73031 BAHASA INDONESIA Indonesia mengalami kemajuan dalam pengurangan kesenjangan gender di beberapa area kunci di endowment (kesehatan dan pendidikan), kesempatan, dan voice dan agency, serta perangkat hukum yang diperlukan untuk pengarusutamaan gender dalam pembangunan, tetapi masih ada berbagai tantangan. Indeks paritas gender di pendidikan telah tercapai. Kesehatan ibu meningkat secara signifikan. Tidak ada kesenjangan gender yang berarti di kematian bayi dan anak di bawah lima tahun juga berbagai capaian kesehatan lainnya. Tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan terus bertumbuh dengan kembalian yang lebih baik bagi perempuan berpendidikan dibanding laki-laki. Representasi politik perempuan meningkat. Tantangan tetap ada di MMR, HIV/AIDS, stunting dan wasting, ‘gender streaming’ di pendidikan, kesempatan ekonomi, akses terhadap keadilan, dan voice dan agency dalam pengambilan keputusan-keputusan berpengaruh. Tantangan ini kontras dengan munculnya kecenderungan kebijakan tidak ramah perempuan di tingkat daerah. Capaian-capaian kunci dan isyu-isyu yang masih harus digarap ini dipaparkan di delapan Kertas Kerja yang dikembangkan oleh Pemerintah (Kementerian Perencanaan Nasional dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) bersama dengan mitra pembangunan (Bank Dunia, AusAID, CIDA, Kedutaan Belanda, DFID, dan ADB). Kertas Kebijakan 1: Pengarusutamaan Gender diadopsi sejak penerbitan Instruksi Presiden No 9/2000. Instruksi Presiden No 3/2010 dan beberapa regulasi lainnya dari kementerian mengenai pengarusutamaan gender mengatur lebih jauh upaya-upaya menuju pembangunan yang berkeadilan dan inklusif. Munculnya peraturan-peraturan yang tidak ramah perempuan di tingkat daerah menandai pentingnya penegakan hukum dan kerangka kebijakan pengarusutamaan gender, koordinasi di antara kementerian nasional dan institusi publik di berbagai tingkat, serta replikasi praktek-praktek yang baik. Kertas Kebijakan 2: Kesetaraan Gender dan Kesehatan di Indonesia menunjukkan baik capaian positif maupun tantangan di keempat area kunci kesehatan terkait dengan MDGs. Upaya-upaya penting telah dilakukan untuk menaikkan akses perempuan terhadap layanan kesehatan tetapi Indonesia perlu bekerja keras untuk mengurangi tingginya kematian ibu, meningkatkan akses ke air bersih dan sanitasi serta pencegahan dan perawatan HIV bagi perempuan dewasa dengan HIV yang jumlahnya terus meningkat. Kertas Kebijakan 3: Kesetaraan Gender dan Pendidikan merupakan salah satu capaian kunci untuk Indonesia. Target MDG untuk kesenjangan gender dalam APM berada pada jalur pencapaian di 2015, utamanya apabila kesenjangan di tingkat propinsi teratasi. Fokus saat ini adalah pada langkah-langkah sistemik untuk menaikkan akses terhadap peningkatan outcome dari pendidikan yang lebih responsif gender. Tantangannya tetap pada pengarusutamaan perspektif gender dalam pendidikan, melibatkan penaksiran implikasi dari berbagai aksi pendidikan yang direncanakan (legislasi, kebijakan atau program) terhadap anak-anak laki-laki dan perempuan, di keseluruhan area dan tingkat. Kertas Kebijakan 4: Kesempatan Kerja, Migrasi, dan Akes ke Keuangan masih menjadi tantangan dimana tanpa upaya yang memadai bisa menghambat pembangunan. Rata-rata pertumbuhan tahunan tenaga kerja perempuan yang memasuki pasar tenaga kerja lebih tinggi dari laki-laki, tetapi perempuan terus mengalami lebih rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja dan lebih tingginya tingkat pengangguran, lebih buruknya kualitas kerja dan lebih rendahnya