Desember 2012 74768 THE WORLD BANK Indonesia Health Sector Review Indonesia: Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi Beban Ganda Malnutrisi dan mengalami stunting (pendek), 40% wanita usia subur menderita anemia, dan sepertiga populasi global Akibatnya masih menderita kekurangan yodium. Sebagian besar Beban Ganda Malnutrisi atau DBM (double burden of negara berpenghasilan rendah hingga menengah akan malnutrition) adalah suatu konsep yang pertama kali terpengaruh oleh DBM, dengan jumlah populasi kelebihan disajikan sekitar satu dekade yang lalu yang artinya berat badan meningkat lebih cepat daripada penurunan ko-eksistensi kekurangan gizi dan kelebihan gizi jumlah populasi yang kekurangan berat badan. Obesitas makronutrien maupun mikronutrien di sepanjang meningkat dua kali lipat secara global dalam tiga dekade kehidupan pada populasi, masyarakat, keluarga dan terakhir, tetapi pada negara-negara berpenghasilan bahkan individu yang sama. Yang mengkhawatirkan rendah hingga menengah, peningkatannya terjadi tiga adalah dimensi DBM di sepanjang kehidupan, atau kali lipat hanya dalam dua dekade. keterkaitan antara gizi buruk pada ibu hamil dan janin dengan meningkatnya kerentanan terhadap kelebihan Dampak DBM sangatlah serius dan manifestasinya gizi dan pola makan yang terkait penyakit tidak menular dapat dilihat di sepanjang kehidupan seseorang. di kemudian hari. Dengan pembangunan pada umumnya, ketersediaan air bersih dan praktek sanitasi yang lebih baik, serta DBM adalah permasalahan global yang mempengaruhi peningkatan cakupan imunisasi, lebih banyak anak- negara-negara kaya maupun miskin: 25% populasi anak yang menderita kekurangan gizi berpeluang untuk dunia mengalami kelebihan berat badan, 17% anak- bertahan hidup di dua tahun pertama kehidupannya. anak pra-sekolah kekurangan berat badan dan 28,5% Namun, bagi mereka yang bertahan hidup di periode Laporan singkat ini merangkum temuan dan rekomendasi kebijakan dari peninjauan teknis tentang masalah DBM di Indonesia yang dilaksanakan oleh Roger Shrimpton (Ahli / Konsultan Gizi International) dan Claudia Rokx (Spesialis Kesehatan Utama, Bank Dunia) dengan kontribusi dari Grup Kerja SUN Indonesia Leslie Elder (Ahli Gizi Senior, Bank Dunia), Puti Marzoeki (Spesialis Kesehatan Senior, Bank Dunia), Darren Dorkin (Spesialis Operasional Senior, Bank Dunia), Rebekah Pinto (Spesialis Pengembangan Manusia, Bank Dunia) dan Eko Pambudi (Analis Penelitian, Bank Dunia). Tinjauan teknis tersebut didasarkan pada wawancara dengan berbagai pelaku penting masalah gizi di Jakarta dan Yogyakarta pada akhir 2011, dan pada laporan Landscape Analysis Country Assessment (LACA) Pemerintah Indonesia tahun 2010 yang mempelajari situasi gizi di Indonesia dan menawarkan berbagai kebijakan untuk membantu mencegah dan merin- gankan masalah DBM di sepanjang kehidupan. Laporan ini telah dipelajari oleh para pemangku kepentingan di Indonesia (pembuat kebijakan dan akademisi) pada bulan Maret 2012. Ucapan terima kasih disampaikan secara khusus kepada UNICEF atas masukan teknis yang berharga, Dana DeRuiter (Konsultan Kebi- jakan Kesehatan) untuk keahliannya dalam merangkum laporan penilaian teknis menjadi laporan singkat ini, dan Megha Kapoor (Analis Penelitian, Bank Dunia) yang telah membantu selama proses produksi. Laporan singkat ini mendapat dukungan dana dari Millennium Challenge Corporation. Tinjauan teknis tambahan, yang isinya dirangkum di sini serta penilaian yang lebih umum mengenai DBM, tersedia di www.worldbank.org. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi Darren Dorkin di ddorkin@worldbank.org. kritis ini, kerusakan yang diakibatkan gizi buruk di fase risiko penyakit tidak menular di kemudian hari, yang awal akan berdampak seumur hidup. Ketika hambatan saat ini menjadi mayoritas beban penyakit di Indonesia. pertumbuhan tinggi badan di usia dini diikuti oleh Kaitan antara stunting dan penyakit tidak menular pertumbuhan berat badan yang cepat, terjadilah belum sepenuhnya dipahami atau ditangani dengan peningkatan risiko obesitas dan penyakit tidak menular baik oleh petugas kesehatan dan pembuat kebijakan. (non communicable diseases - NCD) yang terkait dengan pola makan, seperti diabetes tipe 2 dan penyakit Indonesia memberikan prioritas pada masalah kardiovaskular di masa depan. Penyakit tidak menular kekurangan gizi dengan perhatian khusus pada merupakan penyebab sebagian besar kematian di “Gizi Buruk� dalam menentukan situasi gizi nasional. seluruh dunia, dan angkanya sangat tinggi di negara Dengan demikian tampaknya sebagian besar masalah berpenghasilan rendah hingga menengah, di mana gizi telah dapat diatasi mengingat prevalensi gizi hampir 80% dari semua kematian akibat penyakit tidak buruk di kalangan balita hanya 5.4%. Padahal masalah menular ini terjadi. yang lebih besar adalah kenyataan bahwa 36% balita mengalami stunting berikut konsekuansinya yang seumur hidup (lihat Tabel 1). Masalah DBM di Indonesia Survei Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (IFLS), sangat mendesak yang mewakili 85% populasi, menunjukkan bahwa Adanya kasus kelebihan dan kekurangan berat badan selama periode lima belas tahun, proporsi laki- di kalangan anak-anak menunjukkan bahwa DBM di laki dan perempuan kurus mengalami penurunan Indonesia sudah memprihatinkan. Stunting adalah yang signifikan sedangkan proporsi laki-laki dan masalah gizi utama, dan makin mengkhawatirkan perempuan gemuk� (berat badan lebih) naik hampir mengingat terdapatnya hubungan antara stunting dan dua kali lipat. Hal ini menunjukkan penurunan jumlah PESAN KUNCI • DBM di Indonesia sudah terdapat di tingkat populasi dan berkembang pesat gizi tidak disertai dengan penurunan jumlah anak yang pendek terhadap umurnya (stunting), dan hal ini menjadi salah satu alasan meningkatnya jumlah anak yang kelebihan berat badan. • Mengatasi DBM pada awal kehidupan akan menyelamatkan banyak nyawa dan sumber daya yang besar di kemudian hari TABEL 1 : PREVALENSI MALNUTRISI (%) DI INDONESIA DALAM KELOMPOK USIA Kelompok Usia Kategori Gizi Buruk < 5 Tahun 6 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun > 18 Tahun Pendek (Stunting) 35.6 35.5 35.1 31.2 Kurus (Wasting) 13.3 12.2 10.1 8.9 12.6 Gemuk 14.0 9.2 2.5 1.4 21.7 Sumber: Riskesdas 2010 GAMBAR 1 : PERSENTASE LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN YANG KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BERAT BADAN USIA DI ATAS 45 TAHUN MENURUT SURVEI KEHIDUPAN RUMAH TANGGA INDONESIA 35 1993 30 1997 25 2000 20 2007 15 10 5 0 laki-laki laki-laki perempuan perempuan berat badan kurang berat badan lebih berat badan kurang berat badan lebih 2 Indonesia Health Sector Review orang kurus dan peningkatan jumlah orang gemuk dari Indeks Massa Tubuh (BMI) yang lebih rendah di kalangan dewasa Indonesia, sama seperti yang dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, dan terjadi pada anak-anak Indonesia. Jumlah anak- tentunya lebih rendah daripada standar internasional.3 anak lebih muda (<5 tahun) yang gemuk lebih besar Kelebihan lemak tubuh yang tidak selalu terlihat dari pada jumlah anak-anak lebih tua (6-12 tahun) secara fisik, membuat masalah ini dianggap remeh di yang gemuk, sementara dalam dua dekade terakhir, kalangan masyarakat yang bergaya hidup urban. jumlah anak pra-sekolah yang berberat badan kurang menurun sebanyak dua kali lipat dibandingkan jumlah Secara geografis, angka rata-rata nasional mengaburkan mereka