Tabel 3.1. Belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal tahun 2012 52 Tabel 3.2. Jenis Pembiayaan Prodira : SBS Gorontalo 59 Tabel 4.1. Belanja Program Kesehatan Provinsi Gorontalo 67 Tabel 4.2. Rincian Belanja Program Kesehatan Kabupaten Gorontalo 68 Tabel 4.3. Perkembangan sarana dan tenaga kesehatan 70 Tabel 4.4. Perbandingan sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, 2011 71 Tabel 4.5. Rasio layanan kesehatan 2011 71 Tabel 4.6. Capaian pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota 72 Tabel 4.7. Tantangan Gorontalo adalah kesehatan bayi dan anak 74 Daftar Kotak Kotak 1.1. Sejarah Analisis Keuangan Publik di Provinsi Gorontalo 10 Kotak 1.2. Provinsi Gorontalo memiliki ketergantungan yang besar terhadap Sektor Pertanian 11 Kotak 1.3. Pengangguran Gorontalo yang semakin kecil 17 Kotak 2.1. Kerangka Umum Anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 23 Kotak 2.2. Samsat delivery dan Samsat drive through:Mengutamakan Pelayanan untuk Pendapatan 24 Kotak 2.3. Mewujudkan Perencanaan Responsif Gender bagi Gorontalo 24 vii Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Daftar Istilah AKABA Angka Kematian Balita AKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian Ibu AMH Angka Melek Huruf APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APM Angka Partisipasi Murni Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BKD Badan Keuangan Daerah BLUD Badan Layanan Umum Daerah BPK Badan Pemeriksa Keuangan BPS Badan Pusat Statistik DAK Dana Alokasi Khusus DAU Dana Alokasi Umum DBH Dana Bagi Hasil Dekon/TP Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan DJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gudacil Guru Daerah Terpencil HDI Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) HPS Harga Perkiraan Sendiri IGI Indonesia Governance Index IPG Index Pembangunan Gender IPM Indeks Pembangunan Manusia atau HDI Jamkesta Jaminan kesehatan Semesta KUA Kebijakan Umum Anggaran LHP Laporan Hasil Pemeriksaan LRA Laporan Realisasi Anggaran PAD Pendapatan Asli Daerah PAUD Pendidikan Anak Usia Dini PBK Pendidikan Berbasis Kawasan PDB Produk Domestik Bruto viii PDRB Produk Domestik Regional Bruto Pemda Pemerintah Daerah Perda Peraturan Daerah Perpu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PEA Public Expenditure Analysis PEACH Public Expenditure and Capacity Harmonization Pergub Peraturan Gubernur PKD Pengelolaan Keuangan Daerah PMTDB Pembentukan Modal Domestik Bruto PODES (Survei) Potensi Desa PONEK Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif Prodira Program Pendidikan untuk Rakyat PU Pekerjaan Umum RAD Rencana Aksi Daerah Renstra Rencana Strategis RKA Rencana Kerja dan Anggaran RLS Rata-rata Lama Sekolah Rp Rupiah RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah SBS Semua Bisa Sekolah (Program beasiswa bagi siswa miskin) SD Sekolah Dasar SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah SMA Sekolah Menengah Atas SMK Sekolah Menengah Kejuruan SMP Sekolah Menengah Pertama STR Student Teacher Ratio (Rasio Guru terhadap Murid) Sultra Sulawesi Tenggara Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPS TMP Tidak memberikan Pendapat TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT Tingkat Pengangguran Terbuka TW Tidak Wajar UMR Upah Minimum Regional WAJAR 9 Tahun Wajib Belajar Sembilan Tahun WB World Bank (Bank Dunia) WDP Wajar Dengan Pengecualian WTP Wajar Tanpa Pengecualian ix Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Gorontalo mencatat pertumbuhan yang tinggi, peningkatan sumber daya fiskal yang moderat, serta penurunan tingkat kemiskinan yang signifikan selama 5 tahun terakhir (2007-2012). Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo Tahun 2007-2012 mencapai 7,78 persen, melampaui angka rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 6,0 persen. Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota meningkat dari Rp 1,7 juta menjadi Rp 3,5 juta per kapita. Tingkat kemiskinan turun secara signifikan dari 27,4 persen di tahun 2007 menjadi 17,2 persen di tahun 2012, jauh lebih rendah dari pada tingkat kemiskinan sebelum terbentuknya provinsi Gorontalo, yaitu 49,5 persen (1999). Provinsi Gorontalo mencatat pertumbuhan ekonomi tinggi dan serta penurunan kemiskinan yang signifikan 2007 2012 12 12 Nasional, 11.7 10 10 Nasional, PDRB per kapita (Rp Juta) PDRB per kapita (Rp Juta) 1 16.66 8 8 6 6 4 4 2 Goro Gorontalo, Gorontalo 2 alo Gorontalo, 27.4 17.2 - - - 2 4 6 - 2 4 6 APBD per kapita (Rp Juta) APBD per kapita (Rp Juta) Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data BPS dan Kemenkeu (2012) Pertumbuhan tinggi di Gorontalo secara agregat ditopang oleh kontribusi sektor pertanian dan perdagangan. Tingkat pertumbuhan Gorontalo yang konsisten dengan rata-rata 7,78 persen selama 2007-2012, disumbangkan oleh berbagai sektor. Dari sisi kontribusi terhadap pertumbuhan rata-rata 2007-2012, pertumbuhan sektor pertanian merupakan kontributor terbesar dengan menyumbang 1,77 persen dan diikuti oleh sektor perdagangan dengan kontribusi 1,72 persen. Berdasarkan proporsinya, sektor pertanian dan sektor perdagangan menyumbang 28 dan 15 persen terhadap PDRB provinsi Gorontalo di tahun 2012. Di sisi lain, mulai berkembangnya sektor-sektor jasa serta pengeluaran konsumsi masyarakat dan pemerintah juga mendorong pertumbuhan Gorontalo yang tinggi. Dilihat dari sisi produksi, jasa lainnya (yang mencakup jasa pemerintahan umum) dan jasa keuangan memiliki rata-rata pertumbuhan riil terbesar dibandingkan dengan sektor lain di periode 2007-2012. Sektor jasa lainnya tumbuh sebesar 16 persen, sedangkan jasa keuangan tumbuh sebesar 14 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Gorontalo di topang 1 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah. Sebagai komponen terbesar, pengeluaran konsumsi berkontribusi terhadap 59 persen dan belanja pemerintah menyumbang 29 persen \ dari PDRB provinsi Gorontalo di tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka potensi Gorontalo untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan PDRB riil yang mencapai Rp 3,4 triliun di tahun 2012, pendapatan per kapita provinsi meningkat dari Rp 1,7 juta di tahun 2007 menjadi Rp 3,5 juta di tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong peningkatan sumber daya fiskal, yang juga berkontribusi pada peningkatan indikator pelayanan publik. Tersedianya sumber daya fiskal merupakan salah satu faktor utama dalam peningkatan pelayanan publik, baik dalam hal peningkatan sarana dan prasarana, akses, maupun kualitas pelayanan publik. Dibidang pendidikan Gorontalo menunjukkan kemajuan yang signifikan dibandingkan pada awal terbentuknya provinsi tersebut. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator kinerja seperti Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Capaian AMH Gorontalo lebih baik daripada mayoritas provinsi lain di Sulawesi. Dibidang kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir yang berdampak pada membaiknya kinerja kesehatan. Pertumbuhan ekonomi tinggi belum dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat meskipun telah terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang signifikan. Dalam periode 2007-2010, rata-rata pengeluaran per kapita (per capita expenditure - PCE) di Gorontalo tumbuh sebesar 41 persen. Pengeluaran per kapita dihitung berdasarkan pengeluaran rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. Untuk 40 persen penduduk termiskin, pertumbuhan pengeluaran per kapitanya hanya 31 persen. Namun ada 2 kabupaten dimana PCE masyarakat 40 persen termiskin mengalami peningkatan yang lebih tinggi relatif terhadap seluruh masyarakat, yaitu Gorontalo dan Gorontalo Utara. Tingginya tingkat Pertumbuhan 40 persen masyarakat termiskin merupakan potensi yang dapat memperkecil kesenjangan ekonomi di Gorontalo. Kebijakan dan Prioritas Belanja Pemerintah di Gorontalo Sumber daya fiskal pemerintah daerah meningkat seiring dengan meningkatnya peran pemerintah pusat dalam pembangunan Gorontalo. Sumber daya fiskal yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagian besar merupakan dana perimbangan yang bersumber dari APBN. Dana perimbangan masih merupakan komponen terbesar baik ditingkat provinsi maupun Kabupaten/ Kota dimana DAU menyumbang dua pertiga dari seluruh total pendapatan daerah. Selain melalui dana perimbangan yang disalurkan ke anggaran pemerintah daerah (APBD), pemerintah pusat juga membelanjakan anggarannya secara langsung untuk provinsi Gorontalo. Dalam periode 2007-2012, secara rata-rata belanja pemerintah pusat menyumbang 40 persen dari seluruh belanja publik di Gorontalo. Sebagian besar belanja tersebut dibelanjakan melalui Kantor Daerah dan diikuti oleh Kantor Pusat, dimana hanya sekitar 20 persen dari total Belanja Pemerintah pusat untuk Provinsi Gorontalo disalurkan melalui belanja dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 2 Ringkasan Eksekutif Keleluasaan pemerintah daerah dalam membelanjakan anggarannya mengalami penurunan. Peningkatan belanja pemerintah daerah tidak diikuti diskresi fiskal1 yang meningkat atau keleluasaan pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggarannya sesuai dengan kondisi atau kebutuhannya. Sebagian besar anggarannya telah ditentukan pengalokasiannya oleh peraturan perundangan yang berlaku. Di tingkat provinsi, diskresi fiskal turun dari 66 persen menjadi 49 persen sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota turun dari 47 persen menjadi 24 persen. Penurunan diskresi fiskal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemda dalam memastikan pencapaian target pembangunan yang telah dituangkan dalam RPJMD. Belanja tidak langsung, yang sebagian besar adalah belanja pegawai, tercatat meningkat. Peningkatan ini terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Gorontalo yang menyebabkan belanja tidak langsungnya menjadi lebih besar dari pada belanja langsung. Komponen terbesar belanja tidak langsung adalah belanja pegawai, yang terus meningkat selama periode 2007-2012 hingga mencapai 31 persen dari belanja Pemerintah Provinsi dan 55 persen dari seluruh belanja pemerintah kabupaten/kota. Ini berarti bahwa belanja yang digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah terus meningkat sehingga proporsi yang digunakan untuk penyediaan pelayanan publik berkurang. Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Di tingkat provinsi, belanja administrasi umum merupakan komponen belanja urusan terbesar. Dari periode 2007-2012, belanja pemerintahan umum meningkat dari 30 persen menjadi 40 persen. Di sisi pemerintah kabupaten/kota, proporsi belanja administrasi umum justru menurun dari 35 persen menjadi 26 persen. Secara umum, ini menunjukkan perbedaan fungsi yang dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota. Fungsi utama Pemerintah Provinsi adalah koordinasi sedangkan kabupaten/kota adalah ujung tombak penyedia pelayanan dasar. Di tingkat kabupaten/kota, peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pendidikan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota meningkat dari 20 persen dari total belanja di tahun 2007 menjadi 30 persen di tahun 2012, sedangkan kesehatan meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Masing masing urusan mengalami peningkatan belanja riil sebesar 50 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Di sisi lain, peningkatan pendidikan dan kesehatan diiringi oleh turunnya proporsi belanja pemerintahan umum dari 35 persen menjadi 26 persen. Peningkatan proporsi belanja pendidikan dan kesehatan yang diiringi oleh turunnya proporsi belanja pemerintahan umum merupakan hal yang positif karena sumber daya fiskal untuk membiayai pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan menjadi meningkat. Namun di sisi lain, penurunan proporsi belanja infrastruktur dari 27 persen menjadi 10 persen harus diwaspadai karena dapat berdampak pada kualitas infrastruktur di Gorontalo. 1 ketersediaan ruang fiskal yang biasanya diukur dengan besarnya diskresi fiskal. Semakin besar diskresi fiskal yang tersedia maka semakin fleksibel kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan situasi yang dihadapi tanpa harus mempengaruhi kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Diskresi fiskal = (Total pendapatan – (Belanja Pegawai Tidak Langsung + DAK + Dana Penyesuaian + Belanja Bantuan Keuangan + Belanja Hibah))/Total Pendapatan 3 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2007. Pada level pemerintahan kabupaten/kota kualitas PKD menunjukan perbaikan. Kabupaten Gorontalo secara berturut-turut memperoleh opini WTP tahun 2009 dan 2010. Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index - IGI2) yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2012 pada tingkat provinsi menunjukkan penurunan angka indeks. Selain itu, secara peringkat turun dari peringkat 8 menjadi peringkat 23. Kinerja Pembangunan Sektor Pendidikan dan Kesehatan Walaupun mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan, tantangan pendidikan Gorontalo adalah memastikan keberlanjutan pendidikan menengah bagi seluruh anak usia sekolah dan ketimpangan antar kabupaten/kota. Salah satu target pendidikan di Gorontalo adalah menuntaskan program Wajib Belajar 9 tahun. Namun ada kesenjangan antara angka partisipasi SD dengan SMP/SMA yang menunjukkan bahwa sebagian siswa tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Walaupun APM SD Gorontalo telah menjadi salah satu yang tertinggi di Sulawesi di tahun 2012, APM SMP dan SMA masih tertinggal dibandingkan provinsi lain di Sulawesi. Selain itu, di saat daerah lain mengalami peningkatan AMH, Boalemo dan Pohuwato jutru mengalami penurunan AM. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir yang berdampak pada perbaikan capaian kesehatan. Secara umum jumlah sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir (2007-2012). Salah satunya adalah perbaikan akses terhadap pelayanan kesehatan gratis yang sangat bermanfaat bagi kelompok masyarakat miskin. Dalam periode lima tahun, terlihat adanya perubahan pola kesehatan masyarakat miskin. Ada penurunan angka morbiditas masyarakat miskin yang menjadi lebih rendah di tahun 2012. Namun, masih ada ketimpangan wilayah dimana Kota Gorontalo mengalami peningkatan angka morbiditas dan penurunan cakupan imunisasi. Akses penduduk ke sarana sanitasi dan air bersih serta perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang masih rendah turut mempengaruhi angka morbiditas. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat bahwa pada tahun 2010, tingkat PHBS hanya mencapai 40 persen, dan justru menurun di tahun berikutnya. Ini berlawanan dengan fakta bahwa 490 dari 562 desa di Gorontalo adalah Desa Siaga. Sementara, untuk tahun 2011, akses terhadap air bersih di Gorontalo hanya sebesar 51 persen dan akses terhadap sanitasi yang layak hanya sebesar 33 persen. Kemudian, sekitar 41 persen rumah tangga di Gorontalo masih melakukan buang air besar sembarangan (BABS) di tempat terbuka. Akses terhadap sanitasi yang layak ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi. 2 Indeks Tata Kelola Pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Indeks (IGI) adalah sebuah penilaian terhadap kinerja tata kelola pemerintahan pada tingkat provinsi. Penilaian ini meliputi aspek pemerintah daerah, birokrasi, kemasyarakatn, dan perekonomian daerah. Indeks yang dihasilkan menunjukkan kinerja secara keseluruhan dimana semakin tinggi indeksnya semakin baik kinerjanya. Penilaian ini lakukan oleh lembaga Kemitraan di tahun 2008 dan 2012. 4 Ringkasan Eksekutif Pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo membutuhkan input yang relatif lebih besar untuk menghasilkan output yang setara dengan kabupaten/kota di provins-provinsi lain. Rasio perbandingan faktor-faktor output terhadap faktor-faktor input pendidikan dan kesehatan atau efisiensi teknis untuk kabupaten/kota di Gorontalo tergolong rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Pada tingkat kabupaten/kota, berbagai faktor pendukung atau input yang ada belum dapat menghasilkan output yang sepadan ditingkat yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa input yang ada, baik dari sisi kapasitas sumber daya manusia, belanja sektoral, maupun ketersediaan sarana dan prasarana, belum dapat menghasilkan tingkat capaian yang optimal, bahkan tergolong memiliki tingkat efisiensi teknis yang rendah. Agenda pembangunan/Rekomendasi Dengan mempertimbangkan perkembangan dan tantangan-tantangan yang ada, Pemerintah Daerah di Gorontalo harus mempersiapkan kebijakan pembangunan dengan memanfatkan potensi-potensinya. Tiga agenda utama pembangunan adalah: (i) meningkatkan kualitas pembangunan; (ii) meningkatkan kualitas komposisi anggaran; dan (iii) meningkatkan kinerja sektoral/urusan. Meningkatkan kualitas pembangunan Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Saat ini Gorontalo merupakan salah satu perekonomian terkecil di Indonesia walau PDRB per kapitanya meningkat secara riil sebesar 35 persen dalam 5 tahun terakhir. Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi pendorong berkembangnya perekonomian yang melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal, baik yang berskala kecil maupun menengah. Memperkecil ketimpangan antar kabupaten/kota di Gorontalo. Ketimpangan yang terjadi, baik dari segi capaian maupun anggaran dapat diperkecil melalui koordinasi yang baik. Peran Pemerintah Provinsi harus diperkuat karena memiliki peran yang penting dalam memetakan ketimpangan-ketimpangan antar kabupaten/kota maupun antar kelompok masyarakat. Meningkatkan daya saing komoditas Gorontalo melalui perbaikan iklim investasi dan peningkatan kualitas SDM. Salah satu penyebab rendahnya daya saing komoditas Gorontalo adalah produktivitas tenaga kerja yang rendah serta tingkat harga yang relatif tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Pengawasan pergerakan harga komoditas-komoditas produksi Gorontalo dapat dilakukan dengan cara memperbaiki faktor-faktor pendukung menjadi lebih efisien. Selain itu, meningkatkan produktivitas tenaga kerja juga dapat berkontribusi dalam mendongkrak daya saing tersebut. Secara umum, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik sektor pendidikan dan kesehatan. 5 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Meningkatkan kualitas anggaran dan tata kelola pemerintah Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework - MTEF) yang dapat menjadi panduan penganggaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya MTEF, sinkronisasi anggaran dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dapat terjaga. Mengetatkan koordinasi penganggaran. Mengingat kenyataan meningkatnya peranan pemerintah pusat serta mengecilnya diskresi fiskal, diperlukan koordinasi yang ketat dalam penganggaran sehingga dapat dihindari terjadinya overspending di satu sektor sementara di sektor lain di sektor lain terjadi underspending. Meningkatkan tingkat kemandirian fiskal Gorontalo melalui optimalisasi potensi- potensi PAD. Saat ini, sebagian besar PAD Gorontalo berasal dari dua sumber, pajak provinsi kendaraan bermotor dan retribusi RSUD di Kota Gorontalo. Seiring dengan meningkatnya PDRB Gorontalo, potensi PAD juga meningkat. Dibutuhkan sebuah pusat data potensi daerah yang dapat memberikan pilihan-pilihan yang bisa dimanfaatkan. Memanfaatkan diskresi fiskal untuk mengalokasikan anggaran ke urusan/program yang menjadi prioritas daerah. Dukungan terhadap peningkatan ekonomi kerakyatan dan perluasan akses pelayanan dasar membutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, namun kenyataannya belanja infrastruktur pemerintah daerah mengalami penurunan yang signifikan. Dibutuhkan realokasi anggaran untuk meningkatkan belanja infrastruktur daerah. Pengalihan 1 persen anggaran pemerintahan umum bisa mendongkrak 2,5 persen anggaran infrastruktur, atau 6,5 persen anggaran pertanian. Perlu mempertahankan tata kelola yang baik, yang merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan Gorontalo. Pada awal terbentuknya provinsi, Gorontalo dikenal sebagai provinsi yang memiliki tata kelola yang baik serta inovatif. Kedua hal ini merupakan modal penting yang diperlukan untuk melanjutkan pembangunan Gorontalo. Kesinambungan dalam hal tata kelola dan inovasi dapat membantu Gorontalo dalam proses pembangunan daerahnya. Meningkatkan kinerja urusan pendidikan dan kesehatan Meningkatkan perhatian terhadap kualitas pelayanan dasar. Selama periode 2007-2012, Provinsi Gorontalo telah berhasil meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan dalam rangka meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar publik. Namun dari sisi capaian, kinerja masih bervariasi antara kabupaten/kota maupun wilayah. Peningkatan kualitas dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja di sisi penyedia pelayanan publik tersebut maupun dengan cara meningkatkan kualitas sasaran (targeting) dari program-program tersebut. 6 Ringkasan Eksekutif Memperbaiki efisiensi teknis pendidikan dan kesehatan. Data menunjukkan bahwa efisiensi teknis Gorontalo masih rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Pemerintah Daerah di Gorontalo dapat berupaya untuk meningkatkan efisiensi teknisnya dengan menentukan fokus sektoral/urusan pendidikan/kesehatan, antara: (i) meningkatkan kinerja dengan mengefektifkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang ada; atau (ii) mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya untuk mempertahankan tingkat output yang sudah dicapai sekarang. Mengurangi ketimpangan kinerja sektoral antar Kabupaten/Kota di Goroantalo. Ketimpangan kinerja disebabkan oleh perbedaan kapasitas dan akses antar Kabupaten/Kota. Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan penyediaan pelayanan dasar yang sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan Gorontalo. Kapasitas dan kebutuhan ini sebaiknya mencakup sumber daya, fasilitas dan kelengkapannya, serta akses terhadap pelayanannya. 7 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Sekilas tentang Provinsi Gorontalo adalah bab pembuka laporan Update Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2013 yang merupakan update terhadap laporan Analisis Keuangan Publik Gorontalo: Penyediaan Layanan dan Pengelolaan Keuangan Daerah di Sebuah Provinsi Baru (Bank Dunia, 2008). Bab ini memberikan latar belakang terhadapi kinerja pembangunan di Gorontalo. Bagian pertama menjelaskan tentang perekonomian wilayah Gorontalo yang menunjukkan berbagai potensi dan tantangan pembangunan ekonomi Gorontalo. Bagian kedua menjelaskan tantangan-tantangan social ekonomi yang dihadapi oleh Gorontalo, khususnya tentang kemiskinan dan pembangunan sumber daya manusia. 1.1. Pembangunan Ekonomi Wilayah Pembentukan provinsi Gorontalo merupakan bagian proses desentraliasi yang terjadi di awal tahun 2000. Proses desentralisasi tersebut disebut sebagai big-bang decentralization karena pada saat itu Indonesia mengalami proses desentralisasi yang sangat cepat dan radikal, yang merubah Indonesia dari sebuah negara yang sangat tersentralisasi menjadi salah satu negara yang paling terdesentralisasi (Bank Dunia, 2003). Sejak disahkan di tahun 2000 melalui Undang- Undang 38/2000 tentang pembentukan Provinsi Gorontalo, Gorontalo mengalami pemekaran daerah di tingkat kabupaten/kota hingga kelurahan/desa. Ada tiga daerah otonom baru yang terbentuk, yaitu Kabupaten Bone Bolango dan Pohuwato di tahun 2003 dan Kabupaten Gorontalo Utara di tahun 2007. Saat ini Provinsi Gorontalo terdiri dari 5 kabupaten dan 1 kota, dengan 70 kecamatan, dan 723 kelurahan/desa.3 Gambar 1.1. Peta wilayah Provinsi Gorontalo Provinsi Gorontalo SULAWESI TENGAH Gorontalo Utara SULAWESI UTARA Boslemo Pohuwanto Kabupaten Gorontalo Bone Bolango Kota Gorontalo 3 Gorontalo dalam Angka, 2011. 