tingkat upah, terbatasnya akses terhadap sumber daya, diskriminasi dalam promosi dan perekrutan, dan lebih tingginya tingkat informalitas ekonomi. Perempuan merupakan mayoritas dari mereka yang bekerja sendiri, pekerja rumah tangga tak dibayar, dan buruh migran, membuat mereka rentan terhadap ketidakamanan pribadi dan finansial, trafficking dan bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Upaya menutup kesenjangan gender ini membutuhkan fokus perhatian pada kesetaraan kesempatan kerja, keterkaitan dan ketepatan pelatihan dan ketrampilan perempuan dengan pasar tenaga kerja, faktor-faktor yang mendasari segmentasi pasar tenaga kerja, dan kesenjangan gender dalam upah dan kesempatan berkarir. Kertas Kebijakan 5: Kemiskinan, Kerentanan dan Proteksi Sosial merupakan salah satu prioritas utama pembangunan dari Pemerintahan saat ini. Sementara tingkat kemiskinan nasional turun dari 16.7% (2004) ke 13.3% (2010) dan tingkat kemiskinan antara rumah tangga berkepala rumah tangga perempuan (RTP) lebih rendah dari rumah tangga berkepala rumah tangga laki-laki (RTL), tingkat penurunan kemiskinan secara keseluruhan untuk RTP lebih rendah dari RTL. Ini terlepas dari telah tercakupnya secara baik RTP di semua program Perlindungan Sosial. Peningkatan teknik-teknik pentargetan akan mengurangi kesalahan pengecualian dan pengikutsertaan serta akan memastikan bahwa lebih banyak RT miskin menerima perlindungan sosial. Tantangannya adalah memastikan bahwa mekanisma targeting yang baru memasukkan indikator-indikator kemiskinan yang mencerminkan karakteristik RT miskin dan rentan juga kesetaraan akses perempuan dan laki-laki terhadap manfaat program di dalam RT. Kertas Kebijakan 6: Kesetaraan Gender dalam Managemen Kebencanaan dan Adaptasi Iklim menyoroti dampak kebencanaan berbasis gender. Banyak pembelajaran berarti dari Tsunami Aceh mengenai praktek-praktek yang baik dari managemen kebencanaan yang responsif gender. Ini perlu menjadi masukan dan memperkuat keseluruhan kebijakan, program dan institusi di tingkat nasional dan lokal terkait upaya mengatasi akar masalah kerentanan berbasis gender, memastikan penggunaan analisa gender dan data terpilah berdasar jenis kelamin, serta memberikan pertimbangan yang setara untuk hak dan kapasitas laki-laki dan perempuan. Kertas Kebijakan 7: Suara Perempuan dalam Politik dan Pengambilan Keputusan di Indonesia meningkat karena, antara lain, aksi afirmasi pencalonan dan partisipasi politik perempuan di 2008. Representasi perempuan di Parlemen (DPR) meningkat dari 11% (2004-2009) ke 18% (2009-2014). Representasi tetap lebih rendah dari 30% yang diharapkan dan tidak memadai di area-area kritis lainnya dari layanan publik dan peran-peran pengambilan keputusan. Kesenjangan yang berarti dalam partai politik dan keseluruhan tingkat pemerintah nasional dan daerah, membatasi pencapaian MDG untuk pemberdayaan perempuan. Konstitusi dan kerangka hukum Indonesia memastikan kesetaraan hak untuk perempuan. Pemerkuatan hukum/regulasi serta implementasi dan monitoring bisa lebih efektif mengatasi tantangan-tantangan institusional dan sosio-kultural perempuan. Kertas Kebijakan 8: Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP): Kekerasan Domestik dan Perdagangan Manusia di Indonesia menunjukkan baik kemajuan maupun hal-hal yang masih perlu diatasi. Dibutuhkan lebih banyak lagi upaya untuk penegakan hukum, pengembangan kapasitas dari pemberi layanan dan masyarakat lebih luas, dan penyebaran layanan ke wilayah kota dan desa. Meningkatnya kecenderungan perdagangan manusia