Indonesia: Pembiayaan Pendidikan Tinggi 58956 Naskah Kebijakan Oktober 2010 di dalam ekonomi global yang sangat kompetitif secara keseluruhan. Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mendapatkan indikasi adanya ketidakcocokan antara keluaran sistem pendidikan tinggi dengan kebutuhan ekonomi adalah lamanya waktu tunggu antara kelulusan dan mendapatkan pekerjaan. Isu-isu kunci dalam pembiayaan Mobilisasi sumber daya: Apakah Indonesia sudah cukup berinvestasi dalam pendidikan tinggi? Pengeluaran total pendidikan tinggi di Indonesia--baik publik maupun swasta--cukup rendah besarnya, terutama jika dilihat sebagai bagian dari Produk Dometik Bruto (PDB) secara Foto oleh: BINUS University Photo Archive keseluruhan, dan merefleksikan rendahnya tingkat partisipasi Sektor pendidikan tinggi di Indonesia telah berkembang dengan di pendidikan tinggi. Jika dibandingkan dengan negara-negara pesat semenjak masa kemerdekaan. Saat ini terdapat kurang lebih berpendapatan menengah lainnya, partisipasi pendidikan tersier 4 juta mahasiswa yang berpartisipasi di institusi-institusi pendidikan Indonesia berada pada posisi menengah ke bawah. Negara-negara maju tinggi (IPT) di seluruh Indonesia. Ekspansi pendidikan ini secara khusus seperti Denmark dan Finlandia, menghabiskan antara 2-3 persen total diwarnai oleh semakin meningkatnya penyediaan jasa pendidikan tinggi PDB mereka untuk pendidikan tersier. Tingkat kelulusan dari institusi oleh institusi-institusi swasta. Sistem pendidikan Indonesia saat ini terdiri pendidikan tersier di negara-negara tersebut juga tercatat lebih tinggi. atas sekitar 130 IPT publik dan lebih dari 3,000 IPT swasta. Meskipun Jika dibandingkan, Indonesia hanya menghabiskan 1.2 persen dari total institusi-institusi publik ini banyaknya hanyalah sebesar 4 persen saja PDB-nya untuk pendidikan tersier. Sebagaimana pula negara-negara dari keseluruhan jumlah institusi yang ada, mereka menampung sekitar berpendapatan menengah-rendah lainnya, persentase PDB untuk 32 persen angka partisipasi siswa secara keseluruhan. Sisanya yang 68 pendidikan tersier yang cukup rendah ini merefleksikan rendahnya persen terdaftar di institusi-institusi swasta. Karena besarnya angka tingkat partisipasi dalam pendidikan tersier. pertumbuhan penyedia swasta, partisipasi siswa di pendidikan tersier di Indonesia telah mampu melampaui pertumbuhan populasi, di mana Salah satu ciri khas pembiayaan pendidikan tersier di Indonesia adalah sekitar 27 persen remaja berusia 18-22 tahun berpartisipasi di pendidikan besarnya pembiayaan yang dilakukan oleh sumber-sumber rumah tinggi. tangga/swasta. Dari 1.2 persen PDB yang dihabiskan untuk pendidikan tersier, 0.9 persen, atau sekitar tiga perempatnya, dikontribusikan oleh Walaupun tingkat partisipasi dalam tahun-tahun terakhir ini terus sumber-sumber swasta. Kontribusi ini kebanyakan mengambil bentuk meningkat, akses terhadap dan partisipasi dalam pendidikan tinggi oleh populasi masyarakat di pedesaan dan kelompok- Gambar 2: Pengeluaran publik dan swasta untuk pendidikan kelompok sosio-ekonomi lemah masih merupakan masalah kritis tersier, ditampilkan sebagai persentase atas PDB di Indonesia. Pemerintah juga terus memikirkan cara meningkatkan secara keseluruhan relevansi pendidikan tinggi agar para lulusan dapat memperoleh Malaysia 2,1 0 keterampilan yang benar-benar dibutuhkan oleh ekonomi yang sedang Tunisia 1,8 0 berkembang dengan pesat dan yang sedang berubah secara struktural Rata -rata negara OECD 1,3 0,4 Jamaika 1,1 1,6 India 1 0,2 Gambar 1: Tren tingkat partisipasi tersier bruto di institusi- Thailand 0,9 0,4 publik institusi publik dan swasta, 2001 ­ 2008 Jepang 0,7 1,0 Paraguay 0,7 0,8 swasta 30 Argentina 