Grup KonsultatifPertemuan ke 15 40712untuk Indonesia Jakarta, 14 Juni 2006 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah Cetakan Kedua Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah D.I. Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah, dan Mitra international, Juli 2006 MAGELANG (KOTA) BOYOLALI MAGELANG PURWOREJO SLEMAN KLATEN SUKOHARJO YOGYAKARTA (KOTA) KULON PROGO BANTUL WONOGIRI GUNUNG KIDUL Pertemuan ke-15 Grup Konsultatif untuk Indonesia Jakarta, 14 Juni 2006 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bencana Alam di Yogyakarta dan Jawa Tengah Laporan bersama BAPPENAS, Pemerintahan Provinsi dan Daerah D.I.Yogyakarta, Pemerintahan Provinsi dan Daerah Jawa Tengah, dan Mitra International, Juli 2006 i PENDAHULUAN Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yogyakarta adalah pusat kesenian dan kebudayaan tradisional Jawa, candi-candi kuno seperti Borobudur dan Prambanan, dan merupakan rumah bagi satu keluarga kerajaan yang garis keturunannya berasal dari era Mataram pada abad ke 16. Yogyakarta juga merupakan daerah pusat pendidikan tinggi di Indonesia. Gempa yang terjadi di awal pagi hari itu menewaskan 5.700 jiwa, mencederai lebih dari 40.000 sampai 60.000 orang, dan menghancurkan ratusan ribu rumah dan mata pencaharian mereka. Seakan-akan kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi ini belum cukup, bencana pun masih belum selesai. Meningkatnya kegiatan vulkanis Gunung Merapi, yang mulai terjadi pada bulan Maret 2006, terus menghasilkan aliran lava, gas-gas beracun, dan awan debu, dan memaksa dilakukannya evakuasi atas puluhan ribu orang. Laporan ini menyajikan penilaian awal terhadap kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi tersebut. Penilaian ini menggunakan metode standar internasional untuk mengukur besarnya bencana, dan memanfaatkan beberapa pakar terbaik dunia. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang dampak dari bencana ini lepada Pemerintah dan masyarakat internacional, serta dapat menjadi dasar untuk merancang program rekonstruksi dan pemulihan. Laporan ini dipersiapkan di bawah pimpinan BAPPENAS, didukung oleh satu tim kuat yang terdiri dari para spesialis Indonesia dan spesialis internasional. Analisis ini menemukan bahwa dampak dari gempa bumi ini jauh lebih parah daripada yang diperkirakan semula. Walaupun kebanyakan infrastruktur utama tetap utuh, kerusakan dan kerugian yang terjadi pada rumah- rumah dan bangunan lain yang dibangun tanpa penguatan yang benar (perusahaan-perusahaan kecil, sekolah, klinik, dll) cukup mencengangkan. Dengan kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi yang diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliun (US$3.1 billion), bencana ini mengakibatkan kerugian yang lebih besar daripada dampak tsunami di Sri Lanka pada tahun 2004, dan sama skalanya dengan gempa bumi Gujarat pada tahun 2001 dan gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Pakistan. Bencana yang terjadi belakangan ini memberikan peringatan yang sangat jelas betapa tingginya tingkat risiko bencana alam yang dihadapi Indonesia. Jelas dari penilaian ini bahwa teknik pembangunan yang buruk dan bahan bangunan yang tidak berkualitas merupakan penyebab utama tewasnya sejumlah besar orang dan tingginya tingkat kerusakan yang terjadi. Rehabilitasi, rekonstruksi dan rencana-rencana pembangunan untuk masa depan perlu memperhatikan hal ini dan kemudian mengintegrasikan langkah-langkah proaktif dan langkah-langkah pencegahan ke dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi dan dalam strategi pembangunan secara lebih luas. Sayangnya, di Indonesia, tidak ada yang dapat mengelak bahwa akan terjadi "yang berikut", dan mungkin akan datang lebih cepat daripada yang disangka. Seperti yang terjadi di Aceh dan Nias, bencana yang menimpa Yogyakarta dan Jawa Tengah juga memberikan contoh lain sehubungan dengan keuletan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan dan membangun kembali kehidupan mereka. Sekarang, sementara operasi pertolongan darurat telah berjalan dengan baik, Pemerintah telah mengumumkan rencananya untuk segera memulai program rekonstruksi, di mana sumber daya akan disediakan secara langsung bagi masyarakat yang terkena dampak, yang akan menggerakkan proses ini. Program ini pantas mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat nasional dan internasional. Laporan ini bertujuan untuk membantu memberikan informasi mengenai proses tersebut. H. Paskah Suzetta Andrew Steer Edgar A. Cua Menteri Negara Badan Country Director, Bank Dunia di Country Director, Perencanaan Pembangunan Indonesia Asian Development Bank di Nasional / Ketua BAPPENAS Indonesia atas nama kontribusi para mitra internasional ii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian PENGHARGAAN Laporan ini dipersiapkan oleh satu tim gabungan Pemerintah Indonesia yang dikoordinasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BAPEDA) dan masyarakat internasional, termasuk Bank Dunia, ADB, GTZ, JBIC, JICA, ILO, UNDP, IFRC, Asia Foundation, dan UN Habitat, dengan partisipasi dan kontribusi yang signifikan oleh banyak lembaga pemerintah dan donor lainnya. Tim BAPPENAS dipimpin oleh Luky Eko Wuryanto dan Suprayoga Hadi, dan termasuk juga para koordinator sektor berikut ini: Nural Wajah (perumahan dan infrastruktur), Choesni (kegiatan produktif), Taufik Hanafi (sektor sosial), Togu Pardede (lintas-sektor), dan Sumedi (analisis dampak). Kontribusi yang signifikan juga diberikan oleh Agus Prabowo, Arifin Rudiyanto, Arum Atmawikarta, Basah Hernowo, Deddy Koespramudyo, Donny Azdan, Gumilang Hardjakusuma, Ikhwanuddin Mawardi, Sidqy Suyitno, Subandi, Syahrial Loetan, Taufik Hanafi, Tubagus Achmad Choesni, Umiyatun Hayati Triastuti, Wahyuningsih Darajati, dan Yohandarwati. Tim BAPPENAS didukung oleh bantuan-bantuan teknis dari direktorat BAPPENAS, khususnya Amil Alhumami, Anom Parikesit, Benny Azwir, Destri H., Edy Darmono, Eka Chandra Buana, Erik Armundito, Hayu Parasati, Hermani Wahab, Inti Wikanestri, Jadhie Aradajat, Jayadi, Dading Gunadi, Khairul, Subarja, Kuswiyanto, May Hendarmini, Nurul Wajah Mujahid, Petrus Sumarsono, Pungkas B. Ali, Rachmi Utami, Rahmi Utamisari, Rohmad Supriyadi, Rohmad, Rudi Hartono Pakpahan, Rudi Pakpahan, Setio Utomo, Somantha Prakosa, Sumedi Andono Mulyo, Suryansyah Bachta, Suryansyah Bachta, Sutiman, Taufiq Hidayat Putro, Togu Pardede, Vivi Andriani, Yukie, dan Yunus Gustanto. Dari BAPPEDA Provinsi, pemberian dukungan dipimpin oleh Bayudono, Anung Hermantoro, Edi Siswanto, Tavip dan Budi Setyana. Tim masyarakat internasional dipimpin oleh Wolfgang Fengler bekerja sama dengan Stefan Nachuk (Bank Dunia) dan Almud Weitz (ADB). Tim inti ini mencakup para koordinator sektor berikut ini: Bambang Suharnoko (Bank Dunia) untuk analisis data, Roberto Jovel dan Margaret Arnold (Bank Dunia) untuk metodologi, Thakoor Persaud (Bank Dunia) dan Rehan Kausar (ADB) untuk perumahan, Sarosh Khan (Universitas Colorado) dan David Hawes (Ausaid-TAMF) untuk infrastruktur, Ramesh Subramanium (ADB) dan Guenther Kohl (GTZ) untuk sektor produktif, Lisa Kulp (ADB) untuk sektor-sektor sosial, Sanny Ramos Jegillos dan Toshihiro Nakamura (UNDP) untuk lintas-sektoral, serta Menno Pradhan dan Javier Arze Del Granado (Bank Dunia) untuk analisis dampak dan ekonomi. Tim inti ini juga mencakup Amanah Abdulkadir, Farsidah Lubis, Farzana Ahmed, Hari Purnomo, Indah Setyawati, James Darmawan Tunggono, Rehan Kausar, Robert Valkovic, Sutarum Wiryono (ADB), Aurélien Kruse (Asia Foundation), Bridgitte Podborny, Herriet Ellwein (GTZ), Cynthia Burton (IFRC), Diah Widarti, Kee Beom Kim, Peter Rademaker (ILO), Agus Setiawan, Isamu Gunji, Ken Yamamoto, Kimihiro Maeta, Nobutaka Komai, Shigeru Yamamura, Takaji Wakabayashi, Yuji Ide (JBIC), Aoki Toshimichi, Iwai Nobuo, Kanda Yumi, Nagami Kozo, Ueda Daisuke (JICA), Bruno Dercon (UN Habitat), Hugh Evans, Tim Walsh (UNDP), Reiko Niimi (UN), Andre Bald, Ahmad Zaki Fahmi, Bastian Zaini, Chairani Triasdewi, Cut Dian Rahmi, Doddy Prima, Elif Yavuz, Kutlu Kazanci, Ilham Abla, Indra Irnawan, Ioana Kruse, Jed Friedman, Joe Leitmann, Megawati Sulistyo, P.S. Srinivas, Paramita Dewi, Peter Milne, Peter Heywood, Piet Buys, Puti Marzoeki, Risyana Sukarma, Susiana Iskandar, Vivi Alatas, Vincent da Cruz, Yoko Doi dan Yulia Herawati (Bank Dunia). Kelompok multi-lembaga yang lebih besar memberi kontribusi yang berharga berupa input dan arahan untuk laporan ini, dan tim inti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaannya. Kelompok ini mencakup para kolega dari organisasi-organisasi berikut ini: iii ADB: Andi Swastika, Ayun Sundari, Deddy Herdiansjah, Endang Pipin Tachyan, Kemal Taruc, Romzy Alkaterie, Sahat Richard Hutapea, Shodan Purba, Siti Hasanah AusAID: Philipp Power, Robin Davies Pusat Studi Kebijakan Ekonomi dan Publik Pusat Studi Penduduk dan Kebijakan GTZ: Effendi Syarif, Heinz-Josef Heile IMF: Steven Schwartz PLN: Muljo Adji UN Habitat: Muamar Vebry, Raphael Anindito UNDP: Dora Cheok, Ewa Wojkowska, Irene Widjaya, Robin Willison UNESCO: Alisher Umarov, Arya Gunawan, Himachuli Curung, Jan Steffen UNICEF: David Hipgrave, Douglas Booth, Eric Bentzen USAID: Richard Hough Bank Dunia: Hongjoo Hahm, George Soraya, Indira Dharmapatni, Jehan Arulpragasam, Mesra Eza, Michael S. Kubzansky, Prabha Chandran, Joel Hellman, Migara Jayawerdana, Sentot Satria, Sylvia Njotomihardjo and Steven Charles Burgess Pusat Media Yogyakarta: Amiarsi Harwani, Nursatwiko Tim ini juga mendapat manfaat dari wawasan sejumlah staf dari berbagai kementerian lini lainnya: Kamaruzzaman (Biroren Departemen Kesehatan), Bambang P. (Departemen Pemuda dan Olahraga), Makbullah Ruri (Departemen Dalam Negeri), Ari Sumarsono (Departemen Pendidikan Nasional), J. Lubis, Rido M. Ichwan (Departemen Pekerjaan Umum), Bambang Sugianto, Titon Asung KW (Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum), Baskoro Indrarto, Sugeng Sentosa (DJCK, Departemen Pekerjaan Umum), A. Soewarno, Sugiarto (Biroren DDN), Hartono, Restu, Yola D. (Departemen Sosial), Noviensi Makalam, Purbakala Jateng (Departemen Pariwisata dan Budaya), Bachrul Chairi (Departemen Perdagangan), Pribudiarti (Departemen Pemberdayaan Kaum Perempuan), Gandung Sijianto (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Budi (Bappeda Jawa Tengah), Poernomo, S. Suhral (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah), Muslim, Ngestiono (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah), Bambang R., Faiq AN (Badan Urusan Pemukiman dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah), Abu K., Asmuni, Bambang, Husni, N. Sumandi, Tri Pura W. (Bappeda D.I. Yogyakarta), Birowo (Bappeda Kabupaten Gunung Kidul), Adum Widodo, Danto, Elin (Bappeda Kabupaten Kulon Progo), Kunto, Rusliyanto (Bappeda Kabupaten Sleman), Achmad Kasujani, Asikin CH, Bambang Dwi (Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta), Bambang (Dinas Pendidikan Provinsi D.I. Yogyakarta), Syahbenal, Tauhid (Dinas Industri, Perdagangan dan Koperasi Provinsi D.I. Yogyakarta), S. Munawaroh (Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta), Parjiya (Kantor Wilayah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi D.I Yogyakarta), Khairuddin, Widyana (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul), Eko Suryo, Hono Cahyono (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Jawa Tengah), Isna, Y. Sudanasuni (Dinas Urusan Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta), Setyanto (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Kabupaten Sleman), Djoko Handoyo, Suyanto, Yuni (Kabupaten Sleman), Djunaedi, Koesman, Oni W. and Rosihan. Foto-foto yang digunakan dalam publikasi ini diambil oleh Tim Penilai Gabungan kecuali dinyatakan lain. Tim ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada para pemberi kontribusi ini. Semua pertanyaan tindak-lanjut, atau permintaan untuk informasi tambahan dapat dialamatkan kepada Suprayoga Hadi (suprayoga@bappenas.go.id) atau Wolfgang Fengler (wfengler@worldbank.org). iv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian DAFTAR ISI Pendahuluan ..................................................................................................................................................... i Penghargaan.....................................................................................................................................................ii Daftar Isi .........................................................................................................................................................iv Ringkasan Eksekutif......................................................................................................................................ix Bagian I. Terjadinya Bencana.......................................................................................................1 Gempa Bumi Tanggal 27 Mei 2006 .............................................................................................................2 Korban Jiwa.....................................................................................................................................................3 Tanggapan........................................................................................................................................................4 Tingginya Risiko Bencana di Indonesia.......................................................................................................6 Latar Belakang Sosial dan Ekonomi ............................................................................................................7 Bagian. II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian............................................................13 Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian....................................................................................................................14 Perumahan ..........................................................................................................................................................17 Infrastruktur........................................................................................................................................................22 Air dan Sanitasi..............................................................................................................................................23 Energi..............................................................................................................................................................26 Transportasi dan Perhubungan...................................................................................................................28 Sektor Sosial........................................................................................................................................................34 Pendidikan......................................................................................................................................................35 Kesehatan dan Keluarga Berencana...........................................................................................................37 Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan.................................................................................................40 Agama dan Kebudayaan ..............................................................................................................................43 Sektor-Sektor Produktif....................................................................................................................................47 Pertanian, Irigasi dan Struktur Sungai........................................................................................................49 Perusahaan dan Industri ..............................................................................................................................52 Perdagangan...................................................................................................................................................57 Pariwisata........................................................................................................................................................60 Langkah Selanjutnya.....................................................................................................................................62 Lintas Sektor.......................................................................................................................................................63 Lingkungan Hidup........................................................................................................................................64 Administrasi Publik ......................................................................................................................................68 Sektor Keuangan...........................................................................................................................................70 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial.........................................................................77 Dampak Terhadap Kinerja Perekonomian...............................................................................................78 Dampak Terhadap Lapangan Kerja...........................................................................................................80 Dampak Terhadap Sistem Keuangan........................................................................................................83 Dampak Terhadap Mata Pencaharian .......................................................................................................83 Kerawanan dan Mitigasi Bencana...............................................................................................................85 v Daftar Tabel Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional................................................................................x Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah............................3 Tabel 3: Ikhtisar Kependudukan Provinsi dan Kabupaten...........................................................................8 Tabel 4. PDB dan PDB per Kapita .................................................................................................................9 Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004.......................................................................................9 Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah .......10 Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah ..............................................................11 Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian ...................................................................................................14 Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana.................................................................................................16 Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik ........................................................................................................20 Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan ..........................................................21 Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah ­ Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya .........21 Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur..........................................................................22 Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi................................................24 Tabel 15: Kerusakan dan Kerugian Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten.........................................30 Tabel 16: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial ...................................................................................35 Tabel 17: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan ..........................................................................36 Tabel 18: Tabel Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan ................................................................39 Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Lemah ..................................................42 Tabel 20: Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan ................................................................44 Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak .............................................45 Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Profuktif ..............................................................................48 Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi.....................................................................51 Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai......................................................................51 Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah...............52 Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor .........................................................................63 Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik.............................................68 Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah ...............................72 Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian..........................................................................73 Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP nominal kawasan terkena dampak bencana .......................79 Tabel 31: Dampak potensial ekonomi terhadap kawasan terkena dampak per sektor produksi..........79 Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 ...............................................................80 Tabel 33: Lapangan kerja pra-gempa bumi dan perkiraan hilangnya pekerjaan menurut sektor..........82 Tabel 34: Perkiraan hilanganya lapangan kerja menurut gender ................................................................82 Tabel 35: Komposisi Pendapatan untuk Kabupaten-Kabupaten Terkena Dampak .............................83 Tabel 36: Distribusi indikator pilihan lintas rumah tangga menurut parahnya kerusakan.....................84 Tabel 37: Perkiraan dampak terhadap kemiskinan menurut kabupaten ...................................................85 Daftar Peta Peta 1: Distribusi Kerusakan secara Geografis .............................................................................................xii Peta 2: Distribusi Kerugian akibat Gempa Bumi Secara Geografis.............................................................4 Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan .............18 vi Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Daftar Gambar Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian...............................................................................x Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91 persen swasta...........................................................xi Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian.............................................................6 Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB .................................................................................7 Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten.......................................................................29 Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan.........................................................................................55 Daftar Kotak Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian ­ Metodologi ECLAC......................................................15 vii DAFTAR ISTILAH ADB Asian Development Bank AusAID Australian Agency for International Development BAKORNAS Badan Koordinasi Nasional BAPEDALDA Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BI Bank Indonesia BP3 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala BPD Bank Pembangunan Daerah BPM Badan Pembangunan Masyarakat BPR Bank Pembangunan Rural BPS Badan Pusat Statistik BTN Bank Tabungan Negara CGI Consultative Group for Indonesia CSO Civil Society Organization DAU Dana Alokasi Umum DfID UK Department for International Development Dinas Provincial or District Government Office DPK Dinas Kebersihan dan Pertamanan EC European Commission ECLAC Economic Commission for Latin America and the Caribbean EU European Union FAO Food and Agriculture Organization FIRM Financial Intermediation and Resource Mobilization FY Financial Year GDP Gross Domestic Product GIS Geographic Information System GOI Government of Indonesia GRDP Gross Regional Domestic Product GTZ German Cooperation Agency (Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit) HDI Human Development Index JBIC Japan Bank for International Cooperation JICA Japan International Cooperation Agency KAI PT Kereta Api Indonesia MoNE Ministry of National Education/Departemen Pendidikan Nasional MoRA Ministry of Religious Affairs/Departemen Agama MPW Ministry of Public Works/Departemen Pekerjaan Umum NBFI Non-Bank Financial Institution NGO Non-Governmental Organization/Lembaga Swadaya Masyarakat NPL Non-Performing Loan P3B Penyaluran dan Pusat Pengatur Bantuan PDAM Perusahaan Daerah Air Minum PLN Perusahaan Listrik Negara Polindes Pondok Bersalin Desa POSKO Pos Koordinasi PUSKESMAS Pusat Kesehatan Masyarakat Rp Indonesian Rupiah viii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian SATKORLAK Satuan Koordinasi Pelaksana SD Sekolah Dasar SME Small & Medium Enterprises TELKOM State-Owned Telecommunications Company TNI Tentara Nasional Indonesia UN United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa UNDP United Nations Development Programme UNICEF United Nations Children's Fund UNIDO United Nations Industrial Development Organization WHO World Health Organization WWF World Wildlife Fund ix RINGKASAN EKSEKUTIF Pada tanggal 27 Mei, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia, dekat kota sejarah, Yogyakarta. Berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33 kilometer di selatan kabupaten Bantul, gempa ini mencapai kekuatan 5,9 pada Skala Richter dan berlangsung selama 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal yaitu 33 kilometer di bawah tanah, guncangan di permukaan lebih dahsyat daripada gempa yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama, maka terjadi kehancuran besar, khususnya di kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Gempa bumi ini adalah bencana besar ketiga yang menimpa Indonesia dalam 18 bulan terakhir. Pada bulan Desember 2004, gempa bumi yang dahsyat diikuti dengan gelombang tsunami menghancurkan sebagian besar Aceh dan pulau Nias di Sumatera Utara, dan pada bulan Maret 2005, gempa bumi kembali mengguncang pulau Nias. Dengan lebih dari 18.000 kepulauan Indonesia yang berada di sepanjang "cincin api" Pasifik yang berisi banyak gunung berapi aktif dan patahan tektonik, bencana yang belakangan terjadi ini merupakan peringatan akan besarnya risiko alam yang dihadapi negara ini. Kerusakan dan Kerugian Walaupun jumlah korban memang lebih sedikit daripada bencana yang sebanding, kerusakan dan kerugian yang diderita menempatkan gempa bumi ini dalam kategori bencana alam yang menimbulkan paling banyak kerugian di negara-negara berkembang selama sepuluh tahun terakhir. Suatu analisis komprehensif oleh sebuah tim yang terdiri dari Pemerintah Indonesia dan para pakar internasional memperkirakan jumlah kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi tersebut mencapai Rp 29,1 triliun, atau US$ 3,1 milyar. Total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan jauh lebih tinggi daripada yang diakibatkan tsunami di Sri Lanka, India dan Thailand dan berada pada skala yang serupa dengan gempa bumi di Gujarat (2001) dan di Pakistan (2005) (lihat Tabel 1). Kerusakan yang terjadi sangat terpusat pada perumahan dan bangunan-bangunan sektor swasta. Rumah-rumah pribadi terkena dampak paling parah, bernilai lebih dari setengah dari total kerusakan dan kerugian (Rp 15,3 triliun). Bangunan-bangunan sektor swasta dan aset-aset produktif juga rusak parah (diperkirakan mencapai Rp 9 triliun) dan diperkirakan akan kehilangan pendapatan yang signifikan di masa depan. Ini tentunya berdampak sangat serius pada usaha kecil dan menengah, karena wilayah tersebut merupakan pusat industri kerajinan tangan skala kecil yang sedang sangat berkembang di Indonesia. Kerusakan pada sektor sosial, khususnya sektor kesehatan dan pendidikan, diperkirakan mencapai Rp 4 triliun. Sektor-sektor lainnya, khususnya infrastruktur, menderita kerusakan dan kerugian yang relatif lebih kecil (lihat gambar 1), jauh di bawah tingkat kerusakan infrastruktur yang diakibatkan oleh tsunami di Aceh dan Nias. x Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional Negara Bencana Tanggal Jumlah Kerusakan & Kerusakan & Korban kerugian kerugian (juta Tewas (juta US$) US$ , harga konstan 2006) Turki Gempa Bumi 17 Agustus 1999 17.127 8.500 10.281 Indonesia (Aceh) Tsunami 26 Desember 2004 165.708 4.450 4.747 Honduras Topan Mitch 25 Oktober­8 14.600 3.800 4.698 November 1998 Indonesia Gempa Bumi 27 Mei 2006 5.716 3.134 3.134 (Yogya-Jawa Tengah) India (Gujarat) Gempa Bumi 26 Januari 2001 20.005 2.600 2.958 Pakistan Gempa Bumi 8 Oktober 2005 73.338 2.851 2.942 Thailand Tsunami 26 Desember 2004 8.345 2.198 2.345 Sri Lanka Tsunami 26 Desember 2004 35.399 1.454 1.551 India Tsunami 26 Desember 2004 16.389 1.224 1.306 Sumber: Pusat Kesiapan Bencana Asia (Asia Disaster Preparedness Center), Thailand; ECLAC, EM-DAT, Bank Dunia Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian 18000 16000 14000 12000 Rp Billion 10000 8000 6000 4000 2000 0 Perumahan Sektor Produktif Sektor Sosial Infrastruktur Lintas Sektor Kerusakan Kerugian Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilai Gabungan Fakta dan masalah sektor utama: Kerusakan dan kerugian yang terjadi pada perumahan melampaui 50% dari total. Diperkirakan 154.000 rumah hancur total dan 260.000 rumah rusak parah. Jumlah rumah yang harus dibangun ulang dan diperbaiki lebih banyak daripada di xi Aceh dan di Nias dengan jumlah biaya sekitar 15% lebih tinggi daripada perkiraan kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tsunami. Lebih dari 650.000 orang bekerja di sektor-sektor yang terkena dampak gempa bumi, dengan hampir 90% kerusakan terpusat pada usaha kecil dan menengah. 30.000 usaha terkena dampak langsung maupun melalui rantai suplai dan gangguan lainnya dalam perantaraan. Kemungkinan besar tingkat pengangguran akan melonjak naik. Pemulihan mata pencaharian tentu merupakan prioritas utama. Sektor sosial juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Sektor kesehatan dan pendidikan sama-sama rusak parah dengan jumlah kerusakan dan kerugian yang berjumlah lebih dari Rp 1,5 triliun. Fasilitas kesehatan di sektor swasta (yang pada umumnya tidak diasuransikan) menderita lebih banyak daripada sektor publik. Sebagian besar infrastruktur pedesaan dan perkotaan tetap utuh dan hanya mengalami kerusakan kecil. Kerusakan dan kerugian di sektor transportasi dan komunikasi, energi dan air bersih serta sanitasi diperkirakan berjumlah Rp 551 milyar. Pada tingkat kerusakan seperti ini, diharapkan agar infrastruktur dapat dipulihkan ke kondisinya sebelum bencana dengan cukup cepat melalui lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor swasta (lihat gambar 2). Ini adalah akibat kerusakan yang sangat terpusat pada perumahan swasta dan usaha kecil. Ini membuat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah unik jika dibandingkan dengan bencana-bencana lain dan membawa implikasi penting terhadap strategi pembangunan kembali dan kompensasi. Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91% swasta 9% 91% Private Public Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Dampak bencana sangat terkonsentrasi d kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Jawa Tengah. Bantul dan Klaten bersama-sama menderita lebih dari 70% dari seluruh kerusakan dan kerugian. Di antara kawasan-kawasan utama lainnya yang mengalami kerusakan termasuk Kota Yogyakarta dan tiga kabupaten pedesaan lainnya di provinsi Yogyakarta (lihat peta 1). Klaten mengalami kerusakan keseluruhan yang paling xii Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian parah, khususnya dalam hal perumahan; Bantul menderita kerusakan dan kerugian yang parah pada sektor produktif maupun kerusakan perumahan . Peta 1: Distribusi Kerusakan Secara Geografis JAWA TENGAH Sleman 3,203 Klaten 10,303 Yogyakarta 1,626 Kulon Progo 1,361 Bantul 10,271 Gunung Kidul 2,149 Damage and Losses (Adjusted Total, Rp Billion) JAWA TIMUR Above 10,000 3,000 to 10,000 2,000 to 3,000 1,000 to 2,000 Below 1,000 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Sumber: Perkiraan Tim Penilaian Gabungan Mengapa kerusakan dan kerugian begitu parah? Gempa bumi ini menghantam Jawa, salah satu kawasan paling padat penduduknya di dunia. Enam kabupaten yang paling menderita dampak gempa bumi ini berpenduduk sekitar 4,5 juta. Kabupaten Bantul dan Klaten - dengan rata-rata kepadatan penduduk di atas 1.600 ­ termasuk di antara sepuluh besar kabupaten yang sangat padat penduduknya di Indonesia. Kedangkalan pusat gempa turut menyebabkan meluasnya kerusakan struktural. Gempa bumi yang serupa tingkat kekuatannya tetapi lebih dalam di bawah permukaan tanah akan mengakibatkan jauh lebih sedikit guncangan di permukaan dan karena itu lebih sedikit kerusakan pada bangunan. Skala bencana alam ini diperparah oleh kegagalan manusia mendirikan bangunan tahan gempa. Kerusakan berskala-besar terhadap bangunan-bangunan berkaitan dengan kurangnya kepatuhan kepada standar bangunan yang aman dan metode konstruksi dasar tahan gempa. Sebagian besar rumah-rumah pribadi menggunakan bahan bangunan bermutu rendah dan tidak memiliki kerangka bangunan yang esensial serta tiang-tiang penopang sehingga mudah runtuh akibat guncangan. Rakyat miskin adalah kelompok yang paling tidak mampu untuk membangun rumah yang aman dan banyak dari rumah mereka mengalami xiii kerusakan. Banyak bangunan publik juga runtuh karena buruknya standar bangunan, khususnya sekolah, dan banyak di antaranya dibangun pada tahun 1970-an dan tahun 1980 dengan dana hibah khusus (INPRES) dari pemerintah. Terlihat dengan jelas bahwa standar bangunan tidak diterapkan dengan baik. Mengingat banyaknya industri berbasis rumah tangga, kerugian ekonomis yang disebabkan oleh rusak atau hancurnya rumah luar biasa besar. Banyak pembuat perabot, keramik dan kerajinan tangan melihat mata pencaharian mereka hancur bersama dengan rumah mereka. Hancurnya aset-aset pribadi yang tidak diasuransikan secara substansial menambah kerugian yang diperkirakan. Mengingat kerusakan berskala-besar, patut disyukuri bahwa korban jiwa tidak lebih banyak. Fakta bahwa gempa bumi menghantam pada hari Sabtu pagi sekitar jam 6, pada waktu sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di luar rumah, membatasi korban jiwa yang telah cukup besar. Andai kata gempa bumi terjadi selama jam sekolah atau jam kerja, jumlah korban jiwa pasti akan lebih besar lagi. Akan tetapi, jumlah yang terluka diperkirakan di antara 40.000 sampai 50.000 orang karena banyak rumah dengan konstruksi di bawah standar runtuh menimpa penghuninya. Dampak Kemiskinan ­ yang telah melampaui rata-rata nasional di kawasan ini - akan diperparah oleh gempa bumi ini. Hampir 880.000 orang miskin tinggal di kawasan- kawasan yang terkena dampak. Diperkirakan bahwa 66.000 orang lagi mungkin akan jatuh ke dalam kemiskinan dan 130.000 mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai akibat gempa bumi tersebut. Dampak terhadap hilangnya pekerjaan khususnya parah di bidang jasa maupun manufaktur berskala kecil. Perkiraan awal mengisyaratkan bahwa produk domestik bruto daerah ini bisa jatuh 5%, dengan penyusutan ekonomi 18% di kabupaten-kabupaten yang paling menderita dampaknya. Perumahan dan pelayanan transisi akan terkonsentrasi terutama pada lokasi-lokasi rumah yang sudah ada. Suatu survei kilat memperlihatkan bahwa 74% dari keluarga- keluarga yang rumahnya hancur total tinggal di dalam tenda-tenda di atas tanah sendiri. Dalam keadaan seperti ini, sangat mendesak untuk memastikan adanya pemulihan cepat untuk kebutuhan dasar berupa air dan sanitasi di kawasan-kawasan yang terkena dampak. Beberapa desa melaporkan bahwa mutu dan rasa air telah merosot meskipun persediaan air bersih masih utuh. Kaum perempuan dewasa dan anak perempuan terus mengeluhkan kebutuhan akan pakaian dalam, pembalut, alat pembersih dan peralatan masak. Trauma psikologis akibat bencana ini seharusnya tidak diremehkan. Laporan-laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma memang tinggi di kawasan-kawasan yang terkena dampak parah. Stres secara signifikan diperparah oleh ancaman letusan di Gunung Merapi. Meskipun masyarakat cepat bergerak untuk memastikan adaya pemondokan darurat yang memadai, mungkin perlu beberapa waktu sebelum keluarga-keluarga tersebut siap untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan. xiv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Masalah-masalah Utama untuk Langkah Selanjutnya Walaupun kerusakan dan kerugian sangat besar, sifat kerusakan sangat berbeda dengan yang terjadi di Aceh dan Nias. Dengan sebagian besar infrastruktur berskala- besar masih utuh dan kerugian yang dialami pemerintah daerah di lapangan hanya pada tingkat sedang, tantangan rekonstruksi tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan Aceh dan Nias. Suatu rencana induk yang mencakup semua aspek rekonstruksi secara terpadu tidak dibutuhkan. Penetapan urutan rekonstruksi juga bukan tantangan yang terlalu besar. Sektor- sektor yang menderita kerusakan dan kerugian yang relatif kecil dapat dengan mudah ditangani melalui lembaga-lembaga pusat dan setempat yang sudah ada yang didanai oleh anggaran nasional dan daerah. Satu keputusan yang paling menentukan untuk dibuat adalah bagaimana caranya memastikan bahwa rumah-rumah yang baru dibangun dan diperbaiki mematuhi standar-standar bangunan yang benar untuk memastikan bahwa kerugian-kerugian demikian tidak pernah terulang lagi. Banyak dari rumah-rumah pribadi dan bangunan- bangunan publik tidak akan bertahan menghadapi gempa bumi yang bahkan ukurannya lebih kecil. Skala kerusakan ini dapat dicegah di masa depan. Tetapi ini akan membutuhkan program rekonstruksi perumahan berskala-besar yang memfasilitasi rumah-rumah baru tahan gempa. Pengalaman di Aceh menunjukkan bahwa ini dapat diwujudkan. Sangat terkonsentrasinya dampak bencana ini dan dengan terbatasnya kerusakan infrastruktur, serta kuatnya masyarakat setempat dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa hal itu dapat dilakukan lebih cepat daripada di Aceh dan Nias. Pelajaran yang diperoleh dari Aceh dan Nias menegaskan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat untuk rekonstruksi. Masyarakat sangat peduli dengan rumah mereka. Mereka mempunyai preferensi yang kuat dan terkadang sangat berbeda. Dan mereka harus dilibatkan secara erat dengan pilihan yang mempengaruhi aset mereka yang paling berharga. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan kembali rumah mereka juga bertanggung jawab dalam membangun kembali hidup mereka ­ sebuah bagian penting dalam proses pemulihan. Kepedulian dan kepentingan pribadi yang besar dalam membangun kembali rumah mereka juga merupakan alat ampuh yang bisa digunakan untuk memantau secara efektif aliran dana dalam rangka mencegah korupsi dan praktek kotor. Demi alasan ini, pendekatan berbasis masyarakat secara konsisten telah menunjukkan keunggulan yang penting dan harus menjadi model untuk kemajuan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kecepatan merupakan hal kritis dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Para pemilik rumah sedang, telah, atau akan segera, mulai membangun kembali mereka rumah, dan bila rumah-rumah ini dibangun menurut standar yang sama seperti rumah mereka sebelumnya, keadaannya sekali lagi akan rentan terhadap bencana di masa depan. Demikian pula, banyak dari UKM yang terkena dampak akan membutuhkan bantuan jangka pendek untuk kembali berdiri di atas kaki sendiri. Pinjaman cepat dan/atau jenis bantuan keuangan lain untuk membantu mereka mendirikan kembali bangunan, perlengkapan, dan melengkapi lagi persediaan-persediaan barang akan memungkinkan mereka untuk dengan cepat mulai menciptakan penghasilan sekali lagi. Mengingat besarnya ukuran dana yang dibutuhkan serta bagian yang akan mengalir berupa hibah untuk keluarga-keluarga, kerangka pemantauan dan evaluasi yang xv kuat sangat dibutuhkan. Rekonstruksi berskala-besar sering menderita akibat kurangnya informasi yang tepat waktu mengenai kemajuan dan evaluasi program yang sudah ada. Penilaian ini menyediakan sejumlah besar data awal sebagai acuan untuk memantau kemajuan rekonstruksi. Tragedi ini, yang datang tidak lama setelah tsunami, menegaskan kembali perlunya kesiapan bencana dan manajemen resiko yang komprehensif. Gempa Yogyakarta tidak bisa dianalisa sebagai satu kejadian yang terpisah. Bahkan, nilai dampaknya harus dimasukkan dalam perhitungan dari dampak yang dialami oleh Indonesia di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai hasil dari Gempa bumi dan Tsunami Lautan Hindia 26 Desember 2004. Dampak gabungan dari kedua bencana ini merupakan hal signifikan untuk memaksa Pemerintah Indonesia secara serius melakukan praktek pengelolaan dampak bencana, dengan rujukan khusus kepada skema pengalihan resiko finansial, apabila pemerintah ingin mengurangi dampak bencana serupa di masa depan. xvi Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian I. Terjadinya Bencana 1 corbis/epa Bagian I. Terjadinya Bencana 2 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian GEMPA BUMI TANGGAL 27 MEI 2006 Sumber: Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Gempa bumi mengguncang pulau Jawa pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:53 waktu setempat, dan berkekuatan 5,9 skala Richter.1 Pusat dari gempa itu terletak di Samudera Hindia sekitar 33 kilometer sebelah selatan kabupatan Bantul, Provinsi Yogyakarta. Guncangannya berlangsung selama 52 detik. Lebih dari 750 gempa susulan telah dilaporkan, dengan intensitas terkuatnya mencapai 5,2 skala Richter. Gempa bumi itu terjadi pada kedalaman rendah di lempeng Sunda di atas zona lempeng Australia. Gerakan tektonik di Jawa didominasi oleh gerakan lempeng Australia ke arah timur laut di bawah lempeng Sunda dengan kecepatan relatif sekitar 6 cm/tahun.2 Gempa bumi itu berdampak langsung terhadap Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Di Yogyakarta, peristiwa itu berdampak terhadap kelima kabupatennya - 1Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia. The United States Geological Survey mengatakan 6,3 skala Richter. 2United States Geological Survey, http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/recenteqsww/Quakes/usneb6.php#summary Bagian I. Terjadinya Bencana 3 Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta. Di sebelah Barat dan Utara Yogyakarta, enam kabupaten Jawa Tengah terkena dampak ­ Boyolali, Klaten, Magelang, Purworejo, Sukoharjo dan Wonogiri. Dua kabupaten yang paling parah terkena bencana itu adalah Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah. KORBAN JIWA Gempa bumi itu menewaskan lebih dari 5.700 orang, melukai puluhan ribu orang dan membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Karena terjadi pada dini hari, gempa bumi itu membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah. Berdasarkan informasi terbaru yang diterima, gempa bumi itu telah mengakibatkan lebih dari 5.700 korban jiwa. Penderita luka-luka diperkirakan berkisar antara 37.000 dan 50,000 orang dan ratusan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal (lihat tabel 2). Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah Provinsi dan Kabupaten Korban Jiwa Korban Luka-luka Yogyakarta 4.659 19.401 Bantul 4.121 12.026 Sleman 240 3.792 Kota Yogyakarta 195 318 Kulon Progo 22 2.179 Gunung Kidul 81 1.086 Jawa Tengah 1.057 18.526 Klaten 1.041 18.127 Magelang 10 24 Boyolali 4 300 Sukoharjo 1 67 Wonogiri - 4 Purworejo 1 4 Total 5.716 37.927 Sumber: Yogyakarta Media Center, 7 Juni 2006 Letusan Gunung Merapi yang terjadi terus-menerus berlokasi tidak jauh dari situ memperparah kesulitan pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan. Empat belas hari sebelum gempa bumi itu terjadi, Pusat Penanggulangan Bahaya Vulkanologi dan Geologi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status siaga Merapi ke tingkat 4, yang berarti bahwa letusan besar segera terjadi. Sejak gempa bumi itu, letusan- letusan kecil telah menghasilkan badai awan panas dan benda vulkanis, seraya kubah lava di puncaknya kian membesar. Pada tanggal 8 Juni, aliran lava pijar mencapai jarak 4 km ke arah Krasak dan Sungai Boyong dan mencapai jarak maksimum 4,5 km dari hulu Sungai Gendol. Aktivitas Merapi tetap pada tingkat 4 dikarenakan risiko adanya aliran lava pijar, dan puluhan ribu orang telah dievakuasi. Meskipun peristiwa gempa bumi kedalaman rendah di dekat 4 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian gunung berapi adalah hal yang wajar, data yang ada belum bisa menjelaskan apakah ada kaitan langsung antara gempa bumi itu dan letusan terus-menerus Gunung Merapi.3 Peta 2: Distribusi Kerugian Akibat Gempa Bumi Secara Geografis JAWA TENGAH Boyolali Kota Magelang Magelang Purworejo Sukoharjo Wonogiri Casualties (No of person; Source: Media Center) JAWA TIMUR Above 400 200 to 400 50 to 200 10 to 50 Below 10 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No casualties Sumber: Berdasarkan angka yang diperoleh tanggal 7 Juni 2006 TANGGAPAN Tanggapan Pemerintah Pemerintah Indonesia menanggapi bencana itu dalam waktu beberapa jam kemudian dan telah mengalokasikan Rp 5 triliun bantuan kemanusiaan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tiba di Yogyakarta beberapa jam setelah bencana itu dan memindahkan kantornya ke sana dari tanggal 27 hingga 31 Mei untuk memonitor sendiri upaya pengiriman bantuan kemanusiaan. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS), yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah melaksanakan koordinasi awal pengiriman bantuan dan upaya penyelamatan. Tanggapan itu dilakukan 3United States Geological Survey, http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6/#summary. Bagian I. Terjadinya Bencana 5 melalui kerja sama erat dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial, militer, pemerintah daerah, dan berbagai lembaga PBB. Pemerintah Indonesia pada awalnya mengalokasikan Rp 1,0 triliun dari APBN untuk kegiatan pengiriman bantuan dan rekonstruksi. Dari jumlah itu, Rp 75,0 triliun disalurkan kepada BAKORNAS untuk bantuan kemanusiaan. Tim pengiriman bantuan, tim medis, dan unit- unit militer dari pelosok negeri telah dikerahkan ke daerah bencana. Jumlah anggaran yang telah disediakan meningkat menjadi Rp 5,0 triliun. Pemerintah Kabupaten membagikan dana kompensasi bencana dan barang kebutuhan yang disediakan Pemerintah. Di antara yang dibagikan adalah 10 kilogram nasi per orang per bulan, Rp 3.000 per orang per hari, hibah satu-kali sebesar Rp 100.000 per orang untuk pakaian, dan Rp 100.000 per rumah tangga untuk perkakas dapur. Selain itu, Pemerintah mengumumkan bahwa lebih dari 820.000 orang yang rumahnya rusak parah akan diberi biaya hidup penuh selama tiga bulan, dan yang rumahnya menderita rusak ringan akan diberi tunjangan satu bulan. Keluarga-keluarga juga menerima Rp 2,0 juta per anggota keluarga yang meninggal, dan Wakil Presiden mengumumkan bahwa Rp 30,0 juta akan diberikan untuk tiap rumah yang hancur, dan Rp 10,0 juta untuk rumah yang rusak. Biaya rumah sakit untuk orang yang luka-luka akibat gempa bumi ditanggung oleh Pemerintah di fasilitas-fasilitas umum. Tanggapan Internasional Masyarakat internasional bertindak dengan cepat mengingat banyak organisasi internasional masih ada di Aceh. Banyak organisasi juga telah mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan letusan Gunung Merapi beberapa pekan sebelum gempa bumi terjadi. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, berbagai organisasi PBB, dan paling sedikit 35 LSM internasional telah mengumpulkan bantuan berupa kebutuhan pokok, selain personil medis dan penanggulangan bencana. PBB telah mendirikan pusat koordinasi utama di Yogyakarta dan kantor penghubung di Klaten. Tim Evaluasi dan Koordinasi Bencana PBB dikirim pada tanggal 30 Mei 2006 untuk mendukung berbagai operasi di Bantul dan Yogyakarta. 6 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian TINGGINYA RISIKO BENCANA DI INDONESIA Indonesia adalah salah satu negeri paling rawan bencana di dunia. Karena berlokasi di penghubung tiga lempeng tektonik, Indonesia sangat rentan terhadap aktivitas seismik. Dengan hampir 200 gunung berapinya, dimana lebih dari 70 di antaranya digolongkan "sangat aktif", negeri ini memiliki jumlah tertinggi gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, Indonesia sering mengalami tanah longsor, banjir, dan gempa bumi. Resiko terbesar adalah banjir apabila ditimbang secara proporsional terhadap PDB dan angka kematian. Kebakaran hutan juga merupakan resiko yang harus diperhatikan, sebagaimana diperlihatkan oleh kebakaran hutan tahun 1998 yang terjadi selama peristiwa El Niño. Gambar 3 dan 4 memperlihatkan distribusi geografis dari resiko enam bencana utama (angin topan, kekeringan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan gunung berapi) di Indonesia. Tingkat kerawanan terhadap bencana-bencana ini di estimasi dari angka kematian yang disebabkan oleh bencana tertentu dan tingkat kerugian ekonomi untuk wilayah yang dicakup oleh Bank Dunia dan tingkatan kekayaan negara, yang dihitung dari data kerugian historis selama 20 tahun. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan bahwa untuk Indonesia ­ Pulau Jawa, yang berada pada decile teratas untuk resiko angka kematian untuk semau jenis bencana ­ menghadapi resiko terbesar dalam hal korban jiwa dari bencana alam, sementara Pulau Sumatera dan Jawa menghadapi resiko terbesar dalam hal kerugian ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam. Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian Bagian I. Terjadinya Bencana 7 Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB Sumber: M. Dilley et al., Bank Dunia dan Columbia University, 2005 LATAR BELAKANG SOSIAL DAN EKONOMI Gempa bumi tanggal 27 Mei melanda 11 kabupaten, yang ditinggali oleh lebih dari 8,3 juta orang. Enam kabupaten yang sangat terkena dampak, termasuk lima kabupaten di Provinsi Yogyakarta (Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kulon Progo) dan Klaten di Jawa Tengah. Dengan 4,5 juta penduduk, keenam kabupaten tersebut memiliki populasi yang padat. Kebanyakan orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak memang miskin, tetapi tidak terlalu parah. Dengan pengecualian Kota Yogyakarta dan Kabupaten Slemen, tingkat pendapatan tahunan mereka mencapai sekitar Rp 5 juta atau setengah dari rata-rata nasional. Angka kemiskinan di semua daerah yang terkena dampak lainnya juga berada di atas rata-rata nasional tetapi dalam taraf yang lebih rendah. Kombinasi antara pendapatan rendah dan angka kemiskinan menengah menghasilkan distribusi pendapatan yang setara. Sebagian besar orang di daerah yang terkena dampak juga memiliki karakteristik dan keadaan hidup yang serupa. Geografi dan Populasi Kawasan yang terkena dampak gempa bumi secara geografis kecil tetapi padat penduduk. Populasi totalnya mencapai sekitar 4,5 juta (2% dari populasi nasional) yang terkonsentrasi di sebuah daerah seluas 0,2% persen wilayah nasional. Bantul dan Klaten, kabupaten yang paling parah terkena dampak gempa bumi, memiliki karakteristik serupa dalam hal populasi dan kepadatan. Kedua kabupaten memiliki jumlah penduduk sekitar satu juta dan kepadatan penduduknya berada dalam tingkat sepuluh besar di Indonesia (kita-kira 1.600 penduduk per km2). Yogyakarta dan Jawa Tengah masing-masing berada dalam urutan kedua dan keempat di Indonesia (tabel 3), 8 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian sedangkan kepadatan di Kota Yogyakarta berada di urutan ketiga dibanding semua kota kabupaten (kira-kira 12.000 penduduk per km2). Tabel 3: Ringkasan Informasi Kependudukan Provinsi dan Kabupaten Provinsi dan Jumlah % di % di Luas km2: Rata-rata Kepadatan per Kabupaten Penduduk Provinsi Indonesia kabupaten nasional km2 (urutan (1000) 4.564 1=tertinggi)* Provinsi Yogyakarta 3.280,2 100 1,5 3.133 1.047 (2)** Bantul 823,4 25 0,4 508 1.620 (9) Sleman 955,2 29 0,5 575 1.662 (8) Gunung Kidul 695,7 21 0,3 1.431 486 (82) Kota Yogyakarta 419,2 13 0,2 33 12,897 (3) Kulon Progo 386,8 12 0,2 586 660 (63) Provinsi Jawa Tengah 32.900 100 15,5 32.800 1.003 (4)** Klaten 1.139.2 3 0,5 656 1.736 (6) Magelang 1.158.1 0,4 0,1 1085,74 1077 (24) Boyolali 941,7 2,89 0,5 1015,1 927 (33) Sukoharjo 838,3 2,58 0,4 466,66 1796 (4) Wonogiri 1.010,6 3,11 0,5 1793,4 563 (74) Purworejo 712,1 2,19 0,3 1034,49 688 (56) Indonesia 212.000 100 100 1.981,122 107 Sumber: Data BPS dan Informasi Kemiskinan (2004), komputasi oleh tim Evaluasi Bersama, * Urutan dari 86 kota kabupaten untuk Kota Yogyakarta dan 348 untuk desa kabupaten. ** Urutan di antara 30 provinsi Kerangka Ekonomi dan Fiskal Pendapatan per kapita di enam kabupaten yang paling terkena dampak adalah Rp 6,1 juta, atau sekitar 60% dari rata-rata nasional (Rp 10,5 juta). PDRB nominal untuk Provinsi Yogyakarta adalah Rp 21,8 triliun (kira-kira US$ 2,3 miliar) pada 2004, mencapai 1% dari PDBN (Tabel 4). Di Jawa Tengah, PDRB adalah Rp 193.4 triliun (kira-kira US$ 20,5 miliar), mencapai 8,8% PDB Nasional. PDRB per kapita di Provinsi Yogyakarta adalah sekitar Rp 6,7 juta sedangkan di Jawa Tengah Rp 5,9 juta. Gambar A4 dalam lampiran teknis mengilustrasikan kecenderungan dan ukuran relatif PDRB per kabupaten untuk periode 2000 hingga 2004. Di Yogyakarta, jasa dan perdagangan menghasilkan 39% dari PDRB daerah pada tahun 2004, sedangkan pertanian mencapai 16,6% (Tabel 5). Tetapi, terdapat perbedaan besar dalam konsentrasi produksi di antara kabupaten dalam satu provinsi. Kota Yogyakarta, suatu pusat perkotaan berpenduduk padat, nyaris tidak memiliki produksi pertanian (0.5%) sementara jasa, perdagangan, restoran dan hotel, serta perhubungan mencapai 64% PDRB. Di lain pihak, produk pertanian menghasilkan PDRB besar di kabupaten Gunung Kidul (36%), Kulon Progo (25%), dan Bantul (23%)4. 4Lihat Tabel A.1 dalam lampiran teknis untuk distribusi nominal per sektor, Tabel A.2 untuk setiap ukuran relatif sektor, dan Gambar A.1 untuk distribusi gabungan sektor-sektor PDBD. Bagian I. Terjadinya Bencana 9 Tabel 4. PDRB dan PDRB per Kapita (Rp 2004) PDRB nominal 1/ PDRB per kapita 1/ Miliar Rp % di % di Juta Rp % di % di Provinsi Indonesia Provinsi Indonesia Provinsi Yogyakarta 21.849 100 1,0 6,7 100 65 Bantul 4.171 19 0,2 5,1 76 49 Gunung Kidul 3.378 15 0,1 4,9 73 47 Kulon Progo 1.836 8 0,1 4,9 73 47 Sleman 6.640 30 0,3 7,0 104 67 Kota Yogyakarta 5.876 27 0,3 14,8 221 141 Provinsi Jawa Tengah 193.438 100 8,8 5,9 76 43 Klaten 5.125 3 0,2 4,5 76 43 Magelang 4.148 2 0,2 3,5 59 33 Boyolali 4.247 2 0,2 4,5 76 43 Sukoharjo 4.420 2 0,2 5,3 90 50 Wonogiri 3.166 2 0,1 3,1 53 30 Purworejo 2,951 2 0,1 4,1 69 39 Semua kabupaten lain di 169.381 87 7,8 5,6 106 53 Jawa Tengah Indonesia 2.273,142 100 100,0 10,5 270 100 Sumber: Data PDBD yang dilaporkan oleh BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan 1/ di Provinsi Jawa Tengah Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004 Yogyakarta Indonesia Miliar Rp % dari PDRB Miliar Rp % dari PDB Pertanian 3.637 16,6 331.553 14.6 Pertambangan dan Penggalian 183 0,8 196.112 8,6 Manufaktur 3.219 14,7 639.655 28,1 Listrik, Gas, & Air 268 1,2 22.067 1,0 Konstruksi 1.744 8,0 143.052 6,3 Perdagangan, Restoran, & Hotel 4.171 19,1 369.361 16,2 Transportasi & Perhubungan 2.137 9,8 142.292 6,3 Jasa Keuangan 2.199 10,1 194.429 8,6 Jasa 4.290 19,6 234.620 10,3 PDB (tanpa Minyak & Gas) 21.849 100,0 2.072.052 91,2 Total PDB 21.849 100,0 2.273.142 100,0 Sumber: Data PDRB yang dilaporkan BPS, dikomputasi oleh Tim Penilaian Gabungan Kawasan yang terkena dampak menghasilkan pendapatan yang sangat kecil, dan seperti kabupaten miskin lainnya di Indonesia, sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah pusat.5 Di Bantul dan Klaten, sumber pendapatan asli daerah hanya menghasilkan 6% dari total pendapatan. Pendapatan dari dana bagi hasil bukan pajak (dari sumber daya alam) pada umumnya sangat kecil di semua kabupaten (kurang dari 0,1% dari seluruh pendapatan) dan pendapatan dari dana bagi hasil 5Misalnya, DAU meliputi 93% dari seluruh pendapatan kabupaten Gunung Kidul (tabel 6). 10 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian pajak hanya menghasilkan kurang dari 4% dari seluruh pendapatan di kebanyakan kabupaten yang terkena dampak (kecuali Kota Yogyakarta dan Sleman). Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten dan Kota yang Terkena Bencana di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, Realisasi APBD Tahun 2004 (Rp Miliar) Pendapatan % Bagi Hasil Bukan % Bagi % Dana Alokasi % Total Asli Pajak (Sumber Hasil Umum DAU) Daerah Daya Alam) Pajak Provinsi Yogyakarta Kulon Progo 20 5.3 0.4 0.1 12 3.3 344 91 377 Gunung Kidul 20 4.2 0.4 0.1 15 3.1 433 93 467 Sleman 60 10 0.4 0.1 37 6.3 485 83 583 Bantul 31 5.9 0.4 0.1 19 3.7 471 90 521 Kota Yogyakarta 80 18 0.4 0.1 38 8.7 317 73 435 Provinsi Jawa Tengah Klaten 27 3.9 0.6 0.1 24 3.5 635 93 687 Magelang 44 7.7 0.6 0.1 21 3.7 503 89 568 Boyolali 37 6.8 0.6 0.1 18 3.3 492 90 548 Sukoharjo 22 4.6 0.6 0.1 24 5.0 421 90 467 Wonogiri 25 4.5 0.6 0.1 19 3.3 523 92 568 Purworejo 26 7.7 0.7 0.1 20 3.7 432 89 479 Total (11 kabupaten 391 -- 5.7 -- 246 -- 5,057 -- 5,701 terkena dampak) Sumber: Data Departemen Keuangan, hasil perhitungan Tim Penilaian Gabungan 1/ D.I Yogyakarta 2/ di Provinsi Jawa Tengah Kemiskinan Sebanyak 880.000 orang miskin tinggal di daerah yang terkena dampak gempa bumi. Dua dari lima kabupaten di Yogyakarta (33% dari populasi provinsi) sangat miskin dibandingkan kabupaten lainnya di Indonesia.6 Kabupaten Klaten, Gunung Kidul dan Kulon Progo adalah kabupaten termiskin dengan tingkat kemiskinan sekitar 25% (berada di kelompok ke-3 kabupaten termiskin di Indonesia jika seluruh kabupaten dan kota dibagi menjadi 10 kelompok berdasarkan tingkat kemiskinan) tetapi persentase kemiskinan lebih rendah di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Di tingkat provinsi, persentasi kemiskinan di Yogyakarta sekitar 19%, berada di urutan kelima dari sepuluh provinsi termiskin di Indonesia. Tetapi, persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sedikit lebih tinggi daripada di Yogyakarta. 6 Tabel 7 melaporkan persentase populasi miskin di tiap kabupaten di Yogyakarta dan sepuluh kabupaten termiskin di Indonesia. Bagian I. Terjadinya Bencana 11 Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah (2004) Penduduk Penduduk Miskin (1000) % Kemiskinan Kelompok Decile (1000) (1 Termiskin) Provinsi Yogyakarta 3,224 616 19.1 5 Bantul 819 152 18.5 5 Gunung Kidul 687 173 25.2 3 Kulon Progo 376 95 25.1 3 Sleman 945 147 15.5 6 Kota Yogyakarta 396 50 12.7 7 Provinsi Jawa Tengah 32,543 6,844 21.0 4 Klaten 1,132 264 23.3 3 Magelang 132 186 16.0 9 Boyolali 942 172 18.4 9 Sukoharjo 838 118 14.3 8 Wonogiri 1,011 246 24.4 9 Purworejo 712 167 23.5 8 Provinsi Lain di Jawa 120,000 20,200 16.8 -- Indonesia 209,000 35,900 17.2 -- Sumber: Hasil perhitungan Tim Gabungan berdasarkan SUSENAS 2004. 12 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 13 corbis/Mast Irham Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 14 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Jumlah total kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi diperkirakan mencapai Rp 29,1 triliun (US$ 3,1 miliar). Jumlah total kerusahan diperkirakan mencapai Rp 22,75 triliun (78% dari jumlah total) dan jumlah total kerugian ekonomi mencapai Rp 6,40 triliun (22%). Angka kerusakan mewakili jumlah pembiayaan, termasuk sumbangan oleh korban, yang akan dibutuhkan untuk rekonstruksi. Angka kerugian mewakili pengurangan kegiatan ekonomi dan pendapatan pribadi dan keluarga yang akan timbul dalam bulan-bulan berikut akibat bencana gempa bumi (Lihat tabel 8). Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian (Rp Miliar) Efek Bencana Kepemilikan Kerusakan Kerugikan Total Swasta Pemerintah Perumahan 13.915 1.382 15.296 15.296 0 Infrastruktur 397 154 551 76 476 Transportasi dan Perhubungan 90 0 90 0 90 Energi 225 150 375 0 375 Air dan Kebersihan 82 4 86 76 10 Sektor Sosial 3.906 77 3.982 2.112 1.870 Pendidikan 1683 56 1739 584 1154 Kesehatan dan Perlindungan Sosial 1569 21 1590 1030 560 Budaya dan Agama 654 0 654 498 156 Sektor Produktif 4.348 4.676 9.025 8.854 170 Pertanian 66 640 705 700 5 Perdagangan 184 120 303 138 165 Industri 4063 3899 7962 7962 0 Pariwisata 36 18 54 54 0 Lintas Sektor 185 110 295 48 247 Pemerintah 137 0 137 0 137 Perbankan dan Keuangan 48 0 48 48 0 Lingkungan 0 110 110 0 110 Jumlah Total 22.751 6.398 29.149 26.386 2.763 Jumlah Total, juta US$ 2.446 688 3.134 2.837 297 Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilaian Gabungan Dampak bencana di tiap sektor tidak sama, karena kerusakan dan kerugian infrastruktur sangat sedikit. Sebaliknya, efek bencana terkonsentrasi di sektor perumahan, sosial, dan produktif. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 15 (52% dari jumlah total). Sektor produktif mengalami kerugian sebanyak Rp 9 triliun (31%), dan sektor sosial, terutama pendidikan dan kesehatan, mengalami kerusakan sebanyak Rp 4 triliun (14%). Bencana tersebut menghasilkan dampak sosial yang besar karena gempa bumi tersebut berdampak terhadap kondisi kehidupan dan pendapatan para pekerja usaha kecil dan menengah. Rumah tangga dan perusahaan swasta paling terkena dampak bencana. Jumlah total kerusakan dan kerugian sektor swasta diperkirakan mencapai Rp 26.4 triliun (90% dari jumlah total), sedangkan kerusakan dan kerugian sektor pemerintah Rp 2.8 triliun (10%). Tetapi, sumbangan sumber daya pemerintah terhadap rekonstruksi akan sangat besar, karena tidak banyak rumah tangga atau usaha kecil yang memiliki asuransi. Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian ­ Metodologi ECLAC Untuk mengukur kerusakan dan kerugian, tim gabungan yang terdiri dari BAPPENAS, pemerintah provinsi dan kabupaten, serta mitra internasional menggunakan metodologi yang dikembangkan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia (ECLAC). Metodologi ECLAC pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970-an dan telah dimodifikasi dan ditingkatkan melalui aplikasi selama lebih dari tiga dekade dalam konteks pasca-bencana di seluas dunia. Metodologi ini menghasilkan perkiraan pendahuluan terhadap dampak atas aset fisik yang harus diperbaiki dan diganti, serta terhadap aliran-aliran yang tidak akan diproduksi sampai asset diperbaiki dan dibangun. Perkiraan itu menganalisis tiga aspek utama: Kerusakan (dampak langsung) memaksudkan dampak atas aset, saham, properti, yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan rekonstruksi) yang disepakati. Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat kerusakan (apakah aset masih bisa dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama sekali hancur). Kerugian (dampak tidak langsung) memaksudkan aliran-aliran yang akan terkena dampak, seperti pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah, dll selama periode waktu hingga aset dipulihkan. Semua itu akan dijumlah berdasarkan nilai sekarang. Penentuan periode waktu sangat penting. Jika pemulihan berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan, seperti dalam kasus Aceh, kerugian bisa meningkat secara signifikan. Efek ekonomi (kadang-kadang disebut dampak sekunder) mencakup dampak fiskal, dampak pertumbuhan PDB, dll. Analisis ini juga bisa diterapkan pada tingkat sub-nasional. Kerusakan terkonsentrasi di beberapa kabupaten; Klaten di Jawa Tengah dan Bantul di Provinsi Yogyakarta adalah yang paling terkena dampak. Kedua kabupaten itu mengalami kerusakan dan kerugian masing-masing lebih dari Rp 10 triliun (sekitar 70% dari jumlah total). Kabupaten-kabupaten lain menderita kerusakan dan kerugian pada skala yang jauh lebih rendah (Lihat tabel 9). Tetapi, kekuatan sebenarnya dari bencana tersebut bisa 16 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian ditentukan dengan membandingkan jumlah kerusakan dan kerugian dengan ukuran ekonominya, yang merupakan ukuran internasional kekuatan bencana. Bantul adalah kabupaten paling terkena dampak yang menderita 246% total kerusakan dan kerugian dibandingkan dengan produk domestik brutonya. Klaten memiliki perbandingan 201%. Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul juga memiliki rasio yang relatif tinggi, antara 50% dan 75%. Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana Provinsi dan Penduduk Produk Dampak Besar Dampak Per Kabupaten/Kota (1000) Domestik Total, Dampak Kapita, Bruto, Miliar Rp Milliar Rp Bencana, % Juta Rp Yogyakarta Province 3,224 21,849 18,742 86 5.8 Bantul 819 4,171 10,335 246 12.6 Yogyakarta City 396 5,876 1,639 28 4.1 Kulon Progo 376 1,836 1,372 74 3.6 Gunung Kidul 687 3,378 2,167 64 3.2 Sleman 945 6,640 3,229 48 3.4 Central Java Province 32,542 193,438 10,387 201 9.2 Klaten (incl. other 1,131 5,125 10,387 201 9.2 affected districts) Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Rata-rata kerusakan dan kerugian per kapita juga tidak seimbang. Bantul adalah kabupaten yang paling terkena dampak dengan efek per kapita mencapai Rp 12,3 juta. Dampak terhadap Klaten juga besar, mencapai Rp 6,5 juta. Kabupaten-kabupaten lain yang terkena dampak parah memiliki kisaran angka yang sama, dengan efek per kapitanya Rp 3-4 juta (lihat tabel 9). Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 17 Perumahan Ikhtisar Membangun kembali dan merehabilitasi rumah-rumah akan menjadi hal yang terpenting dalam upaya rekonstruksi Yogyakarta-Jawa Tengah. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun, atau lebih daripada setengah jumlah total. Diperkirakan, 157.000 rumah hancur dan 202.000 lainnya rusak. Antara 600.000 samapai satu juta orang telah kehilangan tempat tinggal. Skala kehancuran perumahan lebih besar daripada di Aceh, terutama karena padatnya populasi di daerah yang terkena dampak gempa bumi dan standar konstruksi bangunan rumah yang berkualitas rendah. Sejumlah 4.1 juta kubik meter gabungan puing menumpuk di semua lokasi rumah yang runtuh itu. Tetapi, pembangunan kembali seharusnya akan lebih mudah dan cepat daripada di Aceh karena sebagian besar infrastruktur masih berdiri kokoh. Pembuangan puing dan penyediaan tenda penampungan korban adalah tantangan yang harus segera diatasi dalam pekan-pekan mendatang. Kondisi Sebelum Bencana Sebelum bencana, Provinsi Yogyakarta dan keenam kabupaten yang terkena dampak di Jawa Tengah memiliki jumlah total rumah pribadi 2,1 juta, lebih daripada dua kali lipatnya jumlah total perumahan di Aceh. Jumlah perumahan di keenam kabupaten yang paling terkena dampak adalah 984.000. Kabupaten Klaten memiliki jumlah rumah terbesar (280.500); Sleman di urutan kedua (197.000); dan Bantul ketiga (182.000). Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sektor perumahan menderita kerusakan dan kerugian terparah dibanding semua sektor lain akibat gempa bumi tanggal 27 Mei. Kebanyakan kerusakan terjadi di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten (lihat gambar 1). Kebanyakan rumah yang terkena dampak berumur antara 15 sampai 25 tahun. Kurang dari tiga persennya adalah rumah dengan rancangan tradisional. Hampir 7,4% dari jumlah total perumahan hancur sama sekali (sekitar 157.000 unit) dan 9,5% (sekitar 202.000 unit) menderita kerusakan. Angka tersebut meningkat menjadi 15,6% dan 20,2% masing-masing di keenam kabupaten yang paling terkena dampak. Bantul di Province Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah adalah kabupaten yang paling parah dilanda bencana. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Klaten (peta 3) berisi 72% dari jumlah total rumah hancur, dan 95% koban jiwa dan luka 18 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian berat terjadi di kedua kabupaten tersebut. Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta cukup parah terkena dampak, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari situ seperti Magelang, Purworejo, dan Wonogiri hanya menderita sedikit kerusakan rumah. Klaten memiliki jumlah rumah hancur terbesar (66.000) diikuti oleh Bantul (47.000). Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Rp Miliar) Sumber: Tim Penilaian Gabungan berdasarkan kerusakan dan kerugian rumah Rumah-rumah kami roboh Rumah-rumah yang terbuat dari kayu atau bambu karena kami kekurangan uang ketimbang bata/beton lebih tahan terhadap untuk membangun rumah yang guncangan gempa bumi. Meski rumah bambu tradisional layak. Siapa yang tahu akan terlihat bisa lebih tahan gempa, tidaklah demikian halnya terjadi gempa bumi seperti ini." apabila rumah tersebut memiliki genteng yang berat dan (Seorang penduduk lansia dibangun di atas tanah liat serta tidak memiliki struktur di Bantul) penopang atap yang cukup. Pada umumnya, orang-orang bisa membuat tempat tinggal sementara di lokasi rumah mereka yang hancur dengan menggunakan tenda, terpal, dan bahan-bahan yang bisa diselamatkan. Sebuah survei singkat mendapati bahwa 74% dari keluarga yang rumahnya hancur sama sekali tinggal di dalam sebuah tenda di Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 19 depan rumah mereka. Hal itu memungkinkan masyarakat untuk berkumpul bersama ketimbang tercerai berai dalam lokasi-lokasi tempat tinggal sementara. Hal itu juga memungkinkan para penduduk melindungi harta benda mereka dalam lingkungan sendiri. Dalam banyak kasus, penduduk telah mulai menyelamatkan barang-barang berharga serta bahan bangunan, yang bisa digunakan kembali untuk membangun rumah mereka. Terpal juga digunakan untuk melindungi harga benda dari angin dan hujan. Karena kekurangan terpal, beberapa organisasi telah mendapati bahwa empat atau lima keluarga tinggal di bawah satu terpal. Penyebab utama kerusakan adalah kurangnya struktur anti-gempa di banyak rumah. Sebuah evaluasi singkat terhadap perumahan yang terkena dampak harus dilaksanakan dengan segera melalui masukan dari para insinyur seismik, guna menemukan sumber-sumber utama masalah (aturan bangunan yang tidak memadai, sitting yang tidak layak, atau pemantauan dan penegakan standar). Selain itu, sangat penting untuk menyebarluaskan informasi dasar tentang bangunan yang aman secepat mungkin, karena orang-orang akan segera membangun rumah mereka dan menghadapi risiko membangun rumah yang sama lemahnya. Perkiraan kerusakan perumahan dimulai tidak lama setelah gempa bumi melalui Departemen Pekerjaan Umum, dan dikoordinasikan dengan BAPPENAS dan organisasi nasional dan daerah. Prosesnya bersifat dari bawah ke atas (bottom-up): penduduk menyediakan informasi tentang tingkat kerusakan kepada kepala desa, yang kemudian ditinjau oleh Satkorlak dan berbagai kementerian yang terkait. Tim untuk laporan ini mengadakan sejumlah kunjungan lapangan untuk memverifikasi data. Angka yang ditampilkan dalam laporan itu menggunakan data yang disediakan oleh Yogyakarta Earthquake Media Center sejak tanggal 6 Juni 2006, dengan penyesuaian 10% untuk mencerminkan temuan-temuan dari kunjungan lapangan. 