membutuhkan upaya-upaya yang lebih terintegrasi untuk pencegahan, proteksi, prosekusi dan reintegrasi. KERTAS KEBIJAKAN 3 KESETARAAN GENDER DAN PENDIDIKAN K ertas Kebijakan ini menyoroti kemajuan signifikan yang dicapai untuk meningkatkan akses dan paritas dalam rangka pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) untuk kesetaraan gender dan pendidikan (Tabel 1). Fokus saat ini terletak pada upaya pengembangan langkah- langkah sistematis yang dapat meningkatkan akses untuk pencapaian hasil ‘outcome’ mutu pendidikan yang lebih baik, yang lebih responsif gender. Jika disparitas di tingkat propinsi ditangani dengan baik, maka arah untuk pencapaian paritas gender dalam partisipasi murni di semua jenjang pendidikan masih berada pada jalur yang tepat, yang sesuai dengan target MDG yang harus dicapai hingga tahun 2015. Upaya pengarusutamaan gender dalam pendidikan masih menghadapi tantangan. Untuk itu perlu dilakukan penilaian dampak terhadap perempuan dan laki-laki dari setiap kegiatan yang direncanakan, termasuk menyangkut legislasi, kebijakan atau program di semua bidang dan jenjang pendidikan. Program pendidikan yang responsif gender mengintegrasikan kepentingan laki-laki dan perempuan dalam rancangan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pendidikan. Status Saat Ini tingkat melek huruf untuk perempuan kelompok usia ini masih sedikit dibawah laki-laki, (Bappenas. 2010). Rasio melek huruf perempuan dan laki-laki telah tercapai pada kelompok usia 15-24 Disparitas gender antar propinsi masih tahun (Target MDG no. 3). ditemukan pada jenjang sekolah menengah pertama, menengah atas dan pendidikan B erbagai program pemerintah seperti Program Sekolah Satu Atap (menyatukan SD dan SMP), tinggi. Pembangunan ‘Sekolah Kecil’, Sekolah Satelit di daerah miskin dan terpencil, Bantuan Operasional Sekolah Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan dalam kesetaraan gender untuk Angka Partisipasi Murni (APM) di tingkat nasional. Tahun 2009, IPG (BOS), Beasiswa Siswa Miskin, Bantuan Langsung Tunai dan Dana Alokasi Khusus telah berhasil mengurangi di sekolah dasar (SD / MI / Paket A) adalah 99,73, hambatan akses terhadap pendidikan. Tahun 2009, sementara di sekolah menengah pertama (SMP/ Indeks Paritas Gender (IPG) nasional melek huruf MTs/Paket B) 101,99, sekolah menengah atas (SMA/ untuk kelompok usia 15-24 tahun hampir 100, dengan MA/Paket C) 96,16, dan pendidikan tinggi 102,95. tingkat melek huruf perempuan sebesar 99,4% dan Disparitas antar propinsi dan dalam propinsi yang laki-laki 99,5% (lihat Gambar 1). Namun, di 16 propinsi sama tetap ada (lihat Gambar 1 dan 2). Data Susenas 1 NEW brief 3 indo.indd 1 6/13/2011 2:13:47 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 2009 menunjukkan bahwa IPG untuk APM di tingkat Angka putus sekolah anak laki-laki lebih SD berkisar antara 96,39 (Papua Barat) hingga 102,5 tinggi di semua jenjang pendidikan dan (Kepulauan Riau) yang mengindikasikan bahwa APM bervariasi berdasar propinsi. perempuan terhadap laki-laki tidak berbeda nyata antar propinsi. Di tingkat SMP, IPG berkisar antara 89,54 (Papua) A da perbedaan yang signifikan antara angka putus sekolah anak laki-laki dan perempuan di tingkat SD di beberapa propinsi. Pada tingkat SMA, data hingga 116,17 (Gorontalo), sementara di SMA berkisar nasional menunjukkan bahwa di 8 propinsi terlihat antara 68,60 (Papua Barat) hingga 143,22 (Kepulauan lebih banyak perempuan putus sekolah dibanding Riau). Propinsi dengan IPG kurang dari 90 untuk laki-laki (lihat Gambar 3). Di propinsi NTT, angka