yang mengalami stunting. Kecenderungan keragaman yang besar di seluruh negeri. Selanjutnya, ini serupa dengan yang terlihat pada kebanyakan tingkat kegemukan yang tinggi di pulau-pulau terluar negara berpengasilan rendah hingga menengah dengan tingkat kekurangan gizi ibu dan anak tertinggi lainnya. Kekurangan gizi pada ibu hamil dan defisiensi memberikan bukti nyata akan hubungan antara mikronutrien juga berkontribusi pada situasi malnutrisi pertumbuhan awal dan peningkatan berat badan di Indonesia (lihat Gambar 1). di sepanjang hidup. Misalnya, di tiga provinsi (Riau, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara) baik tingkat anak Namun, meskipun bukti-bukti menunjukkan bahwa yang kurus maupun yang gemuk angkanya lebih dari kegemukan (obesitas) terus meningkat, persepsi yang 15%. Kegemukan di kalangan dewasa angkanya lebih salah telah mengaburkan betapa mendesaknya masalah dari 15% di semua provinsi kecuali NTT dan lebih dari tersebut. Misalnya, banyak kalangan berasumsi bahwa 25% di delapan provinsi (Sumatera Barat, Bangka obesitas merupakan masalah eksklusif orang kaya. Hal Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi itu tidak benar. Meskipun obesitas meningkat seiring Utara, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara). Secara dengan meningkatnya pendapatan, volume terbesar keseluruhan, meskipun kegemukan terkonsentrasi obesitas justru terkonsentrasi di segmen ekonomi yang di Jawa karena populasinya yang besar, masalah DBM lebih bawah, dan dikondisikan dengan meningkatnya sebetulnya lebih besar di pulau-pulau terluar. lingkungan perkotaan yang menyebabkan obesitas (obesogenic).1,2 Yang paling rentan di lingkungan ini adalah orang-orang dewasa yang paling miskin dan Menilai Penyebab DBM di juga paling mengalami stunting. Indonesia Persepsi salah lainnya menyangkut sifat fisik obesitas, Meskipun penyebab DBM bersifat kompleks, tinjauan ini karena sering mengingatkan kita pada seseorang menganalisis DBM di Indonesia dengan menggunakan yang “gemuk.� Padahal, kegemukan adalah masalah peta sistem obesitas yang dikembangkan Proyek tersembunyi. Di Indonesia, bahkan mereka yang tidak Foresight di Inggris, yang mengelompokkan lebih dari terlihat “gemuk� memiliki sejumlah besar lemak dalam 100 variabel ke dalam empat bidang tematis: tubuhnya - sebanyak dua kali jumlah lemak tubuh orang Kaukasia yang memiliki bentuk tubuh yang 1. Lingkungan kesehatan dan biologis. Indonesia sama. Salah satu alasannya adalah terjadinya hambatan sedang mengalami transisi demografis. Umur pertumbuhan pada 1.000 hari pertama kehidupan Harapan Hidup telah meningkat dan karena Indonesia yang diikuti pertumbuhan pesat selama masa kanak- memberikan prioritas terhadap layanan kesehatan kanak, yang didorong oleh gaya hidup perkotaan. primer, makin banyak masyarakat yang memiliki akses Selain itu, bagi masyarakat Indonesia, risiko kesehatan terhadap layanan kesehatan primer, pengeluaran yang terkait dengan kelebihan lemak tubuh berawal untuk kesehatan juga meningkat, dan serangkaian Lingkungan Kesehatan dan Biologis Pengaruh penyakit dan genetika Lingkungan Ekonomi dan Pangan Pengaruh ketersediaan dan kualitas makanan di dekat rumah, akses ekonomi terhadap pangan yang mempengaruhi konsumsi Lingkungan Fisik/Bangun Pengaruh perilaku kegiatan individu Lingkungan Sosial Budaya Pengaruh media pendidikan, tekanan teman sebaya dan budaya 1 Lingkungan Obesogenik mengacu pada peran faktor lingkungan yang menyebabkan obesitas baik karena frekuensi berolahraga yang menurun dan / atau asupan energi yang meningkat. Lingkungan Obesogenik didefinisikan sebagai “jumlah pengaruh lingkungan sekitar, kesempatan, atau kondisi kehidupan yang menyebabkan obesitas pada individu dan populasi�. Swinburn, B. dan Figger, G. 2002 Preventive Strategies against Weight Gain and Obesity.Obesity Reviews, 3:289- 301. 