93421 Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat BAPPENAS PNPM PERDESAAN EVALUASI DAMPAK April 2012 PNPM PERDESAAN EVALUASI DAMPAK APRIL 2012 DAFTAR ISI TABEL vi UCAPAN TERIMA KASIH 6 Tabel 1: DISTRIBUSI BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT vii ABSTRAK BERDASARKAN JENIS KEGIATAN PADA TAHUN 2009 ix DAFTAR SINGKATAN 12 Tabel 2: VARIABEL DINAMIKA SOSIAL DAN TATA KELOLA x RISALAH EKSEKUTIF 35 Tabel 3: 1 I. LATAR BELAKANG PERUBAHAN CATATAN KONSUMSI RIIL PER KAPITA 5 II. PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN 36 Tabel 4: MASYARAKAT–KOMPONEN PERDESAAN RUMAH TANGGA KELUAR DARI KEMISKINAN 9 III. METODOLOGI 37 Tabel 5: RUMAH TANGGA PINDAH KE KEMISKINAN 15 IV. HASIL ANALISIS 38 Tabel 6: 25 V. DISKUSI DAN KESIMPULAN PERUBAHAN AKSES RUMAH TANGGA UNTUK PERAWATAN RAWAT JALAN 30 VI. REKOMENDASI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 39 Tabel 7: 31 REFERENSI DAFTAR PUSTAKA PERUBAHAN TINGKAT TRANSISI DARI PENDIDIKAN DASAR SAMPAI SEKOLAH MENENGAH BAWAH 43 LAMPIRAN 1: METODOLOGI 40 Tabel 8: 51 LAMPIRAN 2: CATATAN TENTANG PERUBAHAN STATUS PEKERJAAN PERHITUNGAN DAYA 40 Tabel 9: 54 LAMPIRAN 3: RINGKASAN EKSEKUTIF DARI STUDI PERUBAHAN MODAL SOSIAL DAN INDIKATOR KUALITATIF TATA KELOLA 43 Tabel A1.1: Penulis TABEL A1.1: DISTRIBUSI KECAMATAN COCOK John Voss MENURUT PROVINSI Foto Dokumentasi PNPM Support Facility 46 Tabel A1.2: TES MENYEIMBANGKAN UNTUK KOVARIAN Dicetak 250 exemplar 47 Tabel A1.3: Diterbitkan oleh PNPM Support Facility Jakarta, Indonesia, 2012 TABEL RATA–RATA UNTUK INDIKATOR DI KEADAAN AWAL Dicetak di Jakarta, Indonesia 49 Tabel A1.4: Segala pandangan yang yang disampaikan dalam karya GARIS KEMISKINAN PERDESAAN PROVINSI tulis ini adalah milik penulis dan tidak mencerminkan DIGUNAKAN UNTUK PENETAPAN pandangan PNPM Support Facility atau pihak-pihak manapun yang tercantum disini. STATUS KEMISKINAN 52 DAFTAR PARAMETER UNTUK PERLAKUAN CLUSTER YANG DITUGASKAN DENGAN TINDAKAN BERULANG ii iii UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK Laporan ini dikerjakan oleh tim dari PNPM Support Facility kepada Surveymeter, pelaksana pengumpulan data SEDAP Laporan ini merupakan hasil dari evaluasi quasi-experimental bagi rumah tangga termiskin, kelompok marjinal (termasuk (PSF) yang dipimpin oleh John Voss. Natasha Hayward 2007 dan 2009/2010, untuk proses pengumpulan data yang terhadap program PNPM Perdesaan yang dirancang untuk rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan serta merupakan Task Team Leader dan Jan Weetjens memberikan sangat baik serta masukan awal terhadap instrument survey menilai dampak program terhadap kesejahteraan rumah rumah tangga yang kepala rumah-tangganya berpendidikan bimbingan secara menyeluruh. Yulia Herawati dan Gregorius dan metodologi kerja lapangan. Tim Surveymeter dipimpin tangga, pengurangan kemiskinan, akses ke layanan umum, rendah) tidak mendapatkan manfaat yang sama dalam hal K. Endarso mengawasi pengumpulan dan cleaning data. oleh Wayan Suriastini di bawah pengawasan menyeluruh dari lapangan pekerjaan, dinamika sosial dan tatakelola. Evaluasi kesejahteraan rumah tangga dan pengurangan kemiskinan, Dukungan kritis diberikan oleh Lina Marliani, Ritwik Sarkar, Bondan Siloki. ini dilaksanakan di 17 propinsi dengan mewawancarai 6.319 tetapi mengalami peningkatan akses ke layanan rawat jalan. Juliana Wilson, Lily Hoo, Arya Gaduh dan Christine Panjaitan. rumah tangga dan 26.811 individu dari 300 kecamatan secara Berkaitan dengan aspek dinamika sosial dan tatakelola, PNPM Pengembangan konseptual dari evaluasi ini dipimpin oleh Akhirnya, tim evaluasi mengucapkan terima kasih kepada panel (baseline di 2007 dan survey akhir di 2009/2010). memiliki dampak positif terhadap modal sosial dan tatakelola Susan Wong, Task Team Leader pada saat evaluasi ini dimulai ribuan rumah tangga dari 17 propinsi di seluruh Indonesia Pendekatan propensity score matching dilakukan untuk di dalam program, namun dampak ini belum menjalar ke (2008-2009). Masukan kualitatif dalam laporan ini berasal yang telah merelakan waktunya untuk memberikan data memilih sampel kecamatan yang berpartisipasi dalam PNPM proses pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat dari evaluasi yang dilakukan oleh sebuah tim dari Lembaga yang sangat berharga kepada tim melalui survey. Pemerintah di awal 2007 dan kecamatan pembanding yang memiliki desa. Dampak terlihat paling menonjol di daerah miskin dan Penelitian SMERU yang dipimpin oleh Muhammad Syukri dan Indonesia dan PSF memberikan dukungan finansial untuk karakteristik yang sama berdasarkan data PODES 2005 yang terpencil dimana kebutuhan warga miskin dan masyarakat dipublikasikan secara terpisah sebagai laporan tersendiri. melaksanakan evaluasi ini. mulai berpartisipasi dalam PNPM di 2009/2010. Evaluasi umum saling terkait untuk memenuhi kekurangan prasarana. kualitatif juga dilakukan di 18 desa di 3 propinsi di tahun Dampak program kurang efektif untuk daerah yang kurang Tim evaluasi ini mendapat masukan dan bimbingan signifikan Pandangan dan pendapat dalam laporan ini berasal dari 2007 dan 2010 untuk memperdalam pemahaman terhadap miskin dan tidak terlalu terpencil dimana kekurangan dari Scott Guggenheim (AUSAID), Susanne Holste (PSF), Sentot penulis dan tidak mencerminkan pandangan dari PSF maupun temuan evaluasi kuantitatif ini. Evaluasi ini menemukan prasarana tidak lagi terlalu signifikan, yang mengakibatkan Satria (PSF), Robert Wrobel (PSF), Vic Bottini (consultant, TNP2K), perorangan serta organisasi lain yang disebut dalam Ucapan bahwa rumah tangga yang berpartisipasi dalam program timbulnya perbedaan kepentingan antara masyarakat umum Jed Friedman (World Bank), dan Gus Papanek (BIDE). Laporan Terima Kasih ini. mendapat manfaat positif dalam bentuk peningkatan yang masih mencari pendanaan untuk kebutuhan prasarana ini juga menerima masukan berharga dari peer reviewers kesejahteraan rumah tangga melalui peningkatan konsumsi tambahan dengan warga miskin yang membutuhkan yang terdiri dari Vivi Alatas (World Bank), Asep Suryahadi per kapita riil dan peningkatan kesempatan untuk keluar pelatihan ketrampilan, modal, serta perbaikan akses terhadap (SMERU), Menno Pradhan (University of Amsterdam), Neil dari kemiskinan. Rumah tangga yang berpartisipasi juga layanan pendidikan dan kesehatan. McCullough (AUSAID) dan Marcus Goldstein (World Bank). mengalami peningkatan akses pelayanan kesehatan (rawat Tim juga mengucapkan terima kasih kepada: BAPPENAS, jalan) serta peningkatan kesempatan memperoleh lapangan khususnya Rudy S. Prawiradinata dan Vivi Yulaswati untuk pekerjaan. Walaupun dampak positif ini paling menonjol koordinasi dan dukungan mereka selama pengumpulan data di lapangan dan diseminasi hasil evaluasi; TNP2K, khususnya bimbingan dan masukan dari Sudarno Sumarto dan Elan Satriawan; serta Depdagri. Tim evaluasi juga berterima kasih iv v DAFTAR SINGKATAN BAPPENAS : Badan Perencanaan dan Pembangunan PODES : Potensi Desa Nasional PPK : Program Pengembangan Kecamatan BLM : Bantuan Langsung Masyarakat PSF : PNPM Support Facility BLT : Bantuan Langsung Tunai Polindes : Pondok Bersalin Desa BPR : Bank Perkreditan Rakyat Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu BPS : Badan Pusat Statistik Pustu : Puskesmas Pembantu CDD : Community Driven Development RT : Rukun Tetangga (Pembangunan Berbasis Masyarakat) RW : Rukun Warga Depdagri : Departemen Dalam Negeri Raskin : Beras Miskin EA : Enumeration Area (Area Pencacahan) SPP : Simpan Pinjam Kelompok Perempuan FGD : Focused Group Discussion (diskusi kelompok SEDAP : Survei Evaluasi Dampak PNPM terfokus) SUSENAS : Survei Sosial Ekonomi Nasional Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan KDP : Kecamatan Development Program Kemiskinan (Program Pengembangan Kecamatan) TPK : Tim Pengelola Kegiatan NMC : National Management Consultant (Konsultan Manajemen Nasional) PKH : Program Keluarga Harapan PKK : Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat vii pengambilan keputusan yang dilakukan sebelum menerima dana hibah. Dana inilah yang akan digunakan untuk mendanai pembangunan guna menjawab kebutuhan dan prioritas mereka sendiri. Sejumlah penelitian mengenai PPK, yang merupakan proyek pendahulu PNPM Perdesaan, menemukan adanya berbagai dampak positif dari program ini terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga, pemberantasan kemiskinan dan penyediaan layanan [lihat Alatas (2005) dan Voss (2008)]. Namun, ditemukan pula sejumlah permasalahan menyangkut efektivitas proyek, ketika program ini dikembangkan menjadi program nasional. Beberapa permasalahan itu, pertama, kelompok–kelompok yang terpinggirkan tidak merasakan manfaat dari program. Kedua, perluasan program mempengaruhi kualitas pelaksanaan program. Ketiga, soal efektivitas program di daerah–daerah yang tidak terlalu miskin. Keempat, waktu yang dibutuhkan untuk mengejawantahkan manfaat yang ada menjadi perbaikan dari sisi pembangunan berbasis masyarakat. Kelima, dampak dari proyek terhadap dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan belum dinilai dengan menggunakan metode kuantitatif, karena tidak memadainya data dari evaluasi PPK sebelumnya. Makalah ini berusaha menjawab permasalahan–permasalahan tadi melalui serangkaian indikator yang dikembangkan berdasarkan jawaban–jawaban atas pertanyaan dalam instrumen survei SUSENAS 2002. Selain itu, dibuat pula modul modal sosial dan tata kelola terpisah untuk menjawab pertanyaan inti dari penelitian berikut ini: • Apakah PNPM Perdesaan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga (diukur melalui peningkatan konsumsi per kapita riil)? • Apakah PNPM Perdesaan berhasil mengeluarkan rumah tangga miskin dari lingkaran kemiskinan? RISALAH EKSEKUTIF • Apakah anggota masyarakat di kecamatan–kecamatan perdesaan merasakan manfaat dari peningkatan akses Interaksi antara pemerintah dan lembaga donor dengan Dengan begitu, kapasitas masyarakat pada akhirnya juga akan dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan merupakan terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, selain masyarakat mengalami peningkatan signifikan sepanjang meningkat, sehingga mereka mampu melanjutkan agenda pengembangan lebih lanjut dari Program Pengembangan bertambahnya kesempatan kerja? dekade lalu. Hal ini terjadi, baik dalam proses pengambilan kebijakan maupun dalam pelaksanaan proyek melalui pembangunannya sendiri. Di samping itu, pola ini mendorong terwujudnya tata kelola pembangunan yang lebih baik. Hal Kecamatan/PPK (Kecamatan Development Project/KDP). • Apa dampak dari perubahan dalam indikator–indikator tadi terhadap kelompok masyarakat bantuan berbentuk pembangunan berbasis masyarakat ini ditandai dengan meningkatnya tuntutan masyarakat PNPM Perdesaan kini menjangkau lebih dari 60 ribu desa di miskin dan kurang beruntung? (Community–Driven Development/CDD). Pola ini menjadikan anggota masyarakat sebagai nahkoda pemegang kendali, terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. lebih dari 5.000 kecamatan, yang berarti mencakup seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia. Keberhasilan ini dicapai • Apakah PNPM Perdesaan mempengaruhi dinamika sosial dalam masyarakat dan kualitas dari tata kelola mulai dari perencanaan, perancangan, pelaksanaan hingga Pemerintah Indonesia telah mengambil pendekatan sejak 2010. Padahal, tiga tahun sebelumnya program ini baru pemerintah desa? pemantauan atas aktivitas proyek di lingkungannya. pembangunan berbasis masyarakat sebagai salah satu bagian dilaksanakan di 1993 kecamatan. pokok dari strategi pengurangan kemiskinan. Sebagian Metodologi riset dirancang untuk memastikan bahwa dampak Pendekatan berbasis masyarakat ini tidak hanya dibangun dari dari program pemberantasan kemiskinan bahkan telah Program ini menyediakan dana Bantuan Langsung yang ditemukan dapat diatribusikan kepada pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan, pengurangan kemiskinan, dilaksanakan melalui pendekatan ini.1 Andalan dari portofolio Masyarakat (block grant) sebesar Rp1 miliar hingga Rp 3,5 program. Sebuah panel rumah tangga disusun dari survei dan pembukaan akses terhadap serangkaian mekanisme program berbasis masyarakat ini adalah Program Nasional miliar (US$ 110.000 hingga US$ 365.000) bagi kecamatan rumah tangga nasional SUSENAS 2002, yang diikuti oleh pembangunan infrastruktur perdesaan, tapi juga melibatkan Pembangunan Masyarakat (PNPM), yang salah satu komponen penerima—tergantung dari jumlah penduduk dan tingkat survei terpisah pada 2007 (Survei Evaluasi Dampak PNPM atau upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam utamanya adalah PNPM Perdesaan. Program perdesaan ini kemiskinannya. Penduduk desa terlibat secara aktif dalam SEDAP 2007) dan 2010 (SEDAP 2010) terhadap sekelompok pengambilan kebijakan pembangunan. perencanaan partisipatif dan turut–serta dalam proses rumah tangga yang sama. 1 Program pembangunan berbasis masyarakat merupakan bagian dari Klaster 2 dari portofolio pemberantasan kemiskinan bersama–sama dengan Klaster 1 (program berbasis rumah tangga) dan Klaster 3 (pengembangan UMKM). viii ix Pendekatan pencocokan berdasarkan skor kecenderungan Kelompok yang kurang beruntung, selain mereka yang PNPM tidak memiliki dampak terhadap tingkat partisipasi terpencil. Dalam kondisi masih terdapat kesenjangan dalam (propensity score matching) digunakan untuk memilih miskin, lebih sulit mendapatkan manfaat program. sekolah. Tingginya tingkat partisipasi sekolah, baik di tingkat penyediaan infrastruktur dasar, kebutuhan–kebutuhan kecamatan yang mengikuti PNPM sejak 2007. Pendekatan Kelompok ini, antara lain rumah tangga yang dikepalai oleh dasar maupun di tingkat SMP, tidak menyisakan ruang kaum miskin pada umumnya selaras dengan kebutuhan serupa juga dilakukan terhadap kelompok kecamatan perempuan dan rumah tangga dengan kepala keluarga bagi PNPM untuk lebih menaikkan tingkat pemanfaatan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pengambilan pembanding yang memiliki karakteristik serupa berdasarkan yang tidak mengenyam pendidikan dasar. Manfaat yang kesempatan sekolah yang memang sudah tinggi. kebijakan dalam pelaksanaan sub–proyek pembangunan data dari sensus pedesaan PODES, yang berpartisipasi sejak mereka peroleh tidak signifikan atau lebih sedikit, baik dalam infrastruktur. Namun, ketika infrastruktur dasar sudah 2009/2010. konsumsi per kapita riil maupun dalam hal pergerakan ke luar PNPM berdampak terhadap ukuran–ukuran yang terkait tersedia, masyarakat menjatuhkan pilihannya pada berbagai dari kemiskinan, daripada daerah pembanding. dengan dinamika sosial dan tata–kelola dalam program. sub–proyek tambahan yang memiliki potensi dampak yang Sampel yang diambil terdiri dari 6.319 rumah tangga dan Namun, dampak–dampak tersebut belum menjangkau lebih sedikit untuk mengurangi kemiskinan. Proyek yang 26.811 individu dari 300 kecamatan di 17 provinsi. Penelitian Proporsi anggota masyarakat yang mendapatkan proses pengambilan keputusan yang lebih luas. Temuan dipilih pun berseberangan dengan kebutuhan lain yang kualitatif juga dilakukan di 18 perdesaan di 3 provinsi pada akses pelayanan kesehatan rawat jalan di daerah yang utama penelitian kualitatif mengindikasikan bahwa meskipun diusung oleh kaum miskin, yang umumnya terpusat di sekitar 2007 dan 2010 untuk meningkatkan pemahaman mengenai mengikuti PNPM sebesar 5,1% lebih tinggi daripada program PNPM memiliki efektivitas yang tinggi dalam pengembangan kapasitas dan keterampilan, serta akses temuan dari analisis kuantitatif. Hal ini memungkinkan adanya daerah pembanding. mendorong partisipasi masyarakat, serta meningkatkan ke permodalan. perkiraan perbedaan–dalam–perbedaan (difference–in– Di antara anggota masyarakat yang tidak sedang mencari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program, dampak differences) terhadap keenam kelompok indikator, yaitu: layanan kesehatan rawat jalan, kemungkinan anggota dan manfaat tadi tidak meluas ke tata–kelola pemerintahan PNPM tidak dipandang oleh masyarakat sebagai program masyarakat di daerah PNPM untuk mencari layanan rawat jalan desa/daerah secara umum. pemberantasan kemiskinan, melainkan program untuk • Konsumsi per kapita riil sebesar 5,1% lebih tinggi daripada rumah tangga di daerah seluruh masyarakat. Masyarakat memandang PNPM • Status kemiskinan pembanding. Tidak seperti indikator konsumsi per kapita dan Ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan kapasitas merupakan program untuk desa mereka, sehingga mereka • Penggunaan layanan kesehatan rawat jalan (outpatient) hasil pemberantasan kemiskinan yang tadi dibahas, kelompok masyarakat untuk mempengaruhi kendali kaum elit memilih sub–proyek infrastruktur berdasarkan kriteria mana • Tingkat pengangguran yang kurang beruntung juga merasakan manfaat yang dalam pengambilan kebijakan. Faktor lainnya yang kurang yang berdampak paling besar kepada masyarakat luas. • Tingkat partisipasi sekolah dasar dan SMP signifikan dalam hal perluasan akses pengobatan rawat jalan. mendukung adalah strategi pelaksanaan program yang Bukan berdasarkan pertimbangan mana yang memberikan • Ukuran dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan Di antara mereka yang tidak bekerja pada 2007, anggota semakin lama berubah menjadi sekadar rutinitas bagi masyarakat, serta kualitas partisipasi masyarakat yang masih kesempatan untuk kaum miskin. Hasil utama dari penelitian adalah sebagai berikut : masyarakat di daerah PNPM memiliki 1,4% kesempatan perlu ditingkatkan. Seiring dengan pengembangan PNPM dalam fasenya saat Sebagai hasil keikutsertaan dalam program PNPM, yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan ini sebagai program tingkat nasional, temuan–temuan peningkatan konsumsi per kapita riil bagi kalangan rumah dibandingkan dengan daerah pembanding. Namun Efektivitas PNPM dalam mengurangi kemiskinan dan di atas mengarah pada berbagai rekomendasi mengenai tangga miskin di daerah PNPM adalah 9,1% lebih tinggi demikian, PNPM tidak mengubah tingkat pengangguran memberikan manfaat bagi rumah tangga miskin mencapai pelaksanaan program dan riset yang dibutuhkan di masa daripada rumah tangga pembanding. Ini setara dengan secara keseluruhan. puncaknya saat kebutuhan kaum miskin selaras dengan depan, sebagai berikut: kenaikan konsumsi sebesar Rp 39.000 per kapita per bulan kebutuhan masyarakat. Penelitian kualitatif menunjukkan lebih tinggi dari penduduk di daerah pembanding. Hasil ini bahwa efektivitas PNPM lebih tinggi di daerah miskin dan Keberlanjutan pendanaan pembangunan infrastruktur juga menunjukkan bahwa PNPM merupakan peranti program dengan penekanan utama pada perawatan dan paling efektif, baik dalam menjangkau rumah tangga miskin kelanggengan infrastruktur. PNPM terus menjadi cara maupun rumah tangga di kecamatan miskin. efektif dalam upaya mewujudkan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat perdesaan guna Rumah tangga dalam kuintil (quintile) perkiraan konsumsi meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Program ini harus terendah tahun 2007 yang mengikuti PNPM mengalami berlanjut, sehubungan dengan masih tingginya kesenjangan peningkatan konsumsi per kapita riil sebesar 11,8% lebih ketersediaan infrastruktur di wilayah perdesaan. tinggi dibandingkan dengan daerah pembanding. Rumah Meski begitu, manfaat–manfaat tadi hanya akan tangga dalam kecamatan kuintil termiskin yang mengikuti berkesinambungan jika infrastruktur yang dibangun memiliki PNPM juga merasakan peningkatan serupa, yakni 12,7% lebih kualitas memadai untuk bisa terus digunakan secara efektif. tinggi dari daerah pembanding. Penelitian di masa depan harus memusatkan perhatian pada kualitas perawatan dan kesinambungan dari keseluruhan Sebagai tambahan, dampak positif juga dirasakan oleh rumah infrastruktur yang dibangun oleh program, selain juga melihat tangga yang berada di ambang kemiskinan, karena rumah mekanisme dan prosedur yang diterapkan untuk memastikan tangga dalam kuintil kedua dan ketiga juga mengalami bahwa perawatan yang memadai telah dilakukan. peningkatan konsumsi yang lebih tinggi daripada rumah tangga pembanding. Pendekatan terarah untuk alokasi Bantuan Langsung Masyarakat (block grant). Proporsi rumah tangga yang terbebas dari kemiskinan Sebagaimana dibahas sebelumnya, hasil terbesar justru di kecamatan yang mengikuti PNPM sebesar 2,1% lebih dicapai di daerah miskin dan terpencil. Jumlah bantuan tinggi ketimbang daerah pembanding. Namun, belum ada langsung masyarakat harus diarahkan ke daerah dengan dampak dari PNPM yang mencegah rumah tangga terperosok tingkat ketersediaan infrastruktur yang rendah untuk ke jurang kemiskinan. memaksimalkan dampak kemakmuran bagi rumah tangga. Riset tambahan dibutuhkan untuk memahami efektivitas Dampak terhadap rumah tangga yang tidak terlalu miskin program dalam konteks yang lebih luas (kemiskinan, terbatas. Secara umum, baik dari sisi konsumsi per kapita infrastruktur, kawasan) dan prosedur implementasi (ukuran riil, maupun dari sisi pemberantasan kemiskinan, tidak ada bantuan langsung masyarakat, lama waktu partisipasi dalam perubahan signifikan, baik di rumah tangga yang berada pada program), serta pertimbangan yang ada untuk menentukan kuintil konsumsi yang lebih tinggi, maupun di rumah tangga bagaimana menyesuaikan menu dan ukuran bantuan yang berada di kecamatan yang tidak terlalu miskin. x xi langsung masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang berbeda dalam konteks daerah. Strategi untuk mengatasi berbagai hambatan dalam upaya mewujudkan akuntabilitas sosial ke bawah (downward social accountability). Fakta bahwa institusi selain PNPM belum dapat menyamai tingkat transparansi dan kualitas tata–kelola PNPM, mengindikasikan bahwa tujuan utama peningkatan akuntabilitas sosial belum tercapai. PNPM memang bukan satu–satunya program yang bertanggungjawab untuk mengubah lingkungan pemerintahan daerah, namun PNPM merupakan salah satu jalan untuk memperkenalkan tata–kelola yang baik di kawasan perdesaan. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hambatan dalam mengadopsi prinsip transparansi dan akuntabiitas PNPM, yang disertai dengan penelitian mengenai perubahan desain yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tadi. Melanjutkan pemusatan perhatian pada kelompok–kelompok yang terpinggirkan. Harus ditentukan apakah pelaksanaan program sudah secara optimal memenuhi kebutuhan dari kelompok–kelompok yang terpinggirkan. Selain itu, perlu dipertimbangkan tambahan perubahan desain atau perubahan pendekatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Fokus yang baru terhadap partisipasi dan keterlibatan kaum miskin dan terpinggirkan dalam pengambilan keputusan. Untuk menghindari pendekatan program menjadi “rutinitas” semata, setelah dilakukannya perluasan cakupan dan seiring dengan lamanya pelaksanaan program di banyak lokasi, diperlukan upaya baru untuk memperkuat pendekatan utama dalam rangka melibatkan masyarakat dan melaksanakan aktivitas program. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kelompok terlibat dan berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan kebijakan yang terkait dengan siklus program. Penerusan pengumpulan data. Meski perluasan PNPM Perdesaan telah mencakup seluruh kecamatan di negeri ini, yang berarti tidak ada lagi wilayah yang bisa dijadikan wilayah pembanding (control areas), sifat panel dari survei masih akan berguna untuk menelusuri kemajuan dari berbagai indikator utama. Putaran Survei di 2012 dan 2014 perlu dilakukan untuk memastikan adanya pemeriksaan terhadap efektivitas program secara berkesinambungan. xii xiii I. LATAR BELAKANG xiv xv I. LATAR BELAKANG Dekade yang lalu diwarnai oleh terjadinya peningkatan kemiskinan dan perbaikan penyediaan layanan. Alatas (2005), menjawab pertanyaan inti penelitian berikut ini: interaksi antara pemerintah dan lembaga donor dengan dalam penelitiannya terhadap fase 1 PPK, menemukan bahwa masyarakat. Hal ini terjadi baik dalam pengambilan keputusan proyek maupun dalam implementasinya. Dengan PPK memberikan dampak positif terhadap konsumsi per kapita dalam perbandingan dengan kelompok pembanding • Apakah PNPM Perdesaan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga (diukur melalui peningkatan konsumsi per adanya keterlibatan masyarakat, diharapkan informasi di yang tidak mengikuti PPK. kapita riil)? tingkat daerah dapat mempengaruhi perencanaan, serta membangun keterampilan dan kapasitas masyarakat untuk Semakin lama suatu masyarakat mengikuti PPK, semakin besar • Apakah PNPM Perdesaan mengangkat rumah tangga miskin keluar dari kemiskinan? meneruskan agenda pembangunannya sendiri. Selain itu, peran aktif masyarakat diharapkan mampu menciptakan rasa pula manfaat yang diterima. Voss (2008) juga menemukan adanya peningkatan konsumsi yang signifikan, disamping • Apakah anggota masyarakat di kecamatan–kecamatan perdesaan merasakan manfaat dari peningkatan akses memiliki yang lebih tinggi di antara mereka untuk mengurangi terjadinya peningkatan akses rawat jalan dan peningkatan terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, disamping korupsi dan merawat proyek infrastruktur yang dibangun. kesempatan kerja bagi rumah tangga yang mengikuti fase bertambahnya kesempatan kerja? Pola ini pun diharapkan mampu mendorong terwujudnya tata–kelola yang lebih baik dengan meningkatkan permintaan kedua PPK. • Apa dampak dari sejumlah perubahan dalam indikator–indikator tadi terhadap kelompok masyarakat masyarakat terhadap transparansi dan akuntabilitas di Namun demikian, ada pula sejumlah permasalahan yang miskin dan kurang beruntung? lingkungan pemerintah daerah. muncul terkait dengan efektivitas program di masa mendatang. Beberapa temuan itu sebagai berikut: (1) Walaupun terdapat • Apakah PNPM Perdesaan mempengaruhi dinamika sosial dalam masyarakat dan kualitas tata–kelola Melalui pendekatan standar, bantuan dalam bentuk dampak positif bagi kaum miskin, kelompok–kelompok pemerintah desa? pembangunan berbasis masyarakat (CDD) berupaya untuk yang terpinggirkan tidak merasakan manfaat dari program. mencapai tujuan ini dengan menempatkan anggota (2) Seiring dengan perluasan program hingga mencakup Penelitian kualitatif juga dilakukan di 18 desa di 3 provinsi masyarakat sebagai pemegang kendali, mulai dari tahap seluruh kecamatan di Indonesia, kapasitas yang ada tertekan. dengan acuan waktu awal (baseline) pada 2007 dan acuan perencanaan, desain, pelaksanaan, hingga pemantauan Akibatnya, berpengaruh pada kualitas pelaksanaan program, waktu akhir (endline) pada 2010 untuk meningkatkan aktivitas proyek yang dilaksanakan dalam masyarakat. yang pada akhirnya juga mempengaruhi efektivitas program. pemahaman terhadap temuan dari analisis kuantitatif.5 Disamping tujuan–tujuan di atas yang membedakan antara (3) Program mulai dilaksanakan di wilayah yang secara rata–rata pendekatan CDD dan cara perwujudan proyek lainnya, tidak terlalu miskin, dibanding daerah pelaksanaan PPK yang Makalah ini akan disusun dengan pembagian bab pendekatan CDD juga berupaya mewujudkan tujuan memang diarahkan untuk memilih daerah miskin. Hal ini sebagai berikut: pembangunan yang sering diasosiasikan dengan pendekatan menimbulkan ketidakpastian mengenai efektivitas program tradisional. Tujuan ini adalah upaya meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat, yaitu peningkatan akses dalam konteks yang berbeda–beda3. (4) Diperlukan waktu yang lama untuk mengejawantahkan manfaat dari program • Bab 2 menyajikan informasi mengenai latar belakang dari program PNPM Perdesaan. terhadap pelayanan umum, pemberantasan kemiskinan, penyediaan kesempatan kerja dan peningkatan konsumsi. pembangunan berbasis masyarakat. Evaluasi PPK dilakukan dalam jangka lima tahun (2002–2007), sementara lokasi PNPM • Bab 3 menjelaskan metodologi yang digunakan untuk memilih sampel dan data yang dikumpulkan. Perdesaan baru menjalani program PNPM dalam jangka lebih • Bab 4 menyajikan temuan utama. Pemerintah Indonesia telah mengambil pendekatan ini sebagai salah satu bagian pokok dari strategi pengurangan kemiskinan pendek (dari 1 hingga 4 tahun). Hal ini akan mempengaruhi hasil evaluasi dampak PNPM. (5) Dampak proyek terhadap • Bab 5 membahas temuan yang ada dan mengajukan kesimpulan dari isu–isu utama yang dibahas sebelumnya. dan pelaksanaan sebagian dari program pemberantasan kemiskinan yang merupakan program berbasis masyarakat2. dinamika sosial dan tata–kelola pemerintahan belum dinilai dengan menggunakan metode kuantitatif. Ini disebabkan • Bab 6 memaparkan rekomendasi dan implikasi kebijakan. Andalan dari portofolio program berbasis masyarakat oleh tidak memadainya data dari evaluasi PPK sebelumnya. ini adalah Program Nasional Pembangunan Masyarakat (PNPM), yang salah satu komponen utamanya adalah PNPM Desain riset untuk evaluasi PNPM Perdesaan berupaya Perdesaan. PNPM Perdesaan dilaksanakan oleh Kementerian menjawab tantangan–tantangan tadi, dengan memanfaatkan Dalam Negeri, yang merupakan pengembangan lebih lanjut panel rumah tangga dari survei rumah tangga nasional dari Program Pengembangan Kecamatan/PPK (Kecamatan SUSENAS 2002. Juga digunakan survei terpisah yang 5 Penelitian ini akan menggunakan temuan utama dari penelitian kualitatif untuk meningkatkan pemahaman terhadap hasil dari analisa kuantitatif. Development Project/KDP). PNPM Perdesaan kini menjangkau dilakukan pada 2007 (Survei Evaluasi Dampak PNPM atau Untuk pembahasan lebih lanjut terhadap temuan penelitian kualitatif, lebih dari 60.000 desa di lebih dari 5.000 kecamatan, yang SEDAP 2007) dan 2010 (SEDAP 2010) yang dikumpulkan dari lihat SMERU (2010). mencakup seluruh kecamatan perdesaan di Indonesia. sekelompok rumah tangga yang sama.4 Serangkaian indikator yang dikembangkan berdasarkan jawaban–jawaban atas Penelitian terhadap PPK, yang merupakan proyek pendahulu pertanyaan dalam instrumen survei dalam SUSENAS 2002, PNPM, menemukan adanya dampak positif terhadap dan modul modal sosial serta tata–kelola, juga dibuat untuk peningkatan kesejahteraan rumah tangga, pemberantasan 3 Suatu penelitian mengenai EIRR untuk sub proyek infrastruktur PPK menyimpulkan bahwa hasil terbesar ditemukan di daerah yang miskin 2 Program pembangunan berbasis masyarakat merupakan bagian dari dan terpinggirkan dengan ketersediaan infrastruktur dasar yang rendah. Klaster 2 dari portofolio pengentasan kemiskinan bersama–sama dengan 4 Sampel dipilih dari SUSENAS 2002 untuk memenuhi kebutuhan evaluasi Klaster 1 (program berbasis rumah tangga) dan Klaster 3 (pengembangan dampak PPK2. Untuk evaluasi tersebut, SEDAP07 digunakan sebagai UMKM). survei pasca proyek. 1 2 II. PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT–KOMPONEN PERDESAAN 3 4 II. PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT–KOMPONEN PERDESAAN Selepas krisis ekonomi 1997, Pemerintah Indonesia dan Bank yang didanai oleh program, dengan penekanan khusus Dunia telah meningkatkan interaksinya dengan masyarakat pada kelompok–kelompok yang terpinggirkan (termasuk di dalam proyek pembangunan. Hal ini dilakukan melalui antaranya perempuan dan kaum miskin). perancangan proyek dengan menggunakan pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (CDD). Pada September Proyek ini menyediakan bantuan langsung masyarakat sebesar 2006, Pemerintah memutuskan untuk meluncurkan program Rp 1 miliar hingga Rp 3,5 miliar kepada kecamatan–kecamatan, baru dengan menggunakan pendekatan pembangunan yang tergantung pada besaran populasi penduduk dan berbasis masyarakat. Ini dimaksudkan untuk mempercepat tinggi rendahnya tingkat kemiskinan. Penduduk desa terlibat pengurangan kemiskinan dan meningkatkan kesempatan dalam perencanaan partisipatif dan proses pengambilan kerja guna mencapai tujuan yang digariskan dalam Rencana kebijakan sebelum menerima bantuan langsung masyarakat Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2005–2009) dan untuk mendanai kebutuhan dan prioritas pembangunan tujuan–tujuan pembangunan milenium (MDGs). Program yang mereka tentukan sendiri. Proposal desa—salah satunya pengurangan kemiskinan yang ada dipadukan ke dalam harus berasal dari kelompok perempuan—dikirim ke forum satu program besar, yakni Program Nasional Pemberdayaan kecamatan. Dalam forum ini, perwakilan desa melakukan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini dideskripsikan evaluasi atas proposal berdasarkan kriteria kemiskinan yang sebagai gerakan nasional dari para pemangku kepentingan ditentukan sebelumnya dan kemudian mengalokasikan untuk mengurangi kemiskinan dan menciptakan kesempatan pendanaan untuk proposal yang disetujui. kerja, yaitu dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dan Tabel 1: membangun kemandirian dalam upaya mencapai standar Siklus proyek pada umumnya berkisar 12–14 bulan, DISTRIBUSI BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT BERDASARKAN JENIS KEGIATAN PADA TAHUN 2009 kemakmuran masyarakat yang lebih baik. sebagaimana dijelaskan secara ringkas di bawah ini:6 Aktivitas Infrastruktur Umum (Jalan, Pendidikan Kesehatan Kredit Mikro Komponen perdesaan dari PNPM Mandiri, yakni PNPM Penyebarluasan informasi dan sosialisasi. Lokakarya Jembatan, Irigasi) Perdesaan, merupakan penerus dari Program Pengembangan diadakan di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan Kecamatan/PPK (Kecamatan Development Program/KDP). desa untuk menyebarluaskan informasi dan mempopulerkan Persentase Bantuan Langsung 65.97 12.71 4.31 17.12 PPK dimulai pada 1998 dan berlanjut dalam tiga fase hingga program ini. Masyarakat 2007 di sekitar 2.500 kecamatan. Tahun pertama PNPM Perdesaan melibatkan 1993 kecamatan sebagai kelanjutan Perencanaan partisipatif. Penduduk desa memilih dari PPK. Program ini kemudian diperluas pada 2008 dan fasilitator desa (satu laki–laki dan satu perempuan) untuk 2009 yang mencakup hampir seluruh kecamatan di Indonesia. mendukung sosialisasi dan proses perencanaan. Para Pada 2009, sebanyak 4.871 kecamatan di Indonesia ikut fasilitator menyelenggarakan pertemuan kelompok, termasuk oleh proyek. Selama 20097, pemilahan bantuan langsung berpartisipasi dalam program ini. Tujuan program secara pertemuan khusus perempuan, untuk membahas kebutuhan Pelaksanaan. Forum masyarakat PNPM Perdesaan memilih masyarakat berdasarkan jenis sub–proyek yang disetujui keseluruhan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat desa serta prioritas pembangunan yang mereka tentukan anggota yang akan menjadi bagian dari tim pelaksana yang adalah seperti terlihat pada tabel 1. miskin. Adapun tujuan–tujuan khususnya mencakup: sendiri. Konsultan sosial dan teknis di tingkat kecamatan dan bertugas mengelola pelaksanaan proyek. Fasilitator teknis kabupaten membantu upaya sosialisasi, perencanaan dan membantu tim pelaksana proyek dalam hal penyusunan PNPM dirancang untuk mencapai tujuannya melalui tiga • Peningkatan partisipasi masyarakat miskin yang belum sepenuhnya terlibat dalam proses pembangunan, pelaksanaan proyek. Penduduk desa kemudian menentukan proposal mana yang akan dikirim ke pertemuan lanjutan di desain proyek, penyusunan anggaran proyek, verifikasi kualitas dan supervisi. Pekerja yang dikontrak terutama berasal mekanisme utama berikut ini: (1) Proyek infrastruktur baru, termasuk jalan, jembatan, dan irigasi, yang dirancang untuk termasuk kaum miskin, perempuan dan masyarakat adat. tingkat kecamatan. Setiap desa dapat mengirim hingga dua dari desa yang menerima bantuan langsung masyarakat. meningkatkan produksi dan akses pasar bagi ekonomi • Peningkatan kapasitas institusi masyarakat di daerah. proposal kepada forum lanjutan ini, dengan persyaratan bahwa daerah, serta mencakup komponen uang–untuk–kerja • Peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk menyediakan layanan umum melalui pengembangan proposal kedua harus berasal dari kelompok perempuan. Akuntabilitas dan laporan perawatan. Selama masa pelaksanaan, tim implementasi melaporkan perkembangan (cash–for–work) selama masa konstruksi yang menyediakan kesempatan kerja sementara. (2) Jalan dan infrastruktur program, kebijakan dan anggaran yang memberikan Pemilihan proyek. Masyarakat kemudian bertemu di tingkat sebanyak dua kali dalam pertemuan desa terbuka. Di layanan umum, seperti sekolah dan puskesmas, yang akan manfaat kepada masyarakat miskin (pro–poor). desa dan kecamatan untuk menentukan proposal mana yang pertemuan terakhir, tim pelaksana menyerahkan proyek yang memungkinkan adanya akses lebih luas kepada layanan • Meningkatkan sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan pro–poor lainnya. harus didanai. Pertemuan ini terbuka bagi seluruh anggota masyarakat. Forum antardesa yang terdiri dari perwakilan desa sudah selesai kepada desa dan kepada sebuah komite yang akan mengelola operasi dan perawatan proyek. umum, dengan mengurangi waktu perjalanan dan biaya layanan. (3) Meningkatkan keterlibatan pemerintah, • Peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat serta pemerintah daerah dalam mengurangi kemiskinan. membuat keputusan akhir mengenai pendanaan proyek. Jenis proyek yang diizinkan mencakup semua investasi produktif, Bantuan langsung masyarakat dapat digunakan untuk keterampilan dan kapasitas masyarakat, serta kemauan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah. Dengan cara ini, kecuali beberapa jenis investasi yang dilarang dalam daftar mendanai pembangunan infrastruktur umum, kecuali yang diharapkan akan dihasilkan pemerintahan daerah yang lebih PNPM Perdesaan menggunakan pendekatan pembangunan larangan yang pendek. terdapat dalam daftar larangan. Mereka pun diizinkan untuk baik dan pengambilan keputusan yang lebih memberikan berbasis masyarakat dengan melibatkan seluruh anggota mengalokasikan hingga 25% dari bantuan langsung tunai manfaat bagi masyarakat. masyarakat. Hal ini dilakukan mulai dari tahap perencanaan, untuk aktivitas kredit mikro (micro–credit) yang dikelola pelaksanaan hingga pemantauan aktivitas masyarakat oleh kelompok simpan–pinjam perempuan, yang dibentuk 6 Diambil dari situs web proyek PNPM. Untuk deskripsi yang lebih terperinci, 7 Persentase ini konsisten dengan keadaan pada tahun kunjungi www.ppk.or.id. 2007 dan 2008. 5 6 III. METODOLOGI 7 8 III. METODOLOGI Kotak 1: Sumber Data SUSENAS adalah survei rumah tangga tahunan yang dilakukan oleh BPS dan dirancang untuk menilai keadaan Bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam memformulasikan metode sistematis pemilihan kecamatan kesejahteraan rumah tangga dalam skala nasional. Survei ini mewawancarai 200 ribu rumah tangga di setiap kabupaten pengambilan sampel, identifikasi manfaat di masa mendatang, untuk dimasukkan ke kelompok tahap 2007 atau 2009. di Indonesia. Mencakup antara lain pembahasan mengenai konsumsi rumah tangga, keadaan rumah, layanan kesehatan, dan isu mengenai data. Lihat Lampiran 1 untuk deskripsi yang Berhubung tidak ada pengacakan atau kriteria pemilihan perawatan pra–kelahiran, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. lebih terperinci. yang sistemastis dan khusus, evaluasi pun dilakukan dengan menggunakan teknis pencocokan skor kecenderungan Modul khusus yang membahas topik tertentu, seperti perumahan, kesehatan, budaya dan pendidikan dilakukan sebagai A. Identifikasi (propensity score matching). Dalam hal ini, sekelompok survei tersendiri secara bergiliran. Data yang ada mewakili keadaan di tingkat nasional dan kabupaten. variabel atau kovarian dipilih berdasarkan ketersediaan dan Pendekatan rancangan riset adalah menggunakan kemungkinan korelasinya, baik dengan keikutsertaan dalam PODES adalah sensus desa nasional, yang juga dilaksanakan oleh BPS, dan dilaksanakan tiga kali setiap tahunnya di metodologi yang paling tepat untuk memilih sampel yang PNPM Perdesaan 2007 maupun dengan indikator hasil. desa–desa di seluruh Indonesia. Data yang dihasilkan adalah rincian resmi tentang data di setiap desa di Indonesia, yang mampu menampilkan keterkaitan antara manfaat dan Sebanyak 150 pasang yang terdiri dari kelompok peserta mencatat informasi mengenai karakteristik (seperti ukuran tanah, populasi, pasokan air bersih) dan infrastruktur yang indikator PNPM Perdesaan setelah survei tindak lanjut PNPM 2007 dan kelompok pembanding yang sesuai, dipilih tersedia (jumlah sekolah, rumah sakit, dokter, pasar, transportasi dan institusi keuangan). Survei yang digunakan dalam pada 2010. sebagai bagian dari sampel. Test untuk membandingkan penelitian ini adalah versi 2005, yang mencakup data tentang 68.819 desa. Masalah utama dalam evaluasi program, yaitu di satu sisi, efektivitas dari prosedur pencocokan skor kecenderungan diinginkan adanya perbandingan antara keadaan wilayah yang menunjukkan, untuk semua kovarian yang bisa diamati, tidak berpartisipasi dan daerah yang tidak berpatisipasi, namun ada perbedaan yang signifikan berdasarkan keikutsertaan di sisi lain, tidak dimungkinkan untuk menemukan daerah dalam PNPM Perdesaan 2007. Berhubung kovarian–kovarian Data yang digunakan untuk pencocokan skor kecenderungan untuk konsumsi per kapita pada 2007 dan 2010 diambil yang tidak berpatisipasi sebagai pembanding. Sebagai jalan yang ada menunjukkan adanya keseimbangan antara diambil dari sensus perdesaan PODES 2005 yang dilakukan secara langsung dari survei SEDAP 2007 dan SEDAP 20109 keluar, kelompok pembanding harus dibuat untuk mewakili kelompok peserta PNPM Perdesaan 2007 dan kelompok oleh BPS. Data ini mencakup serangkaian variabel (lihat dengan menggunakan instrumen SUSENAS 2002.10 Data 2010 skenario keadaan tanpa proyek, yaitu terdiri dari kecamatan pembandingnya, dapat disimpulkan terdapat kemiripan Lampiran 1) yang menggambarkan kondisi infrastruktur, kemudian disesuaikan dengan menggunakan serangkaian yang memiliki kemiripan dengan kecamatan penerima yang tinggi di antara semua variabel yang dimasukkan dalam ekonomi dan kependudukan dari seluruh kecamatan yang penurun harga (deflator) untuk menemukan ukuran konstan PNPM. Untuk mengatasi permasalahan ini, riset dirancang proses pencocokan. Namun demikian, ada sejumlah catatan termasuk dalam sampel. Variabel kependudukan diambil 2007 tentang konsumsi perkapita 2010.11 Total dari setiap guna memanfaatkan pendekatan bertahap yang diambil yang perlu diperhatikan, meskipun metodologi ini merupakan melalui pengumpulan hasil survei rumah tangga SUSENAS. tahunnya kemudian dicatat dan dihitung perbedaannya. dalam pelaksanaan proyek untuk menetapkan kelompok jalan keluar terbaik untuk mengidentifikasi dampak di tengah Keuntungan dari penggunaan catatan dengan cara seperti pembanding (control group) dari kecamatan–kecamatan keterbatasan data yang ada. Metodologi ini tidak mencakup Instrumen survei terdiri dari pertanyaan survei rumah ini, yaitu perkiraan dapat ditafsirkan sebagai perbedaan yang mengikuti PNPM pada akhir 2009. Berhubung terdapat faktor yang tidak termasuk dalam proses pencocokan, yang tangga nasional SUSENAS 2002 dan modul untuk modal persentase dalam tingkat pertumbuhan dari konsumsi per kemiripan yang bisa diukur—mencakup serangkaian bisa saja menimbulkan bias dalam hasil penelitian. Meski sosial dan tata–kelola. Sehubungan dengan adanya kapita riil antara kelompok yang mengikuti PNPM di 2007 dan karakteristik yang dapat diamati—kelompok pembanding begitu, hal ini diatasi—hingga tingkat tertentu—oleh fakta keharusan dalam perancangan riset, bagian dari instrumen kelompok pembandingnya. yang ditetapkan ini dapat mewakili keadaan yang akan bahwa metode yang digunakan untuk memperkirakan yang tersedia untuk analisis dibatasi pada sebagian muncul seandainya PNPM tidak dilaksanakan. Kelompok dampak, menghilangkan faktor yang tidak berubah dari pertanyaan yang diambil dari instrumen inti SUSENAS 2002 Status kemiskinan ditetapkan berdasarkan garis yang turut serta dalam PNPM (treatment group) terdiri dari waktu ke waktu.8 serta dari modul yang terpisah untuk modal sosial dan tata kemiskinan provinsi yang ditetapkan BPS pada 2007 dan kecamatan yang mulai mengikuti PNPM Perdesaan pada 2007 kelola. Secara terperinci, bagian dari instrumen inti SUSENAS 2010. Rumah tangga digolongkan sebagai “miskin” dan “tidak dan kelompok pembanding (control group) yang terdiri dari B. Data 2002 yang diambil adalah sebagai berikut: miskin” berdasarkan konsumsi riil per kapita mereka yang kecamatan yang mulai mengikuti PNPM pada akhir 2009/awal diukur berdasarkan garis kemiskinan perdesaan BPS 2007 dan 2010. Analisis di bawah ini membandingkan keadaan di daerah Sumber data utama mencakup SUSENAS 2002, sensus Tingkat Rumah Tangga: 2010. Rumah tangga dalam survei kemudian digolongkan yang mengikuti PNPM dengan daerah yang tidak mengikuti Potensi Desa (PODES) 2005, Survei Evaluasi Dampak ke dalam empat kategori status kemiskinan: 1) tetap PNPM. Perbedaan yang terlihat antara indikator di kelompok kecamatan peserta PNPM Perdesaan mulai 2007 (treatment PNPM Perdesaan (SEDAP) 2007, dan survei SEDAP 2010. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan panel rumah • Bab VI dari SUSENAS 2002: karakteristik tempat tinggal, sanitasi dan akses ke air bersih; miskin, 2) tidak pernah miskin, 3) terbebas dari kemiskinan, 4) menjadi miskin. group) dan kelompok yang mengikuti PNPM Perdesaan mulai 2009 (control group) menggambarkan dampak yang bisa tangga berdasarkan data yang dikumpulkan dari survei SEDAP 2007 pada periode Agustus–September 2007. Sampel dipilih • Bab VII dari SUSENAS 2002: konsumsi rumah tangga akan makanan dan non–makanan; Indikator akses kepada layanan kesehatan juga disusun diatribusikan terhadap pelaksanaan program. dari rumah tangga yang berpartisipasi dalam SUSENAS 2002. Survei kedua terhadap rumah tangga yang sama dilakukan • Dinamika sosial dan modul tata kelola: partisipasi masyarakat dalam pertemuan dan aktivitas desa, dengan menggunakan variabel kategori “perubahan status”. Sampel untuk menilai akses pada indikator kesehatan Metodologi pencocokan skor kecenderungan (propensity pada awal 2010 (SEDAP 2010) untuk membentuk panel. kepercayaan terhadap anggota masyarakat dan petugas score matching) digunakan untuk menetapkan keadaan pemerintah, tindakan bersama, akses kepada informasi, 9 Pengeluaran untuk makanan didefinisikan sebagai jumlah belanja untuk tanpa program (counterfactual). Sampel keseluruhan mencakup 6.319 rumah tangga dari 300 akses kepada layanan dan penilaian mandiri (self keseluruhan kategori makanan dikali 30/7. Pengeluaran non makanan Idealnya, metode yang digunakan untuk menetapkan kecamatan, dengan 26.811 perseorangan untuk putaran survei assessment) terhadap tingkat kemiskinan. didefinisikan sebagai jumlah pengeluaran tahunan dibagi 12. Pengeluaran keadaan pembanding tanpa program (counterfactual) adalah 2007 dan 6.130 rumah tangga dari putaran survei 2009/2010. total dihitung sebagai jumlah pengeluaran untuk makanan dan non pemilihan kecamatan secara acak untuk berpartisipasi dalam Ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah responden lebih Level individu: makanan. 