9 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Sejak terbentuk 13 tahun yang lalu, Provinsi Gorontalo adalah salah satu provinsi yang memiliki peluang untuk berkembang dengan cepat. Berbagai terobosan telah dilakukan provinsi Gorontalo seperti penerapan reformasi birokrasi dan upaya untuk menurunkan angka kemiskinan. Seiring dengan peningkatan sumber daya fiskal, pembangunan sektoral telah diarahkan kepada penyediaan infrastruktur dasar yang mendukung sektor-sektor strategis, seperti pendidikan, kesehatan, dan pertanian (Bank Dunia, 2008). Kotak 1.1. Sejarah Analisis Keuangan Publik di Provinsi Gorontalo Evaluasi pembangunan dinilai perlu untuk melihat kinerja pembangunan, khususnya kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam mengelola sumber daya pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai salah satu sumber daya perlu di optimalkan pemanfaatannya bagi peningkatan penyediaan layanan publik. Pada tahun 2008 Universitas Gorontalo bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi dengan dukungan Bank Dunia menghasilkan laporan Analisis Keuangan Publik Provinsi Gorontalo. Laporan ini menyajikan analisis kinerja pengelolaan keuangan daerah pada periode 2000-2006, dengan fokus pada analisis pendapatan, belanja dan analisis sektor strategis yakni infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian. Inovasi pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah juga menjadi bagian dari analisis ini. Memasuki dasawarsa kedua, Universitas Gorontalo kembali bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi dan Bank Dunia untuk melakukan update terhadap Analisis Keuangan Publik untuk Provinsi Gorontalo di tahun 2013. Analisis ini dilakukan dengan melihat perkembangan kinerja anggaran Provinsi dan Kabupaten/Kota pada periode 2007-2012 serta melakukan analisis sektoral dengan menitikberatkan pada sektor pendidikan dan kesehatan. Secara makro, perkembangan ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi tinggi dan melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional selama perioda 2007-2012. Tingkat pertumbuhan ekonomi Gorontalo secara konsisten selalu lebih tinggi dari pada tingkat pertumbuhan nasional. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2007-2012 mencapai 7,8 persen, melampaui angka rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 6,0 persen. Di wilayah Sulawesi, Gorontalo memiliki rata-rata pertumbuhan ketiga tertinggi setelah Sulawesi Tengah dan Tenggara untuk periode yang sama. Pertanian dan perdagangan merupakan penyumbang pertumbuhan terbesar bagi Gorontalo. Pada tahun 2012, pertanian dan perdagangan merupakan penyumbang terbesar bagi pertumbuhan Gorontalo. PDRB menurut lapangan usaha menunjukkan bahwa angka pertumbuhan Provinsi Gorontalo sebesar 7,8 persen, 1,77 persennya disumbangkan oleh pertanian dan 1,72 persen oleh perdagangan. 10 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Gambar 1.2. Gorontalo memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional 10 8.3 7.5 7.8 7.5 7.6 7.7 Pertumbuhan (%) 8 6 6.3 6.1 6.1 6.5 6.4 4 4.5 2 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Pertumbuhan Gorontalo Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012 dan Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Catatan: Angka 2012 adalah angka estimasi. Kotak 1.2. Provinsi Gorontalo memiliki ketergantungan yang besar terhadap Sektor Pertanian Mata pencaharian utama penduduk Gorontalo adalah pertanian. Sektor Pertanian menyerap sebagian besar tenaga kerja di Gorontalo, meskipun proporsi penduduknya yang bekerja disektor pertanian mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Berbagai faktor mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah perubahan fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan industri pengolahan. Pada tahun 2007, sektor pertanian menjadi sektor utama yang menarik tenaga kerja sebanyak 48 persen. Penduduk yang bekerja pada sektor pertanian mengalami penurunan menjadi 36 persen ditahun 2012. Ditahun 2012 pula, sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan menyerap tenaga kerja sebesar 21 persen. Gambar 1.3. Produktivitas tenaga kerja Gorontalo masih dibawah produktivitas nasional 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 - 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Prod. TK Gorontalo Prod. TK Pertanian Gorontalo Prod. TK Nasional Prod. TK Pertanian Nasional Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS. 11 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Pertanian di Gorontalo ditandai dengan menurunnya jumlah tenaga kerja pertanian walaupun produktivitasnya meningkat. Dalam periode 2007-2012, tenaga kerja pertanian turun dari 174 ribu jiwa menjadi 159 ribu jiwa. Ada sekitar 15 ribu atau 8,4 persen tenaga kerja pertanian yang pindah ke lapangan usaha lain. Hal ini merupakan hal yang umum ditemui di daerah yang mengalami transisi struktural dari perekonomian yang berbasis sumber daya alam ke perekonomian yang berbasis manufaktur atau jasa. Di lain pihak, ada peningkatan produktivitas tenaga kerja pertanian akibat perubahan tersebut. Peningkatan produksi pertanian yang diiringi oleh turunnya jumlah tenaga kerjanya membuat produktivitasnya meningkat sebesar 45 persen pertahun antara tahun 2007-2012. Peningkatan ini diatas peningkatan produktivitas tenaga kerja pertanian nasional dengan rata-rata 27 persen di periode yang sama. Namun, tingkat produktivitas tenaga kerja pertanian Gorontalo tetap lebih kecil, 72 persen dari tingkat produktivitas tenaga kerja pertanian nasional. Pertumbuhan industri pengolahan cenderung stabil. Kontribusi sektor tersebut cenderung stabil dengan rata-rata 8 persen, walaupun secara proporsi sangat kecil dibandingkan dengan sektor-sektor jasa dan pertanian. Berbagai aspek mempengaruhi terbatasnya perkembangan industri manufaktur di Gorontalo, beberapa diantaranya adalah kurangnya akses masyarakat terhadap permodalan bagi kegiatan industri manufaktur. Selain itu keterbatasan bahan baku industri, rendahnya kualitas SDM industri kecil dan menengah, dan, serta pasar domestik yang masih terbatas. Gambar 1.4. Pertanian masih merupakan penyumbang terbesar PDRB PDRB menurut lapangan usaha 4,000 70% PDRB (dalam Rp miliar) 3,500 57% 52% 53% 53% 60% 52% 52% 3,000 50% 2,500 40% 2,000 30% 1,500 31% % 31% % 30% % 29% 29% % 28% 20% 1,000 500 10% - 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Jasa lainnya jasa keuangan perdagangan transportasi Sektor lainnya % Pertanian % Jasa Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS (2012). Mulai berkembangnya sektor-sektor jasa memberi kontribusi terhadap pertumbuhan Gorontalo yang tinggi. Penyumbang angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sektor jasa yang mulai berkembang. khususnya jasa lainnya yang mencakup subsektor pemerintahan umum, dan sektor jasa keuangan. Secara rata-rata sektor jasa lainnya tumbuh sebesar 16 persen, 12 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia sedangkan jasa keuangan tumbuh sebesar 14 persen. Sektor-sektor jasa tersebut menyumbang hampir dua pertiga dari perekonomian Gorontalo. Dari kategori tersebut, sektor jasa lainnya adalah penyumbang terbesar yang kontribusinya semakin tinggi, hampir mencapai Rp 880 miliar ditahun 2012 atau 26 persen dari PDRB provinsi. Didalamnya terdapat subsektor jasa pemerintahan umum yang secara rata-rata menyumbang 14 persen dari PDRB provinsi Gorontalo (2005-2010). Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan Gorontalo di topang oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah. Angka PDRB berdasarkan pengeluaran menunjukkan bahwa di periode 2007-2011, konsumsi dan pengeluaran pemerintah menunjukkan pertumbuhan yang besar. Sebagai komponen terbesar, pengeluaran konsumsi berkontribusi terhadap 59 persen dari PDRB provinsi Gorontalo dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,6 persen per tahun. Belanja pemerintah menyumbang 29 persen dengan pertumbuhan sebesar 11,3 persen. Investasi di Gorontalo juga mengalami pertumbuhan yang besar walaupun relatif kecil dibandingkan pengeluaran konsumsi dan belanja pemerintah. (Gambar 1.5). Gambar 1.5. Menurut penggunaanya, porsi terbesar PDRB digunakan untuk konsumsi PDRB menurut penggunaan 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 2007 2008 2009 2010 2011 -500 -1,000 -1,500 -2,000 Pengeluaran konsumsi Investasi Impor Pengeluaran pemerintah Ekspor Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS (2012). Investasi yang masuk ke Gorontalo terus meningkat. Investasi yang dihitung berdasarkan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) dan perubahan stok mengalami peningkatan hampir tiga kali lipat dengan rata rata pertumbuhan 46,2 persen pertahun selama 2007-2011 (Gambar 1.5). Dari jumlahnya, investasi yang masuk ke Provinsi Gorontalo terus meningkat sejak tahun 2010. Ini dirasakan oleh seluruh komponen investasi, baik PMA, PMDN, maupun investasi swasta murni. Lonjakan investasi terjadi di tahun 2011 yang menyebabkan realisasi investasinya meningkat tiga kali lipat, dari 7 persen terhadap PDRB provinsi menjadi 21 persen pada tahun 2011 dan 2012. Lonjakan ini disebabkan oleh PMA yang menyumbang sekitar Rp 1,2 triliun setiap tahunnya. PMA ini ditujukan untuk pembangunan PT. Pabrik Gula Gorontalo dan berbagai perkebunan kelapa sawit (Gambar 1.6). 13 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 1.6. Kredit Usaha Rakyat sebagian besar untuk Perdagangan, Restoran, dan Hotel sedangkan PMA meningkat karena investasi asing di Pertanian dan Manufaktur Realisasi Investasi di Gorontalo PMA PMDN Swasta murni % terhadap PDRB 2,500 21% 25% 21% 20% 2,000 Rp Miliar 1,500 15% 1,000 10% 7% 500 5% - 0% 2010 2011 2012 Realisasi Kredit Usaha Rakyat Perdagangan, Restoran, dan Hotel Pertanian Lain-lain Realisasi Jasa-jasa keuangan Belum terealisasi Industri pengolahan Tansportasi, Komunikasi, dan logistik Jasa-jasa sosial Konstruksi Pertambangan Listrik, gas, dan air - 100 200 300 400 500 Rp Miliar Sumber: Bank Indonesia, Badan Investasi Daerah Provinsi Gorontalo (2013). Meningkatnya investasi menyebabkan penyaluran kredit ke masyarakat meningkat. Seiring dengan upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang menjadi salah satu dari empat prioritas pembangunan daerah4, Pemerintah Provinsi berinisiatif untuk memprioritaskan penyaluran kredit usaha rakyat untuk UMKM. Besar penyaluran kredit tersebut ditahun 2012 adalah Rp 575 miliar dan 73 persen telah direalisasikan. Dari angka yang direalisasikan tersebut, sebagian besar ditujukan untuk Sektor Perdagangan, Restoran, dan Hotel (73 persen). Pertanian sebagai sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap perekonomian Gorontalo mendapat 9 persen dari realisasi kredit usaha rakyat. Pertumbuhan yang tinggi memicu meningkatnya pengeluaran untuk impor barang dan jasa. Pertumbuhan yang dialami oleh konsumsi dan belanja pemerintah memicu permintaan akan impor meningkat. Impor tersebut dapat berupa komoditas untuk konsumsi, produksi, maupun modal, untuk menutupi permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh Gorontalo. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan komponen impor yang konsisten selama 2007-2011, yang besarnya mencapai 46 persen dari PDRB dengan pertumbuhan rata-rata 17,3 persen per tahun (Gambar 1.5). 4 Seperti yang tertera di dalam dokumen RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 14 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Namun, tertumbuhan yang tinggi masih belum dapat menyelesaikan tantangan ekonominya. Dengan PDRB riil yang mencapai Rp 3,4 triliun di tahun 2012, pendapatan per kapita provinsi meningkat dari Rp 2,5 juta di tahun 2007 menjadi Rp 3,1 juta di tahun 2012 (Gambar 1.7). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2012 membuat Gorontalo bukan lagi merupakan provinsi dengan PDRB per kapita terendah (2005), dengan berhasil melewati NTT dan Maluku. Walaupun demikian, Gorontalo tetap merupakan salah satu provinsi dengan pendapatan terendah, dimana PDRB per kapitanya sekitar Rp 3,1 juta dan kontribusinya hanya sebesar 0,15 persen terhadap PDB Indonesia di tahun 2012 (Gambar 1.7). Tantangan besar Gorontalo adalah bagaimana mengembangkan perekonomian daerahnya agar dapat mengejar ketertinggalannya dalam hal perekonomian wilayah. Gambar 1.7. Gorontalo masih merupakan salah satu provinsi yang berpendapatan terendah 4,000,000 Pertumbuhan (%) PDRB riil per kapita 3,000,000 3,115,202 3,019,716 2,964,576 2,788,498 2,625,126 2,484,481 2,000,000 1,000,000 - 2007 2008 2009 2010 2011 2012* PDRB riil per kapita PPDRB per kapita 2012 20,000,000 18,000,000 16,000,000 14,000,000 10,590,578 12,000,000 10,000,000 8,000,000 6,000,000 3,115,202 4,000,000 2,000,000 - Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012 dan Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013). Catatan: Angka 2012 adalah angka estimasi. Tantangan lain bagi pembangunan Gorontalo adalah tingkat harga yang tinggi. Tingkat harga di Gorontalo telah melampaui tingkat harga rata-rata nasional. Sejak pertengahan 2010, Indeks Harga Konsumen Kota Gorontalo melonjak melampaui angka nasional (IHK headline index), demikian juga dengan Kota Manado sebagai kota pembanding terdekat. Lonjakan ini disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi yang sensitif terhadap perubahan harga. Dilihat dari sisi wilayah, inflasi Gorontalo terkonsentrasi di wilayah pedesaan. 5 Kurang kompetitifnya industri pengolahan dan jasa di Gorontalo dibandingkan provinsi lain disebabkan oleh berbagai faktor. Tingginya tingkat harga yang juga mempengaruhi harga bahan baku, khususnya yang di datangkan dari luar Gorontalo, serta biaya distribusinya membuat produk-produk dari Gorontalo kurang kompetitif. Selain itu, memburuknya kualitas jalan 5 Harian Gorontalo Post, 13 September 2013. 15 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 serta lambatnya perbaikan dan pembangunan infrastruktur perhubungan menyebabkan kurang lancarnya arus barang dan jasa. Walaupun sumber daya fiskal yang tersedia meningkat, sebagian besar belanja dialokasikan untuk pendidikan dan kesehatan, sedangkan alokasi untuk infrastruktur menurun porsinya. Pada akhirnya, menurunnya kualitas infrastuktur juga turut mendorong peningkatan biaya produksi maupun distribusi barang dan jasa. Gambar 1.8. Panjang jalan nasional dan provinsi tidak bertambah dalam 5 tahun terakhir namun kondisi jalan nasional memburuk 700 100% 80% 90% 600 % 71% 80% 66% 500 70% 400 52% 60% 50% 300 40% 200 30% 20% 100 10% 0 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Jalan nasional (km) Jalan Provinsi (km) Baik Sedang Rusak Rusak Berat % jalan tidak rusak vs rusak Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Dinas PU Provinsi Gorontalo 2012 1.2. Kemiskinan Dan Kualitas Sumber Daya Manusia Secara umum, pembangunan sumber daya manusia Gorontalo menunjukkan perbaikan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan menunjukkan adanya perbaikan indikator capaian, khususnya untuk indikator-indikator output. Di pendidikan kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator seperti Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi Murni (APM). Di kesehatan, ketersediaan sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Walaupun demikian, Gorontalo masih menghadapi berbagai tantangan pembangunan. Walaupun terjadi perbaikan dari sektor tersebut dari tahun ke tahun, sehingga diperlukan langkah-langkah serius seperti yang telah ditetapkan oleh MDGs yaitu mendorong pertumbuhan yang berkualitas, meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan, kesehatan dan gizi termasuk pelayanan keluarga berencana, serta infrastruktur dasar seperti air bersih dan sanitasi, program pemberdayaan masyarakat miskin, serta memperluas cakupan perlindungan sosial. 16 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Kotak 1.3. Pengangguran Gorontalo yang semakin kecil Dengan jumlah penduduk yang kecil, pertumbuhan penduduknya relatif tinggi dibandingkan dengan nasional. Dengan jumlah penduduk sekitar 1,08 juta jiwa ditahun 2012, Gorontalo merupakan provinsi dengan penduduk terendah di Sulawesi, dan terendah ketiga di Indonesia setelah Papua Barat dan Maluku Utara. Dari jumlah tersebut, 44 persen penduduknya dalam usia angkatan kerja. Di sisi lain, angka pertumbuhan penduduknya tergolong tinggi (2,26 persen), lebih dari 1,5 kali angka pertumbuhan nasional (1,49 persen) di periode 2000-2010.6 Gambar 1.9. Tingkat pengangguran terbuka Gorontalo lebih rendah dari rata-rata nasional 16% 14% 13.17% 12% 10% 8% 9.06% 6.13% 6% 4% 2% 4.36% 0% 02 20 3 04 05 06 07 08 09 10 11 12 0 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Gorontalo Nasional Sumber: BPS, 2012. Seiring dengan pertumbuhan populasinya, Gorontalo berhasil memotong hampir dua pertiga penganggurannya namun tantangannya adalah bagaimana meningkatkan peranan perempuan. Sebelum tahun 2005, Tingkat pengangguran di Gorontalo selalu lebih tinggi dari angka nasional dan memiliki volatilitas yang tinggi (Bank Dunia, 2008). Setelah tahun 2005, angka pengangguran di Gorontalo turun sehingga lebih rendah dari angka nasional. Dalam kurun waktu 2004-2011, tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Gorontalo turun dari 12,3 persen persen di tahun 2004 menjadi 4,36 persen di tahun 2012 dengan jumlah dibawah 20 ribu jiwa. Kelompok perempuan lebih tinggi angka pengangguran dibandingkan laki-laki, yaitu 9 persen dibandingkan dengan 3 persen. Hal serupa juga diperlihatkan oleh angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan 45 persen, lebih rendah dari TPAK laki-laki dengan 83 persen. Selain tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya TPAK perempuan, sumbangan pendapatan kerja perempuan juga jauh lebih rendah dari laki-laki, atau hanya 24 persen dari total pendapatan kerja provinsi pada tahun 2011. Angka ini hanya mengalami sedikit kenaikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar 23 persen. (Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2012). 6 6 Tingginya angka pertumbuhan tersebut disebabkan oleh adanya lonjakan penduduk yang masuk (in-migration) ke Provinsi Gorontalo. Data jumlah penduduk 2010 menunjukkan bahwa hampir 25 ribu jiwa pindah ke Gorontalo. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap perpindahan tersebut, salah satunya adalah perkembangan sektor pertambangan dan kelapa sawit. 17 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 1.10. Kemiskinan di Gorontalo masih tinggi dan terpusat di daerah pedesaan. 40 35 30 25 23.63 2 20 1 17.22 15 10 11.66 5 4.8 0 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2012 (mar) (oct) Indonesia Gorontalo - kota Gorontalo - desa Gorontalo Sumber : Estimasi tim PEA Update Universitas Gorotntalo berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, 2012. Tingkat kemiskinan telah turun dengan signifikan sejak provinsi Gorontalo terbentuk. Pada awal terbentuknya, Gorontalo termasuk salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Dalam 13 tahun, Gorontalo telah menurunkan angka kemiskinannya dari 49,5 persen di tahun 1999, ketika masih menjadi bagian provinsi Sulawesi Utara, menjadi 24,9 persen di tahun 2007, dan 17,2 persen di tahun 2012 (data bulan Oktober). Dengan penurunan yang cukup signifikan, target capaian RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 masih belum tercapai. Sebagaimana yang dicantumkan dalam kerangka umum anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012, target pengentasan kemiskinan di akhir tahun 2012 adalahangka kemiskinan dalam kisaran antara 10-17 persen. Sasaran ini hampir tercapai di akhir tahun 2012. Selainn itu, angka Kemiskinan Gorotanlo berada pada peringkat tertinggi ke tujuh secara nasional, dan masih merupakan yang tertinggi di Pulau Sulawesi. Menurunnya angka kemiskinan juga diikuti oleh perbaikan tingkat kedalaman kemiskinan. Tingkat kedalaman kemiskinan (P1)7 di Gorontalo menunjukan perbaikan, turun dari 4,14 ditahun 2010 menjadi 3,72 ditahun 2011. Indeks Kedalaman kemiskinan ini menunjukkan bahwa rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin rendah nilai indeks, maka semakin dekat rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Sedangkan tingkat keparahan kemiskinan (P2) relatif tidak mengalami perubahan. Serupa dengan dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, semakin rendah nilai indeks, semakin dekat rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. 7 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. 18 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia Masalah kemiskinan yang masih dihadapi adalah kemiskinan di wilayah pedesaan. Secara proporsi, angka kemiskinan di wilayah pedesaan hampir lima kali lipat angka kemiskanan di wilayah kota. Data menunjukkan bahwa penduduk miskin terbesar terdapat di Kabupaten Gorontalo dengan jumlah hampir 67 ribu jiwa atau 19 persen dari penduduk kabupaten tersebut. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dasar yang membatasi akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar maupun kegiatan perekonomian. Ada sekitar 100 ribu rumah tangga miskin dan sebagian dikepalai oleh perempuan. Berdasarkan data TNP2K 2012, dari 99.785 rumah tangga yang tercatat di provinsi Gorontalo dengan kondisi kesejahteraan 30 persen terendah (rumah tangga miskin), 8.2 persen adalah rumah tangga yang dikepalai perempuan. Jumlah tertinggi ada di kabupaten Gorontalo dengan 3.743 rumah tangga, sementara yang terendah berada di kabupaten Boalemo sebesar 576 rumah tangga. (Sumber: TNP2K, 2012) Menurunnya angka kemiskinan yang juga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Gorontalo, menyebabkan peningkatan belanja rumah tangga di seluruh kelompok masyarakat. Dalam periode 2007-2010, rata-rata belanja rumah tangga per kapita di Gorontalo meningkat sebesar 41 persen. Untuk kelompok masyarakat dengan kelompok belanja rumah tangga 40 persen terendah, peningkatan belanja rumah tangganya adalah 31 persen. Walaupun secara rata-rata lebih rendah, namun ada dua kabupaten dimana kelompok 40 persen tersebut justru mengalami peningkatan belanja yang lebih tinggi dari pada secara keseluruhan. Kedua kabupaten tersebut dalah Gorontalo dan Gorontalo Utara (secara berurutan 3 dan 9 persen lebih tinggi). Kedua kabupaten ini sangat berpotensi dalam memperkecil kesenjangan ekonomi masyarakatnya. Gambar 1.11. Kelompok miskin dan rentan kemiskinan di Gorontalo dan Gorontalo Utara tumbuh lebih cepat dibandingkan Kabupaten/Kota lain Pemerataan Kemakmuran Kabupaten/Kota di Indonesia (2007 ke 2010) 120% kelompok rumah tangga 40% terendah%) Tingkat pertumbuhan konsumsi perkapita Tingkat konsumsi kelompok 100% rumah tangga 40% terendah tumbuh positif dan lebih cepat daripada tingkat 80% konsumsi seluruh masyarakat 60% Bone Balango Bo a 40% ont ro Gorontalo ontaa al ntalo o alo Boalemo Boaale ale Tin ka konsumsi kelompok Tingkat m rumah ota aG ta Go Gorontalo nta o tangga40% terendah d tumbuh 20% positif tetapi lebih lambat Po Pohuwato P daripada tingkat konsumsi 0% seluruh masyarakat -20% 0% 0 20% 40% 60% 80% 100% 120% - 20% Tingkat pertumbuhan konsumsi perkapita suluruh masyarakat (%) Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data BPS, 2013 19 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Gorontalo meningkat, namun masih rendah secara Nasional. IPM Gorontalo meningkat dari 64,1 ditahun 2002menjadi 71,31 ditahun 2012. Walaupun ada peningkatan, Gorontalo masih harus mengejar ketertinggalannya dengan IPM nasional (73,29) dan provinsi induknya, Sulawesi Utara (76,95). Pada tahun 2012, Gorontalo berada pada peringkat IPM ke-24 dari 33 provinsi. Kesenjangan gender Gorontalo tergolong besar dibandingkan provinsi lain. Kesenjangan gender adalah perbedaan pencapaian kapabilitas dasar antara laki-laki dan perempuan. Ini ditunjukkan oleh angka IPG (Indeks Pembangunan Gender) 8,yang lebih rendah dari angka IPM. Gorontalo merupakan provinsi dengan angka IPG terendah kedua ditahun 2010 dan 2011. Tahun 2010, IPM provinsi Gorontalo mencapai 70,28, sementara IPG hanya 56,98. Begitu pula di tahun 2011, IPM mencapai 70,82, sedangkan IPG hanya 57,67. Berdasarkan rasio IPG terhadap IPM, data menunjukkan bahwa Gorontalo memiliki kesenjangan terbesar kedua di Indonesia, setelah Kalimantan Timur (Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012). Gambar 1.12. Walaupun IPMnya meningkat, kesenjangan gender Gorontalo adalah salah satu yang terbesar di Indonesia Perkembangan IPM Ratio IPM dan IPG 80 80 DKI JAKARTA 78 KAL. TIMUR RIAU SUL. UTARA DIY U 75 76 Kuadran II SUM. UTARA Kuadran I . RIAU KEP. 70 74 KEP. BABEL JAMBI 72 72,77 GORONTALO BANTEN 65 PAPUA BARAT KAL. BARAT AT IPM 70 60 68 NTT NTB 02 04 05 06 07 08 20 9 10 11 12 PAPUA 0 66 20 20 20 20 20 20 20 20 20 64 Sulawesi Utara Kuadran III Kuadran IV Gorontalo 62 67,8 Indonesia 60 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 IPG Sumber: BPS; Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012 Rendahnya pembangunan gender di Gorontalo sebagian besar disebabkan oleh permasalahan ekonomi. Kesenjangan paling besar disebabkan oleh rendahnya angka IPG disebabkan oleh rendahnya sumbangan pendapatan kerja perempuan yang merupakan salah satu faktor utama perhitungan IPG. Jika dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 23,67 persen berbanding 76,13 persen. Sementara pada indikator lain, perbedaaan capaian terlihat bervariasi, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Ditahun 2011 Angka Melek Huruf (AMH) laki-laki (96,46) lebih tinggi dari perempuan (95,61), walaupun angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) perempuan lebih tinggi dari laki-laki (7,68 berbanding 7,11). Pada indikator kesehatan, angka harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki, yaitu 68,82 perempuan dibandingkan laki-laki yang 64,90. 