20 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik (Unit Perumahan)7 Hancur Total Rusak Total Pribadi Pemerintah Provinsi Yogyakarta 88.249 98.342 186.591 186.591 0 Bantul 46.753 33.137 79.889 79.889 Sleman 14.801 34.231 49.031 49.031 Gunung Kidul 15.071 17.967 33.038 33.038 Kota Yogyakarta 4.831 3.591 8.422 8.422 Kulon Progo 6.793 9.417 16.210 16.210 Provinsi Jawa Tengah 68.414 103.689 172.103 172,103 0 Klaten 65.849 100.817 166.666 166.666 Sukoharjo 1.185 488 1.673 1.673 Magelang 499 729 1.228 1.228 Purworejo 144 760 904 904 Boyolali 715 825 1.540 1.540 Wonogiri 23 70 93 93 Jumlah Total 156.662 202.031 358.693 358.693 0 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan "Saya maunya membangun kembali Rumah yang hancur di empat kabupaten pedesaan; rumah yang lebih baik, tetapi tidak Bantul, Klaten, Sleman, dan Gunung Kidul; bisa. Kami membiaya sendiri rumah mencapai lebih dari 91% jumlah total rumah yang kami dan tidak memiliki tabungan. hancur. Rumah yang hancur di Provinsi Yogyakarta dan Untuk membangun kembali dengan Kabupaten Klaten mencapai 98% dari jumlah total lebih baik jelas kita tidak bisa rumah yang hancur dan hampir semua kerusakan dicatat meski risikonya memang ada. di sana (gambar 1). Data penting yang dirinci menurut Apakah Anda mau memberi saya jenis kelamin, kepala keluarga, usia, ukuran rumah uang sekarang sehingga saya bisa tangga, kelompok rentan, tingkat pendapatan, atau membangun kembali rumah yang kepemilikan tanah belum tersedia. Tetapi, data sedang lebih baik seperti yang Anda dikumpulkan dan pasti akan memberi informasi untuk bilang?" (Seorang kepala desa di strategi dan proyek rekonstruksi dan pemulihan. Klaten) Skala kehancuran perumahan lebih tinggi daripada yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami bulan Desember 2004 di Aceh (gambar 2). Kerusakan dan kerugian di bidang perumahan (Rp 15,3 triliun) merupakan persentase terbesar dari jumlah totalnya. Angka itu lebih tinggi daripada jumlah total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana di Aceh (Rp 13,4 triliun ­ tabel 3). Meskipun daerah yang terkena dampak lebih kecil daripada yang dilanda oleh tsunami di Aceh, skala kerusakannya lebih besar. Hal itu terutama karena Yogyakarta dan Jawa Tengah merupakan beberapa di antara daerah yang memiliki angka kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, sehingga ada banyak orang yang menjadi korban. Kabupaten Bantul dan Klaten memiliki lebih daripada 1.600 orang per km persegi, lebih dari 50% di atas rata-rata Jawa. Sebagai perbandingan, Aceh memiliki kepadatan penduduk yang sangat rendah, yaitu 72 orang per km persegi. 7Tim Evaluasi Gabungan menyesuaikan kategori awal: 70% dari rumah yang "rusak parah" digolongkan ulang menjadi hancur. Ke-30% sisanya digolongkan ulang menjadi hanya "rusak". Lihat tabel lampiran untuk perincian semua asumsi, penyesuaian, dan sumber data. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 21 Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Miliar Rp) Kerusakan Kerugian Total Pribadi Pemerintah Provinsi Yogyakarta 7.420,7 732,9 8.153,5 8.153,5 0,0 Bantul 3.419,3 332,6 3.751,9 3.751.9 Sleman 1.723,5 175,0 1.898,4 1.898,4 Gunung Kidul 1.299,0 128,6 1.427,6 1.427,6 Kota Yogyakarta 357,8 34,9 392,7 392,7 Kulon Progo 621,1 61,8 682,9 682,9 Provinsi Jawa Tengah 6.493,9 648,7 7.142,7 7.142,7 0,0 Klaten 6.277,9 627,4 6.905,3 6.905,3 Sukoharjo 77,2 7,4 84,6 84,6 Magelang 46,6 4,6 51,3 51,3 Purworejo 28,3 3,0 31,2 31,2 Boyolali 60,9 6,0 66,9 66,9 Wonogiri 3,1 0,3 3,4 3,4 Jumlah Total Sektor Perumahan 13.914,6 1.381,6 15.296,2 15.296,2 0,0 % Total Kerusakan dan Kerugian Semua Sektor 61 22 53 58 0 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah ­ Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya Kategori Aceh Yogyakarta ­Jawa Yogyakarta ­Jawa Tengah (11 Tengah (6 kabupaten) kabupaten paling terkena dampak) Perumahan sebelum Bencana 832.208 2.117.375* 984.058 Rumah Hancur % Hancur 127.325 15,3% 156.662 7,4 % 154.098 15,7% Rumah Rusak % Rusak 151,653 18,2% 202,031 9,5 % 199,160 20,2% Total Rusak & Kerugian Rp 13,4 triliun Rp 15.3 triliun Rp 15,1 triliun Rata-rata Biaya Rekonstruksi Rumah Baru Rp 1,4 ~ 1,6 juta/m² Rp 1.0 ~ 1.2 juta/m² Rp 1,0 ~ 1,2 juta/m² Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Rekomendasi Awal Identifikasi bangunan berbahaya yang berisiko roboh guna menghindari korban jiwa dan cedera lebih banyak. Banyak orang masih mencari perteduhan sementara di bangunan demikian dan tidak mengetahui bahayanya. Libatkan komunitas yang terkena dampak dalam program rekonstruksi. Korban harus digugah untuk membayar lebih banyak demi kualitas guna menghindari banyaknya korban jiwa di masa depan. Standar perumahan dan kompensasi sejauh mungkin harus sama rata di seluruh lapisan masyarakat guna menghindari ketegangan di antara kabupaten-kabupaten dan desa-desa. Fasilitasi persediaan bahan bangunan yang cukup melalui rantai pengadaan sangat penting agar korban bisa memperoleh rumah baru dalam batas waktu yang sesingkat mungkin guna membangun kembali mata pencaharian mereka. 22 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur Dampak gempa bumi terhadap infrastruktur pemerintah dan swasta relatif terbatas, dengan nilai kerusakan dan kerugian diperkirakan masing-masing sebesar Rp 397 miliar dan Rp 153,8 miliar. Sektor yang paling parah terkena dampak adalah energi, dengan nilai kerusakan transmisi listrik dan fasilitas distribusi diperkirakan mencapai sejumlah total Rp 225 miliar dan kerugian mencapai Rp 150 miliar akibat kerusakan fisik. Dalam sektor transportasi, terdapat kerusakan jalan yang tersebar di berbagai tempat tetapi tidak berat, serta kerusakan di bandara Yogyakarta, dan kerusakan jalur kereta api utama dan infrastruktur yang terkait dengannya. Jumlah total kerusakan diperkirakan mencapai Rp 90.2 miliar. Kebanyakan kerusakan jalan (80%) terjadi di jalan provinsi dan kabupaten dan dua pertiga kerusakan terjadi di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor persediaan air dan sanitasi diperkirakan mencapai Rp 85.6 miliar, terutama karena rusaknya sumur-sumur dangkal, sumber utama air bagi 70-95% desa di Provinsi Yogyakarta maupun Provinsi Jawa Tengah. Jasa pos dan telekomunikasi menderita sangat sedikit kerusakan, terutama kerusakan pada base station telepon seluler dan nirkabel dan beberapa bangunan. Jumlah total kerusakan diperkirakan tidak melebihi Rp 7 miliar. Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur Sektor / Sub-Sektor Efek (Miliar Rp) Kepemilikan Kerusakan Kerugian Total Pemerintah Swasta Air & Sanitasi 81,9 3,7 85,6 10,1 75,5 PDAM 5,0 3,7 8,7 8,7 0,0 Pasokan Air Pedesaan 75,5 0 75,5 0.0 75,5 Sanitasi Perkotaan 1,4 0 1,4 1,4 0,0 Energi 225,0 150,0 375,0 375,0 0,0 Substasiun transmisi 135,0 150,0 285,0 285,0 0,0 Jaringan Distribusi 90,0 0 90,0 90,0 0,0 Transportasi dan Perhubungan 90,6 0,2 90,8 90,8 0,0 Jalan 45,0 0 45,0 45,0 0,0 Kereta Api 19,9 0 19,9 19,9 0,0 Penerbangan Sipil 18,7 0,2 18,9 18,9 0,0 Pos dan Telekomunikasi 7,0 0 7,0 7,0 0,0 Total 397,5 153,8 551,4 475,9 75,5 % dari total kerusakan dan kerugian 1,7 2,4 1,9 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 23 AIR DAN SANITASI Ikhtisar Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor pasokan air dan sanitasi diperkirakan mencapai Rp 85,6 miliar, agak lebih sedikit dibandingkan dengan sektor lainnya. Kebanyakan kerusakan tampaknya terjadi pada fasilitas pasokan air ketimbang fasilitas sanitasi. Tidak ada jaringan pasokan air pipa yang mengalami kerusakan parah. Di daerah- daerah terkena bencana yang kebanyakan tidak memiliki air pipa, pembersihan puing secara segera dan biaya perbaikan sumur dapat mencapai Rp 75,5 miliar. Pada tahap ini, informasi tentang infrastruktur sanitasi bawah tanah masih terbatas. Kondisi Sebelum Bencana Pasokan air perkotaan di daerah yang dilanda gempa bumi disediakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan, kecuali di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, pelayanan sanitasi disediakan oleh pemerintah daerah melalui dinas pertamanan dan kebersihan (DPK). Di daerah Yogyakarta dan sekitarnya, yang terdiri dari kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman, saluran limbah dikelola dan dioperasikan secara bersama-sama oleh pemerintah provinsi dan pemerintah daerah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Sebagaimana pada umumnya di Indonesia, jangkuan PDAM terbatas, sehingga sebagian besar rumah tangga perkotaan dan hampir semua rumah tangga pedesaan mengandalkan upaya sendiri melalui pengambilan air bawah tanah dangkal, tadah hujan, atau penggunaan air permukaan dari sungai dan mata air. 85-95% desa di Kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten menggunakan sumur sebagai sumber air8. Sumur dan toilet di dalam rumah merupakan hal biasa, dan pembuangan kotoran manusia ke sungai sudah merupakan praktek yang umum di daerah pedesaan. Sebelum gempa bumi, hanya sekitar 35 persen penduduk Kota Yogyakarta (termasuk sebagian Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman) yang mendapatkan persediaan air pipa dari PDAM Yogyakarta. PDAM Yogyakarta mengandalkan sumber air bawah tanah (sumur dangkal dan dalam), sungai, dan mata air, dengan total kapasitas 583 liter/detik (l/s). Daerah yang dilayani dibagi menjadi empat zona, dengan 34.560 sambungan rumah tangga dan 31,2% pasokan air yang hilang sebelum bencana. Kota Yogyakarta adalah satu-satunya daerah perkotaan terkena bencana yang memiliki sistem pembuangan terbatas (30% cakupan), dengan fasilitas pengolahan limbah yang kurang dimanfaatkan (40%) di Sewon. Fasilitas toilet individu dan sanitasi/tangki penampung kotoran manusia di satu lokasi merupakan hal yang umum di seluruh kota. Sehubungan pengelolaan limbah padat, daerah Yogyakarta dan sekitarnya mengoperasikan sebuah lokasi pembuangan sampah daerah di Piyungan. Pengambilan sampah, pembersihan kota, dan penyapuan jalan dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah kabupaten. 8 Data PODES 2005 yang dikumpulkan oleh BPS 24 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Di Kabupaten Bantul, pasokan air terdiri dari 12 unit, satu untuk kota Bantul dan 11 untuk saluran-saluran daerah kecamatan di wilayah tersebut. Hanya sekitar 10% dari seluruh penduduk kabupaten yang dilayani oleh PDAM Bantul, 82% lainnya mengandalkan sumur dangkal (93%), mata air (5%), pompa tangan (1%), tadah hujan (0,4%), dan cara-cara lain. Jumlah total kapasitas produksi adalah 235 l/s, dan air yang tidak terhitung/hilang dilaporkan mencapai 22%. Sistem sanitasi tidak ada, dan hanya sekitar 13% dari produksi sampah harian yang diambil oleh petugas pengambilan sampah kabupaten. Di Kabupaten Klaten, jangkauan persediaan air sebelum gempa bumi mencapai 56% untuk kota dan 14% untuk kabupaten secara keseluruhan. PDAM menjangkau kota Klaten, dan enam sistem pasokan air kecamatan tersebar di seluruh kabupaten; empat di antaranya bergantung pada sumur dalam dan dua di antaranya mata air. Saluran pipa melayani 22.537 sambungan rumah, yang di antaranya sekitar 13.000 berada di daerah kota Klaten. Sumur-sumur galian umum digunakan sebagai sumber air rumah tangga. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Secara keseluruhan, kerusakan dan kerugian pada persediaan air dan sanitasi relatif kecil dan bersifat sementara. Kerusakan fasilitas penyediaan air dan sanitasi diikhtisarkan pada Tabel 14. 90% dari kerusakan pasokan air berada di daerah pedesaan. Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi Efek (Milyar Rp) Kepemilikan Total Kerusakan Kerugian Swasta Pemerintah Air dan Sanitasi 85,6 81,9 3,7 75,5 10,1 Pasokan air 84,2 80,5 3,7 75,5 8,7 Pasokan Air PDAM 8,7 5,0 3.7 0,0 0,0 Unit Produksi (sumur, pompa) 0,0 1,8 0.0 0,0 0,0 Jaringan dan Sambungan Pipa 0,0 3,2 0,0 0,0 0,0 Truk Air 0,0 0,0 0.0 0,0 0,0 Pendapatan yang Hilang 0,0 0,0 2,5 0,0 0,0 Biaya Operasional Tambahan 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0 Pasokan Air di Pedesaan 75,5 75,5 0,0 75,5 0,0 Sumur Galian yang Perlu Dibersihkan 0,0 33,5 0,0 33,5 0,0 Sumur Galian yang Perlu Direhabilitasi 0,0 41,9 0,0 0,0 0,0 Sanitasi 1,4 1,4 0,0 0,0 1,4 Fasilitas Pengolahan Air 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Pasokan air pipa di daerah perkotaan terganggu selama beberapa hari terutama karena matinya aliran listrik, karena 90% air bersumber dari sumur dalam yang di pompa. Di Yogyakarta, tidak satu pun dari bangunan, pompa, dan sumur PDAM rusak berat akibat gempa bumi, dan perbaikan secara cepat telah dilakukan guna menjaga pasokan air. Tetapi, jaringan distribusi air rusak akibat semakin banyaknya kebocoran fisik di kota, terutama di kecamatan-kecamatan yang paling terkena dampak, yakni Umbulharjo, Mergangsan, Kota Gede dan Mantri Jero. Perbaikan sementara lebih dari 200 titik kebocoran sedang dilakukan. Tidak ada laporan tentang kerusakan jaringan limbah. Meski telah dilaporkan ada kerusakan kecil di fasilitas pengolahan limbah, fasilitas itu masih beroperasi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 25 Kerusakan kecil juga ditemukan di lokasi penampungan sampah daerah di Piyungan, yang melayani daerah Yogyakarta dan sekitarnya, berupa kebocoran pada kolam penyaringan yang bisa mencemari sungai di dekatnya. Di Bantul, dua dari 12 sumur dalam dilaporkan rusak, dan dua jembatan pipa transmisi telah roboh. Di Klaten, hanya sekitar 50 sambungan rumah tangga yang terganggu. Kedua kabupatan itu pada umumnya berisi wilayah semi-perkotaan dan pedesaan, yang hanya mempunyai sedikit sambungan pipa, sehingga hanya terdapat sedikit kerusakan pada sambungan tersebut. Sebaliknya, karena sumur dan toilet sangat umum, kerusakan per individu banyak terjadi. Tetapi, tampaknya, bahkan di tempat-tempat yang tingkat kehancuran rumahnya tinggi, struktur sumur-sumur itu tetap kuat, meski sudah terisi dengan puing. Maka, biaya pembersihan yang dilakukan dengan segera bisa jadi tinggi, tetapi biaya penggantian dan rekonstruksi rendah. Untuk sementara, rumah tangga yang berada di daerah yang terkena dampak parah telah menggunakan fasilitas air dan sanitasi umum yang disediakan para tetangga, yang telah dibersihkan dari puing, dan PDAM sedang menyalurkan air melalui truk dan penampungan air umum di tenda-tenda evakuasi. Informasi tentang kerusakan tangki penampung tinja belum tersedia dan mungkin akan berdampak pada mutu air apabila tangki-tangki itu dibangun dekat sumur. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa kebocoran tangki penampung tinja ke sumur-sumur didekatnya sudah menjadi masalah umum bahkan sebelum adanya gempa bumi. Semua PDAM di kabupatan-kabupaten yang terkena dampak kemungkinan besar akan mengalami peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan akibat pekerjaan perbaikan yang harus segera dilakukan. Di Bantul, pekerjaan perbaikan dan rehabilitasi terhalang oleh berkurangnya kapasitas staf, karena sekitar 80% rumah staf PDAM roboh atau rusak berat. 26 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian ENERGI Ikhtisar Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada substasiun tegangan ekstra tinggi di Pedan (Kabupaten Klaten), kerusakan kecil pada sebelas substasiun tegangan tinggi, dan kerusakan di berbagai jaringan dan sambungan rumah tangga tegangan menengah dan tinggi. Pasokan listrik daerah perkotaan Yogyakarta terputus secara singkat, dan perkembangan bagus telah dibuat sejak saat itu dalam mengembalikan sambungan listrik kepada para pelanggan di daerah pedesaan yang bangunannya masih bisa digunakan. Tidak ada laporan mengenai kerusakan instalasi minyak dan gas. Ada beberapa laporan tentang kerusakan tempat-tempat pengisian bensin pinggir jalan. Jumlah total kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai masing-masing Rp 325 miliar dan Rp 150 miliar. Keadaan Sebelum Bencana Pasokan listrik untuk umum di Jawa dan di tempat-tempat lainnya dikelola oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Daerah yang terkena gempa biasanya memperoleh aliran listrik melalui jaringan 500KV dari pusat pembangkit listrik tenaga batubara Paiton, Jawa Timur, dan PLN tidak memiliki kapasitas pembangkit yang signifikan di daerah yang terkena bencana. 9 Pusat Pengendalian dan Pengaturan Beban (P3B) PLN Jawa-Bali mengelola jaringan transmisi 500KV dan jaringan transmisi regional 150KV. Unit usaha Distribusi Jawa Tengah mengelola jaringan distribusi dan penjualan listrik ke pelanggan listrik tegangan menengah dan tinggi di semua daerah yang terkena dampak. Substasiun Pedan yang baru saja dibangun, merupakan segmen sangat penting pada jaringan 500 KV Jawa-Bali, terletak di jalur 500KV selatan yang, jika selesai, akan menghubungkan Paiton via Kediri, Pedan, dan Tasikmalaya ke Depok (Jakarta). Juga terdapat saluran 500KV dari Pedan ke Unggaran (Semarang) melalui jalur 500KV utara. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Substasiun Pedan menderita kerusakan pada pemutus arus 500 KV (3 pasang), saklar pemutus 500KV (5 pasang), trafo 500KV/150KV (2 pasang) dan sebuah penangkal listrik 500KV. Hal itu melumpuhkan sambungan 500KV Pedan-Kediri-Paiton maupun Pedan-Ungaran, sehingga listrik harus disalurkan melalui jaringan 150KV dari pusat pembangkit minyak bakar di dekat Semarang (Tambak Lorok) dan dari Jawa Barat. Bangunan substasiun juga menderita sedikit keretakan tetapi perlengkapan kendali di dalamnya selamat dari kerusakan. Selain itu, sebelas substasiun 150KV di Provinsi 9 PLN memiliki sebuah unit pembangkit listrik tenaga air kecil berukuran 260kW di daerah itu. Tidak dilaporkan adanya kerusakan pada fasilitas itu. Sejumlah perusahaan memiliki 'pembangkit' sendiri yang menyediakan listrik untuk keperluan utama atau cadangan. Menurut laporan, ada sekitar 140 unit di Provinsi Jawa Tengah/Provinsi Yogyakarta dengan total kapasitas terpasang sekitar 87MW. Unit-unit itu merupakan bagian dari sektor produktif. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 27 Yogyakarta menderita kerusakan kecil pada bangunan dan perlengkapannya.10 Tidak ada menara transmisi yang rusak. Jumlah total biaya untuk perbaikan diperkirakan mencapai Rp 135 miliar11 oleh PLN. Aliran 500 KV Pedan-Unggaran diberi tenaga kembali pada tanggal 31 Mei, memungkinkan listrik dari Tambok Lorok disalurkan pada tegangan 500KV. Aliran 500KV Pedan-Kediri diberi tenaga kembali pada tanggal 6 Juni, sehingga bisa mengalirkan listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara Paiton.12 Pekerjaan sisanya di Pedan dan di 11 stasiun 150KV direncanakan akan selesai pada tanggal 30 Juni. Unit usaha Jawa Tengah melaporkan kerusakan pada lebih dari 140.000 sambungan pelanggan (seluruhnya sekitar 6,7 juta), dan pada kurang lebih 880km jalur distribusi tegangan menengah (30KV dan 20KV) dan 820km jalur distribusi tegangan rendah. Hanya segmen-segmen pendek dari jaringan tersebut yang menderita kerusakan parah. Pada awalnya, sekitar 1.800 trafo distribusi tidak berfungsi dan sekarang diperkirakan bahwa sekitar 180 rusak. PLN merencanakan untuk memfungsikan seluruh jaringan pada akhir Juni, meskipun konektivitas akhir akan bergantung pada kecepatan rekonstruksi rumah-rumah yang rusak. Jumlah total biaya perbaikan jaringan distribusi dan bangunan diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 90 miliar. Biaya pembangkitan listrik PLN naik dengan tinggi karena PLN harus memasok listrik ke daerah dari stasiun-stasiun berbahan bakar minyak dan bukannya berbahan bakar batubara selama periode 27 Mei sampai 6 Juni. Konsumsi BBM diperkirakan meningkat hingga 3.000 kiloliter per hari, sehingga biaya pembangkitan listrik harian meningkat menjadi Rp 15 milyar.13 Jumlah total kerugian selama 10 hari tidak beroperasinya aliran Pedan-Kediri diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 150 miliar. Unit distribusi Jawa Tengah telah melaporkan bahwa mereka mengantisipasi berkurangnya penjualan listrik selama enam bulan ke depan.14 Kerugian ini tidak dihitung karena: (a) sebagian besar pelanggan yang terkena dampak mendapatkan tarif R1 yang disubsidi tinggi, yang nilainya hanya sedikit di atas biaya pasokan jangka pendek yang dapat dihindari dan (b) sebagian besar pelanggan rumah kecil menggunakan listrik selama periode puncak malam hari (antara pukul 17.00 dan 22.00) ketika PLN sedang kesulitan untuk memenuhi permintaan.15 10 Bantul, Wirobrajan, Medari, Godean, Gejayan, Kentungan, Semanu, Solo Baru, Wates, Purwoajo, dan Klaten. 11 Informasi terbaru diperoleh dari PLN setelah tabel yang dirujuk di naskah ini selesai dibuat. Kerusakan di Pedan sekarang diperkirakan mencapai Rp 92 miliar. Perkiraan oleh PLN tidak diverifikasi secara independen sebelum perlengkapan diperbaiki. 12Jadwal ini bisa terealisasi karena P3B bisa 'meminjam' perlengkapan untuk Pedan dari substasiun Grati, yang sekarang sedang dibangun. 13Angka harus divalidasi oleh data aliran beban dan biaya energi. 14 PLN sedang mempertimbangkan apakah pelanggan yang bangunannya rusak total akan ditagih untuk penggunaan listrik mereka untuk bulan Mei. 15 PLN sedang berupaya menekan kebutuhan periode puncak dengan mengenakan tarif periode puncak yang tinggi untuk pelanggan industri besar dan bisnis (satu-satunya dengan pengukuran meter berdasarkan waktu). Pada akhir tahun 2005, PLN juga memperkenalkan kebjakan disinsentif sementara (Dayamax) untuk pelanggan 28 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian TRANSPORTASI DAN PERHUBUNGAN Ikhtisar Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang relatif kecil pada jaringan jalan umum, infrastruktur kereta api, bandara Yogyakarta, dan instalasi telepon serta kantor pos. Tidak ada pelabuhan laut atau sungai di daerah yang terkena dampak. JALAN Kondisi Sebelum Bencana Jaringan jalan digolongkan berdasarkan tanggung jawab administratif menjadi penghubung nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Penggolongan ini secara umum mencerminkan fungsi jalan. Di pusat, tanggung jawab terhadap infrastruktur jalan dipegang oleh Departemen Pekerjaan Umum (Dep-PU) dan ditangani oleh Direktorat Jenderal Jalan Raya. Dep-PU bertanggung jawab secara langsung untuk pembangunan dan perawatan jaringan nasional dan untuk menetapkan kebijakan dan standar untuk mengelola jaringan subnasional. Dinas pekerjaan umum provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk pembangunan dan perawatan jaringan mereka masing-masing. Jaringan nasional di Provinsi Yogyakarta memiliki panjang total sejauh 169km (2004) dan terdiri dari jalan lingkar Yogyakarta ditambah empat penghubung radial. Panjang jaringan provinsi, distrik, dan kota adalah 690km (2006), 3.834km (2000), dan 210km (2000), masing-masing. Selain itu, ada 2.000km jalan desa. Data serupa untuk Klaten belum tersedia. bisnis dan industri guna semakin menekan konsumsi periode puncak. Meskipun demikian, PLN selama ini telah beberapa kali terpaksa melepaskan beban. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 29 Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten Sumber: Tim Penilai Gabungan Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Terdapat kerusakan yang luas namun ringan pada jalan dan jembatan di daerah- daerah yang dilanda gempa bumi. Jumlah total biaya kerusakan diperkirakan mencapai Rp 45 miliar berdasarkan data kerusakan jalan dari dinas pekerjaan umum provinsi. Semua jalan penghubung penting sekarang bisa digunakan dan sejauh ini tidak ada dampak signifikan terhadap kecepatan lalu lintas. Maka, kerugian yang signifikan diperkirakan tidak ada. Kerusakan jalan mencakup retakan melintang dan memanjang. Ruas-ruas jalan telah mengalami penurunan kecil dan deformasi aspal terutama karena hancurnya dinding penahan. Kerusakan jembatan mencakup keretakan memanjang pada lempeng-lempeng dek dan lepasnya sendi-sendi ekspansi. Juga ada penurunan pada jalan jembatan. Perkiraan biaya kerusakan jalan dan jembatan ditampilkan di Tabel 15. Kerusakan jembatan mencapai 60% dari jumlah total biaya, jalan nasional 16% dari jumlah total biaya, sementara jalan provinsi dan kabupaten 84%. Dua per tiga kerusakan jaringan subnasional terjadi di Bantul dan Sleman. 30 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 15: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Jalan16 Kerusakan dan Kerugian (Miliar Rp) Jalan Jembatan Total Nasional 2,6 4,8 7,4 Provinsi 9,8 7,8 17,6 Kabupaten/Kota 6,2 13,8 20 Total 18,7 26,3 45 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan KERETA API Kondisi Sebelum Bencana Infrastruktur Jalan Kereta Api dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Kereta Api di Departemen Perhubungan. Jalan kereta api dioperasikan dan pelihara oleh perusahaan kereta api milik negara, PT Kereta Api Indonesia (KAI), yang mengoperasikan pengangkutan penumpang dan pengangkutan barang. Kereta api lintas Jawa umumnya melayani penumpang dan jalur utama selatan menjalankan lalu lintas jarak jauh antara Jakarta dan Surabaya, serta pelayanan lokal ke bagian timur dan barat Yogyakarta. Yogyakarta adalah salah satu stasiun penumpang yang sangat penting dan juga merupakan bengkel bagi lokomotif diesel satu-satunya di Indonesia. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Jalur utama sebelah selatan mengalami kerusakan kecil pada rel, bangunan stasiun, tanda-tanda dan telekomunikasi, serta bangunan di antara Delanggu (sebelah timur Yogyakarta) dan Wates (sebelah barat).17 Kerusakan kecil juga terjadi pada bangunan stasiun lain di Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk bengkel lokomotif, bangunan operasi, dan beberapa penginapan dan asrama. Jumlah total kerusakan diperkirakan mencapai sekitar Rp 20 miliar. Tidak terdapat dampak yang signifikan pada operasi kereta api jarak jauh dan pelayanan berlangsung kurang lebih normal selama beberapa jam kemudian; kerugian signifikan tidak tampak. Perkiraan awal biaya kerusakan telah dibuat oleh Daerah Operasi IV (DAOP VI) KAI dengan berkonsultasi pada Departemen Perhubungan. Penguatan bantalan rel dan pelurusan kembali rel di jalur sepanjang 800m diperkirakan memakan biaya sekitar Rp 11,2 miliar. Kerusakan peralatan sinyal dan instalasi lainnya dan sebuah jembatan yang sedikit rusak diperkirakan memakan biaya Rp 2,8 miliar. Perbaikan atau penggantian 12 bangunan stasiun yang rusak dan bangunan lainnya serta pagar diperkirakan memakan biaya hingga sekitar Rp 5,9 miliar. 16Angka terbaru disedikan oleh dinas pekerjaan umum provinsi setelah tabel ini selesai dibuat. Jumlah total kerusakan dan kerugian jalan naik mencapai Rp 68.7 miliar. Tetapi, tidak ada perincian pendukung dalam data tersebut. 17Jalur kereta api dari Yogyakarta ke Bantul ditutup. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 31 Pelayanan berlangsung hampir normal selain dari adanya pembatasan kecepatan sementara yang dikenakan pada ruas-ruas jalur yang pendek. Perbaikan rel diharapkan akan selesai dalam waktu beberapa minggu, sehingga pembatasan kecepatan tidak akan diperlukan lagi. PENERBANGAN SIPIL Keadaan Sebelum Bencana Bandara Adi Sucipto di Yogyakarta dimiliki dan dikelola oleh perusahaan negara PT Angkasa Pura I (AP-I) dan dilayani oleh Garuda serta beberapa perusahaan lain. Perusahaan-perusahaan penerbangan itu mengoperasikan jalur-jalur langsung ke kota-kota besar lainnya di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung, Banjarmasin, Balikpapan dan Makassar, dan ke Singapura. Panjang landasannya, 2.200 meter, sehingga 737 dan pesawat sejenis bisa dioperasikan. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Bandara Adi Sucipto menderita keretakan landas pacu dan sebuah ruas bangunan terminal domestik satu lantai runtuh. Beberapa kerusakan kecil juga terjadi. Bandara tersebut efektif ditutup selama dua hari, dan penerbangan dialihkan ke bandara Solo. Perbaikan darurat terhadap keretakan landas pacu diselesaikan dengan cepat dan Adi Sucipto sekali lagi menangani semua pelayanan yang dijadwalkan secara normal dan tanpa pembatasan beban dalam waktu dua hari kemudian. 32 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Gempa bumi mengakibatkan keretakan melintang pada landas pacu di tiga lokasi dan keretakan memanjang di satu lokasi. Keretakan terjadi selebar 3cm dan umumnya sedalam 5cm. Instalasi listrik dan alat bantu penglihatan pada umumnya tidak terkena dampak tetapi terdapat kerusakan kecil pada menara kendali, dan bangunan dan jalan operasional. Dengan dilakukannya penambalan, operasi landas pacu bisa dipulihkan dengan cepat tetapi pekerjaan perbaikan bandara yang memakan waktu lebih lama, termasuk pengaspalan landas pacu, perbaikan bangunan, jalan, dan perlengkapan operasional diperkirakan memakan biaya Rp 13,8 miliar. Lobi keberangkatan domestik, yang luasnya mencapai 1.200m2 dan dibangun pada tahun 1984, runtuh dan membutuhkan penggantian total.18 Tempat check-in domestik dan daerah lobi mengalami keretakan, dan Sistem Data Informasi Penerbangan rusak. Jumlah total biaya rekonstruksi dan perbaikan diperkirakan mencapai Rp 5,4 miliar. Perkiraan hilangnya pendapatan dari ongkos pelayanan penumpang, parkir, dan penanganan barang mencapai Rp 150 juta selama penutupan dilakukan. Biaya-biaya itu mungkin sudah lebih dari tertutupi dengan meningkatnya pendapatan di Solo, dan meningkatnya volume penumpang dan barang secara signifikan akibat gempa bumi. POS DAN TELEKOMUNIKASI Kerusakan instalasi pos dan telekomunikasi tidak banyak terjadi dan pelayanan telepon beroperasi kembali hampir secara normal di sebagian besar daerah hanya dalam waktu beberapa jam kemudian. Menurut laporan, kerusakan fisik pada fasilitas telekomunikasi sangat sedikit. Pelayanan surat dioperasikan oleh perusahaan negara PT Pos, yang melaporkan kerusakan kepada kantor pos wilayah Yogyakarta dan kantor sortir pusat, dan ke sejumlah kantor cabang dan subcabang serta perumahan staf. Menurut laporan PT Pos, sejumlah Rp 7 miliar telah disediakan untuk perbaikan. Rekomendasi Awal Kerusakan pada infrastruktur relatif rendah. Bagian yang paling terkena dampak adalah sektor energi. Tetapi, banyak dari kerusakan perlengkapan sudah diperbaiki dalam waktu kurang lebih sepuluh hari. Secara keseluruhan, tampaknya pelayanan air dan sanitasi, penerbangan, dan telekomunikasi hanya terkena dampak sementara. Sebagian besar kerusakan jalan terjadi pada jalan provinsi dan kabupaten. Perkiraan kerusakan ini sebagian besar didasarkan atas inspeksi visual. Suatu perkiraan saksama terhadap kemungkinan kerusakan bawah tanah pada pipa, saluran limbah, dan tangki pembuangan tinja; kualitas air, keutuhan struktur jembatan, dan rel kereta api 18 Penumpang yang akan berangkat sekarang menunggu di ruangan lain, tanpa menimbulkan banyak ketidaknyamanan. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 33 harus dilakukan. Mengingat kemungkinan terjadinya gempa susulan, hal ini bisa jadi sangat penting demi keamanan operasional. Untuk ke depan, rekomendasi awal mencakup: Memobilisasi pendekatan padat karya untuk membersihkan dan merehabilitasi sumur dan toilet; Memastikan bahwa air bawah tanah dan infrastruktur sanitasi diikutkan dalam mempersiapkan lokasi, dengan jarak yang cukup jauh dari tangki penampung tinja guna mencegah pencemaran lebih jauh; PLN harus siap memperluas sambungan ke rumah-rumah. Memulai program skala provinsi untuk meningkatkan akses ke pasokan air yang bermutu dan pelayanan sanitasi. Hal itu mencakup program ekspansi PDAM tahunan, serta sistem-sistem berbasis masyarakat. Merehabilitasi jalan dan jembatan kabupaten dengan cepat guna menghindari kerusakan lebih lanjut selama musim hujan. 34 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial Sebelum gempa bumi, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Yogyakarta berada di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, dengan Jawa Tengah mendekati angka rata- rata di Indonesia. Status kesehatan Yogyakarta merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia, disusul oleh Jawa Tengah. Tempat-tempat yang dilanda gempa bumi juga merupakan pusat-pusat penting pendidikan, karena memiliki banyak universitas, sekolah dasar dan menengah, dan memiliki tingkat pendaftaran yang sangat tinggi. Daerah tersebut merupakan pusat seni utama Jawa dan memiliki sejumlah lokasi yang sangat penting secara spiritual dan budaya. Sebagian besar pelayanan sosial disediakan oleh sektor swasta. Sektor swasta memainkan peran yang dominan dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan memainkan peran yang besar dalam pendidikan. Sebagian besar fasilitas kesejahteraan sosial dimiliki oleh yayasan-yayasan swasta dan sebagian besar aset budaya adalah tempat ibadat, yang juga berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh masyarakat. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan kerugian di sektor sosial dengan jumlah total mencapai Rp 4,0 triliun. Gempa bumi mengakibatkan kerugian besar di bidang pelayanan sosial di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Beberapa gambaran kunci efek gempa bumi terhadap sektor sosial adalah: Lebih dari Rp 3,2 miliar (82%) kerusakan terjadi di bidang kesehatan dan pendidikan. Lebih dari setengah (53%) kerusakan dan kerugian di bidang pelayanan sosial terjadi pada sektor swasta. Perbandingan antara kerusakan dan kerugian yang diantisipasi sebanyak masing- masing 98% dan 2%. Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta adalah yang paling parah terkena dampak. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 35 Tabel 16: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial (miliar Rp) Sektor Sosial Efek Pemilik Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah Pendidikan 1,683 0,56 1,739 585 1.154 Kesehatan dan Keluarga Berencana 1,525 0,21 1,546 996 550 Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan 44 0,1 44 34 10 Agama dan Kebudayaan19 654 0,0 654 498 156 Jumlah 3,906 0,77 3,982 2.113 1.870 % dari jumlah Kerusakan dan Kerugian 17 1,2 14 Seluruh Sektor Sumber: Perkiraan Tim Gabungan PENDIDIKAN Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian di bidang pendidikan kedua provinsi, Yogyakarta dan Jawa Tengah, diperkirakan mencapai Rp 1,74 triliun. Jumlah kerusakan di Provinsi Yogyakarta diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun untuk bangunan dan Rp 58,8 miliar untuk peralatan pendidikan. Jumlah bangunan dan fasilitas yang rusak sekitar Rp 320 miliar di Jawa Tengah, yang 60%-nya terjadi di Kabupaten Klaten. Perkiraan kerugian mencakup biaya fasilitas sekolah sementara, perekrutan dan pelatihan guru baru, pembayaran guru sementara untuk menggantikan guru yang luka-luka, biaya pembersihan, dan biaya konseling. Jumlah kerugian di Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai sekitar Rp 55,8 miliar. Kondisi Sebelum Bencana Provinsi Yogyakarta adalah pusat penting pendidikan di Indonesia, yang memiliki banyak sekali universitas, sekolah menengah, dan sekolah dasar. Prestasi pendidikan di Yogyakarta berada di atas rata-rata nasional, sedangkan di Jawa Tengah angkanya mendekati rata-rata.20 Pada tahun 2004, angka partisipasi sekolah bersih mendekati angka rata-rata nasional, yaitu 93%, dengan tingkat partisipasi yang sama antara anak lelaki dan perempuan. Angka transisi ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas lebih tinggi di Yogyakarta ketimbang di Jawa Tengah, dengan tingkat partisipasi anak perempuan lebih tinggi.21 Angka transisi yang tinggi ini menyebabkan angka partisipasi bersih di Yogyakarta untuk pendidikan tersier mencapai 43,6%, jauh di atas Jawa Tengah, 6.9%, dan tingkat nasional, 8,6%.22 Akses fisik ke sekolah-sekolah di Yogyakarta merupakan fakor 19Kerusakan dan kerugian di bidang pariwisata dimasukkan ke dalam Sektor Produktif. 