2 Walaupun obesitas meningkat seiring dengan pendapatan, yang tertinggi sebesar 23,2% pada kelompok dengan status kesejahteraan tinggi kelompok dengan status kesejahteraan rendah juga terpengaruh (antara 15 - 19,9%). Perbedaan tingkat obesitas di keempat kelompok dengan status kesejahteraan yang lebih bawah hanya sedikitmaka volume terbesar obesitas berada di segmen penduduk yang lebih miskin. The Double Burden of Malnutrition in Indonesia, Roger Shrimp- ton, 2011. Data dari Riskesdas 2007. 3 BMI dihitung berdasarkan berat badan seseorang dan tingginya, yang memberikan indikasi akan lemak tubuh seseorang. Indonesia: Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi 3 kebijakan kesehatan di tahun delapan puluhan dan kemungkinan terkena hipertensi. Tidak ada bukti di sembilan puluhan telah berdampak pada distribusi Indonesia bahwa faktor genetika adalah salah satu fasilitas kesehatan yang lebih baik di seluruh penyebab semakin meningkatnya masalah obesitas Indonesia. Populasi yang semakin menua selanjutnya (lihat Gambar 3). mempengaruhi transisi epidemiologi, dan struktur usia yang berubah telah memberikan kontribusi pada 2. Lingkungan ekonomi dan pangan. Peningkatan pergeseran beban penyakit dari penyakit menular ke kekayaan negara telah disertai dengan penurunan penyakit tidak menular. Dewasa ini, penyakit tidak kemiskinan dan peningkatan ketersediaan pangan menular menjadi penyebab utama disabilitas dan sebagai energi per kapita, yang sebagian besar kematian (60%) di Indonesia. Penyakit kardiovaskular berasal dari penggandaan lemak. Ketersediaan menjadi penyebab utama kematian (30% dari semua beras umumnya stabil sementara energi yang kematian akibat penyakit tidak menular), diikuti berasal dari daging dan ikan meningkat dua kali kanker, penyakit paru obstruktif kronik, dan diabetes lipat, energi dari susu meningkat tiga kali lipat, dan (lihat Gambar 2). dari gandum meningkat enam kali lipat. Secara Di lain pihak, kecepatan peningkatan cakupan bersamaan, peningkatan perdagangan pangan sanitasi belum sejalan dan parasit gastrointestinal global telah menyebabkan meningkatnya impor masih sangat umum didapatkan, sehingga makanan olahan ke negara berpenghasilan rendah berpeluang menyebabkan anemia pada ibu. hingga menengah, yang terutama didistribusikan Selanjutnya, meskipun akses pada layanan primer melalui jaringan supermarket dan perusahaan meningkat, pada umumnya sistem kesehatan makanan cepat saji multinasional yang terus tidak seluruhnya siap untuk menerapkan berbagai berkembang. Outlet komersial jenis baru ini terutama intervensi gizi, antara lain karena petugas kesehatan mempengaruhi daerah urban. belum memiliki persepsi bahwa stunting dan Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa obesitas/kegemukan adalah suatu masalah. pola konsumsi pangan di awal kehidupan akan Tingginya kasus penyakit kardiovaskular tercermin mempengaruhi sisa hidup seseorang. Sayangnya, pada analisis darah yang menunjukkan tekanan praktek pemberian makan pada bayi dan anak di darah yang tinggi dan kadar kolesterol yang tinggi, Indonesia masih jauh dari memadai dan berkontribusi dengan tingkat kolesterol HDL yang rendah, padahal pada kekurangan gizi di awal kehidupan serta kolesterol HDL bersifat melindungi terhadap meningkatkan risiko kelebihan gizi di kemudian penyakit kardiovaskular. Prevalensi hipertensi hari. Kebiasaan yang merugikan tersebut mencakup yang tinggi, lebih banyak terjadi pada wanita dan menurunnya pemberian ASI eksklusif dan pemberian meningkat seiring usia. Setengah dari orang dewasa makanan pendamping yang