0,7 0,7 Swasta Publik Total 25 Republik Korea 0,6 3,4 Uruguay 0,6 0 20 Cile 0,5 2,7 15 Peru 0,3 0,4 26,6 Indonesia 0,3 0,9 9,5 9,8 9,8 10,2 10 18,2 20,1 14,9 5 1 2 3 4 5 5,8 6,1 6,3 6,7 % dari PDB 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber: UNESCO: World Education Indicators-WEI (Indikator Pendidikan Dunia) 2007. Sumber: Modul Inti SUSENAS 2001-2008. Angka partisipasi di institusi publik vs institusi Angka-angka yang ada mencerminkan prakiraan untuk 2004-05. Angka untuk swasta hanya dikumpulkan di tahun-tahun tertentu saja Indonesia diambil dari anggaran 2009 1 Gambar 3: Komposisi anggaran untuk Direktoran Jendral Gambar 4: Rata-rata lamanya tahun studi yang dibutuhkan Pendidikan Tinggi (anggaran 2009 yang disetujui)1: untuk mendapatkan gelar/diploma tersier dalam jumlah keseluruhan: Rp 18. 5 triliun 7,00 Koordinasi Rata -rata tahun studi di IPT 75 Institusi publik 69% 5,98 6,00 universitas swasta 5,42 6% APBN 5,70 5,00 Tujuh universitas 63% 5,10 4,50 otonomi 4,00 11% 4,00 Pendapatan institusi 3,18 Direktorat 37% 3,00 3,24 2,62 15% 2,00 2,37 2,00 Sumber: DIKTI 1,64 1,00 pembayaran SPP serta pembayaran biaya-biaya maupun pungutan- 0,00 pungutan lainnya. Kontribusi swasta di Indonesia ini adalah salah satu 36-40 31-35 26-30 yang paling tinggi di tingkat kawasan maupun di tingkat dunia.1 Umur lulusan pada tahun 2008 Alokasi sumber daya: Apakah mekanisme pendanaan D1 -D3 Publik D1 -D3 Swasta S1/D4 Publik S1/D4 Swasta publik memberikan penghargaan atas prestasi dan Sumber: IFLS 4. Ukuran sampel yang kecil tidak memungkinkan penulis melakukan mempromosikan akuntabilitas? estimasi durasi studi rata-rata D1, D2, D3 secara terpisah Anggaran Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang Penggunaan sumber daya: Apakah sumber-sumber daya dipakai untuk mendukung institusi-institusi publik besarnya yang tersedia digunakan secara efisien di institusi-institusi cukup signifikan. Anggaran pemerintah tahun 2009 menganggarkan Rp 18.5 triliun, atau sebesar US$ 1.8 juta, untuk pendidikan tinggi. Sekitar pendidikan tinggi? 85 persen dari anggaran tersebut diperuntukkan untuk mendukung Lamanya waktu rata-rata yang diperlukan untuk mendapatkan institusi-institusi pendidikan tersier: 69 persen dialokasikan untuk IPT diploma atau gelar semakin menurun dewasa ini. Hal ini publik non-otonom; 11 persen untuk tujuh institusi otonom; dan 6 kemungkinan mencerminkan meningkatnya efisiensi pengelolaan persen sisanya untuk mensubsidi institusi-institusi swasta.2 internal institusi-institusi tersier. Sebagai contoh, di IPT publik, kelompok yang lebih berumur (36-40 tahun pada tahun 2008) Pengaturan pembiayaan publik untuk IPT saat ini tidak memiliki memerlukan hampir enam tahun lamanya untuk menyelesaikan formula pembiayaan yang eksplisit. Pengaturan yang ada juga pendidikan gelar empat-tahun (S1) mereka. Durasi rata-rata ini ternyata tidak mengikutsertakan insentif yang kuat di tingkatan sistem lebih singkat, yaitu sekitar empat setengah tahun saja, bagi lulusan untuk memberikan penghargaan terhadap kinerja institusi yang berumur 26-30 tahun. Pola yang sama juga dapat dilihat pada yang baik. Alokasi anggaran yang berulang pada umumnya bersifat rata-rata program diploma yang ada. Apakah periode kelulusan yang inkremental dan bergantung pada proses-proses negosiasi yang semakin cepat tersebut mencerminkan peningkatan efisiensi akan juga berbeda. Anggaran pemodalan juga biasanya dilakukan berdasarkan bergantung pada apakah terjadi pengorbanan mutu pembelajaran kebutuhan. Pembiayaan berulang per-siswa yang dilakukan oleh DIKTI untuk mempercepat kelulusan tersebut. Bukti-bukti yang ada tidak umumnya sangat tidak merata, bahkan di antara-antara