8 IPG merupakan indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhatikan ketimpangan gender. IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama dan menggunakan indikator yang sama dengan IPM, namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan (Sirusa - BPS). 20 Bab 1. Pembangunan Ekonomi dan Kualitas Sumber Daya Manusia 1.3. Kesimpulan  Secara umum, provinsi Gorontalo terus berkembang sejak terbentuk di tahun 2000. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti oleh penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran yang rendah. Pertumbuhan konsumsi masyarakat menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang semakin baik. Kualitas sumber daya manusia juga menunjukkan berbagai perbaikan.  Namun tantangan yang dihadapi provinsi ini kedepan masih besar. Momentum pembangunan yang tercipta sejak terbentuknya provinsi ini harus dijaga agar dapat menghasilkan pembangunan daerah yang diharapkan. Skala perekonomian Gorontalo masih tergolong kecil dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditopang oleh pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah yang tinggi. 1.4. Rekomendasi  Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi pendorong berkembangnya perekonomian lokal yang melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal, baik yang berskala kecil maupun menengah.  Mempertahankan produktivitas pertanian yang merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk Gorontalo. Meningkatkan akses pembiayaan pertanian bagi usaha kecil dan menengah yang berkaitan dengan pertanian sehingga dapat menghasilkan multiplier effect yang lebih besar.  Memperbaiki kualitas infrastruktur yang dapat mendukung perekonomian Gorontalo dan dapat meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar, khususnya untuk pendidikan dan kesehatan. 21 Bab 2 Perkembangan Anggaran Dan Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Berbagai latar belakang potensi, tantangan, dan kondisi sosial ekonomi menjadi basis bagi pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan daerahnya. Implementasi pembangunan tersebut dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai perangkat utama pembangunan daerah. Bab ini membahas seputar APBD, baik dari sisi kebijakan anggaran, pengelolaan keuangan daerah, dan dari sisi komponen-komponen anggaran tersebut, baik dari sisi pendapatan, pembiayaan, dan belanja. 2. 1. Kebijakan Anggaran dan Pengelolaan Keuangan Daerah 2.1.1. Kebijakan Anggaran Pemerintah Provinsi Gorontalo berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan dasar. Orientasi pembangunan Gorontalo 2012-2017 adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dengan menitikberatkan pada penyediaan layanan dasar.9 Arah Kebijakan pembangunan Provinsi Gorontalo searah dengan misi ke-lima dari RMJMN 2010-14 yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.10 Kotak 2.1. Kerangka Umum Anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012 1. Ratio PAD terhadap PDRB mencapai 2 persen pada akhir tahun 2012. 2. Bersama pemerintah kabupaten/kota meningkatkan PAD dengan menurunkan tunggakan pajak hingga 10 persen dari total tagihan. 3. Menurunkan angka kemiskinan hingga mencapai 10 - 17 persen pada akhir 2012 melalui efisiensi dan efektivitas pemanfaatan belanja daerah. 4. Ratio Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung mencapai 30 : 70 pada akhir tahun 2012. 5. Ratio antara Belanja Wajib dan Belanja Pilihan adalah 75:25 pada akhir tahun 2012. 6. Proporsi untuk urusan pendidikan mencapai 20 persen pada akhir tahun 2012 7. Sinkronisasi prioritas anggaran sasaran dan indikator-indikator capaian di RPJMD 8. Investasi di bidang yang menunjang tiga program unggulan (Pendidikan, Kesehatan, Pertanian). 9. Alokasi anggaran yang mendukung daya saing Provinsi Gorontalo. 10. Memperkuat fondasi ekonomi rakyat 11. Mempertajam implementasi 7 prioritas program nasional. Sumber : RPJMD 2007-2012 Sebagai upaya mempertahankan kinerja keuangan daerahnya, langkah berikutnya adalah melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. Kebijakan Fiskal Provinsi Gorontalo diarahkan untuk melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi 9 Program peningkatan layanan ini dilakukan diantaranya: (a) biaya kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin; (b) menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dengan mempertimbangkansumberdaya alam yang tersedia dan lingkungan; (c) reformasi birokrasi melalui good governance dan clean governance; (d) pengembangan sektor riil; (e) percepatan pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, listrik, irigasi (waduk), dan air bersih; (f) harmonisasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota; dan (g) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan dengan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 10 Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender. 23 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 fiskal, terutama meningkatkan PAD dan penyehatan APBD dalam rangka menciptakan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (RPJMD 2007-2012). Langkah yang dilakukan adalah mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan PAD serta membenahi penatausahannya melalui penerapan teknologi informasi dalam pelayanan pemungutan perpajakan dan penerapan sistem pelayanan pajak (kotak 1.2) dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Dengan upaya tersebut, diperkirakan dapat menurunkan tunggakan pajak hingga 10 persen dari total tagihan pajak (PBB dan lainnya) sehingga target rasio PAD terhadap PDRB 2 persen pada akhir tahun 2012 dapat tercapai. Kotak 2.2. Samsat delivery dan Samsat drive through: Mengutamakan Pelayanan untuk Pendapatan Untuk mengurangi ketergantungan Pemerintah Provinsi Gorontalo terhadap Dana Perimbangan, serta adanya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka Pemerintah Provinsi melakukan upaya peningkatan PAD dengan: (i) memperluas objek, (ii) menambah jenis pajak, (iii) menaikkan tarif maksimum dan diskresi penetapan tarif, dan (iv) memberikan kemudahan masyarakat membayar pajak. Pemerintah Provinsi menciptakan program pembayaran Pajak Kenderaan bermotor (PKB) progresif melalui Sistem samsat delivery dan samsat drive through. Sistem pembayaran ini dapat di temui di kantor Samsat Kota Gorontalo dan Limboto dengan standar waktu pelayanan selama 5-10 menit. Skema bagi hasil pajak kendaraan bermotor perbandingnnya adalah 70 persen untuk provinsi dan 30 persen untuk kabupaten/kota secara proporsional. Untuk pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB), pemungutannya dilakukan oleh Pertamina dan langsung disalurkan ke pemerintah daerah dengan skema bagi hasil yang serupa. Kotak 2.3. Mewujudkan Perencanaan Responsif Gender bagi Gorontalo Perencanaan Pembangunan Responsif Gender di Gorontalo Pembangunan yang pro-gender merupakan salah satu misi pemerintah provinsi Gorontalo yang tertuang dalam RPJMD 2012 -2017. serta penguatan peran pemberdayaan perempuan, perlindungan terhadap anak, termasuk isu kesetaraan gender dalam pembangunan. Didalamnya termasuk pengembangan nilai-nilai religi dalam kehidupan beragama yang rukun sekaligus memelihara keragaman budaya. Namun kebijakan untuk melaksanakan PUG (Pengarusutamaan Gender) di provinsi Gorontalo belum melembaga. Hal ini dapat dilihat dari belum terintegrasinya PUG sebagai strategi dan perspektif dalam semua kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Pemerintah provinsi perlu menuangkan hal ini dalam bentuk Peraturan Gubernur (PerGub) atau SK Gubernur sehingga para penyelenggara pemerintahan dapat memahami dan melaksanakan pengarusutamaan gender di lingkup pemerintahan provinsi. Selain kebijakan kelembagaan, yang juga dibutuhkan adalah penyelenggaraan pelatihan dan asistensi teknis mengenai anggaran responsif gender kepada para perencana di SKPD-SKPD, baik SKPD utama perencana (Bappeda, Badan keuangan Daerah, Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana) maupun di SKPD teknis (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian dan sebagainya). Pokja PUG (Pengarusutamaan Gender) yang sudah terbentuk pun masih memerlukan banyak dukungan, agar pengarusutamaan gender di lingkup pemerintahan bisa berjalan dengan efektif dan efisien 24 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah, alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen, dan efisiensi belanja daerah. Menurut dokumen RPJMD 2007-2012, upaya implementasi anggaran yang pertama dilakukan dengan peningkatan pendapatan daerah akan dibelanjakan untuk tiga komponen: belanja gaji pegawai dan guru, belanja bagi hasil Kabupaten/Kota, dan belanja bantuan keuangan Kabupaten/Kota. Yang kedua, pada sisi Belanja langsung periodik yang wajib dan mengikat serta prioritas utama dialokasikan pada sektor pendidikan sesuai dengan UU Pendidikan yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan Anggarannya minimal sebesar 20 persen dari APBD, sehingga merupakan program prioritas dan utama yang akan dilaksanakan lima tahun kedepan. Dan yang ketiga, untuk meningkatkan efisiensi belanja daerah, fokus kebijakan anggaran diarahkan untuk berpijak pada 6 prinsip pengarusutamaan yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2012.11 Pemilihan program dan kegiatan oleh pemerintah provinsi Gorontalo harapkan mampu mendorong program prioritas dan program utama yang berorientasi pro-poor, pro-job dan pro-growth, serta pro-environment. 2. 1. 2. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Pada level pemerintahan kabupaten/kota kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan. Kabupaten Gorontalo secara berturut-turut tahun 2009- 2010 memperoleh opini WTP. Prestasi WTP yang diraih kabupaten Gorontalo disebabkan oleh ketersediaan SDM yang memadai serta kinerja penataan aset. Bagi daerah-daerah pemekaran (Kab Boalemo, Pohuwato, Bone Bolango dan Gorontalo Utara), penataan aset justru menjadi kendala yang dihadapi setiap tahun. Di sisi lain, Kota Gorontalo pada tahun 2007-2008 memperoleh opini terendah yakni disclaimer (pernyataan menolak memberikan opini). Opini disclaimer tersebut disebabkan oleh rendahnya akuntabilitas APBD khususnya terkait bantuan sosial dan hibah. Tabel 2.1. Opini BPK atas LHP LKPD Provinsi Gorontalo & Kabupaten/Kota 2007-2012 Opini BPK atas LKPD Provinsi, Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Provinsi Gorontalo WTP WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Boalemo TMP WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Bone Bolango WDP TMP WDP WDP WDP WDP Kab. Gorontalo WDP WDP WTP WTP WDP WTP Kab. Gorontalo Utara WDP WDP WDP WDP WDP WDP Kab. Pohuwato WDP WDP WDP WDP WDP WDP Kota Gorontalo TMP TMP WDP WDP WDP WDP Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan LKPD BPK-RI, Tahun 2012 WTP (opini Wajar Tanpa Pengecualian), WDP (opini Wajar Dengan Pengecualian), TW (opini Tidak Wajar), TMP (pernyataan menolak memberikan opini atau tidak memberikan pendapat-disclaimer of opinion ). 11 Pengarusutamaan dalam RKPD 2012 adalah (a) pengarusutamaan inovasi pembangunan, (b) pengarusutamaan partisipasi masyarakat, (c) pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, (d) pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance), (e) pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan (f) pengarusutamaan peningkatan kinerja. 25 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007. Secara umum ini disebabkan oleh permasalahan pada pengelolaan asset, pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan masalah terkait administratif. Untuk membenahi masalah-masalah tersebut, Pemerintah Provinsi telah menyusun Standard Operasional Procedure (SOP) yang meliputi: SOP Aset, SOP Persediaan, SOP penyusunan laporan Keuangan SKPD, SOP Pengelolaan Retribusi SKPD, SOP Pendapatan Samsat termasuk petunjuk teknis pemberian Hibah dan bantuan sosial. Dari sisi tata kelola pemerintahan, kinerja Gorontalo cenderung stagnan dibandingkan provinsi lain. Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index - IGI12) yang dilakukan pada tahun 2008 dan 2012 pada tingkat provinsi menunjukkan penurunan angka indeks. Pada tahun 2008, Gorontalo memiliki angka indeks 5,51 --diatas rata-rata nasional dengan 5,11-- dan merupakan provinsi baru dengan kinerja tata kelola pemerintahan tertinggi dan peringkat 8 secara nasional. Pada tahun 2012 Gorontalo mendapat indeks 5,64 dan mengalami penurunan ke peringkat 23 secara nasional. Walaupun ada peningkatan, peningkatan ini relatif kecil dibandingkan peningkatan kinerja yang dialami oleh provinsi-provinsi lain. Gambar 2.1. Peringkat kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami penurunan 8 7 008 2012 6 5 4 3 2 1 0 DI Yogyakarta Jawa Timur DKI Jakarta Jambi Bali Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Riau Sulawesi Utara Lampung Bangka Belitung Kalimantan Tengah Sumatera Utara Sulawesi Barat Jawa Barat Jawa Tengah Banten Aceh Nusa Tenggara Barat Nasional Sumatera Barat Sumatera Barat Kalimantan Timur Gorontalo Kepulauan Riau Sulawesi Tengah Kalimantan Barat Sulawesi Utara Maluku Papua Nusa Tenggara Timur Bengkulu Papua Barat Maluku Utara Sumber: Indeks Tata Kelola Kepemerintahan, Kemitraan (2012) Penurunan kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan. Hasil penilaian tahun 2008 menunjukkan bahwa aspek birokrasi dan kepemerintahan, khususnya faktor akuntabilitas birokrasi dan kepemerintahan, merupakan alasan mengapa Gorontalo menjadi provinsi baru dengan kinerja terbaik. Ditahun 2012, kinerja aspek birokrasi mengalami penurunan dari 7,00 menjadi 5,36 sedangkan aspek kepemerintahan turun dari 6,00 menjadi 5,28. Studi menunjukkan bahwa penurunan kinerja ini disebabkan oleh rendahnya komitmen anggaran untuk kesehatan serta minimnya transparansi yang diperlihatkan oleh minimnya fasilitas penanganan keluhan masyarakat dibidang pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan, serta transparansi pengelolaan pendapatan daerah (Kemitraan, 2012). 12 Indeks Tata Kelola Pemerintahan Indonesia atau Indonesia Governance Indeks (IGI) adalah sebuah penilaian terhadap kinerja tata kelola pemerintahan pada tingkat provinsi. Penilaian ini meliputi aspek pemerintah daerah, birokrasi, kemasyarakatn, dan perekonomian daerah. Indeks yang dihasilkan menunjukkan kinerja secara keseluruhan dimana semakin tinggi indeksnya semakin baik kinerjanya. Penilaian ini lakukan oleh lembaga Kemitraan di tahun 2008 dan 2012. 26 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo 2. 1. 3. Kesimpulan • Strategi Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya adalah peningkatan pelayanan dasar. Untuk itu dibutuhkan kinerja keuangan daerah yang stabil dan konsisten. Untuk itu pemerintah provinsi Gorontalo mempertahankan kinerja keuangan daerahnya dengan melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah, alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen, dan efisiensi belanja daerah. • Kinerja pengelolaan keuangan daerah di Gorontalo menunjukkan adanya perbaikan secara keseluruhan. Pada level pemerintahan kabupaten/kota kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan dengan meningkatnya jumlah kabupaten/kota yang mendapat opini WDP/WTP. Namun disisi lain, kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007. • Selain itu kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami stagnasi yang diperlihatkan oleh menurunnya peringkat Indeks Tata Kelola Indonesia (Indonesia Governance Index – IGI). Penurunan kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan yang disebakan oleh rendahnya komitmen anggaran dan transparansi. 2. 1. 4. Rekomendasi • Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan penganggaran dalam jangka waktu tertentu. • Mempertahankan momentum perbaikan kinerja pengelolaan keuangan daerah dengan cara mengurangi kesenjangan kapasitas PKD antara SKPD dan antara pemerintah daerah di Gorontalo. Kesenjangan kapasitas ini bisa diperkecil dengan meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki latar belakang yang relevan. • Melakukan evaluasi kinerja tata kelola pemerintahan dan menindaklanjuti dengan temuan- temuannya secara konkrit. • Meningkatkan berbagai upaya yang mendukung transparansi dan partisipasi masyarakat, khususnya yang terkait masalah keuangan daerah. Diskusi informal dengan para pemangku kepentingan dan media secara berkala dapat mendorong adanya transparansi. 27 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 2.2. Pendapatan dan Pembiayaan Daerah Gambar 2.2. Sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo terus meningkat 4,000 50% 3,500 45% 40% 3,000 35% 2,500 30% 2,000 25% 1,500 20% 15% 1,000 10% 500 5% 0 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* PAD Dana Perimbangan Pendapatan Lainnya Ratio APBD - PDRB Sumber: Database Gorontalo PEA Update (2013) ; BPS (2013) Setelah mengalami peningkatan sumber daya fiskal yang signifikan pada masa awal terbentuknya provinsi Gorontalo, pada periode 2007-2012 peningkatan sumber daya fiskal Provinsi Gorontalo relatif lebih stabil. Secara keseluruhan, Pendapatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota meningkat lebih dari 4 kali lipat pada masa 1998-2006 (Bank Dunia, 2008). Pada periode berikutnya (2007-20012) peningkatan pendapatan pemerintah daerah di Gorontalo relatif lebih rendah, yaitu secara riil hanya meningkat 39 persen dalam 5 tahun. Dalam jangka waktu yang sama bisa dilihat bahwa rasio pendapatan APBD terhadap total PDRB provinsi Gorontalo terus menurun, dari sekitar 45 persen di tahun 2007 menjadi 35 persen di tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa perekonomian Gorontalo tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan daerahnya. 28 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo 2.2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gambar 2.3. PAD Gorontalo meningkat hampir tiga kali lipat 400 3% 300 Dalam Rp milyar 2% 200 1% PAD Kabupaten/Kota 100 Ratio PAD - PDRB (Provinsi) PAD provinsi Ratio PAD - PDRB (Kab/Kota) - 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Dalam kurun waktu 2007-2012, PAD meningkat dari Rp 160 miliar menjadi Rp 326 miliar secara riil. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan APBD juga meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Pada tingkat provinsi, peningkatan PAD disumbangkan oleh peningkatan pajak daerah, dari 11 persen menjadi 20 persen dari pendapatan provinsi. Di tingkat Kabuapten/Kota, peningkatan ini disumbangkan oleh peningkatan komponen Lain-lain PAD yang13 Sah yang secara riil meningkat dari Rp 30 miliar di tahun 2007 menjadi Rp 101 miliar ditahun 2012. Sebagian peningkatan komponen ini adalah dari pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Walaupun meningkat, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi dan Kabupaten/ Kota Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. Walaupun meningkat, komponen PAD merupakan komponen terendah dibandingkan komponen dana perimbangan dan pendapatan lain-lain (Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah).14 Tahun 2007-2011 PAD hanya menyumbangkan 8 persen dari keseluruhan pendapatan daerah Gorontalo, lebih rendah dari lain- lain pendapatan yang sah (13 persen) dan dana perimbangan (78 persen). Kontribusi PAD terbesar bersumber dari pajak daerah, khususnya dari pemerintah provinsi. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap PAD Gorontalo selama tahun 2007-2011 adalah sebesar 52 persen. Adapun komponen PAD paling rendah adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang kontribusinya hanya 3 persen dari total PAD Gorontalo. Penyumbang terbesar terhadap PAD Provinsi Gorontalo adalah pajak yang berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Serupa dengan provinsi-provinsi lain, pajak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor adalah penyumbang 13 Lain-lain PAD yang sah terdiri atas: pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD); hasil penjualan aset yang tidak dapat dipisahkan; pendapatan denda pajak, retribusi, dan tunggakan; dan tuntutan ganti rugi. 14 Pajak kendaraan pada tingkat provinsi meliputi pajak kendaraan bermotor/air, bea balik nama kendaraan bermotor/air, dan pajak bahan bakar. 29 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 PAD terbesar ditingkat provinsi. Ditahun 2011, dari Rp 330 miliar total PAD di Gorontalo, lebih dari setengahnya, 53 persen atau Rp 157 miliar, di sumbangkan oleh pajak daerah. Pajak daerah ini hampir seluruhnya (92 persen) disumbangkan oleh pajak provinsi yang berkaitan dengan kendaraan. Ditingkat Kabupaten/Kota, penyumbang PAD terbesar adalah komponen pendapatan BLUD di Kota Gorontalo. BLUD kota Gorontalo yang terdiri atas RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe menyumbang Rp 43 miliar atau 13 persen dari total PAD tahun 2011 di Gorontalo. Gambar 2.4. Kontribusi PAD terhadap total pendapatan daerah semakin besar 200 22% 23% 21% 25% 18% 18% 150 20% 13% 15% 100 6% % 5% % 6% % 7% 10% 3% % % 5% 50 5% 0 0% 2007 2,008 2009 * 2010 2011 2012* * 2007 2,008 2009 2010 2011 2012* Provinsi Kab/Kota Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pajak Daerah % PAD terhadap total pendapatan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Retribusi Daerah Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013). Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target RPJMD. Di RPJMD 2007-2012, Pemerintah Provinsi menargetkan pencapaian rasio PAD Pemerintah Provinsi hingga 2 persen dari PDRB. Ditahun 2011, PAD provinsi mencapai 1,7 persen dan diperkirakan turun menjadi 1,4 persen di tahun 2012. Sebaliknya total PAD Kabupaten/Kota diperkirakan meningkat hingga mencapai 1,9 persen di tahun 2012. Secara konsolidasi, rasio PAD Provinsi Gorontalo hanya meningkat sedikit dari 3,2 persen di 2007 menjadi 3,3 persen di 2012. PAD Gorontalo merupakan salah satu yang terendah di Indonesia. Jumlah PAD konsolidasi Gorontalo merupakan nomor empat terendah di Indonesia untuk tahun 2012 dengan Rp 383 miliar. Besarnya PAD konsolidasi Gorontalo hanya 2 persen dari PAD Jakarta yang merupakan provinsi tertinggi di Indonesia, dan 11 persen dari PAD Sulawesi Selatan sebagai provinsi tertinggi di Sulawesi. Demikian juga secara per kapita dimana PAD konsolidasi per kapita Gorontalo sebesar Rp 353 ribu masih dibawah rata-rata PAD rata-rata nasional sebesar Rp 534 ribu. 30 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.5. Rasio PAD terhadap PDRB Gorontalo salah satu yang tertinggi walaupun secara perkapita tergolong rendah 2,500,000 18.0% 16.0% 2,000,000 14.0% 12.0% 1,500,000 10.0% 8.0% 1,000,000 6.0% 500,000 4.0% 2.0% - 0.0% Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Kepulauan Bangka Belitung Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Lampung Gorontalo Jawa Tengah Sulawesi Tengah Maluku Utara Jawa Barat Sumatera Barat Kalimantan Barat Kalimantan Timur Bengkulu Sumatera Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Maluku Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Jawa Timur Sumatera Utara DI.Yogyakarta Kepulauan Riau Aceh Papua Jambi Papua Barat Banten Riau DKI Jakarta Bali PAD perkapita (sumbu kiri) PAD perkapita nasional (sumbu kiri) PAD/PDRB (sumbu kanan) PAD/PDRB nasional (sumbu kanan) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) 2.2.2. Dana Perimbangan Selama periode 2007-2012, komponen terbesar pendapatan pemerintah daerah adalah dana perimbangan. Secara rata-rata, dana perimbangan mencapai 79 persen dari anggaran konsolidasi pemerintah daerah di Gorontalo dengan jumlah estimasi sebesar Rp 2,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pusat masih sangat besar. Komponen terbesar dari dana perimbangan adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Di tingkat pemerintah provinsi, DAU menyumbang 68 persen dari total pendapatan provinsi, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota sebesar 67 persen. Pendapatan yang berasal dari dana bagi hasil pajak mengalami peningkatan tahun 2007-2010 dan turun tahun 2011, dan secara keseluruhan masih rendah. Tahun 2007 dana bagi hasil pajak (provinsi dan kabupaten/kota) sebesar Rp 94,2 miliar kemudian meningkat hingga tahun 2010 sebesar Rp 171,7 miliar dan turun menjadi Rp. 163,8 miliar tahun 2011. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya pendapatan bagi hasil dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Secara keseluruhan hal ini menandakan masih belum efektifnya pengelolaan pajak di Gorontalo. 