10 Waktu pelaksanaan survei yang dilakukan pada bulan Agustus/September program ini. Namun demikian, pemilihan kecamatan untuk kecil dari 3%. berpartisipasi dalam program tidak dilakukan secara acak. • Bab Va dari SUSENAS 2002: Kesehatan dan tidak pada bulan Januari mungkin mempengaruhi data ukuran • konsumsi yang dikumpulkan. Karena periode waktu ini adalah periode Selain itu, walaupun program ini bertujuan untuk menyasar Bab Vc dari SUSENAS 2002: Pendidikan • Bab Vd dari SUSENAS 2002: Kesempatan Kerja menjelang bulan puasa, diperkirakan bahwa perkiraan konsumsi sedikit daerah termiskin, adanya pertimbangan lain yang digunakan lebih tinggi dibandingkan pada bulan–bulan biasa. Perbedaan musiman juga dapat mempengaruhi perkiraan untuk menentukan keikutsertaan, membuat penggunaan 8 Pembahasan mengenai metode pencocokan dan perkiraan sengaja dibuat 11 Indeks persyaratan dagang petani (Farmers’ Terms of Trade Index), yang peta kemiskinan dan kriteria obyektif lain yang sudah ringkas dalam bab utama. Untuk pembahasan yang lebih terperinci, lihat Konsumsi diukur sebagai perubahan dalam konsumsi merefleksikan perubahan pada konsumen dan produsen di setiap ada menjadi tidak efektif. Karena itu, tidak dimungkinkan Lampiran 1. per kapita yang tercatat pada 2007 dan 2010. Ukuran propinsi, digunakan sebagai penurun harga (deflator). 9 10 terdiri dari individu masyarakat yang sakit, baik pada 2007 maupun kelompok pembandingnya, berdasaran ukuran sampel dalam SUSENAS. Di tingkat rumah tangga, 11 dari 16 maupun 2010. Untuk tingkat penggunaan rawat jalan ketika dampak dari keikutsertaan sebesar 0,14). Tambahan 50% rumah tangga dijadikan sampel dalam survei 2007. Pilihan sakit, para individu ini digolongkan ke dalam salah satu dari sampel dilakukan untuk memperhitungkan penurunan didasarkan pada urutan rumah tangga dalam daftar SUSENAS empat kategori: 1) Selalu mencari layanan rawat jalan, 2) Tidak keikutsertaan antara 2002 dan putaran survei terakhir di 2002, dengan ketentuan: rumah tangga nomor 12–16 menjadi pernah mencari layanan rawat jalan, 3) Baru mencari layanan 2009/2010. cadangan, jika ada rumah tangga di urutan 11 teratas yang rawat jalan di 2007, 4) Sebelumnya mencari layanan rawat sudah tidak lagi berada di lokasi EA. jalan, namun tidak lagi mencari di 2007. Kerangka sampel dibangun dari rumah tangga yang termasuk dalam SUSENAS 2002. Berhubung adanya tujuan Tingkat pengurangan responden untuk periode Status pekerjaan dihitung dengan dua metode. Mengikuti ganda dari survei SEDAP 2007, yakni: 1) survei penutupan 2007–2009/2010 adalah sekitar 2,8%. Dari total jumlah Suyadarma, Suryahadi and Sumarto (2005), disusun dua untuk evaluasi PPK2 (lihat Voss, 2008) dan 2) sebagai keadaan rumah tangga yang dijadikan sampel dalam survei 2007, pengukuran yang berbeda untuk tingkat pengangguran. awal pembanding (baseline) untuk evaluasi PNPM Perdesaan, sebanyak 6.143 responden diwawancarai kembali pada Ukuran pertama mengeluarkan pekerja yang enggan bekerja maka rumah tangga dipilih dari survei rumah tangga nasional 2009/2010. Survei ini mencoba untuk mengikutsertakan (discouraged workers) dan memasukkan populasi angkatan SUSENAS 2002. Penting untuk dicatat bahwa pemilihan semua rumah tangga yang meninggalkan lokasi asal mereka kerja aktif, yang terdiri dari penduduk dewasa usia 18–55. sampel diambil dari rangkaian data survei tersebut, serta pada 2007 dari sampel 2007, baik di dalam atau menuju Kelompok ini terdiri dari mereka yang bekerja (baik yang tidak dari seluruh kecamatan dan rumah tangga di Indonesia. provinsi yang termasuk dalam cakupan SEDAP, atau Jakarta. sedang bekerja maupun yang tidak sedang bekerja, namun Sampel kecamatan dan rumah tangga hanya dipilih dari Rumah tangga yang tidak bisa diwawancarai adalah rumah masih menjadi pegawai), wirausaha dan pengangguran. kerangka sampel yang berisikan kecamatan dan rumah tangga yang keluar dari Indonesia, atau pindah ke provinsi Ukuran kedua, yaitu menambahkan pekerja yang enggan tangga yang disurvei oleh SUSENAS 2002. Sebagai tambahan, yang tidak tercakup dalam SEDAP (kecuali Jakarta), atau bekerja ke dalam populasi angkatan kerja. Selain itu, beberapa kecamatan dari SUSENAS 2002 dikeluarkan dari rumah tangga yang seluruh anggotanya telah meninggal menganggap, baik yang tercatat sebagai pengangguran kerangka sampel. Ini dikarenakan, kecamatan–kecamatan itu selama periode evaluasi. Rumah tangga yang bermigrasi maupun yang enggan bekerja, sebagai penganggur. Pekerja telah berpartisipasi dalam program pembangunan berbasis keluar dari kecamatan, namun tidak dapat ditelusuri, hanya yang enggan bekerja didefinisikan sebagai mereka yang tidak masyarakat yang serupa, lokasinya berada di daerah konflik 8% dari keseluruhan sampel. bekerja atau tercatat sebagai penganggur yang kesulitan atau merupakan daerah yang terkena tsunami, atau karena menemukan pekerjaan atau tidak memiliki alasan valid lain mendapat cakupan yang terbatas dari SUSENAS 2002. D. Perkiraan15 untuk menjelaskan kenapa ia menganggur (misalkan karena Evaluasi mengidentifikasi lima program yang menggunakan Tabel 2 sekolah, pensiun, atau menjalankan tugas rumah tangga). pendekatan yang sama, dalam kaitannya dengan implementasi Perkiraan dilakukan dengan menggunakan pendekatan VARIABEL DINAMIKA SOSIAL DAN TATA KELOLA serta tingkat pencairan bantuan, sebagaimana yang ada perbedaan–dalam–perbedaan (difference–in–differences). Akses pada pendidikan diukur dengan menggunakan dalam PNPM Perdesaan.14 Kecamatan yang berpartisipasi Meskipun metode spesifik yang digunakan bisa berbeda Tingkat Persentase populasi yang turut tingkat transisi perpindahan sekolah, sesuai dengan dalam program–program tadi atau berada dalam fase PPK tergantung variabel tertentu16, metode perbedaan–dalam– gotong–royong serta dalam gotong–royong demi kelompok usia yang sesuai untuk sekolah dasar dan mana pun antara 2002 dan 2007 tidak dimasukkan kedalam perbedaan digunakan untuk menghasilkan perkiraan dampak kepentingan masyarakat sekolah menengah pertama. Partisipasi sekolah bersih kerangka sampel. program. Perubahan di wilayah pembanding (control didefinisikan sebagai jumlah anak–anak yang sekolah pada areas), yang mewakili perubahan indikator dalam keadaan Kepercayaan terhadap Persentase populasi yang memilih kelompok usia yang sesuai, dibagi dengan seluruh jumlah Sebagai tambahan, wilayah yang tidak tersampel dengan yang sama dengan ketika program belum dilaksanakan, Pemerintah Desa jawaban “sangat setuju” atau anak–anak pada kelompok usia yang sama di masyarakat. memadai pada SUSENAS 2002, termasuk Aceh, Maluku, dibandingkan dengan perubahan indikator pada daerah “cukup setuju” dalam menanggapi Kelompok usia yang tepat untuk sekolah dasar didefinisikan Maluku Utara dan Papua, tidak dimasukkan ke dalam yang telah mengikuti program. Perbedaan dalam perubahan pernyataan bahwa “aparat desa antara 7–12 tahun, sedangkan kelompok usia untuk sekolah kerangka sampel. Adapun sisa kecamatan dari SUSENAS indikator tadi adalah dampak yang bisa diatribusikan kepada dapat dipercaya”. menengah adalah 13–18 tahun. Tingkat transisi adalah 2002 yang tidak dikeluarkan, karena telah berpartisipasi pelaksanaan proyek. Penting untuk dicatat bahwa dampak persentase dari kelompok usia yang mengikuti sekolah dasar dalam program Pembangunan Berbasis Masyarakat serupa yang ditemukan mewakili dampak di tingkat kecamatan untuk Petisi terhadap Persentase rumah tangga di 2007 yang kemudian juga bersekolah di Sekolah Menengah atau tidak termasuk yang kurang tersampel dengan baik semua rumah tangga, dan tidak hanya merepresentasikan Pemerintah Daerah yang turut serta dalam upaya Pertama di 2010. dalam SUSENAS 2002, disatukan dan dicocokkan dengan dampak pada desa tempat sub–proyek dilaksanakan. masyarakat untuk memberikan menggunakan metode yang dijelaskan di atas tadi. Sampel petisi kepada Pemerintahan Desa Variabel dinamika sosial dan tata kelola yang pada tabel tidak dipisahkan berdasarkan wilayah. Hal ini untuk E. Metodologi Kualitatif17 agar menanggapi keperluan atau berikut ini dideskripsikan pada Tabel 2. Cuplikan ini adalah memastikan tersedianya kelompok kecamatan pembanding kekhawatiran mereka bagian dari serangkaian besar variabel yang termasuk dalam (control group) yang besar, untuk kemudian dicocokkan Komponen kualitatif dalam penelitian ini dilakukan instrumen dinamika sosial dan tata kelola.12 dengan kecamatan yang mengikuti PNPM Perdesaan pada dengan mengunjungi 18 desa di 9 kecamatan di Sumatera Partisipasi dalam Persentase rumah tangga yang 2007 (treatment group). Untuk melihat distribusi geografis dari Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Tenggara pada periode Pertemuan Desa menghadiri rapat tingkat desa C. Pengambilan Sampel kecamatan berdasarkan provinsi, lihat Tabel A1.1. April–Juni 2010. Sampel desa dipilih berdasarkan lamanya terakhir partisipasi dalam program (termasuk kelompok pembanding Ukuran sampel ditentukan dengan kekuatan Untuk setiap kecamatan yang dipilih, 22 rumah tangga dari kecamatan yang mulai mengikuti PNPM pada 2009), Persepsi mengenai Persentase rumah tangga yang perhitungan.13 Ukuran sampel diperhitungkan dengan di dalamnya yang mengikuti SUSENAS 2002, dijadikan selain juga berdasarkan tingkat kemiskinan. Tim penelitian apakah Pemerintah menjawab “sangat setuju” atau mempertimbangan desain multi–tingkat dari sampel. Ukuran sampel. Dari setiap kecamatan, dipilih dua enumeration melakukan aktivitas–aktivitas sebagai berikut: (1) wawancara Daerah Menjawab “cukup setuju” dalam menanggapi sampel yang dibutuhkan adalah 2.250 rumah tangga di 150 area (EA), yakni suatu unit sampel yang masing–masing dengan 8 responden kunci, termasuk para fasilitator, aparat Kebutuhan Masyarakat pernyataan “Pemerintah kecamatan (15 rumah tangga per kecamatan, baik untuk terdiri atas 16 rumah tangga yang dipilih karena kedekatan desa dan tokoh masyarakat, (2) wawancara dengan 4 memperhatikan kebutuhan saya” kelompok yang mengikuti PNPM Perdesaan pada 2007 wilayah geografis dan karena digunakan oleh BPS sebagai responden desa, terdiri dari 1 penduduk pria miskin, 1 pria tak miskin, 1 perempuan miskin dan 1 perempuan tak miskin, (3) 5 Akses kepada informasi Persentase rumah tangga yang diskusi kelompok terarah (FGD) yang melibatkan aparat desa, mengenai dana mengindikasikan bahwa mereka 12 Karena temuan yang mengindikasikan kurangnya dampak (lihat Bab 4 15 Untuk diskusi terperinci mengenai metode yang digunakan dalam warga pria miskin dan tak miskin, serta warga perempuan dibawah) tidak seluruh variabel dilaporkan. Keenam hal dalam tabel ini komponen kualitatif, lihat SMERU (2010) pembangunan memiliki akses terhadap informasi adalah cuplikan yang representatif. Hasil lengkap tersedia jika diperlukan 16 Untuk diskusi terperinci mengenai metode ekonometrik yang digunakan miskin dan tak miskin. Profil kemiskinan, infrastruktur mengenai penggunaan anggaran 13 Lihat Lampiran 2. untuk menghitung dampak, lihat Lampiran 1. kependudukan dan karakterisktik lain dibangun untuk setiap pembangunan desa 14 Lihat Lampiran 1, Bab A.1 untuk daftar programnya. 17 Untuk diskusi terperinci mengenai metode yang digunakan dalam desa yang menjadi sampel. 11 komponen kualitatif, lihat SMERU (2010) 12 IV. HASIL ANALISIS 13 14 yang dikelompokkan berdasarkan kuintil konsumsi 2007 kemiskinan. Hasilnya serupa, dengan dampak sebesar 12,7% IV. HASIL ANALISIS perkiraan19, kuintil kemiskinan kecamatan, serta pendidikan pada tingkat pertumbuhan konsumsi per kapita riil untuk dan jenis kelamin kepala rumah tangga. Hasilnya terlihat rumah tangga peserta PNPM di kuintil pertama (termiskin). dalam Tabel 2. Perkiraan yang berasal dari rumah tangga yang PNPM memiliki dampak signifikan terhadap konsumsi. dicocokkan, menunjukkan hasil yang konsisten dan besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PNPM memiliki Kekhawatiran lebih jauh mengenai validitas atas hasil–hasil dampak yang signifikan terhadap konsumsi per kapita riil yang disajikan di atas adalah keragaman pada tingkat rumah tercatat. Dengan melihat keseluruhan sampel, rumah tangga tangga. Walaupun pencocokan pada tingkat kecamatan yang menerima PNPM mengalami kenaikan konsumsi per memastikan bahwa rumah tangga dari kecamatan yang kapita sebesar 9,1% lebih tinggi dibandingkan dengan sama mengalami situasi–situasi serupa di tingkat kecamatan daerah pembanding dalam periode 2007–2010. Temuan ini dalam hal ekonomi, sosial dan keadaan lingkungan lainnya, berkebalikan dengan evaluasi terhadap proyek pendahulu keragaman yang cukup signifikan pada variabel rumah PNPM Perdesaan, yakni PPK2, yang tidak menunjukkan bukti tangga yang dapat mempengaruhi konsumsi (dan indikator yang konsisten dan kuat mengenai dampak dari proyek yang dipertimbangkan di bawah ini), dapat terus muncul. terhadap keseluruhan sampel.20 Keragaman seperti itu, jika dikaitkan dengan masuknya PNPM memiliki dampak yang lebih kuat terhadap rumah kecamatan ke dalam kelompok yang mendapatkan bantuan tangga miskin. Untuk kuintil pertama dari rumah tangga yang PNPM, dapat menyebabkan hasil riset menjadi tidak seimbang. diurutkan berdasarkan konsumsi per kapita 2007, terdapat Melalui pendekatan perbedaan–dalam–perbedaan, seperti perbedaan sebesar 11,8% dalam tingkat pertumbuhan didiskusikan di atas, penelitian ini dapat mengabaikan konsumsi per kapita riil antara rumah tangga yang mengikuti berbagai faktor yang tak penah berubah. Masalah ini dikoreksi PNPM dan rumah tangga pembanding. Untuk rumah tangga dengan pencocokan kedua di tingkat rumah tangga, yang berada di kuintil yang lebih makmur, PNPM terlihat menggunakan variabel di tingkat rumah tangga dari data kurang efektif. Di sisi atas distribusi konsumsi, tidak terdapat SEDAP 2007, dan dengan membuat perkiraan sebagaimana di dampak signifikan terhadap rumah tangga yang berada pada atas menggunakan sampel rumah tangga yang telah cocok.22 kuintil ke–4 dan ke–5. Terdapat bukti yang lebih kuat mengenai dampak pada kuintil ke–3 dan, sampai ke tingkat tertentu, di Melihat kolom “Sampel yang telah cocok di level rumah kuintil ke 2: pada kuintil ke–3, pertumbuhan konsumsi 15,6% tangga”, ada pola yang sama antara hasil yang ditunjukan lebih tinggi. Sedangkan untuk kuintil ketiga, dampaknya 8,4% dalam Tabel 3 dan sampel yang diamati menggunakan lebih tinggi, walaupun signifikansinya hanya di tingkat 10%. pendekatan perbedaan yang pertama, yang telah dibahas sebelumnya. Dampak positif untuk keseluruhan sampel, Dampak PNPM meluas kepada masyarakat yang berada kuintil pertama perkiraan konsumsi per kapita pada 2007 dan di ambang kemiskinan (near poor). Sebagaimana mungkin skor kemiskinan kecamatan berada di tingkat yang signifikan, telah diperkirakan dengan melihat temuan yang signifikan yakni 5,3 persen, 11,2 persen dan 9,5 pesen secara berurutan. untuk keseluruhan sampel, penelitian ini menemukan bukti Selanjutnya, terdapat pengaruh positif sebesar 8,6 persen Bab ini membahas hasil utama dari analisis, yang mencakup dan kelompok pembandingnya. Metode yang digunakan, adanya dampak signifikan terhadap kuintil ke–2 dan ke–3 dari pada kuintil ketiga perkiraan konsumsi per kapita, yang juga baik komponen kuantitatif maupun komponen kualitatif. yaitu pendekatan perbedaan pertama dengan sampel penuh, PNPM. Hal ini berkebalikan dengan hasil evaluasi terhadap konsisten dengan pendekatan perbedaan pertama (first Pada Bab 4.1 dibahas kemakmuran rumah tangga yang diukur kemudian menggunakan perkiraan pencocokan perbedaan dampak dari proyek pendahulu PNPM Perdesaan, PPK2, differencing approach). 23 dengan konsumsi per kapita riil. Bab 4.2 membahas dampak dalam perbedaan dengan sampel rumah tangga yang yang terbatas hanya pada kuintil pertama. Walaupun kuintil dari perubahan kemakmuran rumah tangga terhadap cocok.18 Efek disajikan untuk sampel keseluruhan dan sampel ke–2 dan ke–3 tidak mewakili rumah tangga miskin, melihat Untuk konsumsi per kapita riil, distribusi manfaat perubahan status kemiskinan. Bab 4.3 menyajikan bukti distribusi konsumsi yang relatif terkonsentrasi di Indonesia, PNPM belum meluas hingga ke kelompok yang selama tentang semakin meluasnya akses ke layanan kesehatan. 18 Lihat Lampiran 1 untuk diskusi terperinci mengenai pendekatan mereka dapat dilihat mewakili rumah tangga yang “berada di ini tertinggal. Dampak PNPM terhadap rumah tangga Bab 4.4 membahas dampak dari peningkatan akses pada yang diambil. ambang kemiskinan” (near poor). Apalagi melihat kenyataan miskin tidak dirasakan oleh rumah tangga yang dikepalai pendidikan, khususnya terhadap transisi dari Sekolah 19 Kekhawatiran utama mengenai validitas hasil yang ditunjukkan dalam bahwa lebih dari separuh rumah tangga di seluruh Indonesia oleh perempuan, dan yang kepala rumah tangganya tidak Tabel 3 adalah potensi munculnya bias karena kesalahan pengukuran. Dasar menuju Sekolah Menengah Pertama. Bab 4.5 melihat Rumah tangga yang diukur terlalu rendah atau terlalu tinggi pada 2007 terpusat di sekitar garis kemiskinan nasional pada awal 2010.21 mengenyam pendidikan dasar. Melihat hasil konsumsi per kesempatan kerja. Bab 4.6 membahas temuan mengenai dan kemudian diukur dengan benar pada 2010 (atau sebaliknya) akan kapita riil di atas, pembaca mungkin menduga ada hasil yang dinamika sosial dan tata kelola. Referensi untuk menentukan menunjukkan perubahan yang besar yang tidak mewakili perubahan PNPM memiliki dampak yang lebih besar pada rumah sama bagi kelompok–kelompok tadi. Nyatanya tidak demikian. hasil yang signifikan adalah sebesar 5%, kecuali disebutkan konsumsi yang sebenarnya. Efek ini mempunyai kecenderungan tangga di kecamatan yang miskin. Sebagai tambahan Pola yang sama tidak ditemukan pada rumah tangga yang konvergensi antara konsumsi dengan distribusi: rumah tangga yang lain. Lihat Lampiran 3 untuk bahasan mengenai temuan lebih miskin menunjukkan hasil yang besar bila dibandingkan secara kuintil yang disusun berdasarkan perkiraan konsumsi per dikepalai perempuan dan rumah tangga yang dikelompokkan utama dari komponen kualitatif. relatif dengan rumah tangga yang lebih kaya. Terlebih lagi, dengan kapita, penelitian ini juga menyusun kuintil berdasarkan skor berdasarkan latar belakang pendidikan kepala keluarganya. menggunakan ukuran konsumsi per kapita riil pada tahun 2007 untuk kemiskinan kecamatan yang disusun oleh BAPPENAS pada Tidak ada dampak positif yang signifikan dari PNPM bagi A. Kemakmuran rumah tangga menghadirkan kuintil dapat menghasilkan hasil yang bias dan inkonsisten 2005. Skor kemiskinan didasarkan pada serangkaian faktor, karena rumah tangga yang tidak terukur dengan benar tidak digolongkan ke dalam kuintil mereka yang sebenarnya. Sebagai contoh, rumah tangga termasuk pendidikan, kesehatan, kependudukan, dan data 22 Variabel dimaksud mencakup kepemilikan aset jangka panjang, Sebagaimana dideskripsikan pada Bab 3.2, ukuran untuk miskin yang diukur terlalu rendah dibandingkan dengan konsumsi mereka pendapatan rumah tangga, keadaan tempat tinggal dan karakteristik perubahan kemakmuran rumah tangga adalah perbedaan yang sebenarnya akan menduduki posisi kuintil pertama dari sampel, dan kependudukan dari rumah tangga, termasuk usia dan pendidikan. Lihat dalam konsumsi per kapita riil yang tercatat antara 2007 hingga membuat hasil pemetaan sebagai representasi yang kurang baik dan Lampiran 1. berbeda dengan kuintil pertama konsumsi perkapita riil rumah tangga 20 Lihat Voss (2008) halaman 26. 23 Sampel Model Pencocokan Rumah Tangga berdasarkan Pembandingan 2010. Penelitian ini membandingkan perubahan konsumsi yang sebenarnya jika diukur dengan tanpa kesalahan. Untuk mengatasi 21 Bank Dunia (2010). Hitungan jumlah penduduk miskin yang hidup Mean juga menunjukkan dampak positif terhadap kuintil ke 4 yang antara kelompok yang mengikuti PNPM Perdesaan mulai 2007 masalah ini, penelitian ini membuat kuintil konsumsi per kapita perkiraan dengan US$2 per hari adalah 50.6% pada 2010 dan 58% berada di disusun dari skor kemiskinan kecamatan, walaupun hal ini tidak terlihat sebagaimana dirujuk diatas dengan menggunakan aset di tingkat rumah wilayah pedesaan. dalam model perbedaan pertama. 15 tangga dan variabel kependudukan dari survei SEDAP 2007. 16 mereka. Hal ini mungkin mengejutkan, mengingat penekanan PNPM sangat efektif dalam menjangkau rumah tangga miskin. Sebaliknya, bila infrastrukturnya sudah memadai, persen. Sebaliknya, dari hasil evaluasi PPK2, tidak ditemukan yang diberikan PNPM kepada upaya untuk melibatkan miskin dan rumah tangga di daerah miskin. Pembahasan dampak marjinal terhadap kesejahteraan rumah tangga bukti bahwa PNPM dapat mencegah rumah tangga jatuh ke perempuan dalam proyek ini, di mana sebagai bagian dari mengenai kesejahteraan rumah tangga di atas menunjukkan miskin di wilayah itu dapat dikatakan cukup rendah, karena dalam kemiskinan. aktifitas fasilitasi rapat perempuan diadakan secara terpisah, bahwa PNPM paling efektif dalam menjangkau rumah tangga terbatasnya pengaruh terhadap perekonomian setempat dan dan salah satu proposal dari setiap desa harus datang dari miskin dan rumah tangga di kecamatan miskin. Kajian peningkatan konsumsi yang tidak terlalu signifikan. Dampak terhadap status kemiskinan paling besar kelompok perempuan. Bukti yang didapatkan dari penelitian mengenai bantuan PPK sebelumnya mendukung kesimpulan dirasakan oleh kaum miskin di wilayah miskin. Temuan baru–baru ini mengenai PNPM dan kelompok–kelompok yang ini, dengan menunjukkan manfaat pendekatan PNPM di B. Status Kemiskinan mengenai perubahan dalam status kemiskinan, secara umum terpinggirkan, dan juga komponen kualitatif dari Evaluasi wilayah miskin dan terpencil. Dalam menganalisis tingkat konsisten dengan temuan berkaitan dengan konsumsi per PNPM Perdesaan, mendukung temuan tadi. Walaupun pengembalian investasi sub–proyek, Torrens (2005) dan Dent Pada bagian ini digunakan dua model untuk memperoleh kapita. Berdasarkan uji conditional comparison of means sudah ada prosedur di dalam program untuk melibatkan (2001) menunjukkan bahwa peserta PPK2 mendapat untung estimasi perubahan status kemiskinan. Mula–mula digunakan terhadap rumah tangga pembanding, rumah tangga miskin perempuan dan kaum miskin, proyek ini masih kesulitan paling besar di daerah yang potensi produksinya tertekan tes multinomial logit pada sampel rumah tangga utuh, lalu di kecamatan miskin pada 2007 memiliki kecenderungan untuk menjangkau kelompok–kelompok yang sangat rentan, karena hambatan dalam mengakses pasar. Jalanan baru, conditional comparison of means dengan memakai sampel lebih besar 16,7 poin persentase untuk keluar dari kemiskinan, termasuk rumah tangga yang dikepalai perempuan dan yang proyek infrastruktur irigasi dan perairan, membuka akses rumah tangga padanan, yang disusun untuk analisis konsumsi dibanding wilayah pembanding. Tapi temuan ini hanya kepala rumah tangganya tidak mengenyam pendidikan dasar. baru kepada pasar, yang sebelumnya tidak dapat diakses per kapita di atas. Rumah tangga dibagi menjadi empat mendapat dukungan empiris yang terbatas dalam kajian atau tak terjangkau lantaran biaya transportasi yang tinggi. kategori berdasarkan status kemiskinan pada 2007 dan 2010: multinomial logit model pada seluruh sampel, yaitu hanya Pengambilan keputusan masih terpusat pada kaum Dampaknya, dimungkinkan lebih dari satu kali panen per 1) tidak pernah miskin; 2) keluar dari kemiskinan; 3) masuk 3,2 poin persentase pada tingkat signifikansi 10 persen yang elit. Aktivis di desa yang cenderung memiliki pengaruh tahun, atau secara drastis mengurangi waktu yang dibutuhkan ke dalam kemiskinan; 4) tetap miskin. Garis kemiskinan, mungkin bisa keluar dari kemiskinan. kuat ternyata tidak hanya mempengaruhi pengambilan untuk mengumpulkan air. khususnya garis kemiskinan perdesaan di provinsi, diambil kebijakan secara umum, tapi juga memiliki pengaruh langsung dari angka BPS. Selain itu, dalam kajian model household–matched comparison kuat di dalam kelompok–kelompok kecil, misalnya pada Salah satu penyebab utama kurangnya infrastruktur yang of means terhadap rumah tangga yang cocok, terlihat ada kelompok perempuan yang dibentuk untuk menyusun memadai adalah besarnya biaya konstruksi di daerah miskin Model multinomial logit untuk sampel utuh memungkinkan dampak yang kuat, yaitu 22.5 poin persentase, pada rumah proporsal penggunaan anggaran proyek.24 Manajer proyek dan terpencil. Torrens (2005) menemukan bahwa PPK mampu diperhitungkannya empat kategori di atas pada waktu tangga miskin di kecamatan yang paling tidak miskin. Tetapi juga mengungkapkan masalah fokus para fasilitator proyek membangun infrastruktur lokal dengan biaya yang lebih bersamaan. Sedangkan uji conditional comparison of bila menggunakan model multinomial logit, tidak ditemukan PNPM pada pengurangan penyalahgunaan wewenang rendah, jika dibandingkan dengan standar estimasi biaya means terhadap sampel rumah tangga padanan, hanya adanya pengaruh yang signifikan. kaum elit (elite capture) yang berhadapan dengan mayoritas para kontraktor pemerintah. Ini karena mereka menggunakan memperhitungkan rumah tangga yang: 1) miskin pada 2007 suara di desa, serta berkurangnya perhatian dan tenaga material lokal dan mendapat sumbangan dari masyarakat. dan keluar dari kemiskinan, dan; 2) tidak miskin pada 2007 Rumah tangga yang dikepalai perempuan dan yang mereka untuk melibatkan anggota masyarakat yang sulit Dari perspektif biaya di daerah terpencil, yang memiliki dan masuk ke dalam kemiskinan. 