20 Angka ini mencakup sekolah negeri dan swasta, sekolah kejuruan, dan sekolah yang disupervisi oleh Departeman Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. 21Angka partisipasi bersih di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta 77,7, Jawa Tengah 67,8, dan Indonesia 65,2. 227.8 anak perempuan dan 6,1 anak lelaki. Di Jawa Tengah, partisipasi dalam pendidian tertiari dilakukan lebih banyak orang anak laki-laki. 36 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian penting untuk meraih angka partisipasi yang tinggi. Pada tahun 2005, 70% dari semua desa di Yogyakarta memiliki sekolah menengah pertama, dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan di seluruh negeri yang hanya mencapai 30%. Sektor swasta memainkan peran yang besar dalam memberikan pelayanan pendidikan. Sektor swasta mencakup 22% dari semua fasilitas pendidikan dasar, 51% dari semua sekolah menengah pertama, dan 60% dari semua fasilitas sekolah menengah atas di kedua provinsi itu. Karena fasilitasnya cenderung lebih luas, pemerintah memberikan layanan pendidikan kepada lebih banyak siswa daripada sektor swasta. Pada saat yang sama, dan berbeda dengan pengalaman di negeri-negeri lain, fasilitas pendidikan swasta cenderung menarik lebih banyak orang miskin yang anaknya tidak berhasil dalam ujian masuk ke sekolah negeri atau yang tidak bisa membayar biaya seragam dan buku yang diharuskan di sekolah negeri. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan. Gempa bumi telah mengakibatkan dampak yang besar pada sektor pendidikan. Di Yogyakarta, sekitar 2.155 fasilitas pendidikan rusak atau hancur. Kabupaten Bantul, Yogyakarta, adakah kabupaten yang paling parah terkena dampak, dengan 949, atau lebih dari 90% bangunan pendidikan rusak atau hancur. Di Jawa Tengah, 752 bangunan rusak atau hancur. Kabupaten Klaten mengalami tingkat kerusakan tertinggi di provinsi tersebut, dengan 64 bangunan hancur dan 257 bangunan rusak parah, yang mencapai sekitar 38% dari semua bangunan di kabupaten. Pada saat penilaian, 36 guru telah dilaporkan tewas, dan dua kali lipatnya terluka. Mutu bangunan sekolah merupakan aspek utama yang menyebabkan tingkat kehancuran yang tinggi. Banyak bangunan sektor sosial, terutama sekolah dasar di pedesaan, dibangun pada tahun 1970-an dengan dana INPRES. Setelah adanya perbaikan dalam angka kematian bayi dan anak, sekolah-sekolah harus dibangun dengan cepat guna menampung sejumlah besar anak yang siap memasuki sekolah dasar. Karena penegakan peraturan pembangunan rendah, memaksimalkan penggunaan dana untuk jumlah anak sekolah yang kian meningkat diprioritaskan di atas kepatuhan terhadap standar bangunan anti-gempa dan standar keamanan lainnya. Kerugian. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, perhitungan mencakup perkiraan biaya penggunaan lokasi sekolah sementara, biaya merekrut dan melatih guru baru, dan pembayaran guru sementara, dan biaya membersihkan puing di lokasi-lokasi yang terkena gempa. Hal-hal tersebut dianggap kerugian yang akan terjadi dalam jangka menengah, sampai sistem pendidikan normal kembali. Tabel 17: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan (miliar Rp) Efek Pemilik Kerusakan Bangunan Peralatan Sub-total Kerugian Total Pemerintah Swasta Jawa Tengah 317 3,0 320 12 332 245 88 Yogyakarta 1.304 59 1.363 44 1.406 910 496 Jumlah 1.621 62 1.683 56 1.739 1.154 585 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 37 Isu-Isu Kunci Tindakan cepat harus dilakukan guna menghindari kerusakan yang lebih besar, yang kemudian akan meningkatkan kerugian, dan juga guna memastikan keamanan siswa. Observasi lapangan mengindikasikan bahwa beberapa sekolah, meskipun tampaknya aman, telah mengalami kerusakan parah yang tidak terlihat yang bisa berbahaya bagi anak- anak sekolah. Karena banyak dari sekolah itu sudah berumur 35 tahun dan tidak memenuhi standar keamanan terhadap gempa bumi, rekonstruksi menyeluruh harus diprioritaskan di atas perbaikan dan rehabilitasi. Mengingat besarnya kerugian, rekonstruksi harus dilakukan dalam fase-fase sedemikian rupa sehingga semua siswa mendapat akses ke fasilitas sekolah secara bersamaan. Rekomendasi Awal Penilaian teknis terhadap bangunan sekolah yang masih ada harus segera dilakukan untuk menentukan fasilitas mana yang aman digunakan. Sementera itu, sekolah-sekolah sementara harus dibuat bagi sekolah yang hancur dan yang rusak sampai semuanya bisa dibuktikan aman untuk digunakan. Pendekatan kemasyarakatan harus dilakukan untuk merekonstruksi fasilitas pendidikan berdasarkan program pembangunan sekolah berbasis-masyarakat dari Depdiknas yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat. Tetapi, kepatuhan pada standar tahan gempa dan standar keamanan lainnya harus dipantau dan ditegakkan secara ketat. Pembangunan kembali merupakan kesempatan untuk mendistribusikan kembali sekolah-sekolah. Perubahan demografis dan mengecilnya ukuran keluarga mengubah pola demografis dan, dengan demikian, sejumlah besar sekolah tidak memiliki banyak siswa. Demikian pula, distribusi guru tidak seimbang, karena beberapa sekolah memiliki rasio guru-murid yang lebih tinggi daripada standarnya. Pola-pola demikian harus dipertimbangkan pada waktu menentukan pembangunan kembali sekolah tertentu, dan perekrutan guru pengganti. KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian di sektor kesehatan dan keluarga di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bersifat signifikan. Jumlah kerusakan diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,5 triliun, sementara jumlah kerugian diperkirakan mencapai sekitar Rp 21 miliar. Praktek dokter dan rumah sakit adalah yang paling terkena dampak, dengan kerusakan dan kerugian mencapai hampir Rp 1 triliun, atau 65% dari kerusakan dan kerugian. 38 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Kondisi Sebelum Bencana Sebelum bencana, status kesehatan Provinsi Yogyakarta berada di antara yang terbaik di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, terutama di kabupaten- kabupaten yang dekat dengan Yogyakarta. Indeks Pembangunan Manusia (HDI) untuk Yogyakarta berada di urutan ketiga tertinggi di Indonesia, sedangkan HDI untuk Jawa Tengah mendekati rata-rata nasional. Status kesehatan Yogyakarta dan Jawa Tengah mencerminkan angka-angka HDI tersebut. Pada tahun 2002, angka harapan hidup rata-rata telah mencapai 73,0 tahun di Yogyakarta, dibandingkan dengan 68,9 tahun di Jawa Tengah dan 67,8 di Indonesia secara keseluruhan. Pada tahun 2004, angka kematian bayi di Yogyakarta adalah 23,3 per seribu kelahiran hidup, jauh di bawah Jawa Tengah, 34,1, dan rata-rata nasional, 35. Malnutrisi masih menjadi masalah yang berkelanjutan. Pada tahun 2004, 16,9% anak di bawah usia lima tahun di Yogyakarata dan 29,0% di Jawa Tengah kekurangan berat badan, dibandingkan dengan rata-rata nasional, 29,0%. Rasio penduduk- pusat-kesehatan sekitar 25.000 di Yogyakarta pada tahun 2002, dibandingkan dengan 36.000 di Jawa Tengah dan 39.000 di Indonesia.23 Tingginya rasio tersebut di Yogyakarta menghasilkan indikasi-indikasi bermutu tinggi lainnya. Misalnya, pada tahun 2004, 84,7% kelahiran dibantu oleh personil medis modern dibandingkan dengan 66,3% di Jawa Tengah dan 64,3% di Indonesia. Provinsi Yogyakarata dan Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang mengelilinginya telah lama dikenal sebagai tempat pendidikan bermutu tinggi dan inovasi pelayanan kesehatan. Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang penting didominasi oleh sektor swasta, yang menyediakan dua pertiga pelayanan rawat jalan dan sebagian besar perawatan di rumah sakit. Pada saat yang sama, pemerintah daerah membantu pembentukan sektor pemerintah yang kuat yang, dalam beberapa tahun belakangan ini, telah memperkuat perannya dalam menyediakan pelayanan umum dan mengatasi kegagalan pasar. Misalnya, bentuk-bentuk asuransi kesehatan yang baru sedang diujicoba, langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas personil kesehatan dan pelayanan kesehatan sedang dijalankan, dan pemantauan terhadap penyakit telah diperkuat ketika kinerja di Indonesia secara umum sedang menurun. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan. Perkiraan kerusakan di sektor kesehatan akibat gempa bumi diikhtisarkan di dalam tabel di bawah ini. Gempa bumi mengakibatkan kerusakan dan kehancuran 17 rumah sakit swasta di Kota Yogyakarta. Satu rumah sakit pemerintah di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengalami sedikit kerusakan. Di Provinsi Yogyakarta, 41 klinik swasta dilaporkan rusak atau hancur dan 1.631 praktek dokter swasta terkena dampak24. Dari jumlah total 117 Puskesmas di Provinsi Yogyakarta, 45 hancur, 22 rusak parah dan 16 rusak ringan. Di Jawa Tengah, dua pusat kesehatan di Klaten hancur, tujuh rusak berat dan tujuh rusak ringan; di Kabupaten Magelang dan Boyolali, puskesmas- puskesmas mengalami rusak berat dan ringan. Kabupaten Klaten melaporkan kerugian berupa satu puskesmas keliling. Dari 324 Puskesmas Pembantu (Pustu) in Yogyakarta, 73 2335 Puskesmas di Klaten,134 Puskesmas di Yogyakarta. 24Diperkirakan sebagai proporsi kerusakan terhadap jumlah rumah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 39 hancur, 35 rusak berat, dan 42 rusak ringan. Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, delapan Pustu hancur, 25 rusak berat, dan 19 rusak ringan; di Kabupaten Sukoharjo, empat Pustu hancur dan satu rusak ringan. Tiga Polindes hancur di Yogyakarta. Kerusakan unit pelayanan kesehatan utama untuk umum (puskesmas, pustu, polindes, dan asrama personil kesehatan) paling parah terdapat di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Sleman, Klaten, dan Sukoharjo. Di sana ditemukan unit-unit yang rusak berat atau hancur. Kantor-kantor keluarga berencana di Yogyakarta juga mengalami kerusakan tetapi hal itu tidak dicatat dalam laporan ini. Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul rusak dan harus direkonstruksi. Pusat pelatihan kesehatan provinsi rusak ringan dan membutuhkan sedikit renovasi. Terdapat konsentrasi tinggi praktek dokter pribadi dan apotek di Provinsi Yogyakarta dan juga di Kabupaten Purworejo, Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo di Jawa Tengah. Karena praktek-praktek dokter dan apotek-apotek umumnya berada di perumahan, kerusakan dinilai proporsional dengan angka kerusakan perumahan, sehingga memberikan angka perkiraan rusak maupun hancur. Tabel 18: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan (Miliar Rp) Kabupaten Kerusakan Kerugian Jumlah Provinsi D.I. Yogyakarta 1408,059 14,636 1422,695 Sleman 198,237 1,487 199,724 Bantul 418,380 4,449 422,829 Gunung Kidul 169,115 1,147 170,262 Yogykarta 604,400 7,420 611,820 Kulon Progo 17,927 0,133 18,060 Provinsi Jawa Tengah 101,969 6,004 107,973 Klaten 15,291 0,403 15,694 Kabupaten lain 86,678 5,601 92,279 Jumlah 1510,028 20,640 1530,668 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya kegiatan kesehatan spesifik untuk menanggapi bencana. Hal itu mencakup: kampanye kesehatan umum dan upaya penanganan trauma (belum dihitung); kebutuhan modal manusia (merekrut dan melatih dokter dan staf kesehatan permanen dan sementara) untuk menanggapi bencana; pembersihan fasilitas; dan peningkatan biaya perawatan kesehatan untuk menanggapi bencana. Jumlah kerugian diperkirakan mencapai Rp 21.1 miliar dan diikhtisarkan, beserta perkiraan kerusakan, dalam tabel berikut. Isu-isu Kunci Jelas, bahwa bencana seperti ini berdampak cepat dan signifikan terhadap kesehatan penduduk, khususnya di daerah yang paling terkena dampak. Perhatian awal dipusatkan pada luka-luka akibat gempa bumi, pencegahan wabah penyakit, dan penyediaan pelayanan kesehatan dasar. Masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang bisa terjadi adalah perawatan cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya yang diderita lansia. 40 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Penyembuhannya akan memakan waktu lama atau mungkin tidak akan pernah tercapai, sehingga mereka akan cacat permanen dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur, sehingga menambah beban anggota keluarga lainnya. Bantuan kemanusiaan disediakan oleh pemerintah dan organisasi bantuan kemanusiaan berupa rumah sakit lapangan, obat-obatan, dan staf perawat. Bantuan kemanusiaan di sektor kesehatan dikoordinasi oleh pusat dan provinsi. Tetapi, mengingat banyaknya cedera tulang yang terjadi, dibutuhkan banyak ahli bedah tulang. Upaya bantuan kemanusiaan juga dipusatkan pada langkah-langkah untuk mencegah wabah penyakit dan mendeteksinya. Suatu sistem pemantauan penyakit dasar di daerah Yogyakarta dan sekitarnya telah diterapkan, melengkapi upaya pemerintah provinsi untuk memperkuat kinerja pemantauan penyakit. Hingga hari ini, tidak dilaporkan adanya wabah penyakit yang signifikan. Jumlah air minum yang cukup dan bersih juga harus segera disediakan. Sejumlah organisasi sedang mengupayakan hal ini dan perkembangan bagus telah dihasilkan dalam banyak bidang. Tetapi, sanitasi dan pembuangan limbah masin menjadi masalah utama. Jumlah staf yang memadai untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar juga penting dalam tahap pemulihan ini. Untunglah, tidak banyak personil kesehatan yang menjadi korban bencana, sehingga pemulihan pelayanan secara keseluruhan bisa dilakukan dengan cepat untuk menanggapi bencana. Tanggapan tersebut dilakukan secara bersama- sama oleh para penyedia pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, ditambah dengan staf dari organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan. Rekomendasi Awal Pendanaan di bidang kesehatan akan dibutuhkan untuk menghadapi kebutuhan perawatan kesehatan jangka menengah dan panjang yang ditimbulkan oleh adanya bencana. Fasilitas-fasilitas perawatan jangka-panjang dibutuhkan untuk mengurus orang-orang yang cacat akibat cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya kaum lansia, kerena keluarga mereka tidak siap untuk melakukan perawatan jangka-panjang demikian. Rumah-rumah yang direkonstruksi harus mengikuti standar kesehatan dan mempertimbangkan hal-hal seperti ventilasi yang cukup, selain standar keamanan minimum. FASILITAS UNTUK ORANG MISKIN DAN RENTAN Ikhtisar Jumlah kerusakan dan kerugian untuk fasilitas-fasilitas ini diperkirakan sekitar Rp 43,6 miliar. Jumlah ini mencakup sejumlah total 79 fasilitas yang melayani 3.428 klien, yang 67 di antaranya ada di Provinsi Yogyakarta dan 12 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 41 Kerusakan fasilitas di Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya mencapai Rp 35.4 miliar, atau lebih dari 81% dari jumlah total kerusakan dan kerugian. Kondisi Sebelum Bencana Dinas sosial Provinsi dan Kabupaten menyediakan fasilitas kesejahteraan sosial dan mengawasi fasilitas-fasilitas swasta. Fasilitas swasta mencakup panti asuhan, panti wreda, pusat rehabilitasi penderita cacat mental dan fisik, dan fasilitas lain untuk menangani pecandu narkoba, pelacur, dan kaum papa. Sebagian besar fasilitas dimiliki yayasan swasta. Pada waktu penghitungan, ada 303 yayasan pemerintah dan swasta yang terdaftar di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan kapasitas rata-rata 45 orang. Fasilitas tersebut mencakup 153 panti asuhan, 64 panti wreda--62 di Yogyakarta--dan 54 pusat rehabilitasi penyandang cacat.25 Juga terdapat dua pusat pelatihan pemerintah provinsi di Yogyakarta. Fasilitas-fasilitas yang dikelola Pemerintah banyak terdapat di sekitar kota Yogyakarta, sementara fasilitas-fasilitas swasta bertebaran di kabupaten-kabupaten sekitarnya.26 Fasilitas perlindungan sosial hanya menyediakan sedikit pelayanan sosial, sedangkan keluarga tetap menjadi sumber dukungan utama bagi kaum lemah seperti kaum lansia, penyandang cacat, kaum papa, dan anak-anak. Tetapi, kapasitas tersebut menghadapi kesulitan yang kian berat berupa berkurangnya kesuburan, migrasi, dan meningkatnya usia kehidupan. Ukuran rata-rata rumah tangga relatif kecil, sekitar 3,0 di Kota Yogyakarta dan 3,6 di Provinsi Yogyakarta dan Klaten, sedikit lebih tinggi daripada rata-rata nasional, 3,9. Banyak orang juga hidup sendirian: proporsi rumah yang ditinggali satu orang 19,7% di provinsi Yogyakarta, jauh lebih tinggi daripada 6.3% di Jawa Tengah dan angka rata-rata di Indonesia, 5,5%. Sensus penduduk tahun 200327 memperlihatkan bahwa di Provinsi Yogyakarta, 9,6% wanita dan 7,6% pria berusia di atas 65 tahun, lebih tinggi daripada rata- rata nasional, dan 34% dari semua kepala rumah tangga wanita adalah janda. Karena sedikitnya jumlah anggota keluarga untuk mengurus anak-anak, orang sakit, dan penyandang cacat dan karena banyak wanita lansia hidup sendirian, di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pelayanan sosial semakin dibutuhkan untuk melengkapi keluarga sebagai jaring pengaman sosial. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Kerusakan dan kerugian diperkirakan sekitar Rp 43,6 miliar untuk 79 fasilitas yang melayani 3.428 klien. Perkiraan didasarkan atas informasi pemerintah daerah yang diverifikasi, jika memungkinkan, dengan kunjungan lapangan dan telepon. 25Sisanya mencakup 18 pusat rehabilitasi kaum papa, tiga pusat rehabilitasi narkoba, dan satu pusat rehabilitasi PSK. 26Sekolah-sekolah seperti pesantren sering kali berfungsi sebagai panti asuhan untuk anak miskin. Tetapi, sekolah seperti ini dicakup di dalam perkiraan untuk fasilitas pendidikan. 27Sensus penduduk terbaru yang dilakukan secara simultan dengan pendaftaran pemilih pada tahun 2003. 42 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Rentan (Milyar Rp) Efek Pemilik Kerusakan Kerugian Jumlah Swasta Pemerintah Provinsi Yogyakarta 35,4 0,1 35,5 26,1 9,4 Kabupaten Klaten 8,1 0,04 8,1 7,4 0,7 Jumlah 43,5 0,14 43,6 33,5 10,1 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerusakan. Fasilitas-fasilitas yang rusak ringan tetap berfungsi. Pengaturan alternatif yang tidak aman telah dibuat bagi para klien terhadap fasilitas-fasilitas yang rusak parah atau hancur. Pada fasilitas-fasilitas yang rusak parah, klien tinggal di bagian-bagian yang masih utuh atau, bagi klien yang fasilitasnya hancur, tinggal di tenda-tenda di halaman bangunan. Hal itu merupakan pengaturan yang berbahaya bagi fasilitas-fasilitas untuk melayani penyandang cacat mental atau fisik. Dua pusat pelatihan pekerja sosial di Kota Yogyakarta, sumber utama pelatihan bagi perawat kelompok rentan, membutuhkan renovasi besar- besaran. Kerugian. Perkiraan kerugian mencakup biaya pembersihan dan penyediaan penampungan sementara bagi fasilitas-fasilitas yang hancur atau rusak parah. Isu-Isu Kunci Karakteristik istimewa yang dimiliki oleh fasilitas-fasilitas perlindungan sosial di daerah-daerah yang terkena dampak adalah bahwa sebagian besar fasilitas dimiliki oleh yayasan swasta. Hal itu berarti bahwa masyarakat dan individu memainkan peranan besar dalam menyediakan perlindungan sosial bagi kaum miskin dan lemah. Yayasan-yayasan swasta tersebut bergantung pada dukungan para individu dan masyarakat agar bisa menjalankan fasilitas mereka dan menyediakan kebutuhan dasar kliennya. Dalam situasi yang normal, dukungan demikian mungkin tidak sulit didapat. Tetapi, dalam situasi bencana yang berdampak terhadap hampir semua orang di masyarakat, dukungan demikian bisa jadi sukar diperoleh. Dalam situasi seperti ini, para klien dari fasilitas-fasilitas itu bisa jadi terancam tidak memperoleh perawatan dasar. Kemungkinan besar, hal itu merupakan kesulitan besar yang akan dihadapi oleh fasilitas-fasilitas yang menyediakan pelayanan dan pernaungan bagi penyandang cacat mental dan fisik, dan kaum lansia. Mengingat besarnya jumlah korban bencana, kemungkinan besar jumlah klien pada fasilitas demikian akan meningkat. Oleh karena itu, pada saat fasilitas-fasilitas itu mendapat tekanan keuangan yang sangat berat, mereka dituntut untuk menyediakan pelayanan yang lebih besar daripada sebelum terjadinya gempa bumi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 43 Rekomendasi Awal Penting agar pemerintah menyediakan bantuan tepat waktu agar rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas yang rusak berat atau hancur bisa segera dilaksanakan. Sebelum situasi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kembali normal, bantuan juga dibutuhkan untuk menyediakan kebutuhan dasar klien. Mekanisme pembiayaan dibutuhkan untuk merehabilitasi dan membangun kembali fasilitas swasta karena fasilitas swasta mencakup 80% fasilitas yang ada. Pemerintah daerah dan dinas yang terkait harus mengantisipasi bahwa akan ada peningkatan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas demikian untuk melayani orang miskin dan lemah. Antisipasi demikian akan menghindari menumpuknya klien di fasilitas-fasilitas demikian dan akan mengurangi tekanan yang dialami oleh fasilitas-fasilitas demikian yang sudah dilemahkan oleh bencana. AGAMA DAN KEBUDAYAAN Ikhtisar Total kerusakan bangunan dan properti keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 514 miliar, umumnya bangunan swasta. Lebih dari 1.300 masyarakat di kedua provinsi tidak lagi memiliki tempat ibadat. Sementara itu, kerusakan bangunan dan monumen kebudayaan diperkirakan mencapai Rp 140 miliar. Kerugian pada umumnya berbentuk hilangnya pendapatan dari pariwisata. Karena itu, hal tersebut dimasukkan ke dalam sektor produktif. Kondisi Sebelum Bencana Partisipasi dalam kehidupan beragama cukup tinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Sebagian besar penduduk di kedua provinsi beragama Islam, diikuti oleh sejumlah relatif kecil penganut Kristen, Buddha, dan Hindu. Departemen Agama bertanggung jawab menangani perkawinan Islam dan pendaftaran melalui kantor tingkat kecamatan. Selain sekolah Islam negeri yang berada di bawah pengawasan Departemen Agama, Departemen ini juga mendaftarkan dan mengawasi pusat-pusat pendidikan agama Islam seperti Pondok Pesantren. Ada banyak fasilitas keagamaan tingkat desa, rata-rata 75 rumah tangga, atau 300 orang, per fasilitas religius. Selain itu, ada organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti lembaga pemakaman, yang beberapa di antaranya juga mengelola fasilitas peribadatan. Di daerah yang terkena dampak gempa bumi terdapat Candi Prambanan, suatu situs Warisan Budaya Dunia dari abad ke-9, dan sejumlah situs warisan nasional, yang mencerminkan sejarah Indonesia sebagai pusat peradaban maupun warisan kerajaan Jawa. Terdapat 11 kompleks candi Hindu-Buddha, satu istana besar dan satu istana kecil, dua pekuburan kerajaan, dan 16 museum. Situs-situs itu merupakan lokasi utama wisata internasional dan domestik, menghasilkan kesempatan kerja yang tinggi bagi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kedua provinsi merupakan pusat utama pendidikan seni dan budaya. Selain itu, lokasi istana dan pemakaman masih memainkan peran spiritual dalam kehidupan banyak orang Jawa. 44 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tempat-tempat ibadah memiliki banyak fungsi, seperti pusat kegiatan masyarakat dan pemerintahan desa, selain berperan sebagai tempat kegiatan agama dan pendidikan. Tempat-tempat ibadah menyediakan saluran penyebarluasan berita masyarakat dan inforamasi pembangunan serta pemerintah. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sekitar 20% fasilitas keagamaan di Provinsi Yogyakarta dan 10% di Provinsi Jawa Tengah rusak atau hancur. Perkiraan ini berfokus pada nilai penggantian dari asset yang hancur. Kerusakan dilaporkan oleh Kantor provinsi Departemen Agama. Di Provinsi Yogyakarta, 2.201 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti sekitar 20% dari semua fasilitas keagamaan di provinsi itu. Di kabupaten-kabupaten yang dilanda gempa bumi di Jawa Tengah, 827 fasilitas rusak atau hancur, yang berarti kurang dari 10% dari jumlah keseluruhan. Tidak ada informasi tentang staf, atau tentang kehilangan staf, dan tidak dilaksanakan perkiraan kerugian. Tabel 20: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan (miliar Rp) Efek Pemilik Kerusakan Kerugian Jumlah Swasta Pemerintah Masjid dan Musala 479,1 0 479,1 479,1 0 Kantor Urusan Agama (KUA) 5,0 0 5,0 0 5,0 Gereja/Kapel, Katolik maupun Protestan 17,1 0 17,1 17,1 0 Pura (Kuil Hindu) 0,9 0 0,9 0,9 0 Vihara (Kuil Buddha) 1,0 0 1,0 1,0 0 Kantor Departemen Agama Propinsi 9,1 0 9,1 0 9,1 Rumah Dinas 1,8 0 1,8 0 1,8 Asrama Haji 0,03 0 0,03 0 0,03 Jumlah 514,0 0 514,0 498,1 15,9 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Kerusakan. Gempa bumi mengakibatkan 1.345 masyarakat atau sekitar 100.000 keluarga kehilangan tempat beribadat. Sejumlah 1.683 tempat ibadat lainnya membutuhkan sedikit renovasi. Fasilitas keagamaan dibiayai, dikelola, dan dioperasikan oleh masyarakat. Nilai kerusakan bisa diperkirakan setidaknya dengan jumlah hari yang dibutuhkan untuk rekonstruksi. Nilai Kerusakan diperkirakan bernilai sekitar Rp 498 miliar untuk Yogyakarta maupun Jawa Tengah. Hal itu sama dengan sekitar 16.600 tahun bekerja berdasarkan upah minimum.28 Mengingat berkurangnya kapasitas keuangan masyarakat yang terkena dampak gempa bumi, mengumpulkan dana untuk pembangunan kembali tanpa dukungan dari luar akan memakan waktu lama. Sehubungan situs arkeologis dan historis, Direktorat Arkeologi, dari Departemen Pendidikan Nasional, telah mengadakan penilaian cepat. Nilai keuangan dari 28Berdasarkan upah minimum tahun 2005, yaitu Rp 400.000 per bulan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 45 kerusakan dihitung kasar dan perkiraan yang lebih tepat akan tersedia setelah perkiraan yang lebih terperinci dilakukan. Lampiran teknis berisi ikhtisar informasi untuk setiap situs. Kerugian. Kerugian terutama berkaitan dengan pendapatan dari pariwisata dan telah dimasukkan secara terpisah ke sektor produktif. Isu-isu Kunci Rekonstruksi tempat-tempat ibadah akan menghadapi kesulitan jika tidak ada pendanaan eksternal. Sejumlah besar tempat ibadah rusak dan biaya pembangunan awalnya berasal dari beberapa generasi. Perlindungan terhadap situs arkeologis dan historis yang rusak harus dilakukan. Kerusakan demikian bisa terjadi akibat cuaca maupun aktivitas manusia. Perlindungan, konservasi, dan pengelolaan situs harus segera dilakukan. Penutupan situs untuk pekerjaan pemulihan akan mengakibatkan dampak ekonomi yang berat terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Suatu program khusus harus dibuat untuk melindungi masyarakat sekitar dari dampak buruk dan untuk memaksimalkan partisipasi mereka dalam pemulihan dan perlindungan situs. Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak (miliar Rp) Situs Efek Kerusakan Subtotal Provinsi Jawa Tengah 89,6 Prambanan 78,1 Candi Plaosan Lor 1,9 Candi Plaosan Kidul 0,4 Candi Sewu 2,0 Candi Sojiwan 5,0 Candi Lumbung 0,2 Kompleks Makam Sunan Bayat 0,1 Kompleks Masjid Golo 0,2 Kantor Direktorat Arkeologi Provinsi 1,8 Subtotal Provinsi Yogyakarta 50,1 Keraton Yogyakarta 0,1 Taman Sari dan Panggung Krapyak 12,6 Makam Imogiri 31,1 Pusat Kerajinan Perak Kota Gede 6,3 Jumlah 139,7 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 46 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Rekomendasi Awal Bantuan harus diberikan kepada masyarakat untuk membangun kembali tempat ibadah dan memulihkan identitas masyarakat. Meskipun hal itu tidak harus secara sepenuhnya dibiayai oleh pihak luar, biaya awal tetap dibutuhkan. Untuk situs arkeologis dan historis, perkiraan kerusakan secara terperinci oleh pakarnya sangatlah penting guna menentukan apakah ada kerusakan struktur, memperkirakan biaya rekonstruksi, dan mengidentifikasi langkah- langkah awal untuk menstabilkan situs dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Terutama, situs harus segera diamankan dari pencurian. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 47 Sektor-Sektor Produktif Gempa bumi berdampak parah terhadap sektor-sektor produktif dalam perekonomian. Kerusakan dan kerugian pada sektor produktif kira-kira sebanyak 30% dari jumlah seluruh kerugian karena bencana ini. Banyak perusahaan, kebanyakan usaha kecil dan menengah, toko, pedagang, dan mata pencahariannya hancur. Mengingat kerusakan yang luas terhadap perumahan, kerugian berupa aset pribadi yang tidak diasuransikan kemungkinan besar menjadi tantangan terbesar kedua untuk membangun kembali daerah-daerah yang terkena dampak bencana.29 Struktur irigasi, sistem pertanian, dan sektor perikanan juga terpengaruh, meskipun dampak langsung pada pertanian tampak terbatas pada tahap ini. Tabel 22 meringkaskan kerusakan dan kerugian yang dialami oleh sektor produktif secara keseluruhan, dengan jumlah yang sangat mengejutkan sebanyak Rp9,025 triliun.30 Kerusakan langsung pada prasarana dan aset produktif menurut perkiraan kasar adalah sekitar setengah dampak keseluruhan. Sebagian besar kerusakan ini berasal dari dampak signifikan gempa bumi ini atas usaha-usaha kecil dan menengah (UKM), yang telah berfungsi sebagai tulang punggung perekonomian di daerah-daerah yang terkena dampak bencana. Prinsip Kunci: Faktor yang perlu diperhatikan dalam sektor-sektor produktif adalah ukuran relatif kerusakan dan perkiraan kerugian di masa depan, jika kerusakan tidak ditangani dalam kurun waktu yang masuk akal. Di sinilah letak pesan pentingnya: rehabilitasi dan rekonstruksi segera prasarana yang rusak akan memulihkan air untuk pertanian dan menghindarkan banjir di kemudian hari; dan pemberian likuiditas kepada UKM yang terkena gempa akan mengurangi (aliran) tidak langsung kerugian karena bencana, dengan membantu melanjutkan kegiatan perekonomian dengan segera. 29Akibatnya, sektor finansial juga akan cukup terkena dampaknya. Masalah ini akan diulas di bagian lintas sektor pada laporan ini. 30Telah diupayakan agar tidak terjadi penghitungan ganda dengan tidak menyertakan beberapa kategori di sini. 48 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Produktif Sektor Kerusakan Kerugian Total (miliar Rp) Perusahaan Perusahaan Besar 183,7 70,0 253,7 Usaha Kecil dan Menengah31 3879,2 3829,0 7.708,2 Sub-total Perusahaan 4.062,9 3.899,0 7.961,9 Perdagangan Pasar Tradisional dan Prasarana terkait 165,0 79,8 244,8 Pasar Modern (supermarket/mal) 18,7 39,8 58,5 Sub-total Perdagangan 183,7 119,6 303,3 Pariwisata 36,2 17,9 54,1 Pertanian Prasarana Irigasi & Fasilitas Penyimpanan 44,0 44,0 Kerugian Produksi 638,4 638,4 Kerugian Ternak 2,7 0,1 2,8 Mesin, Alat, dan Peralatan Pertanian 0,1 0,1 Bangunan Pemerintah (fasilitas tambahan pertanian) 4,0 4,0 Sub-total Pertanian 50,8 638,5 689,3 Perikanan Dermaga Perikanan 0,1 0,1 Kolam Ikan, Kerusakan Persediaan Ikan 13,2 1,4 14,6 Aset Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat 1,4 1,4 Sub-total Perikanan 14,7 1,4 16,1 Total pada Sektor Produktif 4.348,3 4.676,4 9.024,7 % dari Total Kerusakan dan Kerugian 19.1 73.1 31.0 Segmen-segmen yang terkena dampak pada sektor-sektor "Rumah saya adalah ruang pamer usaha saya. produktif saat ini mempekerjakan 650.000 orang. Oleh Saya tadinya menjual keramik senilai sekitar Rp 10 juta per bulan di pasar setempat dan mengirim karena itu, pengangguran kemungkinan besar akan meningkat kontainer-kontainer sebesar sekitar Rp 30 juta ke secara signifikan. Kesempatan kerja harus segera disediakan bagi AS dan Eropa. Sekarang rumah saya hancur yang menjadi tuna wisma dan yang mata pencahariannya sama sekali, persediaan barang saya hancur; saya terpengaruh. Prinsip-prinsip yang dapat diikuti dalam rehabilitasi punya pesanan yang belum saya penuhi, dan dan rekonstruksi mencakup: pembeli saya bisa beralih ke Vietnam dan Kamboja. Musim pembelian kami adalah April Memanfaatkan hubungan masyarakat yang erat di Yogya sampai Oktober. Jika saya tidak kembali dan Jateng untuk membangun kembali perumahan dan berusaha sepenuhnya pada bulan September, saya kehilangan satu tahun ­ itulah trauma saya yang bangunan lain, guna menyediakan kesempatan kerja. sesungguhnya yang akan saya hadapi. Saya sudah Membangkitkan UKM ­ khususnya yang bergerak di menjadi nasabah bank yang baik selama bidang manufaktur, kepariwisataan, dan industri bertahun-tahun. Saya ingin bank menjadwal sekunder lain ­ melalui program-program yang ulang utang saya ­ jadi saya bisa bernapas lega menyediakan dukungan likuiditas. Kebanyakan UKM selama 6 bulan. Saya juga ingin mendapat pinjaman baru sebesar Rp 5 juta hanya supaya tidak bekerberatan untuk mengadakan kontrak usaha saya bisa saya mulai lagi. Begitu usaha saya pinjaman, daripada menunggu bantuan hibah. jalan lagi, saya bisa menghidupi diri saya dan Membangun kembali sektor perdaganan dan sektor jasa keluarga. Saya tidak perlu bantuan amal, saya di daerah-daerah bencana. hanya perlu likuiditas ­ segera." Pak. Timbul Rahardjo, pemilik toko keramik, Kasongan, Bantul 31Kerugian bangunan yang dialami 22.700 unit usaha mikro dan kecil yang terdiri dari industri rumahan (sekitar Rp 765 miliar) kemungkinan juga menjadi bagian dari kerusakan sektor perumahan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 49 PERTANIAN, IRIGASI DAN STRUKTUR SUNGAI Ikhtisar dan Kondisi Sebelum Bencana Bagian ini mengetengahkan data mengenai kontribusi relatif berbagai sektor terhadap produk domestik bruto regional (PDRB) keseluruhan di kabupaten- kabupaten yang terkena dampak (lihat juga analisis ekonomi). Klaten memiliki basis produksi yang besar dengan proporsi 23% terhadap PDRB dan 27% kontribusi dari perdagangan dan sector terkait. Perekonomian Bantul didukung oleh pertanian, jasa, dan perdagangan secara berimbang. Sektor perdagangan dan sektor jasa sangat penting di Kodya Yogyakarta, yang merupakan pusat budaya dan pariwisata. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Kerugian hasil panen dan potensi kerugian produksi di masa mendatang mendominasi kerusakan dan kerugian di sektor ini. Secara khusus, biaya yang terjadi (opportunity cost) karena tidak memperbaiki prasarana irigasi yang terkena dampak bencana dan karena tertundanya kegiatan bercocok tanam persentasenya hampir 90% total dampak pada sektor ini. Provinsi Yogyakarta: Dari 58.000 hektar tanah yang digunakan untuk bercocok tanam, sekitar 590 ha tampaknya mengalami dampak sedang, dan 18.200 dari 48.000 gudang dan fasilitas penyimpanan telah rusak. Beberapa bangunan umum juga telah rusak (4 dari 44 rusak berat, 16 rusak sedang). 