terlalu dini. Meskipun GAMBAR 2 : PENYEBAB KEMATIAN (%) DI INDONESIA (1995-2007) Kecelakaan 2007 2001 Penyakit tidak menular 1995 Penyakit menular Gangguan perinatal/maternal 0 10 20 30 40 50 60 70 GAMBAR 3 : HIPERTENSI PADA ORANG DEWASA DARI SURVEI KEHIDUPAN RUMAH TANGGAI INDONESIA TAHUN 2007 80 70 Laki-laki 60 Perempuan 50 40 30 20 10 0 25 - 44 tahun 45 - 54 tahun 55 - 64 tahun 65 - 74 tahun 75+ tahun 4 Indonesia Health Sector Review pemerintah telah berupaya untuk mendorong menyebabkan mereka yang pergi ke atau pulang pemberian ASI eksklusif, upaya pemberian ASI terus dari sekolah dan tempat kerja mempunyai pilihan menurun. Hanya 15% bayi mendapatkan ASI eksklusif yang terbatas selain makanan siap saji di luar rumah. selama 6 bulan seperti yang dilaporkan pada tahun Karena saat ini kesadaran masyarakat terhadap 2010 atau setengah dari angka 32% yang dilaporkan masalah DBM masih rendah, sekolah belum bisa pada tahun 2007, dan jauh lebih sedikit dari angka menjadi tempat bagi pencegahan kegemukan 40% yang dilaporkan pada tahun 2002. pada anak. Walaupun tempat anak-anak membeli Pola konsumsi pangan selama hidup lebih sulit makanan tidak jelas, kemungkinan sekitar 35% untuk dievaluasi, tetapi data yang ada menunjukkan berasal dari pedagang kaki lima. Peraturan atas hal ini peningkatan asupan pangan, terutama daging, ikan, yang dapat memastikan agar anak-anak makan lebih telur, dan makanan olahan. Hal ini menunjukkan sehat, merupakan tantangan yang harus ditangani bahwa konsumsi pangan tidak hanya meningkat dengan lebih baik. secara kuantitatif, tapi bahannya juga lebih mahal Perencanaan tata kota dan pemerintah daerah seperti daging dan makanan yang dikonsumsi di berperan penting dalam memberikan lebih banyak luar rumah. Konsumsi sayuran dan buah-buahan pilihan untuk aktivitas fisik berjalan kaki karena tetap stabil dan rendah. Selain kuantitas, penelitian sebagian besar penduduk tidak cukup berolahraga lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih memahami untuk membantu mencegah penyakit kardiovaskular. kualitas pola makan. Data Riskesdas tahun 2007 menunjukkan anak usia Peningkatan konsumsi makanan “Grup 3“ sekolah merupakan salah satu kelompok usia yang (Tabel 2) dibandingkan dengan konsumsi paling tidak aktif (lihat Gambar 4). 4 makanan yang tingkat pengolahannnya lebih rendah secara lebih proporsional dan seimbang 4. Lingkungan sosial budaya. Meskipun terbenam kemungkinan besar menjadi penyumbang dalam segala bentuk media modern, Indonesia masalah obesitas di Indonesia dan di seluruh dunia. tetap terus mempertahankan sebagian Makanan grup 3 yang padat energi dan penuh besar kebudayaannya. Kebiasaan tradisional dengan biji-bijian, gula dan lemak refinasi, telah dikenal mempengaruhi kekurangan gizi pada ibu hamil dan sebagai pilihan termurah bagi konsumen. Contohnya anak usia dini, dan norma-norma sosial mendorong dalam konteks Indonesia adalah mie instan. banyak perempuan untuk menikah pada saat mereka masih anak-anak: 25% wanita usia subur 3. Lingkungan fisik/bangun. Penilaian terhadap menikah sebelum berusia 18 tahun, bahkan 10% lingkungan fisik di Indonesia menunjukkan sebelum berusia 16 tahun, yang dengan demikian lingkungan urban yang tidak nyaman untuk berkontribusi terhadap tingginya angka kelahiran, aktivitas fisik berjalan kaki. Akses pada makanan terutama di pulau-pulau terluar. Pada saat yang sama, sehat yang terbatas di lingkungan urban anak-anak menonton televisi sekitar 4 jam perhari, TABEL 2 : GRUP MAKANAN YANG DIDEFINISIKAN BERDASARKAN TINGKAT PENGOLAHAN Group 1 Makanan yang belum diolah atau makanan olahan minimal, seperti buah-buahan dan sayuran Group 2 Olahan kuliner atau bahan industri makanan, seperti minyak