26 kepala rumah tangganya tidak mengenyam pendidikan dijangkau. Efektifitas dari upaya fasilitator dalam melibatkan potensi untuk peningkatan konsumsi tinggi, hal ini bisa jadi dasar, tidak mengalami perubahan positif dalam status kelompok–kelompok yang terpinggirkan rendah, terutama sangat menguntungkan. Jika melihat tingkat kemiskinan 2007 untuk rumah tangga kemiskinan, dengan adanya PNPM. Sejalan dengan temuan karena beban administratif yang menyebabkan keterbatasan yang mengikuti PNPM dan rumah tangga pembanding,27 dua tentang konsumsi per kapita, rendahnya peningkatan waktu, disamping kurangnya training yang memadai. Hasilnya, Dampak terbesar terjadi manakala kebutuhan kaum kategori yang paling menarik perhatian adalah kategori 2 konsumsi karena PNPM, tidak mengakibatkan perubahan kelompok yang terpinggirkan umumnya tidak terlibat dalam miskin selaras dengan kebutuhan masyarakat. Bukti yang dan 3, yaitu rumah tangga yang keluar dari kemiskinan, dan positif pada status kemiskinan kelompok yang terpinggirkan. proses pengambilan kebijakan, dan sub–proyek yang didanai diperoleh dari komponen kualitatif menambah wawasan yang masuk ke dalam kemiskinan. Dalam model conditional Rumah tangga yang dikepalai perempuan dan yang kepala PNPM, seringkali bukanlah proyek yang dianggap oleh rumah mengenai efektivitas proyek di daerah yang lebih miskin dan comparison of means, yang menggunakan sampel rumah rumah tangganya hanya mengenyam pendidikan rendah, tangga yang terpinggirkan sebagai proyek yang memberikan lebih terpencil. Di desa miskin dengan tingkat infrastruktur tangga pembanding, sampel kategori 3 dibatasi pada rumah mengikuti pola konsumsi yang sama yang tidak banyak manfaat terbesar bagi mereka. yang rendah, kebutuhan yang diidentifikasi oleh kaum miskin tangga miskin di tahun 2007. Sedangkan sampel kategori dipengaruhi oleh program PNPM. selaras dengan sub–proyek yang diajukan dan didanai oleh 4, dibatasi pada rumah tangga yang tidak miskin di tahun Pencapaian konsumsi merupakan sebuah hasil yang masyarakat, yang berfokus pada irigasi, jalan, bahan baku 2007. Koefisien menunjukkan perbedaan poin persentase PNPM tidak dianggap sebagai program pemberantasan signifikan dari investasi proyek. Pada 2009, perkiraan pertanian, dan pelatihan. Ketika infrastruktur sudah tersedia— dalam rumah tangga yang keluar dari atau masuk ke dalam kemiskinan oleh anggota masyarakat. Berdasarkan jumlah bantuan langsung masyarakat per kapita adalah biasanya di desa yang tidak begitu miskin—kebutuhan kemiskinan, dalam sampel rumah tangga yang mengikuti diskusi mengenai kesesuaian antara kebutuhan yang Rp 7.000 untuk siklus 2009. Dengan mempertimbangkan yang diidentifikasi oleh kaum miskin tidak selaras dengan PNPM, relatif terhadap rumah tangga pembanding. (Lihat diidentifikasi oleh kaum miskin, dengan sub–proyek yang perbedaan 9,1 persen antara tingkat pertumbuhan konsumsi proyek yang didanai oleh masyarakat. Dalam kasus tersebut, Tabel 4–5 untuk hasil pengujian ini). diajukan dan didanai oleh masyarakat, komponen kualitatif rumah tangga yang mengikuti PNPM dan rumah tangga masyarakat tetap mendanai proyek infrastruktur, seperti jalan, menyediakan penjelasan tambahan tentang bagaimana pembanding, jumlah per bulan yang dihasilkan oleh proyek jembatan, dan bangunan irigasi, sementara kebutuhan utama Meskipun terdapat bukti bahwa PNPM mampu tanggapan masyarakat terhadap PNPM, yang bisa membantu ini pada rata–rata konsumsi per kapita adalah sekitar Rp yang diidentifikasi kaum miskin adalah dana modal, pelatihan mengeluarkan rumah tangga dari kemiskinan, PNPM menjelaskan tentang temuan dari survei kuantitatif. Kendati 39.000, pada nilai rupiah tahun 2010. keterampilan, pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. tidak efektif mencegah rumah tangga jatuh ke dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan pemberantasan kemiskinan. Jika melihat seluruh sampel, tampak bahwa 2,1 kemiskinan merupakan tujuan utama PNPM, masyarakat Ini mengindikasikan bahwa dampak rata–rata tahunan Dalam rentang waktu evaluasi proyek PNPM, 66 persen poin persentase rumah tangga miskin yang ikut serta dalam tidak menganggap PNPM sebagai program pemberantasan terhadap rumah tangga yang mengikuti PNPM adalah Rp dari seluruh dana proyek dibelanjakan untuk kegiatan PNPM lebih mungkin keluar dari kemiskinan, dibandingkan kemiskinan. Mereka memandang PNPM sebagai program 384.000, atau 5,7 kali jumlah yang diinvestasikan pada 2009. infrastruktur, dengan perbandingan: 17 persen untuk dengan rumah tangga pembanding, bila menggunakan yang diperuntukkan bagi masyarakat secara keseluruhan, dan Jika menggunakan perkiraan yang lebih konservatif, yakni kesehatan dan pendidikan, serta 17 persen untuk kegiatan model multinomial logit. Tapi bila menggunakan uji conditional bukan secara khusus ditargetkan kepada kaum miskin. Dalam 5,3 pesen lebih tinggi dari rumah tangga pembanding, maka PNPM microfinance.25 Sebagaimana kajian Torrens dan Dent comparison of means terhadap rumah tangga pembanding, beberapa kasus, PNPM dianggap sebagai penyeimbang dampak tahunannya menjadi sekitar Rp 221.000 atau 3,3 kali yang dikutip di atas, di wilayah yang kekurangan infrastruktur, poin persentasenya menjadi 7,9. Hasil ini tampak konsisten langsung terhadap program–program pemberantasan jumlah bantuan langsung masyarakat yang diinvestasikan tingkat pengembalian yang tinggi dapat mendorong dengan temuan evaluasi PPK2 sebelumnya.28 Meski demikian, kemiskinan rumah tangga: anggota masyarakat berpendapat pada 2009. Meski demikian, sebagaimana telah dibahas terbentuknya pola konsumsi yang menguntungkan kaum hasil tersebut hanya signifikan pada tingkatan signifikansi 10 bahwa PNPM seharusnya tidak menjadi program yang sebelumnya, manfaat ini tidak tersebar secara merata ke seluruh rumah tangga. 25 Mengacu pada SMERU (2010) untuk diskusi awal. Bukti selanjutnya 26 Untuk diskusi yang lebih terinci, lihat Lampiran 1, Bagian 1.3. didasarkan pada catatan lapangan dari Kajian Kualitatif dan konsultasi 27 Lihat Voss (2008) halaman 11 untuk indikator dasar SEDAP tahun 2007 dengan penulis Kajian Kualitatif. berdasarkan kelompok sampel. 24 AKATIGA (2010), halaman 3–4. 28 Lihat Voss (2008), halaman 27–28. 17 18 disasarkan kepada kaum miskin, mengingat telah ada status kemiskinan yang telah dibahas di atas, kepala rumah banyak program lain bagi kaum miskin. Di kebanyakan tangga yang tidak mengenyam pendidikan dasar memperoleh desa, kriteria kemiskinan sebagaimana yang ada dalam manfaat yang sangat besar dalam hal akses terhadap layanan proposal perencanaan, tidak dimasukkan dalam proses kesehatan rawat jalan. Peningkatan akses bagi kepala rumah pengambilan keputusan. Anggota rumah tangga miskin juga tangga PNPM tanpa pendidikan dasar, masing–masing 4,3 tidak secara khusus menjadi sasaran untuk diikutsertakan poin persentase untuk model multinomial logit dan 7,5 bila dalam daftar pekerja temporer untuk konstruksi sub–proyek menggunakan model conditional comparison of means. infrastruktur PNPM.29 Perempuan kepala rumah tangga tidak mendapatkan manfaat yang sama. C. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan Sebaran peningkatan akses kesehatan lebih Bagian ini menggunakan pendekatan yang sama dengan menguntungkan pada kelompok yang tidak mampu dan bagian 4.2, yakni menilai perubahan penggunaan fasilitas tidak hanya terpusat di kecamatan miskin. Kecuali rumah rawat jalan oleh kepala rumah tangga, dengan menggunakan tangga yang dikepalai perempuan, kaum miskin dan rumah model multilevel logit pada sampel perorangan yang utuh, tangga berpendidikan rendah senantiasa memperoleh dan model conditional comparison of means pada sampel manfaat dari program. Hal ini terjadi meskipun kegiatan rumah tangga yang dicocokkan.30 Sebagaimana dijelaskan infrastruktur untuk kesehatan hanya mendapatkan dana pada bagian 3.2, anggota rumah tangga yang sakit pada 2,4 persen dari seluruh anggaran.32 Mengingat jumlah dana 2007 dan 2010 dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan tingkat yang terbatas untuk pembangunan prasarana kesehatan penggunaan pelayanan rawat jalan pada kedua tahun baru, maka faktor pendukung utama atas peningkatan akses tersebut. Dalam hal ini, fokus diarahkan pada individu–individu kesehatan kemungkinan besar adalah jalanan baru. Sebab, yang mengubah statusnya menjadi pengguna fasilitas rawat jalan baru mengurangi biaya transportasi dan memangkas jalan 2010, setelah mengabaikan fasilitas ini pada 2007. Hasil waktu perjalanan, sehingga membantu meningkatkan porsi menjadi tiga kategori: 1) tidak bersekolah; 2) di sekolah dasar PNPM yang dibelanjakan untuk sub–proyek pendidikan estimasi menunjukkan adanya selisih poin persentase antara belanja masyarakat untuk perawatan kesehatan. Fakta bahwa pada tahun awal evaluasi namun tidak pindah ke SLTP pada relatif rendah.37 individu–individu dari kelompok yang diteliti dan individu dari dampak program tersebar cukup luas, namun tidak ditemukan tahun 2010, dan; 3) di sekolah dasar pada tahun awal evaluasi kelompok kontrol yang sakit tapi tidak menggunakan fasilitas di kecamatan miskin, mungkin menunjukkan preferensi dan akan pindah ke sekolah lanjutan tingkat pertama. Model Temuan dari komponen kualitatif mendukung pandangan rawat jalan pada 2007, serta yang sakit dan menggunakan kecamatan miskin terhadap pembangunan jalan, irigasi, atau logit kondisional dengan efek tetap (conditional logit model ini. Pertama, sarana sekolah dasar dan sekolah menengah pelayanan rawat jalan pada 2007.31 Hasilnya disajikan proyek lain yang lebih berdampak secara langsung terhadap with fixed effects) juga digunakan untuk memastikan kesahihan pada umumnya sudah tersedia di sebagian besar desa yang pada Tabel 6. produksi. Mengingat lokasi mereka yang umumnya terpencil, hasil analisis. Dampak proyek terhadap tingkat pendaftaran menjadi sampel. Berhubung adanya peningkatan perhatian pilihan tersebut tidak mengurangi biaya transportasi dan sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, juga terhadap pendidikan pra–sekolah, mayoritas sub–proyek Anggota masyarakat lebih mungkin menggunakan waktu tempuh, hingga memungkinkan peningkatan akses dievaluasi menggunakan panel kelompok di tingkat rumah pendidikan yang dibangun dalam program PNPM maupun pelayanan rawat jalan sebagai dampak dari program kesehatan. Di kecamatan lain, barangkali lebih mudah bagi tangga.35 PPK terfokus pada penyediaan fasilitas pra–sekolah dan PNPM. Sebagaimana disajikan pada Tabel 6, hasil kajian masyarakat untuk memprioritaskan perbaikan sarana dan taman kanak–kanak. Kedua, kemiskinan bukanlah faktor yang menggunakan model multinomial logit dan model matched prasarana kesehatan. Temuan dari komponen kualitatif PNPM tidak mempengaruhi tingkat peralihan pelajar paling menentukan dalam hal akses terhadap sekolah dasar household conditional menunjukkan bahwa PNPM telah mengkonfirmasi pandangan ini, bahwa sebagian besar dari sekolah dasar ke sekolah menengah. Sebagaimana dan sekolah lanjutan tingkat pertama. Meskipun sekitar 25 memperluas akses masyarakat kepada pelayanan rawat masyarakat memandang akses terhadap fasilitas kesehatan ditunjukkan dalam Tabel 7, tidak terdapat dampak yang persen dari sampel kuantitatif menyatakan bahwa mereka jalan. Di antara individu yang tidak menggunakan layanan cukup memadai.33 signifikan dari proyek PNPM terhadap peralihan dari sekolah kesulitan mengakses pendidikan, hambatan utamanya adalah rawat jalan pada 2007, anggota komunitas PNPM punya dasar ke sekolah lanjutan tingkat pertama. Hasil ini berlaku keterbatasan sumber daya untuk menyekolahkan anak ke kecenderungan lebih tinggi untuk menggunakan layanan D. Akses terhadap Pendidikan pada keseluruhan sampel, serta terhadap kelompok yang sekolah lanjutan tingkat atas, yang sebagian besar terletak tersebut pada 2010 dibandingkan individu dari rumah tangga terpinggirkan dan yang dikategorikan berdasarkan gender. di pusat kabupaten. Ketiga, masyarakat menunjukkan bahwa pembanding. Poin posentasenya 5,1 jika menggunakan Menggunakan pertimbangan yang mirip dengan akses gender bukan lagi faktor yang menentukan apakan anak akan model multinomial logit dan 4,5 untuk model conditional terhadap pelayanan kesehatan di atas, dana PNPM yang Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara disekolahkan sampai tingkat lanjutan pertama. comparison of means. Terdapat pula beberapa bukti mengenai dibelanjakan untuk proyek pendidikan cukup rendah. tingkat pendaftaran di sekolah dasar dan di sekolah lanjutan dampak yang serupa pada rumah tangga miskin. Pada kuintil Alat utama PNPM dalam meningkatkan akses di bidang tingkat pertama.36 Hasil ini, sebagian mirip dengan temuan E. Akses terhadap Lapangan Kerja pertama konsumsi per kapita 2007, kecenderungan individu pendidikan, kemungkinan muncul dari peningkatan konsumsi dari evaluasi PPK2 sebelumnya. Tingkat pendaftaran di untuk mulai menggunakan layanan rawat jalan adalah 6,2 dan dan penurunan biaya, serta waktu yang dibutuhkan untuk sekolah dasar, dan sampai batas–batas tertentu sekolah PNPM memiliki dampak terbatas terhadap status 5,7 poin persentase lebih tinggi bagi rumah tangga PNPM, mengakses layanan pendidikan tersebut. Berbeda dengan menengah (masing–masing sekitar 95 persen dan 85 persen), pekerjaan jangka panjang di kecamatan yang ikut serta namun hanya pada tingkat signifikansi 10 persen. evaluasi PPK2 sebelumnya, kumpulan data terbaru yang menunjukkan bahwa akses bukanlah hambatan utama dalam program. Salah satu fitur utama dari pendekatan memuat sebuah panel di level perorangan memungkinkan bagi sebagian besar masyarakat, mengingat jumlah dana PNPM adalah mempekerjakan anggota masyarakat Anggota masyarakat dengan pendidikan yang lebih analisis dampak PNPM terhadap tingkat pendaftaran sekolah. dalam proyek pembangunan desa. Karena sifat pekerjaan rendah mendapatkan peningkatan akses terhadap Untuk kelompok yang selama periode evaluasi akan lulus pembangunan yang sementara tersebut, dapat dimengerti pelayanan kesehatan rawat jalan dengan adanya PNPM. dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama, 35 Mengingat lokasi sekolah lanjutan tingkat atas yang umumnya di bila peningkatan jumlah lapangan kerja akan hilang setelah Bertolak belakang dengan hasil konsumsi per kapita dan digunakan model analisis multinomial logit.34 Kelompok dibagi kabupaten dan terkadang di pusat kecamatan sehingga pelajar perlu proyek pembangunan selesai. Akan tetapi, sebagaimana tinggal terpisah dari rumah, cukup sulit untuk menilai tingkat pendaftaran sekolah pada tataran ini. Apabila analisis ini dilakukan, masing–masing dikemukakan Papanek (2007), mayoritas peningkatan lapangan pelajar perlu dihubungi, dan ini tidak memungkinkan bagi cakupan dan kerja yang berkaitan dengan program PNPM Perdesaan, 29 Lihat SMERU (2010) 32 NMC (2007) anggaran kegiatan evaluasi. tampaknya lebih disebabkan oleh sumber–sumber yang tidak 30 Tidak adanya panel utuh pada tataran perorangan menutup kemungkinan 33 Lihat SMERU (2010), Bagian 5.4. 36 Hasil dari tingkat pendaftaran bersih hanya diberikan untuk sampel langsung. Ini bukan terjadi karena penyerapan tenaga kerja untuk mempertimbangkan sampel secara keseluruhan. 34 Kelompok ini terdiri dari anak berusia 11 dan 12 tahun di kelas 5 dan 6 utuh dalam tabel. Akan tetapi, estimasi tambahan untuk sub–kelompok 31 Jumlah sampel tidak memadai untuk membandingkan kepala rumah (pendidikan sekolah dasar enam tahun). juga menunjukkan keterbatasan dampak. Hasil ini dapat diberikan atas tangga yang mencari bantuan pada tahun 2002 namun tidak mencari permintaan. bantuan tahun 2007. 37 Lihat SMERU (2010), Bagian 5.3. 19 20 oleh proyek PNPM, tetapi lantaran ada peningkatan aktivitas Persentase keterlibatan perempuan dalam rapat sekitar 48 untuk melaksanakan proyek. Seringkali, proses dan prosedur ekonomi. Hasil yang dipaparkan pada Tabel 8 mendukung persen, sedangkan persentase keterlibatan kaum miskin dalam proyek dipandang sebagai hal rutin belaka, artinya pendapat bahwa PNPM tidak berdampak signifikan terhadap sekitar 60 persen. Ini berdasarkan data proyek periode prosedur diikuti sekadar untuk memenuhi persyaratan, dan peningkatan lapangan kerja: pengangguran yang berumur 2007–2009. Selain itu, pertanyaan terkait akses terhadap bukan untuk mengembangkan kapasitas anggota masyarakat. antara 18–55 tahun pada tahun 2007 memiliki kesempatan informasi PNPM dan kepuasan yang dirasakan oleh penerima Salah satunya adalah kecenderungan para aparatur desa sebesar 1,35 persen untuk bekerja pada 2010. Apabila pekerja manfaat proyek, berturut–turut sekitar 60 persen dan 68 untuk mengutamakan “pemenuhan persyaratan” dalam yang patah semangat (discouraged workers) ditambahkan persen. Bila kita melihat indikator–indikator tersebut dari mengimplementasikan proyek. Hal ini bisa membuat peserta dalam perhitungan angkatan kerja, maka pengaruh ini hilang perspektif urusan desa secara luas, dan mempertimbangkan PNPM mematuhi prosedur, tanpa mampu memahami sama sekali. Ini menunjukkan bahwa PNPM kurang efektif semua rapat/proyek, maka tingkat partisipasi, akses terhadap prinsip–prinsip di baliknya. Faktor kedua—juga dikutip dalam membantu individu yang sudah berhenti mencari informasi dan tingkat kepuasan, yaitu beturut–turut 24 dalam penelitian lain mengenai PNPM40—adalah mengenai pekerjaan karena berbagai kesulitan dalam pencarian kerja. persen dan 29 persen. Hal ini menandakan bahwa meskipun kualitas fasilitasi, yang dipengaruhi oleh beban administrasi, proyek berhasil—dengan menghargai inklusivitas dan tata kurangnya training yang memadai dan kurangnya kandidat F. Dinamika Sosial dan Tata Kelola Pemerintahan kelola dalam PNPM—berbagai faktor yang mempengaruhi yang memenuhi syarat. Para fasilitator seringkali memiliki kehadiran PNPM tidak menghasilkan dampak yang lebih luas terlalu banyak tugas administratif sehingga tidak memiliki Sebagaimana disebut di atas, sebuah modul terpisah telah (spill over effects) terhadap urusan desa lainnya. waktu untuk memberdayakan masyarakat, dan/atau tidak ditambahkan ke dalam instrumen survei untuk menganalisis memiliki keterampilan, dan tidak mengikuti pelatihan yang indikator–indikator kunci terkait dinamika sosial dan tata Temuan komponen kualitatif menunjukkan bahwa, dibutuhkan untuk menjadi fasilitator yang efektif.41 kelola pemerintahan. Dampak PNPM terhadap perubahan kapasitas masyarakat dalam mempengaruhi elit politik secara proporsional diidentifikasi menggunakan model dalam pengambilan keputusan di luar program sangat conditional logit dengan mempertimbangan sifat biner terbatas. Komponen kualitatif dari evaluasi ini memberikan dari indikator. Kebenaran hasil pengujian juga diperiksa pencerahan mengenai alasan di balik terbatasnya spill over menggunakan model matched household logit. Untuk tujuan pada dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan. Faktor penulisan dokumen ini, diskusi dibatasi hanya pada beberapa utama yang disebutkan adalah dominasi elit politik dalam variabel berikut: insiden dari aksi kolektif; kepercayaan pengambilan keputusan, dan kendali atas akses informasi bersama terhadap tata pemerintahan desa; tindakan kolektif serta partisipasi. Kajian ini menemukan bahwa struktur untuk mempetisi pemerintah daerah; keikutsertaan dalam kekuasaan tradisional, dalam hal keagamaan maupun adat, rapat desa; persepsi terhadap upaya pemerintah daerah tidak terpengaruh secara signifikan oleh kegiatan proyek. memenuhi kebutuhan masyarakat; dan akses terhadap Dalam banyak kasus, PNPM dapat berjalan meski tidak informasi mengenai dana pembangunan desa. Pertanyaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap urusan rutin dalam modul membahas urusan desa secara umum, tidak pemerintahan desa dan proyek pembangunan lainnya. Upaya khusus menyangkut PNPM atau proyek tertentu, kecuali yang peningkatan kemampuan masyarakat agar bisa melaksanakan terkait dengan tata pemerintah tingkat desa. Hasil survei PNPM sesuai dengan kebutuhan mereka, dengan partisipasi disajikan pada Tabel 9.38 penuh dari semua lapisan masyarakat, tidak mempengaruhi pengambilan keputusan dalam masyarakat yang tidak PNPM tidak menunjukkan dampak signifikan terhadap berhubungan dengan PNPM.39 Dalam hal ini, terdapat dua dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan. Temuan hambatan. Pertama, jangka waktu yang tersedia untuk utama untuk dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan melakukan evaluasi atas dua siklus proyek, ada kemungkinan adalah, tidak munculnya pola pengaruh yang signifikan, terlalu singkat dan tidak memadai, mengingat awetnya baik pada sampel utuh maupun sampel sub–kelompok, struktur kekuasaan tradisional dan keagamaan. Kedua, termasuk kaum miskin, kecamatan miskin, dan kelompok pemerintah desa dan masyarakat merasa tidak mendapat terpinggirkan. Sebagaimana ditunjukkan di Tabel 9, uji regresi insentif yang cukup untuk mengadopsi pendekatan PNPM dari model conditional logit dan matched household logit tak dalam aspek–aspek lain tata kelola pemerintahan desa. menghasilkan koefisien yang signifikan. Juga diuji nilai tengah Masyarakat tidak melihat partisipasi dan masukan mereka dari keadaan awal (baseline) dan keadaan akhir (endline), dari terhadap urusan desa bisa mempengaruhi pemerintahan kelompok yang mengikuti PNPM dan kelompok pembanding. daerah. Dalam hal pemerintahan daerah, pejabat desa pada Hasilnya menunjukkan hanya ada sedikit pergerakan selama dasarnya berpegangan pada peraturan yang menyebutkan periode evaluasi. bahwa sebagian besar kegiatan di desa tidak menganut prinsip PNPM utama, seperti prinsip partisipasi dan transparasi. Data proyek menunjukkan bahwa indikator–indikator kunci berperan kuat dalam proyek, namun hal serupa tak Efektivitas fasilitasi dan pelaksanaan program yang terjadi pada pemerintahan desa secara umum. Data yang “rutin”, adalah faktor yang berpengaruh. Kesimpulan diambil dari Sistem Informasi Manajemen (SIM) memperlihatan lain dari komponen kualitatif adalah bahwa faktor yang bahwa partisipasi, akses terhadap informasi, dan kepuasan mempengaruhi kurang efektifnya pengembangan kapasitas penerima manfaat proyek, khususnya perempuan dan sosial dan masyarakat, yang dikembangkan oleh PNPM untuk kaum miskin, cukup kuat dan memenuhi sasaran proyek. mempengaruhi lingkungan di luar PNPM, adalah pendekatan 38 Hasil regresi yang tidak ditampilkan dalam Tabel 9 mengenai dinamika 39 SMERU (2010) 40 Lihat AKATIGA (2010) sosial dan tata kelola dapat disediakan sesuai permintaan. 