institusi-institusi cukup untuk dapat mendukung baik kesimpulan yang pertama maupun yang cukup serupa. kesimpulan yang kedua Implementasi mekanisme penyaluran belanja publik untuk Di bawah Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (Higher pendidikan tinggi melalui kombinasi dana hibah (block grants), Education Long Term Strategy-HELTS), pemerintah Indonesia hibah kompetitif dan hibah berbasis prestasi telah dimulai bermaksud untuk memperkenalkan sebuah inovasi pembiayaan beberapa tahun yang lalu. Sumber-sumber daya ini mengalihkan baru: pendanaan berbasis prestasi untuk IPT. Pendanaan berbasis fokus dari perbaikan mutu pendidikan saja ke arah perbaikan yang prestasi akan mengaitkan sebagian pengeluaran publik dengan kinerja juga melingkupi tata kelola, efisiensi dan keadilan. Hal ini kemudian institusi. Pendanaan ini akan mula-mula diterapkan kepada universitas- diikuti dengan diperkenalkannya baru-baru ini mekanisme pembiayaan universitas otonom terlebih dahulu. Namun, implementasinya sisi-permintaan (demand-side financing) melalui pemberian beasiswa terhambat oleh kurangnya dasar-dasar hukum yang mendukungnya pendidikan tinggi kepada lulusan SMA. Pembiayaan jenis ini memiliki dengan dicabutnya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Hambatan potensi untuk berperan sebagai jalur transfer pendanaan ke IPT publik yang lain timbul dari rendahnya kapasitas kebanyakan IPT publik. dan swasta. Keadilan: Apakah dana publik didistribusikan secara adil? Perbedaan antar daerah semakin kecil karena pemerintah telah melakukan investasi yang terus-menerus terhadap pendidikan tinggi di daerah-daerah yang tertinggal. Namun masih ada kesenjangan yang signifikan dalam kemampuan mengakses 1 Di antara semua institusi pendidikan tinggi publik, universitas-universitas pendidikan tersier antara masyarakat yang kaya dengan otonom yang mendapatkan penerimaan dari pungutan-pungutan masyarakat yang miskin. Partisipasi anak muda yang berumur 19- pendidikan, dll. tidaklah diikutsertakan kontribusinya dalam APBN. Sementara 22 tahun yang berasal dari rumah tangga termiskin (kuintil terbawah penerimaan institusi-institusi non-otonom tetap dilaporkan di dalam APBN. 2 Beberapa dosen dan profesor berstatus pegawai negeri sipil (PNS) juga dari kategori berdasarkan kekayaan) dalam IPT besarnya kurang dari 2 bekerja di institusi-institusi swasta. Hal ini adalah salah satu bentuk subsidi persen. Sementara anak muda yang berasal dari rumah tangga terkaya publik terhadap institusi-institusi swasta tersebut. Namun hal tersebut tidak di Indonesia memiliki tingkat partisipasi lebih dari 60 persen. Bias diikutsertakan dalam estimasi yang diberikan di sini. 2 Gambar 5: Tingkat partisipasi bruto pendidikan tersier berguna bagi institusi-institusi dalam melakukan refleksi atas isu- berdasarkan kuintil belanja rumah tangga isu manajemen internal mereka. Hal ini terutama dapat diterapkan 70,00% atas biaya operasional atau biaya berulang untuk pendidikan program sarjana dan diploma di IPT publik. Perhitungan biayanya dapat dikalkulasi 60,00% berdasarkan standar rata-rata dan mengikutsertakan beberapa 50,00% parameter seperti kurikulum, ukuran kelas dan rasio mahasiswa-dosen. 40,00% 38,89% Untuk mencerminkan biaya khusus yang terkait dengan tipe-tipe institusi 30,00% Swasta tertentu, perlu dilakukan pembobotan di tahapan yang lebih lanjut. Ini Publik juga mencakup pembebanan untuk mengakomodasi keberagaman 20,00% biaya pendidikan untuk jurusan-jurusan yang berbeda dan juga untuk 12,19% 10,00% 3,29% 22,53% mengakomodasi variasi indeks harga rata-rata di daerah-daerah yang 0,75% 1,66% 0% 2,35% 6,06% berbeda di Indonesia. 