sayur, mentega, tepung, dan pasta mentah Makanan dengan tingkat pengolahan tinggi, yang dikenal sebagai “makanan mudah� yang memerlukan Group 3 sedikit persiapan, yang paling cocok untuk mengemil. GAMBAR 4 : PREVALENSI AKTIFITAS KURANG PADA PENDUDUK INDONESIA YANG BERUSIA DI ATAS 10 TAHUN, BERDASARKAN KELOMPOK UMUR, 2007 80 10 - 14 tahun 70 15 - 24 tahun 60 25 - 34 tahun 50 40 35 - 44 tahun 30 45 - 54 tahun 20 55 - 64 tahun 10 65 - 74 tahun 0 75 tahun + aktivitas kurang Sumber: Riskesdas 2007 4 Riskesdas 2007 melaporkan jumlah aktivitas fisik di kalangan penduduk berusia sepuluh tahun dan lebih tua, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Aktivitas fisik dinyatakan kurang bila aktivitas sedang (jalan cepat) waktunya kurang dari 30 menit perhari selama setidaknya lima hari seminggu. Indonesia: Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi 5 sedangkan iklan makanan olahan mendominasi Meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan media, dengan iklan-iklan yang ditargetkan kepada dalam mikronutrien, dan telah mulai menggalakkan anak-anak. Mayoritas orang tua melaporkan bahwa praktek gizi yang baik seperti ASI eksklusif dan apa yang mereka beli dipengaruhi oleh pilihan anak- rumah sakit sayang bayi, masih ada ruang untuk anaknya dibandingkan oleh pengaruh iklan. Hal ini perbaikan koordinasi lintas sektor di segala tingkatan menunjukkan perlunya mengurangi pengaruh luar, kepemerintahan. Sebuah kerangka kebijakan DBM seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara yang menyeluruh di tingkat nasional seperti tertuang lain. di bawah ini, mencakup berbagai aksi yang perlu diterapkan oleh beberapa kementerian dan mencakup Mengatasi DBM di Indonesia empat pilar: ketahanan pangan, keamanan pangan, Berbagai aksi untuk memperkuat respons terhadap gaya hidup sehat, dan gizi. masalah gizi telah dituangkan dalam gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) yang telah diikuti oleh Indonesia Selanjutnya, usulan kerangka program untuk DBM sejak bulan September 2012. SUN yang fokusnya pada termasuk intervensi yang dapat berkontribusi pada kekurangan gizi ibu hamil dan anak, perlu mengadopsi pencegahan dan pengobatan DBM selama kehidupan. masalah DBM seiring dengan upaya negara dalam Kerangka ini dibangun berdasarkan tabel yang meningkatkan respons terhadap masalah DBM, dikembangkan oleh Gillespie dan Haddad pada tahun khususnya karena upaya untuk mengatasi masalah 2001 untuk menurunkan DBM di Asia dan mengacu kekurangan gizi ibu hamil dan anak usia dini adalah pada Lancet Nutritional Series dan tinjauan terbaru langkah pertama yang diperlukan untuk mencegah lainnya mengenai berbagai bukti untuk mengatasi DBM di tahapan kehidupan selanjutnya. kegemukan dan obesitas. TABEL 3 : EMPAT PILAR DALAM KERANGKA KEBIJAKAN GIZI DBM Pilar Kebijakan Gizi Sektor Keamanan Pangan Keamanan Pangan Pola Hidup Sehat Gizi yang Berkelanjutan Kesehatan • Peraturan terkait • Promosi makan sehat • Suplementasi keamanan pangan • Promosi olahrga mikronutrien dan hygiene • Pengendalian Infeksi • Pendidikan Gizi • Inspeksi Makanan • KB • Pedoman Pola • Standar Pangan Makan • Kewaspadaan Gizi Pekerjaan • Jalan desa • Air bersih dan • Jalur sepeda Umum dan • Irigasi Sanitasi perkotaan perencanaan • Jalur pejalan kaki urban Pertanian • Ketersediaan Pangan • Standar pangan (produksi pangan) Pendidikan • Kebun sekolah • Pendidikan hygiene • Olahraga • Pendidikan Gizi • Makanan sekolah • Pendidikan • Pengendalian Keterampilan hidup Anemia dan seks. Kesejateraan/ • Akses Pangan Jaminan Sosial (Bantuan Dana Tunai) Industri dan • Ketersediaan pangan • Standar Pangan • Fortifikasi Pangan Perdagangan (produksi dan pemasaran) Informasi Publik • Pemasaran makanan • Peraturan tentang pada anak-anak pemasaran pengganti ASI Keuangan/ • Subsidi Pangan • Pajak pangan ekonomi • Pembatasan Impor/ Ekspor 6 Indonesia Health Sector Review Banyak intervensi di atas yang sudah dilaksanakan Aksi kebijakan untuk di Indonesia. Meskipun terdapat kemajuan pada beberapa bidang, masih ada kesenjangan pada dipertimbangkan di Indonesia bidang-bidang lainnya. Misalnya, penerapan Aksi kebijakan berikut ini dikelompokkan berdasarkan intervensi langsung di awal kehidupan, terutama wilayah fungsional, tahapan kehidupan, dan jenis pemberian ASI, masih perlu ditingkatkan. Demikian kegiatan, yang perlu dipertimbangkan, didiskusikan pula, meskipun telah dicapai kemajuan fortifikasi secara mendalam, dan segera ditindak lanjuti dan diuji pangan dengan mikronutrien, masalah anemia pada cobakan: ibu hamil masih membutuhkan perhatian. Akhirnya, program kesejahteraan sosial telah membantu Kebijakan dan Rencana Gizi menjamin keamanan pangan di antara mereka • Memastikan seawal dan sepraktis mungkin bahwa yang termiskin dari yang miskin, tetapi perlu ada program gizi di Indonesia berorientasi menangani penekanan yang lebih besar pada kualitas maupun DBM, menyadari bahwa prioritas pertama untuk kuantitas pangan. Sekolah adalah tempat yang sangat melakukannya adalah dengan menangani masalah penting untuk membangun gaya hidup sehat yang stunting melalui peningkatan gizi ibu hamil dan akan membantu mengurangi dampak DBM, tetapi anak usia dini, terutama dengan menerapkan paket sayangnya belum banyak dimanfaatkan untuk tujuan intervensi gizi langsung dari Lancet Nutrition Series. ini. Tenaga kesehatan perlu diberi pelatihan yang lebih baik sehingga obesitas/kegemukan dan stunting • Memastikan bahwa rencana untuk dewan/forum gizi dianggap sebagai masalah yang harus ditangani. nasional tingkat tinggi pada akhirnya mencakup rencana TABEL 4 : INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENGATASI BEBAN GANDA MASALAH GIZI DI SEPANJANG KEHIDUPAN Tahapan Intervensi Spesifik Intervensi Peka Kehidupan Pembua- • Suplemen mikronutrien (Besi/ • Mencegah pernikahan han hingga folat) anak dan kehamilan remaja Kelahiran • Suplemen energi protein yang • Program Bantuan Tunai seimbang* Bersyarat (dengan • Pencegahan kecacingan pendidikan gizi) (deworming) • Pengurangan asap rumah tangga/ rokok • Pengobatan radikal presumtif Kebijakan pangan untuk malaria * fiskal; • Kelambu yang diberi insektisida * • subsidi makanan Balita (0-5 • Promosi pemberian ASI eksklusif, • Peraturan pemasaran susu • pajak lemak/ tahun) • Promosi pemberian makanan pengganti ASI gula tambahan • Program Bantuan Tunai • pungutan • Cuci tangan dan intervensi hygiene • Garam Bersyarat (dengan • Pemberian suplemen pada balita Beryodium pendidikan gizi) berupa vitamin A dan seng, dan • Fortifikasi Perencanaan mikronutrien lain nya sesuai tepung kota; kebutuhan • Fortifikasi • Jalur sepeda • Penanganan gizi buruk minyak • Taman Anak (5-18 Berbasis Sekolah; • Larangan mesin penjual • Area pejalan tahun) • penyediaan makanan yang sehat makanan dan penjualan kaki • promosi dan penyelenggaraan makanan nirnutrisi (junk • Sanitasi olahraga setiap hari food) di sekolah • Rumah bebas • suplemen zat besi mingguan/ • Larangan iklan makanan asap deworming yang ditujukan pada anak- anak • Adaptasi kurikulum Dewasa • Konseling penyedia layanan medis Pelabelan makanan; (18+ tahun) tentang pola makan sehat • Kandungan Nutrisi • Menggalakkan olahraga dan (signposting) makanan sehat di tempat kerja • Pengendalaian klaim • Melakukan olahraga secara teratur makanan Indonesia: Menghadapi Beban Ganda Malnutrisi 7 untuk menangani DBM, dengan mengembangkan pejabat pemerintah, politisi, industri makanan, dan inisiatif