41 SMERU (2010) 21 22 V. DISKUSI DAN KESIMPULAN 23 24 V. DISKUSI DAN KESIMPULAN Dalam bab ini, akan dibahas temuan–temuan utama berkaitan Berdasarkan temuan dari penelitian kualitatif, efektivitas Temuan terkait dinamika sosial dan indikator tata kelola, juga dengan isu–isu pokok pengembangan PNPM ke depan, proyek ini pada konteks daerah miskin dan terpencil, sebagian komponen kualitatif, berhasil mengidentifikasi faktor utama sebagaimana disajikan dalam Bab 4. dipengaruhi oleh tingkat infrastruktur yang sudah ada, dan yang menyebabkan hal ini. Pertama, kurang kuatnya pengaruh sejauh mana kepentingan masyarakat setempat bisa menyatu terhadap struktur kekuasaan saat ini, plus kurang efektifnya Risalah temuan. Temuan–temuan yang dibahas dalam dengan kepentingan masyarakat miskin. Sebagaimana pengembangan kapasitas masyarakat karena pendekatan bab sebelumnya mengindikasikan bahwa PNPM memiliki dipaparkan di atas, lebih dari 70 persen anggaran proyek pelaksanaan proyek yang sudah menjadi rutinitas. Sementara, dampak positif dalam hal peningkatan kemakmuran rumah digunakan untuk membiayai proyek–proyek infrastruktur, kurang memadainya dukungan fasilitasi mengakibatkan tangga, pengentasan kemiskinan dan perluasan akses khususnya jalan, jembatan dan irigasi. tetap terpinggirkannya pengaruh kaum yang tertinggal. terhadap layanan kesehatan, terutama bagi rumah tangga Kedua, karena masyarakat tidak memandang PNPM sebagai di kecamatan–kecamatan yang menerima dana bantuan Di wilayah miskin dan terpencil yang infrastrukturnya program pengurangan kemiskinan, dan dalam beberapa langsung masyarakat pada periode 2007–2009. Kecuali kemungkinan kurang terbangun, proyek–proyek ini cenderung kasus malah dilihat sebagai penyeimbang program untuk dampak pada akses ke layanan kesehatan, pengaruh positif memiliki manfaat ekonomi yang positif [sebagaimana dapat rumah tangga, kecil kemungkinan pengambilan keputusan PNPM lainnya ternyata belum menjangkau kelompok yang dilihat di Torrens (2005) dan Dent (2001)] yang mempengaruhi dalam PNPM diarahkan langsung pada kelompok masyarakat terpinggirkan dan tertinggal, yang didefinisikan sebagai rumah kemakmuran masyarakat miskin. Ini dikarenakan kebutuhan yang tertinggal. tangga yang dikepalai oleh perempuan dan rumah tangga masyarakat miskin terhadap jalan–jalan utama, jembatan yang kepala keluarganya tidak mengenyam pendidikan dasar. dan irigasi, sama dengan kebutuhan masyarakat luas. Tapi, Dinamika sosial dan tata kelola. PNPM menghadapi PNPM tidak mempengaruhi tingkat partisipasi sekolah untuk di wilayah yang infrastrukturnya sudah terbangun dengan tantangan yang signifikan dalam menterjemahkan SD atau SMP, termasuk tingkat kenaikan kelas dari SD ke SMP. baik, masyarakat miskin cenderung memiliki kebutuhan yang akuntabilitas sosial/transparansi yang diperoleh dalam Tidak ditemukan dampak dari program ini terhadap berbagai berbeda, misalnya pelatihan kerja/penambahan keterampilan program, agar menjadi faktor yang berpengaruh pada indikator terkait dinamika sosial dan tata kelola pemerintahan dan akses kepada modal. perencanaan pembangunan dan aktivitas pembangunan di seperti kepercayaan masyarakat, gotong royong, partisipasi, luar program. Kurangnya dampak signifikan pada indikator dan akses pada informasi. Berhubung masyarakat cenderung masih melihat PNPM sosial dan tata kelola pemerintahan, menunjukkan adanya sebagai program untuk masyarakat luas, mereka memusatkan kebutuhan akan periode fasilitasi yang berkesinambungan, Sejauhmana PNPM memiliki dampak yang langgeng proyek PNPM pada jalan, jembatan, dan irigasi di wilayah yang dengan penekanan yang lebih besar pada keterampilan dan terhadap kemakmuran rumah tangga dan upaya miskin dan terpencil, yang paling mungkin mendapatkan lembaga–lembaga kemasyarakatan. Dengan ini, mereka pengentasan kemiskinan. PNPM tetap menjadi pilihan pendanaan. Berkebalikan dengan kasus pertama, infrastruktur diharapkan bisa mandiri untuk melakukan kegiatan bersama yang efektif untuk membangun infrastruktur yang tambahan sebagai pelengkap infrastruktur yang sudah ada, yang terkoordinasi secara lebih efektif, yang bertujuan untuk dibutuhkan, demi meningkatkan konsumsi rumah tangga, memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk memberikan mencapai tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik. dan mengeluarkan rumah tangga dari kemiskinan. Walaupun manfaat ekonomi. evaluasi baru dilakukan dalam jangka pendek, dan PNPM telah Jika fasilitasi akan dilanjutkan, kualitasnya harus ditingkatkan diperluas hingga mencakup seluruh kecamatan di Indonesia, Akibatnya, proyek yang dipilih akhirnya tidak selaras agar bisa memberikan dampak yang diinginkan, khususnya PNPM berhasil mempertahankan dampak positif terhadap dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat miskin. berkaitan dengan persepsi anggota masyarakat bahwa kemakmuran rumah tangga dan pengurangan kemiskinan, Ini mengindikasikan bahwa PNPM bisa lebih efektif jika tujuan utama program berbasis masyarakat, seperti PNPM, yang berhasil dicapai dalam fase–fase program sebelum menggunakan dana bantuan langsung masyarakat untuk bukanlah untuk mengurangi kemiskinan. Sebagai tambahan, PNPM, yakni PPK. pembangunan infrastruktur di daerah yang ekonominya perubahan dalam desain proyek harus dipertimbangkan paling besar, sembari berkonsentrasi pada pengadaan fasilitas untuk mengatasi keterbatasan dalam akuntabilitas sosial, baik Walaupun evaluasi ini tidak secara langsung melihat kualitas dan pengembangan kapasitas, agar dapat menjangkau di dalam PNPM maupun di luar PNPM. implementasi, perbandingan temuan–temuan yang serupa Selanjutnya, untuk konsumsi rumah tangga, hasil evaluasi dari kaum miskin di wilayah yang infrastrukturnya sudah cukup dengan hasil evaluasi terhadap fase–fase dari proyek keseluruhan sampel, yang boleh dibilang menggambarkan baik. Sebagai catatan, proyek infrastruktur tambahan PNPM sebelumnya menunjukkan bahwa perluasan proyek tidak keseluruhan dampak dari proyek tersebut, secara signifikan umumnya kurang dapat memberikan dampak ekonomi mempengaruhi hasil proyek yang terkait dengan kemakmuran lebih besar di bawah PNPM dibandingkan dengan PPK2. yang tinggi. rumah tangga dan pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, dampak terkonsentrasi di antara rumah tangga miskin dan rumah tangga yang ada di kecamatan yang miskin. Dampak terhadap kelompok yang terpinggirkan. Temuan Sebagai tambahan, hasil yang ada mengindikasikan bahwa di atas mendukung hasil dari evaluasi PPK2 sebelumnya, jangka waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan dampak Efektivitas PNPM dalam berbagai konteks. Tema kedua bahwa di luar perluasan akses terhadap layanan kesehatan, kurang dari lima tahun, sesuai hasil evaluasi yang dilakukan yang muncul adalah keragaman dampak pada kemakmuran proyek ini tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap sebelumnya terhadap PPK2. Walaupun jumlah siklus proyek rumah tangga dan pemberantasan kemiskinan. Walaupun kelompok yang terpinggirkan, khususnya yang berkaitan yang dievaluasi di bawah PNPM terbatas pada 2 dan bukan dampak ditemukan untuk sampel secara keseluruhan, mereka dengan kesejahteraan rumah tangga dan pemberantasan 3–4 sebagaimana dilakukan pada PPK2, dampak terhadap terkonsentrasi pada rumah tangga miskin, dengan manfaat kemiskinan. kemakmuran rumah tangga dan pemberantasan kemiskinan terbesar pada kuintil pertama konsumsi per kapita rumah secara umum konsisten, atau mungkin malah lebih pendek tangga, dan pada kuintil termiskin di kecamatan. karena pendeknya periode evaluasi. 25 26 VI. REKOMENDASI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 27 28 VI. REKOMENDASI DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Secara umum, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Strategi untuk mengatasi berbagai hambatan dalam mekanisme PNPM yang memberikan dampak positif bagi mewujudkan akuntabilitas sosial ke bawah (downward masyarakat adalah pembangunan infrastruktur, yang social accountability). Fakta bahwa institusi selain kemudian berdampak pada pengurangan kemiskinan dan PNPM belum dapat menyamai tingkat transparansi dan peningkatan kesejahteraan rumah tangga, serta peningkatan kualitas tata kelola PNPM, mengindikasikan bahwa tujuan akses kepada layanan kesehatan, khususnya di wilayah miskin utama untuk meningkatkan akuntabilitas sosial belum dan terpencil. tercapai. Meskipun PNPM bukanlah satu–satunya program yang bertanggungjawab untuk mengubah lingkungan Proyek ini belum dapat secara efektif memperluas pemerintahan  daerah, PNPM termasuk salah satu manfaat–manfaat tadi kepada kelompok yang tertinggal, atau program yang ditempuh untuk memperkenalkan tata mempengaruhi dinamika sosial, tata kelola pemerintahan, kelola pemerintahan yang baik di kawasan perdesaan. dan pengambilan keputusan dalam aktivitas pembangunan di Diperlukan penelitian  lebih lanjut mengenai hambatan luar program. Hasil penelitian ini menggarisbawahi beberapa dalam mengadopsi prinsip transparansi dan akuntabilitas hal penting yang perlu dipertimbangan untuk program PNPM PNPM, juga penelitian mengenai perubahan desain yang Perdesaan dan penelitian–penelitian di masa mendatang: bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan tadi. Keberlanjutan pendanaan pembangunan infrastruktur, dengan penekanan utama pada perawatan dan ke- Melanjutkan pemusatan perhatian pada kelompok- langgengan infrastruktur. PNPM terus menjadi cara efektif kelompok yang terpinggirkan. Harus ditentukan apakah dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur yang pelaksanaan program sudah secara optimal memenuhi dibutuhkan masyarakat perdesaan guna meningkatkan kebutuhan kelompok–kelompok yang terpinggirkan, dan kesejahteraan keluarganya. Program ini harus terus berlanjut, mempertimbangkan perubahan desain lebih lanjut, atau melihat masih luasnya kesenjangan ketersediaan infrastruktur perubahan pendekatan pembangunan untuk memenuhi di wilayah perdesaan. kebutuhan mereka. Namun, manfaat–manfaat tersebut hanya akan ber- Memperbaharui fokus terhadap partisipasi dan kesinambungan jika infrastruktur yang dibangun memiliki keterlibatan kaum miskin dan terpinggirkan dalam kualitas yang memadai untuk bisa terus digunakan secara pengambilan keputusan. Agar program tidak sekadar efektif. Penelitian di masa depan harus memusatkan perhatian menjadi sebuah “rutinitas” setelah dilakukan perluasan pada kualitas perawatan dan kesinambungan dari keseluruhan cakupan dan akibat dari lamanya pelaksanaan program infrastruktur yang dibangun oleh program, juga mekanisme di banyak lokasi, program ini membutuhkan upaya dan prosedur saat ini, untuk memastikan dilakukannya baru untuk memperkuat  pendekatan utamanya. Hal ini perawatan yang memadai. berupa keterlibatan masyarakat dalam setiap pogram, untuk memastikan bahwa seluruh kelompok terlibat Pendekatan terarah untuk alokasi Bantuan Langsung dan berpartisipasi  penuh dalam pengambilan kebijakan Masyarakat (block grant). Sebagaimana  dibahas sebelum- sepanjang siklus program. nya, hasil terbesar dicapai justru di daerah miskin dan terpencil. Sejumlah Bantuan Langsung Masyarakat harus diarahkan ke Meneruskan pengumpulan data. Walaupun perluasan daerah yang tingkat ketersediaan infrastrukturnya rendah, PNPM Perdesaan untuk mencakup seluruh kecamatan di guna memaksimalkan dampak kemakmuran bagi rumah negeri ini mengakibatkan tidak ada lagi daerah yang bisa tangga. Riset tambahan dibutuhkan untuk memahami dijadikan wilayah pembanding (control areas), sifat panel efektivitas program dalam konteks yang lebih luas dari survei masih akan berguna dalam menelusuri kemajuan (kemiskinan, infrastruktur kawasan), prosedur implementasi berbagai indikator utama. Putaran Survei di 2012 dan 2014 (ukuran Bantuan Langsung Masyarakat, lama waktu partisipasi perlu dilakukan untuk memastikan adanya pemeriksaan yang dalam program), dan pertimbangan–pertimbangan dalam berkesinambungan terhadap efektivitas program. hal menyesuaikan menu dan ukuran Bantuan Langsung Masyarakat, untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang berbeda di dalam konteks daerah. 29 30 DAFTAR PUSTAKA Abadie, Alberto and Guido W. Imbens, 2002, “Simple and Bias—Corrected Matching Estimators for Average Treatment Effects1”, NBER Technical Kano, Shigeki, 2003, “Japanese Wage Curve: A Pseudo Panel Study”, University of Tsukuba, Japan, May 2003. Working Paper, No. 0283, Massachusetts: National Bureau of Economic Research, October 2002. Labonne, Julien and Rob Chase, 2007, “Who’s at the Wheel when Communities Drive Development? The Case of the KALAHI–CIDSS in the Abadie, Alberto, David Drukker, Jane Leber Herr and Guido W. Imbens1, 2001, ”Implementing Matching Estimators for Average Treatment Effects Philippines”, Social Development Papers, Paper No. 107, The World Bank, September 2007. in Stata”, The Stata Journal, Vol. 1, Number 1, pp. 1–18. Lawson, David, Andy McKay and John Okidi, 2003, “Poverty Persistence and Transitions in Uganda: A Combined Qualitative and Quantitative Alatas, Vivi, 2005, “An Evaluation of Kecamatan Development Project”, June, Jakarta: The World Bank, June 2005. Analysis”, Kampala: Economic Policy Research Centre, December 2003. AKATIGA, 2010, “Marginalized Groups in PNPM,” Jakarta, Indonesia: The World Bank, PNPM Support Facility. Lawson, David, Andy McKay and John Okidi, 2003, “Poverty Persistence and Transitions in Uganda: A Combined Qualitative and Quantitative Analysis”, Kampala: Economic Policy Research Centre, December 2003. Becker, Sascha O. and Marco Caliendo, 2007, “mhbounds – Sensitivity Analysis for Average Treatment Effects, German Institute of Economic Research, Working Paper, Berlin: DIW, January 2007. Mansuri, Ghazala and Rao, Vijayendra, 2004. “Community Based (and Driven) Development: A Critical Review”. World Bank Policy Research Working Paper No. 3209. Becker, Sascha O. and Andrea Ichino, 2002, “Estimation of average treatment effects based on propensity scores”, Centre for Employment Studies Working Paper, Laboratorio R. Revelli. McCulloch, Neil. and Baluch, B, 1999. “Distinguishing the Chronically From Transitory Poor– Evidence from Pakistan”, Working Paper No. 97, Institute of Development Studies, University of Sussex, UK. Chantala, Kim, Dan Blanchette and C. M. Suchindran, 2006, “Software to Compute Sampling Weights for Multilevel Analysis” Carolina Population Center, UNC at Chapel Hill, January 2006. McKenzie, David, John Gibson and Steven Stillman, 2006, “How Important is Selection? Experimental Vs Non–experimental Measures of the Income Gains from Migration1”, Policy Research Working Paper Series, No. 3906, The World Bank, May 2006. Chowhan, James and Neil J. Buckley, 2005, “Using Mean Bootstrap Weights in Stata: A BSWREG Revision”, The Research Data Centres Information and Technical Bulletin, Vol. 2 No. 1, pp. 23–37. McLaughlin Kerry, Satu Adam, and Hoppe, Michael 2007, “Kecamatan Development Program Qualitative Impact Evaluation.” Jakarta: The World Bank. Cook, Thomas D., William R. Shadish, Jr., and Vivian C. Wong, 2005, “Within Study Comparisons of Experiments and Non–Experiments: Can they help decide on Evaluation Policy?”, Paper presented at the French Econometric Society Meeting on Program Evaluation, Paris, France, December 2005 . Morgan, Stephen L and David J. Harding, 2006, “Matching Estimators of Causal Effects: From Stratification and Weighting to Practical Data Analysis Routines”, Sociological Methods & Research, Vol. 35, No. 1, 3–60. Deaton, Angus, 2000. The Analysis of Household Surveys: A Microeconometric Approach to Development Policy. Baltimore: The Johns Hopkins University. National Management Consultants 2005, “Kecamatan Development Program Phase Two: Fourth Annual Report 2005” : Jakarta, National Demographic Institute Faculty of Economic University of Indonesia, 2002, “Evaluating KDP Impacts on Community Organization and Household Management Consultant for KDP National Secretariat, Directorate General Community and Rural Development, Ministry of Home Affairs Welfare”, Depok: Faculty of Economics University of Indonesia, July 2002. National Management Consultants 2007, “Kecamatan Development Program Phase Two: Final Report”: Jakarta, National Management Consultant Dehejia, Rajeev H. and Sadek Wahba, 2002, “Propensity Score–Matching Methods for Nonexperimental Causal Studies”, The Review of Economics for KDP National Secretariat, Directorate General Community and Rural Development, Ministry of Home Affairs and Statistics, Vol. 84, No. 1, pp. 151–161, February 2002. Olken, Ben. 2005. “Power Calculations for Community CCT Project”, Jakarta: The World Bank, mimeo. Dent, Geoffrey, 2001 “Ex–Post Evaluation of Kecamatan Development Program (KDP1) Infrastructure Projects.”, Jakarta: The World Bank. Papanek, Gustav F., 2007, “Employment and the PNPM–RURAL Program”, Jakarta: The World Bank, December 2007. Dragoset, Lisa and Fields, Gary, 2006 “US Earnings Mobility: Comparing Survey–Based and Administrative–Based Estimates.” Society for the Study of Economic Inequality Working Paper, WP2006–55, ECINEQ. Pritchett, Lant, Asep Suryahadi, Sudarno Sumarto, 2000, “Quantifying Vulnerability to Poverty: A Proposed Measure, with Application to Indonesia”, SMERU Working Paper, May 2002. Fields, Gary et. Al., 2001 “Household Income Dynamics: A Four Country Study.” Paper prepared for the NBER Conference on Labor and the Global Economy, Cambridge, MA, 2001. Raudenbush et. al. 2006. “Optimal Design for Logitudinal and Multilevel Research.”, National Institutes of Health, mimeo. Handa, Sudhanshu and John A. Maluccio, 2007, “Matching the gold standard: Evidence from a social experiment in Nicaragua”, Population and Rubin, Donald B. and Neal Thomas, 2000, “Combining Propensity Score Matching with Additional Adjustments for Prognostic Covariates”, Journal Health InfoShare, No. 07–100, August 2007. of the American Statistical Association, Vol. 95, No. 450, pp. 573–585, June 2000. Heckman, James J., Hidehiko Ichimura and Petra Todd, 1998, “Matching As An Econometric Evaluation Estimator”, Review of Economic Studies, Rubin, Donald B., 1979, “Using Multivariate Matched Sampling and Regression Adjustment to Control Bias in Observational Studies”, Journal of the Volume: 65, Issue: 2, April, pp. 261–94. American Statistical Association, Vol. 74, No. 366, pp. 318–328, June 1979. Institute for Social and Economic Research, Education and Information (LP3ES), 2008, “PNPM–RURAL Component Qualitative Baseline Report”, Rosenbaum P. R and Rubin, Donald, 1983, “The Central Role of the Propensity Score in Observational Studies for Causal Effects,” Biometrika, 70, pp Jakarta: The World Bank. 41–55. Jalan, Jyotsna and Martin Ravallion, 2001, “Does Piped Water Reduce Children’s Health Improves on Average as A Result of Policy Diarrhea for SMERU, 2010, “A Qualitative Study on the Impact of the 2010 PNPM–Rural in East Java, West Sumatera, and Southeast Sulawesi,” Jakarta, Indonesia: Children Interventions that Expand in Rural India?”, Policy Research Working Paper, The World Bank Development Research Group Poverty, August The World Bank, PNPM Support Facility. 2001. 31 32 Smith, Jeffrey and Todd, Petra, 2003. “Does Matching Overcome Lalonde’s Critique of Nonexperimental Estimators?,” University of Western Ontario, CIBC Human Capital and Productivity Project Working Papers No. 20035, University of Western Ontario, CIBC Human Capital and Productivity Project. Suryadarma, Daniel, Asep Suryahadi and Sudarno Sumarto, 2007, “Reducing Unemployment in Indonesia: Results from a Growth–Employment Elasticity Model”, SMERU Working Paper, Jakarta: SMERU Research Institute. January 2007. Suryadarma, Daniel Asep Suryahadi and Sudarno Sumarto, 2005, “The Measurement and Trends of Unemployment in Indonesia: The Issue of Discouraged Workers”, SMERU Working Paper, Jakarta: SMERU Research Institute, July 2005. Suryahadi, Asep and Sudarno Sumarto, 1999, “Update on the Impact on the Indonesian Crisis on the Consumption Expenditure and Poverty Incidence: Results from the December 1998 Round of 100 Village Survey”, SMERU Working Paper, Jakarta: Social Monitoring and Early Response Unit, SMERU, August 1999. Torrens, Anthony, 2005, “Economic Impact Analysis of Kecamatan Development Program Infrastructure Projects”, Jakarta: The World Bank. Voss, John, 2008. “Impact Evaluation of the Second Phase of the Kecamatan Development Program”, Jakarta, The World Bank. Wassenich, Paul and Katherine Whiteside. 2003. “CDD Impact Assessment Study: Optimizing Evaluation Design Under Constraints”, World Bank CDD and Social Capital Anchor, Mimeo. Wiehler, Stephan A., 2006, “Bias Reducing Estimation of Treatment Effects in the Presence of Partially Distorted Data”, Berlin: Swiss Institute for International Economics and Applied Research, University of St. Gallen, Switzer–land, January 2006. World Bank, 2005, “CDD and Social Capital Impact Designing a Baseline Survey in the Philippines”, Washington, D.C.: The International Bank for Reconstruction and Development, The World Bank, May 2005. 33 34 TABEL 3: TABEL 4: PERUBAHAN CATATAN KONSUMSI RIIL PER KAPITA RUMAH TANGGA KELUAR DARI KEMISKINAN   Perbedaan Pertama Model Pencocokan Rumah Tangga   Model Multinomial Logit Model Pencocokan Rumah Tangga   berdasarkan Pembandingan Mean     berdasarkan Pembandingan Mean Sampel Sample Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs   Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Seluruh Sampel   0.091** 0.026 6143 0.053** 0.016 6142 Seluruh Sampel 0.021* 0.013 6143 0.079* 0.043 532 Prediksi Kuintil 1 0.118** 0.048 1229 0.112** 0.030 1227 Skor Kemiskinan Kuintil 1 0.032* 0.2 1208 0.167** 0.083 172 Konsumsi Kecamatan   Kuintil 2 0.084* 0.051 1229 0.039 0.030 1226 Kuintil 2 0.027 0.01992 1230 –0.0093 0.0116 137 Kuintil 3 0.156** 0.046 1228 0.086** 0.033 1229 Kuintil 3 0.0001 0.0001 1229 –0.0059 –0.012 104 Kuintil 4 0.015 0.046 1229 0.008 0.034 1228 Kuintil 4 0.0315 0.022 1229 0.029 0.096 93 Kuintil 5 0.056 0.057 1228 0.021 0.033 1226 Kuintil 5 0.006 0.213 1246 0.225** 0.096 90 Skor Kemiskinan Kuintil 1 0.127** 0.066 1208 0.095** 0.034 1206 Grup Tertinggal Tanpa 0.0139 0.0165 1907 0.109 0.064 248 Kecamatan Pendidikan Kuintil 2 0.070 0.069 1230 0.055* 0.029 1226 Dasar Kuintil 3 0.073 0.083 1229 –0.023 0.038 1228 Dengan 0.0038 0.01748 1925 0.033 0.076 189 Pendidikan Kuintil 4 0.124* 0.073 1229 0.134** 0.035 1228 Dasar Kuintil 5 0.014 0.064 1246 0.020 0.030 1244 Kepala Keluarga 0.022 0.026 873 0.002 0.108 69 Perempuan Grup Tertinggal Tanpa Pendidikan –0.012 0.025 6143 –0.025 0.037 6142 Dasar Dengan –0.028 0.028 6143 0.027 0.033 6142 Pendidikan Dasar Kepala Keluarga –0.096 0.157 6143 0.019 0.027 6142 Perempuan Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen.  Koefisien merupakan selisih persentase Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen. Koefisien merupakan selisih nilai persentase poin dalam tingkat pertumbuhan tercatat dari konsumsi riil per kapita antara PNPM dan rumah tangga pembanding.  Set pertama dalam persentase rumah tangga keluar dari kemiskinan antara PNPM dan rumah tangga pembanding. Set pertama adalah estimasi menggunakan pendekatan pertama pada sampel penuh, termasuk penyesuaian regresi. Set kedua estimasi menggunakan perkiraan efek marginal dihitung pada rata–rata, diperoleh melalui model multinomial logit pada sampel penuh. Set kedua estimasi kernel Epanechnikov untuk membuat sampel sesuai pada tingkat rumah tangga dan melakukan tes perbandingan mean. menggunakan kernel Epanechnikov untuk membuat sampel sesuai pada tingkat rumah tangga dan melakukan tes conditional comparison of means. 