50 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Daerah Klaten, Jawa Tengah: Sebelum bencana, sekitar 5.670 ha tanah digunakan untuk sawah, dan sekitar 360 ha di antaranya tampaknya mengalami dampak sedang. Untuk fasilitas pergudangan dan penyimpanan, 14.873 unit berdiri sebelum gempa bumi, dan 9.911 unit di antaranya diperkirakan rusak.32 Skema Irigasi: Ada kira-kira 476 skema irigasi meliputi area total 63.800 ha di Yogyakarta, dan 409 skema irigasi meliputi area total 29.190 ha di daerah Klaten, provinsi Jawa Tengah. Empat belas skema irigasi yang meliputi daerah seluas 36.124 ha di Yogyakarta, dan 3.154 ha di Klaten telah terkena dampak bencana. Sebelum gempa bumi, skema-skema irigasi di Yogyakarta itu menghasilkan sekitar 393.800 ton gabah/tahun (senilai Rp 474 miliar berdasarkan harga petani) dan sekitar 153.700 ton palawija (jagung, kacang tanah, singkong, dll.) per tahun (diperkirakan senilai Rp134 miliar). Dan di daerah Klaten, 36.300 ton beras per tahun (Rp43 miliar) serta 12.200 ton palawija (Rp7 miliar). Berdasarkan penilaian awal oleh Departemen Pekerjaan Umum, struktur-struktur irigasi di Kabupaten Klaten, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta telah mengalami kerusakan parah. Di provinsi DIY, sekitar 65% daerah yang digarap, atau 23.000 ha, bergantung pada irigasi dan telah terkena dampak (kerugian sekitar Rp27 miliar), dan 82%, atau 1180 ha, di Klaten (kerugian diperkirakan Rp1,4 miliar). Lampiran teknis untuk sektor-sektor produktif menyajikan perincian lebih jauh. Dengan asumsi curah hujan tetap tetapi tanpa rehabilitasi dalam tahun pertama, panen akan anjlok sebesar kira-kira 347.630 ton, senilai dengan Rp 387 miliar pada harga produsen yang merupakan 10.5% sektor pertanian di provinsi Yogyakarta. Di Klaten, panenan akan anjlok sebanyak kira-kira 16.285 ton, senilai dengan Rp 18 miliar, yaitu 2% PDRB sektor pertanian di kabupaten ini. 32Angka ini juga mencakup fasilitas dan bangunan irigasi. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 51 Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi Kabupaten/ Penilaian Dampak (Miliar Rp) Kodya Total (1) (2) Koefisien (3) Rugi Padi Palawija ((1)+(3)) Rusak Rusak % Total Rugi (Rp) Rugi (Rp) Bantul 37,7 9,2 5-50 28,5 22,0 6,5 Sleman 257,9 11,3 20-70 246,6 192,0 54,6 Kulon Progo 111,3 6,5 90 111,3 87,7 23,6 Yogyakarta 0,7 0,3 20 0,4 0,3 0,1 Klaten 19,8 1,4 10-90 18,4 16,2 2,2 Jumlah Total 427,4 28,7 406,8 319,8 87,0 * Koefisien Kerusakan: luasnya daerah yang terkena dampak karena kerusakan pada bangunan-bangunan utama. **Kerugian Produksi: kerugian dihitung berdasarkan daerah yang terkena dampak, pola tanam, intensitas penanaman, dan hasil (ton/ha) ***Nilai kerugian: Nilai moneter kerugian adalah jumlah kerugian produksi kali harga produsen untuk setiap jenis tanaman ****Kerugian Palawija: Harga petani untuk Palawijya adalah rata-rata harga jagung, kacang tanah, dan singkong ***** Pola tanam, intensitas, dan hasil diambil dari JICA (2004) ******Harga produsen untuk setiap jenis tanaman di DI Yogyakarta dan Kabupaten Klaten diambil dari BPS (2004) Pengendali Banjir dan Struktur Sungai: Ada tiga jaringan sungai utama yang terdiri dari banyak anak sungai - Progo, Oyo, dan Solo Atas ­ yang mengalir melalui provinsi DIY dan Kabupaten Klaten. Karena air di jaringan sistem sungai utama ini sebagian besar berasal dari G. Merapi, endapan dari G. Merapi kemungkinan besar mempengaruhi aliran sungai-sungai ini dan tanpa struktur sungai yang berfungsi dengan baik, bisa terjadi kerusakan akibat banjir selama musim penghujan. Dilaporkan ada sejumlah kerusakan fisik struktur sungai ­ seperti retakan dan runtuhnya tanggul dan dinding tepian ­ karena gempa bumi di Bantul, Kulon Progo, Kodya Yogyakarta, Sleman, dan Klaten. Kerusakan yang dilaporkan sehubungan dengan struktur sungai sekitar Rp 19,1 miliar. Walaupun diperlukan penelitian yang lebih terperinci dan diperlukan prioritisasi pekerjaan rehabilitasi untuk mencegah kemungkinan kerusakan karena banjir, sebanyak 7.795 orang, 2.100 rumah, dan 3.720 ha lahan pertanian (senilai dengan kerugian Rp 22 miliar) dapat terkena dampak banjir jika tidak ada rehabilitasi yang layak dalam kurun waktu 6-12 bulan. Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai Kabupaten/ Nilai Dampak (Miliar Rp) Kodya Total (1) (3) Total Populasi Rumah Lahan ((1)+(3)) Kerusakan Kerugian (Jumlah) (Jumlah) pertanian yang (Rp) terkena (Rp) Bantul 26 7,7 18,3 3.397 953 18,3 Sleman 1,0 0,5 0,5 67 16 0,5 Kulon Progo 7,3 3,8 3,5 848 229 3,5 Yogyakarta 1,5 1,5 NA 3.208 820 NA Klaten 5,6 5,6 NA NA NA NA Jumlah Total 63,7 19,1 22,3 7.520 2.018 22,3 * Kerugian populasi dan rumah: angka-angka yang dilaporkan oleh DINAS DI Yogyakarta **Kerugian produksi: kerugian lahan pertanian adalah kerugian produksi beras pada harga produsen selama musim hujan. 52 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Isu-isu Kunci untuk Irigasi dan Struktur Sungai Upaya yang Cepat bisa Prioritaskan dan segera mulai pekerjaan rehabilitasi Mengurangi Kerugian Produksi untuk mencegah kemungkinan banjir yang Signifikan di Kemudian maupun kerugian panenan. Hari Implementasikan pekerjaan rehabilitasi yang padat Kerugian produksi di masa karya dan libatkan keluarga petani untuk mendatang sekitar 10 kali besarnya menyediakan dukungan mata pencaharian nilai kerusakan fisik akibat bencana. sementara pendapatan dari hasil pertanian Jadi, dengan investasi sekitar Rp 40- menurun. 50 miliar untuk memperbaiki Pastikan adanya pengendalian mutu yang prasarana irigasi dan struktur sungai cukup, dan fokuskan pada ketahanan yang rusak, dampak bencana pada terhadap gempa pada pembangunan kembali perekonomian di sektor irigasi dan struktur yang rusak. pertanian dapat dikurangi secara signifikan. PERUSAHAAN DAN INDUSTRI Ikhtisar Jawa Tengah dan Yogyakarta selama ini adalah pusat-pusat penghasil meubel, keramik, kerajinan, dan lain-lain. Kawasan yang terkena dampak bencana memiliki sampai 100.000 UKM. Gempa bumi telah berdampak langsung pada ribuan perusahaan ini maupun pada jaringan pemasok dan gangguan lain pada jaringan perantara. Diperkirakan sekitar 30.000 UKM langsung terkena dampak. Tabel 4 menyajikan besarnya dampak tersebut. Sekitar 650.000 pekerja akan terkena dampak dengan satu atau lain cara, sementara sekitar 2,5 juta orang yang bergantung pada usaha tersebut akan terkena dampak secara tidak langsung karena hilangnya penghasilan sementara atau permanen. Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah Nama Jumlah Unit yang Terkena Pekerja di UKM Yang Total Kabupaten UKM Formal Informal Total Formal Informal Terkait Yang yang Kena (pra-bencana) dengan Terkena Bencana UKM Formal Bantul 21.306 9.588 5.040 14.628 335.570 20.160 1.342.278 1.362.438 Klaten 25.000 4.500 3.360 7.860 157.500 13.440 630.000 643.440 Kodya Yogya 8.619 776 1.680 2.456 27.150 6.720 108.599 115.319 Sleman 18.558 1.113 1.120 2.233 38.972 4.480 155.887 160.367 Gunung Kidul 21.659 650 560 1.210 22.742 2.240 90.968 93.208 Kulon Progo 22.418 673 560 1.233 23.539 2.240 94.156 96.396 Total 117.560 17.299 12.320 29.619 605.472 49.280 2.421.888 2.471.168 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 53 Industri-industri mengalami kerugian besar. Banyak pemilik usaha, kira-kira 17.300 perusahaan formal dan 12.320 perusahaan yang lebih kecil, informal, dan berbasis rumah tangga, telah terkena dampak. Dalam kebanyakan kasus, usaha-usaha ini tampak hancur total. Diperkirakan perusahaan-perusahaan ini menyediakan lapangan kerja untuk paling sedikit 600.000 orang. Menurut perhitungan kasar, hampir 2,5 juta orang yang mereka hidupi kemungkinan besar terkena dampak secara tidak langsung oleh karena tidak adanya aliran pendapatan untuk sementara atau Temuan Kunci permanen. Penilaian total kerusakan dan Tiga industri besar telah terkena kerugian untuk sektor industri dan dampak: keramik dan kerajinan usaha adalah sebesar Rp7.9 triliun, tangan; perabotan; dan kulit. Bantul, atau 88% kerusakan yang dialami yang hampir tiga perempat perusahaannya oleh sektor-sektor produktif. terkena dampak (14.600 dari 21.300 unit Pemulihan dukungan finansial yang pra-bencana), dan Klaten, yang sekitar cepat dapat mengurangi kerugian 30% usahanya rusak (7.900 dari perkiraan penghasilan yang diantisipasi ­ saat 25.000 unit), adalah yang paling parah ini diperkirakan Rp3,9 triliun atau terkena dampak. Selain itu, sekitar 85 sedikit di atas nilai kerusakan yang pasar tradisional tampaknya rusak, 48 di sama dengan kerusakan aset tetap antaranya terdapat di Klaten. dan persediaan. Jika kebanyakan Dukungan segera dapat mengurangi usaha tidak pulih kegiatan kerugian. Kebanyakan pengusaha yang operasionalnya sebelum bulan diwawancarai berpendapat bahwa mereka September, potensi kerugian bisa mudah memulihkan rumah dan mata penghasilan dapat meningkat karena pencaharian mereka, segera setelah usaha banyak UKM akan kehilangan mereka mendapat dukungan. Sementara kesempatan untuk musim pembelian semua UKM secara umum terkena berikutnya. dampak, usaha-usaha skala menengah-lah yang perlu waktu paling lama untuk memulai lagi operasi mereka (paling sedikit 6 bulan pada beberapa kasus) karena hilangnya gudang, mesin, persediaan bernilai tinggi (mis: perabot, keramik), pinjaman besar di bank, dan biaya yang harus terus dibayarkan (gaji pegawai). Selain itu, hanya beberapa perusahaan yang tampaknya diasuransikan. Perusahaan yang mengalami kerusakan menengah masih beroperasi dengan 30-60% kapasitas mereka. Perusahaan-perusahaan kecil dan mikro, yang berbasis rumahan, berharap bisa pulih dalam 3 bulan jika mereka bisa memperoleh bantuan keuangan. Hal ini dimungkinkan karena mereka masih mempunyai pesanan yang harus dipenuhi dan bahan baku yang relatif mudah untuk diperoleh. 54 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Dukungan keuangan langsung akan mencakup (i) penjadwalan ulang utang di bank, (ii) pinjaman baru untuk modal kerja dan (iii) tempat sementara untuk bekerja. Dua hal pertama itu dapat dilakukan melalui peraturan-peraturan BI - dan inisiatif dari bank lokal yang beroperasi dengan Pemerintah atau bantuan donor, jika perlu. Gempa bumi tidak berdampak besar pada jumlah dan ketersediaan tenaga kerja, dan selain kerusakan pada jalan-jalan penghubung ke sub-desa di kabupaten Bantul, tidak dilaporkan adanya kerusakan parah lainnya pada jalan, sehingga diharapkan pengiriman barang berjalan normal. Karena banyak pekerja dan orang yang bergantung pada penghasilan mereka, ada potensi yang signifikan untuk memanfaatkan tenaga kerja sementara yang tercipta karena bencana segera dengan menggunakan mereka selama proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini akan membuat mereka yang terkena dampak segera memiliki uang tunai di tangan dan membantu kebangkitan perekonomian. Kondisi Sebelum Bencana Usaha kecil dan menengah dominan di daerah bencana (dengan nilai output produksi total sebesar Rp 5 triliun). Persentase UKM adalah 97% dari 117.000 unit usaha, 65% dari 650.000 pekerja, dan 40% dari keseluruhan nilai output. Sektor-sektor utama adalah: perabotan meubel 25%, kerajinan 25%, dan tekstil 20%. Sekitar 25% output industri diekspor ­ nilai ekspor gabungan (dari semua perusahaan di sektor-sektor ini) adalah 144 juta dolar AS pada tahun 2005 (pertumbuhan diatas 17% tahun 2004). Di Bantul terdapat lebih dari 21.000 unit usaha, di Gunung Kidul 21.700 unit, Kulon Progo 22.400 unit, Kodya Yogya 8.600 unit, dan Klaten ­ sekitar 25.000 unit. Sebagian besar usaha kecil mempunyai akses ke bank (terdapat lebih dari 120.000 peminjam di daerah bencana), saluran ekspor langsung dan banyak perusahaan mikro sebagai industri pendukung. Hanya terdapat 71 produsen dan perusahaan logistik besar. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 55 Pengamatan Cepat dari Lapangan: Survei terhadap UKM Sebuah tim dari Universitas Gajah Mada melakukan survei yang cepat di Bantul, Klaten, kota Yogyakarta, dan Sleman pada tanggal 4-6 Juni 2006. Meliputi lebih dari 70 perusahaan, survei itu berfokus pada: dampak langsung bencana pada usaha, termasuk kerusakan bangunan dan persediaan; kapasitas operasional saat ini; antisipasi kerugian output dan penghasilan; waktu yang diperkirakan untuk bisa berdiri lagi; dampak pribadi terhadap karyawan dan keluarga mereka; dampak atas pelanggan dan pemasok; kesulitan logistik; dan dampaknya pada catatan di lembaga keuangan. Survei itu telah memberikan gambaran sekilas tentang akibat bencana terhadap manusia dan juga sisi fisiknya. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Seluruh perkiraan kerusakan berjumlah lebih dari Rp 4 triliun. Bahkan tanpa kerusakan potensial yang diderita oleh tiga perusahaan besar (PT ASA, PT Budi Makmur, dan PT Sari Husada), kerusakan cukup besar, sampai senilai Rp 3,8 triliun (Gambar 1 dan lampiran teknis). Kerusakan-kerusakan tersebut terutama pada properti tidak bergerak (gedung, dan pada beberapa kasus, aset yang rusak seperti peralatan), dan persediaan barang. Kerugian yang diantisipasi di masa depan adalah sekitar Rp 3,9 triliun. Kerugian pendapatan diperkirakan atas dasar estimasi penurunan pendapatan, hilangnya kesempatan memperoleh penghasilan dan pengeluaran yang meningkat untuk mempertahankan pekerja selama periode non-operasional (untuk perusahan menengah dan perusahaan besar) dll. Selama periode sampai aset kembali pulih. Asumsi periode pemulihan 3-6 bulan digunakan untuk sebagian besar perusahaan yang terkena dampak. Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan 5000 ha 4000 upiR 3000 of 2000 onsilliB1000 0 Medium Small Units Micro Units Total Enterprises Damage (Building and Inventory) Losses (Salaries/Future Earnings) Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 56 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Isu-Isu Kunci Dalam jangka pendek: (i) pemberian fasilitas likuiditas sementara dan (ii) hilangnya rumah (yang juga menjadi tempat usaha) harus segera diperhatikan agar perusahaan-perusahaan dapat beroperasi kembali. Usaha-usaha perlu menjadwal ulang utang yang ada dan mendapatkan akses ke dana pinjaman segar yang cepat dan terbatas. Tetapi, bank mengklaim bahwa mereka tidak dapat memberikan pinjaman baru tanpa penyelesaian pinjaman sebelumnya. Karena kebanyakan industri beroperasi di rumah-rumah penduduk, persoalan tentang tempat kerja adalah bagian dari program rehabilitasi perumahan secara keseluruhan. Guna menghindari kerugian di masa depan karena para pembeli beralih ke produsen lain, pesanan-pesanan yang sudah masuk hendaknya diupayakan untuk dipenuhi tepat waktu. Sudah jelas perlunya tindakan intervensi yang segera: dampak psikologis akan semakin buruk jika penduduk menganggur dan masa depan mereka tidak jelas. Perusahaan- perusahaan yang lebih besar melaporkan bahwa bahkan pekerja mereka yang kehilangan rumah dan keluarga memilih untuk masuk kerja. Dalam jangka menengah, peran sektor asuransi yang lemah dalam menyediakan penyelesaian risiko dan mekanisme pengalihan risiko untuk perusahaan-perusahaan perlu diperhatikan. Sementara banyak UKM di daerah ini memiliki akses dan pengetahuan terhadap produk-produk keuangan pada masa sebelum bencana, hanya sebagian kecil saja yang dicakup asuransi. Kebanyakan di antara mereka yang sudah dicakup, tidak memiliki penggantian karena bencana alam, karena perusahaan-perusahaan asuransi enggan menyediakan penggantian sejak tsunami tahun 2004 di Aceh. Rekomendasi Awal Pemulihan mata pencaharian penting untuk tahap rekonstruksi ­ dan akses ke likuiditas dan penyediaan tempat kerja merupakan alat mencapainya bagi mayoritas perusahaan yang terkena bencana. Manfaatkan tenaga kerja sementara, dan penggunaan nilai lokal "nrimo"( menerima dan terus maju); dan "gotong royong" ­ akan mempercepat proses rekonstruksi. Langkah Kunci mencakup: Pemberian akses keuangan Pemerintah, Bank Indonesia dan bank-bank komersial perlu segera membuat pedoman untuk memulai restrukturisasi pinjaman untuk debitor mereka yang terkena bencana dan memberikan pinjaman baru kepada mereka (dengan persyaratan khusus mengenai waktu bebas pengembalian dan tingkat bunga). Bank-bank mengatakan bahwa para debitor di daerah-daerah ini memiliki riwayat kredit yang baik dengan tingkat NPL 3%. Sambil menunggu pembangunan kembali rumah, tempat penampungan semi permanen dapat dibuat untuk setiap `sentra industri' untuk memberi para pengusaha kesempatan untuk memenuhi pesanan ekspor. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 57 PERDAGANGAN Ikhtisar Kerusakan yang dialami pasar publik dan fasilitasnya serta pasar modern diperkirakan sekitar Rp 168 miliar. Kerugian diperkirakan Rp 100 miliar, sehingga seluruh kerusakan dan kerugian sebesar Rp 269 miliar.33 Selain itu, sektor-sektor jasa ­ termasuk restoran dan jasa non-permerintah ­ kemungkinan besar telah menderita kerusakan dan kerugian sebesar Rp 218 miliar.34 Jadi, keseluruhan kerusakan dan kerugian diperkirakan sebesar 2% PDRB agregat di enam kabupaten yang mengalami dampak terparah. Bantul dan Yogyakarta mengalami dampak terparah, sementara Klaten dan Gunung Kidul mengalami kerusakan dan kerugian yang besar. Yogyakarta, karena ketergantungannya pada restoran dan jasa yang terkait dengan pariwisata, akan menghadapi tantangan kecuali dukungan rehabilitasi yang cukup telah dikerahakan. Perdagangan di Bantul dan Klaten terkena pukulan terparah. Banyak pasar tradisional rusak atau hancur. Fasilitas-fasilitas yang lebih baru seperti pusat perbelanjaan, mal, dan supermarket kerugiannya tidak separah pasar tradisional. Harga-harga banyak komoditas sempat melambung, dalam beberapa kasus sampai sepuluh kali lipat, tetapi sekarang sudah turun lagi. Kondisi Sebelum Bencana Pada tahun-tahun belakangan ini, sektor perdagangan dan restoran sedikit naik perannya dalam perekonomian di enam kabupaten yang terkena bencana. Sektor ini sekarang persentasenya 20% dari produk regional gabungan, sementara sektor jasa non- pemerintah tetap sekitar 4%. Peran perdagangan bervariasi dari 7% di Yogyakarta sampai 20% di Kulon Progo, sementara restoran dari hanya 2% di Kulon Progo sampai 15% di Yogyakarta. Sektor jasa hanya sebesar 2% produk regional di Gunung-kidul, tetapi sampai setinggi 6% di Yogyakarta. Secara keseluruhan, peran relatif sektor perdagangan dan restoran jika digabung beragam dari 7% di Magelang sampai 24% di Klaten dan Yogyakarta. Jumlah pasar tradisional berkurang 18% antara tahun 2003 dan tahun 2005, karena persaingan dengan pasar modern dan waralaba.35 Jumlah pasar modern (pusat perbelanjaan dan pasar swalayan) telah bertumbuh sepertiga kalinya selama periode yang 33 Angka yang telah direvisi yang diperoleh tim, setelah data kerusakan dan kerugian dikompilasi, menunjukkan bahwa kerusakan bisa lebih besar yaitu sebesar Rp 222 miliar dan kerugian sebesar Rp 146 miliar. 34 Karena kerusakan di sektor jasa ini kemungkinan besar juga telah tercakup dalam data perusahaan kecil, mereka tidak disertakan di bawah sektor "Perdagangan" untuk tujuan penilaian secara keseluruhan. 35 Di pasar tradisional, transaksi dicatat secara manual atau tidak dicatat sama sekali, para pembeli adalah orang perorangan atau pedagang kecil, produk yang mereka jual kebanyakan adalah kebutuhan sehari-hari dan pakaian, dan bangunan mereka dikelola dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Pengembangan usaha dan dukungan lain untuk pasar tradisional disediakan oleh Dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi (Dinasperindagkop)-di bawah Departemen Perdagangan tetapi para pedagang di pasar tradisional dan pasar modern serta waralaba melaporkan transaksi mereka ke kantor pajak ­ di bawah Departemen Keuangan. 58 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian sama. Selain itu, beberapa pasar tradisional telah direnovasi. Di provinsi DIY, beberapa pasar tradisional berupa bangunan semi-permanen/permanen atau terdapat di tempat terbuka. Pasar lapak di 400 desa di provinsi Jawa Tengah dan provinsi DIY buka dua atau tiga hari dalam sepekan. Usaha lain yang baru dan berkembang cepat adalah waralaba pasar swalayan kecil (minimarket). Pada tahun 2005, terdapat 28.075 pedagang berizin, kebanyakan di antaranya pedagang kecil. Secara keseluruhan, lebih dari 300.000 orang atau 10% penduduk di daerah yang terkena dampak bencana terlibat langsung dengan sektor perdagangan di provinsi DIY, belum termasuk orang yang menyediakan jasa transportasi pulang pergi ke pasar, para kuli, dan orang-orang lain yang pekerjaan dan usahanya terkait dengan beroperasinya pasar. Banyak pekerja di kota Yogyakarta tinggal di Bantul dan daerah-daerah lain yang terkena dampak bencana. Pedagang kecil di pasar tradisional juga adalah eksportir. Data ekspor/impor yang dibagi menurut golongan pedagang tidak tersedia, tetapi total ekspor dan impor dari provinsi DIY pada tahun 2005 menunjukkan tren yang meningkat. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasar Tradisional Gabungan kerusakan dan kerugian yang dialami pasar-pasar tradisional di Provinsi DIY dan Kabupaten Klaten diperkirakan sejumlah Rp 245 miliar.36 Kerusakan dan kerugian tertinggi di Bantul dan Klaten, diikuti kota Yogyakarta dan kabupaten Gunung Kidul. Banyak pasar yang sama sekali tidak terkena dampak, seperti Pasar Bantul ­ pasar tradisional terbesar di Bantul. Sedangkan bagian-bagian pasar Niten, pasar Imogiri, pasar Plered, dan pasar Piyungan, yang juga berlokasi di Bantul hancur sama sekali. Sekitar 10 pasar lain di Klaten dan satu pasar di Yogyakarta juga rusak parah. Di pasar yang ditutup atau rusak parah, banyak pedagang memindahkan usaha mereka ke tempat-tempat perdagangan sementara di emperan bangunan-bangunan atau di lokasi di dekatnya yang masih kosong. Sekitar 2.820 pedagang di Klaten dan sekitar 16.300 pedagang lain di Yogyakarta dilaporkan pindah sementara. Secara keseluruhan, dari penutupan sementara banyak pasar tradisional di Yogyakarta dan Klaten, pendapatan total yang hilang kemungkinan besar sekitar Rp 80 miliar lebih, termasuk pajak yang hilang. Beberapa pasar ditutup sampai ada inspeksi lebih lanjut atau sampai dibangun kembali, sementara yang lainnya beroperasi kembali beberapa hari kemudian. Di banyak lokasi, nilai transaksi harian merosot ­ misalnya di Beringharjo, pasar terbesar di Yogyakarta, transaksi turun dari Rp 1,2 miliar prabencana menjadi Rp 0,8 miliar setelah bencana. Di beberapa pasar lainnya, kerusakannya tidak signifikan tetapi properti atau keluarga karyawan mereka terkena dampak sehingga mereka tidak bisa bekerja untuk sementara. Para pedagang di pasar-pasar tradisional tidak mengasuransikan aset mereka dan 36 Seperti dikemukakan di paragraf pertama di bagian perdagangan dan jasa, data yang direvisi pada tahap penyelesaian laporan ini menunjukkan angka kerusakan dan kerugian yang lebih besar sampai Rp 370 miliar. Angka yang direvisi akan terlihat di penilaian kerusakan dan kerugian tahap berikutnya. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 59 tidak menggunakan gudang sehingga aset mereka sebagian besar tidak bisa dipulihkan ketika bangunan rusak. Ada kerugian-kerugian lain, selain pendapatan yang hilang. Ketika beberapa pasar berhenti beroperasi dan produksi maupun pengiriman beberapa komoditas terhambat selama beberapa hari, terjadilah kekurangan kebutuhan sehari-hari dan harga-harga melambung dan hal ini berpotensi mengurangi daya beli orang yang memiliki penghasilan tetap ­ ini kerugian yang tidak dapat secara akurat dicatat dalam penilaian. Pasar Modern Total kerusakan dan kerugian pasar modern diperkirakan kurang dari 30% jika dibandingkan dengan pasar tradisional. Hal ini sebagian besar adalah karena bangunan- bangunan mereka lebih besar dan tidak rawan kerusakan karena gempa bumi. Berdasarkan informasi terbatas yang tersedia, tampaknya Bantul yang paling besar kerugiannya, disusul oleh Yogyakarta dan Klaten. Kerugian usaha karena struktur yang rusak paling sedikit diimbangi oleh penjualan kepada orang-orang yang biasanya berbelanja di pasar tradisional, maupun penjualan ke pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan. Berapa banyak perdagangan dan tenaga kerja yang diserap dari pasar tradisional oleh pasar yang lebih modern adalah suatu fenomena yang perlu diteliti. Dalam waktu dekat, ada kemungkinan hilangnya pasar luar negeri karena sebagian ekspor tidak dapat dikirimkan sesuai dengan jadwal dan ada kebutuhan akan tambahan pengeluaran oleh para pengusaha untuk mendapatkan karyawan baru sebagai ganti karyawan mereka yang sudah tidak ada lagi. Restoran Sementara restoran-restoran di bangunan yang rusak mengalami kerusakan dan kerugian yang signifikan, banyak restoran lain yang kemungkinan besar mendapat manfaat dari kegiatan yang meningkat. Meskipun data tidak tersedia, perkiraan kerusakan dan kerugian berdasarkan bukti kasar adalah sekitar Rp150 miliar.37 Potensi kerugian terhadap perekonomian secara keseluruhan kemungkinan besar diimbangi oleh para konsumen yang memilih untuk makan di restoran terbuka atau warung. Jasa Non-Pemerintah Kerusakan dan kerugian pada sub-segmen ini kemungkin besar tidak banyak. Meskipun tidak ada data yang andal hingga saat ini, perkiraannya adalah Rp 60 miliar. Kebanyakan jasa berlokasi di kotamadya Yogyakarta dan kabupaten Sleman, tetapi dampak gempa bumi tampaknya lebih besar di Yogyakarta. Isu-Isu Kunci dan Rekomendasi Awal Dengan hilangnya pekerjaan, peran sektor informal dalam ketenagakerjaan akan meningkat. Orang yang terkena dampak gempa akan mengambil kesempatan apapun yang tersedia, ada kemungkinan sektor formal akan menyusut segera setelah bencana. 37 Seperti dikemukakan sebelumnya, ini tidak tercakup dalam perkiraan sektor perdagangan dan jasa keseluruhan, karena kemungkinan besar akan tercakup dalam data persudahaan. 60 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Meskipun dampaknya terhadap orang lebih sulit untuk diperkirakan, banyak yang bekerja di sektor-sektor ini menderita kesulitan. Karena para pedagang wiraswasta di pasar tradisional jarang mengasuransikan barang dagangan mereka ataupun menggunakan gudang, banyak yang telah kehilangan aset karena bangunan runtuh. Yang lain-lain tidak bisa melanjutkan usaha karena kehilangan, kerusakan, atau trauma dalam keluarga mereka sendiri atau terhadap rumah mereka. Menurunnya pariwisata yang pasti terjadi tentu akan merugikan restoran dan banyak perusahaan lain di sektor jasa yang memberikan pelayanan makanan bagi para wisatawan. Para karyawan di tempat-tempat ini dan tempat-tempat yang rusak atau ditutup paling sedikit kehilangan gaji selama beberapa waktu atau bahkan kehilangan pekerjaan mereka. Prioritas pertama adalah membantu orang yang kehilangan pekerjaan, penghasilan, atau aset di sektor-sektor ini. Perlu upaya untuk mengorganisasi program-program padat karya untuk membersihkan, memperbaiki, dan membangun kembali fasilitas-fasilitas umum. Dana hendaknya dialokasikan untuk memberikan paket kompensasi bagi pihak-pihak yang usahanya mengalami kerusakan tempat usaha dan peralatan atau kehilangan penghasilan dari perdagangan. LSM-LSM dan organisasi-organisasi lain yang ahli dalam kredit mikro hendaknya dikerahkan untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, bisa melalui pinjaman kelompok. Selain itu, dana hendaknya dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun kembali pasar tradisional. Sementara ini, pemerintah daerah hendaknya mengalokasikan tempat untuk pasar sementara, menunda pembukaan kembali atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang rusak. Tempat sementara ini bisa berupa taman atau alun-alun atau lahan umum yang tidak digunakan, tetapi lokasi-lokasi ini hendaknya dekat dengan pasar yang digantikannya, dan mudah dijangkau oleh calon pelanggan. PARIWISATA Ikhtisar Perkiraan awal menunjukkan kerugian sebesar Rp 36 miliar dan hilangnya penghasilan sebesar kira-kira Rp 18 miliar. Tempat-tempat wisata yang terkena dampak gempa bumi berlokasi di kodya Yogyakarta, kabupaten Sleman, dan kabupaten Bantul (provinsi DIY) serta Klaten (Jawa Tengah). Tempat wisata di kabupaten lain seperti Boyolali atau Sukoharjo (Jateng) tidak terkena dampak. Walaupun ada kerusakan di sejumlah tempat wisata, para pengelola tempat itu yang diwawancarai optimis bahwa pariwisata tidak akan terkena dampak secara signifikan Kondisi Sebelum Bencana Sebagai pusat budaya Jawa, provinsi Yogyakarta adalah tempat wisata yang penting di Indonesia. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (yang merupakan inti penting kepariwisataan) adalah penyumbang terbesar untuk PDRB, yang diperkirakan menyumbang sedikit diatas 20% pada tahun 2005. Di kabupaten Klaten kepariwisataan juga dianggap sebagai faktor yang sangat penting bagi promosi kabupaten itu tetapi sumbangannya Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 61 terhadap perekonomian daerah tidak terlalu besar. Candi Prambanan yang bersejarah (di kabupaten Sleman) dan Kraton adalah tempat tujuan wisata terpenting di provinsi DIY. Candi Prambanan menarik hampir 1 juta wisatawan pada tahun 2005, dan Kraton menarik sekitar 400.000 wisatawan. Di Yogyakarta ada 34 hotel dan 1.106 losmen. Di Klaten terdapat 42 hotel dan losmen. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Fasilitas 9 tempat wisata di Yogyakarta rusak. Tempat tujuan wisata yang paling terkena dampak gempa bumi adalah Kawasan Prambanan dan Makam Raja-Raja di Imogiri, kabupaten Bantul. Di Prambanan, kompleks candi maupun fasilitas-fasilitas di sekitarnya seperti teater Ramayana, pusat informasi dan kantor pengelola PT TWC, sebuah perusahaan milik negara, terkena dampaknya. PT TWC memperkirakan keseluruhan kerusakan fasilitas Prambanan adalah Rp 2,835 Milyar , dan kerugian karena menurunnya pengunjung, Rp 1,151 Milyar per bulan pada tahun 2006. Makam Imogiri runtuh semuanya, dan fasilitas-fasilitas seperti lapangan parkir, toilet juga hancur. Kerusakan fasilitas-fasilitas ini diperkirakan Rp 400 juta. Kerusakan di Klaten ditemukan di pintu masuk dan loket candi serta makam. Jumlahnya relatif kecil, Rp 390 juta/unit. Akomodasi Saat ini 6 di antara 34 hotel bermutu tinggi (716 kamar) ditutup. Tahap rekonstruksi akan berlangsung selama 3 bulan (Novotel, 202 kamar) hingga 12 bulan (Sheraton, 241 kamar). Hotel-hotel lain seperti Ina Garuda atau Melia Purosani tetap buka, tetapi beberapa kamarnya harus direkonstruksi.38 Di Klaten 16 dari 42 hotel/akomodasi rusak, kebanyakan di antaranya di daerah Prambanan. Fasilitas Kantor Kantor Dinas Pariwisata di Kabupaten Bantul rusak ringan. Saat ini kantor itu digunakan untuk keperluan darurat. Kantor Dinas Pariwisata di Kodya Yogyakarta juga mengalami kerusakan sedang, tetapi tetap beroperasi. Dari 4 kantor pariwisata Yogyakarta hanya satu kantor yang terdapat di Bandara yang rusak sedikit. Yang rusak parah adalah Balai Kota dan Taman Budaya. Di Klaten hanya Dinas Pariwisata di kota Klaten yang tidak rusak, tiga badan lainnya (satu di antaranya bersifat nasional: BP3) rusak. Kerugian lembaga- lembaga umum ini tidak dapat dihitung, karena mereka pun tidak memiliki penghasilan. 38Kerusakan hotel-hotel berbintang diperhitungkan menurut rata-rata biaya rekonstruksi/kamar untuk berbagai kategori hotel berbintang. Kerugiannya dihitung berdasarkan kamar yang sekarang tersedia, tarif kamar rata-rata ­ berdasarkan tingkat hunian 52%. Tingkat hunian tidak dibuat lebih rendah daripada situasi sebelum bencana. Pada saat ini hotel penuh dengan pekerja pemberi bantuan dll. Kemudian akan ada tahap rekonstruksi yang juga menjanjikan adanya lebih banyak orang yang menginap. Diperkirakan bahwa jumlah wisatawan domestik tidak akan menurun, karena akan ada kegiatan-kegiatan rutin (Ramadhan, Hari Raya, musim Haji, Natal, dll .). 62 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian LANGKAH SELANJUTNYA Dengan banyaknya kerugian manusia, sosial, dan fisik, sektor-sektor produktif di beberapa sentra ekonomi yang paling hidup di Indonesia telah terkena dampak gempa bumi. Karena banyaknya industri rumahan, ratusan ribu rumah tangga kehilangan tempat tinggal mereka dan sumber penghasilan mereka. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi seharusnya bisa membantu penduduk yang terkena dampak untuk segera membangun kembali kehidupan mereka. Prinsip-Prinsip Kunci untuk Memulihkan Mata Pencaharian yang Hilang melalui Kebangkitan Sektor Produktif · Menanam modal untuk memperbaiki kerusakan fisik ­ hal ini tidak hanya akan segera menghasilkan uang tunai bagi orang-orang yang terkena dampak untuk bertahan hidup, tetapi juga mengurangi secara signifikan kerugian penghasilan yang diantisipasi di masa depan. Dengan sekitar setengah dari total dampak berbentuk kerugian yang diantisipasi di masa depan, opportunity cost karena tidak cepat tanggap sangat tinggi. · Gunakan partisipasi masyarakat seluas mungkin Kerahkan dukungan finansial dalam dosis kecil untuk memulihkan kegiatan ekonomi ­ bertentangan dengan pandangan umum, sejumlah orang yang terkena bencana ingin sekali mendapat kredit dari bank dan lembaga lain. Pada waktu yang sama, kebijakan publik memegang peran yang penting untuk melakukan apa pun yang pemerintah dapat tawarkan dalam bentuk dukungan . Belajar dari kerawanan terhadap bencana dan persiapkan rencana jika ada bencana berikutnya. Khususnya, lihatlah apa yang bisa ditawarkan pasar untuk melindungi perusahaan dari bencana yang tidak terduga di masa depan. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 63 Lintas Sektor Analisis lintas sektor meliputi subsektor pemerintahan/administrasi publik, lingkungan hidup, dan perbankan serta keuangan. Perkiraan kerusakan dan kerugian sudah mencakup bangunan dan peralatan pemerintah, maupun bangunan serta peralatan lembaga perbankan dan keuangan. Di sektor lingkungan, kerugian terjadi pada: a) manajemen limbah; b) rekonstruksi; c) prasarana lingkungan, dan d) efeknya pada ekosistem dan pelayananan lingkungan. Bila digabungkan, kerusakan dan kerugian ketiga sektor ini hanya sekitar 1% dari seluruh kerusakan dan kerugian akibat bencana. Tidak ada satu pun dari sektor-sektor ini yang terkena dampak gempa secara signifikan. Sebagian besar pelayanan pemerintah dan perbankan dapat pulih dengan cepat. Ekosistem alami atau manajemen lingkungan pemerintah daerah tidak terkena dampak yang parah. Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor Dampak Bencana (Miliar Rp) Kepemilikan Kerusakan Kerugian Total Swasta Negeri Pemerintah 137,0 0 137,4 0 137,4 Keuangan 48,0 0 48,0 48,0 0 Lingkungan 0 109,6 109,6 0 109,6 Kerusakan/Kerugian Lintas Sektoral 185,0 109,6 294,6 48,0 246,6 % Total Kerusakan dan Kerugian 0.8 1.7 1.0 0.2 9 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Walaupun tidak ada efek yang luas terhadap sruktur fisik, kerugian di kemudian hari bisa signifikan jika tidak ada tindakan yang segera diambil, khususnya di sektor perbankan dan keuangan. Sementara kerusakan saat ini pada sektor tersebut relatif ringan, potensi kerugian di masa depan bisa mencapai Rp 2 triliun, karena diperkirakan sampai 58.000 peminjam saat ini mungkin tidak dapat mengembalikan pinjaman mereka. Untuk meminimalisasi kerugian di masa depan, pemulihan sektor keuangan harus didukung dan pinjaman harus bisa dikembalikan sesegera mungkin. Kebijakan- kebijakan memprioritaskan penyelesaian nyata terhadap masalah-masalah ini sangatlah dibutuhkan, melalui restrukturisasi pinjaman yang belum dibayar, skema jaminan kredit yang memungkinkan UKM peminjam yang potensial untuk mengakses pinjaman tanpa jaminan, 64 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian dan skema peminjaman yang potensial dan tepat sasaran. Semua tindakan ini memungkinkan pemulihan perekonomian yang lebih cepat. Pada sektor lingkungan hidup, langkah-langkah kunci yang diambil sekarang dapat mengurangi kemungkinan kerugian di masa depan. Khususnya, perlu dilakukan penilaian yang cermat terhadap rencana pembuangan puing, manajemen limbah berbahaya, dan mengembangkan rencana kerja, serta merancang dan menetapkan standar bangunan tahan gempa untuk bangunan baru berlantai satu serta menyesuaikan kembali bangunan yang rusak. LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Dampak gempa terhadap lingkungan secara garis besar bisa dibagi dalam empat bidang: a) manajemen limbah; b) dampak rekonstruksi; c) prasarana lingkungan; dan d) efek terhadap ekosisten/pelayanan lingkungan. Tidak ada kerusakan yang signifikan pada ekosistem alami (hutan, terumbu karang, pohon bakau, dll.), demikian juga dengan kapasitas manajemen lingkungan pemerintah daerah.. Kondisi Sebelum Bencana Manajemen limbah terbatas. Di provinsi DIY, pengumpulan sampah hanya dilakukan di perkotaan dan pasar. Sebagian besar sampah yang dikumpulkan di daerah bencana dibawa ke tempat pembuangan sampah di Sitimulyo dekat Piyungan, kabupaten Bantul. Satu tempat pembuangan yang tidak diawasi di dekat Godean, kabupaten Sleman, digunakan untuk limbah nonkimiawi seperti puing bangunan. Di kabupaten Klaten, provinsi Jawa Tengah, sampah dikumpulkan dari kota Klaten dan pasar-pasar besar dan kemudian diangkut ke satu di antara dua tempat pembuangan terbuka yang kecil (sekitar 1 hektar). Di pedesaan kedua provinsi ini, tidak ada pengumpulan atau pembuangan sampah yang dikelola pemerintah. Penduduk desa umumnya membakar, mengubur dan/atau membuang sampah ke sungai yang dekat dengan komunitas mereka. Diperlukan adanya data tambahan mengenai sistem pembuangan sampah industri dan medis di daerah yang terkena dampak gempa. Penerapan Manajamen bahaya buruk. Walaupun sudah ada semacam pembagian zona lingkungan, pembangunan rumah tetap diizinkan di sepanjang jalur patahan gempa dan daerah lain yang berisiko tinggi seperti di lereng Gunung Merapi. Lemahnya penerapan standar pembuatan rumah mengakibatkan rendahnya mutu pembangunan rumah. Bahaya lain adalah retaknya Bendungan Sermo (seluas 157 hektar dengan kapasitas untuk menahan 25 juta m3 air) dan reaktor penelitian nuklir di daerah bencana. Lingkungan yang terpenting adalah sumber daya air. Di daerah bencana tidak ada hutan, pesisir yang rawan atau ekosistem lain yang bernilai signifikan. Taman Nasional Gunung Merapi adalah kawasan lindung terdekat dengan daerah bencana. Pelayanan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 65 lingkungan yang terpenting di daerah bencana adalah sumber daya air. Banyak simpanan air pada lapisan kars terletak di selatan Yogyakarta dan di sebagian besar daerah Gunung Kidul. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Bencana menyebabkan kerusakan aset lingkungan dan kerugian pelayanan lingkungan. Dalam hal ini, diperkirakan tidak ada kerusakan aset; namun, kerugiannya diuraikan di bawah ini. Komponen terpenting dalam kerugian yang terkait dengan lingkungan adalah pengelolaan puing. Menurut perkiraan kasar, antara 30-60% puing dari setiap rumah dapat langsung digunakan kembali untuk rekonstruksi. Walaupun banyak penduduk desa melaporkan bahwa mereka akan memanfaatkan puing-puing, volume sampah yang perlu dibuang ke luar desa bisa mencapai 2,25 juta m3. Pemerintah tidak mengantisipasi akan adanya masalah untuk menemukan tempat pembuangan atau dampak seriusnya terhadap daya tampung tempat pembuangan kota. Biaya pembuangan puing menurut perkiraan kasar adalah Rp 110 miliar untuk satu tahun. Pemerintah berasumsi bahwa biaya tenaga kerja, yang terkait dengan pembersihan puing dari lingkungan setiap rumah, bisa diambil dari bantuan Rp 30 juta yang akan diberikan kepada setiap keluarga untuk rekonstruksi. Menurut perkiraan, lima pekerja (Rp 20.000/hari) dapat membersihkan rumah yang runtuh dalam waktu dua minggu (Rp 1.200.000 per rumah) atau Rp 230 miliar jika semua rumah yang hancur dan rusak parah dibersihkan dengan cara tersebut. Dirobohkannya bangunan-bangunan pemerintah yang rusak akan menyebabkan kerugian lain yang perlu diperhitungkan setelah penilaian struktural dirampungkan. Ada beberapa ancaman yang bisa timbul dari limbah berbahaya di lokasi industri dan medis. Laporan media menunjukkan bahwa 23 fasilitas industri mengalami kerusakan yang berkisar antara 25 hingga 100%. Dilaporkan bahwa dampaknya meliputi polusi yang terlokalisasi dari kerusakan tiga pabrik tekstil, kebocoran sisa penyamakan kulit di Klaten (dilaporkan oleh UNIDO) dan kebocoran minyak dari drum-drum penyimpanan di PT Samitex Sewan (dilaporkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup). Satu-satunya kerusakan pada lokasi pembuangan limbah adalah retakan di kolam penanganan air limbah di tempat pembuangan sampah Sitimulyo (terletak dekat Piyungan di Bantul) yang dapat mencemarkan sungai di dekatnya. Adanya lebih dari 36.000 prosedur medis tambahan yang dilakukan untuk merawat korban yang cedera, sampah medis yang terkumpul sangat banyak; masih belum jelas apakah sampah ini sudah dibuang dengan benar. Dampak kumulatif masalah- masalah ini dapat mencakup efek kesehatan manusia (dengan biaya medis dan biaya produktivitas yang terkait) dan kerusakan ekosistem. Dampak lingkungan karena kebutuhan akan bahan bahan bangunan untuk rekonstruksi adalah kerugian lingkungan yang utama. Pembangunan kembali dan perbaikan rumah dan bangunan lainnya dalam skala yang besar membutuhkan banyak sumber daya alami, misalnya kayu, bambu, lempung, dan pasir. Pengambilan lebih banyak sumber-sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan hidup. 66 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Kerugian besar yang kedua adalah menurunnya fungsi pelayanan lingkungan hidup, khususnya air tanah. Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) di Yogyakarta melaporkan peningkatan gejolak air tanah di sumur-sumur tertentu dan sistem pipa air ledeng. Struktur air tanah juga tampaknya terkena dampak gempa bumi dan gempa- gempa susulan; hal ini terlihat dari adanya laporan bahwa sejumlah sumur mengering. Hal ini khususnya bisa terjadi di daerah-daerah kars dan gua, dimana perubahan aliran air bawah tanah bisa mempengaruhi sumur dan sumber air. Kerugian besar yang ketiga adalah biaya tambahan untuk penilaian lingkungan yang dibutuhkan oleh proses rekonstruksi. Rekonstruksi akan memberikan tambahan permintaan akan kapasitas kelembagaan daerah dalam bidang manajemen lingkungan. Biaya administratif yang lebih besar akan timbul untuk menilai dampak lingkungan karena adanya investasi baru, penegakan standar-standar lingkungan hidup dan pengawasan tindakan- tindakan perbaikan. Yang terakhir, kerugian lain adalah rawan tanah longsor yang disebabkan oleh gempa bumi. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan paling sedikit ada enam tempat baru yang rawan, yang mengalami beberapa kali tanah longsor setelah gempa utama. Tanah longsor ini dapat dan telah menyebabkan kerusakan yang semakin parah pada jalan, rumah, dan prasarana karena gerakan tanah, banjir, dan tumbukan bebatuan. Tidak adanya kerugian terhadap manajemen sampah dan pembuangan puing telah diantisipasi, kecuali volume sampah yang harus dibuang meningkatkan kebutuhan akan perlunya tambahan kapasitas pembuangan sampah atau lahan yang digunakan untuk tempat pembuangan puing adalah lahan produktif. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 67 Masalah Utama Masalah-masalah utama yang terkait dengan manajemen puing dan sampah antara lain ialah: a) diteruskannya pelayanan pengangkutan sampah di Bantul, yang terhenti karena gempa bumi; b) dampak potensial terhadap sanitasi di desa-desa karena bertambahnya permintaan akan pembuangan sampah setelah mendapatkan bantuan; c) keamanan penduduk desa dan pekerja-pekerja yang terlibat dalam pekerjaan pembongkaran; d) dampak potensial terhadap lingkungan karena pembuangan puing di tempat pembuangan sampah darurat yang tidak layak; dan e) risiko-risiko yang bisa terjadi karena limbah yang berbahaya (misalnya: semakin banyaknya volume limbah medis dari fasilitas-fasilitas perawatan yang sudah ada maupun yang baru dan dari industri-industri yang memiliki sarana pengolahan limbah yang rusak). Untuk rekonstruksi, masalah yang tercakup: a) memaksimumkan pemulihan sumber daya untuk membangun kembali guna menurunkan biaya dan menurunkan dampak terhadap lingkungan; b) memastikan bahwa standar bangunan yang tahan bencana dikembangkan dan ditegakkan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi; dan c) menerapkan prinsip-prinsip perancangan yang ramah lingkungan selama rekonstruksi (misalnya: untuk perencanaan ruang, konstruksi bangunan, penyediaan energi, air, dan sanitasi). Rekomendasi Awal Rekomendasi awal untuk dimensi lingkungan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup: Penilaian yang lebih mendalam terhadap daerah-daerah kunci yang terkena dampak terbesar. Untuk puing, ini mencakup: memperbarui perkiraan puing yang harus dibuang, evaluasi lingkungan terhadap puing di tempat-tempat pembuangan di setiap kecamatan, perlu dipercepatnya perencanaan fasilitas baru dan penilaian opsi untuk daur ulang/pemrosesan puing gempa bumi lebih lanjut dan menerapkan program- program untuk meminimumkan sampah yang harus dibuang. Melakukan penilaian terhadap manajemen limbah berbahaya dan mengembangkan rencana kerja untuk manajemen limbah secara lebih umum. Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman pembangunan kembali yang "hijau" demi proses rekonstruksi yang meminimalisasi dampak lingkungan minimal dan penggunaan sumber daya alami yang langka. Pedoman-pedoman ini dikembangkan oleh WWF untuk proses pemulihan di Aceh dan Nias. Merancang dan menegakkan standar bangunan tahan gempa untuk tempat tinggal baru berlantai satu serta untuk memperbaiki struktur-struktur yang rusak. Mempertimbangkan mekanisme untuk fasilitasi penggunaan bahan-bahan bangunan yang terbarukan, seperti konsep yang diajukan oleh GTZ di Aceh untuk menyediakan fasilitas yang mendistribusikan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan beserta peralatan, sarana transportasi dan bantuan teknis mengenai konstruksi tahan gempa. Menilai dampak gempa bumi terhadap pelayanan lingkungan hidup, khususnya sistem air tanah. 68 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Mengembangkan dan mengimplementasikan rencana dan sistem kesiapan menghadapi bencana bagi kawasan yang berisiko. ADMINISTRASI PUBLIK Ikhtisar Total kerusakan dan kerugian terhadap struktur kepemerintahan dan administrasi publik di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 137,0 miliar. Angka ini berdasarkan atas pengamatan awal di 10 kabupaten dan mencerminkan perkiraan kerusakan dan kerugian pada bangunan, peralatan, personel, dan arsip masyarakat. Tantangan yang langsung dihadapi adalah cara untuk memulihkan fungsi-fungsi dasar administrasi publik, memperkuat kapasitas pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kecamatan) untuk menangani erupsi gunung berapi yang bisa terjadi dan untuk mengorganisasi bantuan kemanusiaan dan kegiatan rekonstruksi. Kondisi Sebelum Bencana Struktur-struktur administrasi publik di Yogyakarta dan Jawa Tengah relatif baik. Masalah-masalah utamanya antara lain ialah tantangan-tantangan nasional seperti korupsi, kurangnya kapasitas kelembagaan, pemberian pelayanan publik yang tidak efisien, kurangnya sumber daya finansial, dan hubungan yang tidak jelas antara unit administratif regional dan unit administratif pusat. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Setelah bencana pada tanggal 27 Mei 2006, total kerusakan terhadap bangunan diperkirakan berjumlah Rp 128,7 miliar, nilai kerusakan di kabupaten Klaten adalah 60% nilai kerusakan total tersebut. Nilai penggantian peralatan yang hilang diperkirakan mencapai Rp 6,4 miliar. Kerusakan tambahan, berjumlah Rp 1,9 miliar, mencakup biaya penggantian arsip masyarakat yang rusak dan biaya yang terkait dengan kematian atau cederanya personel. Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik Dampak, Miliar Rp Kepemilikan, Miliar Rp Kerusakan Kerugian Total Swasta Negeri Bangunan 128,7 128,7 128,7 Peralatan 6,4 6,4 6,4 Personel 0,1 0,1 0,1 Arsip Masyarakat 1,7 1,7 1,7 Total 137,0 0,0 137,0 0,0 137,0 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 69 Prasarana yang rusak dan keterlibatan langsung staf dalam upaya bantuan kemanusiaan mempengaruhi berjalannya administrasi publik di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Akan tetapi, hukum dan ketertiban dapat dipulihkan dengan cepat. Kehadiran polisi terlihat di lapangan dan hirarki komando pulih secara bertahap. Pelayanan penyidikan, penuntutan dan pengadilan dihentikan untuk sementara hingga jangka waktu yang bervariasi, tergantung pada tingkat kerusakan prasarana tersebut. Kelompok masyarakat terum menderita dari buruknya akses ke pejabat kabupaten dan kecamatan (untuk melakukan penilaian kebutuhan dan kerusakan atau memperoleh informasi tentang status intervensi pemerintah untuk pemulihan dan rehabilitasi). LSM-LSM dan kelompok-kelompok amal menyediakan bantuan kemanusiaan dan informasi dasar. Pelayanan utama pemerintah seperti penyediaan air, saluran air, dan listrik tetap berfungsi meski ada masalah-masalah di pusat daerah bencana. Rekomendasi Awal Berdasarkan penilaian awal dan parsial ini, rekomendasi yang dapat diberikan: Memulihkan fungsi-fungsi ketertiban dan keamanan masyarakat kembali ke kondisi pra-gempa. merampungkan penghitungan yang cermat mengenai kerusakan dan perkiraan biaya "saat itu". Merancang rencana darurat yang efektif untuk menghadapi kemungkinan letusan gunung berapi (hindari kekeliruan seperti di Aceh dan setelah gempa bumi). Melanjutkan fungsi-fungsi inti kepemerintahan di bangunan-bangunan yang bisa digunakan. Mengorganisasi pengumpulan dokumen-dokumen penting pemerintah yang masih belum tersimpan dengan baik. Memastikan bahwa skema pemberian kompensasi oleh pemerintah dipahami dengan baik. Membuat mekanisme yang transparan untuk mengelola dana yang terkait dengan bantuan kemanusiaan. Mengkoordinasi upaya bantuan kemanusiaan dari donor-donor besar dan fasilitasi pengalokasian dana-dana tersebut di berbagai jenjang kepemerintahan. 70 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian SEKTOR KEUANGAN Ikhtisar Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Yogyakarta dan Jawa Tengah telah terkena dampak yang parah tetapi bencana ini kemungkinan besar tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan di tingkat nasional. Hampir setengah pinjaman BPD Yogyakarta ­ atau sekitar Rp465 miliar ­ bisa tidak tertagih dan rasio kecukupan modal (CAR) BPD bisa berkurang hingga minus 115%. Enam puluh dari 65 BPR provinsi DIY telah melaporkan kerugian dari pinjaman dan memerlukan dukungan likuiditas, yang habis untuk pembayaran kembali pinjaman dan upaya para deposan menarik dana mereka. Pasar kredit berperan penting dalam proses rehabilitasi dan restrukturisasi. Bank- bank hendaknya mengulurkan dukungan untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi di daerah bencana. Bank Indonesia (BI), pemerintah, dan bank-bank harus berupaya memenuhi kebutuhan yang timbul tanpa harus menghapus regulasi dan operasi perbankan yang tepat. Kerusakan yang diderita oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) akan mempengaruhi kebangkitan perusahaan tetapi kecil peran absolutnya. Peranan LKNB di daerah bencana kecil. Aset gabungan modal ventura, pegadaian, dan koperasi adalah Rp2,3 triliun, atau sekitar 16% aset sistem keuangan regional. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 71 Kondisi Sebelum Bencana Aset total sektor perbankan di Yogyakarta pada akhir bulan Maret 2006 mencapai Rp 13,6 triliun, atau sekitar 1% total aset sistem perbankan nasional. Di Provinsi DIY, 25 bank komersial, termasuk 20 bank swasta telah menyelenggarakan operasi perbankan melalui 41 cabang dan 100 cabang pembantu. Selain itu, 65 BPR memiliki peran penting di beberapa kabupaten yang terkena dampak bencana dengan memberikan dukungan kredit mikro. Pada akhir bulan Maret 2006, data BI menunjukkan bahwa pinjaman bank komersial dan bank desa yang beroperasi di provinsi DIY Yogyakarta masing-masing adalah Rp5,9 triliun dan Rp0,8 triliun, atau 1% total pinjaman sektor perbankan Indonesia. Dari jumlah ini, pinjaman mikro, kecil, dan menengah (masing-masing kurang dari Rp 500 juta) adalah sebanyak Rp5,2 triliun atau 80%, menunjukkan kemungkinan adanya jumlah rekening pinjaman yang banyak. Daerah yang terkena dampak terparah adalah Bantul, dengan pinjaman Rp0,6 triliun, sekitar 8,6% dari kredit sistem perbankan di daerah Yogyakarta. Di kabupaten Klaten (Jawa Tengah), jumlah pinjaman adalah Rp800 miliar, yang disalurkan melalui 22 bank komersial. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Total kerusakan dan kerugian yang diderita oleh bank-bank dan LKNB diperkirakan sebesar Rp1.998 miliar.39 39 Untuk menghindari pencatatan ganda, jumlah total kerugian sektor perbankan dan keuangan tidak akan disertakan dalam jumlah total kerugian daerah bencana. 72 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah (dalam Miliar Rp) Provinsi Total Yogyakarta Klaten Perbankan 1.250 316 1.566 Prasarana (bangunan, dll.) 37 10 47 Kerugian Pinjaman 1.213 306 1.519 LKNB 196 41 237 Prasarana (bangunan, dll.) 6 3 9 Kerugian Pinjaman/Aset 190 38 228 Sektor Asuransi Kerugian 147 48 195 Dampak Total 1.593 405 1.998 Kerusakan 48 Kerugian 1.958 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Dalam waktu tiga hari setelah bencana, kegiatan perbankan telah kembali normal. Sebuah cabang Bank BTN (bank perumahan rakyat yang dimiliki negara) kembali beroperasi setelah satu minggu, dan beberapa bank melaporkan sebagian kecil ATMnya masih belum berfungsi karena padamnya listrik. Bencana ini akan menurunkan kesanggupan para debitor untuk mengembalikan utang, dan karena itu akan berdampak buruk pada tingkat non-performing loans (NPL) bank. BI memperkirakan kerugian potensial bisa mencapai Rp 1,2 triliun atau 18% total pinjaman di Yogyakarta dan Rp 300 miliar atau 30% pinjaman di Klaten karena 58.500 peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman Perkiraan kerugian potensial pinjaman mereka. NPL di Yogyakarta akan meningkat bisa memburuk jika sektor riil daerah dari 2% menjadi 6%. Namun, karena jumlah bencana tidak pulih dan jika lembaga pinjaman ini tergolong kecil dalam portfolio keuangan terus mendapat kesulitan pinjaman nasional, dampak bencana ini untuk mendapat pembayaran pinjaman terhadap kinerja sektor perbankan secara dari perusahaan yang terkenan bencana keseluruhan dan bank-bank nasional dan debitor lain. Satu faktor yang diperkirakan minimal. Selain itu, bank-bank penting adalah tanggapan perusahaan yang terkena dampak tampaknya telah asuransi terhadap klaim asuransi membuat pengaturan dalam neraca mereka sejumlah kecil perusahaan: kebanyakan untuk mengantisipasi kerugian pinjaman. penjamin kemungkinan besar akan menggolongkan gempa bumi sebagai Beberapa bank lokal akan menderita, force majeure dan mungkin akan khususnya bank yang dimiliki daerah dan menolak mengganti kerugian. beroperasi di daerah seperti BPD dan BPR. Kerugian potensial terbesar akan dipikul oleh BPD, yang menurut estimasi menunjukkan akan ada Rp 464 miliar NPL baru. Bank BRI telah memperkirakan jumlah potensial kerugian pinjaman adalah sebesar Rp 175 miliar. Di antara bank-bank komersial swasta, Bank Bukopin melaporkan kerugian potensial yang terbesar, sekitar Rp127 miliar. Selain itu, 60 di antara 65 BPR telah melaporkan peningkatan gabungan dalam NPL sebesar Rp133 miliar, atau 16% portfolio pinjaman total mereka. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 73 Prasarana perbankan mengalami kerusakan yang terbatas. Informasi mengenai nasabah tidak hilang.40 Beberapa kantor cabang, ATM, alat telekomunikasi, dan peralatan lain telah rusak, tetapi kebanyakan bank telah memulihkan prasarana penting mereka. Beberapa bank melaporkan kerusakan fasilitas mereka, termasuk: Bank BRI 3 cabang di Yogyakarta, 2 cabang di Klaten, dan 30 unit pembiayaan mikro BRI di seluruh daerah itu), Bank Mandiri (4 dari 73 ATM), BPR (7 rusak total dan 53 rusak ringan hingga sedang), dan Bank BPD Yogyakarta (9 cabang pembantu dan beberapa kantor kas hancur). Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian LKNB di Yogyakarta # kena Potensi Kerugian Volume Bisnis % dampak Pra-Bencana kerugian Modal Ventura: Sarana Jogya 55 debitor Rp10,3 miliar kerugian Rp255 miliar 5 Ventura (Swasta) pinjaman Pegadaian a. 16 cabang Perum Pegadaian di 559 debitor Rp2,38 miliar kerugian Rp650 miliar 0,3 Yogyakarta dan 5 kantor pinjaman dan kerusakan bangunan senilai Rp550 miliar b. 6 cabang Perum Pegadaian di 393 debitor Rp2 miliar kerugian Rp65 miliar 3 Klaten dan 4 kantor pinjaman dan kerusakan gedung senilai Rp1,2 miliar 1.968 Koperasi Primer yang mapan 58.700 Rp14 miliar kerugian Rp710 miliar 7 dengan 580.486 anggota yang anggota dan dana dan kantor yang terdaftar 100 kantor rusak senilai Rp 4,3 miliar 1.785 unit keuangan mikro yang N.A. Diperkirakan 10% N.A. terdaftar di Yogyakarta, yang terdiri PDBR keuangan di dari: Yogyakarta atau a. 75 LDKP; sekitar Rp 160 miliar b. 42 BMT; c. 1.630 BKD; d. 38 persatuan kredir Perusahaan Leasing & Pembiayaan: 1. Astra Credit Company (Mobil) 1.099 Rp592 juta Rp189 miliar 0,04 dari 3.429 klien 2. FIF (Sepeda Motor) 1.769 Rp412 juta Rp129 miliar 0,3 dari 21.182 klien 3. Kredit Plus (pembiayaan pribadi) 112 Rp312 juta Rp3,2 miliar 10 dari 1.496 klien Ikhtisar Rp190 miliar kerugian & Rp6 miliar nilai kerusakan gedung dan fasilitas. Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan 40Tidak seperti daerah yang terkena Tsunami. 74 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Perkiraan dampak gabungan Seluruh kerusakan prasarana dan fasilitas terhadap sektor perbankan perbankan dapat mencapai Rp 37 miliar. Estimasi adalah sekitar Rp 1.566 miliar. awal dari bank-bank yang terkena dampak (BPD, Bank Mandiri dan Bank BRI) menunjukkan bahwa nilai total kerusakan fisik dapat mencapai Rp15 miliar. BPD melaporkan Rp5 miliar, Bank Mandiri Rp2 miliar, dan Bank BRI 7,5 miliar. Sepuluh cabang bank komersial lainnya telah melaporkan adanya kerusakan. Estimasi awal kerusakan dan kerugian di Sektor Keuangan Non-Bank adalah sejumlah Rp 190 miliar.41 Ini khususnya terdiri dari kerugian pinjaman mikro 1.785 lembaga keuangan mikro yang terdaftar di Yogyakarta. LKNB lainnya telah melaporkan potensi kerugian sebesar Rp50 miliar yang terdiri dari Rp45 miliar nilai kerugian usaha (pinjaman) dan Rp6 miliar nilai kerusakan kantor dan fasilitas bangunan. Kerugian asuransi bisa bertambah menjadi sekitar Rp 195 miliar, tetapi bertambah seiring dengan semakin banyak klaim yang diketahui. Berdasarkan estimasi awal yang tersedia, jumlah paparan asuransi non-asuransi jiwa di daerah bencana diperkirakan Rp 4,2 triliun. Dari jumlah tersebut, 25% dijamin lagi oleh P.T. Maipark, dan diperkirakan bahwa 10% tercatat di pembukuan perusahaan asuransi itu, dan sisanya dijamin lagi di luar negeri. Diperkirakan, PT. Mairpark menderita kerugian sekitar 10%. Rekomendasi Awal Langkah Selanjutnya, Penyaluran Keuangan dan Pengerahan Sumber Saya (Financial Intermediation and Resource Mobilization/FIRM) penting untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegagalan atau penundaan disisi sistem finansial sebagai penyalur yang efektif yang dapat berperan untuk kebangkitan ekonomi bisa meningkatkan kerugian secara signifikan. Pada waktu yang sama, pasar kredit hendaknya tidak terdistorsi, yang disebabkan oleh kurangnya semangat untuk mengejar NPL atau dengan memicu moral hazard sebelum waktunya. Pemerintah bisa mempertimbangkan berbagai skema yang berkisar dari sekadar menjadi penengah sampai menyediakan program pinjaman baru dengan unsur-unsur subsidi demi menjaga agar biaya penyaluran keuangan tetap rendah. Rekomendasi yang spesifik meliputi: Mendukung pemulihan sektor riil dan penyelesaian masalah NPL: NPL potensial hendaknya diperlakukan sebagai masalah komersial, dan perlu dicari solusi yang realistis untuk menghindari moral hazard, tanpa memperparah kendala yang dihadapi sektor swasta. Menerapkan kebijakan dan regulasi yang akomodatif: Regulasi mengenai NPL bisa diperlunak, agar pinjaman-pinjaman bisa direstrukturisasi dan memungkinkan para peminjam dan bank-bank bernapas lega dalam proses pemulihan. Dukungan tidak langsung melalui penggantian jaminan: Penggantian jaminan atau skema jaminan kredit bisa meringankan kendala pasar kredit yang dihadapi oleh 41Walaupun datanya terbatas dan tidak konsisten. Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 75 UKM yang tidak dapat menyediakan jaminan, dan pada waktu yang sama, memungkinkan bank berfungsi dengan cara yang bijak. Memperkuat lembaga keuangan non-bank: Lembaga modal ventura lokal, perusahaan leasing, dan lembaga keuangan mikro lainnya perlu diperkuat dan didukung agar mereka bisa memenuhi kesenjangan pendanaan. 76 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 77 corbis/Mast Irham Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 78 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Bab ini membahas dampak gempa bumi yang luas terhadap mata pencaharian masyarakat di sekitar daerah Yogyakarta. Bab ini menganalisis dampak gempa bumi terhadap perekonomian daerah, keuangan pemerintah daerah, dan lapangan kerja, demikian juga akibatnya bagi kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak langsung gempa bumi. DAMPAK TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN Dari sudut pandang nasional, kerugian kegiatan ekonomi di daerah terkena dampak mungkin hanya memiliki efek yang kecil. Sebelum gempa bumi ke-11 kabupaten/kota yang terkena dampak menyumbangkan sekitar 2.2% kepada PDB nasional dan, dari semuanya lima mengalami kerusakan dan kerugian yang rendah. Dua kabupaten yang terkena dampak paling parah adalah kabupaten Bantul dan Klaten, menyumbang sekitar 0.4% dari PDB nasional. Dampak utama terhadap perekonomian nasional kemungkinan berasal dari biaya upaya rekonstruksi dan implikasinya terhadap keuangan Pemerintah pusat. Perkiraan kerugian nilai tambah di daerah terkena dampak sebesar 5.6% dari keseluruhan PDRB mereka. Dengan angka pertumbuhan yang diramalkan sebesar 5.5%, pertumbuhan perekonomian netto di daerah terkena dampak diharapkan turun sekitar 1.3% pada tahun 2006 dan 4.2% pada tahun 2007 (perubahan relatif dengan proyeksi PDRB sebelum gempa sebesar -4.2% untuk tahun 2006 dan -1.3% untuk tahun 2007). Berdasarkan perkiraan laporan kerugian ekonomi, PDRB yang diperkirakan untuk tahun fiskal 2006 di daerah tersebut (Rp 51 triliun) diperkirakan turun menjadi Rp 2.1 triliun. Hal ini tidak signifikan pada tingkat nasional (penurunan yang diperkirakan adalah 0.1% dari PDB). Seandainya pemulihan berjalan normal maka diperkirakan 75% kerugian total nilai tambah akan berdampak pada tahun 2006 (kira-kira 4% dari PDRB) sementara sisa 25% akan diserap pada tahun 2007 (kira-kira 1% dari PDRB)42 (Tabel 30). Kinerja sektor produktif yang terkena dampak paling parah meliputi industri manufaktur, energi, air dan sanitasi, serta jasa. Diperkirakan masing-masing turun 20%, 5%, dan 2% (tabel 31). Sektor-sektor lain berjalan lebih baik dengan perkiraan penurunan kurang dari satu persen untuk dua tahun ke depan. Perekonomian kabupaten Bantul diperkirakan terkena dampak gempa bumi yang paling parah diikuti oleh Klaten dan Kulon Progo. (PDRB diperkirakan turun masing- masing 23%, 9% dan 7% pada tahun 2006 dibandingkan dengan proyeksi sebelum gempa 42Estimasi kerugian nilai tambah berdasarkan estimasi kerugian ekonomi (seperti dilaporkan oleh masing- masing sektor terpisah) disusun berdasarkan faktor nilai tambah sektor khusus yang dihitung dari sebuah matriks input-output (data terakhir tahun 2000). Kerugian ekonomi dalam sektor jasa dimasukkan dengan memasukkan bagian sektor ini di PDRB daerah yamg terkena dampak ke dalam perkiraan kerugian sektor perumahan. Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 79 bumi).43 Penurunan PDRB di seluruh Yogyakarta tahun 2006 diperkirakan sekitar 6.7%, sedangkan dampak di Jawa Tengah hanya 0.24% (Tabel 32). Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP Nominal Kawasan Terkena Dampak Pra and Pasca Bencana menurut Sektor (Miliar Rp) 2006 2007 Proyeksi PDRB * Proyeksi PDRB Proyeksi Proyeksi dikurangi kerugian PDRB * PDRB dikurangi kerugian Pertanian 12,556 12,369 13,246 13,184 Konstruksi 3,242 3,242 3,420 3,420 Listrik, Gas & Persediaan Air 608 575 642 631 Jasa Keuangan 3,636 3,636 3,836 3,836 Manufaktur & Jasa 8,520 6,826 8,989 8,424 Jasa-jasa 8,197 8,038 8,648 8,595 Perdagangan, Restoran & Hotel 10,199 10,125 10,760 10,735 Transportasi & Komunikasi 3,729 3,729 3,934 3,934 Total 51,200 49,055 54,016 53,301 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan. * Proyeksi GRDP untuk tahun 2006 dan 2007 didasarkan atas perkiraan-perkiraan pertumbuhan nasional sebesar 5,5 persen. Tabel 31: Dampak Potensial Ekonomi terhadap Kawasan Terkena Dampak per Sektor Produksi (Miliar Rp) Sektor-sektor yang terkena Bagian Kerugian Perkiraan Koefisien Penurunan Penurunan dampak Sektor Ekonomi Kerugian Input- Persen TA Persen TA atas dalam Output 2006 2007 Seluruh Nilai % PDRB Tambah Pertanian 15.8 640 2489 0.39 -1.5 -0.5 Listrik, Gas & Persediaan Air 1.5 154 44 0.28 -5.4 -1.7 Manufaktur 26.3 3,899 2,258 0.58 -19.9 -6.3 Jasa-jasa 9.3 298 212 0.71 -1.9 -0.61 Perdagangan, Restoran & Hotel 17.7 138 98 0.71 -0.7 -0.23 Transportasi & Komunikasi 6.2 0.2 0.1 0.55 0.00 0.00 Total 5,128.3 2,861.80 -- -4.2 -1.3 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan. 43 Pertumbuhan ekonomi netto relatif pada tahun 2005 di Bantul, Klaten and Kulon Progo, dengan asumsi angka pertumbuhan sebesar 5.5% ( masing-masing-17.7%, -3.5%, -1.5% ). Lihat Tabel tambahan untuk rincian mengenai metodologi yang digunakan untuk menghitung penyebaran kerugian di seluruh kabupaten. 80 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 (Miliar Rp) Kerugian 2006 2007 Ekonomi PDRB yang Proyeksi % PDRB Proyeksi % (2006 & Diproyeksikan PDRB Perubahan yang PDRB Perubahan 2007) dikurangi Diproyek dikurangi kerugian sikan kerugian Bantul 1,439 4,652 3,572 -23.2 4,912 4,552 -7.3 Gunung Kidul 97 3,766 3,693 -1.9 3,977 3,953 -0.6 Kulon Progo 179 2,047 1,913 -6.5 2,162 2,117 -2.1 Sleman 340 7,404 7,149 -3.4 7,819 7,733 -1.1 Yogyakarta 122 6,552 6,461 -1.4 6,919 6,889 -0.4 Provinsi Yogyakarta 1,908 24,363 22,730 -6.7 25,727 25,183 -2.1 Klaten 684 5,715 5,202 -9.0 6,035 5,864 -2.8 Provinsi Jawa Tengah 599 215,710 215,197 -0.24 227,789 227,405 -0.17 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan Penurunan kinerja perekonomian sebagian akan ditutupi dengan meningkatnya kegiatan sektor konstruksi selama masa rekonstruksi. Namun terlalu awal untuk memperkirakan angka tingkat rekonstruksi, karena tergantung pada ketersediaan keuangan dan kapasitas terpasang dari sektor konstruksi. Bagaimanapun juga pertumbuhan sektor konstruksi tidak akan cukup untuk menutupi penurunan produksi secara keseluruhan dalam waktu singkat. DAMPAK TERHADAP LAPANGAN KERJA Perkiraan awal menunjukkan bahwa berkurangnya kegiatan ekonomi akan menyebabkan hilangnya sekitar 130.000 lapangan kerja. Hal ini mewakili sekitar 4% dari total angkatan kerja sebelum gempa bumi di daerah yang terkena gempa. Sebagai akibatnya, Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 81 angka pengangguran diperkirakan meningkat dari 7% menjadi sekitar 11% (Tabel 33).44 Sektor jasa terkena dampak paling parah dan menyebabkan sebagian besar pekerjanya kehilangan lapangan kerja (55%). Sektor jasa meliputi pekerja di bidang perdagangan, baik wiraswasta atau mewakili usaha kecil dan menengah. Hampir 70.000 orang kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Sektor pertanian yang menyerap lebih dari 45% tenaga kerja akan kehilangan sekitar 1,1% (17.000 pekerjaan) sebagai akibat gempa bumi. Kerusakan sawah dan tanaman pertanian relatif sedikit. Sejumlah 730.000 orang bekerja di berbagai industri ( terdiri dari konstruksi, pabrik, utilitas dan pertambangan) di daerah yang terkena dampak. Di kabupaten Bantul sendiri hampir 30% pekerja yang bekerja di perusahaan memiliki ijin menempati sektor kerajinan tangan dan sektor terkait. Karena mayoritas perusahaan tersebut merupakan usaha kecil dan juga berfungsi sebagai rumah, maka kerugian di sub sektor ini diperkirakan merupakan bagian besar dari kerugian yang disebabkan oleh hilangnya lapangan kerja disektor manufaktur. Kehilangan lapangan kerja telah berdampak pada perempuan dan laki-laki secara merata. Sejumlah 47% dari pekerjaan yang hilang sebelumnya dipegang oleh kaum perempuan.45 Meskipun demikian, dampak negatif dari bencana terhadap perempuan juga termasuk peningkatan siginifikan dalam kegiatan di rumah yang tidak dibayar. Keadaan lapangan kerja di masa yang akan datang tergantung pada evolusi upaya rekonstruksi. Dalam jangka pendek, angka partisipasi wanita dewasa diperkirakan meningkat karena banyak perempuan akan melakukan jenis pekerjaan apapun untuk bertahan hidup. Program Kerja-untuk-Dana Tunai (Cash-for-Work) adalah satu cara yang berguna untuk menciptakan pekerjaan sementara dengan cepat, menyediakan dana tunai kepada masyarakat, dan merangsang perekonomian lokal. Pembangunan kembali prasarana dasar dan situs-situs peninggalan budaya melalui program Kerja-untuk-Uang melalui keterlibatan intensif buruh adalah salah satu pilihan. Perhatian tertentu harus diberikan pada pembangunan kembali pasar-pasar dan prasarana pendukung pasar sebagai bagian penting yang dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian dari perdagangan dan jasa. Kontraktor lokal dengan pengetahuan yang baik mengenai buruh lokal harus dilibatkan karena peranannya yang penting dalam kegiatan rekonstruksi. Rehabilitasi yang cepat pada prasarana yang digunakan oleh sektor pertanian akan dijamin karena sektor tersebut mempekerjakan bagian terbesar penduduk di yang daerah terkena dampak. Dengan bertambahnya konstruksi perumahan maka tenaga kerja di sektor konstruksi akan meningkat dan dengan demikian kebutuhan tindakan kompensasi jangka pendek akan berkurang. 