31 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 2.6. Pajak provinsi dan Lain-lain PAD yang Sah merupakan dua komponen PAD terbesar di Provinsi Gorontalo 200 30% 22% % 23% 21% 1 18% 8% 20% % 18% 100 1 3% 13% 10% 5% 6% 5% 6% % 7% 3% 0 0% 2007 2,008 2009 2010 2011 2012* 2007 2,008 2009 2010 2011 2012* Provinsi Kab/Kota Retribusi Daerah Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah % PAD terhadap total pendapatan Pajak Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Sumber: diolah berdasarkan PDKD Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013) 2.2.3. Perbandingan Kabupaten/Kota Secara umum, sumber daya fiskal Kabupaten/Kota di Gorontalo meningkat. Keenam kabupaten/kota mengalami trend total pendapatan yang meningkat. Secara jumlah, pendapatan daerah tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Gorontalo. Peningkatan yang paling signifikan dialami oleh Gorontalo Utara sebagai daerah yang baru terbentuk dan berkembang pesat. Apabila dilihat secara per kapita, pendapatan kabupaten/kota umumnya meningkat pada periode 2007-2012, kecuali untuk Kabupaten Pohuwato. Ditahun 2012, Kabupaten Gorontalo diperkirakan memiliki angka per kapita terendah karena memiliki penduduk terbanyak sedangkan Kota Gorontalo memiliki pendapatan per kapita terendah karena populasi yang tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain. Gambar 2.7. Walaupun bervariasi, seluruh kabupaten/kota mengalami meningkat pendapatannya 4,500,000 700 4,000,000 600 3,500,000 Dalam Rp miiar Dalam Rupiah 500 3,000,000 2,500,000 400 2,000,000 300 1,500,000 200 1,000,000 500,000 100 - - 2010 2011 2012* 2010 2011 2012* 2010 2011 2012* 2010 2011 2012* 2012* 2012* 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 Boalemo Bone Bolano Gorontalo Gorontalo Pohuwato Kota Utara Gorontalo Dana Perimbangan perkapita LPDYS perkapita PAD Perkapita Total Pendapatan (Rp miliar) Sumber: Database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo, 2013 32 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Pada tahun 2011 Kota Gorontalo merupakan daerah yang mempunyai PAD tertinggi dan terendah adalah Kabupaten Gorontalo Utara. PAD tertinggi di Kota Gorontalo lebih banyak kontribusinya berasal dari pendapatan BLUD (Rumah Sakit), Hasil Penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan dan penerimaan lain termasuk sumbangan pihak ketiga. Pendapatan per kapita PAD Kota Gorontalo adalah sebesar Rp. 406 ribu. Kabupaten Gorontalo Utara memiliki PAD per kapita paling rendah yaitu sebesar Rp 96 ribu dimana sebagai daerah yang baru dimekarkan belum mampu mengoptimalkan komponen – komponen PADnya. Pendapatan lain-lain adalah komponen pendapatan terbesar kedua setelah dana perimbangan. Secara rata-rata, komponen ini menyumbang 13 persen dari pendapatan Gorontalo pada periode 2007-2012 namun memiliki fluktuasi yang sangat besar. Sebagian besar dari pendapatan lain-lain adalah berasal dari dana penyesuaian, khususnya pada tingkat kabupaten/kota sehingga fluktuasinya sangat dipengaruhi oleh jumlah dana penyesuaian pada tingkat kabupaten/kota. Pendapatan yang berasal dari bagian Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPDYS) di Gorontalo cenderung berbanding terbalik untuk provinsi dengan kabupaten/kota. Untuk Pemerintah Provinsi, bagian lain-lain pendapatan yang sah cenderung menurun dari tahun 2007- 2011, dimana tahun 2007 dimana tahun 2007 bagian lain-lain pendapatan yang sah Pemerintah Provinsi sebesar Rp 142,6 miliar kemudian menurun menjadi Rp 18,9 miliar di tahun. Untuk pemerintah kabupaten/kota terjadi kenaikan di tahun 2007-2011 dari Rp 32,6 miliar meningkat menjadi Rp 670,8 miliar di tahun 2011. Transfer DAU perkapita antar kabupaten/kota di Gorontalo cenderung tidak merata tahun 2011. Kabupaten Pohuwato merupakan daerah yang DAU perkapitanya paling tinggi diantara 6 daerah kabupaten/kota yang ada di Gorontalo yaitu sebesar Rp 1,9 juta dan terendah adalah Kabupaten Gorontalo yaitu sebesar Rp 1,05 juta. Kecilnya DAU perkapita di Kabupaten Gorontalo disebabkan oleh DAU yang diterima daerah ini adalah jumlah tertinggi ketiga sesudah Kabupaten dan Kota Gorontalo sementara jumlah penduduknya terkecil kedua setelah Kabupaten Gorontalo Utara. Gambar 2.8. Komposisi Dana Perimbangan 3,500,000 100% 90% 3,000,000 80% 2,500,000 70% 2,000,000 60% 50% 1,500,000 40% 1,000,000 30% 20% 500,000 10% - 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2012* 2008 2009 2010 2011 2012* Boalemo Bone Bolano Gorontalo Gorontalo Pohuwato Kota Provinsi Utara Gorontalo Gorontalo Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Pajak % Proporsi dana perimbangan Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) 33 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Kemandirian keuangan daerah15 Gorontalo meningkat. Secara rata-rata, rasio kemandirian keuangan daerah provinsi Gorontalo meningkat dari 6 persen di tahun 2007 dan diperkirakan menjadi 10 persen di tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa kemampuan pemerintah daerah di Gorontalo dalam menghasilkan pendapatan daerah membaik dalam kurun waktu tersebut. Pemerintah Provinsi memiliki kemandirian yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten/kota. Ditahun 2012, rasio kemandirian keuangan daerah mencapai 27 persen yang artinya 27 persen dari pendapatan Pemerintah Provinsi yang berasal dari luar (pemerintah pusat) adalah pendapatan yang dihasilkan sendiri. Ditingkat kabupaten/kota rasio ini jauh lebih rendah. Untuk pemerintah kabupaten, rasionya dibawah 7 persen untuk 2012, sedangkan kota Gorontalo mencapain 18 persen. Gambar 2.9. Kemandirian Keuangan Daerah meningkat, khususnya di tingkat provinsi dan Kota Gorontalo 35% 30% Provinsi 25% Boalemo 20% Bone Bolango 15% Gorontalo Gorontalo Utara 10% Pohuwato 5% Kota Gorontalo 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Kapasitas fiskal16 Provinsi Gorontalo mengalami penurunan. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo diukur dengan mengurangkan Belanja Pegawai terhadap Bagi Hasil (Pajak dan Bukan Pajak), DAU (dana alokasi umum), PAD (pendapatan asli daerah) dan pendapatan lainnya, kemudian membaginya dengan jumlah penduduk. Secara konsolidasi kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan secara riil. Kapasitas fiskal per kapita Provinsi Gorontalo turun dari Rp 1,6 juta di tahun 2007 menjadi Rp 1,3 juta di tahun 2012. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2012 dimana terjadi penurunan Rp 242 ribu, turun 16 persen dari tahun sebelumnya. 15 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain. 16 Pengukuran kapasitas fiskal lainnya adalah dengan menggunakan formula berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 226 tahun 2012. Didefinisikan bahwa kapasitas fiskal daerah adalah gambaran kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum APBD (tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, Dana Pinjaman Lama, dan Penerimaan Lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Dalam laporan ini, formula tersebut sedikit diadaptasi dengan mengganti variabel jumlah penduduk miskin oleh jumlah penduduk dan menggunakan nilai riil. 34 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.10. Kapasitas fiskal Provinsi Gorontalo mengalami penurunan (2011=100) 2,000,000 10% 1,603,535 1,528,904 1,515,583 1,571,663 1,506,123 1,500,000 3.7% 1,264,367 -0.9% 0% 1,000,000 -4.7% -4.2% -10% 500,000 -16.1% 1 - -20% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Kapasitas Fiskal (sumbu kiri) % pertumbuhan KF (sumbu kanan) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) 2.2.4. Kesimpulan • Kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan dan memiliki fluktuasi keuangan daerah yang cukup besar. • Kemandirian keuangan daerah Gorontalo meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kontribusi PAD terbesar bersumber dari pajak daerah, khususnya dari pemerintah provinsi. Penyumbang terbesar terhadap PAD Gorontalo adalah pajak yang berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). • Walaupun meningkat, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di level provinsi dan kabupaten/kota di Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target RPJMD dan saat ini masih merupakan salah satu yang terendah di Indonesia. 2.2.5. Rekomendasi • Perencanaan keuangan yang lebih baik, khususnya dalam mengestimasi pendapatan daerah agar dapat mengurangi fluktuasi anggaran • Pemerintah daerah harus mulai mempertimbangkan pilihan-pilihan PAD lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber-sumber utama. Rendahnya kapasitas fiskal dapat teratasi dengan mengefisienkan belanja pegawai dan mengurangi penyertaan modal (APBD) di bank pembangunan daerah untuk pembiayaan pembangunan yang produktif. • Mengoptimalkan upaya peningkatan PAD dengan menganalisis potensi pendapatan daerah. 35 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 2.3. Belanja Daerah Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk, belanja pemerintah untuk Gorontalo terus meningkat. Sama seperti sejak awal terbentuknya provinsi ini, belanja pemerintah terus meningkat. Belanja pemerintah daerah yang meliputi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, meningkat dari Rp 2,6 triliun menjadi Rp 3,7 triliun dengan rata-rata pertumbuhan 8 persen per tahun. Secara rata-rata, belanja pemerintah daerah menyumbang 60 persen dari seluruh belanja pemerintah untuk provinsi Gorontalo. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah daerah per kapita Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Belanja daerah per kapita, yang meliputi belanja perkapita pemerintah provinsi dan kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh provinsi. Belanja per kapita Gorontalo mencapai Rp 2,6 juta perorang untuk anggaran 2012, sedangkan secara nasional belanja per kapita pemerintah daerah adalah Rp 1,7 juta perorang. Gambar 2.11. Belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dari belanja rata-rata pemerintah daerah di Indonesia. 12 10 Rp Juta 8 6 4 2 0 Ja Ba rat Nu DI L Ten ur ng ya ng ra rta Su at si t sa at i Se ara Ka ngg Se an Su ant Tim n at B r a at t an si ka t la al g Ti a Ja a T en la J ali ta Ten rta Ba i T R ra ka gg u Be ara n u lim alu en h an ku gah Pa Pa ur a a t Ka ula DK i Ba bi Te og pu h Nu um es Ut al Su Ben talo ei lu Go latah ro n ta A au m Na ara ra lim we I Ja ra ra m an u an ar pu pu pu M tun sa .Y Y am ga a a se a ng en ia ua uk Ka M T ce S aw ra n w am w ku er ar a w im m B w nt t lim ar lat n g Ri Ba ga ka Ba Ba l e o Ut at Ut te era la n B la g li a es w a n Ja n es an Su ua w Ke Su lim la ula S Ka pu S Ke Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data Kementerian Keuangan (2012) Belanja pemerintah pusat memiliki peran yang penting bagi pembangunan Gorontalo. Dalam periode 2007-2012, pemerintah pusat menyumbang secara rata-rata 40 persen dari seluruh belanja publik di Gorontalo. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo meningkat dari Rp 1,6 triliun ditahun 2007 menjadi Rp 2,5 triliun ditahun 2012. Sebagian besar belanja tersebut dibelanjakan melalui Kantor Daerah dan diikuti oleh Kantor Pusat. Sekitar 20 persen dari belanja permerintah pusat disalurkan melalui dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. 36 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.12. Walaupun belanja publik untuk Gorontalo terus meningkat, porsi belanja pemerintah daerah tetap stabil di sekitar 60 persen. 7 63% 70% 3 59% 58% 60% 59% 60% 6 60% 3 5 50% 2 Rp triliun Trillions 4 40% 2 3 30% 1 2 20% 1 1 10% 0 - 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Belanja Pusat di Gorontalo Kantor Daerah Kantor Pusat Belanja Kab/Kota Urusan Bersama Dekonsentrasi Belanja Provinsi Tugas Pembantuan % Belanja Pemda thd Keseluruhan Sumber: diolah berdasarkan database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo (2013) Sebagian besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Seluruh pemerintah Kabupaten/Kota mengelola lebih dari 80 persen secara rata-rata. Secara jumlah, terjadi pertumbuhan 41 persen dalam kurun waktu 5 tahun, sehingga rata-rata belanja Kabupaten/ Kota meningkat 8 persen secara riil pertahun. Di lain pihak belanja pemerintah provisi mengalami penurunan secara riil sebesar 1 persen pertahun. 2.3. 1. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi dan Urusan Target rasio belanja tidak langsung dan langsung Pemerintah Provinsi Gorontalo 2007- 2012 tidak tercapai. Dalam kerangka umum anggaran RPJMD Provinsi Gorontalo 2007-2012, Pemerintah Provinsi menetapkan bahwa pada akhir 2012, rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung adalah 30:70. Artinya belanja tidak langsung hanya sebesar 30 persen dari total belanja pemerintah. Dengan belanja tidak langsung yang sebesar 30 persen, berarti ada 70 persen belanja yang bisa ditujukan pada penyediaan pelayanan secara langsung kepada masyarakat. Namun data menunjukkan bahwa justru proporsi belanja tidak langsung semakin membesar sejak tahun 2007. Hal yang sama juga ditemui di tingkap Pemerintah Provinsi dimana proporsi belanja tidak langsung semakin besar, bahkan lebih besar dari tingkat Pemerintah Provinsi. 37 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 2.13. Rasio belanja tidak langsung terhadap belanja langsung dalam kerangka umum RPJMD 2007-2012 tidak tercapai 3,500 3,000 Dalam Rp miliar 2,500 2,000 1,500 1,000 500 - 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* ProvinsiK ab/Kota Belanja tidak langsung Rasio belanja tidak langsung : langsung Belanja Langsung Target rasio belanja tidak langsung:belanja langsung (30:70) RPJMD Provinsi 2007-2012 Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Seluruh kabupaten/kota mengalami peningkatan proporsi belanja tidak langsung dalam periode 2007-2012. Peningkatan tersebut menyebabkan porsi belanja tidak langsung menjadi lebih besar daripada belanja langsung. Gorontalo Utara merupakan satu-satunya kabupaten/kota yang porsi belanja langsungnya lebih besar daripada belanja tidak langsung. Sebagai Kabupaten yang baru terbentuk , Gorontalo Utara memerlukan pembangunan inftrastruktur dasar yang terlihat dari besarnya belanja modal oleh dinas pekerjaan umum. Pada tahun 2011, belanja modal Pekerjaan Umum mencapai Rp 104 miliar, dan diperkirakan melebihi Rp 130 miliar secara riil ditahun berikutnya. Peningkatan belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. Seiring dengan peningkatan belanja, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, komposisi belanja juga mengalami perubahan. Ditingkat provinsi, belanja modal turun dari 35 persen di tahun 2007 menjadi 19 persen di tahun 2012. Belanja pegawai meningkat dari 24 persen menjadi 31 persen di tahun 2012. Belanja barang dan jasa menjadi komponen terbesar di tingkat provinsi, sedikit diatas belanja pegawai. Ditingkat kabupaten/kota, belanja modal terus menurun sedangkan belanja pegawai terus meningkat. Peningkatan ini didorong oleh belanja pegawai tidak langsung yang meningkat dari Rp 617 miliar dan diperkirakan menjadi sekitar Rp 1,5 triliun ditahun 2012. 38 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.14. Belanja Pegawai merupakan komponen terbesar dalam belanja pemerintah daerah 3,500 55% 54% 55% 60% 3,000 46% 46% 50% 41% 2,500 Rp miliar 33% 40% 2,000 30% 31% 5% 27% 26% 35% 35 3 34% 30% 1,500 4 4% 24% 29% 9 29% 9% 30% 32% 25% 20% 1,000 23% 24% 19% 20% 19% 500 10% - 0% * 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* * Provinsi Kab/Kota Belanja Pegawai Langsung Belanja Tidak Langsung lainnya Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa % Belanja Pegawai % Belanja Modal Belanja Pegawai Tidak langsung Sumber: Diolah berdasarkan database Gorontalo PEA, Universitas Gorontalo (2013) Gambar 2.15. Selama 2007-2012 Belanja Pegawai meningkat secara riil dan proporsi 400 Pegawai (L) 60% Billions 350 Rasio belanja pegawai 50% 300 40% 250 200 30% 150 20% 100 10% 50 0 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Provinsi Kabupaten/Kota Sumber: Diolah berdasarkan database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh besarnya belanja gaji pegawai fungsional. Pegawai fungsional adalah pegawai yang melaksanakan fungsi pelayanan publik secara langsung, seperti guru, dokter, dan bidan. Secara Rata-rata belanja pegawai di kabupaten/kota selama tahun 2007-2012 adalah 49 persen dari total belanja. Tingginya belanja pegawai pada pemerintah kabupaten/kota tidak terlepas dari besarnya jumlah pegawai yang harus dibiayai, terutama belanja pegawai untuk tenaga kependidikan dan tenaga medis yang pada umumnya mendominasi jumlah pegawai di kabupaten/kota. 39 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 2.16. Belanja Pegawai per kapita yang bervariasi dan komposisi gender pegawai Belanja pegawai perkapita Komposisi pegawai 120 8000 100% 7000 90% 100 6000 80% Juta 80 gaw Pegawai 5000 empuan Perempua 70% 60 4000 60% 3000 40 50% 2000 20 40% 1000 - 0 30% gaw Pegawai Ko huw o ro o Pr ra Go Go alo al talo Bo si o 20% g t em in a an ki- Laki-laki Po lan nt Ut ov ro ron al Bo o Go 10% ne nt ta Bo 0% Bone Bolango Provinsi Boalemo Gorontalo Utara Pohuwato Gorontalo Kota Gorontalo Belanja Pegawai (TL) per kapita (kiri) Jumlah pegawai (kanan) Sumber: diolah berdasarkan Database PEA Gorontalo Update, Universitas Gorontalo (2013) Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Umum dan Pendidikan. Belanja Pendidikan yang merupakan prioritas pembangunan provinsi yang tercermin dalam RPJMD 2007-2012. Belanja sektor pendidikan cenderung meningkat dari tahun 2007-2011 dan merupakan sektor dengan alokasi belanja terbesar di tingkat Kabupaten/Kota. Alokasi belanja sektor pendidikan tahun 2007 sebesar Rp 324,6 miliar yang kemudian meningkat menjadi Rp 1,24 triliun di tahun 2011. Rata-rata belanja sektor pendidikan konsolidasi tahun 2007-2011 adalah sebesar 22,7 persen dari total belanja. Secara konsolidasi ini sudah mencapai target RPJMD 2007- 2012, yang telah melampaui 20 persen sejak tahun 2008. Pada tingkat kabupaten/kota target ini telah terpenuhi, namun pada tingkat provinsi masih rendah. Belanja urusan pendidikan rata- rata untuk periode 2007-2012 adalah 7,6 persen. Namun yang harus diperhatikan adalah belanja pendidikan yang disalurkan melalui belanja transfer Pemerintah Provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota yang tidak tercatat sebagai belanja urusan pendidikan.17 17 Hasil observasi memperlihatkan bahwa praktek belanja sektoral yang disalurkan melalui belanja transfer kepada Kabupaten/Kota banyak dilakukan. Hal ini juga ditunjukkan oleh laporan-laporan PEA lain di provinsi-provinsi program PEACH. Untuk Gorontalo, detil belanja transfer tersebut tidak tersedia sehingga analisis lebih lanjut tidak dapat dilakukan. 40 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.17. Pertumbuhan Belanja Pendidikan menekan Belanja Infrastruktur di tingkat Kabupaten/Kota 100% 6% 15% 14% 16% 14% 22% 24% 22% 25% 24% 21% 80% 39% 35% 28% 31% 28% 32% 26% 60% 30% 32% 39% 40% 40% 5% 4% 3% 3% 4% 3% 13% 6% 20% 18% 12% 10% 40% 7% 39% 27% 4% 10% 9% 7% 7% 10% 31% 8% 9% 20% 26% 26% 6% 3% 17% 16% 27% 32% 30% 11% 3% 20% 24% 25% 3% 2% 3% 3% 8% 8% 2% 8% 9% 0% 7% 5% * 2007 2008 2009 2010 2011 2012* * 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Provinsi Kab/Kota Pendidikan Pertanian Kesehatan Pemerintahan Umum Infrastruktur Lain-lain Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo 2013 Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Ditingkat provinsi, belanja administrasi umum merupakan komponen belanja urusan terbesar. Dari periode 2007-2012, belanja pemerintahan umum meningkat dari 30 persen menjadi 40 persen. Disisi pemerintah kabupaten/kota, proporsi belanja administrasi umum justru menurun dari 35 persen menjadi 26 persen. Secara umum, ini menunjukkan perbedaan fungsi yang dimiliki oleh provinsi dan kabupaten/kota. Fungsi utama Pemerintah Provinsi adalah koordinasi sedangkan kabupaten/kota adalah ujung tombak penyedia pelayanan dasar. Di tingkat kabupaten/kota, peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pendidikan dan kesehatan meningkat dari 26 persen menjadi 39 persen di tahun 2012. Masing masing urusan mengalami peningkatan belanja riil sebesar 50 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Peningkatan ini merupakan hal yang positif karena sumber daya fiskal untuk membiayai pelayanan dasar untuk pendidikan dan kesehatan menjadi meningkat. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis. Infrastruktur dasar yang dibelanjakan melalui dinas pekerjaan umum mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 2007-2012, proporsi belanja infrastruktur turun ditingkat Provinsi turun dari 31 persen menjadi 16 persen, sedangkan di tingkat kabupaten/kota turun dari 27 persen menjadi hanya 10 persen dari total belanja pemerintah kabupaten/kota. Nilai belanja infrastruktur secara riil berkurang drastis dari Rp 260 miliar menjadi Rp 110 miliar ditingkat provinsi dan Rp 659 miliar menjadi Rp 355 miliar ditingkat kabupaten/kota. Kecenderungan ini harus diperhatikan oleh para setiap pemerintah daerah karena dapat menghambat kebijakan pemerintah provinsi yang 41 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 bermaksud untuk mengembangkan perekonomian kerakyatan serta perluasan akses masyarakat terhadap pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut sangat diperlukan infrastruktur dasar yang memadai. Selain itu, porsi belanja pemerintahan umum juga berkurang dari 35 persen menjadi 26 persen. 2.3.2. Belanja Kabupaten/Kota Ketersediaan sumber daya fiskal di Gorontalo tidak merata. Ketidakmerataan ini menyebabkan belanja per kapita pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo bervariasi walaupun perbedaan antar kabupaten/kota semakin kecil. Gorontalo sebagai kabupaten yang baru terbentuk ditahun 2007 memiliki belanja per kapita tertinggi di tahun 2012. Diperkirakan belanja per kapitanya mencapai Rp 4,58 juta dari Rp 1,7 juta ditahun 2008 ketika masih mendapat anggaran persiapan. Belanja per kapita terendah di alami oleh Kabupaten Gorontalo walaupun memiliki total belanja pemerintah daerah yang paling besar dibanding kabupaten/kota lainnya. yang memiliki jumlah penduduk terbesar dan populasi masyarakat miskin terbanyak. Gambar 2.18. Belanja perkapita kabupaten/kota tidak merata walaupun perbedaan semakin kecil 900 5,000,000 800 4,500,000 700 4,000,000 600 3,500,000 500 3,000,000 2,500,000 400 2,000,000 300 1,500,000 200 1,000,000 100 500,000 - - 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* Boalemo Bone Bolano Gorontalo Gorontalo Pohuwato Kota Provinsi Utara Gorontalo Gorontalo Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung Belanja per kapita Sumber :Badan Keuangan Provinsi Dan Kabupaten/Kota Gorontalo, 2012. Data Olahan Tim Update PEA Universitas Gorontalo Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh meningkatnya fleksibilitas anggaran. Fleksibilitas anggaran atau diskresi fiskal18 adalah ketersediaan ruang fiskal yang biasanya diukur dengan besarnya anggaran diskresi. Semakin besar anggaran diskresi yang tersedia maka semakin fleksibel kebijakan fiskal untuk disesuaikan dengan situasi yang dihadapi tanpa harus mempengaruhi kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Di Gorontalo diskresi fiskal pemerintah kabupaten/kota lebih rendah dari Pemerintah Provinsi dan terus menurun sejak 2007. 18 Diskresi fiskal = (Total pendapatan – (Belanja Pegawai Tidak Langsung + DAK + Dana Penyesuaian + Belanja Bantuan Keuangan + Belanja Hibah))/Total Pendapatan. 42 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo Gambar 2.19. Diskresi Fiskal Pemerintah Daerah semakin menurun 70% 66% 60% 58% 60% 54% 50% 49% 50% 40% 47% 30% 36% 35% 30% 20% 25% 24% 10% 0% 2007 2,008 2009 2,010 2011 2012* Provinsi Kabupaten/Kota Sumber: PDKD Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013) 2.3.3. Kesimpulan • Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk, belanja pemerintah untuk Gorontalo terus meningkat. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah daerah Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebagian besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo masih tergolong besar walaupun tidak sebesar belanja pemerintah kabupaten/kota. • Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Peningkatan belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh belanja gaji pegawai fungsional, khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan. • Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Umum dan Pendidikan. Belanja Pemerintahan Umum di tingkat provinsi terus meningkat sedangkan di tingkat kabupaten/kota mengalami penurunan. Ditingkat kabupaten/kota, peningkatan Belanja Pendidikan dan Belanja Kesehatan menekan proporsi Belanja Pemerintahan Umum dan Belanja Infrastruktur. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis. • Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh meningkatnya fleksibilitas anggaran 43 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 2.3.4. Rekomendasi • Pemerintah Provinsi harus menjalankan fungsi koordinasi untuk menghindari tumpang tindih belanja antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dan menghindari terjadinya kekurangan/kelebihan pendanaan. • Peningkatan belanja tidak langsung yang disebabkan oleh peningkatan Belanja Pegawai perlu di evaluasi secara relatif dibandingkan provinsi-provinsi lain. Disisi lain, peningkatan belanja pegawai adalah untuk pegawai fungsional, atau yang menyediakan pelayanan public secara langsung harus dapat dijustifikasi. • Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dalam pos belanja pegawai mengingat Gaji PNS akan mengalami kenaikan nominal 10 persen dan berkala 2,5 persen secara riil. • Keterbatasan fleksibilitas anggaran berarti pemerintah daerah Gorontalo harus lebih efektif dan efisien dalam belanja daerahnya. Prioritasi yang jelas sangat diperlukan dalam perencanaan daerah. 44 Bab 2 Perkembangan Anggaran an Pengelolaan Keuangan Daerah Di Gorontalo 45 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Pendidikan adalah salah satu prioritas pembangunan provinsi Gorontalo. Dalam laporan ini, pendidikan merupakan satu dari dua urusan yang dibahas secara khusus dalam bagian Sector-Wide Expenditure Analysis (SWEA). Bab ini membahasa berbagai aspek dari pendidikan di Gorontalo, bagian pertama membahas kebijakan pendidikan pada tingkat provinsi, bagian kedua membahas sisi belanja, dan bagian ketiga membahas kinerja pencapaian sektoral. Dibagian akhir bab ini akan membahas tentang program pendidikan gratis di Gorontalo, dan ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi. 3.1. Kebijakan Pendidikan Inovasi pendidikan adalah kebijakan pendidikan di Gorontalo yang salah satu fokusnya adalah ketersediaan layanan pendidikan. Inovasi Pendidikan merupakan salah satu pilar dalam Visi Provinsi Gorontalo sebagai Provinsi Inovasi yang tertuang dalam RPJMD 2007-2012. Inovasi Pendidikan ini diterjemahkan ke dalam sembilan program inovatif pendidikan Pemerintah Provinsi.19 Program-program tersebut bertujuan untuk memenuhi ketersediaan layanan pendidikan bagi masyarakat Gorontalo.20 Pada periode 2012-2017, visi pendidikan diarahkan pada peningkatan layanan pendidikan yang berkualitas. Visi pendidikan ini diterjemahkan ke dalam 4 misi yang mencakup aspek pemerataan pendidikan gratis, profesionalisme pelaku pendidikan, tata kelola yang transparan, partisipatif dan responsif gender, serta harmonisasi kebijakan dan pembiayaan pendidikan. Gambar 3.1. Visi dan Misi Pembangunan Pendidikan Gorontalo 2007-2012 j Mewujudkan Inovasi SDM Gorontalo y masyarakat yg yang , terdidik, berorientasi Visi Cerdas MISI terampil, t p, inovatif Agenda wirausaha,, 2019 dan berdaya mandiri dan saing religius Sasaran: (a) Meningkatnya kompetensi dan relevansi SDM untuk mendukung tujuan strategis (b) Meningkatnya taraf pendidikan masyarakat Provinsi Gorontalo Sumber : RPJMD 2007-2012, RPJMD 2012-2012 dan Renstra Dikpora 2006-2012 19 Program pendidikan ini selalu ada di setiap tahun RPJMD baik periode 2001-2006, RPJMD 2007-2012 maupun RPJMD 2012-2017. Kesembilan program inovatif ini adalah: (a) Pengembangan Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK) secara terpadu; (b) pemberdayaan potensi pemuda gorontalo berbasis enterpreneur; (c) penerapan Teknologi Informasi Komunikasi (ICT); (d) pemberian beasiswa Gorontalo SIAP dan Gorontalo Unggul; (e) pemberian tunjangan kinerja bagi guru di daerah terpencil; (f) penuntasan WAJAR Pendidikan Dasar 9 tahun; (g) penuntasan buta aksara ; (h) Ujian Nasional; dan (i) pembangunan unit sekolah baru. 20 Ketersediaan layanan pendidikan yang dimaksud berupa : (a) fasilitas pendidikan dasar dan menengah di setiap kecamatan; (b) implementasi Pendidikan Berbasis Kawasan diseluruh jenjang pendidikan; (c) tersedianya pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualifikasi S1 serta memenuhi standar kompetensi; (d) tersedianya fasilitas pembinaan pemuda dan pengembangan olahraga di setiap kecamatan; serta (e) tersedianya dokumentasi produk budaya dan adat istiadat daerah yang menunjang pembangunan daerah. 47 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 3.2. Belanja Pendidikan Belanja Pendidikan di Gorontalo terus meningkat. Selama periode 2007-2012 Belanja Pendidikan konsolidasi di Provinsi Gorontalo tumbuh rata-rata 21 persen per tahun. Belanja ini meliputi belanja pemerintah daerah dan belanja pemerintah pusat melalui belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Belanja konsolidasi pendidikan meningkat dari Rp. 685 miliar (2007) menjadi Rp. 1,295 triliun (2012). Dari sisi belanja pemerintah daerah, belanja pendidikan meningkat dari Rp 554 miliar menjadi Rp 1,128 triliun dengan peningkatan rata-rata 21 persen pertahun. Secara proporsi, belanja pendidikan daerah terhadap total belanja daerah yang meningkat dari 17 persen menjadi 27 persen. Belanja Pendidikan Pemerintah Provinsi stabil dengan rata-rata 8 persen sedangkan di tingkat kabupaten/kota meningkat dari 20 persen menjadi 30 persen dengan rata- rata sebesar 26 persen. Gambar 3.2. Peningkatan belanja pendidikan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota Trend belanja pendidikan Proporsi belanja pendidikan 1,400 87% 87% 100% 60% 81% 81% 90% 1,200 75% 78% 50% 80% 1,000 70% 40% 32% 30% 800 60% 24% 25% 27% 30% 50% 20% 600 40% 20% 400 30% 10% 20% 200 0% 10% - 0% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 2007 2008 2009 2010 2011 2012* % Belanja Pendidikan Provinsi Provinsi Kab/Kota % Belanja Pendidikan Kabupaten Pusat (Dekon/TP) % Belanja Pemda % Belanja Pendidikan Pusat (Dekon/TP) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013). Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dari segi belanja pendidikan, pemerintahkabupaten/kota merupakan penyumbang terbesar Belanja Pendidikan di Provinsi Gorontalo. Proporsi belanja Kabupaten/Kota membesar dari 71 persen (2007) menjadi 84 persen (2012) dari total belanja pusat,21 provinsi, dan kabupaten/kota. Peran besar kabupaten/ kota adalah menyediakan pelayanan pendidikan dasar (SD and SMP). Disisi lain, belanja pemerintah pusat melalui Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalami penurunan proporsi dari 19 persen (2007) menjadi 10 persen (2012). Kewenangan pengelolaan pendidikan yang berbeda antar Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota memberi porsi yang berbeda dalam struktur belanja pendidikan. Belanja pendidikan Pemerintah Provinsi sebagaian besar dibelanjakan untuk barang dan jasa. 21 Belanja pemerintah pusat mencakup Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan 48 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Belanja barang dan jasa pendidikan dalam lima tahun terakhir (2007-2011) rata-rata berkisar diatas 50 persen, dan tertinggi terjadi ditahun 2010. Peningkatan belanja barang dan jasa diiringi oleh penurunan belanja modal yang cukup signifikan. Berbeda dengan Pemerintah Provinsi, belanja pendidikan di tingkat kabupaten/kota sebagian besar dibelanjakan untuk belanja pegawai. Dalam periode 2007-2012, belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota konsisten di atas 75 persen dari total belanja pendidikan di tingkat pemerintah kabupaten/kota. Dalam lima tahun, belanja pendidikan kabupaten/kota meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan belanja pegawai langsung dan tidak langsung, serta belanja barang dan jasa yang meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Belanja modal juga mengalami pertumbuhan riil dari Rp 87 miliar (2007) menjadi 133 miliar (2011). Secara proporsi, lebih dari 75 persen dari total belanja pendidikan kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja gaji pegawai. Besarnya proporsi belanja gaji pegawai di kabupaten/kota karena adanya komponen gaji guru yang cukup besar. Realisasi belanja pegawai langsung di tingkat Kabupaten/ Kota mencapai 75,7 persen dari total belanja pendidikan, sedangkan belanja pegawai tidak langsung hanya sekitar 3,4 persen. Gambar 3.3. Komponen belanja pegawai terus meningkat 100% 80% 60% 40% 20% 0% 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 Provinsi Kabupaten/Kota Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai (L) Belanja Pegawai (TL) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil. Peningkatan belanja pendidikan -- khususnya di daerah-daerah yang memiliki Belanja Pendidikan per kapita rendah – menyebabkan kesenjangan belanja pendidikan antara kabupaten/kota menjadi lebih kecil. Daerah- daerah ini adalah Kabupaten Gorontalo dan Boalemo, serta Gorontalo Utara yang baru terbentuk. 49 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 3.4. Belanja pendidikan per kapita terus meningkat 1,106,210 1,075,475 1,075,128 1,102,871 1,200,000 970,236 918,544 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 - 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 Kab. Boalemo Kab. Bone Kab. Gorontalo Kab. Gorontalo Kab. Kota Bolango Utara Pohuwato Gorontalo Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai (L) Belanja Pegawai (TL) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013) Catatan: Data 2007 untuk Kab. Boalemo, Pohuwato, Kota Gorontalo, dan Gorontalo Utara tidak tersedia. Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan rata-rata 9,5 persen per tahun. Peningkatan ini seiring dengan prioritas program unggulan Pemerintah Provinsi Gorontalo di sektor pendidikan sebagaimana tercantum dalam RPJMD 2007-2012. Alokasi belanja program pendidikan yang difokuskan pada pencapaian target ke-2 MDGs (Pendidikan Dasar untuk semua) sebesar 3, 8 persen.22 Belanja program pendidikan ditingkat provinsi sangat fluktuatif. Tidak terlihat adanya konsistensi belanja program dari tahun ke tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program Pendidikan Menengah serta Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Progam lain yang mendapat alokasi cukup besar adalah Program Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK). 23 yang muncul pada tahun 2010 dengan realisasi belanja Rp. 2,6 miliar dan Program Semua Bisa Sekolah (SBS) yang digagas pada tahun 2011 dengan anggaran Rp. 21 miliar. Program PBK adalah program yang bertujuan untuk mendukung sektor pertanian dan sektor perikanan dan kelautan. Pendidikan berbasis pertanian misalnya diperkenalkan melalui kurikulum sekolah pada daerah basis pertanian Gorontalo seperti Pohuwato, Boalemo, Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, dan Gorontalo Utara. Saat ini terdapat lima sekolah SMK Pertanian dan Perikanan yang telah dirintis oleh Provinsi Gorontalo. 22 Perhitungan ini berdasarkan data RKA SKPD di lingkungan pemerintah provinsi Gorontalo tahun 2012. Sekretariat Percepatan pencapaian MDGs Provinsi Gorontalo, 2013 23 Pendidikan Berbasis Kawasan (PBK) adalah untuk mendukung upaya pemerintah daerah meningkatkan sektor pertanian dan perikanan-kelautan. Pendidikan berbasis pertanian misalnya di perkenalkan melalui pendidikan jalur formal SD- SMA pada wilayah-wilayah unggulan lahan pertanian (Pohuwato, Boalemo, Kanbupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Gorontalo Utara, demikian pula untuk wilayah pesisir. Terdapat 5 (lima) sekolah SMK pertanian dan perikanan yang telah dirintis yang tersebar di wilayah Propinsi Gorontalo. Sedangkan Program Semua Bisa Sekolah (SBS) adalah program pemberian bea siswa miskin untuk memastikan bahwa semua anak usia sekolah mengenyam pendidikan. 50 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Gambar 3.5. Belanja program Pemerintah Provinsi Trend belanja program provinsi Klasifikasi belanja program pendidikan provinsi (2011) 25 100% 0% 0% 0% 0% Program Semua Bisa Sekolah 90% 15% 21% 19% 20 25% Dalam Rp milyar % 1% g Program Pendidikan Tinggi/ 80% 39% Politeknik % 3% 15 12% Modal 70% gg Peningkatan g Program g Mutu Pendidik 31% dan Tenaga Kependidikan 19% 6% % 10 Barangjasa 60% 10% g Program Pengelolaan Keragaman Pegawai % 17% 43% 7% Budaya 5 50% 16% % 10% 0% Program Pendidikan Menengah 40% 10% 9% % 0 % 2% 31% 30% 7% % 8% % gg Peningkatan Pendidikan Program g dan Pengembangan Sumber Daya 20% % 7% % 7% Masyarakat 35% % 0% 36% gj Program j Pendidikan Wajib Belajar % 5% % 4% 10% Dasar Sembilan Tahun 19% 13% 13% 0% Program lainnya 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: estimasi staff Bank Dunia berdasarkan database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013). Belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Sebagai contoh, alokasi belanja Program WAJAR 9 tahun di Kabupaten Gorontalo mencapai 93 persen (Rp 60,6 miliar) dari total belanja langsung pendidikan. Komposisi belanja program pendidikan pada tingkat kabupaten/kota lebih difokuskan pada urusan wajib dan kewenangan pemerintah daerah (kabupaten/kota). Beberapa program pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat. Program-program yang terkait dengan pendidikan usia dini dan pendidikan informal mengandalkan belanja pemerintah pusat. Program-program ini merupakan Porsi belanja pemerintah daerah untuk program-program tersebut berkisar antara 10-30 persen dari total Belanja Pendidikan Gorontalo. Alokasi APBD untuk belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini dan Non-Formal pada tahun 2012 sebesar Rp. 2,3 miliar, sementara yang bersumber dari transfer pusat sebesar Rp. 30,9 miliar. 51 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 3.6. Belanja pendidikan pemerintah pusat di Gorontalo terus meningkat, dengan fokus di pendidikan tinggi dan pendidikan agama. Trend belanja pendidikan pemerintah pusat Program pendidikan pemerintah pusat. 700 Pemuda dan Pendidikan 600 a menengah Olahraga PAUD dan 1% Peningkatan Non-formal 500 Mutu 7% % 6% 3% 400 Billions 300 Pendidikan Tinggi Pendidikan 200 37% Dasar 100 14% Pendidikan 0 Agama 2007 2008 2009 2010 2011 32% Kantor Pusat Dekonsentrasi Kantor Daerah Tugas Pembantuan Sumber: diolah berdasarkan data Kementerian Keuangan (2013) Tabel 3.1. Belanja Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal tahun 2012 Jenis Kegiatan APBD APBN Penyediaan Layanan Kursus dan Pelatihan 365,612,225 2,937,391,000 Penyediaan Layanan PAUD 708,290,500 16,151,220,000 Penyediaan dan Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non 479,281,850 6,823,825,000 Formal Penyediaan Layanan Pendidikan Masyarakat   4,486,495,000 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya 776,973,000 584,503,000 Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal, dan Informal Jumlah 2,330,157,575 30,983,434,000 Sumber : Dikpora Provinsi Gorontalo, 2012 Pemerintah di Provinsi Gorontalo masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan kualitas perencanaan di sektor pendidikan. Kesadaran akan tanggungjawab urusan pendidikan di daerah dirasa membaik seiring dengan hadirnya berbagai regulasi. Namun hal itu belum diikuti oleh peningkatan kualitas perencanaan pendidikan baik dalam jangka pendek (RKA-SKPD), jangka menengah (Renstra SKPD) maupun jangka panjang (RPJP). Perencanaan dalam dokumen-dokumen tersebut belum terintegrasi dan berkesinambungan, dan terkadang belum berdasarkan atas kebutuhan atau permasalahan pendidikan. Hal ini menyebabkan belum maksimalnya kontribusi belanja pendidikan terhadap peningkatan kualitas capaian. 52 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 3.3. Kinerja dan Output Pendidikan Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Pada awal terbentuknya provinsi Gorontalo, hampir seluruh indikator pendidikannya lebih rendah daripada provinsi lain di Sulawesi. Setelah itu Provinsi Gorontalo memperlihatkan kemajuan yang baik di bidang pendidikan. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari peningkatan indikator seperti Angka Partisipasi Murni (APM), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH). Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah, khususnya untuk kelompok miskin. Perluasan akses pendidikan yang menjadi salah satu fokus dalam RPJMD 2007-2012 terlihat memberikan hasil di Gorontalo. Secara umum, akses pelayanan pendidikan menengah bagi kelompok miskin meningkat. Untuk tingkat SMP, akses meningkat secara keseluruhan ditambah dengan peningkatan akses yang lebih besar untuk kelompok miskin. Untuk tingkat SMA, akses kelompok miskin meningkat namun akses bagi kelompok-kelompok diatasnya mengalami penurunan. Hal positif yang bisa diambil adalah kesenjangan akses justru mengalami penurunan. Gambar 3.7. Gorontalo berhasil meningkatkan APM SD dan memperkecil kesenjangan antar kabupaten/kota 96 95 93 94 92.2 91 92 89 87 90 85 88 83 87.3 81 86 79 84 77 82 75 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Boalemo Gorontalo Gorontalo Sulawesi Barat Kota Gorontalo Bone Bolango Pohuwato Gorontalo Utara Nasional Prov. Gorontalo Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun) Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan dasar. Angka Partisipasi Murni SD Gorontalo meningkat dari 87,3 persen pada tahun 2003 menjadi salah satu yang tertinggi di Sulawesi pada tahun 2012, sebesar 92,2 persen. Di tingkat kabupaten/ kota, Pohuwato dan Kota Gorontalo menjadi daerah yang selama beberapa tahun terakhir memiliki APM SD di bawah kabupaten lainnya. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah Kota Gorontalo sebab belanja pendidikan per kapita Kota Gorontalo hingga tahun 2010 masih menjadi yang tertinggi dibanding daerah lainnya di Provinsi Gorontalo. 53 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gorontalo masih harus mengejar capaian APM untuk tingkat pendidikan menengah. Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan menengah Gorontalo masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. Baik untuk tingkat SMP maupun SMA, APM Gorontalo masih berata di urutan terbawah atau kedua terbawah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Meski demikian, APM SMP dan SMA Gorontalo memperlihatkan peningkatan yang impresif dalam kurun waktu 2003 hingga 2012. APM SMP Gorontalo meningkat dari 47,9 persen menjadi 59,8 persen, sementara APM SMA meningkat dari 24,6 persen menjadi 44,7 persen. Kemajuan yang dicapai Gorontalo menjadikan kesenjangan APM pendidikan menengah di Sulawesi semakin mengecil. Hal serupa juga terlihat pada APM di kabupaten/kota dimana kesenjangan APM, terutama APM SMA, berkurang. Secara umum, capaian kabupaten baru seperti Bone Bolango, Pohuwato, dan Gorontalo Utara dalam meningkatkan APM pendidikan menengahnya sangat baik. Misalnya Gorontalo Utara, yang pada awal berdirinya di tahun 2007 memiliki APM SMA terendah di Provinsi Gorontalo dengan 23 persen. Lima tahun kemudian APM SMA Gorontalo Utara telah mampu melewati kabupaten yang lebih lama berdiri seperti Boalemo, dan kabupaten induknya, Kabupaten Gorontalo. Gambar 3.8. APM Sekolah menengah di Gorontalo masih tertinggal 80 APM SMP 80 75 75 70 70 65 65 60 55 60 50 55 59.8 45 40 50 35 45 47.9 30 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 40 2003 2004 2005 2006 200720082009 2010 20112012 Boalemo Bone Bolango Sulaw esi Utara Sulaw esi Tengah Gorontalo Gorontalo Utara Sulaw esi Selatan Sulaw esi Tenggara Pohuw ato K ota Gorontalo Gorontalo Sulaw esi Barat Provinsi Gorontalo Nasional 60 APM SMA 70 55 60 50 50 44.7 45 40 40 30 35 20 30 10 25 24.6 0 20 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Boalemo Bone Bolango Sulaw esi Utara Sulaw esi Tengah Gorontalo Gorontalo Utara Sulaw esi Selatan Sulaw esi Tenggara Pohuw ato K ota Gorontalo Gorontalo Sulaw esi Barat Provinsi Gorontalo Nasional Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun). 54 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Meskipun menunjukkan peningkatan, Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo meningkat dari 6,8 tahun pada tahun 2006 menjadi 7,3 tahun di tahun 2011, dan makin konvergen mendekati rata- rata nasional. Data tahun 2011 menunjukkan RLS Gorontalo berada pada posisi 27 dari 33 provinsi di Indonesia. Rata-rata Lama Sekolah laki-laki Provinsi Gorontalo tahun 2011 adalah 7 tahun, dan justru lebih rendah daripada RLS perempuan, sebesar 7,6 tahun. Provinsi dengan kesenjangan RLS yang tinggi antara lain Papua dan Bali, di mana selisih RLS laki-laki dan perempuan mencapai 1,5 tahun. Sementara kesenjangan RLS antara laki-laki dan perempuan di Gorontalo sedikit di bawah kesenjangan pada provinsi lainnya, rata-rata kesenjangan RLS di Indonesia adalah 0,7 tahun. Gambar 3.9. Angka Rata-rata Lama Sekolah Gorontalo tergolong rendah, walaupun perempuan cenderung lebih lama bersekolah dari pada laki-laki 9.0 8.9 Rata-rata lama sekolah (tahun) 8.7 8.5 Sulawesi Utara 8.2 8.0 8.0 Sulawesi Tengah 7.9 7.7 7.7 Sulawesi Selatan 7.5 7.6 7.5 7.3 Sulawesi Tenggara 7.2 7.0 7.0 Gorontalo 6.8 Sulawesi Barat 6.5 6.3 Indonesia 6.0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata lama sekolah 2011 (tahun) 11.0 L P Total 10.0 9.0 8.0 7.6 7 6 7 7.3 7.0 0 6.0 5.0 4.0 Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun) Akses terhadap sekolah dan prasarana dasar pendidikan Gorontalo tergolong baik. Secara rata-rata, akses terhadap SMP di Gorontalo lebih baik dibandingkan rata-rata Sulawesi dan Nasional. Hampir seluruh desa di Gorontalo memiliki akses ke SMP dengan jarak paling jauh 6 km. Demikian juga dengan SMA, dimana 85 persen desa memiliki akses ke SMA dengan jarak paling jauh 10 km. Desa-desa di Gorontalo juga memiliki akses yang lebih baik dari nasional dan rata-rata Sulawesi ke 55 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur dasar yang baik yaitu ketersediaan air di kamar kecil dan listrik. Namun disisi lain, sekolah-sekolah di Gorontalo, khususnya SMP, masih tertinggal dalam hal ada tidaknya laboratorium dan tenaga pengajar yang setidaknya lulus S1 (Bank Dunia, akan segera diterbitkan) Gambar 3.10. Desa di Gorontalo memiliki akses ke sarana pendidikan ya. memiliki infrastruktur dasar yang baik Gorontalo Nasional Gorontalo Sulawesi SMA dengan jarak <10km 84.70% % 84. 0% SMP dengan jarak 98.7 98.70 70 98.70% <6km Sekolah yang memiliki air di kamar mandinya .7 7 77% 91.7 7 Guru SMA bergelar S1 3% % 89.13% 6 30% 0% 68.30% 4 48 65% 48.65% Sekolah tersambung 87.75% Guru SMP bergelar S1 dengan listrik SMP yang memiliki laboratorium Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (2012) Capaian Angka Melek Huruf (AMH) Gorontalo lebih baik daripada mayoritas provinsi lain di Sulawesi. Angka Melek Huruf Gorontalo pada tahun 2012 adalah 94,8 persen, yang merupakan angka tertinggi kedua di Sulawesi. Jika dilihat dalam rentang 2003 sampai 2012, terlihat AMH Gorontalo tidak banyak berubah. Tetapi hal ini disebabkan penurunan secara nasional yang terjadi pada tahun 2011 karena perubahan metodologi penghitungan yang dilakukan BPS24, AMH Gorontalo pada 2010 sendiri mencapai 96 persen dan tahun 2012 menunjukkan tren meningkat dari tahun sebelumnya. 24 Mulai tahun 2011 Susenas Kor dilaksanakan secara triwulanan. Setiap tahun akan dilakukan pengumpulan data Susenas Kor pada bulan Maret, Juni, September dan Desember (http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=sd/detail&kd=2181&th=2011). 