35 36 TABEL 5: TABEL 6: RUMAH TANGGA PINDAH KE KEMISKINAN PERUBAHAN AKSES RUMAH TANGGA UNTUK PERAWATAN RAWAT JALAN Sampel Model Multinomial Logit Model Pencocokan Rumah Tangga Sampel Model Multinomial Logit Model Pencocokan Rumah Tangga     berdasarkan Pembandingan Mean   berdasarkan Pembandingan Mean Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Seluruh Sampel 0.0014 0.0088 6143 0.009 0.008 532 Seluruh Sampel 0.051** 0.0157 4811 0.045** 0.017 5451 Skor Kemiskinan Kuintil 1 0.0067 0.2123 1208 0.069 0.05 172 Prediksi Konsumsi Kuintil 1 0.062** 0.028 2483 0.057** 0.028 1562 Kecamatan Kuintil 2 –0.03 0.02 1230 –0.023 0.015 137 Kuintil 2 0.002 0.021 2209 0.044 0.034 1322 Kuintil 3 0.0003 0.0002 1229 –0.005 0.019 104 Kuintil 3 0.021 0.023 1804 0.03 0.024 1064 Kuintil 4 0.009 0.022 1229 0.006 0.019 93 Kuintil 4 0.034 0.023 1750 0.043 0.033 905 Kuintil 5 0.0001 0.0005 1246 0.007 0.014 90 Kuintil 5 0.024 0.026 1307 –0.005 0.036 698 Grup Tertinggal Tanpa Pendidikan –0.005 0.015 1907 0.012 0.019 248 Skor Kemiskinan Kuintil 1 –0.032 0.028 1871 0.046 0.039 1115 Dasar Kecamatan Kuintil 2 0.025 0.021 1939 0.053* 0.029 1057 Dengan 0.023 0.016 1925 0.002 0.015 189 Pendidikan Dasar Kuintil 3 –0.004 0.032 1884 0.013 0.037 1003 Kepala Keluarga 0.003 0.028 873 0.021 0.014 69 Kuintil 4 0.02 0.028 1953 0.029 0.038 1196 Perempuan Kuintil 5 0.011 0.027 1906 0.22** 0.03 1070 Grup Tertinggal Tanpa Pendidikan 0.043** 0.021 3152 0.075** 0.027 1755 Dasar Dengan Pendidikan 0.0006 0.02 3060 0.034 0.034 1679 Dasar Kepala Keluarga –0.065 0.049 1036 –0.053 0.047 570 Perempuan Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen. Koefisien merupakan selisih nilai persentase Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen. Koefisien merupakan selisih nilai persentase dalam persentase rumah tangga yang bergerak menuju ke kemiskinan antara PNPM dan rumah tangga pembanding.  Set pertama dalam persentase orang yang baru mencari perawatan rawat jalan pada 2010 (setelah mengabaikan perawatan rawat jalan pada adalah perkiraan efek marginal dihitung pada rata–rata diperoleh melalui model logit multinomial pada sampel penuh.Set 2007) antara PNPM dan rumah tangga pembanding. Set pertama adalah perkiraan efek marginal dihitung pada rata–rata diperoleh kedua estimasi menggunakan kernel Epanechnikov untuk membuat sampel sesuai pada tingkat rumah tangga dan melakukan melalui model multinomial logit pada sampel penuh. Set kedua estimasi menggunakan kernel Epanechnikov untuk membuat perbandingan bersyarat tes mean. sampel sesuai pada tingkat rumah tangga dan melakukan perbandingan bersyarat tes mean. 37 38 TABEL 7: TABEL 8: PERUBAHAN TINGKAT TRANSISI DARI PENDIDIKAN DASAR SAMPAI PERUBAHAN STATUS PEKERJAAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Sampel Model Multinomial Logit Model Pencocokan Rumah Tangga Sampel Model Multinomial Logit  Model Pencocokan Rumah Tangga berdasarkan   berdasarkan Pembandingan Mean Pembandingan Mean Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Seluruh Sampel   0.031 0.021 1042 0.046 0.054 1038 Seluruh Sampel .0135** 0.006 5241 0.017 0.011 4238 Prediksi Kuintil 1 –0.002 0.015 373 0.031 0.046 362 Konsumsi Kuintil 2 0.012 0.018 280 –0.004 0.037 261 Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen. Koefisien merupakan selisih poin persentase dalam persentase orang yang dipekerjakan pada 2010 (setelah menganggur pada 2007), antara rumah tangga PNPM dan Kuintil 3 0.035 0.033 229 0.013 0.028 220 pembanding. Set pertama adalah perkiraan efek marginal dihitung pada rata–rata diperoleh melalui model multinomial logit pada sampel penuh. Set kedua estimasi menggunakan kernel Epanechnikov untuk membuat sampel sesuai pada tingkat rumah tangga Kuintil 4 0.01 0.008 142 0.021 0.019 135 dan melakukan tes conditional comparison of means. Kuintil 5 0.082 0.056 114 0.037 0.052 101 Skor Kemiskinan Kuintil 1 0.023 0.017 185 0.028 0.036 183 TABEL 9: Kecamatan Kuintil 2 –0.018 0.025 227 0.0005 0.029 218 PERUBAHAN MODAL SOSIAL DAN INDIKATOR TATA KELOLA Kuintil 3 0.043 0.039 186 –0.034 0.018 183 Sampel Model Multinomial Logit Model Pencocokan Rumah Tangga berdasarkan Kuintil 4 0.027 0.018 232 0.013 0.016 225 Pembandingan Mean Kuintil 5 0.005 0.011 222 0.023 0.019 211 Koefisien Std. Error Obs Koefisien Std. Error Obs Grup Tertinggal Tanpa Pendidikan 0.052 0.041 340 0.045 0.037 321 Dasar Insiden Aksi Kolektif 0.011 0.015 6137 0.009 0.017 5982 Kepala Keluarga 0.011 0.023 331 0.009 0.011 308 Kepercayaan terhadap –0.005 0.009 6137 –0.003 0.011 5843 Perempuan^ Pemerintah Desa Tingkat Pendaftaran Mempetisi Pemerintah Daerah 0.013 0.024 6137 0.018 0.026 6012 Partisipasi dalam Rapat Desa 0.008 0.015 6137 0.01 0.021 5941 Seluruh Sampel Sekolah Dasar 0.003 0.008 3589 –0.008 0.013 2973 Persepsi pada Pemerintah 0.043 0.034 6137 0.039 0.029 6041 Sekolah 0.034 0.027 1216 0.028 0.021 1008 Daerah dalam Memperhatikan Menengah Kebutuhan Masyarakat Pertama Akses Informasi Mengenai 0.056 0.038 6137 0.041 0.034 6019 Dana Pembangunan Catatan: * menunjukkan signifikansi pada tingkat 10 persen, ** pada tingkat 5 persen. Koefisien merupakan selisih nilai persentase Catatan: semua sampel penuh. Koefisien merupakan perubahan selisih poin persentase dalam setiap variabel hasil yang berpasangan dalam persentase partisipasi anak–anak di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada 2007 dan 2010 secara berurutan, antara rumah tangga PNPM dan pembanding. Set pertama dari estimasi menggunakan model conditional logit sedangkan yang untuk kelompok usia 11–12 pada 2007 antara rumah tangga PNPM dan pembanding. Set pertama adalah perkiraan efek marginal kedua menggunakan model household matched conditional comparison of means. dihitung pada rata–rata, diperoleh melalui model multinomial logit pada sampel penuh. Set kedua estimasi menggunakan kernel Epanechnikov untuk membuat sampel sesuai pada tingkat rumah tangga dan melakukan perbandingan bersyarat tes rata–rata. ^: Ukuran sampel terlalu kecil 39 40 LAMPIRAN 41 42 sampel EA, dua EA dipilih secara acak. Dalam beberapa kasus, perlakuan yj, dimana c menunjukkan kelompok kontrol, LAMPIRAN 1: METODOLOGI karena masalah keterpencilan atau kesulitan dalam akses, EA kami dapat meniru keadaan yang tidak teramati E (yij / D = 0) diganti dengan persetujuan tim evaluasi Bank Dunia. Dalam dengan menggantikan E (ycij / D = 0) sehingga setiap EA, dari 16 rumah tangga itu dimbil 11 rumah tangga sebagai sampel berdasarkan nomor identifikasi rumah tangga (2) E (yij / D = 0) = E (ycij / D = 0) mereka pada SUSENAS 2002. Kesebelas rumah tangga yang A.1.1. Pengambilan Sampel pertama, awalnya ditargetkan dan disurvei, kecuali jika kepala Dalam praktek, mustahil untuk menemukan kelompok rumah tangga pada 2007 telah meninggalkan desa, tidak bisa pembanding dengan sifat yang identik. Solusi standar adalah Tingkat Kecamatan. Kerangka sampel kecamatan terdiri dari Tabel A1.1: Distribusi Kecamatan Cocok ditemukan, atau menolak untuk diwawancarai. Dalam hal mengacak penugasan D, yang akan memastikan bahwa (2) semua desa di kecamatan yang berpartisipasi dalam PNPM menurut Provinsi ini, tim survei akan menargetkan rumah tangga berikutnya terpuaskan dengan ukuran sampel yang memadai. pada 2007 sebagai kandidat untuk kelompok perlakuan, dari 16 yang masuk dalam daftar. Dalam kasus pemisahan serta semua kecamatan yang tidak berpartisipasi dalam rumah tangga atau berpindah di dalam desa, rumah tangga Mengingat kurangnya pengacakan untuk partisipasi PNPM, PNPM sampai akhir 2009 dan program PNPM serupa selama Bali 10 yang kepala rumah tangganya dari SUSENAS 2007 dianggap pendekatan yang umum dilakukan adalah memperkirakan periode 2002–2007 sebagai kelompok pembanding. Program menjadi lokasi pada 2010. Karena EA merupakan rancangan probabilitas D dengan menggunakan pendekatan pencocokan seperti PNPM diidentifikasi berdasarkan kesamaan mereka Banten 14 yang bersifat geografis, dalam kajian ini tidak diharapkan ada skor. Ini dilakukan untuk memilih kelompok kontrol yang dalam pendekatan yang berkaitan dengan organisasi korelasi antara pengurutan rumah tangga dan nomor identitas bisa diperbandingkan dengan seleksi yang terkondisi pada masyarakat, pengambilan keputusan melalui komunitas dan DI Yogyakarta 2 rumah tangga dengan variabel hasil. Oleh karena itu, proses seperangkat karakteristik yang dapat diamati. Satu set X jumlah realisasi per desa atau kecamatan. Lima program sampling pada tingkat EA tidak mungkin mendatangkan bias. kovarians yang diamati, dipilih sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria: Jambi 15 Sumber lebih lanjut potensi bias adalah tingkat pengurangan distribusi semua kovarians di X menjadi sama—antara yang yang berkorelasi dengan perlakuan variabel: hanya rumah diberi perlakuan dan kelompok pembanding—sesuai dengan • Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (Asian Development Bank) Jawa Barat 34 tangga yang tidak bermigrasi yang dimasukkan dalam sampel, manakala sumber daya rumah tangga di luar desa kondisi tindakan bersyarat pada X. Hasil pengukuran untuk kelompok perlakuan dan kelompok pembanding tidak • Proyek Dukungan untuk Masyarakat dan Pemerintah Daerah (Asian Development Bank) Jawa Tengah 34 terbatas. Namun, jumlah rumah tangga yang tidak dapat dilacak hanya 9 persen dari keseluruhan sampel, dan hasil dipengaruhi oleh penugasan perlakuan D: • Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (Bank Dunia) Jawa Timur 64 tes comparison of means menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam tingkat pengurangan dan persentasenya, (3) Pr (D = 1/X, ycij) = Pr (D = 1/X) • Program Pengembangan Prasarana Desa (Japan Bank for International Cooperation) Kalimantan Selatan 27 antara rumah tangga yang diberi perlakuan dan rumah tangga pembanding.43 Dalam rumah tangga, rumah tangga Seperti ditunjukkan Rosenbaum dan Rubin (2003), jika kecenderungan nyata skor Pr (A = 1/ X) diketahui untuk setiap • Pengembangan Masyarakat Australia dan Skema Pembangunan Penguatan Masyarakat Sipil (AUSAID) Lampung 28 (tapi bukan individu) dilacak jika mereka tetap di provinsi SEDAP atau jika mereka pindah ke Jakarta. pengamatan, maka kondisi dalam (3) puas. Dalam prakteknya, kami harus memperkirakan Pr (A = 1/X). Metode standar adalah dengan regresi pada kovarians yang dipilih pada Nusa Tenggara Barat 4 Selain itu, provinsi–povinsi yang disampel dan yang tidak Bobot pengambilan sampel merupakan komposit dari dua variabel indikator perlakuan, dengan menggunakan probit disampel dalam survei SUSESNAS 2002 tidak termasuk dalam tahap pembobot yang dihitung menggunakan PWIGLS di standar atau model logit, kemudian menggunakan proses Riau 21 bingkai sampling sub–distrik, termasuk di dalamnya yaitu STATA dan mempertimbangkan pengambilan sampel di pencocokan untuk memilih pengamatan bagi kelompok yang Maluku, Maluku Utara, Papua dan Aceh. Karena keterbatasan kedua kecamatan dan di tingkat EA. mendapat perlakuan dan kelompok pembanding yang paling Sulawesi Selatan 61 sumber daya, beberapa provinsi yang memiliki kecamatan di memenuhi kondisi dalam (3). daerah terpencil, seperti Kalimantan Barat, dikeluarkan setelah A.1.2 Identifikasi Sulawesi Tenggara 12 dipastikan bahwa hanya sejumlah kecil dari kecamatan di sana Pencocokan tingkat Kecamatan. Karena perlakuan memiliki kesempatan untuk dimasukkan dalam sampel akhir. Identifikasi masalah dalam evaluasi program. Evaluasi untuk PNPM diberikan pada tingkat kecamatan dan Seleksi yang dilakukan dengan menggunakan metodologi Sulawesi Utara 13 ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak PNPM pada strategi pengambilan sampel ditentukan rumah tangga pencocokan skor kesejahteraan—seperti dijelaskan di perubahan, dalam satu set indikator hasil. Misalkan yij adalah dalam kecamatan, kami mula–mula mencocokkan skor bawah—mendapatkan 300 kecamatan, terdiri dari 150 Sumatera Barat 31 perubahan pada indikator hasil bunga untuk rumah tangga i di kecenderungan di kecamatan ke atas, untuk memilih sampel pasangan kelompok yang diberi perlakuan dan kecamatan sub–distrik j. Jika perubahan di lokasi yang diberi perlakukan secara keseluruhan. Sekelompok yang terdiri dari enam pembanding. Untuk memastikan hasil yang terbaik dalam Sumatera Selatan 21 dan yang tidak diberi perlakuan bisa diamati, maka bisa puluh kovarians teramati, dipilih dari sensus pedesaan prosedur pencocokan, sampel tidak dikelompokkan dilakukan perbandingan atas perbedaan perubahan nilai PODES 2005 dan SUSENAS 2002 yang dilaksanakan oleh BPS. berdasarkan wilayah. Pasangan yang cocok dipilih dari Sumatera Utara 65 rata–rata bagi kedua situasi, untuk memperkirakan dampak Kovarians tersebut terdiri dari indikator di tingkat kecamatan seluruh kelompok kecamatan dalam kerangka sampel. 42  Pada dari program: menyangkut infrastruktur, demografi, kondisi ekonomi dan akhirnya, 17 provinsi masuk dalam sampel. geografis, serta kemiskinan. Variabel indeks pendidikan (1) E (yij / D = 1) = E (yij / D = 1) – E (yij / D = 0) dan kesehatan disusun dari data pemetaan kemiskinan Tingkat Rumah Tangga. Dalam setiap kecamatan, dua area oleh BAPPENAS pada 2005 sebagai bagian dari pemilihan daftar (EA) dipilih secara acak untuk sampel tingkat rumah D = 1 jika perlakuan tersebut diterima dan D = 0 jika perlakuan kecamatan PNPM. Untuk sampel dari sisa kecamatan yang tangga dari kerangka sampling, yaitu terdiri dari rumah tangga tidak diterima. Standar evaluasi permasalahan adalah E disurvei dalam SUSENAS 2002 (lihat Bagian A.1 di atas), kami 42 Terbatasnya jumlah kecamatan yang tersedia untuk pencocokan karena yang disurvei dalam modul inti SUSESNAS 2002. EA adalah unit (yij / D = 0) tidak diamati. Sebaliknya, kami berusaha untuk kemudian meregresi kovarians pada indikator perlakuan dengan mengesampingkan partisipasi dalam PNPM lain seperti program usaha diberikan untuk stratifikasi yang cocok di dalam kabupaten dan / sampling dari enam belas rumah tangga yang digunakan oleh membangun situasi yang bertentangan dengan apa yang dengan menggunakan model logit. Dari regresi ini, kami atau provinsi tidak layak karena kualitas yang sesuai pada kovarian tidak BPS dalam memilih sampel untuk SUSENAS dan survei lainnya. akan terjadi di lokasi PNPM jika proyek tidak terjadi. Jika memprediksi kemungkinan partisipasi dalam PNPM, estimasi akan cukup kuat untuk dipercaya dalam mengklaim keseimbangkan Karena EA dipilih langsung dari tingkat kabupaten, jumlah kami dapat menemukan kelompok pembanding kecamatan Pr (A = 1/X). Karena terbatasnya jumlah kecamatan yang antara kelompok perlakuan dan kelompok pembanding.Meskipun rumah tangga yang dijadikan sampel per kecamatan dalam ycj dengan karakteristik yang identik dengan kelompok tersedia untuk kelompok pembanding, dan kebutuhan untuk ada kekhawatiran sehubungan dengan kovarian tidak termasuk dalam pencocokan sehubungan dengan perbedaan antar kabupaten dan survei SUSENAS dapat berbeda, meskipun untuk SUSENAS memenuhi persyaratan ukuran sampel, kami melakukan provinsi, hal ini diatasi dengan beberapa hal oleh fakta bahwa kovarian 2002 ditentukan dua. Dalam kasus di mana ada banyak pencocokan menggunakan tetangga terdekat tanpa metode tetap akan ditangani melalui pendekatan perbedaan–dalam–perbedaan. 43 Hasil tersedia atas permintaan. 43 44 penggantian, untuk memilih 150 pasangan perlakuan geografis adalah kriteria yang tidak mungkin dipenuhi serupa dan pembanding kecamatan. Penggunaan metode oleh rancangan penelitian, namun diharapkan ini akan Tabel A1.2: Tes Menyeimbangkan untuk kovarian ini bisa bermasalah dan mendatangkan hasil yang tidak dikurangi sampai batas tertentu melalui penggunaan sesuai. Namun, seperti catatan Rubin (2000), hal ini bukanlah perbedaan–dalam–perbedaan, dengan estimator yang cocok masalah sepanjang kovarians yang dicocokkan berdistribusi untuk mengoreksi faktor–faktor yang tidak teramati dalam Nama Variabel Comparison of Kolmogorov– Proporsi desa dengan 0.484 0.383 setara atau seimbang antara kelompok perlakuan dan invarians waktu. Means Tests Smirnov test PDAM kelompok pembanding. for equality of Seperti ditunjukkan oleh Smith dan Todd (2005), estimator distribution Proporsi desa dengan 0.552 0.787 Semua kovarians diuji menggunakan tes simple comparison penyesuaian perbedaan–dalam–perbedaan ini paling sedikit Gerakan Pramuka means serta test Kolmogorov–Smirnov dan Hotelling biasnya, dalam studi yang membandingkan efektivitas   p–value p–value menyangkut kesetaraan distribusi. Hasilnya tidak ditemukan berbagai estimator dalam mereplikasi hasil acak. Seperti Proporsi desa dengan klub 0.104 0.974 perbedaan yang signifikan untuk semua tes di antara semua disebutkan di atas, kurangnya perbedaan yang signifikan Skor Kemiskinan (Indeks 0.160 0.120 pemuda kovarians. Ini menunjukkan bahwa sampel kecamatan dalam tren waktu antara 2002 dan 2007 turut mendukung BAPPENAS) seimbang dan memenuhi kondisi dalam (3), dan bahwa tugas keberhasilan pencocokan dengan memperhatikan Proporsi rumah tangga tua 0.915 0.974 kelompok perlakuan tidak tergantung pada hasil yang diatur faktor–faktor yang mempengaruhi indikator kunci. Skor pendidikan dan 0.291 0.181 pada kovarians terpilih. Hasil tes ini ditunjukkan pada Tabel kesehatan (Indeks Proporsi tanah dengan 0.500 0.653 A1.2 di bawah ini. Selain itu, tes kesetaraan distribusi untuk Tingkat pecocokan rumah tangga. Strategi pengambilan BAPPENAS) akses ke jalan utama perubahan rill konsumsi per kapita dan kemiskinan, dilakukan sampel mengharuskan kami memilih rumah tangga dari dengan menggunakan data tahun SUSENAS 2002 dan data masing–masing kecamatan terpilih, atau dari sampel survei SEDAP 2007. Tes ini menunjukkan kemiripan dalam hal rumah tangga tingkat akhir. Meskipun rumah tangga dari Jumlah desa 0.692 0.513 Proporsi desa dengan 0.497 0.942 kurangnya perbedaan yang signifikan antara 2002 dan 2007. kecamatan yang sama mengalami kondisi yang sama di sepeda motor Hal ini juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak tingkat kecamatan dalam hal lingkungan ekonomi, sosial dan Total jumlah rumah tangga 0.958 0.583 ada perbedaan tren yang signifikan antara 2002 dan 2007 lingkungan lainnya, heterogenitas yang signifikan masih bisa Proporsi desa dengan 0.985 0.899 untuk kelompok perlakuan dan pembanding. Ini menambah Jumlah luas permukaan 0.608 0.029 terminal bus dukungan terhadap karakteristik berimbang dari sampel. Proporsi desa swadaya 0.454 0.446 Proporsi desa dengan 0.713 0.787 Terpenuhinya kondisi dalam (3) menunjukkan bahwa tempat belanja pencocokan kami berhasil untuk kovarians terpilih. Tapi Proporsi Daerah pesisir 0.835 0.942 sayangnya, kovarians yang kami pilih sepertinya bukan Proporsi desa dengan 0.872 0.324 satu–satunya faktor yang berkorelasi, baik dengan indikator Proporsi daerah bukit atau 0.647 0.653 pasar permanen hasil maupun tugas perlakuan. Tampaknya ada faktor yang gunung tak teramati, yang tidak berimbang antara kelompok yang Proporsi desa dengan 0.882 0.583 mengikuti PNPM dan kelompok pembanding kecamatan, yang Proporsi rumah tangga 0.158 0.787 akses ke pinjaman usaha dapat membiaskan hasil pengamatan. Ini dapat digolongkan miskin kecil menjadi dua kategori. Yang pertama adalah waktu invarians. Karena kami menggunakan data panel, faktor–faktor tetap akan Proporsi pendapatan dari 0.174 0.993 Proporsi desa dengan 0.421 0.899 dihilangkan menggunakan pendekatan perbedaan–dalam– pertanian akses ke fasilitas kredit perbedaan untuk estimasi. Kategori kedua, faktor tak teramati yang bervariasi dari waktu ke waktu. Ini merupakan yang Proporsi pendapatan dari 0.748 0.993 Proporsi desa dengan 0.252 0.942 paling sulit diselesaikan, karena mereka tidak dapat diatasi manufaktur kredit pertanian secara langsung. Meski begitu, literatur yang membandingkan evaluasi eksperimental dan non–eksperimental menekankan Proporsi pendapatan dari 0.079 0.583 Proporsi desa dengan 0.724 0.271 bahwa non–eksperimen dengan menggunakan pendekatan, jasa kepala desa berpendidikan seperti skor kecenderungan yang cocok, tampil lebih baik universitas ketika tiga kriteria berikut terpenuhi44: Proporsi rumah tangga 0.146 0.146 • Ada seperangkat data yang kaya yang tersedia untuk memilih kovarians yang diamati. dengan listrik Proporsi rumah tangga dengan saluran telepon 0.246 0.383 • Kelompok perlakuan dan pembanding adalah sampel yang menggunakan peralatan yang sama. Proporsi rumah tangga yang menggunakan kayu 0.707 0.974 tetap • Kelompok perlakuan dan pembanding berasal dari daerah geografis yang serupa. bakar Proporsi lahan yang tersedia untuk pertanian di 0.321 0.324 Proporsi rumah tangga 0.859 0.583 Kecamatan Rancangan ini akan memenuhi dua kriteria berikut: kelompok dengan air minum yang perlakuan dan pembanding akan diambil sampelnya dengan bersih Jumlah SD per rumah 0.974 0.053 instrumen yang sama, dan instrumen ini: sensus PODES tangga desa dan survei rumah tangga SUSENAS, menyediakan satu Proporsi rumah tangga 0.440 0.583 set variabel yang kaya dan dapat dikondisikan. Kedekatan dengan air cuci bersih 44 Smith dan Todd (2003), Diamond dan Sekhon (2005) dan lainnya. 45 46 memperkirakan: konsumsi kuintil per kapita 2007 dan skor kuintil kemiskinan kecamatan 2005, tingkat pendidikan Tabel A1.3: Tabel Rata–rata Untuk Indikator kepala rumah tangga, dan jenis kelamin kepala rumah di keadaan awal tangga. Semua perkiraan menggunakan standar eror yang mempertimbangkan pengelompokan di tingkat kecamatan, Jumlah sekolah menengah 0.147 0.021 Persentase 0.377 0.942 Nama Variabel Mean in 2007 dan bobot sampel dibangun seperti diuraikan dalam per rumah tangga laki–laki dewasa dengan bagian A.1.1, kecuali bila dinyatakan lain. Bagian berikut ini pendidikan dasar Control Treatment menjelaskan model yang digunakan untuk setiap indikator. Jumlah sekolah tinggi per 0.572 0.324 rumah tangga Persentase perempuan 0.472 0.446 Konsumsi Per Kapita (Rp) 365426 331898 Konsumsi Rill Per Kapita. Tes comparison of means digunakan dewasa dengan untuk membuat perkiraan–perkiraan untuk seluruh Jumlah dokter per kapita 0.528 0.324 pendidikan dasar Garis Kemiskinan –BPS 12.7 12.9 sampel dan sampel rumah tangga yang cocok. Pertama, tes sederhana comparison of means pada seluruh sampel Jumlah bank umum per 0.537 0.181 Persentase 0.395 0.115 Akses ke Layanan Rawat Jalan 37.3 35.1 menggunakan penyesuaian regresi, mengikuti Rubin (2000) kapita laki–laki dewasa dengan dan Heckman (1998). Kovarians dari proses pencocokan pendidikan menengah Tingkat Partisipasi –SD 96.4 95.2 di tingkat kecamatan hanya disertakan bersama variabel Jumlah bank BPR per 0.999 0.583 indikator perlakuan, dalam sebuah regresi OLS pada indikator kapita Persentase perempuan 0.896 0.223 Tingkat Partisipasi –SMP 80.8 77.1 hasil dalam spesifikasi berikut: dewasa dengan Jumlah koperasi simpan 0.957 0.053 pendidikan menengah Tingkat Pengangguran 6.6 6.1 (1) Dyij = aC + dTij + bXj + uij per kapita Persentase 0.367 0.513 Tingkat Pengangguran dengan 8.2 7.6 Dimana Dy adalah perubahan riil konsumsi per kapita untuk Jumlah rumah sakit per 0.448 0.446 laki–laki dewasa dengan Pekerja yang Putus Asa rumah tangga i di sub–distrik j, d dan b adalah koefisien yang kapita pendidikan universitas akan diestimasi, C adalah konstanta, T adalah efek perlakuan, Jumlah Tindakan Kolektif 72.9 75.2 X berisi kovarian yang digunakan pada pencocokan di Jumlah puskesmas per 0.696 0.383 Persentase perempuan 0.769 0.446 tingkat kecamatan dan u adalah istilah kesalahan biasa. kapita dewasa dengan Kepercayaan pada Pemerintah 72.5 73.2 Seperti ditunjukkan Rubin (2000), penyesuaian regresi yang pendidikan universitas Desa menggunakan metode ini dapat secara signifikan mengurangi Jumlah pustu per kapita 0.863 0.271 bias dibandingkan dengan model yang tidak disesuaikan . Persentase anak–anak 0.453 0.271 Mempetisi Pemerintah Desa 28.6 34.5 Jumlah dokter swasta per 0.267 0.115 Kedua, untuk mengatasi bias yang terjadi karena heterogenitas kapita Persentase orang dewasa 0.491 0.383 Partisipasi dalam Rapat Desa 78.1 73.9 faktor di tingkat rumah tangga, kami juga menyediakan sebuah tindakan melalui comparison of means yang diestimasi Jumlah apotek per kapita 0.792 0.583 Persentase orang tua 0.776 0.383 Akses ke Informasi tentang Dana 14.2 14.8 menggunakan prosedur pencocokan kernel Epanechnikov Pembangunan pada skor kecenderungan, untuk memperkirakan efek dari Jumlah bidan per kapita 0.877 0.899 tindakan. Dalam pencocokan kernel, untuk setiap rumah tangga yang mendapat tindakan, kontrol dikonstruksi dari Catatan: Hasil menunjukkan nilai–p untuk perbandingan tes muncul di seluruh rumah tangga dalam kecamatan. Untuk sampel rumah tangga kontrol yang telah melalui proses Jumlah pengeluaran 0.834 0.223 rata–rata dan tes Kolmogorov–Smirnov untuk kesetaraan pembangunan per kapita mengoreksi masalah ini kami melakukan proses pencocokan pembobotan. Dengan demikian, rumah tangga pembanding distribusi antara perlakuan dan kelompok pembanding pada rumah tangga tingkat kedua, yaitu dengan menggunakan yang skor kecenderungannya paling dekat dengan rumah kovarian PODES 2005 dan 2002 SUSENAS .  