0,35% 1,06% termiskin Q2 Q3 Q4 terkaya Sumber-sumber pendanaan IPT publik, terutama untuk penelitian Sumber: Modul Pendidikan SUSENAS 2006 dapat diversifikasi lebih jauh lagi. Adanya kebutuhan yang mendesak partisipasi yang lebih menguntungkan si kaya ini kemudian mengarah akan investasi terhadap perbaikan infrastruktur, fasilitas dan proses kepada pola yang sangat regresif dalam pengeluaran publik untuk belajar mengajar kemungkinan akan sedikit banyak mendorong pendidikan tinggi di Indonesia: lebih dari 80 persen pengeluaran publik kebutuhan lain seperti pendanaan penelitian ke prioritas yang lebih untuk pendidikan tersier menguntungkan mereka yang berasal dari rendah. Menyiapkan mekanisme pendanaan yang berbeda-beda untuk 40 persen rumah tangga yang cukup berada. Sementara lebih dari 60 mendukung kegiatan-kegiatan ini juga dapat dipertimbangkan. Dalam persen menguntungkan mereka yang berasal dari 20 persen rumah hal penelitian, satu hal yang dapat dipelajari dari negara-negara maju tangga yang paling kaya. adalah diversifikasi sumber pendanaan pemerintah. Hibah dan kontrak penelitian dapat diperoleh dari badan pemerintah yang berbeda-beda Saat ini ada beragam skema-skema beasiswa yang diberikan oleh dan juga terkait dengan kebutuhan penelitian spesifik di sektor-sektor badan-badan publik dan swasta kepada para siswa pendidikan yang bervariasi: pendidikan, pertanian, pengentasan kemiskinan, sains sarjana di Indonesia. Sumber-sumber pendanaan non-pemerintah dan teknologi. signifikan perannya dalam menyediakan beasiswa di institusi pendidikan tinggi. Diperkirakan bahwa badan-badan ini menyediakan kurang lebih Di masa yang akan datang, intervensi-intervensi kunci perlu tetap setengah beasiswa yang ada di IPT publik, sementara di IPT swasta, lebih berusaha untuk meningkatkan kapasitas institusional untuk dari 85 persen beasiswa disediakan oleh sumber-sumber swasta. mengelola keuangan, personalia dan pengadaan secara efektif. Namun, rata-rata, penerima beasiswa tersebut, baik mereka yang 2. Dukungan yang inovatif dan terintegrasi bagi institusi menerima beasiswa dari pemerintah maupun non-pemerintah, swasta jumlahnya kurang dari dua persen dari partisipan pendidikan Sebagian besar dukungan utama terhadap pendidikan tinggi dapat tinggi secara keseluruhan. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional mengambil bentuk dukungan langsung bagi para mahasiswa: (SUSENAS) menunjukkan bahwa di antara para penerima beasiswa ini, hibah atau pinjaman untuk membiayai SPP dan program kerja- lebih dari 60 persennya berpartisipasi di institusi publik. Jika IPT publik studi. Sumber-sumber dukungan ini akan pada akhirnya membiayai dan swasta diteliti secara terpisah, cakupan beasiswa mencapai 2.7 operasional institusi. Menyalurkan dukungan melalui keluarga dan persen di IPT publik. Angka ini mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dari mahasiswa yang terpilih tidak hanya membuat para keluarga dan cakupan di IPT swasta yang hanya sebesar 0.9 persen. mahasiswa tadi menjadi memiliki "pilihan" atas institusi yang ada, tetapi hal tersebut juga dapat mempersempit kesenjangan partisipasi antara si Beasiswa belum mampu membantu siswa-siswa yang paling kaya dan si miskin dalam pendidikan tersier di Indonesia. Selain itu perlu membutuhkan karena adanya bias partisipasi dalam pendidikan diingat bahwa memiliki "pilihan" juga memberikan insentif yang lebih tinggi. Karena kebanyakan anak-anak yang berasal dari rumah tangga baik bagi institusi-institusi pendidikan untuk meningkatkan pemberian yang paling miskin putus sekolah sebelum mereka mencapai pendidikan pelayanan dan untuk saling berkompetisi untuk mendapatkan siswa. tinggi, dan karena kebanyakan beasiswa untuk pendidikan tinggi