44Kehilangan lapangan kerja diperkirakan dengan menilai share lapangan kerja pada masing-masing kategori pertanian, industri dan jasa di daerah terkena dampak dengan menggunakan data dari Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi Provinsi D.I. Yogyakarta dan BPS. Data dasar kemudian dikalikan dengan share dari daerah terkena dampak dan angka kerusakan sektor lapangan kerja yang disusun berdasarkan laporan dari lembaga pemerintah, pegawai di lapangan dan media. Share dari daerah terkena dampak bervasiasi dari yang rendah 0.1% Magelang sampai yang tinggi 70% Bantul. Angka kehilangan lapanagan kerja 5%, 20%, 25% digunakan masing- masing untuk pertanian, pabrik dan jasa. 45 Tabel ini dihitung dengan memasukkan data angkatan kerja gender tertentu dan menganggap bahwa pekerjaan yang hilang dalam sektor-sektor tersebut tidak berkaitan dengan gender 82 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian Tabel 33: Lapangan Kerja Pra-gempa bumi dan Perkiraan Hilangnya Pekerjaan menurut Sektor Total Tenaga Total Lapangan Kerja / Kerja / Perkiraan Perkiraan Persen Pekerjaan Yang Hilang Lost Total # Hilangnya Total Lapangan Pertanian Industri Jasa Pekerjaan Kerja Provinsi Yogyakarta 1,648,624 1,504,342 706,172 326,442 471,727 % perkiraan hilangnya pekerjaan 60,698 4.0% 1.8% 5.4% 6.4% Yogyakarta 233,662 201,998 3,410 52,228 146,360 4,721 2.3% 0.5% 2.0% 2.5% Sleman 387,624 346,186 171,368 72,813 102,005 34,043 9.8% 3.5% 14.0% 17.5% Bantul 414,794 376,740 143,668 117,878 115,194 5,956 1.6% 0.5% 2.0% 2.5% Kulon Progo 288,623 272,591 212,478 29,779 30,334 12,082 4.4% 2.5% 10.0% 12.5% Gunung Kidul 323,921 306,826 175,248 53,744 77,834 3,897 1.3% 0.5% 2.0% 2.5% Provinsi Jawa Tengah 2,043,515 1,919,877 849,167 404,087 666,623 % perkiraan hilangnya pekerjaan 67,764 3.5% 0.6% 5.8% 5.9% Purowejo 345,720 335,226 171,744 57,616 105,866 47 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Magelang 631,918 593,522 318,114 80,818 194,590 81 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% Boyolali 495,790 464,810 223,570 100,004 141,236 332 0.1% 0.0% 0.1% 0.1% Klaten 570,087 526,319 135,739 165,649 224,931 67,305 12.8% 3.5% 14.0% 17.5% Total 3,692,139 3,424,219 1,555,339 730,529 1,138,350 % perkiraan hilangnya pekerjaan 128,462 3.8% 1.1% 5.6% 6.1% Sumber: Data Sakornas dan Kalkulasi oleh ILO, Jakarta Tabel 34: Perkiraan Hilanganya Lapangan Kerja menurut Gender Provinsi dan Kabupaten Perkiraan Hilangnya Perkiraan Hilangnya Perempuan sebagai Pekerjaan Laki-laki Pekerjaan Perempuan Persentase dari Total (%) Provinsi Yogyakarta 33,346 27,352 45.1 Yogyakarta 2,554 2,166 45.9 Sleman 19,244 14,799 43.5 Bantul 3,114 2,842 47.7 Kulon Progo 6,181 5,900 48.8 Gunung Kidul 2,252 1,645 42.2 Provinsi Jawa Tengah 34,512 33,252 49.1 Purowejo 25 22 46.3 Magelang 43 38 47.0 Boyolali 181 152 45.6 Klaten 34,264 33,041 49.1 Total 67,858 60,604 47.2 Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 83 DAMPAK TERHADAP SISTEM KEUANGAN Dari segi keuangan, kawasan-kawasan terkena dampak tergolong miskin dan sangat tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat; oleh karena itu penurunan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan tidak berdampak signifikan.46 Di kabupaten-kabupaten yang terkena dampak paling parah yaitu kabupaten Bantul dan Klaten, PAD hanya 6% dan 4% persen dari total masing-masing pendapatan mereka. Bagi hasil diluar pajak (dari sumber daya alam) merupakan bagian yang paling diabaikan di semua kabupaen (kurang dari 0.1% dari total pendapatan), sementara bagi hasil pajak menunjukkan 4% dari total pendapatan di sebagian besar daerah yang terkena dampak (dengan pengecualian Yogyakarta dan Sleman). Jika pendapatan turun sebanding dengan PDRB maka kabupaten-kabupaten yang terkena dampak akan mengalami penurunan pendapatan sekitar Rp 16 triliun pada tahun 2006 dan Rp 4 triliun pada tahun 2007. Table 35: Perkiraan Kerugian Pendapatan Publik Untuk Kabupaten/Kota Yang Terkena Bencana di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Miliar Rp) Kabupaten/Kota 2006 2007 Proyeksi Simulasi % Proyeksi Simulasi % PAD dan penurunan Perubahan PAD dan penurunan Perubahan Bagi Hasil pendapatan Bagi Hasil pendapatan Pajak Pajak Kulon Progo 35 -2.3 -6.5 37 -0.7 -2.1 Gunung Kidul 38 -0.7 -1.9 40 -0.2 -0.6 Sleman 107 -3.7 -3.4 112 -1.2 -1.1 Bantul 55 -12.8 -23 58 -4.0 -7.3 Yogyakarta 130 -1.8 -1.4 136 -0.6 -0.4 Klaten 28 -2.5 9.0 30 -0.8 2.8 Total (6 districts) 393 -24 -6.1 413 -7.5 -1.8 Sumber: data Depkeu, komputasi Tim Penilai Gabungan DAMPAK TERHADAP MATA PENCAHARIAN Laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma tinggi di daerah yang terkena dampak parah. Anak-anak menunjukkan reaksi stres yang kuat; masalah dengan tidur, perasaan takut, gampang menangis, dan menderita demam. Orang dewasa mengeluh sakit kepala dan perut, flu, dan pilek biasa. Stres meningkat karena aktivitas gunung Merapi. Sementara kelompok masyarakat tertentu melakukan pembersihan yang teratur terhadap puing-puing, dll, di tempat lain banyak orang takut untuk mulai memperbaiki rumah mereka atau pergi bekerja, khususnya di lahan pertanian. Walaupun semua yang terlibat di daerah 46Untuk ilustrasi, transfer Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 93 persen dari total pendapatan G. Kidul (tabel 4). 84 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian terkena dampak setuju akan perlunya rencana rekonstruksi berbasis masyarakat, namun dibutuhkan beberapa waktu sebelum penduduk siap terlibat dalam kegiatan perencanaan. Walaupun angka kerusakan perumahan tinggi namun masyarakat cenderung untuk tinggal di dekat rumah mereka. Survei kilat menemukan bahwa 74% keluarga yang rumahnya hancur total, tinggal di tenda di depan rumah mereka. Dalam keadaan seperti ini, menjamin pemulihan air dan sanitasi sederhana dengan cepat di daerah terkena dampak adalah kebutuhan yang mutlak. Beberapa desa melaporkan bahwa kualitas air telah menurun meskipun persediaan air masih utuh. Kebutuhan perempuan dewasa dan anak-anak perempuan akan pakaian dalam, pembalut, dan peralatan memasak terus meningkat. Fasilitas dasar untuk menjamin privasi merupakan perhatian khusus bagi kaum perempuan terutama bagi yang sedang menstruasi. Beberapa LSM telah menunjukkan kepedulian mereka terhadap risiko pelecehan anak-anak yang tidak diawasi. Contohnya seorang anak laki-laki menunjukkan "rasa bangga mampu mengumpulkan Rp 100.000 hanya di sepanjang jalan" , sebuah situasi yang rawan baginya. Terbukti bahwa gempa bumi telah menghantam kaum miskin lebih keras. Di sebuah survei kilat 42% keluarga yang dipimpin oleh seseorang yang hanya berpendidikan sekolah dasar melaporkan rumah yang hancur. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi sekitar 31%. Akan tetapi tidak ada hubungan antara penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan kerusakan rumah. Banyak orang miskin hidup di rumah bambu atau kayu daripada di rumah beton, yang lebih tahan terhadap gerakan gempa bumi. Sementara itu 40% dari rumah-rumah dengan dinding beton dilaporkan hancur total dan hanya 16% rumah dari bambu dan kayu dilaporkan rusak. Gempa bumi diperkirakan telah memiskinkan 67.000 keluarga dan meningkatkan angka kemiskinan sebesar 1,6% di daerah terkena dampak. Untuk menilai dampak terhadap kemiskinan maka digunakan data dasar kemiskinan dan data kerusakan perumahan dan kehidupan di tingkat kecamatan Tabel 36: Distribusi Indikator Pilihan lintas Rumah Tangga menurut Parahnya Kerusakan Tdk Ada Sedikit Rusak Hancur Jumlah Kerusakan Rusak Berat (%) (%) (%) (%) (%) BLT Diterima Transfer Tunai Diterima (439 rumah tangga) 5.2 32.4 26.2 36.2 100 Transfer Tunai Tidak Diterima (1125 rumah tangga) 8.1 28.3 28.4 34.7 100 Pendidikan Kepala Rumah Tangga Sekolah Dasar atau kurang (814 rumah tangga) 6 28.3 23.0 42.6 100 SMP (284 rumah tangga) 9.9 26.4 30.3 32.8 100 SMA atau lebih (542 rumah tangga) 9.6 28.4 31.6 30.7 100 Total 7.8 28.6 26.7 36.5 100 Sumber: Tabulasi dari survei yang diadakan oleh UGM pada tanggal 6 Juni 2006 Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 85 Tabel 37: Perkiraan Dampak terhadap Kemiskinan menurut Kabupaten Provinsi Kabupaten Simulasi kenaikan jumlah Simulasi kenaikan titik persen rumah tangga miskin dalam persentase orang miskin (%) Yogyakarta Kulon Progo 3,050 1.00 Yogyakarta Yogyakarta 3,890 1.40 Yogyakarta Gunung Kidul 6,706 1.20 Yogyakarta Sleman 14,462 1.60 Yogyakarta Bantul 24,020 3.30 Jawa Tengah Klaten 14,664 1.90 Total 66,792 1.60 Sumber: Komputasi oleh Tim Penilai Gabungan KERAWANAN DAN MITIGASI BENCANA Diperlukan adanya intervensi awal yang berfokus pada dukungan mata pencaharian dan rekonstruksi perumahan dalam rangka mengurangi peningkatan kemiskinan dan kerawanan terhadap bencana. Banyak rumah tangga miskin yang telah kehilangan sumber pendapatan utama ketika usaha mereka, yang sering memanfaatkan rumah mereka sendiri, hancur. Tidak hanya tingkat kerawanan jangka pendek yang meningkat, tapi juga sangat tidak mungkin bagi mereka untuk membangun kembali perumahan yang aman tanpa dukungan serius. Survei awal tentang masyarakat yang dilakukan oleh LSM menunjukkan bahwa anggota masyarakat tidak mampu membeli bahan bangunan berkualitas atau tidak memiliki keahlian profesional untuk membangun perumahan yang tahan gempa. Mendorong mulainya rekonstruksi perumahan, yang dikombinasikan dengan program penyediaan dana tunai bagi rumah tangga yang terkena dampak bencana (melalui program Kerja-untuk-Dana Tunai /Cash-for-Work, atau pemberian dana tunai/cash transfers), dapat memberi rumah tangga kemampuan berjuang untuk hidup, sehingga dapat berfokus untuk membangun kembali mata pencaharian mereka. 86 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian 87 corbis/Mast Irham Lampiran ANNEX: DATA DAN METODOLOGI1 Perumahan Data: · Data yang digunakan untuk semua tabel disediakan oleh Yogyakarta media centre per 6 Juni 2006 pukul 18.00. Data ini dikurangi 10% berdasarkan pemantauan kunjungan lapangan, diskusi dengan pegawai di lapangan dan pihak-pihak penerima bantuan · Data sensus terakhir termasuk data perumahan merupakan hasil Survei Podes tahun 2003. · Semua data yang berkaitan dengan ukuran, harga rumah dan yang lainnya berdasarkan wawancara di lapangan dan diskusi dengan pemerintah daerah dan pejabat provinsi. · Jumlah keluarga dan rumah di Sukaharjo dan Wonogiri diperkirakan hanya dengan memakai data kependudukan karena tidak ada data yang tersedia dari Podes-2003. Asumsi: · Rata-rata ukuran rumah sekitar 9 x 6 m (54 meter persegi (m2)) memiliki 3 sampai 4 ruangan, 1 ruang keluarga, 1 toilet dan 1 dapur. Tipe rumah berlantai tanah atau atap seng/bambu, batu bata, 8-9 mm balok baja, lantai semen, toilet sederhana dengan jamban. · Biaya pembangunan berdasarkan biaya konstruksi di Indonesia saat ini, biaya tersebut dihitung sekitar Rp 1,2 juta/m2, kurang 15% untuk bahan daur ulang. · Peralatan rumah tangga terdiri dari TV, alat memasak nasi, tape recorder, blender, alat setrika dan kulkas kecil. Unit yang rusak total, 60% diperkirakan hilang karena gempa bumi; untuk unit yang rusak sebagian, 35% diangggap hilang. · Biaya mebel terdiri dari kamar tidur sederhana dengan tempat tidur, lemari pakaian dan meja kecil ditambah sofa ruang keluarga, meja dan lemari. Semuanya diperkirakan sebesar Rp 4.320.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera diatas. · Kerugian pakaian dan dan persediaan bahan makanan diperkirakan Rp 333.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera di atas. · Bahan dan buruh untuk pemasangan tempat tinggal sementara ditambah penyelamatan bahan diperkirakan sebesar Rp 225.000. · Biaya rehabilitasi/perbaikan diperkirakan 50% dari biaya pembangunan kembali atau Rp 500.000 m2. 1Kurs Tukar 1 US$ = Rp 9.300.- 9 0 1 1 8 1 1 la Rp) ,097 ,409 ,333 20,2 Tot rugianeK 992, 186, 841, 274, 85,3 97,4 453, [13] (Juta 763, 926, 431, 901, 39 68 01,848 67 51 31 42,3 Keseluruhan Kerusakan & 15 g Rp) 265 448 50 448 1 ,894 ,568 122 39 pada Unit- unit yan [12] 4,55 10 28 481, 035,2 122,2 053,2 2,8 . Kerugian Rusak 00,1 05,3 03,1 61 (Juta nga nga ak hil,ar hil,ar Damp Unit- ngay Rp) 946 7 052, 011 242 8 ,959 ,278 ,685 ,514 83 Biaya Rusak [11] 94,8 85,4 24,9 96 25,4 25 08,131 6 7 881, 22 19 20 mbangunan Kembali Pe untuk unit (Juta 722, 54,45, sementana sementana ngu ngu Penilaian g la Rp) 401 504 08 17 2 ,124 ,327 166, 191 8 74 13 pada Unit- unit yan Tot [10] 8,37 6,97 25 35 177,3 935,2 4,7 81 pernaay pernaay Kerugian Hancur 43,2 42,3 (Juta bian bian da da Unit- ngay 9 9 Total Rp) 634, 825, 568 322 088 818 4 8 ,598 ,920 75 Biaya [9] 231, 667,7 mbangunan Kembali unit (Juta 522, 553, 13,8 99,7 60,2 66,3 78,936 38 26 n)anakamn n)anakamn Pe untuk 59,48, Hancur ha ha . ah ban ban g 21 94 33 38 0 71 3 3 da da Stok [8] 18. 35. 11. 17. 4.6 10. 0.2 0.0 38.0 28.0 43.0 %4 n, n, % Rumah yan Rusak 9.5 0 1 9 2 5 1 ta/rumju45 bota ah.m bota g ur 69 47 pera pera Stok [7] 25. 23. 9.5 7.5 6.1 7.7 0.5 0.0 33.0 19.0 08.0 %0 Rp % Rumah yan 7.4 li n,ia ta/ruuj n,ia Hanc ka ka 7 13 71 7 1 96 23 91 ai 17 8 48 70 258 297 607 mbaekn kitarse pa 27 pa pur, Rprta pur, [6] 33, 0,8 3,5 9,4 0312, ngu Rusak 10 17, 34, 20 Disesuaikan badin .kii apcnemialb dantala seki aip dantala dia umahan 3 9 1 1 pera,a menca pera,a ur la 75 84 07 80 23 157 994 441 2 perbadiuta 66 kemna Per Fisik [5] 46, 65, 15, 14, 31,84 93,76 85,11 muekn n/a Hanc Tot 156, dan da gun nggtah nnyaaki nggtah Disesuaikan hka tasilibi Dampak 2 3 0 0 55 99 - anbmep marutal marutal 26 28 36 91 67 376 925 027 86 Kerugian [4] Rusak Ringan 24, 84, 16, 29, 2,3 7,9 06 nturudi 167,1 rehadit ayaib t-ala(a t-ala(a 20 pa dan 2 2 58 11 55 3 19 26 27 11 dan.2m mpaeg mpaeg kan [3] 40 266 564 931 perluhra dahra perbaayabinad2m45 Rusak Parah 29, 55, 5,3 14, 4,1 4,7 1,6 )3002 116,211 pa pa 54 mu sau ].[1 ahl mu la 5 0 3 sebel sebel 04 27 32 19 48 85 46 15 762 791 9 315 odesP(l niuJ7,tarak gya Ker [2] 26, 27, 11, 4,7 1,9 3,4 75, Yo ada Hancur Tot onasi sakurgnyatin dan][5 ].[1n ahaldahamur ada adaha ngya rum ngya 19 31 07 56 9 0 Nas uran 03 07 94 36 44 1,9 0,5 8,5 6,9 4,4 1,0 537, 391, 882, 753 Mediatsa omlok da][6 uran uk Stok 20 [1] ra ra etsari etsari 18 28 15 19 78, 87, da da Ringkasan Rumah 21 26 192 602 771 Sensu 2,117, ta Pun sakurgnyatin-utniuri t-uniuri uka da da Da 70 30 rata-rat %06 -rataa %53 A.1: n g si ratis Progo i msi msi ejo antaosiarha antaosiarha an mber: Tabel Kabupate Bantul Klaten Kidul.nG As m la Sle Yogya Kulon Sukoharjo Wonogiri Boyolal Magelan Purwor Tot Catatan Su][1 poraaL][4][3][2 % % sim sim um Asu][5 Asu][6 Adal][7 Adal][8 Asum]9[ Asu]0[1 11][ Asu]2[1 Prasarana TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI Jalan, Rel Kereta Api, Penerbangan and Telekomunikasi Data Perkiraan kerusakan jalan (nasional, provinsi dan kabupaten) di provinsi Yogyakarta dilakukan oleh Kimpraswil DI Yogya dan disetujui saat rapat di kantor Bappeda provinsi Yogyakarta pada hari Selasa malam, 6 Juni 2006. Informasi pembiayaan yang terperinci dan foto-foto pendukung yang lengkap juga disediakan. Perkiraan kerusakan jalan di Jawa Tengah dilaksanakan oleh Kimpraswil Jawa Tengah dan diberikan kepada Bappeda Provinsi Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 7 Juni. Kumpulan data ini digunakan untuk mempersiapkan tabel utama dan tabel pendukung dari laporan ini. Untuk rel kereta api, perkiraan biaya kerusakan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kereta Api dan Wilayah Operasi VI PT KAI pada tanggal 6 dan 7 Juni, 2006. Untuk sektor penerbangan data disediakan oleh PT Angkasa Pura I / Direktorat Jenderal Penerbangan Sipil pada tanggal 7 Juni. Untuk telekomunikasi, provisi awal sejumlah Rp 7 triliun dibuat oleh tim penilai berdasarkan sebuah laporan tentang kerusakan pos dan telekomunikasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi di mana tidak berisi perkiraan biaya. Asumsi Perkiraan biaya dilakukan berdasarkan inspeksi lokasi kerusakan secara terpisah dan biaya unit standar yang digunakan oleh badan-badan kementerian pekerjaan umum Tabel A.2: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Jalan Raya Item Penilaian Dampak Kerusakan Langsung (Miliar Rp) Total Rehabilitasi Rekonstruksi Kerugian JALAN 44.975 37.3 7.645 Dapat diabaikan Jalan di Provinsi Yogyakarta 37.033 29.388 7.645 Jalan Nasional 2.609 2.609 0 Jalan Provinsi 9.824 9.824 0 Jalan Kabupaten 2.201 2.201 0 Jembatan Nasional 4.773 4.773 0 Jembatan Provinsi 5.056 5.056 0 Jembatan Kabupaten 12.569 4.924 7.645 Jalan di Jawa Tengah 7.942 7.942 0 Jalan Nasional 0 0 0 Jalan Provinsi 0 0 0 Jalan Kabupaten 4.025 4.025 0 Jembatan Nasional 0 0 0 Jembatan Provinsi 2.717 2.717 0 Jembatan Kabupaten 0 1.2 0 Table A.3. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Rel Kereta Api Item Penilaian (Juta Rp) Kerusakan & Kerugian Total Kerusakan Kerugian Jalur Bagian Srowot-Branbanan 4,795 4,795 0 Bagian Maguwo-Lempuyangan 398 398 0 Bagian Wates-Sentolo 5,970 5,970 0 Listrik (Listrik, Tanda, Telekomunikasi) Stasiun Srowoto-Branbanan 750 750 0 Sipil (Jembatan) 2,100 2,100 0 Bangunan Stasiun (12 stasiun) 1,175 1,175 0 Bangunan Lainnya 3,682 3,682 0 Fasilitas Pendukung (Pagar Beton) 1,064 1,064 0 Total 19,934 19,934 0 Table A.4. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Penerbangan Item Penilaian (Rp. Juta) Kerusakan & Kerugian Total Kerusakan Kerugian Infrastruktur Bandara 0 0 0 Fasilitas Sisi Udara Perataan Landasan 12,000 12,000 0 Perbaikan Retakan pada Landasan 300 300 0 Jalan/Jembatan Operasi 250 250 0 Peralatan NAV/COM/AFL 360 360 0 Fasilitas Sisi Darat Terminal Keberangkatan 5,440 5,440 0 Menara Kendali 40 40 0 Pemeriksaan Bangunan 100 100 0 Fasilitas Lainnya 285 285 0 Kerugian dalam Pendapatan Bandara Biaya Pelayanan Penumpang (PSC) 85 0 85 Biaya Parkir Penumpang 1 0 1 Biaya Penanganan Muatan 65 0 65 Total 18,926 18,775 151 Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan ENERGI Data Data perkiraan kerusakan disampaikan oleh PLN pada Rapat Koordinasi tanggal 2 Juni 2006. Ada laporan sejumlah kerusakan pada 6 sisi jalan pompa bensin yang tidak dikonfirmasikan. Tidak terdapat rincian lebih lanjut. Pusat Pengaturan dan Pendistribusian Beban (P3B) PLN memberikan perkiraan biaya yang terperinci untuk perbaikan sub stasiun pada tanggal 9 Juni 2006. Laporan terperinci mengenai jaringan distribusi dan perkiraan biaya perbaikan kerusakan gedung konsumen juga diterima dari Kantor Pusat PLN. Tidak ada perkiraan terbaru dari kerugian yang disebabkan oleh biaya pembangkit listrik yang meningkat. Kepala P3B telah memberikan biaya energi terbaru untuk pembangkit tenaga batubara dan tenaga diesel masing-masing Rp 200 dan Rp 1800/KWH tetapi perkiraan penjualan MWH belum diperoleh. Perkiraan kerugian cabang transmisi yang telah direvisi harus dibuat berdasarkan informasi aliran muatan normal dan "bencana" serta biaya energi unit indikatif untuk pembangkit tenaga batu bara dan tenaga turbin. AIR DAN SANITASI Data Informasi dikumpulkan dari Kementerian Pekerjaan Umum (MPW), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Asosiasi Perusahaan Penyedia Air Minum Indonesia (PERPAMSI), Bank Pembangunan Daerah, Bank Dunia, UNICEF dan donor lain serta lembaga-lembaga bantuan yang mendukung upaya pertolongan. Tersedia informasi yang sangat terbatas mengenai persediaan air desa khususnya kerusakan-kerusakan fisik dan dampak dari bencana gempa. Tim penilai melakukan kunjungan lapangan untuk memeriksa kerusakan di daerah tertentu. Asumsi Kerusakan PDAM: Data pada aset yang ada (kapasitas unit produksi, tangki air, jaringan pipa dan penghubung) tidak lengkap. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya-biaya unit berdasarkan standar MPW dilengkapi oleh asumsi yang dibuat oleh tim penilaian. Kerugian PDAM: Penghitungan kemungkinan kerugian untuk PDAM berdasarkan informasi yang sangat awal dan data yang tidak lengkap. Diperkirakan bahwa 20% dari pendapatan akan hilang untuk enam bulan pertama, pendapatan akan kembali ke tingkat sebelum bencana setelah 12 bulan. Hal yang sama berlaku untuk biaya pelaksanaan tambahan yang diakibatkan dari tambahan biaya bahan bakar dan bahan kimia serta upah lembur pegawai. Biaya tambahan untuk tangki pelayanan air keliling yang dijalankan oleh lembaga­lembaga bantuan dan tentara tidak dimasukkan sehubungan dengan kurangnya data. Persediaan Air Daerah: Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah perkotaan dan pedesaan telah dihitung secara terpisah di bawah analisis Sektor Perumahan. Biaya- biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai. Persediaan air individu diperkirakan sebagian dari sumur gali dangkal. Data Podes digunakan untuk memperkirakan persentasi desa yang memakai sumur. Survei lapangan awal dilaksanakan oleh tim penilai menyatakan bahwa 80% dari sumur-sumur tersebut berisi puing-puing dan perlu pembersihan dan 20% mengalami kerusakan ringan. Biaya perbaikan sumur-sumur yang rusak diperkirakan 50% dari biaya total sebuah sumur. Untuk memperkirakan biaya pembersihan 4 hari kerja buruh sejumlah 10% dari biaya total sumur yang diperkirakan di dalam analisis tersebut. Jumlah total sumur yang terkena dampak diperkirakan berdasarkan jumlah rumah yang hancur sebagaimana dinilai oleh tim penilai perumahan. Sanitasi Kota: Informasi mengenai kerusakan sanitasi kota dan pengelolaan sampah padat sangat jarang. Penilaian kerusakan sanitasi kota di Yogyakarta terbatas pada informasi tambahan yang diperoleh dari lembaga-lembaga pemerintah seperti Sekretariat Gabungan Kartamantul dan Dinas Pekerjaan Umum. Sarana sanitasi masyarakat (MCK) tidak dimasukkan karena kurangnya data. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah kota dan desa akan dicakup oleh bidang perumahan. Biaya-biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai air dan sanitasi. Tabel A.5: Kerusakan pada Persediaan Air PDAM Kabupaten/ Kapasitas produksi, L/s Truk tangki air Jaringan Pipa, km termasuk Kota sambungan Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Biaya kerusakan unit kerusakan kerusakan per kerusakan kerusakan per kerusakan kerus (%) per (%) unit (%) km akan L/s Total Provinsi Jawa 0 0 0 75 0 Tengah Purworejo 0 0 0 75 0 Magelang 0 0 0 75 0 Boyolali 0 0 0 75 0 Klaten 296.5 0 296.5 75 0 Kota 0 0 0 75 0 Magelang Provinsi 1,674 1,877 1,786 16 16 0 840 812 3,220 Yogyakarta Hanya yang 1,099 1,005 terkena dampak Kulon Progo 130 0 130 19 0 2 0% 2 200 0 0 0% 0 115 0 0 Bantul 235 40 141 19 1,786 3 0% 3 200 0 40 30% 28 115 1,380 3,166 Gunung Kidul 446 0 446 19 0 4 0% 4 200 0 0 0% 0 115 0 0 Sleman 281 0 281 19 0 2 0% 2 200 0 0 0% 0 115 0 0 Kota 583 0 583 19 0 5 0% 5 200 0 800 2% 784 115 1,840 1,840 Yogyakarta Catatan: Biaya produksi per unit didasarkan atas rata-rata biaya investasi sumur di PDAM Tabel A.6: Kerugian pada Persediaan Air PDAM Item 0-6 bulan 6-12 bulan Total (Juta Rp) (Juta Rp) (Juta Rp) Pendapatan yang hilang 1,640 820 2,460 Biaya operasional tambahan 820 410 1,230 TOTAL 2,460 1,230 3,690 Asumsi: Item unit Air yang diproduksi l/s 1,099 Air non-pendapatan % 40% Air yang diproduksi cm / bulan 2,847,312 Air yang dijual cm / bulan 1,708,387 Tarif rata-rata Rp / cm 800 Biaya operasional tambahan Rp / cm 400 Pendapatan yang hilang dalam 0-6 bulan % 20% Pendapatan yang hilang dalam 6-12 bulan % 10% Biaya operasional tambahan untuk 0-6 bulan % 20% Biaya operasional tambahan untuk 6-12 bulan % 10% Tabel A.7: Penilaian Kerusakan pada Persediaan Air Pedesaan Item Total (unit) Biaya Kerusakan (Juta Rp) Sumur galian yang harus dibersihkan 139,778 33,547 Sumur galian yang harus direhabilitasi 34,945 41,933 TOTAL 174,723 75,480 Asumsi: Biaya per unit Item Sumur Baru Pembersihan Sumur Rehabilitasi Sumur (Juta Rp) (% baru) (% baru) Sumur galian 2.4 10% 50% *Asumsi kerusakan sedang hingga total 50% * Asumsi 4 hari-orang untuk membersihkan = 240k rp jadi 10% dari biaya total Asumsi *Diasumsikan bahwa jumlah sumur galian yang terkena dampak setara dengan jumlah total rumah yang hancur total Jumlah rumah Jumlah sumur Jumlah sumur galian Jumlah sumur yang yang rusak galian berisi puing perlu direhabilitasi (dari tabel di (dari table di (perlu pembersihan) bawah) bawah) Total Provinsi Jawa Tengah 79,682 63,746 15,936 Kabupaten Purworejo 180 144 36 Kabupaten Magelang 229 183 46 Kabupaten Boyolali 413 330 83 Kabupaten Klaten 77,561 62,049 15,512 Kota Magelang - - - Kabupaten Sukoharjo 1,281 1,025 256 Kabupaten Wonogiri 18 15 4 Total Provinsi Yogyakarta 95,041 76,033 19,008 Kabupaten Kulon Progo 6,845 5,476 1,369 Kabupaten Bantul 57,281 45,825 11,456 Kabupaten Gunung Kidul 9,269 7,415 1,854 Kabupaten Sleman 16,998 13,599 3,400 Kota Yogyakarta 4,648 3,718 930 TOTAL 174,723 139,778 34,945 Data mengenai rumah-rumah yang rusak (dari Sektor Perumahan) Hancur Total Rusak Total Jumlah Jumlah % penduduk Jumlah Disesuaikan Disesuaikan tertimbang desa desa yang yang sumur memiliki menggunakan yang ada sumur * sumur Provinsi Yogyakarta 438 313 71% 95,041 Bantul 46,753 29,582 60,508 75 71 95% 57,281 Sleman 14,801 14,403 21,498 86 68 79% 16,998 Yogyakarta 4,831 4,119 6,747 45 31 69% 4,648 Kulon Progo 6,793 4,726 8,990 88 67 76% 6,845 Gn. Kidul 15,071 5,355 17,561 144 76 53% 9,269 Provinsi Jawa Tengah 68,414 58,026 95,012 1,532 1,017 66% 79,682 Klaten 65,849 55,112 91,476 401 340 85% 77,561 Magelang 499 456 711 370 119 32% 229 Boyolali 715 626 623 267 177 66% 413 Sukoharjo 1,185 1,627 1,942 - 66% 1,281 Wonogiri 23 11 28 - 66% 18 Purworejo 144 193 233 494 381 77% 180 Total 68,414 58,026 95,012 1,532 1,017 66% 79,682 Catatan:*data dari Podes 2005. Tabel A.8: Penilaian Kerusakan Sanitasi Perkotaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Saluran dan sambungan selokan Truk Vakum Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Total kerusakan per kerusakan (m) kerusakan (m) per m kerusakan kerusakan per kerusakan Biaya (%) unit (%) (%) unit kerusakan Provinsi 1 0.97 1,422 130,537 130,537 - 0 0 0 250 0 1,422 Yogyakarta Kulon Progo Tidak ada 0 none 0 Tidak ada 0 0 0 Bantul 1 3 1 47,413 1,422 10,092 0 10,092 896 - 2 0 2 250 0 1,422 Gunung Kidul Tidak ada 0 none - Tidak ada 0 0 0 Sleman Tidak ada 0 6,750 0 6,750 97,185 - Tidak ada 0 0 0 Yogyakarta Tidak ada 0 113,695 0 113,695 147,139 - 12 0 12 250 0 0 Catatan: Penilaian kerusakan sanitasi perkotaan berdasarkan informasi berikut: Tersedianya rencana penyaluran kotoran di Yogyakarta, sebagian dari Kab. Bantul dan sebagian dari Kab Sleman. Tersedianya rencana komunal (CBS) di Yogyakarta Tidak tersedianya IPLT (instalasi pengolahan endapan lumpur) di manapun di luar kota Yogyakarta Tidak ada informasi mengenai tingkat kerusakan saluran selokan di Yogyakarta Sumber: Bantuan manjemen prasarana kota Yogyakarta dan kantor Kimpraswil provinsi Sektor Sosial PENDIDIKAN Asumsi: TK/RA/Diniyah: 4 ruang kelas @ 48m2 + 1 ruang pelayanan@ 48m2 SD/MI: rata-rata 25 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 6,26 1 ruang kelas = 56m2; ditambah 3 ruang pelayanan SMP/MTs : 30 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 10,7 1 ruang kelas = 63m2; ditambah ruang pelayanan & laboratorium SMA/MA/SMK : 35 siswa/kelas; jumlah ruang kelas/sekolah = 10.3126984 1 kelas = 72m2 SLB : 150 - 200 m2 Pendidikan Tinggi : informasi dari wawancara, perkiraan kasar Kantor Cabang Dinas = 200 m2/unit (info dari Dinas Kab & Prov) Biaya unit untuk membangun kembali = Rp 1.800.000/m2; Faktor Beratnya Kerusakan = 1,0; Parah = 0,65; Minor = 0,2. Berdasarkan informasi dari Tim Enjiniring Bank Dunia (Pak Anto + Pak Atmaji) Lab komputer: 20 unit per sekolah untuk SMP/MT; dan 30 unit untuk SMA/MA/SMK SMP/MT 160000 Rp/sekolah SMA/MA 240000 Rp/sekolah PT 240000 Mebel = sekolah yang hancur 50% mebel rusak; 1 pasang meja & kursi per sekolah: TK/RA 6000 SD/MI 18750 Rp/sekolah SMP/MT 45000 Rp/sekolah SMA/MA 61250 Rp/sekolah SLB 8750 PT 50000 Tenda sementara atau sewa ruangan= Rp 15.000.000/100 m2, (or Rp 1.500.000/m2) diperkirakan 50% dari ruangan gedung Biaya-biaya gaji dan pelatihan guru/pegawai baru = Rp 5.000.000/orang untuk menggantikan pegawai yang meninggal. Biaya membayar guru sementara untuk menggantikan yang terluka parah = Rp 1.500.000/orang/bulan; selama 3 bulan Kerusakan peralatan pendidikan (audio, peralatan laboratorium, peralatan mengajar, dll.) diperkirakan: TK/RA 3000 SD/MI 5000 Rp/sekolah SMP/MT 15000 Rp/sekolah SMA/MA 25000 Rp/sekolah SLB 10000 PT 30000 Kerusakan buku teks dan bahan pengajaran TK/RA SD/MI 5000 Rp/sekolah SMP/MT 10000 Rp/sekolah SMA/MA 15000 Rp/sekolah SLB 5000 PT 20000 Biaya konseling siswa Untuk memperkirakan sektor swasta dan umum, digunakan data jumlah ruang kelas sebelum terjadi gempa Umum (%) Swasta (%) TK 1,5 98,5 SD 82 18 SMP 67 33 SMA 54 46 SMK 38 62 SLB 20 80 Tabel A.9: Kerusakan Sektor Pendidikan berdasarkan Jenis dan Tingkatan Sekolah Kabupaten/Kota Jenis sekolah Jumlah bangunan yang rusak Hancur Rusak Parah Rusak Ringan Total Provinsi Jawa Tengah 79 382 291 752 Bangunan yang Rusak TK 2 10 16 28 SLB - 1 - 1 SD 56 295 213 564 SMP 2 28 21 51 SMA 4 5 6 15 SMK - 7 2 9 RA - - - - MI 1 7 7 15 MTs - 1 2 3 MA - - - - PT - - - - Lembaga PAUD 2 6 - 8 PKBM + TBM 3 8 1 12 Lembaga Kursus - 2 13 15 Madrasah Diniyah 1 1 - 2 Pondok Pesantren 2 - 3 5 Gedung Diklat 4 3 - 7 SKB - 1 - 1 Kantor Cabang Dinas 2 7 7 16 Provinsi Yogyakarta 777 779 599 2,155 Bangunan yang Rusak TK 96 145 72 313 SLB 1 13 4 18 SD/MI 511 389 362 1,262 SMP/MTs 95 71 39 205 SMA 37 19 18 74 SMK 25 34 29 88 RA - - - - MI - 5 2 7 MTs - 1 - 1 MA - - - - PT 1 13 40 54 Lembaga PAUD 10 44 17 71 PKBM + TBM 1 10 - 11 Lembaga Kursus - - - - Madrasah Diniyah - - - - Pondok Pesantren - 27 14 41 Gedung Diklat - - 1 1 SKB - 3 - 3 Kantor Cabang Dinas - 5 1 6 TOTAL di Yogyakarta dan Jawa Tengah 856 1,161 890 2,907 Sumber Data: 1. Gugus Tugas Sekretariat MONE (Posko Sekretariat Pusat Satgas Depdiknas) 2. Kantor Pendidikan Provinsi Jawa Tengah 3. Kantor Pendidikan Provinsi Yogyakarta KESEHATAN Penilaian kerusakan berdasarkan perbandingan data "Sebelum" dan "Sesudah". Data `Sebelum' jumlah sarana kesehatan dari BPS, Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan 2004 dan Profil Kesehatan 2005 Provinsi Yogyakarta. Data `Sesudah' untuk rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan puskesmas pembantu dikumpulkan oleh tim dari Kementerian Kesehatan (Balitbangdes) Jawa Tengah dan Provinsi Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Wilayah yang terkait, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Survei dilakukan antara 29 Mei dan 7 Juni 2006. Tim mengunjungi semua 6 kabupaten di Yogyakarta dan 5 kabupaten di Jawa Tengah yang terkena gempa. Di masing-masing kabupaten mereka mengumpulkan informasi mengenai variabel-variabel berikut ini di tingkat kabupaten yang terkait dan tingkat provinsi. dari pegawai kesehatan dan informan lainnya Rumah sakit ­ umum dan swasta, umum dan spesialis. Pusat Kesehatan Masyarakat(Puskesmas) Puskesmas pembantu (Pustu) Polindes Rumah Bersalin Kendaraan Praktek dokter swasta dan gabungan Praktek Bidan Dinas Kesehatan Kabupaten Tempat tinggal; pegawai kesehatan di Puskesmas/Pustu Gudang obat Laboratorium kesehatan Lembaga Pelatihan Lembaga Politeknik Kesehatan Asumsi: Kerugian diperkirakan sebagai biaya marjinal program-program dan kegiatan yang biasanya akan terjadi seandainya tidak terjadi gempa bumi. Program nyata yang dimasukkan berdasarkan laporan kegiatan kesehatan masyarakat yang ada saat ini di provinsi tersebut. Biaya unit baik untuk kerusakan maupun kerugian diperkirakan dengan menggunakan informasi dari Departemen Kesehatan dan pengalaman di poyek-proyek dan sektor pekerjaan. Asumsi yang mendasari perkiraan-perkiraan yang beraneka ragam dicatat di tabel-tabel yang relevan dan dibuat kembali di bawah ini: · Dianggap semua klinik kesehatan sementara yang beroperasi dijamin oleh para donor · Dianggap semua rumah sakit spesialis swasta umum dan swasta sebagai rumah sakit swasta dengan 100 tempat tidur · Ini berarti bahwa jumlah sarana yang terkena dampak = jumlah total sarana * persentase daerah yang terkena dampak gempa bumi, dari bagian yang diperkirakan rusak ini, rusak berat dan rusak ringan setara dengan kerusakan pada stok perumahan modern (44% hancur, 28% rusak sedang, 28% rusak ringan) · Dianggap bahwa biaya rekonstruksi ringan adalah 12% dari total rekonstruksi; biaya rekonstruksi besar 55% dari total rekonstruksi. · Biaya kesehatan masyarakat diperkirakan di samping pembelanjaan untuk pengamatan, pengawasan vector, kampanye imunisasi dan gizi, serta program-program lainnya. Belum dihitung. · Tidak ada laporan kerusakan praktek-praktek swasta. · Biaya poliklinik dinilai sama seperti biaya Pustu. · Biaya kerusakan untuk praktek swasta merupakan biaya dasar rata-rata untuk dokter, perawat dan praktek bidan, belum dihitung. · Nilai tukar Rp/$ = 9300Rp/$1, berlaku per awal Juni 2006. · Dianggap 10% dari obat yang dibeli oleh Kementerian Kesehatan diimpor, anggap 80% dari biaya persediaan yang diganti untuk obat-obatan.. · Dianggap bahwa 50% dari peralatan diimpor. · Memperbaharui perkiraan biaya asli Jan 2005 sampai dengan Mei 2006 dengan menggunakan deflator BPS. · Biaya obat dan peralatan masih perlu diperbaharui dikarenakan adanya inflasi. · Perumahan Pegawai Kesehatan dianggap sama seperti biaya Pustu. · Biaya UPT dianggap sama dengan biaya Puskesmas. · Kampanye kesehatan masyarakat dan mitigasi trauma tidak dihitung. 7 5 0 4 8 ,39 ,91 ,04 ,14 ,17 74,6 8 ,50 anig 3730, 9708, 378 0517, 6776, 538 Keru 133, 450,63 402, 7,42 4,44 1,14 1,48 14,6 6 1 8 0 1 0 na nata na ,21 ,97 296, ,14 ,01 ,64 wat ah seh 4939, 5477, 66 370 617 88,0 0944, Pera Ke Tamb 757, 981, 4,89 2,93 9,66 nahi 7 1 8 2 7 as ,95 ,41 489, ,80 ,16 ,82 760, ers ilit Fas 1184, 908 81 500 274 23,0 8832, 03 0 Pemb 769, 198, 257, 80,9 1,28 2,53 0,674 na 5 4 8 6 7 8 Kerugian il ,22 ,53 254, ,18 ,00 ,20 ,74 ntiag on 7616, Pers 5141, 30 180 22,2 7867, 4729, 634 2,439,472,207 2,532,883,827 9,664,094,641 Peng 74 191, 24 321, 14,636,45 1,23 2,43 ram nata 0 0 0 0 0 0 0 seh Prog Umum Ke na 9629, 5141, 15,4 0 718, 5771, 77,16 78,6 ,51 ,75 384, ,36 ,56 ,58 295, sak 399 379 27 115 236 91 Keru 604, 418, 17,9 0588, 169, 198, 15,2 1,40 ast 6 6 a swa 7842, 40,7 77,1 ,15 43,1 01,3 1259, ,79 as nny ,28 608, 264, 945, ,89 519 ,586 ilit Lai 873 73 7984, 57 14 583 119, Fas Kerusakan 114, 68,8 2,06 17,7 23,0 226, 138,755,838,263 92,128,070,993 16,587,738,601 167,124,900,238 766,878,138,957 226,583,899,125 7 1,408,058 kitaSh a 1926, 0498, ,30 39,0 71,3 0 9578, ,12 ,22 3548, 847, 583, ,13 Swast 791 104 99 94 878 Ruma 6,98 388, 233, 60,0 77,8 766, nadk in-aL 51,9 24,7 4 ,39 09,6 59,5 4 2380, ,84 n 250 Yogyakarta bli lai 624, 068, 163, 370, ,90 min. 93 20 6726, 86 48 Pu 124 345, si Ad 12,9 64,5 5,37 49,2 34,9 167, tana 3 5 9 7 7 4 ovin ik lin nata ,32 ,46 ,78 ,39 ,62 01,6 ,71 653 seh Prid Sub-k Umum 6639, 8453, 8261, 7498, 8462, Ke 533, 738,78 Keseh 1,28 6,40 4,89 3,46 16,5 3,82 or Sekt ntaahesek 6 ,27 30,2 9 ,76 18,2 00,5 93,9 25,3 869, 136, 387, 678, Kerugiann ikn Umum 7722, 66 9053, 69 65 070,82 03 7,16 da Kli 35,5 2,96 27,1 19,2 92,1 11,0 5 0 5 0 Kerugiannad kitaSh 36,4 ,30 ,30 18,2 2638, 050, Umum 89 1311, 1311, 525, ,83 44 755 Ruma 79,2 9,91 9,91 39,6 138, rusakaneK an a nny san 29 144 12 110 78 373 71 98 Lai ummUn ay Tambah Umum Lain-lain ummU Lainn Kerusakan as h ilit 8 1 0 1 4 Ringka tana 14 0 2 ummU tana Swasta Personil Fasilitas Fas Umum Ruma Sakit Kesehata Admin. Kesehatan A.10: Keseh i an a A.11: Sakit Sakit Swasta egs ast Keseh dan ersihan 5 6 Per Tabel er Kerusak swro 6838 205 1763 2285 Tabel Item Total Rumah Klinik Sub-klinik Publik Rumah Fasilitas Program Penggantian Pemb Perawatan Met ekts 1140 2249 (M2) di a kart dul gyaoYa ogo Ki l Prn n arta ngah aky aten Tea Kot Bantu Kulo Gunung Slema Yog Kl Jaw Table A.12: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian di Provinsi Jawa Tengah Item Kerusakan Kerugian Total 117,260,530,753 6,406,845,005 Rumah Sakit Umum 95,691,306,523 Klinik Kesehatan Umum 15,188,175,716 Sub-klinik Kesehatan Umum 5,276,605,324 Publik dan Admin. Lain-lain 476,543,418 Rumah Sakit Swasta 0 Fasilitas Swasta Lainnya 627,899,772 Program Sesehatan Umum 0 Penggantian Personil 1,689,714,944 Pembersihan Fasilitas 425,029,613 Perawatan Kesehatan Tambahan 4,292,100,448 Pembagian Kerusakan antara Sarana Sektor Umum dan Swasta: Untuk Provinsi Yogyakarta : (i) Kerusakan sarana sektor swasta sama dengan persentase M2 yang rusak per kabupaten untuk sarana swasta dan (ii) kerusakan sarana sektor umum sama dengan jumlah sarana rumah sakit dan non rumah sakit yang rusak per kabupaten dan semua hal lainnya. Untuk Kabupaten Klaten: Kerusakan sarana Klaten adalah bagian dari sarana rumah sakit dan non rumah sakit yang rusak per kabupaten dan semua hal yang lain. PERLINDUNGAN SOSIAL Asumsi: Tiga sarana umum yang terkena dampak di kota Yogyakarta adalah pusat pelatihan pekerja sosial dan kantor koordinasi. Biaya kerusakan dihitung dari biaya rekonstruksi perumahan/gedung per m2 ditambah biaya peralatan pendukung di dalamnya. Dianggap biaya penggantian sarana sama dengan biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan biaya unit sebesar Rp 1,6 juta/m2. Ini merupakan perkiraan kasar yang diberikan oleh seorang kontraktor yang bekerja di kantor dinas sosial provinsi Yogyakarta bersama dengan pegawai kantor dinas. Dianggap bahwa biaya untuk kerusakan parah sebesar 65% dan kerusakan ringan sebesar 20% dari biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan peralatan pendukungnya. Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar Rp. 5.000/m2 untuk gedung yang hancur. Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar 20% dan untuk kerusakan parah sebesar 65% dari biaya pembersihan sebuah gedung yang hancur. Kerusakan Taman Makam Pahlawan(TMP) dilaporkan oleh kantor dinas sosial Klaten namun belum dihitung dan tidak dimasukkan ke dalam penilaian kerusakan. Tabel A.13: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Perlindungan Sosial per Kabupaten (Juta Rp) Kerusakan Kerugian Total Total Total Swasta Publik Swasta Publik Provinsi Yogyakarta 35,418.33 85.07 35,503 26,131 9,373 51 16 Kota Yogyakarta 9,365.55 7.68 9,373 7,142 2,232 16 5 Kabupaten Gunung Kidul 5,020.98 2.87 5,024 3,768 1,256 6 2 Kabupaten Kulon Progo 2,580.99 1.36 2,582 2,582 0 4 0 Kabupaten Bantul 4,419.15 64.51 4,484 3,139 1,345 7 3 Kabupaten Sleman 11,602.95 8.65 11,612 9,500 2,111 18 4 Fasilitas pelatihan pekerja sosial 2,428.71 2,429 - 2,429 2 Provinsi Jawa Tengah - Kabupaten Klaten 8,084.07 4.27 8,088 7,414 674 11 1 Jumlah total 43,502 89.34 43,592 33,545 10,047 62 17 BUDAYA DAN AGAMA Tabel A.14: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah Jumlah Tempat Ibadah (Sebelum Gempa Bumi) Nama Kabupaten/Kota Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Total Sembahyang Protestan Katolik (Hindu) (Buddha) (Surau/Langgar) Kabupaten Klaten 2,396 1,827 132 52 56 7 4,470 Kabupaten Kulon Progo 957 956 38 53 0 5 2,009 Kabupaten Bantul 1,457 1,566 32 23 4 0 3,082 Kabupaten Gunung Kidul 1,635 701 97 34 10 4 2,481 Kabupaten Sleman 1,801 1,328 65 55 5 3 3,257 Kota Yogyakarta 393 284 42 12 0 10 741 Total 8,639 6,662 406 229 75 29 16,040 Penilaian kerusakan ini didasarkan atas laporan kerusakan yang terjadi pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di kabupaten- kabupaten tersebut pada tanggal 6 Juni 2006: 21:30 Jumlah awal SLTP dari Podes 2005 Ini mencakup sekolah negeri dan swasta di bawah Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama Proporsi kerusakan fasilitas Hancur Rusak Parah Rusak Ringan Kabupaten Klaten 0.72% 14.49% 1.45% Kabupaten Kulon Progo 0.00% 4.92% 6.56% Kabupaten Bantul 85.19% 14.81% 0.00% Kabupaten Gunung Kidul 3.33% 18.33% 19.17% Sleman District 0.00% 13.11% 0.00% Kota Yogyakarta 3.57% 10.71% 1.79% Asumsi mengenai biaya rehabilitasi: Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi (Surau/Langgar) Hindu) Buddha) Asumsi ukuran fasilitas (M2) 200 100 200 200 200 200 Asumsi biaya/M2 menurut jenis kerusakan - Hancur 1,000,000 800,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - Rusak parah 600,000 400,000 600,000 600,000 600,000 600,000 - Rusak ringan 300,000 200,000 300,000 300,000 300,000 300,000 Jumlah fasilitas yang ada dikalikan dengan proporsi fasilitas yang rusak, dengan ukuran yang diasumsikan, dan dengan biaya rekonstruksi Tabel A.15: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Yogyakarta (Juta Rp) Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Total Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi (Surau/Langgar) Hindu) Buddha) Data Sebelum 6243 4835 274 177 19 22 11570 Bencana (Jumlah Bangunan) Kerusakan Ringan 22980 4040 1320 600 120 60 29120 Kerusakan Parah 100920 24480 4680 2400 480 240 133200 Hancur 262000 109360 6400 4200 600 0 382560 Total 385900 137880 12400 7200 1200 300 556450 Tabel A.16: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah (Juta Rp) Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Total Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi (Surau/Langgar) Hindu) Buddha) Data Sebelum 2396 1827 132 52 56 7 4470 Bencana (Jumlah Bangunan) Kerusakan Ringan 2100 520 120 60 60 0 2860 Kerusakan Parah 41640 10600 2280 960 960 120 56560 Hancur 3400 1040 200 0 0 0 4640 Total 47140 12160 2600 1020 1020 120 52490 Sektor Produktif PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN Gambaran terperinci dari asumsi dapat ditemukan di teks utama. PERDAGANGAN Tabel A.17: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Yogyakarta , 2000-2003 Kabupaten 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % Bantul Perdagangan, Hotel dan Restoran 385,772 17.1 427,972 17.1 475,791 17.1 533,481 17.3 Perdagangan dan Restoran 380,267 16.8 421,772 16.8 469,396 16.9 526,327 17.1 Perdagangan 182,145 8.1 202,189 8.1 224,937 8.1 252,153 8.2 Hotel 5,505 0.2 6,200 0.3 6,395 0.2 7,154 0.2 Restoran 198,122 8.8 219,583 8.8 244,459 8.8 274,174 8.9 Yogyakarta Perdagangan, Hotel dan Restoran 796,074 23.8 912,551 23.9 1,050,965 24.0 1,194,180 24.4 Perdagangan dan Restoran 687,083 20.5 789,272 20.7 905,713 20.7 1,027,035 21.0 Perdagangan 196,085 5.9 228,206 6.0 260,966 6.0 301,008 6.2 Hotel 108,991 3.3 123,279 3.2 145,252 3.3 167,145 3.4 Restoran 490,998 14.7 561,066 14.7 644,747 14.7 726,027 14.6 Tabel A.18: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Jawa Tengah, 2000-2003 Kabupaten 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % Klaten Perdagangan, Hotel dan Restoran 772,019 26.2 878,585 26.2 1,009,835 25.9 1,100,308 25.7 Perdagangan dan Restoran 768,451 26.1 873,697 26.1 1,003,172 25.8 1,093,171 25.5 Perdagangan 538,219 18.3 622,175 18.6 731,348 18.8 800,338 18.7 Hotel 3,568 0.1 4,887 0.2 6,662 0.2 7,137 0.2 Restoran 230,231 7.8 251,521 7.5 271,823 6.9 292,832 6.8 Tabel A.19: Pasar di Yogyakarta dan Wilayah Bagian Provinsi Jawa Tengah, 2005 Kabupaten Desa-desa Desa-desa yang Memiliki Pasar-pasar yang Tidak Supermarket Restoran yang Memiliki Bangunan-bangunan Memiliki Bangunan Unit Unit Toko Permanen dan Semi Permanen yang Permanen Desa Desa Unit Magelang 42 65 39 10 95 Boyolali 65 80 30 24 116 Klaten 97 84 46 44 373 Kota Magelang 10 8 7 6 31 Kulon Progo 24 42 13 12 40 Bantul 41 40 7 71 23 Gunung Kidul 35 73 31 18 119 Sleman 63 57 9 143 509 Yogyakarta 35 25 15 62 331 Sumber: PODES 2005 Tabel A.20: Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Provinsi Yogyakarta, 2003 ­ 2005 Kebupaten 2003 2004 2005 Tradisional Modern Waralaba Tradisional Modern Waralaba Tradisional Modern Waralaba Bantul 44 6 47 12 30 12 Sleman 51 47 36 57 36 53 Kulon Progo 34 4 36 10 36 10 Gunung Kidul 37 7 36 9 28 8 Yogyakarta 31 36 26 37 57 26 31 50 26 Total 197 100 26 192 145 26 161 133 26 Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006 Tabel A.21: Pedagang Berijin (SIUP) di Provinsi Yogyakarta, 2002-2005 Klasifikasi 2002 2003 2004 2005 Besar 184 230 350 369 Menengah 418 521 614 737 Kecil 23,397 24,631 25,633 26,969 Total 23,999 25,382 26,597 28,075 Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006 Tabel A.22: Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasar A. Pasar Tradisional NO. LOKASI Perdagangan yang Hilang (disesuaikan) Kerusakan pada Bangunan dan Aset Lainnya Total YOGYAKARTA I Kabupaten Bantul 29,400 76,577 105,977 1. Pasar Niten * 8,400 12,171 20,571 2. Pasar Imogiri * 8,400 21,906 30,306 3. Pasar Plered * 4,200 22,500 26,700 4. Pasar Piungan * 8,400 20,000 28,400 II Kabupaten Sleman 7,320 906 8,226 Kec. Godean 1,600 5 1,605 800 17 817 Kec. Prambanan 1,000 36 1,036 Kec. Tegal Sari 480 13 493 100 102 202 400 184 584 Kec. Tempel 400 102 502 600 26 626 900 183 1,083 Kec. Gamping 840 179 1,019 Kec. Condongcatur 100 9 109 100 50 150 III Kota Yogyakarta 10,500 52,235 62,735 1. Pasar Bringharjo * 6,000 47,944 53,944 2. Pasar Kranggal 1,000 150 1,150 3. Pasar Giwangan 600 231 831 4. Pasar Sentul 500 225 725 5. Pasar Gading 100 1,026 1,126 6. Pasar Prawirotaman 350 90 440 7. Pasar Ciptomulyo 100 334 434 8. Pasar Karangkajen 150 1,094 1,244 9. Pasar Serangan 800 463 1,263 10. Pasar Patuk 100 9 109 11. Pasar Kotagede 300 82 382 12. Pasar Tunjungsari 400 557 957 13. Pasar Demangan 100 30 130 IV Kabupaten Gunung Kidul 11,259 19,657 30,916 Kec. Wonosari 9,250 17,702 26,952 Kec. Nglipar 63 11 74 356 17 373 Kec. Ngawen 184 557 741 29 557 586 348 49 397 Kec. Saptosari 131 50 181 Kec. Panggang 110 46 156 Kec. Purwosari 281 134 415 Kec. Playen 104 33 137 Kec. Gedangsari 203 223 426 Kec. Paliyan 200 278 478 30 450 480 V Kabupaten Kulon Progo 1,869 500 2,369 1. Pasar Dekso ** 311 200 511 2. Pasar Brosot ** 311 50 361 3. Pasar Kranggan ** 311 50 361 4. Pasar Sewugalur ** 311 50 361 5. Pasar Kasihan ** 311 50 361 6. Pasar Kenteng ** 311 100 411 Provinsi Jawa Tengah VI Kabupaten Klaten 19,488 15,153 34,641 1. Pasar Taji * 1,188 2,534 3,722 2. Pasar Prambanan * 2,400 1,229 3,629 3. Pasar Wedi * 2,100 5,932 8,032 4. Pasar Gempol * 2,100 1,280 3,380 5. Pasar Gantiwarno * 2,550 390 2,940 6. Pasar Panggil * 2,100 1,121 3,221 7. Pasar Masaran * 1,050 779 1,829 8. Pasar Temuwangi * 2,100 612 2,712 9. Pasar Sidoharo * 2,100 979 3,079 10. Pasar Minggiran * 1,800 297 2,097 Total 79,836 165,028 244,864 Catatan/Asumsi: Kerugian perdagangan dihitung berdasarkan data volume penjualan per hari dari Departemen Perdagangan dan Dinas Perdagangan dan Industri Provinsi dan Data Koperasi. *Untuk gedung-gedung pasar yang 100% hancur maka kerugian perdagangan dihitung selama 30 hari sampai pasar-pasar tersebut buka kembali. ** Kerugian perdagangan dihitung selama satu hari (pasar mingguan), kerugian perdagangan di pasar-pasar lain dihitung selama 4 hari. Kerusakan gedung berdasarkan data aktual dari Departemen Perdagangan B. Pasar Modern (Harga Konstan ­ Juta Rp) LOKASI Perdagangan yang Hilang Kerusakan pada Bangunan dan Total (Disesuaikan) (Disesuaikan) Aset Lainnya Kabupaten Bantul 0 Kabupaten Sleman 0 Kota Yogyakarta 10,000 1,000 11,000 (perkiraan) 10,000 1,000 11,000 (perkiraan) 150 150 300 Tidak tersedia 0 Tidak tersedia 20 20 Tidak tersedia 20 800 800 800 Kabupaten Gunung Kidul Tidak tersedia 0 Kabupaten Kulon Progo Tidak tersedia 0 Kabupaten Klaten 215 540 755 Total 20,365 3,530 24,675 Catatan NA = Tidak tersedia informasi *) - Barang persediaan tidak rusak, sebagian disumbangkan kepada korban. - Tutup menunggu pemeriksaan bangunan - akhir-akhir ini buka (3-4 bulan). **) tidak ada interupsi Sumber : Departemen Perdagangan dan kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi serta Data Koperasi INDUSTRI DAN PERUSAHAAN Tabel A.23: Usaha Kecil dan Menengah yang Terkena Dampak Gempa Bumi Jumlah Unit Kerugian Total Pekerja di Anggota di Tanggungan Jumlah Awal Kerugian Sektor Unit Sektor Sektor di Sektor yang di Sektor Informal Kerugian Formal Informal Formal Terkena Formal Dampak Bantul 21,306 9,588 5,040 14,628 335,570 20,160 1,342,278 1,362,438 Klaten 4,500 3,360 7,860 157,500 13,440 630,000 643,440 Yogyakarta 8,619 776 1,680 2,456 27,150 6,720 108,599 115,319 Sleman 18,558 1,113 1,120 2,233 38,972 4,480 155,887 160,367 Gunung Kidul 21,659 650 560 1,210 22,742 2,240 90,968 93,208 Kulon Progo 22,418 673 560 1,233 23,539 2,240 94,156 96,396 Total 92,560 17,299 12,320 29,619 605,472 49,280 2,421,888 2,471,168 (Yogyakarta Saja) Data: data awal dari survei Bank Indonesia dengan Universitas Gajah Mada PSE-KP, 2003 perkiraan angka pertumbuhan 2% per tahun, menjadi 6% dari 2003 sampai data awal tahun 2006. Di dalam survei ini tidak terdapat data awal untuk Klaten, data dikutip dari pakar ekonomi UGM Sri Adiningsih. Struktur perekonomian utama: 25% mebel, 25% kerajinan tangan, 20% tekstil, 30% lainnya merupakan tanggungan dan korban mengacu pada anggota keluarga, diperkirakan keluarga yang terdiri dari 4 orang. Asumsi: Sektor formal Kabupaten Bantul 50% pada industri yang terkena dampak, 90% hancur Kabuptaen Klaten Lihat di atas Kota Yogyakarta 30% pada industri yang terkena dampak, 30% hancur Kabupaten Sleman 30% pada industri yang terkena dampak, 20% hancur Kabupaten Gunung Kidul 30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur Kabupaten Kulon Progo 30% pada industri yang terkena dampak, 10% hancur Sektor Informal · Data dasar 79.000 (untuk Yogyakarta) berasal dari survei terakhir tahun 2001 sebagaimana diinformasikan oleh APIKRI--asosiasi kecil kerajinan tangan · Data termasuk petani dengan porsi 50%, sehingga dianggap 40.000 adalah usaha kecil · Tidak ada informasi mengenai penyebaran secara geografis, dianggap penyebaran yang proporsional masing-masing 8000, tidak ada informasi mengenai Klaten, dianggap sama saja · Dianggap 70% industri yang terkena dampak merupakan sebagian besar wirausaha yang bertindak sebagai pendukung industri dengan tingkat kerusakan yang sama seperti di sektor formal di setiap daerah · Menyesuaikan dengan informasi sektor perbankan, asumsi unit kerugian seharusnya sesuai (atau bahkan sedikit lebih rendah) di mana bank memperkirakan kemungkinan NPL dari 37.482 debitur dan BPR memperkirakan 21.008 debitur. · Jumlah Total Debitur penunggak di Yogyakarta sendiri sejumlah 58,490. beberapa debitur mungkin memilki sejumlah hutang dari bank-bank lain. Pekerja · Rata-rata pekerja di sektor formal · 50% memiliki 50 pekerja · 50% memiliki 20 pekerja · Batas antara 5 sampai 500 · Sebuah perusahaan mungkin hanya mempunyai 20 pekerja permanen namun bisa mencapai 140 pekerja sementara · Usaha informal mempunyai 4 anggota · Perbandingan: 60% usaha kecil, 40% usaha menengah, usaha kecil sama dengan sektor informal Penilaian Kerusakan dan Kerugian Sektor Industri dan Perusahaan Menengah Kecil Mikro Kabupaten Bantul 3,835 5,753 5,040 Kabupaten Klaten 1,800 2,700 3,360 Kota Yogyakarta 310 465 1,680 Kabupaten Sleman 445 668 1,120 Kabupaten Gunung Kidul 260 390 560 Kabupaten Kulon Progo 269 404 560 Total 6,920 10,380 12,320 Asumsi per kerugian unit Usaha menengah Kecil Mikro Bangunan 200,000,000 100,000,000 20,000,000 Inventaris 100,000,000 50,000,000 Tidak ada ­ kebanyakan sub kontrak gaji yang terus dibayar (6 bulan) 3,000,000 Tidak dapat membayar Tidak dapat membayar Pendapatan per bulan 50,000,000 20,000,000 2,500,000 Berdasarkan data yang didapatkan dari survey Rata-rata kerugian total Usaha menengah Kecil Mikro Bangunan 1,383,936,000,000 1,037,952,000,000 246,400,000,000 Inventaris 691,968,000,000 518,976,000,000 gaji yang terus dibayar (biaya 6 bulan) 1,037,952,000,000 Tidak tersedia Tidak tersedia potensi kerugian penghasilan 2,075,904,000,000 622,771,200,000 92,400,000,000 (6 bulan untuk usaha menengah dan 3 bulan untuk usaha mikro dan usaha kecil) Jumlah Perkiraan Kerugian 5,189,760,000,000 2,179,699,200,000 338,800,000,000 Rata-rata kerugian total = unit kerugian X kerugian per unit Kerugian yang dilaporkan dari perusahaan besar: hanya 3 perusahaan yang melaporkan kerusakan ke Dinas yaitu Sari Husada (makanan), PT. ASA (kulit) and PT. Budi Makmur (kulit) PT ASA 5.700.000.000 PT Budi Makmur 3.000.000.000 PT Sari Husada pada saat jumpa pers melaporkan kerusakan di 2 pabriknya dan kerugian inventaris sebesar Rp 175 Milyar, ditambah perkiraan Rp 70 Milyar kerugian pendapatan Perusahaan tutup dan diharapkan memulai produksi kembali dalam waktu 2 sampai 3 bulan. Penilaian kerusakan dan kerugian total untuk usaha mikro, kecil dan besar adalah 7.961.959.200.000 PARIWISATA Tabel A.24: Ikhtisar Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Yogyakarta ITEM PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) PENILAIAN KERUGIAN Jumlah TINGKAT KERUSAKAN Jumlah Penghasilan/ Penghasilan/ Asumsi Sebelum RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN yang Bulan Bulan Bencana Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit Tidak Sebelum Setelah Rusak Bencana Bencana 1. Fasilitas 31 2 450 4 603 3 400 22 1,744 1,322 Bangunan 4 11 9 Aset Karyawan Pengunjung 2. Hotel 34 5 21.494 13 9,697 3 120 13 372 268 tingkat unian 52% Bangunan Aset Karyawan 275 220 Pengunjung 800,000 3. Motel/ 1,106 50 70 180 50 66 20 810 415 256 tingkat unian 50% Hoster/ Losmen/ Wisma Bangunan Aset Karyawan Pengunjung 4. Kantor 12 Bangunan 12 2 350 3 285 2 105 5 Aset Karyawan Pengunjung Tabel A.25: Ringkasan Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Klaten/Jateng ITEM PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) PENILAIAN KERUGIAN (Juta Rp) KOMENTAR Jumlah TINGKAT KERUSAKAN Jumlah Penghasilan Penghasilan Asumsi sebelum RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN yang /Bulan /Bulan bencana Jumlah Biaya/ Unit Jumlah Biaya/Unit Jumlah Biaya/ Unit Tidak Sebelum Setelah Rusak Sencana Bencana 1. Fasilitas 14 1 100 4 132 9 350 350 Penghasilan >Fasilitas dan kerugian Prambanan di dihitung kabupaten secara kasar Klaten berdasarkan mencapai penghasilan 1.070 juta kabupaten rupiah. (pajak, >Kerugian biaya-biaya, Prambanan dsb.) pada daftar Bangunan 2 10 9 Yogya; Aset Catatan: Karyawan kerusakan pada Pengunjung 800,000 550,000 Jumlah daerah Paling pengunjung Parah adalah diperkirakan sebuah menurun gerbang rusak sebanyak kl. (maka nilainya 30% untuk lebih kecil tahun depan daripada Kerusakan Sedng) 2. Hotel Semua Bangunan akomodasi di Aset kabupaten Karyawan Klaten Pengunjung merupakan hotel tak berbintang 3. Motel/ 42 10 270 6 120 32 750 550 Diasumsikan Panti pijat Hostel/ bahwa termasuk Losmen/ tingkat dalam kategori Wisma penghunian ini Bangunan 42 menurun Aset 30% Karyawan 275 220 Pengunjung 4. Kantor 4 Kerugian Bangunan 4 1 500 2 100 1 dalam natura Aset (tidak ada Karyawan penghasilan Pengunjung karena hanya informasi) karena lembaga ini menyediakan informasi Lintas Sektor TATA PEMERINTAHAN DAN PEMERINTAHAN Asumsi: Kerusakan gedung: Gedung tanpa rancangan yang tepat (kerusakan total) 80-100% Gedung yang dirancang dan dibangun dengan buruk (rusak sedang dan parah) 30-80% Gedung dengan rancangan yang kuat (sedikit rusak namun dapat diperbaiki) 0-30% Bila tersedia laporan, perkiraan dasar permukaan dibuat berdasarkan rata-rata dan sebaliknya bila tidak ada laporan akan diperkirakan berdasarkan wilayah yang sama dengan skala intensitas yang sama. Biaya unit resmi dari pemerintah per meter persegi sekitar Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak ringan dan Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak berat sampai yang rusak total. Peralatan dan Mebel: Perkiraan berdasarkan jumlah pegawai: Rp. 3.0 juta per pegawai negeri pada tingkat kerusakan 30%. Ini termasuk kerusakan komputer, kendaraan, mebel (lemari, meja dan kursi). Pegawai: Jumlah pegawai korban gempa diperkirakan dalam sebuah rasio dari populasi umum (yakni: jumlah yang tewas, hilang, terluka dalam perbandingan dengan jumlah penduduk secara umum) Biaya berdasarkan (3 bulan) gaji (Rp. 2.0 juta), perekrutan dan pelatihan dan "masa tidak aktif" selama masa pertolongan krisis Dokumen: Biaya yang diperkirakan sebesar Rp. 50.000 per dokumen dengan 5 dokumen yang berbeda per rumah tangga. Diperkirakan 10% dari total dokumen rusak. Unsur tak terduga ditambahkan sebesar angka 10% . Tabel A.26: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Pemerintahan Pilar Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total Umum 10% Provinsi - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 140,000,000 1,540,000,000 Yogyakarta Yogyakarta 31,112,245,380 471,397,657 157,132,552 1,080,024,410 32,820,800,000 3,282,080,000 36,102,880,000 Bantul 1,861,722,457 - 232,715,307 1,948,602,839 4,043,040,603 404,304,060 4,447,344,663 Kulon Progo 362,752,242 - 310,930,493 250,817,265 924,500,000 92,450,000 1,016,950,000 Gunung Kidul 4,209,565,011 - 169,512,685 966,222,304 5,345,300,000 534,530,000 5,879,830,000 Sleman 440,425,605 - 377,507,661 425,325,298 1,243,258,564 124,325,856 1,367,584,421 Provinsi Jawa - - 150,000,000 25,000,000 175,000,000 17,500,000 192,500,000 Tengah Klaten 68,055,161,544 - 153,277,391 1,889,399,305 70,097,838,240 7,009,783,824 77,107,622,064 Boyolali 665,563,995 - 313,206,586 352,879,420 1,331,650,000 133,165,000 1,464,815,000 Magelang - - 395,877,743 446,022,257 841,900,000 84,190,000 926,090,000 Wonogiri 6,293,750,000 - - - 6,293,750,000 629,375,000 6,923,125,000 Total 113,001,186,234 471,397,657 3,060,160,419 7,984,293,098 124,517,037,407 12,451,703,741 136,968,741,148 Bangunan Pillar Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total Umum 10% Provinsi - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 140,000,000 1,540,000,000 Yogyakarta Yogyakarta 29,700,000,000 450,000,000 150,000,000 1,031,000,000 31,331,000,000 3,133,100,000 34,464,100,000 Bantul 1,200,000,000 - 150,000,000 1,256,000,000 2,606,000,000 260,600,000 2,866,600,000 Kulon Progo 175,000,000 - 150,000,000 121,000,000 446,000,000 44,600,000 490,600,000 Gunung Kidul 3,725,000,000 - 150,000,000 855,000,000 4,730,000,000 473,000,000 5,203,000,000 Sleman 175,000,000 - 150,000,000 169,000,000 494,000,000 49,400,000 543,400,000 Provinsi Jawa - - 150,000,000 25,000,000 175,000,000 17,500,000 192,500,000 Tengah Klaten 66,600,000,000 - 150,000,000 1,849,000,000 68,599,000,000 6,859,900,000 75,458,900,000 Boyolali 318,750,000 - 150,000,000 169,000,000 637,750,000 63,775,000 701,525,000 Magelang - - 150,000,000 169,000,000 319,000,000 31,900,000 350,900,000 Wonogiri 6,293,750,000 - - - 6,293,750,000 629,375,000 6,923,125,000 Total 108,187,500,000 450,000,000 2,150,000,000 6,244,000,000 117,031,500,000 11,703,150,000 128,734,650,000 Perlengkapan Pilar Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total Umum 10% Provinsi - - - - - - - Yogyakarta Yogyakarta 1,400,870,065 21,225,304 7,075,101 48,629,530 1,477,800,000 147,780,000 1,625,580,000 Bantul 319,109,747 - 39,888,718 334,001,535 693,000,000 69,300,000 762,300,000 Kulon Progo 185,397,982 - 158,912,556 128,189,462 472,500,000 47,250,000 519,750,000 Gunung Kidul 479,839,852 - 19,322,410 110,137,738 609,300,000 60,930,000 670,230,000 Sleman 256,654,858 - 219,989,879 247,855,263 724,500,000 72,450,000 796,950,000 Provinsi Jawa - - - - - - - Tengah Klaten 577,564,396 - 1,300,821 16,034,783 594,900,000 59,490,000 654,390,000 Boyolali 346,813,995 - 163,206,586 183,879,420 693,900,000 69,390,000 763,290,000 Magelang - - 245,877,743 277,022,257 522,900,000 52,290,000 575,190,000 Wonogiri - - - - - - - Personil Pilar Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total Umum 10% Provinsi - - - - - - - Yogyakarta Yogyakarta 11,375,315 172,353 57,451 394,880 12,000,000 1,200,000 13,200,000 Bantul 26,965,742 - 3,370,718 28,224,143 58,560,603 5,856,060 64,416,663 Kulon Progo 2,354,260 - 2,017,937 1,627,803 6,000,000 600,000 6,600,000 Gunung Kidul 4,725,159 - 190,275 6,000,000 600,000 6,600,000 1,084,567 Sleman 8,770,746 - 24,758,564 2,475,856 27,234,421 7,517,783 8,470,035 Provinsi Jawa - - - - - - - Tengah Klaten 14,811,182 - 33,359 411,199 15,255,740 1,525,574 16,781,314 Boyolali - - - - - - - Magelang - - - - - - - Wonogiri - - - - - - - Dokumen Pilar Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total Umum 10% Provinsi - - - - - - - Yogyakarta Yogyakarta - - - - - - - Bantul 315,646,969 - 39,455,871 330,377,160 685,480,000 68,548,000 754,028,000 Kulon Progo - - - - - - - Gunung Kidul - - - - - - - Sleman - - - - - - - Provinsi Jawa - - - - - - - Tengah Klaten 862,785,966 - 1,943,212 23,953,322 888,682,500 88,868,250 977,550,750 Boyolali - - - - - - - Magelang - - - - - - - Wonogiri - - - - - - - PERBANKAN DAN KEUANGAN Tabel A.27: Potret Sektor Perbankan Yogyakarta, Sebelum Bencana, Akhir Maret 2006 Jumlah Bank yang menjalankan bisnis di Yogyakarta Provinsi Yogyakarta Indonesia % Bank Komersial: 25 131 19 - Bank Pemerintah 4 5 100 - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) 20 100 20 - Bank Daerah (BPD) 1 26 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 65 1,906 3 Jumlah Kantor/Cabang Bank Provinsi Yogyakarta Indonesia Bank Komersial: 41 - Bank Pemerintah (tidak termasuk unit BRI) 11 1,755 0.6 - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) 24 3,925 0.6 - Bank Daerah (BPD) 6 709 0.8 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 65 1,906 3.4 Jumlah Aset Bank 13,611 1,465,300 0.9 Jumlah Deposito Bank 12,385 1,146,230 1.1 Jumlah Pinjaman Bank (Komersial dan BPR) 6,780 687,528 1.0 1. Pinjaman Bank Komersial 5,951 674,698 0.9 - Pinjaman Modal Kerja 2,320 340,887 0.7 - Pinjaman Investasi 842 129,399 0.7 - Pinjaman Konsumsi 2,789 204,411 1.4 NPL (%) 4.11% 9.40% 2. Pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 829 12,830 6.5 NPL (%) 8.96 Sumber: Bank Indonesia Semua dinilai dalam Miliar Rp kecuali dinyatakan lain Tabel A.28: Kredit Perbankan Komersial per Sektor dan Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret 2006 Distribusi Sektoral PDRB dan Kredit Provinsi Kabupaten-kabupaten di Yogyakarta (Kredit Bank Sektor Bank Yogyakarta Komersial) % % Bantul Gunung Kulon Sleman Kota dalam dalam Kidul Progo Yogyakarta PDRB Kredit Bank Pertanian 18.7 3.0 65 10 19 32 68 Pertambangan 0.7 0.4 - 1 - 19 1 Pabrik (industri) 14.5 9.8 14 3 2 63 489 Utilitas (Listrik, Gas dan Air) 0.9 0.0 - - - - 2 Konstruksi 8.3 3.1 1 1 2 117 64 Perdagangan, Restoran, dan Hotel 20.8 23.7 104 102 56 210 957 Transportasi dan pergudangan 9.9 1.5 1 1 12 1 67 Keuangan dan Jasa-jasa 26.3 10.5 36 10 2 62 507 Lainnya ­ Termasuk Pinjaman Konsumen 48.0 190 168 179 380 1,934 Total 5,952 411 296 272 884 4,089 Total (%) 100.0 100.0 6.9 5.0 4.6 14.9 68.7 Sumber: Bank Indonesia Tabel A.29: Kredit Perbankan per Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret 2006 Kabupaten-Kabupaten di Yogyakarta Provinsi Provinsi Bantul Gunung Kulon Sleman Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Kidul Progo A. Kredit menurut Jenis Bank dan Penggunaannya 6,780 586 325 369 1,354 4,146 1. Bank Komersial 100 5,951 410 295 273 884 4,089 - Pinjaman Modal Kerja 39 2,320 183 95 83 394 1,563 - Pinjaman Investasi 14 842 48 33 29 127 606 - Pinjaman Konsumsi 47 2,789 179 167 161 363 1,920 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 829 176 30 96 470 57 B. Bagian Kredit yang disediakan oleh BPR 1. Bank Komersial 88 70 91 74 65 99 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 12 30 9 26 35 1 C. NPL Kredit menurut Daerah 1. Bank Komersial 4.11 2.26 1.61 2.94 2.47 4.91 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 8.69 17.95 3.42 7.25 6.60 6.48 Sumber: Bank Indonesia Tabel A.30: Dampak Gempa bumi--Perkiraan Potensial Kerugian Pinjaman (Juta Rp) Provinsi Yogyakarta # Bank # Debitur yang Kerugian Terkena Dampak Pinjaman Bank Komersial: 25 1,213,238 - Bank Pemerintah 4 7,792 310,580 - Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) 20 1,365 304,278 - Bank Daerah (BPD) 1 28,325 464,675 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 65 21,008 133,705 Kerugian Terbesar: # Debitur yang Kerugian Terkena Dampak Pinjaman BPD: - Bank BPD Yogyakarta Daerah 28,325 464,675 BANK MILIK NEGARA: - Bank BRI Pemerintah 4,791 174,818 - Bank BTN Pemerintah 1,001 49,271 - Bank Mandiri Pemerintah 1,504 48,600 - Bank BNI (termasuk Syariah) Pemerintah 496 37,891 Total Bank Pemerintah: 7,792 310,580 BANK SWASTA: - Bank Bukopin Swasta 78 127,389 - Bank Danamon Indonesia Swasta 856 51,277 - Bank Muamalat Indonesia Swasta 70 32,699 - Bank BCA Swasta 20 23,344 - Bank Permata Swasta 137 21,684 - Bank Lippo Swasta 47 18,574 - Bank BBI Swasta 16 6,242 - Bank Syariah Mandiri Swasta 35 5,800 - Bank Ekonomi Raharja Swasta 6 5,575 - Bank Bumiputera Swasta 10 5,203 - Bank NISP Swasta 13 1,750 - Bank ANK Swasta 37 1,581 - Bank Century Swasta 6 1,045 - Bank Mega Swasta 7 1,020 - Bank Haga Swasta 2 1,000 - Bank CNB Swasta 25 95 - Bank Niaga, BII, BTPN, Panin Swasta Tidak dilaporkan Tidak dilaporkan Total Bank Swasta: 1,365 304,278 TOTAL BANK KOMERSIAL: 37,482 1,079,533 TOTAL 65 BPR: 21,008 133,705 TOTAL PINJAMAN RAGU-RAGU PERBANKAN: 58,490 1,213,238 Sumber: Bank Indonesia, kantor Yogyakarta Provinsi Jawa Tengah--hanya Kabupaten Klaten Nama # Peminjam Pinjaman Belum Bagian # Potensi Kerugian Dilunaskan (%) Pinjaman Bank BRI 18,402 291,063 36.1 145,532 Bank BPD JAWA TENGAH 10,348 194,481 24.1 97,241 Bank DANAMON INDONESIA 1,035 73,986 9.2 14,797 Bank BNI 2,741 72,209 9.0 14,442 Bank NIAGA 313 65,251 8.1 13,050 Bank MANDIRI 492 28,669 3.6 5,734 Bank BTN 697 12,580 1.6 2,516 Bank MEGA 1,232 10,517 1.3 2,103 Bank BII 56 9,854 1.2 1,971 Bank NISP 131 7,375 0.9 1,475 Bank BUANA INDONESIA 56 7,313 0.9 1,463 Bank BUKOPIN 79 6,421 0.8 1,284 Bank BCA 19 5,783 0.7 1,157 LIPPOBANK 43 5,065 0.6 1,013 Bank PANIN 45 4,773 0.6 955 Bank Haga 17 4,608 0.6 922 Bank PERMATA 10 3,220 0.4 644 Bank Bumi Arta 17 1,836 0.2 367 Bank WINDU KENTJANA 2 260 0.03 CENTRATAMA NASIONAL 10 242 0.03 Bank HARDA INTERNASIONAL 22 136 0.02 Bank MAYAPADA 4 32 0.004 TOTAL 35,771 805,674 306,664 Sumber: Bank Indonesia Solo LINGKUNGAN HIDUP Tabel A.31: Perkiraan Puing-puing Gedung Berdasarkan Jumlah Rumah yang Rusak, Yogyakarta dan Jawa Tengah LOKASI Kerusakan Infrastruktur Volume Limbah (m3) @ Volume 10m3/rumah Limbah Perumahan (50m2 Bertembok Total Daur Ulang Volume Perumahan Satu Tingkat) (m3) @ 45% Limbah (m3) 20 15 5 Hancur Rusak Rusak Rusak Rusak Parah Ringan Hancur Parah Ringan Total (m3) Jawa Tengah 47,519 58,185 80,887 950,382 872,775 404,433 2,227,590 1,225,175 Bantul 26,045 29,582 24,262 520,902 443,732 121,311 1,085,945 597,269 Sleman 4,719 14,403 29,910 94,374 216,041 149,549 459,963 252,980 Yogyakarta 1,948 4,119 2,355 38,952 61,790 11,777 112,518 61,885 Kulon Progo 3,485 4,726 7,999 69,696 70,889 39,996 180,581 99,319 Gunung Kidul 11,323 5,355 16,360 226,458 80,325 81,801 388,584 213,721 Yogyakarta 27,796 58,026 86,281 555,912 870,386 431,406 1,857,704 1,021,737 Klaten 27,270 55,112 84,283 545,400 826,686 421,416 1,793,502 986,426 Magelang 179 456 592 3,582 6,845 2,961 13,388 7,363 Boyolali 276 626 637 5,526 9,396 3,186 18,108 9,959 Sukoharjo 46 1,627 - 918 24,408 - 25,326 13,929 Wonogiri 15 11 67 306 162 333 801 441 Purworejo 9 193 702 180 2,889 3,510 6,579 3,618 Total 75,315 116,211 167,168 1,506,294 1,743,161 835,839 4,085,294 2,246,911 Asumsi: Pergerakan truk @ 4m3/rit: 561,728 @ 50% diasumsikan sebagai bahan urukan di lokasi: 280,864 200*6 truk/hari 120 Provinsi Yogyakarta & 80 Jawa Tengah: 234.05 @20000000/truk/bulan & 1/2 63000000/front loader/bulan = 51500000* Rp. 109,579,487,109 @9200: US$ 11,910,814 Buruh 5*20000*12 1,200,000 Biaya buruh untuk yang hancur & rusak parah: Rp. 229,830,480,000 i na 1 -2. .37- 6.0- .12- .11- .40- 71 passii -0. .82- run % PDRB Ant Penu 7 si 200 sivie 831 52 53 17 33 89 5 40 64 yang 25, 4,5 3,9 2,1 7,7 6,8 5,8 daerah sektor Proyek PDRB i. dir 227, dua si 7 72,52 12,94 77 62 19 19 9 78 35 onom 3,9 2,1 7,8 6,9 6,0 seluruh ek Proyek PDRB 227, di dalam i na 7 passii -6. 23.2- .91- .56- .43- .41- 42 run -0. .09- % dapat dampak PDRB Ant ter kerugian Penu bagian 6 si 0 di 200 sivie jumlah yang 73,22 72 93 13 49 61 3,5 3,6 1,9 7,1 6,4 9715, 02 total 5,2 Proyek PDRB 21 dir si 3 36,42 52 66 47 04 52 0 4,6 3,7 2,0 7,4 6,5 715, 15 kerugian 5,7 dilaporkan Proyek PDRB 21 90% 8 4 yang 84, 71 78 36 0 76 8 43 25 an masing-masing PDRB 200 21 4,1 3,3 1,8 646, 5,8 93,1 5,1 lapor h 1 tertentu ba 7 445 063 42 54 58 03 385 17 ian, Nilai m Ta hunat 200 ant berdasarkan sektor h 3 9 3 per ba 6 37 431 552 19 51 315 Nilai m Ta hunat 63,1 071, 200 sektor kabupaten n ngeluaran na 79 ani 971 043 221 486 486 dan pe sirk uharuel *hab 7712, 394,1 Nilai m Ta Kerug dan Kes Ta seluruh pabrik di dampak n 7 8 6 9 9 nga ani h 80 16 58 ba (4) 15 29 10 59 59 1,9 1,2 bu Nilai m + Ga Kerug Ta (2) terkena kerugian tersebar pemasukan h ani ian 832 - 18 86 0 151 11 11 ba atas EKONOMI Nilai m (4) faktor daerah Ta kerugian Kerug Pertan di 7 0 27 61 0 5 daerah total DAN ani ian % (3) Bagian dari Kerug Kerugian Pertan khusus berdasarkan h 0 10% ba ani 67,1 442,1 85 88 741 601 885 885 SOSIAL Nilai m Sisa dihitung Ta UKM (2) Kerug Penilaian Penyebaran : pak. ani % 55 4 4 7 5 26 (1) dam tambah A.32: Bagian Kerug UKM Nilai DAMPAK Tabel ludiK Metodologi terkena ini. o Jawa si akartay Progn arta si h an Provin Yog Bantul nunguG aky nga en Kulo Slem Yog Provin Te Klat 0 00 7.60 38.0 870. Total 21,84 4,171.38 3,377.53 1,835.82 6,639.51 5,875.89 5,124.91 4,148.25 4,247.27 4,419.90 3,165.87 4,148.25 193,4 2,202, 00 0 tasi, 0.00 276.79 218.29 182.08 369.46 149.90 225.26 117.69 245.20 324.63 225.26 00.0 2,137. 1,041.13 10,96 135,6 anspor Tr Komunikasi 00 0 0.00 738.74 475.99 297.98 676.03 927.84 401.63 676.03 00.0 toran, 4,171. 1,391.73 1,337.47 Hotel 38,94 1,305.25 1,128.22 390,3 erdagangan,P Res 00 94 0 610.76 549.62 375.38 Jasa-jasa 4,290. 307.561, 734.68 688.29 313.62 408.32 395.74 688.29 00.0 1,404. 19,650.00 205,2 Rp) 0 00 0 182.5 46.01 80.44 16.44 28.11 0.49 28.32 93.05 31.68 43.64 21.92 93.05 00.0 Milyar 1,855. 206,8 ertambangan,P Penggalian (dalam 04 00 0 20 0.00 854.04 412.80 285.76 678.29 769.42 751.05 142.52 769.42 00.0 3,219. 1,075.61 63,14 1,012.46 1,381.92 578,9 Fiskal Manufaktur 00 58 98 57 00 40 07 19 0 Tahun Jasa 277. 156.96 111.06 730. 903. 241. 114.11 268. 160. 136.81 114.11 00.0 2,199. 7,141. Keuangan 190,5 0 Air 98 00 Provinsi Gas, 268.1 49.82 23.27 14. 75.89 103.67 67.49 30.64 39.85 80.18 29.81 30.64 0.00 2,362. dan 31,97 Listrik, Persediaan upaten 00 0 Kab 350.27 247.58 88.79 630.36 376.54 423.88 209.24 100.48 203.97 107.28 209.24 00.0 1,744. 10,900.00 per Konstruksi 116,0 omi 00 0 0.00 Terpilih onkE 967.38 463.37 29.79 968.63 00.0 3,637. 1,212.58 1,029.82 Pertanian 38,49 1,161.53 1,342.22 1,496.60 1,605.51 1,342.22 347,6 Ekonomi Struktur artak Tengah og A.33: Yogya ult Kidulgnu Pron Jawa g lali rjoah giri ejor gyakarta yo no Indikator Tabel Provinsi Ban Gun Kulo Sleman Yo Provinsi Klaten Magelan Bo Suko Wo Purwo Indonesia % 100 19.1 15.5 8.4 30.4 26.9 100 2.6 2.1 2.2 2.3 1.6 1.5 kolom Total si % bar 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 i .58 .41 .12 .11 .22 .03 .81 tasi % 100 13.0 10.2 17.3 48.7 100 kolom munikas Total anspor Ko si Tr % 9.8 .66 .56 9.9 .65 and bar 17.7 5.7 2.9 5.4 2.8 5.5 10.3 6.7 6.2 & % 100 17.7 11.4 .17 33.4 32.1 100 .43 .71 .92 .42 .01 .21 17.7 kolom Total toran Hotel si Perdagangan, Res % bar 19.1 17.7 14.1 16.2 21.0 22.8 20.1 25.5 16.3 26.6 21.0 12.7 16.0 17.7 .53 .12 .02 % 100 14.2 12.8 .88 30.5 32.7 100 .73 .61 .92 14.2 kolom Jasa-jasa si % 7.4 9.2 9.3 bar 19.6 14.6 16.3 20.4 19.7 23.9 10.2 14.3 16.6 12.5 19.3 .09 0.3 .51 .05 .71 .42 1.2 3.8 % 100 25.2 44.1 15.4 100 25.2 kolom Total dan (persentase) si Penggalian % 0.8 .11 .42 0.9 .40 .00 1.0 0.6 2.2 0.7 1.0 .70 .42 9.4 Pertambangan bar 2004 % 26.5 12.8 .98 33.4 21.1 100 .61 .21 .21 .22 0.2 0.4 26.5 kolom 100.0 Fiskal Total si Manufaktur % bar 14.7 20.5 12.2 15.6 16.2 11.5 32.6 19.8 18.5 17.7 31.3 .54 .69 26.3 Tahun % 100 12.6 17. 1 5.1 33.2 41. 100 43. 1.6 83. 2.2 1.9 2.3 12.6 Jasa kolom insi, Total si Keuangan % 3.7 .74 .82 .36 .63 .34 .55 8.6 bar 10.1 .76 .64 .06 11.0 15.4 Prov dan Gas,ik % 100 18.6 8.7 5.6 28.3 38.7 100 2.9 1.3 1.7 3.4 1.3 1.3 18.6 kolom & Total Air si Listr Persediaan % 1.2 .21 .70 .80 .11 .81 1.2 .31 .70 .90 .81 .90 .01 1.5 bar Kabupaten 5.1 3.9 1.9 0.9 1.9 1.0 1.6 % 100 20.1 14.2 36.1 21.6 100 20.1 kolom peri Total si Konstruksi % 8.0 8.4 7.3 4.8 9.5 6.4 5.6 8.3 5.0 2.4 4.6 3.4 5.8 5.3 bar onomkE % 100 26.6 33.3 12.7 28.3 0.8 100 3.0 3.5 3.9 2.5 4.2 2.6 26.6 kolom Total si Pertanian % bar 16.6 23.2 35.9 25.2 15.5 0.5 19.9 22.7 32.4 35.2 21.9 50.7 33.6 15.8 Struktur go A.34: Jawa ult Kidul. Pron g lali rjoah giri ejor gyakarta yo no Table Provinsi Yogyakarta Ban Gn Kulo Sleman Yo Provinsi Tengah Klaten Magelan Bo Suko Wo Purwo Indonesia Gambar A.1 Sebaran Sektor Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, TA 2004 100% 80% 60% 40% Total Transportasi dan Komunikasi Total Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa-jasa 20% Total Pertambangan dan Penggalian Total Manufaktur Total Jasa Keuangan 0% Total Listrik, Gas and tul ta ta Penyediaan Air . Ban gkidul progo an gah sia Total Konstruksi Ten ne Kab . Gunun Kulong . Slem b. Klaten Kab Yogyakar Ka Yogyakar a Indo Total Pertanian Jaw Kab Kab. Kota Prov. Prov. Tabel A.35: PDRB Riil dan pertumbuhan PDRB (dalam triliun Rp pada harga tetap tahun 2000 dan persentase) PDRB Tingkat Pertumbuhan Riil Tahunan 2000 2001 2002 2003 2004 00/01 01/02 02/03 03/04 Provinsi Yogyakarta 117.4 127.8 140.5 152.4 165.4 4.3 4.5 4.6 5.1 Bantul 2.58 2.68 2.80 2.93 3.08 3.74 4.46 4.69 5.04 Gunung Kidul 2.29 2.37 2.44 2.53 2.61 3.38 3.26 3.36 3.43 Kulon Progo 1.19 1.23 1.28 1.34 1.40 3.66 4.12 4.19 4.52 Sleman 3.99 4.17 4.37 4.60 4.84 4.67 4.86 5.08 5.25 Yogyakarta 3.51 3.65 3.81 3.99 4.20 3.95 4.49 4.76 5.05 Provinsi Jawa Tengah 114.7 118.8 123.0 129.2 135.8 3.6 3.5 5.0 5.1 Klaten 3.14 3.27 3.39 3.56 3.74 4.14 3.91 4.91 4.95 Indonesia 1,359 1,407 1,470 1,536 1,607 3.5 4.5 4.5 4.6