56 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Gambar 3.11. Tingkat buta huruf di Gorontalo selalu lebih rendah dibandingkan kebanyakan provinsi-provinsi lain di Sulawesi Utara. % 100 100% 98 99% 96.0 96 94.7 94.8 98% 97.9% 9 94 97% % 8% 96.8% 93.0 92 96% 90 95% 88 94% 86 93% 93.5% 84 92% 82 91% 9 90.3% 80 90% 2003 2004 2005 2006 2007 2008 20092010 2011 2012 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Boalemo Gorontalo Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Pohuwato Bone Bolango Gorontalo Sulawesi Barat Gorontalo Utara Kota Gorontalo Nasional Prov. Gorontalo Sumber: diolah berdasarkan data BPS (2013) Meski demikian, dua kabupaten di Gorontalo tertinggal jauh dalam capaian AMH. Dua kabupaten tersebut adalah Boalemo dan Pohuwato. Angka Melek Huruf Pohuwato – yang merupakan kabupaten pemekaran sejak 2005 – bahkan terus turun sejak kabupaten tersebut berdiri, dari 96,8 persen pada tahun 2005 menjadi 90,3 persen pada tahun 2012. Kabupaten dengan peningkatan AMH tertinggi juga merupakan kabupaten pemekaran, yaitu Gorontalo Utara. Pada awal pemekarannya di tahun 2007, AMH Gorontalo Utara sebesar 93,5 persen yang merupakan AMH terendah di Gorontalo. Lima tahun kemudian AMH Gorontalo Utara meningkat menjadi 98 persen, dan merupakan AMH tertinggi kedua di Provinsi Gorontalo. Kesenjangan AMH antara laki- laki dan perempuan terlihat di beberapa kabupaten seperti Boalemo, Pohuwato, dan Gorontalo Utara. Berbeda dengan kesenjangan pada umumnya, di mana AMH perempuan jauh lebih rendah dari AMH laki-laki, kesenjangan AMH di Gorontalo Utara justru menunjukkan hal sebaliknya. Gambar 3.12. Angka Melek Huruf perempuan lebih tinggi di Gorontalo Utara dan Kota Gorontalo Melek Huruf Lk Melek Huruf Prp 99.34 99.74 97.79 97.85 97.31 96.46 96.63 96.60 95.61 95.42 95.79 94.56 95.05 93.76 Prov Boalemo Gorontalo Pohuwato Bone Gorontalo Kota Gorontalo Bolango Utara Gorontalo Sumber: Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2012.Kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan BPS. Diolah Tim PEA UG 57 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Berbagai faktor pendukung belum dapat menghasilkan output pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektor pendidikan di Provinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. Ciri-ciri kabupaten/ kota di Gorontalo adalah indeks output pendidikan tergolong rendah bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Untuk meningkatkan efisiensi teknis pendidikan, pemerintah daerah di Gorontalo memiliki alternatif, (i) meningkatkan indeks output dengan mengefektifkan pemanfaatan sumber daya pendidikan yang ada; atau (ii) mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya untuk mempertahankan tingkat output yang sudah dicapai sekarang. Gambar 3.13. Input di sektor pendidikan Gorontalo belum bisa mencapai kualitas output yang optimal. Kab/kota di Indonesia Kab/kota di Sulawesi Kab/kota di Gorontalo 1 0.9 0.8 0.7 0.6 Kot Ko Gorontal Kota o lo alo 0.5 Pohuwat oh Po h wa hu at ato 0.4 Bo oal o Boalem 0.3 on o Gorontal 0.2 0.1 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 Sumber: Estimasi staf Bank Dunia (2013) Catatan: Efisiensi teknis input terhadap output dihitung menggunakan metode DEA terhadap 365 sampel kabupaten/kota di Indonesia. Indeks input disusun dari indikator belanja rutin dan belanja modal sektor pendidikan (per kapita), rasio murid terhadap sekolah, dan rasio murid terhadap guru untuk setiap jenjang pendidikan (SD, SMP, SMA). Indeks output disusun dari indikator APM untuk setiap jenjang pendidikan, Angka Melek Huruf, dan Rata-rata Lama Sekolah. 3.4. Pendidikan Gratis Gorontalo: Program Pendidikan untuk Rakyat (Prodira) Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Dalam implementasinya program ini oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Gorontalo dinamakan Program Pendidikan untuk Rakyat (PRODIRA). Program ini merupakan lanjutan dan mengganti Program Semua Bisa Sekolah (SBS) yang dilaksanakan sejak tahun 2009 dan memiliki kesamaan dengan program pemerintah sebelumnya tersebut. Perbedaan antara Prodira dan Program SBS terdapat pada prioritas komponen pembiayaannya (Tabel 5) 58 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 Tabel 3.2. Jenis Pembiayaan Prodira : SBS Gorontalo No Komponen Pembiayaan SBS 2009 SBS 2010 SBS 2011 Prodira 2012 Bantuan operasional sekolah 1 3,759,840,000 24,300,000,000 pada jenjang SMA/MA 5,291,600,000 5,603,000,000 Bantuan operasional sekolah 2 2,900,100,000 19,980,000,000 pada jenjang SMK Penyediaan sarana Ruang Kelas 3 - - 8,257,288,200 4,450,000,000 Baru (RKB) SMA/SMK Peningkatan kesejahteraan 4 Guru Daerah Terpencil - - - 1,944,000,000 (GUDACIL) Insentif Guru Kontrak / daerah 5 - 1,854,000,000 1,944,000,000 744,000,000 terpencil Insentif Pendidik PAUD / 6 1,572,000,000 1,786,750,000 1,692,000,000 1,338,000,000 kelembagaan Penyelenggaraan dan Bantuan 8 2,547,300,000 2,629,800,000 858,000,000 - SD/MI terpenci; Penyelenggaraan dan Bantuan 9 1,840,200,000 2,180,400,000 972,000,000 - SMP/MTs terpencil Pendidikan Berbasis Kawasan 10 - 143,750,000 - - (PBK) 11 Manajemen SBS - - 554,598,700 - 12 Administrasi Kegiatan - 625,456,975 - 566,547,500 Jumlah 11,251,100,000 14,823,156,975 20,937,826,900 53,322,547,500 Sumber : LRA SKPD Dikpora, diolah Pemerintah Gorontalo mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Alokasi untuk Prodira pada tahun 2012 adalah Rp. 53,3 miliar, jauh lebih besar jika dibandingkan alokasi Program SBS sebesar Rp. 20,9 miliar. Hampir separuh belanja Prodira (Rp. 24,3 miliar) dialokasikan untuk bantuan operasional pada tingkat SMA (Tabel 3.2). Jumlah siswa SMA dan yang sederajat yang menjadi target Prodira sebanyak 40 ribu siswa. Bantuan operasional bagi siswa SD dan SMP lebih banyak didanai oleh Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dananya bersumber dari pemerintah pusat, dan dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi.25 Implementasi Prodira pada tahun 2012 adalah dengan dengan menggratiskan biaya operasional sekolah non-personalia bagi seluruh siswa SD hingga SMA dan yang sederajat. Penerapan Prodira di tingkat kabupaten/kota bervariasi. Prodira pada prinsipnya membantu kabupaten/kota dalam membiayai pendidikannya. Kabupaten Gorontalo telah memiliki Perda No. 10 tahun 2011 yang menyebutkan partisipasi orang tua dalam pembiayaan pendidikan (dalam bentuk iuran sekolah). Meski demikian, Kabupaten Gorontalo tetap melaksanakan Prodira dengan menyerahkan penyesuaian pembiayaan kepada satuan pendidikan (sekolah). Kota Gorontalo hanya mengaplikasikan Prodira untuk sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama. 25 Prodira berupa pemberian bantuan operasional non personalia setiap siswa SD Rp. 580 ribu, SMP Rp.710 ribu dan SMA/ MA 1 juta serta SMK 1,2 juta/siswa/bulan. 59 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 3.5. Kesimpulan • Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dalam 5 tahun, belanja pendidikan kabupaten/kota meningkat lebih dari dua kali lipat secara riil. Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil. • Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan rata-rata 9,5 persen per tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program Pendidikan Menengah dan Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Belanja pendidikan pada tingkat kabupaten/ kota dialokasikan untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Beberapa program pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat, seperti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Nonformal. • Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk pendidikan dasar. Disisi lain, Gorontalo masih harus mengejar capaian APM untuk tingkat pendidikan menengah. • Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah, khususnya untuk kelompok miskin. Rata-rata lama sekolah mengalami peningkatan walaupun masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. • Berbagai faktor pendukung pendidikan belum dapat menghasilkan output pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektoral tingkat kabupaten/Kota di Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Indonesia. • Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Pemerintah Gorontalo mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Penerapan Prodira di tingkat kabupaten/kota bervariasi. 3.6. Rekomendasi • Peningkatan Alokasi belanja pendidikan di kabupaten/kota perlu diarahkan pada upaya peningkatan kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama untuk pelayanan kelompok miskin, terpencil dan tertinggal. Alokasi belanja pendidikan yang tepat sasaran berdampak pada meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Gorontalo yang sekarang masih rendah. • Membaiknya kondisi pendidikan di Gorontalo perlu diikuti oleh komitmen dan konsistensi kebijakan pemerintah daerah. Alokasi anggaran pendidikan yang memadai oleh pemerintah daerah untuk memastikan dan menjamin keberlanjutan kualitas dan masa depan pendidikan di Gorontalo 60 Bab 3 Pembangunan Pendidikan 2007-2012 • Kebijakan Pemerintah daerah perlu fokus pada peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) dan kelulusan siswa Sekolah Menengah. Disparitas Kualitas layanan pendidikan menengah antar kabupaten-kota perlu diminimalisir melalui koordinasi dan sinergitas program pendidikan Provinsi dan kabupaten/kota. • Perlu dipikirkan sebuah intervensi yang mengatasi langsung masalah disinsentif untuk bersekolah. Tertinggalnya angka rata-rata lama sekolah karena anak usia sekolah yang terjun langsung ke lapangan pekerjaan, dan biasanya di sektor informal. Sebagai pilihan, kegiatan PRODIRA dapat diarahkan untuk mengatasi masalah disinsentif ini. • Perlu dievaluasi lebih jauh apakah rendahnya konversi faktor-faktor input pendidikan menjadi output-output pendidikan (efisiensi teknis) disebabkan oleh ketidakefisienan faktor-faktor input ataukah ketidakefektifan faktor-faktor output. Dari evaluasi ini dapat dibuat sebuah intervensi yang tepat untuk meningkatkan tingkat konversi faktor-faktor input menjadi output-output pendidikan. • Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu meningkatkan alokasi sharing komponen pembiayaan pendidikan personalia siswa yang ditanggung oleh orang tua siswa. • Selain itu, pemerintah daerah di Gorontalo perlu mengurangi beban pendidikan orang tua melalui APBD. Kejelasan sharing pembiayaan pendidikan antara Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Gorontalo penting untuk memastikan keberlanjutan program Pendidikan Gatis (PRODIRA). 61 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Bersama pendidikan, kesehatan adalah prioritas pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di provinsi Gorontalo.). Bab ini membahasa berbagai aspek dari pendidikan di Gorontalo, bagian pertama membahas kebijakan kesehatan pada tingkat provinsi, bagian kedua membahas sisi belanja, dan bagian ketiga membahas kinerja pencapaian sektoral. Bab ini ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi. 4.1. Kebijakan Kesehatan Pencapaian Gorontalo Sehat 2015 merupakan perhatian utama Pemerintah Provinsi Gorontalo. Upaya ini dilakukan melalui sejumlah kebijakan peningkatan layanan Kesehatan dan sumber daya manusia. Dalam dokumen RPJMD 2007-2012 disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan di Provinsi Gorontalo adalah : (a) meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia pelaksana pembangunan kesehatan, (b) terciptanya masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, (c) tercapainya pelayanan kesehatan yang bermutu merata dan terjangkau terutama pada masyarakat miskin serta (d) terciptanya kesehatan individu, keluarga, masyarakat serta lingkungan. Arah kebijakan kesehatan Pemerintah di fokuskan pada; (a) Identifikasi dan peningkatan kapasitas bidan desa terpencil, (b) Intensifikasi penyuluhan pola hidup sehat; (c) Eksplorasi model-model pelayanan yang efektif pada setiap pos pelayanan kesehatan ; serta (d) Evaluasi dan pengawasan sistem pelayanan kesehatan. Implementasi kebijakan ini dilakukan melalui sejumlah program lima tahunan. Gambar 4.1. Visi dan Misi Pembangunan Kesehatan Gorontalo 2007-2012 •Masyarakat ter 40/ •Rasio Dokter 100.000, / MISI Gorontalo Mandiri 0 •bidan100/100.000, untuk Hidup •Nutrisionis 35/100.000 Perawat •Peningkatan kualitas sumber Sejahtera daya manusia pelaksana 158/100.000, pembangunan kesehatan •SKM 35/100.000, •Menggerakkan dan • 80% Puskesmas memiliki memberdayakan kemandirian dokter, masyarakat untuk hidup sehat serta mewujudkan pelayanan • 1 orang bidan di setiap desa Visi kesehatan an yang bermutu, merat taa siaga rjan dan terjangkau Target Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dokumen RPJMD 2012-2017 mengarahkan kebijakan pembangunan kesehatan untuk: (a) mendorong peningkatan layanan kesehatan dengan jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin (Jaminan Kesehatan Semesta – Jamkesta) (b) menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan; (c) mengupayakan peningkatan kapasitas SDM kesehatan; (d) mengembangkan manajemen sistem layanan kesehatan; (e) mengembangkan pola hidup bersih dan sehat; dan (f) mengembangkan budaya daerah melalui makanan khas daerah Gorontalo. 63 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Program untuk menjaga kesehatan dilakukan dengan cara menekan angka morbiditas. Beberapa indikator morbiditas juga terkait dengan komitmen global dalam Millennium Development Goals (MDGs). Upaya menekan angka morbiditas dilakukan dengan focus pada peningkatan kualitas lingkungan dan sanitasi. Program utama untuk menekan angka kesakitan adalah dengan mengembangkan sistem surveilans epidemiologi berbasis masyarakat, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan vektor penyakit lainnya, pengawasan pemeriksaan kualitas air dan lingkungan, perbaikan sarana air bersih dan sanitasi dasar, pengembangan program desa sehat, sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat dan revitalisasi Posyandu. 4.2. Belanja Kesehatan Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat. Selama periode 2007-2012 belanja kesehatan di Provinsi Gorontalo tumbuh rata-rata 20 persen per tahun. Secara konsolidasi (belanja provinsi, Kabupaten/Kota, dan pusat), belanja kesehatan meningkat dari Rp. 211 miliar (2007) menjadi Rp. 369 miliar (2012). Demikian juga dengan proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja daerah yang meningkat dari 7 persen menjadi 9 persen. Di tingkat provinsi alokasinya stabil dengan rata-rata 3 persen dari total belanja provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota meningkat dari 6 persen menjadi 9 persen. Gambar 4.2. Peningkatan belanja kesehatan disebabkan oleh meningkatnya belanja pada tingkat kabupaten/kota Trend belanja kesehatan Proporsi belanja kesehatan 400 92% 94% 93% 95% 94% 100% 12% 83% 90% 350 10% Dalam Rp miliar 80% 300 8% 70% 250 60% 6% 200 50% 40% 4% 150 30% 2% 100 20% 0% 50 10% 2007 2008 2009 2010 2011 2012* - 0% 20072 008 2009 2010 2011 2012* % Belanja Kesehatan Provinsi % Belanja Kesehatan Kabupaten Provinsi Kab/Kota % Belanja Kesehatan Pusat (Dekon/TP) Pusat (Dekon/TP) % Belanja Pemda Sumber: Database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013). Catatan: *Angka anggaran. Peranan terbesar urusan kesehatan dipegang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pelayanan kesehatan, khususnya untuk penanggulangan gizi buruk serta pelayanan kesehatan yang ditargetkan untuk kelompok dan kawasan tertentu dilakukan pada tingkat kabupaten/ kota. Pemerintah Provinsi dan pusat berperan pada pemberian bimbingan serta pengelolaan penyelenggaraan pelayanan tersebut26 Hal ini tercermin dari belanja kesehatan di Provinsi 26 SK MENKES No. 922/MENKES/SK/X/2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 64 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Gorontalo yang sebagian besar dibelanjakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sejak tahun 2008, secara rata-rata 92 persen belanja kesehatan dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Porsi belanja pemerintahan provinsi stabil pada 3 persen sedangkan porsi belanja kesehatan pusat melalui belanja dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalalami penurunan dari 10 persen (2007) menjadi 4 persen (2012). Gambar 4.3. Belanja Kesehatan Kabupaten/Kota meningkat secara riil 600,000 508,242 500,000 400,000 352,460 353,234 306,468 321,397 300,000 212,153 200,000 100,000 - 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 2007 2008 2009 2010 2011 Kab. Boalemo Kab. Bone Kab. Gorontalo Kab. Kab. Kota Gorontalo Bolango Gorontalo Utara Pohuwato Belanja Barang dan Jasa Belanja Pegawai (L) Belanja Modal Belanja Pegawai (TL) Sumber: Database Gorontalo PEA Update, Universitas Gorontalo (2013). Belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten belanja pada tingkat kabupaten/kota. Belanja kesehatan pada tingkat kabupaten/kota yang mengalami peningkatan secara riil sebesar 86 persen (2007-2011). Dilain sisi, belanja Pemerintah Provinsi mengalami penurunan dari Rp 26,9 miliar (2007) menjadi Rp 21,4 miliar (2011). Komposisi belanja Pemerintah Provinsi ditandai oleh meningkatnya proporsi belanja barang dan jasa dari 22 persen menjadi 41 persen. Belanja Pegawai (langsung dan tidak langsung) dan Belanja Modal pada tingkat provinsi cenderung tidak konsisten dari tahun ke tahun. Hal ini sangat berbeda dengan komposisi pada tingkat kabupaten/kota yang cenderung konsisten selama 2007-2011. Secara rata-rata, lebih dari setengah belanja kesehatan kabupaten/kota di belanjakan untuk Belanja Pegawai, 30 persen untuk Belanja Modal, dan 19 persen untuk Belanja Barang dan Jasa. 65 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 4.4. Komposisi Belanja Kesehatan Pemerintah Provinsi tidak sekonsisten pemerintah kabupaten/kota 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 2,007 2,008 2,009 2,010 2,011 Provinsi Kabupaten/Kota Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai (L) Belanja Pegawai (TL) Sumber: Database PEA Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013) Kabupaten/kota merupakan pelaksana utama pelayanan kesehatan di Gorontalo, ditunjukkan oleh Belanja Kesehatan per kapita yang terus meningkat dalam periode 2007-2011. Belanja kesehatan per kapita kabupaten/kota meningkat dari Rp 186 ribu di tahun 2007 menjadi Rp 326 ribu di 2011. Pada saat yang sama, Belanja Kesehatan per kapita provinsi justru menurun menjadi Rp 20,6 ribu di 2011 dibanding Rp 28,5 ribu di 2007. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan dapat di kategorikan menjadi tiga bagian yaitu: (i) yang mendapat anggaran setiap tahun; (ii) yang tidak dibiayai pada tahun anggaran tertentu; dan (iii) program yang hanya terjadi pada satu tahun anggaran. Walaupun sebagian besar program memperolah anggaran setiap tahun, namun besarnya alokasi anggaran sangat fluktuatif dari tahun ke tahun. Dari belanja Pemerintah Provinsi terlihat bahwa fluktuasi belanja program kesehatan cukup tinggi. Program Peningkatan Pelayanan Anak Balita misalnya sepatutnya perlu didorong keberlanjutan dan konsistensi pembiayaaanya. Gambar 4.5. Bina Upaya Kesehatan adalah komponen belanja program kesehatan terbesar di tingkat provinsi. Trend belanja program Provinsi Komposisi belanja program kesehatan provinsi (2011) 20 Pengendalian penyakit dan penyehatan Pengendalian penyakit dan 18 lingkungan penyehatan lingkungan 16 Pengembangan dan Pengembangan dan 14 pemberdayaan SDM pemberdayaan SDM 12 Billions Kefarmasian dan alat Kefarmasian dan alat kesehatan 10 15 5 kesehatan 8 Bina upaya kesehatan 6 Bina upaya kesehatan 8 7 Bina gizi dan KIA 4 4 2 3 0% 20% 40% 60% 80%100% Bina gizi dan KIA 0 pegawai barangjasa modal 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Database PEA Update Gorontalo, Universitas Gorontalo (2013) 66 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Tabel 4.1. Belanja Program Kesehatan Provinsi Gorontalo JENIS PROGRAM 2007 2008 2009 2010 2011 Program Obat dan 132.940.000 12.493.900 140.724.900 32.998.800 Perbekalan Kesehatan Program Upaya 802.480.000 96.907.400 337.073.785 259.423.200 459.001.640 Kesehatan Masyarakat Program Promosi Kesehatan dan 652.360.000 336.765.882 75.618.500 938.893.304 Pemberdayaan Masyarakat Program Perbaikan 380.000.000 83.226.792 864.919.000 395.342.900 893.898.000 Gizi Masyarakat Program Pengembangan 147.573.750 151.290.000 298.263.000 147.358.550 Lingkungan Sehat Program Pencegahan dan Penanggulangan 1.198.040.000 318.199.000 596.877.298 606.662.325 704.163.000 Penyakit Menular Program Standarisasi 2.140.412.000 1.043.280.400 554.349.150 790.340.650 Pelayanan Kesehatan Program Pelayanan Kesehatan Penduduk 516.000.000 381.390.000 3.805.402.730 1.633.112.786 1.014.502.460 Miskin Program Peningkatan 51.400.000 Pelayanan Anak Balita Program Peningkatan 4.408.300.000 393.174.000 896.490.900 54.030.000 Pelayanan Kesehatan Program Peningkatan Keselamatan Ibu 91.200.000 706.128.000 403.826.000 Melahirkan dan Anak Upaya Kesehatan 2.883.013.187 Perorangan Program Pengawasan dan Pengendalian 66.290.000 58.460.000 Kesehatan Makanan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana 6.958.241.057 Perkantoran (Lanjutan) Jumlah 10.388.022.000 2.239.790.842 15.244.552.152 4.918.447.661 8.322.025.591 Sumber : LRA Provinsi Gorontalo 2007-2012 (diolah). Ditingkat kabupaten/kota belanja program kesehatan cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Belanja program kesehatan yang dialokasi setiap tahun adalah untuk sarana-prasarana, obat-obatan dan perlengkapan, dan kegiatan preventif, seperti yang diperlihatkan oleh belanja program kesehatan di Kabupaten Gorontalo untuk tahun 2007-2011. Ditahun 2011, fokus program kesehatan adalah untuk kesehatan ibu dan anak. Dari sisi belanja, sekitar 64 persen dari belanja program kesehatan adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita dan keselamatan ibu. Belanja program ini mencapai Rp 28 miliar di Kabupaten Gorontalo (2011). 67 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Tabel 4.2. Rincian Belanja Program Kesehatan Kabupaten Gorontalo Program 2007 2008 2009 2010 2011 Program Obat dan Perbekalan 989.796.825 311.942.866 631.134.840 1.201.955.420 1.713.309.000 Kesehatan Program Upaya/ promosi Kesehatan & Perbaikan Gizi 3.044.232.946 1.450.954.238 3.724.316.752 2.144.311.055 503.323.964 & Pemberdayaan Masyarakat Program Pengadaan. Peningkatan dan Perbaikan Sarana 11.777.162.699 11.834.410.186 16.332.468.184 19.542.715.979 5.757.362.214 dan Prasarana Puskesmas Pustu dan Jaringannya Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita & 64.850.000 13.676.089.674 28.173.124.605 Keselamatan Ibu Melahirkan Program Pengadaan. Peningkatan Sarana 541.796.034 7.877.659.200 dan Prasarana Rumah Sakit Program Pengadaan . Peningkatan Mutu 2.169.187.280 6.113.089.636 1.459.471.689 50.000.000 Pelayanan Kesehatan BLUD RSU Program Perbaikan 51.042.500 185.293.350 Gizi Masyarakat Program Pengembangan 139.019.000 122.761.000 Lingkungan Sehat Program Pengawasan 49.170.000 20.280.000 10.165.000 Obat dan Makanan Program Pengembangan 122.761.000 Lingkungan Sehat Program Pencegahan dan Penanggulangan 352.293.500 237.574.500 Penyakit Menular Program Standarisasi 10.120.000 Pelayanan Kesehatan Program Desa Sehat 6.207.470.026 Peningkatan Sumber 324.888.000 Daya Manusia Jumlah 24.612.950.276 14.173.749.790 40.980.480.586 25.075.543.527 44.074.778.983 Sumber : LRA Kab. Gorontalo 2007-2012 (diolah) 68 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Belanja kesehatan pemerintah pusat semakin besar sejak 2008. Belanja pemerintah pusat yang disalurkan melalui belanja dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan Kantor Daerah (KD) terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini seiring dengan meningkatnya belanja kesehatan pusat yang di belanjakan melalui Kantor Daerah (KD). Ditahun 2011, belanja pusat terbesar adalah untuk program pengawasan makanan dan obat (40%) dan diikuti oleh belanja program kependudukan dan KB (27%). Gambar 4.6. Belanja kesehatan pemerintah pusat meningkat secara riil Trend belanja pemerintah pusat di Gorontalo Belanja program kesehatan tahun 2011 70 g Program Kefarmasian 60 n Alat dan Kesehatan Program Kes m 1% Bina Gizi 50 dan Billions 40 Kesehatan Ibu dan 30 15% Program g Program Pengawasan g Pembinaan 20 py Upaya Obat dan Makanan Kesehatan 10 17% 40% 0 2007 2008 2009 2010 2011 g Program p Kependudd nK ukan dan KB Kantor Pusat Dekonsentrasi 27% 27 Kantor Daerah Tugas Pembantuan Sumber: diolah berdasarkan data belanja pemerintah pusat, Kementerian Keuangan (2013) 4.3. Output dan Kinerja Sektor Kesehatan Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Tersedianya tenaga kesehatan dan penyediaan obat menjadi perhatian pelayanan kesehatan di Gorontalo. Penyediaan dan pengembangan fasilitas dan sarana kesehatan dilakukan melalui pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana kesehatan berupa: rumah sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling dan klinik. Ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan di Gorontalo tergolong baik. Dari tujuh indicator ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan di Gorontalo, lima indikator Gorontalo lebih baik dibandingkan rata-rata Sulawesi dan nasional. Hampir seluruh desa (97 persen) memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan primer dan 75 persen desa memiliki akses terhadap pelayanan sekunder. 96 persen desa memiliki akses terhadap Puskesmas yang memiliki dokter dan 95 persen memiliki akses terhadap fasilitas persalinan. Namun disisi lain masih ada beberapa aspek pelayanan yang harus ditingkatkan. Saat ini hanya 79 persen desa yang memiliki ketersediaan bidan. Walaupun puskesmas memiliki dokter, namun prasarana airnya masih belum optimal, hanya 86 persen desa yang memiliki akses ke Puskesmas yang memiliki instalasi air (Bank Dunia, publikasi yang akan datang). 