Namun, agar implementasi cara ini dapat berhasil dengan baik, diberikan setelah seorang siswa terdaftar di pendidikan tinggi tersebut, dibutuhkanlah kapasitas administratif yang tinggi dan sistem data yang maka kecil kemungkinannya anak dari rumah tangga termiskin dapat layak untuk melakukan penargetan (targeting), pelacakan (tracking) dan menjadi pemanfaat skema beasiswa. Skema beasiswa yang menawarkan penagihan pinjaman. dukungan finansial bagi mereka-mereka yang meninggalkan SMA dan ingin mengejar pendidikan lebih tinggi namun memiliki hambatan 3. Meningkatkan bantuan keuangan mahasiswa untuk finansial sangatlah jarang ditemukan. Hal ini tak ayal lagi membatasi kesempatan bagi siswa yang tidak beruntung secara ekonomi untuk meningkatkan keadilan mengejar pendidikan yang lebih tinggi. Ketidakadilan dalam akses terhadap pendidikan tersier di Indonesia dewasa ini hanya akan dapat dikurangi dengan menjembatani "jurang kekayaan". Keadilan sisi-pasokan telah berhasil dicapai dalam Langkah ke Depan penyediaan pendidikan tinggi, terutama sebagai hasil dari keputusan 1. Meningkatkan pendanaan publik dan merasionalisasi pemerintah di tahun 1960an yang memastikan keberadaan setidaknya belanja publik untuk mendapatkan tingkat efisiensi satu institusi publik di setiap provinsi di Indonesia (saat itu jumlah provinsi yang lebih tinggi Indonesia adalah 27). Peringkat Indonesia dalam pengembalian biaya (cost-recovery) saat ini adalah salah satu yang tertinggi di dunia dan terus Membandingkan (benchmarking) efisiensi menggunakan standar meningkat dari hari ke hari. Bahkan tanpa mempertimbangkan biaya pelayanan dan biaya satuan dapat digunakan sebagai alat yang kesempatan yang hilang (opportunity cost), keseluruhan biaya langsung 3 pendidikan tinggi di Indonesia dapat mencapai sekitar lebih dari US$ pendidikan sampai tingkat menengah yang sangat terdesentralisasi. 1,000 per rumah tangga per tahun. Hal ini adalah sebuah faktor utama Saat ini, sudah ada permintaan-permintaan dari pemerintah lokal untuk yang menyebabkan mengapa kebanyakan siswa pendidikan tersier, baik mendapatkan izin untuk mendirikan community college "lokal". di institusi publik maupun di institusi swasta, datang dari rumah tangga yang cukup berada. Di sisi lain, terdapat kebutuhan untuk meninjau ulang bagaimana caranya memandu secara lebih baik ekspansi IPT swasta. Salah satu Bantuan keuangan juga perlu ditingkatkan dan keseimbangan isu kunci yang perlu disoroti adalah konsekuensi ekonomi yang mungkin antara pendanaan institusi dan pendanaan individual disesuaikan. dihadapi dari banyaknya jumlah institusi-institusi swasta berskala kecil. Salah satu cara yang memungkinkan untuk memulai hal ini adalah Negara-negara lain menemukan bahwa hal tersebut dapat menjadi isu dengan mengubah jalur pembiayaan pemerintah bagi IPT publik. yang serius terutama terkait potensi economies of scale dan kemampuan Alih-alih memberikan alokasi anggaran bagi IPT publik yang sudah untuk menawarkan pendidikan yang bermutu. Negara-negara ini mencakup anggaran untuk beasiswa, sebagian dari anggaran dapat menggunakan hasil akreditasi untuk menutup atau melebur beberapa dialokasikan sebagai bantuan langsung keuangan bagi para mahasiswa. institusi swasta berskala kecil yang di bawah standar. Indonesia dapat Sebagian dari bantuan langsung ini sebaiknya dialokasikan bagi lulusan menilik pengalaman negara-negara tersebut dalam hal ini. sekolah menengah yang menjanjikan. Institusi pendidikan kemudian akan mendapatkan pendanaan secara langsung melalui pengembalian Meningkatkan alokasi sumber daya publik secara biaya (cost-recovery) langsung dari para mahasiswa ini. Perubahan ini keseluruhan untuk pendidikan tinggi tidak