Untuk semua seluruh sampel rumah tangga dan pendekatan pencocokan tangga yang diberi perlakuan, diberikan bobot terbesar. Jumlah pendapatan 0.887 0.446 kovarian, tidak ada perbedaan signifikan antara perlakuan dan pemerintah desa per skor kecenderungan. Dalam memilih kovarians, kami memilih Standar kesalahan bootstrapped dihitung untuk semua pembanding kecamatan di tingkat 10 persen atau kurang karakteristik rumah tangga dan individu dari survei SEDAP perkiraan, dengan menggunakan satu set 100 replikasi. kapita 2007.45 Kami kemudian memperkirakan skor kecenderungan Sampel panel cocok juga digunakan untuk membuat Jumlah rata–rata tahun 0.675 0.653 menggunakan model logit. Tes penyeimbangan perkiraan bagi indikator–indikator yang dibahas di bawah ini, pendidikan kepala rumah mengkonfirmasi bahwa keseimbangan tercapai pada semua juga menggunakan tes comparison of mean. tangga kovarians, yang mendapat berbagai macam dukungan umum, untuk memproduksi sebuah sampel rumah tangga cocok dari Pegukuran Eror dalam Konsumsi Rill Per Kapita. Kesalahan 6.142 rumah tangga.46 pengukuran menjadi masalah manakala menggunakan jumlah rata–rata tahun 0.535 0.446 konsumsi sebagai ukuran kesejahteraan rumah tangga, pendidikan pasangan A.1.3 Estimasi terlebih lagi bila diberikan panel dua periode. Karena konsumsi adalah variabel dependen untuk analisis, kesalahan Persentase laki–laki 0.898 0.721 Analisis ini menggunakan beberapa model yang berbeda dalam pengukuran akan mengurangi ketepatan perkiraan— dewasa tidak bersekolah untuk melakukan test comparison means pada sampel. Dalam meskipun tidak membiaskan hasil—dengan asumsi kesalahan hal ini, sampel dikelompokkan bertingkat (stratified) dengan pengukuran tidak secara sistematis berkorelasi dengan efek Persentase perempuan 0.761 0.653 perlakuan. Dengan digunakannya metodologi survei SEDAP dewasa tidak bersekolah dalam kedua survei, hal ini mungkin tidak menjadi masalah. 45 Kovarian meliputi: kondisi rumah, akses listrik, umur dari kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, pekerjaan pertanian dari Meski demikan, masalah muncul ketika mencoba mengukur kepala rumah tangga, ukuran rumah tangga dan contoh provinsi. efek oleh kuintil, yang menggunakan konsumsi per kapita 46 Hasil regresi logit dan tes balancing tersedia atas permintaan. 2007 sebagai dasar. Karena kesalahan pengukuran konsumsi 47 48 dapat menempatkan rumah tangga pada kuintil yang keliru, 2007 dan 2010, dengan menggunakan garis kemiskinan BPS seluruh kategori. Untuk mengurangi potensi masalah dari Tabel A1.4: Garis Kemiskinan Pedesaan Provinsi yang tidak menggambarkan tingkat konsumsi mereka yang di pedesaan provinsi untuk tahun yang bersangkutan. Tabel pendekatan dan kesukaran tes ini, kami juga menggunakan Digunakan untuk Penetapan Status Kemiskinan sebenarnya, maka sampel yang dihasilkan untuk setiap A1.4 menunjukkan garis kemiskinan yang digunakan dalam tes model conditional comparison means pada sampel rumah kuintil bisa saja tidak sesuai dengan kuintil masyarakat yang Rupiah saat ini. Selanjutnya, rumah tangga ditempatkan tangga cocok. Untuk memperkirakan efek perlakuan untuk sebenarnya. Masalah ini sangat akut dalam kuintil pertama dalam salah satu dari empat kategori berdasarkan status keluar dari kemiskinan, kami menimbang rumah tangga dan kelima, karena rumah tangga yang hasil ukurnya di bawah kemiskinan mereka: yang miskin pada 2007 dan membandingkan kemungkinan Propinsi 2007 2010 atau di atas, yang tingkat konsumsinya berada di tengah keluar dari kemiskinan antara rumah tangga PNPM dan distribusi konsumsi, bisa mendorong rumah tangga yang • Tetap miskin pembanding, dengan menggunakan sampel tingkat Bali 147 963 188,071 benar–benar miskin atau benar–benar kaya keluar dari kuintil • Tidak pernah miskin kecocokan rumah tangga. Demikian pula untuk bergerak Banten 140 885 188,741 1 dan ke–5. Dalam situasi ini, literatur tentang pendapatan dan mobilitas konsumsi menunjukkan adanya kecenderungan ke • Keluar di 2010) dari kemiskinan (Miskin di 2007, Tidak Miskin ke dalam kemiskinan, kami membatasi sampel hanya pada rumah tangga tidak miskin tahun 2007, dan memperkirakan DI Yogyakarta 156 349 195,406 arah konvergensi ke nilai tengah. Dalam hal ini, rumah tangga di kuintil rendah mendapatkan keuntungan besar, sementara • Masuk ke dalam kemiskinan (Tidak Miskin di 2007, Miskin di 2010) kemungkinan menjadi miskin pada rumah tangga PNPM dan rumah tangga pembanding. rumah tangga kaya hanya untuk sedikit atau malah negatif   Jambi 152 019 193,834 [lihat Dragoset dan Fields (2006) dan kawan–kawan (2001) Kami kemudian menggunakan model multinomial logit Perubahan Penggunaan Pelayanan Rawat Jalan, untuk review menyeluruh]. untuk mengukur dampak perlakuan pada semua sampel Ketenagakerjaan dan Transisi dari Sekolah Dasar ke Jawa Barat 144 204 185,335 rumah tangga. Model multinomial logit memiliki kelebihan Sekolah Menengah Pertama. Untuk menghindari masalah ini kami membuat pengukuran yaitu dapat mempertimbangkan kasus–kasus ganda untuk Jawa Tengah 140 803 179,982 kesejahteraan rumah tangga yang tidak secara langsung variabel kategori tunggal, manakala kategori–kategori itu Layanan Rawat Jalan. Mirip dengan pendekatan yang berkorelasi dengan nilai dasar konsumsi riil per kapita 2007, tidak disusun menurut urutan logis maupun atau urutan digunakan untuk perubahan status kemiskinan di atas, kami Jawa Timur 140 322 185,879 tetapi secara umum berkorelasi dengan kesejahteraan makna. Usaha–usaha sebelumnya, McCulloch dan Baluch mempertimbangkan dampak dari PNPM terhadap kepala rumah tangga. Ukuran pertama adalah skor kemiskinan (1999) misalnya, mengemukakan sebuah pendekatan logit rumah tangga yang tidak mencari perawatan rawat jalan Kalimantan Selatan 144 647 196,753 tingkat kecamatan dari BAPPENAS 2005 yang memanfaatkan yang teratur, dengan tiga kategori yang bergerak masuk pada 2010. Sampel dibatasi pada kepala rumah tangga yang berbagai indikator demografi, pendidikan, kesehatan dan dan keluar dari kasus di atas, digabungkan menjadi satu sakit pada 2007 dan 2010, yang kemudian ditempatkan Lampung 145 634 265,258 kemiskinan, untuk membuat sebuah indeks skor kemiskinan kasus “sementara”: miskin, sementara, tidak miskin. Namun, pada kategori berdasarkan pola penggunaan perawatan di tingkat kecamatan. Kedua, kami membuat ukuran prediksi mengingat tingkat kemiskinan hampir identik pada 2007 rawat jalan: Nusa Tenggara Barat 130 867 189,954 konsumsi menggunakan variabel tingkat rumah tangga dari —sebagai akibat dari proses pencocokan—memecah SUSENAS, dengan spesifikasi berikut, menggunakan OLS: kelompok sementara menjadi gerakan masuk dan keluar • Tidak ada penggunaan layanan rawat jalan di kedua tahun Riau 194 019 176,283 dari kemiskinan merupakan kepentingan yang lebih besar. • Penggunaan layanan rawat jalan di kedua tahun Sulawesi Selatan 115 788 151,879 (2) Dyij = aC + dHHij + bXij +gPRij + uij Mengenai ini, Lawson, McKay dan Okidi (2003) dalam studi tentang perubahan status kemiskinan di Uganda berpendapat, • Tidak ada penggunaan layanan rawat jalan pada 2007, penggunaan layanan rawat jalan pada 2010 Sulawesi Tenggara 127 197 161,451 Dimana y adalah konsumsi per kapita rumah tangga i tahun 2007 di kecamatan j; d, a, g dan X adalah koefisien yang akan pendekatan multinomial logit memang lebih tepat untuk mengukur komponen–komponen transisi kemiskinan. Kami • Penggunaan layanan rawat jalan pada 2007, tidak ada penggunaan layanan rawat jalan pada 2010 diestimasi; C adalah konstanta; HH adalah matriks variabel mengikuti pendekatan tersebut dan menghasilkan efek Sulawesi Utara 149 440 188,096 tingkat rumah tangga; X adalah matriks kovarians kecamatan; perlakuan untuk bergerak keluar dan ke dalam kemiskinan, Pekerjaan. Serupa dengan di atas, individu ditempatkan PR adalah vektor dari model–model (dummies) di tingkat menggunakan spesifikasi berikut: dalam salah satu dari empat kategori: Sumatera Barat 163 301 214,458 provinsi dan u adalah istilah kesalahan biasa.47  Konsumsi kemudian diprediksi menggunakan koefisien estimasi untuk (3) DPSij = aC + dTij + bXij +gPRij + uij • Menganggur di kedua tahun setiap rumah tangga, lalu digunakan untuk membuat satu • Bekerja di kedua tahun • Sumatera Selatan 161 205 198,572 set kuintil perkiraan konsumsi per kapita tahun 2007. Tidak Dimana DPS adalah perubahan status kemiskinan menurut Pengangguran 2007; dipekerjakan pada 2010 Sumatera Utara 154 827 201,810 ada ancaman bias dalam mengukur efek oleh kuintil, karena prediksi konsumsi dan indeks kemiskinan kecamatan tidak empat kategori yang tercantum di atas untuk rumah tangga di kecamatan j; d, a, g, and b adalah koefisien yang akan • Bekerja di 2007; pengangguran 2010 secara sistematis berkorelasi dengan eror pengukuran dari diestimasi; C adalah konstanta; T adalah efek pengobatan; X Transisi Sekolah. Anak–anak berusia 11–12 pada 2007 Sumber: BPS; Bank Dunia keadaan awal konsumsi per kapita 2007 . adalah daftar variabel pembanding tingkat rumah tangga; 48 ditempatkan di salah satu kategori berikut: PR adalah vektor dari dummies tingkat provinsi dan u adalah Catatan: semua angka menunjukkan angka per kapita Perubahan status kemiskinan: Selain memperkirakan istilah eror biasa. Efek marginal pada nilai tengah digunakan • Tidak bersekolah di kedua tahun dalam Rupiah tahun 2012. dampak perubahan terus–menerus pada kesejahteraan ekonomi yang dibahas di atas, kami juga mempertimbangkan untuk menghitung efek perlakuan, sebagai perubahan probabilitas pada kategori tertentu, karena partisipasi dalam • D i sekolah dasar pada 2007, tapi tidak di sekolah menengah pertama pada 2010 perubahan ciri pada rumah tangga dengan memperhatikan garis kemiskinan, menggunakan multinomial logit pada program ini. • Di sekolah dasar pada 2007 dan di sekolah menengah pertama pada 2010 seluruh sampel dan tes conditional coparison of means, Model multinomial logit bisa cukup ketat karena berasumsi menggunakan sampel tingkat kecocokan rumah tangga. bahwa “kebebasan alternatif tidak relevan“. Ini berarti Sebagaimana pada perkiraan perubahan status kemiskinan,   memperkenalkan kategori alternatif lain, atau mengurangi efek perlakuan diperkirakan menggunakan model multinomial Kami mulai dengan menggolongkan rumah tangga ke dalam jumlah kategori, tidak akan mengubah perkiraan probabilitas, logit dan conditional comparison means. Spesifikasi ini mirip kategori status kemiskinan “miskin” atau “tidak miskin” untuk sebagai akibat dari kekurangan korelasi dalam hal eror di (3) dengan variabel terikat perubahan, dalam penggunaan layanan rawat jalan, status pekerjaan dan transisi sekolah, 47 Hasil Regresi tersedia sesuai permintaan.Variabel tingkat Rumah Tangga menggunakan kategori yang tercantum di atas. Kami juga meliputi: kondisi perumahan, akses ke listrik, kepemilikan barang tahan lama, umur kepala rumah tangga, jenis kelamin kepala rumah tangga, 48 Variabel meliputi: umur, jenis kelamin dan tahun pendidikan kepala rumah mengestimasi conditional comparison of means dengan pekerjaan pertanian dari kepala rumah tangga, kepemilikan lahan tangga, akses listrik, kondisi rumah, kepemilikan tanah, kepemilikan aset menggunakan sampel rumah tangga cocok, seperti yang pertanian, ukuran rumah tangga dan Contoh provinsi tahan lama. dibahas dalam perubahan status kemiskinan di atas. 49 50 LAMPIRAN 2: CATATAN TENTANG PERHITUNGAN DAYA Daftar Parameter untuk Perlakuan Cluster yang Ditugaskan dengan Tindakan berulang Catatan ini menjelaskan perhitungan daya yang dilakukan peningkatan pengeluaran per kapita bulanan di perdesaan. untuk evaluasi dampak awal PPK. Namun, mengingat ukuran Perhitungan daya dilakukan menggunakan efek ukuran sampel ditentukan oleh sifat statistik yang melekat pada ini untuk memperkirakan ukuran sampel yang diperlukan indikator minat populasi, hasilnya juga berlaku untuk evaluasi rumah tangga dan kecamatan. Efek ukuran yang lebih PNPM yang dijelaskan di atas. kecil akan berkorelasi dengan perubahan pengeluaran per Parameter Simbol Nilai Sumber kapita yang sangat kecil, sehingga agak diabaikan, dan akan Disain Penelitian Non–eksperimental membutuhkan jumlah kecamatan yang jauh lebih besar agar Ukuran Cluster n Ditentukan dengan Perhitungan Proyek ini akan memanfaatkan sebuah estimator pencocokan menjadi sampel dalam survei. perbedaan–dalam–perbedaan, untuk menentukan dampak # Dari Cluster J Ditentukan dengan Perhitungan program. Data SUSENAS 2002, yaitu sekitar 200.000 hasil Tidak seperti studi pengukuran hasil–tunggal yang khas, pengamatan, akan digunakan sebagai kerangka sampel untuk rancangan penelitian ini menggunakan data set panel dengan Korelasi Intra–kelas p .15 SUSENAS Panel memilih kelompok perlakuan dan kelompok pembanding dari mengambil sampel di awal (SUSENAS 2002) dan sampel tindak rumah tangga PNPM dan rumah tangga Non–PPK, dengan lanjut (Survei SEDAP dilaksanakan 2007). Mempraktekkan Kesalahan Tipe I A 5 persen Standar menggunakan teknik pencocokan. Rumah tangga yang sama pengukuran berulang pada rumah tangga yang sama, ini disurvei lagi pada 2007 untuk membuat panel. Variabel membutuhkan pencatatan untuk korelasi dari waktu ke waktu Daya 80 persen Standar indikator utamanya adalah jumlah pengeluaran rumah tangga dalam perhitungan. Jika hanya menggunakan perbedaan bulanan per kapita, yang dihitung dari total pengeluaran dalam pengeluaran rumah tangga per kapita sebagai indikator Pengaruh Ukuran d .14 Ditentukan dengan Perhitungan rumah tangga bulanan (Instrumen Survei SUSENAS: Bagian dan melakukan perhitungan daya menggunakan pendekatan VII, Q29), dibagi dengan jumlah anggota rumah tangga. standar yang disebutkan di atas, maka akan mengakibatkan Varians dalam orang Sigma 1.0 SUSENAS Panel bias estimasi dari ukuran sampel yang diperlukan. Akibatnya, Metode pengambilan sampel akan mempertimbangkan dua parameter tambahan harus diestimasi secara benar dengan Varians dalam tingkat Tau 1.0 SUSENAS Panel perlakuan, yaitu didefinisikan berdasarkan sejarah partisipasi memperhatikan sensitivitas waktu: varians di dalam–orang49, pertumbuhan mereka dalam proyek pembangunan berbasis masyarakat dan varians pada pertumbuhan di tingkat individu dan (CDD) antara 1998 dan 2007: kelompok50. Selain itu perlu dipertegas frekuensi, durasi, Frekuensi F .20 .4 per tahun dan sejumlah pengukuran, dan bentuk fungsional dari • Perlakuan 1: Rumah tangga yang terletak di kecamatan yang berpartisipasi dalam PNPM jalur pertumbuhan yang diharapkan.51 Ukuran statistik dan kekuasaanya telah terstandarisasi untuk pekerjaan empiris, Durasi D 5 5 tahun • Perlakuan 2: Rumah tangga yang terletak di kecamatan yang berpartisipasi dalam PNPM Perdesaan 2007. Sebagaimana yaitu masing–masing pada 5 persen dan 80 persen. Ukuran serta jumlah klaster juga akan ditentukan melalui perhitungan Pengukuran M 2 2 pada awal, 1 tindak lanjut perlakuan PPK yang ditujukan pada tingkat kecamatan— daya. Selain itu, frekuensi, durasi dan jumlah pengukuran dengan semua rumah tangga di kecamatan berpartisipasi dapat ditentukan dengan mudah. Fungsi bentuk jalur pertumbuhan c Linear SUSENAS Panel dalam proyek ini—rumah tangga di kecamatan yang berpartisipasi dalam PNPM akan dianggap sebagai Namun, parameter yang tersisa mengenai korelasi intra–kelas, kelompok yang diberi perlakuan sebagaimana tercantum varians per–orang, antara orang dan tingkat pertumbuhan di atas. Rumah tangga yang tidak berada dalam kecamatan varians klaster dan ukuran dampak, harus diestimasi. yang berpartisipasi dalam proyek CDD, dianggap sebagai kandidat untuk kelompok pembanding. • Efek perlakuan (d): studi ini akan dapat mendeteksi ukuran efek perlakuan di 0.14, ditentukan dari peningkatan • Varians dalam–orang (sigma) dan Varians dalam tingkat pertumbuhan (tau): panel SUSENAS rumah tangga dalam orang (sigma) dan varians dalam tingkat pertumbuhan (tau). Dalam hal ini, sebuah klaster didefinisikan sebagai Perhitungan daya untuk Pengukuran Sampel patokan minimum pada pengeluaran per kapita bulanan yang diambil sampelnya setiap tahun akan digunakan kecamatan, yang merupakan unit perlakuan. Pada Clustered Berulang di pedesaan. untuk mengestimasi varians untuk indikator di satu 2002–2004 panel SUSENAS digunakan untuk memperkirakan Perhitungan daya standar akan memperkirakan tiga sifat • Korelasi intra–kelas (p): diperkirakan dari Panel SUSENAS rumah tangga.52 parameter–parameter ini untuk rumah tangga perdesaan. 53 statistik untuk setiap indikator, yaitu nilai tengah, varians, dan korelasi dalam–klaster. Kemudian dilakukan penghitungan 2002–2004. Pengklasteran akan dilakukan di tingkat kecamatan, karena itu, ada satuan tugas perlakuan untuk • Studi ini akan mengasumsikan sebuah jalur pertumbuhan linier untuk variabel indikator. Strategi Perhitungan Daya ukuran sampel yang diperlukan untuk mendeteksi efek program tersebut. Perhitungan awal menunjukkan ukuran sampel tidak sensitif perlakuan yang telah ditentukan pada ukuran statistik dan Sifat Statistik Indikator Sasaran terhadap perubahan parameter untuk varians dari waktu ke kekuatan statistik tertentu. Biasanya, ukuran efek perlakuan Seperti disebutkan di atas, mula–mula kami memperkirakan waktu, atau bentuk fungsional dari jalur pertumbuhan yang didasarkan pada studi sebelumnya atau harapan mereka 49 Varians dari pengukuran indikator untuk rumah tangga yang sama sifat statistik dari indikator sasaran, khususnya rata–rata, sepanjang waktu. yang terlibat dalam pelaksanaan program. Untuk kasus 50 Ini pada dasarnya adalah perbedaan dalam perubahan pendapatan antara standar deviasi, dan korelasi di dalam–cluster (r), varians PNPM Perdesaan, kami mengambil pendekatan yang sedikit dua periode waktu yang disurvei.Varians keseluruhan dalam tingkat berbeda. Ukuran efek didasarkan pada jumlah minimal pertumbuhan diwakili oleh tau, yang dapat dipecah menjadi jumlah dari 53 Perhatikan Kami cenderung melebih–lebihkan dari SUSENAS. SUSENAS perubahan dalam pengeluaran per kapita, yang akan tingkat pertumbuhan varians antara orang dan varians antara cluster tidak melakukan sampel acak dari masing–masing kecamatan.Sebaliknya, dalam tingkat pertumbuhan. mengambil blok sampel sensus dalam beberapakecamatan.Jika ada dideteksi dalam studi. Dalam hal ini, 1–1,5 persen per tahun 51 Lihat Raudenbush, dkk.(2006), Bagian 10–11 untuk latar belakang terhadap 52 Perhatikan bahwa Panel SUSENAS, sambil memberikan estimasi parameter pengelompokan geografis dalamkecamatan, korelasi dalam cluster semua parameter tambahan yang diperlukan untuk perhitungan listrik untuk penelitian, terlalu kecil untuk dipertimbangkan sebagai sumber diperkirakan dari SUSENAS mungkin lebih tinggi dari korelasi dalam dengan menggunakan panel. data primer. cluster.Lihat juga Olken (2006). 