69 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 4.7. Gorontalo memiliki akses pelayanan kesehatan dan sarana Puskesmas yang baik l Sul 97.4 97.49% 7 97 9% 9% 75.39% 81.74% 8 3% 95 33% 95.33% 85 85.54% 96.39 6.39 6.39% 39% 96.3 9% 2 79.22% Sumber: Estimasi staff Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (2012) Jumlah sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir. Secara umum jumlah sarana dan prasarana kesehatan Gorontalo meningkat dalam lima tahun terakhir (2007-2012), kecuali Polindes dan Posyandu menurun tahun 2011. Berkurangnya jumlah Polindes dan Posyandu tersebut karena kurang memadainya standar pelayanan medik akibat minimnya pelayanan tenaga kesehatan serta pemeliharaan kondisi Polindes dan Posyandu. Pada umumnya, Rumah Sakit telah dapat melaksanakan pelayanan gawat darurat serta memberikan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin. Meskipun demikian penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam masih dibawah target yaitu sebesar 33 persen ditahun 2010, dimana targetnya adalah 70 persen. Tabel 4.3. Perkembangan sarana dan tenaga kesehatan Sarana dan tenaga kesehatan 2007 2008 2009 2010 2011 Rumah sakit 6 6 7 9 8 Puskesmas 57 73 74 84 85 Posyandu 1097 914 1236 1249 1230 Polindes 240 240 240 248 223 Dokter Ahli 20 30 38 38 56 Dokter Umum 158 134 204 190 217 Dokter Gigi 31 40 21 24 30 Paramedis 759 410 406 1733 1254 Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun). 70 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Tabel 4.4. Perbandingan sarana dan prasarana kesehatan terhadap jumlah penduduk, 2011  Rasio thd jumlah penduduk rumah sakit puskesmas polindes dokter Gorontalo 133.301 12.546 4.782 3.519 Sulawesi Barat 149.245 720 25.956 8.408 Sulawesi Selatan 127.002 9.973 36.613 4.996 Sulawesi Tengah 117.012 4.225 10.637 6.662 Sulawesi Tenggara 91.357 3.788 9.678 5.995 Sulawesi Utara 67.652 7.959 23.002 1.719 Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun). Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 2007- 2012. Selama lima tahun tersebut, jumlah rumah sakit dan puskesmas terus meningkat, dengan pengecualian posyandu dan polindes yang menurun di tahun 2011. Pada saat yang sama, jumlah dokter ahli dan dokter umum juga meningkat. Sementara untuk tahun 2011, jumlah paramedis menurun dari tahun sebelumnya dan jumlah dokter gigi justru lebih rendah dibanding tahun 2007. Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan Puskesmas termasuk yang terendah. Satu dokter di Provinsi Gorontalo melayani sekitar 3.500 penduduk, yang kedua terbaik setelah Sulawesi Utara. Sementara rasio pelayanan polindes adalah yang terbaik di antara provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi di mana satu Polindes melayani sekitar 4.800 penduduk. Namun demikian, rasio serupa untuk rumah sakit dan Puskesmas merupakan salah satu yang terbawah, di mana satu rumah sakit di Gorontalo melayani lebih dari 133 ribu penduduk dan satu Puskesmas melayani lebih dari 12 ribu penduduk. Selain itu, masih ada ketimpangan dalam rasio pelayanan kesehatan antar kabupaten/ kota. Kota Gorontalo adalah wilayah dengan rasio jumlah dokter dan pusat kesehatan masyarakat per penduduk dan per luas wilayah terbaik. Sementara rasio pelayanan dokter terendah adalah di Kabupaten Gorontalo Utara dan Pohuwato serta rasio Puskesmas terendah di Kabupaten Bone Bolango. Tabel 4.5. Rasio layanan kesehatan 2011 Rasio Layanan 2011 Jumlah Jumlah Puskes, Dokter Puskes, Pustu, Kab/Kota/Provinsi Dokter Pustu, Pusling, dll (Umum, ahli & Gigi) Pusling dll (Km2) (pddk) (Km2) (pddk) Boalemo 34 67 51.08 3,885 26 1,971 Kab. Gorontalo 66 139 32.48 5,512 15 2,617 Pohuwato 22 55 202.53 5,980 81 2,392 Bone Bolango 30 59 63.05 4,834 34 2,458 Gorontalo Utara 11 53 194.71 9,673 40 2,008 Kota Gorontalo 140 48 0.47 1,315 1 3,835 Prov Gorontalo 303 421 41.04 3,508 30 2,525 Sumber: Estimasi staf Bank Dunia berdasarkan PODES, BPS (berbagai tahun). 71 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Capaian pelayanan kesehatan dasar di tingkat kabupaten/kota juga bervariasi. Untuk morbiditas, capaian Kota Gorontalo memburuk dari 26 persen di tahun 2007 menjadi 49 persen di 2012. Pada saat yang sama, hampir semua kabupaten lain menunjukkan perbaikan. Kota Gorontalo merupakan wilayah dengan tingkat kelahiran dibantu oleh tenaga kesehatan tertinggi di provinsi ini dengan 77 persen. Dari akses terhadap kesehatan gratis, Pohuwato merupakan yang terbawah dengan hanya 19 persen penduduk yang memperoleh akses tersebut di tahun 2012, menurun dari 29 persen di 2007. Dari sisi cakupan imunisasi campak bayi, hampir seluruh Kabupaten/Kota mengalami penurunan cakupan dengan penurunan terbesar di Gorontalo Utara dengan 7 persen. Hanya Bone Bolango dan Pohuwato yang mengalami peningkatan cakupan imunisasi campak bayi (17% dan 8%) Tabel 4.6. Capaian pelayanan kesehatan dasar di kabupaten/kota akses terhadap pembiayaan/ kelahiran dibantu Morbiditas cakupan imunisasi asuransi tenaga kesehatan kesehatan Kabupaten/kota 2007 2012 2007 2012 2007 2010* 2007 2012 Boalemo 57% 45% 28% 38% 16% 23% 70% 65% Gorontalo 47% 36% 27% 25% 26% 27% 64% 60% Pohuwato 55% 47% 29% 19% 18% 30% 48% 56% Bone Bolango 41% 44% 21% 38% 31% 38% 55% 72% Gorontalo Utara 40% 39% 32% 28% 18% 15% 68% 61% Kota Gorontalo 26% 49% 14% 30% 68% 77% 67% 66% Sumber: Diolah berdasarkan Susenas, BPS (berbagai tahun) Catatan: *data 2012 tidak tersedia Terkait dengan pelayanan kesehatan dasar, penyakit yang paling umum diderita oleh penduduk adalah diare, malaria dan demam berdarah (DBD). Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo adalah wilayah dengan angka kejadian diare paling tinggi, yaitu berturut-turut 37, 36 dan 35 kejadian per 1000 penduduk. Sementara untuk DBD kota Gorontalo yang paling tinggi dengan 14 kasus per 1000 penduduk. Gambar 4.8. Diare merupakan masalah kesehatan yang paling sering ditemukan di Provinsi Gorontalo 40 35 Jumlah kasus 30 25 Malaria 20 DBD 15 Diare 10 5 0 Boalemo Bone Bolango Pohuwato Kota Gorontalo Gorontalo Gorontalo Utara Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo (2011) 72 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Akses penduduk ke sarana sanitasi dan air bersih serta perilaku hidup bersih sehat (PHBS) yang masih rendah turut mempengaruhi tingkat kejadian penyakit tersebut. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo mencatat bahwa pada tahun 2010, tingkat PHBS hanya mencapai 40 persen dan justru menurun di tahun berikutnya. Ini berlawanan dengan fakta bahwa 490 dari 562 desa di Gorontalo adalah Desa Siaga.27 Sementara, untuk tahun 2011, akses terhadap air bersih di Gorontalo hanya sebesar 51 persen dan akses terhadap sanitasi yang layak hanya sebesar 33 persen. Akses terhadap sanitasi yang layak ini merupakan yang terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi. Kemudian, sekitar 41 persen rumah tangga di Gorontalo masih melakukan buang air besar di tempat terbuka (BABS tanpa jamban). Rendahnya akses terhadap sanitasi menyebabkan Gorontalo memiliki angka morbiditas yang tinggi. Gorontalo memiliki angka morbiditas yang tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia, hampir 40 persen lebih tinggi dari rata-rata nasional (43 berbanding 31 persen ditahun 2012). Sebagian besar angka morbiditas disebabkan oleh meningkatnya angka morbiditas di Kota Gorontalo. Dari 2007 hingga 2012, angka morbiditas di Kota Gorontalo hampir meningkat menjadi dua kali lipat. Hal ini bertentangan dengan kabupaten lain yang justru mengalami kecenderungan menurun angka morbiditasnya. Gambar 4.9. Angka morbiditas Gorontalo masih yang tertinggi di Sulawesi 50% 65% 60% 45% 44% 43% 55% 49% 40% 50% 45% 35% 40% 30% 35% 30% 25% 25% 26% 20% 20% 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Kab, Boalemo Kab. Bone Bolango Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Kab. Gorontalo Kab. Gorontalo Utara Gorontalo Sulawesi Barat Kab. Pohuwato Kota Gorontalo Nasional Prop. Gorontalo Sumber: diolah berdasarkan Susenas, BPS (berbagai tahun) Meskipun angka morbiditas masih tinggi, namun sudah terlihat adanya perbaikan. Ada perubahan pola masyarakat Gorontalo yang memiliki keluhan masyarakat. Di tahun 2007, Masyarakat dengan kelompok pengeluaran terendah memiliki keluhan kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok pengeluaran diatasnya. Dalam lima tahun, pola tersebut mengalami perubahan. Di tahun 2012, masyarakat dari kelompok pengeluaran terendah, memiliki angka morbiditas yang lebih rendah dibandingkan tiga kelompok pengeluaran diatasnya. Bahkan angka morbiditasnya hampir menyamai kelompok masyarakat dari kelompok pengeluaran tertinggi. Hal ini disebabkan, salah satunya oleh, perbaikan akses terhadap pelayanan kesehatan 27 Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Salah satu kegiatan yang dilakukan Poskesdes adalah Promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), penyehatan lingkungan dan lain-lain (Depkes, 2007). 73 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 gratis. Peningkatan tersebut dirasakan oleh kelompok masyarakat termiskin, dimana tahun 2007, 26 persen yang memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan gratis. Di tahun 2012, angka tersebut meningkat menjadi 39 persen. Gambar 4.10. Menurunnya angka morbiditas diiringi oleh meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan gratis Angka morbiditas Akses pelayanan kesehatan gratis 60% 60% 50% 50% 40% 40% 30% 30% 20% 20% 10% 10% 0% 0% Nasional Sulawesi Sulawesi Gorontalo Gorontalo Sulawesi Nasional Gorontalo Gorontalo Sulawesi Tengah Barat (2007) (2012) Tengah (2012) (2007) Barat kuin. 1 kuin. 2 kuin. 3 kuin. 4 kuin. 5 kuin. 1 kuin. 2 kuin. 3 kuin. 4 kuin. 5 Sumber: estimasi staf Bank Dunia berdasarkan data Susenas, BPS (berbagai tahun). Catatan: data provinsi selain Gorontalo adalah data tahun 2012. Indikator-indikator kesehatan ibu dan anak terus meningkat namun beberapa belum mendekati target MDGs. Beberapa indikator seperti angka kematian ibu, angka kematian bayi dan angka kematian balita menunjukkan peningkatan. Demikian pula halnya dengan pertolongan persalinan yang dibantu dengan tenaga kesehatan. Ini merupakan hasil positif dari pembangunan kesehatan di provinsi Gorontalo. Namun demikian, untuk angka kematian bayi dan angka kematian balita masih lebih buruk dibanding angka nasional dan masih jauh dari pemenuhan target MDGs. Tabel 4.7. Tantangan Gorontalo adalah kesehatan bayi dan anak Gorontalo MDGs Target Indikator MDGs Gorontalo 2007 Nasional 2011 2012 2015 Prevalensi malnutrisi anak 18,97* 26,5 15,5 17,9 Angka kematian balita 29,8 18,7 32 44 (AKABA) per 1.000 Angka kematian bayi (AKB) 22,2 16,2 23 34 per 1.000 Persentase imunisasi campak 79,61 98,8 100 87,3 bayi Angka kematian ibu 290,3 244,4 102 228 melahirkan (AKI) per 100.000 Cakupan kelahiran ditolong 59,37 90,5 90 81,25 tenaga terlatih Prevalensi HIV/AIDs (per 3 3,06 0 8,92 100.000) Sumber: RPJMD Provinsi Gorontalo, 2013-2018; Profil Kesehatan Provinsi Gorontalo (Kementrian Kesehatan 2012). Catatan: * data tahun 2009. 74 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang dihadapi Provinsi Gorontalo. Indikator-indikator status gizi balita28 belum mengalami perbaikan yang berarti. Persentase balita yang mengalami kekurangan gizi di Provinsi Gorontalo tahun 2007 cukup tinggi yaitu sekitar 25,4 persen (8,2 persen tergolong gizi buruk). Angka ini berada di atas rata- rata nasional. Pada tahun 2010 prevalensi balita gizi buruk masih diatas rata-rata nasional dengan 11,2 persen, bahkan tertinggi di Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan indikator yang digunakan untuk mengukur status gizi balita namun semua Indikator yang digunakan menunjukan bahwa Status Gizi Balita di Provinsi Gorontalo cukup serius. Fakta bahwa masih tingginya angka kemiskinan di Gorontalo menjadi alasan bahwa kekurangan gizi sebagian besar disebabkan oleh faktor kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah terjadinya kekurangan gizi. Gambar 4.11. Kekurangan gizi bagi balita merupakan permasalahan yang harus dipecahkan Status Gizi berdasarkan Indikator Perkembangan Balita yang Mengalami Kekurangan Gizi (%) di provinsi Gorontalo Gorontalo National 31.5 25.3 Tahun Jumlah % 21.6 2007 11,782 18,11% 18.5 18.7 17.1 15.3 2008 14,986 17,48% 11.2 13 6 7.7 2009 2,897 18,97% 4.9 4.1 7.3 4.5 2.1 2010 3,607 17,05% Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 2011 Sumber : Riskesdas 201, diolah Tim PEA Univ Gorontalo Efisiensi teknis belanja kesehatan di Provinsi Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. Kecuali Kota Gorontalo, tiga kabupaten lainnya, Kabupaten Gorontalo, Boalemo, dan Pohuwato, memiliki efisiensi teknis belanja kesehatan yang tergolong rendah. Walaupun indeks input kesehatan ketiga kabupaten/kota tersebut berbeda, namun indeks output kesehatan yang dihasilkan relative sama. Ini menunjukkan bahwa input kesehatan tidak menghasilkan dampak output yang serupa. Efisiensi teknis kesehatan harus ditingkatkan sehingga factor-faktor input bisa menghasilkan output yang sesuai. 28 Indikator Berat Badan per Umur (BB/U) memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena anaknya pendek (kronis) atau karena diare atau penyakit infeksi lain (akut). Indikator tinggi badan per umur (TB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan indeks massa tubuh per umur (IMT/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yangtidak lama (singkat), misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Disamping untuk identifikasi masalah kekurusan dan indikator BB/TB dan IMT/U dapat juga memberikan indikasi kegemukan. Masalah kekurusan dan kegemukan pada usia dini dapat berakibat pada rentannya terhadap berbagai penyakit degeneratif pada usia dewasa (Teori Barker, referensi). Masalah gizi akut-kronis adalah masalah gizi yang memiliki sifat masalah gizi akut dan kronis. Sebagai contoh adalah anak yang kurus dan pendek. 75 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Gambar 4.12. Efisiensi teknis belanja kesehatan tingkat Kabupaten/Kota tergolong rendah dibandingkan Kabupaten/Kota lain di Indonesia. 1.0000 0.9000 0.8000 0.7000 ota Gorontalo Kota Go lo alo 0.6000 0.5000 0.4000 Ka K Kab. b Go Gorontalo or ntalo ron Kab. Ka b Po Pohuwato hu Kab. Boalemo 0.3000 0.2000 0.1000 0.0000 0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0.3500 0.4000 Kab/kota di Indonesia Kab/kota di Gorontalo frontier Kab/kota di Sulawesi Sumber: Estimasi staff Bank Dunia (2013) Catatan: Bone Bolango dan Gorontalo Utara tidak dapat diperlihatkan karena keterbatasan data. Indeks input kesehatan terdiri atas: belanja rutin dan modal, jumlah RS dan dokter per populasi. Indeks output kesehatan terdiri atas: cakupan imunisasi, angka morbiditas, dan angka harapan hidup. 4.4. Kesimpulan • Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Program untuk menjaga stabilitas kesehatan dilakukan dengan upaya menekan angka morbiditas. Hal ini didukung oleh Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat. • Konsistensi belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak seperti belanja pada tingkat kabupaten/kota. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan di tingkat provinsi difokuskan pada program bina usaha kesehatan. • Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Ketersediaan sarana dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 2007-2012. Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan puskesmas termasuk yang terendah. • Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang dihadapi Provinsi Gorontalo 76 Bab 4 Pembangunan Kesehatan 2007-2012 4.5. Rekomendasi • Percepatan pencapaian visi Gorontalo Sehat, Mandiri, dan Berkeadilan harus segera dilaksanakan, hal ini dapat dilakukan melalui: (a) penataan sistem dan peningkatan jangkauan pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan yang berkeadilan ; (b) Penataan ulang distribusi tenaga kesehatan antar kab-kota melalui kebijakan pemerintah daerah yang terkoordinasi dan akuntabel ; (c) Mendorong semua pihak untuk terlibat langung atau tidak langsung untuk bersama menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat, dari hulu (Bupati) hingga hilir (RT/RW) membenahi kebijakan kesehatan. • Perlu meningkatkan efisiensi penggunan belanja kesehatan dengan mengurangi secara bertahap proporsi belanja pegawai. Saatnya memfokuskan belanja untuk kesehatan terutama untuk penanganan Balita Gizi Buruk, AKI, AKB, dan AKABA serta pada peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas kesehatan untuk daerah yang masih minim. • Perlunya mengoptimalkan sistem perlindungan kesehatan ibu hamil dan anak. Permasalahan kesehatan ibu hamil dan Gizi buruk masih menjadi persolan serius yang dihadapi pemerintah daerah dalam pencapaian target MDGs dan pemenuhan targat Standar Pelayanan Minimal (SPM). Perhatian terhadap pembiayaan kesehatan diantaranya untuk (a) peningkatan jaminan kesehatan masyarakat, (b) biaya operasional pelayanan kesehatan dasar (BOK), dan (c) biaya kelengkapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan dasar. • Penanganan masalah Gizi buruk di Gorontalo perlu dimulai dari perbaikan taraf ekonomi keluarga miskin. Tanggung jawab perbaikan gizi buruk bukan hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan namun merupakan tanggung jawab bersama lintas sektor dan stakeholder. Perlunya penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk serta sosialisasi untuk membangun swadaya/kesadaran kolektif masyarakat terhadap penanganan gizi buruk. 77 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik. Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) KOR (Triwulanan). http://sirusa. bps.go.id/index.php?r=sd/detail&kd=2181&th=2011 Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo (berbagai tahun). “Daerah Dalam Angka”. Gorontalo, Indonesia Bank Indonesia (berbagai tahun). “Kajian Ekonomi Regional Gorontalo”. Gorontalo, Indonesia Kementerian Negara Peranan Perempuan (2012). “Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2012”. Jakarta, Indonesia Kemitraan. Indonesia Governance Index. http://www.kemitraan.or.id/igi/ Pemerintah Provinsi Gorontalo (2007). “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2007- 2012”. Gorontalo, Indonesia. ----------. (2012). “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2012-2017”. Gorontalo, Indonesia The World Bank (2002). “Decentralizing Indonesia”. World Bank Regional Publik Expenditure Review Overview Report. World Bank East Asia and Pacific Region, Poverty Reduction and Economic Management Unit. Jakarta, Indonesia ----------. (2008). “Gorontalo Public Expenditure Analysis 2008: Service Delivery and Financial Management in a New Province”. Jakarta, Indonesia ----------. (2013). “Supply-Side Readiness for Universal Health Coverage: Assessing the Depth of Coverage for Non-Communicable Diseases in Indonesia”. Jakarta, Indonesia ----------. (2014). Gorontalo Public Financial Management Capacity Assessment. Jakarta, Indonesia (tidak dipublikasi) ----------. (2014b). Sulawesi Development Diagnostic. Policy Note 6: Improving Basic Services for the Vulnerable in Sulawesi. Jakarta, Indonesia (tidak dipublikasi) Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan. http://www. tnp2k.go.id/index.php?controller=glosarium&action=index&id=22#ag22 Universitas Gorontalo. (2013). Master Table Anggaran Provinsi Gorontalo (tidak dipublikasi) ----------. (2013). Mengoptimalkan Pelayanan Publik Untuk Percepatan Pembangunan Gorontalo. Gorontalo, Indonesia (tidak dipublikasi) 78 Lampiran Lampiran 1. Matriks Rekomendasi Bidang Temuan Rekomendasi Pelaku Secara umum. provinsi Gorontalo terus berkembang sejak terbentuk di tahun Memanfaatkan momentum pertumbuhan yang tinggi. Pemerintah 2000. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diikuti oleh penurunan angka Momentum pertumbuhan yang tinggi dapat menjadi Provinsi kemiskinan dan angka pengangguran yang rendah. Pertumbuhan konsumsi pendorong berkembangnya perekonomian local yang masyarakat menunjukkan bahwa daya beli masyarakat yang semakin baik. melibatkan lebih jauh pelaku-pelaku ekonomi daerah. Pada Kualitas sumber daya manusia juga menunjukkan berbagai perbaikan. akhirnya ini dapat mendorong penurunan angka kemiskinan lebih jauh. Peningkatan ekonomi lokal dapat dilakukan Namun tantangan yang dihadapi provinsi ini kedepan masih besar. dengan perbaikan akses kepada para pelaku ekonomi lokal. Momentum pembangunan yang tercipta sejak terbentuknya provinsi ini harus baik yang berskala kecil maupun menengah. dijaga agar dapat menghasilkan pembangunan daerah yang diharapkan. Ekonomi Skala perekonomian Gorontalo masih tergolong kecil dibandingkan dengan Mempertahankan produktivitas pertanian yang merupakan provinsi-provinsi lain. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ditopang oleh sumber penghidupan bagi sebagian besar penduduk pertumbuhan konsumsi dan belanja pemerintah yang tinggi. Gorontalo. Meningkatkan akses pembiayaan pertanian bagi usaha kecil dan menengah yang berkaitan dengan pertanian sehingga dapat menghasilkan multiplier effect yang lebih besar. Memperbaiki kualitas infrastruktur yang dapat mendukung perekonomian Gorontalo dan dapat meningkatkan akses terhadap pelayanan dasar. khususnya untuk pendidikan dan kesehatan. Strategi Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam meningkatkan kesejahteraan Meningkatkan komitmen anggaran pemerintah daerah, Pemerintah masyarakatnya adalah peningkatan pelayanan dasar. Untuk itu dibutuhkan khususnya dalam keberlanjutan program-program strategis. Provinsi dan kinerja keuangan daerah yang stabil dan konsisten. Untuk itu Pemerintah Dibutuhkan suatu kerangka anggaran tahun jamak (Medium Kabupaten/ Provinsi Gorontalo mempertahankan kinerja keuangan daerahnya dengan Term Expenditure Framework) yang dapat menjadi panduan Kota melanjutkan dan memperkuat langkah-langkah konsolidasi fiskal. penganggaran dalam jangka waktu tertentu. Implementasi kebijakan anggaran terlihat dari tiga upaya: penyaluran peningkatan pendapatan daerah. alokasi anggaran pendidikan minimal 20 Kebijakan persen. dan efisiensi belanja daerah. Anggaran Kinerja pengelolaan keuangan daerah di Gorontalo menunjukkan adanya Mempertahankan momentum perbaikan kinerja pengelolaan Pemerintah perbaikan secara keseluruhan. Pada level pemerintahan Kabupaten/Kota keuangan daerah dengan cara mengurangi kesenjangan Provinsi dan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) menunjukan perbaikan dengan kapasitas PKD antara SKPD dan antara pemerintah daerah di Kabupaten/ meningkatnya jumlah Kabupaten/Kota yang mendapat opini WDP/WTP. Gorontalo. Kesenjangan kapasitas ini bisa diperkecil dengan Kota Namun disisi lain. kinerja PKD Pemerintah Provinsi Gorontalo sejak tahun meningkatkan sumber daya manusia yang memiliki latar 2007 stagnan. Capaian Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan belakang yang relevan. Keuangan Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam sepuluh tahun terakhir hanya pada tahun 2005 dan 2007. 