hanya akan meningkatkan keadilan, tetapi juga dapat menciptakan budaya kompetisi di antara institusi-institusi pendidikan--baik swasta Kebijakan-kebijakan terkait langkah yang dapat diambil untuk maupun publik. masa datang yang dipaparkan di sini memerlukan penggunaan sumber daya publik yang lebih terdedikasi lagi untuk pendidikan 4. Jalur efisien untuk ekspansi di masa depan tinggi. Diperkirakan bahwa untuk dapat mendukung dengan lebih baik IPT publik dan swasta, dan agar sistem yang ada lebih mengakomodasi Indonesia perlu mengeksplorasi tipe-tipe institusi apa yang perlu keadilan, bahkan dengan laju ekspansi partisipasi yang ada saat ini, total didukung dan dapat diandalkan untuk memperluas cakupan. keseluruhan sumber daya publik yang dibutuhkan untuk pendidikan Indonesia sudah memiliki universitas terbuka dengan tingkat partisipasi tinggi harus ditingkatkan dari 0.3 persen PDB menjadi 0.6 persen PDB yang tinggi. Pertanyaan "apakah memungkinkan untuk lebih banyak lagi pada tahun 2020. Jika anggaran pendidikan tetap pada level 20 persen mendirikan universitas-universitas sedemikian" dapat dieksplorasi lebih dari keseluruhan anggaran pemerintah Indonesia, peningkatan jumlah lanjut. "Community college" juga dapat dipertimbangkan. Community yang dibutuhkan akan setara dengan 49 persen dari keseluruhan college ini dapat menawarkan studi diploma 2-3 tahun dengan SKS yang anggaran Kemdiknas (APBN ­ anggaran pemerintah pusat) pada tahun diakui oleh universitas-universitas sehingga siswanya dapat melanjutkan 2020. pendidikan ke tingkat Sarjana setelah menyelesaikan diplomanya jika diinginkan. Community college umumnya tidak terlalu mahal dan Untuk masa yang akan datang, merasionalisasi belanja publik di berpotensi memainkan peran yang paling relevan dalam konteks IPT dan meningkatkan tingkat pendanaan publik akan menjadi Indonesia, terutama mengingat karakteristik penyediaan layanan kunci penguatan sektor pendidikan tinggi di Indonesia. Rekomendasi · Bandingkan efisiensi menggunakan standar pelayanan dan biaya satuan sebagai alat yang dapat digunakan oleh institusi untuk berefleksi akan isu-isu manajemen internal mereka. · Diversifikasi sumber daya-sumber daya pendanaan publik IPT, terutama untuk penelitian. · Salurkan dukungan keuangan langsung kepada mahasiswa (hibah maupun pinjaman) untuk mendorong dilakukannya "pemilihan" IPT oleh "konsumen" dan untuk mendorong hadirnya kompetisi pencapaian kualitas yang lebih baik antar IPT. · Tingkatkan bantuan keuangan dan seimbangkan pendanaan institusional dan pendanaan individual untuk mengurangi jurang kekayaan. · Eksplorasi tipe-tipe institusi yang lebih tepat untuk didukung dan yang dapat diandalkan untuk memperluas cakupan pendidikan tinggi. · Tinjau ulang konsekuensi ekonomi yang terjadi karena banyaknya institusi-institusi swasta berskala kecil. · Tingkatkan sumber daya publik yang terdedikasi untuk pendidikan tinggi. Penyusunan dokumen ini didanai sebagian oleh Komisi Eropa dan pemerintah Belanda di bawah pengawasan Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang dijabarkan dalam dokumen ini tidak secara otomatis mencerminkan pandangan pemerintah Indonesia, pemerintah Belanda atau Komisi Eropa. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Mae Chu Chang, mchang@worldbank.org atau Sheila Town, stown@worldbank.org. Sektor Pembangunan Manusia, Disiapkan oleh Unit Pendidikan, Bank Dunia Indonesia Kantor Bank Dunia Jakarta Berdasarkan Chen, Dandan et al, 2010 Gedung Bursa Efek Indonesia, "Indonesia: Higher Education Financing" Menara 2, Lantai 12 Bank Dunia, Jakarta, Indonesia Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52 ­ 53 Telp: (021) 5299 3000, Faks: (021) 5299 3111