51 52 LAMPIRAN 3: RINGKASAN EKSEKUTIF DARI STUDI KUALITATIF Rural Households Indikator Mean S.d. (s) r Pendahuluan dekat pantai, mayoritas penduduknya tetap bertani atau memelihara ternak. Selain bertani, sebagian warga bekerja di Pengeluaran bulanan per kapita 165287 87408 0.14 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri sektor perdagangan kecil seperti membuka warung atau kios, (PNPM–Mandiri) adalah program penanggulangan di sektor jasa seperti menjadi tukang ojek, buruh bangunan kemiskinan yang diluncurkan Pemerintah Indonesia atau bekerja sebagai buruh migran di luar negeri (TKI). Dalam pada tahun 2007. Komponen terbesar dari program ini 2 tahun terakhir, banyak warga desa di Kabupaten Bombana adalah PNPM Mandiri Perdesaan untuk pemberdayaan dan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, yang bekerja di masyarakat desa. Mengikuti format program pendahulunya, penambangan emas rakyat, baik sebagai penambang maupun Perhitungan yang didasarkan pada langkah–langkah berulang: yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK), PNPM sebagai penyedia barang dan jasa berbagai kebutuhan para Mandiri mengedepankan prinsip partisipasi warga dalam penambang. Parameter Simbol Nilai Sumber perumusan kebutuhan bersama. Berdasarkan kesepakatan warga, perwakilan desa selanjutnya mengajukan proposal Kondisi ketersediaan infrastruktur jalan di desa–desa Ukuran Cluster n 15 Determined w/Calculations kegiatan pembangunan ke tingkat kecamatan. Ketentuan sampel relatif beragam. Di Jawa Timur dan Sumatera Barat, program menyatakan bahwa dana block grant dialokasikan sebagian besar kondisi jalan desa dan jalan dusun sudah # Dari Cluster J 150 Determined w/Calculations per kecamatan untuk selanjutnya dikompetisikan oleh bagus. Di Sulawesi Tenggara banyak jalan yang kondisinya desa–desa yang ada di kecamatan tersebut berdasarkan rusak parah, terutama jalan kabupaten atau bahkan jalan Korelasi Intra–kelas p .14 SUSENAS 2002 prinsip kemendesakan dan kemanfaatan bagi warga miskin. propinsi yang melewati desa sampel. Untuk jalan desa dan jalan antar dusun, dalam tiga tahun terakhir banyak Kesalahan Tipe I A 5 percent Standard Untuk mengevaluasi dampak program tersebut, Lembaga mengalami perbaikan yang antara lain dibangun melalui Penelitian SMERU bekerja sama dengan PNPM Support PNPM. Namun demikian, sarana transportasi umum masih Daya 80 percent Standard Facility (PSF) melakukan studi evaluasi kualitatif PNPM menjadi kendala yang belum teratasi, dan warga desa Perdesaan. Studi ini membandingkan kondisi kekinian desa umumnya mengandalkan jasa ojek. Pengaruh Ukuran d .14 Determined w/Calculations sampel dengan kondisi sebelum pelaksanaan program. Data tentang kondisi desa sebelum pelaksanaan program Di bidang pendidikan dasar dan kesehatan, sebagian Varians dalam orang Sigma 1.0 SUSENAS Panel telah dikumpulkan melalui studi baseline pada tahun 2007. besar desa sampel telah memiliki sarana yang cukup Pengumpulan data dilakukan dengan cara FGD, wawancara memadai. Hanya beberapa desa tertentu di Sulawesi Varians dalam tingkat pertumbuhan Tau 1.0 SUSENAS Panel mendalam, dan pengamatan terhadap kegiatan/hasil kegiatan Tenggara yang tidak memiliki SD sehingga anak–anak harus PNPM Perdesaan. Studi ini dilakukan di 18 desa di sembilan bersekolah di SD desa tetangga yang jaraknya cukup jauh. Frekuensi F .20 .4 per year kabupaten di tiga propinsi, yaitu Jawa Timur, Sumatera Barat Sarana pendidikan lainnya, yakni pra SD (TK/PAUD), SMP, dan Sulawesi Tenggara. Mengikuti sampling studi baseline, dan SMA ke atas rata–rata tidak tersedia di desa yang bukan Durasi D 5 5 years lokasi studi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu desa/nagari ibu kota kecamatan. Untuk sarana kesehatan, hanya di desa yang telah berpartisipasi dalam Program Pengembangan sampel Sulawesi Tenggara yang ketersediaannya masih sangat Pengukuran M 2 2 at baseline, 1followup Kecamatan tahap II (PPK–II) sejak 2002 dan juga menerima kurang. Di desa sampel lainnya relatif tersedia meskipun PNPM 2007 (dalam laporan ini disebut K1); desa/nagari yang kondisi bangunan dan fasilitasnya (seperti polindes, pustu, Fungsi bentuk jalur pertumbuhan c Linear SUSENAS Panel tidak berpartisipasi dalam PPK–II tapi menerima PNPM 2007 posyandu) masih memerlukan perbaikan. (dalam laporan ini disebut K2); dan desa/nagari yang tidak ikut PPK–II dan PNPM 2007, tapi menerima PNPM 2009, yaitu Dalam hal ketersediaan air bersih, secara umum ketika pemerintah berkomitmen untuk mencakup semua masyarakat di desa sampel tidak menganggapnya sebagai kecamatan dalam pelaksanaan program (dalam laporan masalah utama. Meskipun demikian, masih ada sebagian ini disebut K3). Secara keseluruhan studi ini dilakukan ini warga atau bagian desa tertentu (dusun atau RT) yang masih dilakukan pada Maret – Oktober 2010. sulit mengaksesnya. Sedangkan untuk ketersediaan sarana diharapkan. Alat utama analisis adalah “Rancangan Optimal” diharapkan 20 persen rumah tangga akan hilang akibat perekonomian (pasar), masyarakat di desa sampel pada perangkat lunak, yang dikembangkan dan dijelaskan dalam gesekan, proyek ini akan kelebihan sampel sebesar 20 persen Karakteristik Wilayah Studi umumnya tidak mengalami kesulitan untuk mengaksesnya. Raudenbush dkk. (2006). di setiap kecamatan dan meningkatkan ukuran sampel yang dibutuhkan sampai 450 rumah tangga. Selain itu, 675 rumah Semua desa sampel tergolong wilayah perdesaan yang Hasil analisis menyiratkan ukuran sampel kecamatan 450, tangga akan ditambahkan ke masing–masing kelompok mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian 150 untuk setiap perlakuan dan 150 untuk kelompok perlakuan untuk memastikan ukuran sampel setara besaran utama. Meskipun ada beberapa desa yang berada di pembanding. Dalam setiap kecamatan, 15 rumah tangga akan rumah tangga miskin. Total rumah tangga yang menjadi secara acak disampel dari SUSENAS 2002 bagi kecamatan sampel untuk setiap kelompok perlakuan adalah 3.375. yang berpartisipasi dalam PNPM. Jumlah responden per perlakuan dengan demikian diperkirakan 2.250. Berhubung 53 54 Temuan Utama daerah nama penduduk miskin dicatut untuk dimasukkan menjembatani kegiatan antar jorong. Kurangnya koordinasi keterwakilan perempuan selalu lebih rendah dibandingkan sebagai calon penerima SPP dan setelah dana turun diberikan juga menyebabkan munculnya konflik antara pemerintah laki–laki. Meskipun demikian, dibandingkan dengan kondisi 1. Pelaksanaan PNPM Perdesaan kepada warga non–miskin. Namun di satu desa di Jawa Timur desa dengan TPK. Sementara untuk kasus penduduk asli delapan atau tiga tahun lalu, jumlah perempuan yang hadir pemuka masyarakat sengaja menolak SPP karena takut jika dan pendatang, potensi konflik dipicu oleh kecemburuan dalam pengambilan keputusan desa secara umum mengalami Hampir semua desa memilih proyek infrastruktur untuk SPP dibagikan akan terjadi kemacetan pengembalian yang akibat ketimpangan dimana daerah transmigran lebih maju peningkatan. Namun, peningkatan kehadiran perempuan kategori program open menu. Hanya satu desa (di Dharmasraya) membuat mereka tidak bisa mendapatkan program open sementara daerah penduduk asli relatif tertinggal seperti tersebut tidak banyak berarti dalam mengubah dominasi yang mengajukan usulan kegiatan non–infrastruktur, yakni menu. yang terjadi di Dharmasraya. Karena dalam PNPM disyaratkan laki–laki dalam proses pengambilan keputusan. Selain pelatihan pengembangan industri rumah tangga. Infrastruktur swadaya masyarakat, maka seringkali yang mendapatkan kalah secara jumlah, ada pandangan bahwa kepemimpinan yang dibangun tersebut adalah jalan, jembatan, irigasi, Partisipasi masyarakat masih tinggi dalam forum–forum program adalah desa transmigran. Desa transmigran adalah tanggung jawab laki–laki sehingga merekalah yang saluran air, bangunan sekolah, dan posyandu. Kecenderungan PNPM, namun keterlibatan masyarakat dalam pengambilan umumnya luas dan memiliki banyak tanah sehingga ketika memutuskan, bukan perempuan. terhadap proyek infrastruktur ini disebabkan karena: (i) masih keputusan pada program open menu maupun SPP seringkali diminta swadaya dalam bentuk tanah warga tidak keberatan kurangnya ketersediaan infrastruktur di wilayah penelitian, masih bersifat instrumental (sebatas memenuhi memberikannya. Sementara desa penduduk asli umumnya Sistem perwakilan tidak berfungsi dengan baik (ii) PNPM dianggap sebagai program untuk masyarakat persyaratan formal program). Meningkatnya kehadiran sempit sehingga warga tidak mau memberikan tanah dan yang antara lain terlihat dari tiadanya mekanisme di umum, (iii) program untuk masyarakat umum diharapkan warga dalam pertemuan–pertemuan PNPM tidak karenanya tidak mendapatkan program fisik PNPM. tingkat RT/dusun untuk menyerap aspirasi warga atau dapat menetralisasi persepsi akan adanya dampak negatif sepenuhnya mampu mengubah dominasi elite desa dalam menyampaikan berbagai hasil pertemuan di tingkat desa. dari program bersasaran seperti BLT, Raskin, PKH, dan proses pengambilan keputusan. Masyarakat umumnya, dan Fasilitator kecamatan menganggap beban kerja yang Tidak adanya pertemuan untuk menyerap aspirasi warga Jamkesmas, dan (iv) bias elit dan kelompok non–miskin dalam kelompok miskin khususnya, masih bersifat pasif dalam proses diberikan tidak berimbang dengan sumber daya yang karena para elite desa merasa sudah mengetahui persoalan pengambilan keputusan usulan kegiatan. tersebut. Kondisi demikian terjadi akibat dari kombinasi ada. Ada fasilitator yang memiliki wilayah kerja kurang dari warga, bahkan jauh lebih tahu dari warga itu sendiri, sehingga beberapa faktor, antara lain: (i) faktor sistem dan hubungan sepuluh desa tapi ada juga yang memiliki tanggung jawab pertemuan untuk menyerap aspirasi dianggap tidak perlu. Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dianggap kekerabatan, (ii) faktor hubungan patronase, (iii) pihak elite untuk memfasilitasi lebih dari 50 desa sebagaimana terjadi Sementara tidak adanya mekanisme untuk menyampaikan memberikan manfaat yang besar dalam bentuk (i) desa belum sepenuhnya menerapkan asas demokrasi, dan (iv) di salah satu kecamatan (bukan kecamatan sampel) di hasil pertemuan di tingkat desa terjadi karena elite desa mengembangkan usaha penerima, (ii) menambah sikap elite desa yang masih menempatkan diri sebagai pihak kabupaten Agam, Sumatera Barat. Selain itu fasilitator juga menganggap tidak semua keputusan dan informasi harus kapasitas keuangan keluarga, dan (iii) menggeser yang lebih superior dibandingkan masyarakat kebanyakan. menganggap beban kerja teknis dan administratif berupa disampaikan kepada masyarakat, apalagi yang menyangkut keberadaan rentenir. Sebagian besar penerima Keseluruhan faktor ini mengakibatkan tidak adanya posisi penulisan laporan bulanan sangat memakan waktu sehingga keuangan. Selain itu, warga sendiri sangat jarang menanyakan menggunakan dana SPP untuk mengembangkan usaha kesetaraan antara elite desa dengan masyarakat dalam proses kerja fasilitasi mereka tidak maksimal. informasi, keputusan dan kegiatan di tingkat desa kepada lama dan sebagian ada juga yang membina usaha baru. pengambilan keputusan. aparat. Kalaupun ada informasi yang disampaikan kepada Peran ini sangat besar karena pelaksana program memang Fasilitator kecamatan juga menganggap perlu diadakan warga biasanya dilakukan melalui pertemuan informal di desa mensyaratkan bahwa calon penerima harus sudah memiliki Partisipasi perempuan dalam proses perencanaan fasilitator khusus bagi pemberdayaan peminjam SPP. seperti arisan, pengajian, dan halal bihalal. usaha terlebih dahulu. Sebagian kecil dana SPP digunakan dan pelaksanaan PNPM cukup tinggi, namun Alasannya, selain karena beban kerja mereka yang sangat untuk kebutuhan rumah tangga; biasanya untuk memenuhi tingginya partisipasi perempuan tersebut belum banyak juga karena tidak semua fasilitator pemberdayaan Mengenai arus informasi, warga desa pada umumnya kebutuhan mendesak. Sementara sebagian kecil SPP bisa menghilangkan dominasi laki–laki. Dominasi di kecamatan memiliki keahlian terkait pemberdayaan bersikap pasif terhadap berbagai informasi tentang juga dianggap berperan mengurangi peran rentenir, laki–laki hanya berkurang pada forum yang khusus dibuat kredit mikro. Meskipun sudah ada fasilitator kredit mikro di pembangunan, kecuali informasi menyangkut program terutama di Ngawi. Hal itu karena kompetitifnya bunga untuk perempuan, yaitu musyawarah khusus perempuan tingkat kabupaten, namun peran mereka lebih dibutuhkan di bantuan langsung seperti Raskin dan BLT. Di tingkat SPP dan prosedurnya tidak berbelit–belit bagi yang sudah yang akan menghasilkan usulan SPP serta satu usulan open tingkat kecamatan. desa atau dusun, informasi tentang pembangunan biasanya memiliki usaha. menu. Namun adanya pertemuan khusus tersebut tidak berarti disampaikan secara lisan dan berjenjang, yakni dari kepala menghilangkan dominasi laki–laki karena usulan–usulan dari 2. Tatakelola, Partisipasi dan Representasi dalam desa ke kepala dusun/RW/RT dan selanjutnya turun ke Di beberapa daerah ditemukan kasus dimana akses rumah kelompok perempuan itu keputusan finalnya ditetapkan di Pembuatan Kebijakan warga. Jenis informasi yang sampai kepada masyarakat tangga miskin terhadap SPP dibatasi oleh pelaksana PNPM tingkat desa. Di sini biasanya yang mengambil keputusan umumnya adalah informasi tentang bentuk kegiatan dan dengan cara menerapkan syarat yang berat. Mereka dibatasi adalah elite desa yang sebagian besarnya adalah laki–laki. Di sebagian besar desa sampel, pengambilan keputusan di pelaksanaannya. Sementara itu, informasi mengenai dana karena pelaksana PNPM mengkhawatirkan mereka tidak tingkat desa umumnya hanya melibatkan elite desa, yakni atau anggaran kegiatan suatu program jarang disampaikan mampu mengembalikan pinjaman. Selain itu terdapat banyak Di desa–desa sampel tidak ada konflik serius yang terkait perangkat desa dan tokoh–tokoh masyarakat. Elite desa kepada publik. Selain itu, informasi yang disampaikan kasus dimana nama warga miskin ”dicatut” untuk mencairkan dengan pelaksanaan program. Di sebagian kecil desa dan sebagian besar masyarakat menilai mekanisme itu sudah pemerintah desa umumnya seringkali bersifat instruktif atau dana pinjaman, yakni dengan memasukkan nama–nama sampel pernah terjadi konflik seperti konflik kepentingan mewakili masyarakat secara umum. Jika masyarakat umum upaya memobilisasi warga, seperti pengumuman tentang penduduk miskin ke dalam daftar anggota kelompok yang antar jorong/dusun, konflik antara pemerintah desa dan Tim hadir dalam proses tersebut, mereka pada umumnya hanya pelaksanaan kerja bakti. mengajukan proposal SPP. Namun dana tersebut akhirnya Pelaksana Kegiatan (TPK), konflik antara TPK/masyarakat, menjadi peserta pasif, yakni mendengarkan atau menyetujui dimanfaatkan bukan oleh warga miskin, melainkan oleh konflik antara kelompok asli dan pendatang, serta konflik keputusan elite desa. Sebagian warga, terutama dari kalangan Jika ada hal–hal yang dirasa kurang memuaskan warga lainnya yang tergolong bukan miskin. terkait pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan miskin, bahkan tidak mau hadir dalam pertemuan semacam atau bermasalah, pada umumnya masyarakat tidak PNPM. Namun konflik ini tidak pernah meluas menjadi itu karena merasa inferior. Selain itu, ketidakhadiran warga mengungkapkan keluhan atau ketidakpuasannya Penyaluran dana SPP dianggap oleh sebagian besar konflik sosial antar–warga. Selain terkait dengan kurangnya juga disebabkan adanya sikap apatis, waktu pertemuan kepada pemerintah desa. Mereka hanya membicarakannya pelaksana program di desa dan aparat desa sebagai bagian pemahaman terhadap program (sebagai akibat kurangnya kurang sesuai dengan aktivitas warga, atau tidak mendapat dengan sesama warga atau tokoh masyarakat. Hanya sedikit dari syarat untuk mendapatkan program open menu. Oleh sosialisasi), penyebab lain dari konflik itu adalah kurangnya undangan. masyarakat yang mau dan berani menyampaikannya ke karena itu, banyak warga masyarakat berusaha mati–matian koordinasi dengan atau pelibatan pihak yang relevan dalam pemerintah desa. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa untuk merealisasikannya, termasuk dengan cara ’mengakali’ pelaksanaan program. Di Sumatera Barat misalnya, karena Dalam pengambilan keputusan di tingkat desa, perempuan hal seperti adanya perasaan segan/sungkan, takut kepada pelaksanaannya. Misalnya, banyak kelompok usaha yang satuan wilayah pelaksanaan program adalah jorong (atau seringkali hanya diwakili oleh lembaga–lembaga formal aparat desa, serta sikap apatis (karena keluhan yang pernah mengajukan pinjaman SPP merupakan kelompok instan yang dusun dalam sistem desa), wali nagari (setara desa) seringkali yang dianggap mewakili perempuan (seperti PKK, disampaikan tidak pernah ditanggapi). dibentuk sekadar untuk mendapatkan pinjaman. Di banyak merasa kurang dilibatkan sehingga tidak ada aktor yang bisa Bundo Kanduang di Sumatera Barat). Akibatnya, proporsi 55 56 Secara umum, model partisipasi yang diterapkan Oleh warga desa, ciri–ciri kemiskinan terutama melainkan program pembangunan desa pada umumnya. PNPM Perdesaan jarang digunakan untuk memenuhi PNPM tidak berdampak signifikan terhadap perubahan dihubungkan dengan aspek–aspek yang terkait Akibatnya, kelompok miskin tidak dijadikan sebagai prioritas kebutuhan utama warga miskin. Program open menu PNPM tatakelola pemerintahan (partisipasi, transparansi, kepemilikan asset, tingkat pemenuhan kebutuhan dalam pelaksanaan program. Hal itu terlihat dari perencanaan lebih banyak diarahkan untuk pembangunan infrastruktur akuntabilitas) di tingkat desa. Hal ini terlihat pada sehari–hari (termasuk pendidikan dan kesehatan) dan proyek yang tidak selalu mempertimbangan manfaatnya bagi yang bersifat umum yang walaupun menyediakan akses perbandingan antara desa yang telah menerima program jenis pekerjaan. Minimnya kepemilikan aset atau tidak adanya warga miskin, penargetan tenaga kerja dalam pelaksanaan secara umum dan memiliki manfaat ekonomis, belum tentu PNPM sejak 2002, pada 2007, atau baru menerima pada 2009. pekerjaan tetap adalah faktor utama yang menyebabkan proyek fisik PNPM yang tidak secara khusus diambil dari bersentuhan langsung dengan kepentingan utama warga Hanya ada satu desa yang melaporkan adanya dampak PNPM kemiskinan. Ciri–ciri ini tidak mengalami perubahan berarti warga miskin, atau keharusan swadaya bagi semua warga miskin. Hal ini dikarenakan PNPM dipandang sebagai program terhadap kegiatan lain di luar PNPM. Sementara di desa–desa dalam kurun waktu delapan atau tiga tahun terakhir. tanpa mengecualikan orang miskin. pembangunan desa untuk kepentingan seluruh warga, bukan lain, partisipasi atau transparansi sebagaimana diterapkan program untuk warga miskin. Program SPP walaupun bisa PNPM dianggap sebagai kekhususan PNPM yang tidak harus Penentu dinamika kemiskinan adalah faktor ekonomi, 4. Dinamika Akses dan Kualitas Layanan Publik memenuhi sebagian kebutuhan modal, namun sulit diakses diterapkan dalam program lain. sosial, kelembagaan masyarakat dan pemerintahan, oleh warga miskin karena adanya ketentuan memiliki usaha keberpihakan pemerintah, dan penetapan sasaran Secara umum, sebagian besar desa sampel sudah memiliki sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman. Tidak berdampaknya PNPM terhadap tata pemerintahan program. Faktor ekonomi seperti naik–turunnya harga fasilitas layanan umum untuk bidang pendidikan, secara umum antara lain disebabkan oleh beberapa hal komoditas pertanian/perkebunan/nelayan maupun harga kesehatan, air bersih maupun pasar. Hal ini berkontribusi PNPM belum berhasil memberdayakan masyarakat desa berikut: (i) besarnya dominasi elite serta kurangnya inisiatif kebutuhan pokok serta berbagai bantuan pemerintah terhadap peningkatan akses masyarakat kepada layanan sepenuhnya karena: (i) struktur kekuasaan di desa yang warga sehingga mempertahankan status quo, (ii) tidak adanya memiliki peran terbesar dalam mempengaruhi naik–turunnya umum dalam kurun delapan atau tiga tahun terakhir. Dalam hal timpang dimana elite masih dominan dan warga miskin jaminan (insentif ) bagi aparat maupun warga bahwa jika kondisi kesejahteraan sebagian rumah tangga miskin dalam ini, PNPM dinilai cukup membantu karena ikut menyediakan cenderung termarginalkan, (ii) model pemberdayaan PNPM mereka menduplikasi mekanisme yang dijalankan PNPM pada delapan tahun terakhir. tambahan dan/atau perbaikan terhadap berbagai sarana menjadi cenderung mekanistik dalam pelaksanaannya di kegiatan atau program di desa mereka akan mendapatkan tersebut, termasuk perbaikan prasarana infrastruktur jalan. mana fasilitator hanya sekadar memastikan terlaksananya sesuatu (proyek), dan (iii) ada indikasi kecenderungan warga Kelompok masyarakat miskin yang tetap miskin secara Selain itu, peningkatan infrastruktur jalan yang difasilitasi tahapan–tahapan program tanpa ada usaha lebih jauh untuk dan aparat untuk bersikap normatif. Jika ketentuan program umum disebabkan oleh tidak adanya kemampuan dan oleh PNPM juga dinilai membantu meningkatkan ekonomi “menyadarkan” dan “meningkatkan kapasitas” masyarakat atau kegiatan tertentu tidak mensyaratkan partisipasi, modal untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Secara masyarakat. Namun demikian, di sebagian desa sampel masih terkait tujuan program untuk mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas, maka mereka pun tidak akan lebih spesifik, hal itu terjadi karena keterbatasan lapangan ada sebagian masyarakat yang masih mengalami kesulitan tatakelola pemerintahan yang baik (partisipasi, transparansi menuntutnya. kerja alternatif selain yang telah mereka geluti, yaitu pertanian; dalam mengakses fasilitas umum. Ini antara lain disebabkan dan akuntabilitas) serta peningkatan kemampuan ekonomi kualitas SDM yang rata–rata di bawah SMP dan hanya memiliki oleh (i) ketersediaan sarana dan prasarana yang masih kurang, masyarakat berbasis kemandirian, (iii) adanya kasus 3. Kemiskinan dan Dinamikanya keahlian tradisonal (bertani, nelayan atau bertukang); dan (ii) tidak adanya transportasi umum untuk menjangkaunya, ketidaksesuaian antara mekanisme program dengan kekurangan modal, terutama modal uang. Khusus untuk dan (iii) tidak adanya layanan yang berkualitas serta memadai karakteristik budaya lokal di mana PNPM mendorong Mayoritas desa sampel mengalami penurunan jumlah modal, meski sudah banyak bantuan pinjaman modal namun terutama dalam hal layanan kesehatan. partisipasi individu dalam kegiatan program maupun dalam penduduk miskin dalam delapan atau tiga tahun terakhir bagi warga miskin bantuan yang dibutuhkan adalah yang penyelenggaraan pemerintahan desa/nagari, sementara dengan laju penurunan yang berbeda antar desa. Beberapa tidak harus dikembalikan alias bantuan langsung tunai. Faktor Terkait kualitas, secara umum masyarakat menilai budaya lokal seperti di Sumatera Barat mengembalikan tradisi faktor yang menyebabkan penurunan kemiskinan adalah lain yang juga penting menurut warga adalah sikap mental bahwa kualitas pelayanan umum masih kurang baik. Di pemerintahan nagari yang mendorong partisipasi komunal adanya lapangan kerja baru atau perluasan kesempatan kerja yang tidak berorientasi pada kemajuan tapi mencukupkan bidang kesehatan, sebagai contoh, warga pemegang kartu melalui sistem representasi, (iv) kurang efektifnya kerja (seperti eksploitasi tambang emas oleh rakyat di kabupaten apa yang sudah ada; faktor usia yang sudah lanjut sehingga Jamkesmas merasa kurang diperhatikan dibanding pasien fasilitator yang disebabkan karena terlalu banyak pekerjaan Bombana, Sulawesi Tenggara), adanya kesempatan untuk tidak bisa lagi bekerja produktif; atau karena status janda umum. Di beberapa desa sampel, pelayanan administrasi teknis dan administratif, dan (v) rendahnya kualitas dan menjadi buruh migran, pemekaran daerah (yang menciptakan yang tidak mandiri secara ekonomi (tidak memiliki pekerjaan kependudukan, terutama KTP dan KK, dianggap semakin sulit kurangnya pengalaman sebagian fasilitator serta seringnya pusat–pusat pertumbuhan ekonomi baru), dan pembukaan sendiri); dan karena kenaikan biaya hidup. karena harus diurus sampai ke tingkat kabupaten. rotasi wilayah dan tingginya turn over fasilitator. pabrik/ perkebunan baru di lingkungan komunitas. Selain itu, penurunan kemiskinan juga disebabkan oleh peningkatan Program–program penanggulangan kemiskinan, 5. Dinamika Kebutuhan dan Pemenuhannya harga komoditas perkebunan seperti yang terjadi di Sumatera terutama yang bersasaran khusus seperti BLT, Jamkesmas Barat dan hasil tangkapan laut di Sulawesi Tenggara. Faktor lain atau Raskin, memiliki pengaruh yang signifikan dalam Di hampir semua desa sampel, kebutuhan utama warga yang lebih umum adalah semakin membaiknya infrastruktur mencegah warga miskin menjadi semakin miskin. Dana miskin adalah lapangan kerja, bantuan modal, dan jalan perdesaan, meningkatnya produktivitas pertanian, serta BLT, kartu Jamkesmas serta subsidi beras Raskin dianggap pelatihan keterampilan. Kemudian menyusul kebutuhan kontribusi berbagai bantuan pemerintah. Dalam hal ini peran masyarakat miskin bisa meringankan kebutuhan utama beasiswa pendidikan, kesehatan gratis dan infrastruktur PNPM dalam penurunan kemiskinan sebagian besar bersifat mereka terkait kebutuhan uang tunai untuk kebutuhan penunjang mata pencaharian warga (seperti irigasi dan tidak langsung, yaitu dengan menyediakan infrastruktur umum mendesak, biaya berobat serta kebutuhan pangan. Tiga jalan usaha tani). Sebagian besar kebutuhan ini sudah seperti jalan dan jembatan, maupun khusus pertanian seperti program ini juga selalu menempati urutan tiga program pernah dicoba dipenuhi baik oleh pemerintah dan juga oleh irigasi dan jalan usaha tani. pemerintah yang dianggap paling bermanfaat bagi kelompok masyarakat sendiri. Namun berbagai usaha itu masyarakat miskin. Sayangnya, penentuan RTM maupun tidak pernah betul–betul bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi di dua desa penerima program menjadi domain petugas/elite desa tanpa Hal itu antara lain karena (i) program yang ada tidak memadai di Jawa Timur. Ini disebabkan terutama oleh penurunan adanya ruang untuk partisipasi warga dan/atau transparansi untuk memenuhi kebutuhan warga, (ii) ada kondisi–kondisi produktifitas tangkapan ikan akibat degradasi lingkungan dalam penentuannya. sosial budaya di desa seperti kecemburuan sosial, bias elite (pencemaran laut akibat limbah industri) serta penurunan atau kelompok non–miskin, dan (iii) penyimpangan atau partisipasi tenaga kerja akibat mekanisasi industri. Untuk dua PNPM khususnya dinilai tidak banyak berperan secara ketidak–efektifan pelaksanaan program yang mengakibatkan kasus ini tidak ditemukan ada usaha untuk memanfaatkan langsung dalam mengatasi kemiskinan. Ini disebabkan berkurangnya dampak program dalam memenuhi PNPM sebagai instrumen untuk memecahkan masalah tersebut. antara lain karena pelaksana program menganggap program kebutuhan desa. ini bukan sebagai program penanggulangan kemiskinan, 57 58