79 80 Bidang Temuan Rekomendasi Pelaku Kinerja tata kelola pemerintahan Gorontalo mengalami stagnasi yang Melakukan evaluasi kinerja tata kelola pemerintahan dan Pemerintah diperlihatkan oleh menurunnya peringkat Indeks Tata Kelola Indonesia menindaklanjuti dengan temuan-temuannya secara konkrit. Provinsi dan (Indonesia Governance Index – IGI). Penurunan kinerja tata kelola Meningkatkan berbagai upaya yang mendukung transparansi Kabupaten/ pemerintahan Gorontalo disebabkan oleh aspek birokrasi dan kepemerintahan dan partisipasi masyarakat, khususnya yang terkait masalah Kota yang disebakan oleh rendahnya komitmen anggaran dan transparansi. keuangan daerah. Diskusi informal dengan para pemangku kepentingan dan media secara berkala dapat mendorong adanya transparansi. Kapasitas fiskal pemerintah daerah di Gorontalo mengalami penurunan dan Perencanaan keuangan yang lebih baik,. khususnya dalam Pemerintah Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 memiliki fluktuasi keuangan daerah yang cukup besar. mengestimasi pendapatan daerah agar dapat mengurangi Provinsi dan fluktuasi anggaran Kabupaten/ Kota Kemandirian keuangan daerah Gorontalo meningkat. Pendapatan Asli Daerah Pemerintah daerah harus mulai mempertimbangkan Pemerintah Pendapatan (PAD) Gorontalo cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kontribusi pilihan-pilihan PAD lain untuk mengurangi ketergantungan Provinsi dan dan PAD terbesar bersumber dari pajak daerah. khususnya dari Pemerintah terhadap sumber-sumber utama. Rendahnya kapasitas fiscal Kabupaten/ pembiayaan Provinsi. Penyumbang terbesar terhadap PAD Gorontalo adalah pajak yang dapat teratasi dengan mengefisienkan belanja pegawai dan Kota berkaitan kendaraan bermotor dan pendapatan Badan Layanan Umum mengurangi penyertaan modal (APBD) di bank pembangunan Daerah (BLUD). daerah untuk pembiayaan pembangunan yang produktif. Walaupun meningkat. Pendapatan Asli Daerah (PAD) di provinsi dan Mengoptimalkan upaya peningkatan PAD dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Gorontalo lebih rendah dari komponen pendapatan lainnya. menganalisis potensi pendapatan daerah. Provinsi dan Peningkatan PAD yang dicapai Gorontalo masih belum memenuhi target Kabupaten/ RPJMD dan saat ini masih merupakan salah satu yang terendah di Indonesia. Kota Memasuki dasawarsa kedua sejak terbentuk. belanja pemerintah untuk Pemerintah Provinsi harus menjalankan fungsi koordinasi Pemerintah Gorontalo terus meningkat. Di tahun 2012, tingkat belanja pemerintah untuk menghindari tumpang tindih belanja antara Provinsi daerah Gorontalo lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Sebagian pemerintah pusat, provinsi, dan Kabupaten/Kota, serta besar belanja daerah di Gorontalo dikelola oleh pemerintah Kabupaten/Kota. menghindari terjadinya kekurangan/kelebihan pendanaan. Belanja pemerintah pusat di Gorontalo masih tergolong besar walaupun tidak sebesar belanja pemerintah Kabupaten/Kota. Kabupaten/Kota mengalami peningkatan belanja tidak langsung. Peningkatan Peningkatan belanja tidak langsung yang disebabkan oleh Pemerintah belanja tidak langsung di sebabkan oleh peningkatan belanja pegawai. peningkatan belanja pegawai perlu di evaluasi secara relatif Kabupaten/ Tingginya belanja pegawai disebagian besar disebabkan oleh belanja gaji dibandingkan provinsi-provinsi lain. Disisi lain, peningkatan Kota Belanja pegawai fungsional. khususnya dibidang pendidikan dan kesehatan. belanja pegawai adalah untuk pegawai fungsional. atau yang menyediakan pelayanan publik secara langsung. harus dapat dijustifikasi. Belanja menurut urusan masih di dominasi oleh belanja Pemerintahan Pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dalam pos belanja Pemerintah Umum dan Pendidikan. Belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terus pegawai mengingat Gaji PNS akan mengalami kenaikan Provinsi dan meningkat sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota mengalami penurunan. nominal 10 persen dan berkala 2.5 persen secara riil. Kabupaten/ Ditingkat Kabupaten/Kota. peningkatan belanja pendidikan dan kesehatan Kota menekan proporsi pemerintahan umum dan infrastruktur. Belanja pemerintah daerah terhadap infrastruktur berkurang cukup drastis. Bidang Temuan Rekomendasi Pelaku Meningkatnya anggaran pemerintah daerah di Gorontalo tidak diikuti oleh Keterbatasan fleksibilitas anggaran berarti pemerintah Pemerintah meningkatnya fleksibilitas anggaran. daerah Gorontalo harus lebih efektif dan efisien dalam Provinsi dan belanja daerahnya. Prioritasi yang jelas sangat diperlukan Kabupaten/ dalam perencanaan daerah. Kota Kabupaten/Kota memiliki peranan yang besar dalam sektor pendidikan. Dalam  Peningkatan Alokasi belanja pendidikan di Kabupaten/ Pemerintah 5 tahun. belanja pendidikan Kabupaten/Kota meningkat lebih dari dua kali Kota perlu diarahkan pada upaya peningkatan kualitas Kabupaten/ lipat secara riil. Peningkatan belanja pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota pendidikan dan tenaga kependidikan, terutama untuk Kota menyebabkan kesenjangan sumber daya fiskal untuk pendidikan mengecil. pelayanan kelompok miskin, terpencil, dan tertinggal. Alokasi belanja pendidikan yang tepat sasaran berdampak pada meningkatnya angka rata-rata lama sekolah di Gorontalo yang sekarang masih rendah. Alokasi belanja program pendidikan Gorontalo mengalami peningkatan Membaiknya kondisi pendidikan di Gorontalo perlu diikuti Pemerintah rata-rata 9.5 persen per tahun. Sebagian besar belanja program pendidikan oleh komitmen dan konsistensi kebijakan pemerintah Provinsi dan Gorontalo dialokasikan untuk dua program. Kedua program yaitu Program daerah. Alokasi anggaran pendidikan yang memadai oleh Kabupaten/ Pendidikan Menengah dan Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga pemerintah daerah untuk memastikan dan menjamin Kota Kependidikan. Belanja pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota dialokasikan keberlanjutan kualitas dan masa depan pendidikan di untuk Program Penuntasan Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun. Beberapa program Gorontalo. pendidikan di Gorontalo mengandalkan pembiayaan dari pusat, seperti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Nonformal. Gorontalo mengalami kemajuan signifikan dalam capaian sektor pendidikan. Kebijakan Pemerintah daerah perlu fokus pada peningkatan Pemerintah Gorontalo telah berhasil meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk Angka Partisipasi Murni (APM) dan kelulusan siswa Sekolah Provinsi dan pendidikan dasar. Disisi lain, Gorontalo masih harus mengejar capaian APM Menengah. Disparitas Kualitas layanan pendidikan menengah Kabupaten/ untuk tingkat pendidikan menengah. antar kabupaten-kota perlu diminimalisir melalui koordinasi Kota dan sinergitas program pendidikan Provinsi dan kabupaten- kota. Pendidikan Gorontalo telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan menengah. Perlu dipikirkan sebuah intervensi yang mengatasi langsung Pemerintah khususnya untuk kelompok miskin. Rata-rata lama sekolah mengalami masalah disinsentif untuk bersekolah. Tertinggalnya angka Provinsi peningkatan walaupun masih tertinggal dari provinsi lain di Sulawesi. rata-rata lama sekolah karena anak usia sekolah yang terjun langsung ke lapangan pekerjaan. dan biasanya di sektor informal. Sebagai pilihan, kegiatan PRODIRA dapat diarahkan untuk mengatasi masalah disinsentif ini. Berbagai faktor pendukung pendidikan belum dapat menghasilkan output Perlu dievaluasi lebih jauh apakah rendahnya konversi faktor- Pemerintah pendidikan yang diharapkan. Efisiensi teknis sektoral tingkat Kabupaten/Kota faktor input pendidikan menjadi output-output pendidikan Provinsi dan di Gorontalo tergolong rendah apabila dibandingkan dengan Kabupaten/Kota (efisiensi teknis) disebabkan oleh ketidakefisienan faktor- Kabupaten/ lain di Indonesia. faktor input ataukah ketidakefektifan faktor-faktor output. Kota Dari evaluasi ini dapat dibuat sebuah intervensi yang tepat untuk meningkatkan tingkat konversi faktor-faktor input menjadi output-output pendidikan. Program Pendidikan Gratis adalah pemberian bantuan operasional untuk Pemerintah Provinsi Gorontalo perlu meningkatkan alokasi Pemerintah peningkatan pelayanan di bidang pendidikan. Pemerintah Gorontalo sharing komponen pembiayaan pendidikan personalia siswa Provinsi dan mengalokasikan belanja yang besar untuk Prodira. Penerapan Prodira di yang ditanggung oleh orang tua siswa. Selain itu, pemerintah Kabupaten/ tingkat Kabupaten/Kota bervariasi. daerah di Gorontalo perlu mengurangi beban pendidikan Kota orang tua melalui APBD. Kejelasan sharing pembiayaan pendidikan antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Gorontalo penting untuk memastikan keberlanjutan program Pendidikan Gatis (PRODIRA). 81 82 Bidang Temuan Rekomendasi Pelaku Pemerintah Provinsi Gorontalo memfokuskan pelayanan Kesehatan Gratis Percepatan pencapaian visi Gorontalo Sehat. Mandiri Pemerintah melalui jaminan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin dan meningkatkan dan Berkeadilan dapat dilakukan melalui ; (a) penataan Provinsi kualitas kesehatan masyarakat. Program untuk menjaga stabilitas kesehatan sistem dan peningkatan jangkauan pemerataan dan mutu dilakukan dengan upaya menekan angka morbiditas. Hal ini didukung oleh pelayanan kesehatan yang berkeadilan ; (b) Penataan ulang Belanja kesehatan di Gorontalo terus meningkat. distribusi tenaga kesehatan antar kab-kota melalui kebijakan pemerintah daerah yang terkoordinasi dan akuntabel ; (c) Mendorong semua pihak untuk terlibat langung atau tidak Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 langsung untuk bersama menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat. dari hulu (Bupati) hingga hilir (RT/ RW) membenahi kebijakan kesehatan. Konsistensi belanja kesehatan Pemerintah Provinsi tidak seperti belanja pada Meningkatkan efesiensi penggunan belanja kesehatan Pemerintah tingkat Kabupaten/Kota. Belum terlihat adanya konsistensi belanja program dengan mengurangi secara bertahap proporsi belanja Provinsi dan kesehatan di tingkat provinsi. Belanja program kesehatan di tingkat provinsi pegawai. Saatnya memfokuskan belanja untuk kesehatan Kabupaten/ difokuskan pada program bina usaha kesehatan. terutama untuk penanganan Balita Gizi Buruk, AKI, AKB, dan Kota AKABA serta pada peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas kesehatan untuk daerah yang masih minim. Kesehatan Pembangunan sektor kesehatan pada periode 2007-2012 difokuskan pada Perlunya mengoptimalkan sistem perlindungan kesehatan Pemerintah pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan masyarakat. Ketersediaan sarana ibu hamil dan anak. Permasalahan kesehatan ibu hamil dan Provinsi dan dan prasarana Gorontalo meningkat dalam 5 tahun terakhir. Jumlah tenaga Gizi buruk masih menjadi persolan serius yang dihadapi Kabupaten/ kesehatan di Provinsi Gorontalo terus meningkat dalam periode 2007-2012. pemerintah daerah dalam pencapaian target MDGs dan Kota Rasio pelayanan dokter dan polindes di Gorontalo termasuk baik dibandingkan pemenuhan target Standar Pelayanan Minimal (SPM). provinsi lainnya di Sulawesi, sementara rasio pelayanan rumah sakit dan Perhatian terhadap pembiayaan kesehatan diantaranya puskesmas termasuk yang terendah. untuk (a) peningkatan jaminan kesehatan masyarakat, (b) biaya operasional pelayanan kesehatan dasar (BOK), dan (c) biaya kelengkapan dan ketersediaan fasilitas kesehatan dasar. Kecukupan gizi bagi balita di Gorontalo masih menjadi permasalahan yang Penanganan masalah Gizi buruk di Gorontalo perlu dimulai Pemerintah dihadapi Provinsi Gorontalo. dari perbaikan taraf ekonomi keluarga miskin. Tanggung Provinsi dan jawab perbaikan gizi buruk bukan hanya dilakukan oleh Kabupaten/ Dinas Kesehatan namun merupakan tanggung jawab Kota bersama lintas sektor dan stakeholder. Perlunya penanganan secara khusus pada daerah daerah rawan gizi buruk serta sosialisasi untuk membangun swadaya/kesadaran kolektif masyarakat terhadap penanganan gizi buruk. Lampiran 2. Gorontalo PEA Update Budget Master Table     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012   PENERIMAAN                         102 PAD 116.539 181.691 266.938 277.059 361.462 332.497 107.046 192.419 225.045 259.030 0 332.497 411 Pajak Daerah 52.779 86.952 105.689 125.009 166.309 176.586 68.032 96.862 105.456 141.754 174.477 176.586 412 Retribusi Daerah 34.712 55.278 69.272 34.288 30.872 34.264 10.487 49.031 47.982 23.538 35.429 34.264 Hasil Pengelolaan 413 Kekayaan Daerah yang 4.163 4.679 7.181 8.155 12.489 10.733 2.792 2.512 7.769 5.171 10.484 10.733 Dipisahkan Lain-lain Pendapatan 414 24.885 34.782 84.796 109.607 151.792 110.915 25.736 44.013 63.838 88.568 109.803 110.915 Asli Daerah Yang Sah 103 Dana Perimbangan 1.490.920 2.094.088 2.344.089 2.318.671 2.599.381 2.605.010 1.265.376 2.099.559 2.335.722 2.325.069 0 2.605.010 421 Dana Bagi Hasil Pajak 84.485 107.140 140.767 154.468 163.807 112.032 73.921 122.335 134.005 164.976 149.546 112.032   Bagi Hasil Bukan Pajak 2.391 20.532 4.419 3.409 1.197 353.382 5.344 15.503 2.839 1.672 1.382 353.382 422 Dana Alokasi Umum 1.227.958 1.678.311 1.844.415 1.922.336 2.156.208 1.948.949 1.053.345 1.678.311 1.844.394 1.919.964 2.153.940 1.948.949 423 Dana Alokasi Khusus 176.086 288.104 354.489 238.457 278.169 190.647 132.766 283.410 354.484 238.457 278.146 190.647 BAGIAN LAIN-LAIN 105 176.425 276.748 234.315 489.395 697.582 295.533 186.317 289.081 215.529 444.174 0 295.533 PENERIMAAN YANG SAH 431 Pendapatan Hibah 32.000 66.293 15.000 34.518 81 0 47.500 40.742 6.493 38.813 81 0 432 Dana Darurat 10.557 48.749 7.274 46.075 0 0 8.927 74.000 10.069 9.866 104.849 0 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan 433 23.872 71.486 72.240 124.499 52.922 51.352 28.960 33.368 68.850 116.469 50.884 51.352 Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan 434 109.996 82.220 119.613 178.711 517.238 241.628 100.918 133.732 109.961 176.114 412.644 241.628 Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari 435 Provinsi atau Pemerintah 0 8.000 15.500 12.167 21.962 0 12 5.000 1.500 11.616 21.962 0 Daerah Lainnya 83 84     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan 436 0 0 0 83.625 0 0 0 0 9.179 1.497 0 0 Pemerintah Daerah Lainnya   Pendapatan lainnya 0 0 4.687 9.799 105.380 2.552 0 2.239 9.478 89.798 99.324 2.552   Total penerimaan 1.783.884 2.552.527 2.845.342 3.085.124 3.658.425 3.233.040 1.558.739 2.581.059 2.776.296 3.028.273 0 3.233.040 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014  BELANJA  BELANJA MENURUT URUSAN    URUSAN WAJIB 2.131.476 2.641.830 2.840.491 2.794.702 3.643.794 3.201.833 1.343.920 2.349.993 2.527.450 2.593.139 3.351.682 3.201.833 1 Pendidikan 440.358 633.444 739.487 887.409 1.238.998 1.125.649 254.802 611.732 704.103 752.936 1.118.820 1.125.649 2 Kesehatan 140.838 223.866 289.516 300.348 352.144 344.750 83.309 205.499 265.278 281.060 356.466 344.750 3 Pekerjaan Umum 568.839 675.917 655.669 465.676 598.322 375.805 325.038 510.141 570.474 372.313 513.464 375.805 4 Perumahan 37.136 9.272 10.359 10.224 8.416 6.605 9.856 8.499 9.865 8.009 7.834 6.605 5 Penataan Ruang 6.445 8.933 9.273 5.107 7.621 9.836 1.632 7.525 7.799 4.702 6.157 9.836 Perencanaan 6 28.299 32.632 38.936 37.140 40.936 40.192 17.159 27.692 32.923 34.955 38.656 40.192 Pembangunan 7 Perhubungan 22.087 29.220 40.011 39.944 44.151 40.679 12.840 25.682 31.047 35.734 41.861 40.679 8 Lingkungan Hidup 20.822 24.011 26.474 24.137 32.703 31.714 7.896 22.468 22.072 23.085 31.012 31.714 9 Pertanahan 1.169 23.632 7.772 26.461 20.727 26.024 19.350 22.117 5.863 23.098 19.873 26.024 Kependudukan dan 10 7.660 6.651 9.222 7.683 14.303 15.561 4.535 6.403 8.544 7.279 13.620 15.561 Catatan Sipil Pemberdayaan 11 15.105 8.085 7.632 6.856 5.999 4.891 2.930 7.878 7.492 6.741 9.340 4.891 Perempuan Keluarga Berencana dan 12 1.537 5.454 7.364 9.603 16.530 15.408 296 5.198 7.128 9.168 12.577 15.408 Keluarga Sejahtera 13 Sosial 20.917 16.559 19.003 18.697 38.122 34.914 17.797 15.446 13.818 19.818 36.379 34.914 14 Tenaga Kerja 15.959 22.223 18.519 16.644 25.093 26.160 11.839 19.774 14.452 17.282 24.297 26.160 Koperasi dan Usaha Kecil 15 10.843 16.698 14.453 8.861 22.974 22.965 9.093 15.794 9.928 10.054 22.420 22.965 Menengah 16 Penanaman Modal 4.033 7.088 6.837 3.403 6.709 6.785 8.062 6.781 3.812 3.364 6.452 6.785 17 Kebudayaan 2.684 4.143 3.045 4.555 4.645 2.752 2.015 3.909 2.908 4.457 4.336 2.752 18 Pemuda dan Olah Raga 21.553 14.544 9.728 8.201 12.461 16.961 7.668 13.391 8.886 9.305 12.038 16.961     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Kesatuan Bangsa dan 19 20.897 33.548 41.074 30.408 52.074 50.918 17.308 31.298 33.751 35.340 49.075 50.918 Politik Dalam Negeri 20 Pemerintahan Umum 723.754 801.088 843.404 846.977 1.047.540 952.204 497.648 741.932 728.423 896.132 973.813 952.204 Pemberdayaan 22 12.467 23.582 24.182 11.380 25.738 26.249 10.548 20.274 18.678 13.242 25.110 26.249 Masyarakat dan Desa 23 Statistik 463 33 347 396 422 405 2.417 26 334 377 421 405 24 Arsip 69 1.398 287 580 196 301 557 1.233 265 538 145 301 Komunikasi dan 25 7.541 8.960 9.715 9.354 10.643 10.736 8.476 8.741 10.573 9.495 11.805 10.736 Informatika 26 Perpustakaan 0 0 3.650 3.329 7.048 6.598 0 0 4.367 4.020 6.530 6.598 27 Ketahanan Pangan 0 10.849 4.531 11.329 9.279 6.774 10.849 10.557 4.667 10.634 9.178 6.774   URUSAN PILIHAN 170.349 204.524 190.569 147.142 253.510 261.864 130.200 191.875 183.038 166.932 241.126 261.864 1 Pertanian 87.663 114.204 101.418 75.645 131.580 140.765 69.785 108.549 92.517 87.116 127.168 140.765 2 Kehutanan 13.288 18.613 20.476 16.355 30.633 30.855 11.985 17.029 17.659 19.558 29.011 30.855 Energi dan Sumberdaya 3 8.123 4.474 4.499 3.880 2.736 8.390 4.044 4.302 4.680 4.294 2.534 8.390 Mineral 4 Pariwisata 10.840 11.927 7.918 7.069 11.090 11.224 7.934 11.342 8.194 8.153 10.727 11.224 5 Kelautan dan Perikanan 33.654 42.647 40.442 29.454 56.725 52.553 27.105 38.436 39.185 33.297 52.258 52.553 6 Perdagangan 5.221 6.772 8.269 8.529 12.251 9.373 3.641 6.603 8.481 8.384 11.115 9.373 7 Industri 10.559 4.249 3.841 3.863 4.316 4.484 4.685 4.153 3.935 3.784 4.188 4.484 8 Ketransmigrasian 1.001 1.638 3.706 2.348 4.180 4.222 1.021 1.461 8.386 2.346 4.126 4.222   TOTAL 2.301.825 2.846.354 3.031.059 2.941.845 3.897.304 3.463.697 1.474.120 2.541.867 2.710.489 2.760.071 3.592.807 3.463.697   BELANJA MENURUT KLASIFIKASI EKONOMI  Belanja tidak   #VALUE! 1.155.092 1.284.468 1.401.076 1.940.242 1.946.272 591.993 1.103.131 1.073.290 1.424.305 1.859.932 1.946.272 langsung   Pegawai 612.605 929.019 1.047.419 1.113.427 1.615.639 1.657.337 425.440 890.357 926.819 1.149.555 1.552.300 1.657.337   Bunga 0 0 188 633 1.000 750 0 0 0 594 580 750   Hibah/subsidi 17.629 88.344 57.679 85.287 132.519 98.711 30.299 84.652 26.777 83.233 124.513 98.711   Bantuan Sosial 36.134 33.994 62.111 59.042 54.012 39.854 34.941 32.396 52.999 54.262 49.942 39.854 Bagi Hasil ke Daerah   25.053 38.907 48.237 40.126 51.723 68.693 38.855 33.588 24.509 39.861 51.613 68.693 Bawahan 85 86     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Bantuan ke Daerah   68.004 60.607 66.117 93.584 76.775 69.823 59.351 60.063 41.354 91.912 76.027 69.823 Bawahan   Tidak Terduga 9.943 4.221 2.718 8.976 8.574 11.104 3.107 2.076 832 4.888 4.956 11.104 Bantuan kepada   #VALUE! 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Lembaga Vertikal Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014   Belanja langsung 1.532.457 1.691.262 1.746.591 1.540.768 1.957.063 1.517.425 882.127 1.438.736 1.637.198 1.335.766 1.732.875 1.517.425   Pegawai 225.435 182.160 166.912 179.073 211.346 180.079 83.772 168.478 162.885 173.534 206.141 180.079   Barang dan Jasa 509.399 548.931 583.561 523.963 720.305 625.289 332.753 503.192 563.735 517.916 686.756 625.289   Modal 797.622 960.170 996.117 837.732 1.025.412 712.057 465.601 767.065 910.578 644.316 839.979 712.057   Total 2.301.825 2.846.354 3.031.059 2.941.845 3.897.304 3.463.697 1.474.120 2.541.867 2.710.489 2.760.071 3.592.807 3.463.697  CHECK  BELANJA SEKTOR STRATEGIS (berdasarkan Urusan)    PENDIDIKAN 440.358 633.444 739.487 887.409 1.238.998 1.125.649 254.802 611.732 704.103 752.936 1.118.820 1.125.649   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 271.010 425.772 497.042 672.157 839.650 870.082 165.627 416.244 476.119 631.593 814.479 870.082   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 49.208 35.756 29.071 33.597 44.436 29.431 12.950 32.658 26.907 31.830 42.031 29.431   Belanja barang dan Jasa 41.847 50.234 60.970 50.980 135.557 67.254 29.556 45.621 54.513 45.663 127.329 67.254   Belanja modal 78.293 121.682 152.403 130.675 219.356 158.882 46.668 117.209 146.565 43.851 134.980 158.882   KESEHATAN 140.838 223.866 289.516 300.348 352.144 344.750 83.309 205.499 265.278 281.060 356.466 344.750   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 47.164 80.807 97.759 109.555 154.159 161.068 27.484 77.511 88.192 107.357 148.930 161.068   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 20.769 27.579 32.587 46.131 44.213 44.678 6.181 25.720 30.283 39.074 48.929 44.678   Belanja barang dan Jasa 37.448 46.342 58.863 58.273 71.755 86.438 16.928 42.361 50.527 51.948 82.589 86.438   Belanja modal 35.456 69.138 100.307 86.389 82.017 52.566 32.716 59.908 96.276 82.681 76.019 52.566   PEKERJAAN UMUM 568.839 675.917 655.669 465.676 598.322 375.805 325.038 510.141 570.474 372.313 513.464 375.805   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 12.945 24.058 25.826 14.376 35.372 34.841 15.199 23.331 12.769 14.167 34.019 34.841   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012   Belanja pegawai 19.132 7.942 9.277 8.473 7.169 4.993 5.303 6.730 7.574 7.680 7.182 4.993   Belanja barang dan Jasa 22.718 55.853 59.130 25.741 25.469 21.713 33.936 50.996 55.822 20.316 24.520 21.713   Belanja modal 514.044 588.063 561.437 417.086 530.312 314.257 270.600 429.085 494.309 330.151 447.744 314.257   PERUMAHAN 37.136 9.272 10.359 10.224 8.416 6.605 9.856 8.499 9.865 8.009 7.834 6.605   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 443 148 539 594 686 198 72 143 507 570 673 198   Belanja barang dan Jasa 9.570 2.844 6.105 2.484 2.301 2.299 2.776 2.572 5.819 2.004 2.234 2.299   Belanja modal 27.123 6.280 3.715 7.147 5.428 4.108 7.007 5.784 3.539 5.435 4.928 4.108   PERHUBUNGAN 22.087 29.220 40.011 39.944 44.151 9.836 12.840 25.682 31.047 35.734 41.861 9.836   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 7.312 13.032 14.537 10.925 19.480 1.687 5.367 12.390 9.924 10.623 18.854 1.687   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 2.389 2.347 2.698 3.040 3.207 297 925 2.079 2.584 2.684 2.833 297   Belanja barang dan Jasa 5.673 5.757 7.144 8.068 9.193 2.477 2.960 5.108 6.642 7.206 8.610 2.477   Belanja modal 6.713 8.084 15.631 17.911 12.271 5.376 3.588 6.105 11.896 15.220 11.564 5.376   PERTANIAN 87.663 114.204 101.418 75.645 131.580 40.192 69.785 108.549 92.517 87.116 127.168 40.192   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 16.383 38.689 34.915 20.154 59.593 14.155 21.576 36.969 24.433 27.255 58.166 14.155   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 10.157 7.784 5.961 5.106 6.223 3.612 5.877 7.193 5.863 5.438 5.986 3.612   Belanja barang dan Jasa 38.469 40.602 35.235 30.614 42.597 17.379 26.127 38.390 36.349 30.514 41.405 17.379   Belanja modal 22.654 27.130 25.306 19.770 23.167 5.046 16.204 25.997 25.872 23.908 21.611 5.046   KEHUTANAN 13.288 18.613 20.476 16.355 30.633 40.679 11.985 17.029 17.659 19.558 29.011 40.679   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 6.832 9.514 11.064 5.972 16.336 19.677 7.809 9.213 7.567 7.681 15.619 19.677   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 1.125 1.391 1.123 920 1.613 2.587 400 1.248 1.172 1.066 1.575 2.587   Belanja barang dan Jasa 4.719 5.516 5.903 6.493 8.011 7.559 2.830 5.274 6.334 6.696 7.379 7.559 87 88     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012   Belanja modal 611 2.193 2.385 2.969 4.673 10.855 947 1.294 2.586 4.116 4.438 10.855 KELAUTAN dan   33.654 42.647 40.442 29.454 56.725 31.714 27.105 38.436 39.185 33.297 52.258 31.714 PERIKANAN   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 5.085 10.312 10.051 5.203 15.935 11.239 6.079 9.993 6.047 6.802 15.558 11.239 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 4.392 2.451 2.088 1.469 1.955 4.592 1.618 2.307 2.128 1.654 1.692 4.592   Belanja barang dan Jasa 10.895 7.908 10.832 8.939 19.251 6.880 6.331 6.494 10.573 10.498 16.312 6.880   Belanja modal 13.283 21.975 17.471 13.843 19.583 9.002 13.077 19.642 20.438 14.344 18.696 9.002 PEMUDA dan OLAH   21.553 14.544 9.728 8.201 12.461 26.024 7.668 13.391 8.886 9.305 12.038 26.024 RAGA   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 650 2.664 2.823 1.698 3.182 0 622 1.814 2.802 2.723 3.088 0   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 8.309 2.052 1.274 1.304 1.841 258 1.500 2.650 1.210 1.427 1.803 258   Belanja barang dan Jasa 8.390 5.851 4.494 4.336 5.904 1.276 5.194 5.359 3.937 4.443 5.725 1.276   Belanja modal 4.204 3.977 1.136 863 1.534 24.490 352 3.568 936 712 1.422 24.490   PERPUSTAKAAN 0 0 3.650 3.329 7.048 15.561 0 0 4.367 4.020 6.530 15.561   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 0 0 1.179 1.142 4.273 7.591 0 0 1.420 1.761 3.895 7.591   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 0 0 770 495 833 2.225 0 0 654 519 794 2.225   Belanja barang dan Jasa 0 0 1.057 1.474 1.702 4.898 0 0 1.485 1.525 1.607 4.898   Belanja modal 0 0 645 218 241 847 0 0 809 216 234 847   KETAHANAN PANGAN 0 10.849 4.531 11.329 9.279 4.891 10.849 10.557 4.667 10.634 9.178 4.891   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 0 4.285 3.314 5.889 7.082 2.821 4.285 4.191 3.055 5.687 7.069 2.821   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 0 1.287 56 376 311 359 1.287 1.268 62 375 309 359   Belanja barang dan Jasa 0 4.862 418 3.956 1.806 1.666 4.862 4.689 764 3.615 1.725 1.666   Belanja modal 0 416 743 1.108 80 45 416 409 785 957 76 45     Anggaran (konsolidasi. dalam Rp juta)     Realisasi (konsolidasi. dalam Rp juta)   2007 2008 2009 2010 2011 2012 2007 2008 2009 2010 2011 2012 KB DAN KELUARGA   1.537 5.454 7.364 9.603 16.530 15.408 296 5.198 7.128 9.168 12.577 15.408 SEJAHTERA   Belanja tidak langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 708 919 1.194 2.137 6.874 6.647 0 897 1.179 2.022 5.201 6.647   Belanja langsung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0   Belanja pegawai 261 975 966 947 1.642 1.097 194 967 899 919 510 1.097   Belanja barang dan Jasa 469 1.027 1.033 2.539 3.947 3.610 4 971 910 2.400 3.230 3.610   Belanja modal 98 2.534 4.172 3.981 4.067 4.054 98 2.362 4.139 3.827 3.636 4.054 89 Analisis Keuangan Publik Gorontalo 2014 90