yang ada saat ini melalui SUN. masyarakat umum • Memastikan bahwa Rencana Pembangunan • Membuat rencana untuk menjadikan semua sekolah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan “ramah gizi“ (termasuk adaptasi kurikulum), mulai Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RANPG) tahun 2013 dengan inisiatif percontohan di sekurang- mempertimbangkan DBM dengan memadai. kurangnya lima provinsi, dengan mengembangkan upaya yang sudah ada melalui PMT-AS atau Gizi Ibu Hamil, Bayi dan Balita Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah. • Memperkuat mekanisme yang sudah ada dan memastikan dilaksanakannya Peraturan Pemasaran • Memastikan semua upaya pembangunan kapasitas Susu Pengganti ASI, sehingga bayi tidak lagi diberi para profesional di bidang gizi serta petugas layanan susu pengganti ASI oleh pekerja kesehatan, terutama kesehatan sepenuhnya memperhatikan masalah DBM. pada saat kelahiran • Memperkenalkan peraturan nasional untuk • Memperkuat upaya untuk memperbaiki pola makan mengurangi dampak pemasaran makanan yang anak melalui fortifikasi di rumah, fortifikasi makanan mengandung kadar tinggi lemak jenuh, asam lemak- pendamping, dan/atau sumber makanan hewani trans, gula bebas, atau garam pada anak-anak, dalam sesuai kebutuhan. fungsi rekomendasi kebijakan resolusi World Health Assembly WHA63.14. Mengiklankan makanan • Memperkuat semua upaya untuk mengendalikan apapun untuk anak-anak melalui media apapun defisiensi mikronutrien ganda yang terus dialami harus dilarang dan pelanggarannya diberikan ibu dan balita khususnya, melalui fortifikasi dan/ hukuman. atau pemberian suplemen. Sebagai tindakan jangka pendek sampai tingkat sanitasi membaik, • Mengambil tindakan untuk menjamin bahwa perkenalkan pemberian obat cacing (deworming) inisiatif perencanaan perkotaan masa depan lebih selama kehamilan sesuai rekomendasi WHO untuk “menunjang olahraga� dengan membuat lebih membantu mengendalikan anemia pada ibu banyak jalur sepeda, trotoar, daerah pejalan kaki dan hamil. taman. Keamanan Pangan dan Gizi Penelitian • Memperkuat aspek kebijakan pertanian dalam • Mengembangkan model untuk memperkirakan rangka mempromosikan produksi sayuran dan buah- dampak ekonomi dan fiskal DBM di sepanjang buahan melalui petani lokal berskala kecil, tidak hanya kehidupan. untuk meningkatkan kualitas ketersediaan pangan tetapi juga untuk meningkatkan pendapatan di • Menjajaki potensi dan kemungkinan untuk kalangan miskin pedesaan, sehingga baik keamanan memberlakukan pajak atas komoditas pangan impor pangan maupun keamanan gizi terjamin. yang menerima subsidi dari negara asalnya, serta pajak atas makanan cepat saji tertentu, misalnya • Memperkuat semua program kesejahteraan sosial minuman yang mengandung kadar gula tinggi, yang bagi ibu dan balita dengan memastikan program sangat bersifat obesogenik. bantuan tunai bersyarat termasuk keterkaitannya dengan promosi tanaman panen bernilai gizi • Memeriksa kandungan lemak pada pola makanan tinggi seperti buah-buahan dan sayuran yang bisa/ nasional termasuk kualitas lemak (berapa banyak seharusnya disediakan oleh petani lokal berskala asam lemak jenuh dan berapa banyak asam lemak kecil melalui pasar petani lokal. poli tak jenuh), serta jumlah dan sumber lemak trans yang dikonsumsi. Pendidikan Gizi dan Gaya Hidup Sehat • Sebagai prioritas pertama untuk mengatasi masalah • Melakukan survei gizi tingkat nasional untuk “stunting-obesitas-penyakit tidak menular�, adalah memastikan status zat mikronutrien, terutama untuk pengembangan pendidikan gizi yang luas dan efektif anemia defisiensi besi, dan kekurangan yodium, di seluruh Indonesia untuk mahasiswa, akademisi, vitamin A dan seng. 8 Indonesia Health Sector Review