SMA meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, putus sekolah anak laki-laki di tingkat SD 8 kali lebih Nusa Tenggara Barat, Papua, and Papua Barat (6 tinggi dibanding perempuan (masing-masing 8% propinsi). Kesenjangan ini mengindikasikan perlunya dan 0,02%). Di propinsi Bangka Belitung angka putus mengidentifikasi faktor penyebab rendahnya Di tingkat SMP, IPG berkisar antara 89,54 (Papua) hingga 116,17 (Gorontalo), sementara sekolah anak laki-laki di tingkat SMP 7 kali lebih tinggi pencapaian indikator-indikator tingkat propinsi dan di SMA berkisar antara 68,60 (Papua Barat) hingga 143,22 (Kepulauan Riau). Propinsi dibanding perempuan. Di Propinsi Sulawesi Tenggara kabupaten/kota, dengan Di tingkat IPGkurangdari90untuk  SMP,  IPG  berkisar  antara yang  89,54 bisa SMAmeliputi  (Papua) digunakan DKIJakarta,Jawa  hingga sebagai Barat,Jawadasar  116,17 (Gorontalo), Timur,Nusa  sementara Tenggara  Barat,  Papua,  and  Papua  Barat  (6 propinsi).  Kesenjangan anak  ini   laki mengindikasikanͲlaki danangka  perempuan putus di sekolah  tingkat di  SDSMA adalah 10,98%  di beberapa  propinsi. untuk  Pada tingkat SMA, data di SMA dalam  berkisar perlunya  perumusan antara 68,60  mengidentifikasi  (Papua  faktor perencanaan  Barat) hingga  penyebab rendahnya dan  143,22 penganggaran  (Kepulauan  pencapaian  Riau).Ͳindikator  indikator Propinsi dengan tingkatIPG propinsi kurangdari 90 dan   untukSMAmeliputi kabupaten/kota,  yangDKI Jakarta,  bisa JawaBarat,  digunakan nasional Jawa  sebagai Timur,  dasar menunjukkan  dalam Nusa  laki-laki  bahwa dan 8,41%  propinsi  di 8untuk  terlihat lebih perempuan. Angka  banyak putus  perempuan putus Tenggara responsif perumusan  Barat,  Papua, perencanaan gender.  and  Papua dan  Barat (6 propinsi). penganggaran Kesenjangan responsifgender.   ini mengindikasikan sekolah dibanding  lakiͲlaki  (lihat Gambar propinsi  3). Di tinggi  NTT, angka putus sekolah anak perlunya   mengidentifikasi faktor penyebab rendahnya pencapaian indikatorͲindikator sekolah ditingkat pendidikan menunjukkan tingkat  propinsi Gambar 1:IPG  dari dan  kabupaten/kota, APM untukTingkatSD/MI/Paket  yang A bisa dan SMP/MTs/Paket digunakan sebagaiB, laki  Ͳ laki  dalam dasar di tingkat   SD 8 kali lebih tinggi dibanding perempuan (masingͲmasing 8% dan perumusanperencanaan BerdasarPropinsi, 2009 danpenganggaran responsifgender. 22,5% laki-laki dan 14,5% perempuan (Kemendiknas,  Gambar 1: IPG dari APM untuk Tingkat SD/MI/Paket A dan SMP/MTs/Paket  0,02%). Di B,  propinsi Bangka Belitung angka putus sekolah anak lakiͲlaki di tingkat SMP 7  Berdasar Gambar 1:IPGdari Propinsi, APMuntuk 2009TingkatSD/MI/PaketAdanSMP/MTs/PaketB, kali lebih tinggi dibanding 2008). Di sekolah Madrasah, perempuan. DiPropinsi anak laki-laki Sulawesi putus Tenggara angkaputussekolah  BerdasarPropinsi,2009   di SMA adalah 10,98% sekolah jauh  untuk lebih  laki Ͳlakibanyak  dan 8,41% di semua tingkatan. Di  untuk perempuan.  Angka putus sekolah     ditingkat pendidikan sekolah  tinggi Madrasah Ibtidaiyah(MI),  menunjukkan 22,5%  laki 61,3% anak  dan 14,5% perempuan Ͳlakilaki-laki   (Kemendiknas,2008).  Di  sekolah  Madrasah,  anak putus sekolah, diikuti 66,4% di Madrasah Tsanawiyah  laki Ͳlaki  putus sekolahjauhlebihbanyak   di  semua  tingkatan.  Di  sekolah  Madrasah  Ibtidaiyah  (MI),  61,3%   anak lakiͲlaki putus   (MTs) dan 57,1% di Madrasah Aliyah (MA), (Situs Web   sekolah, diikuti 66,4% di Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 57,1% di Madrasah Aliyah     (MA),(SitusWebKemendag, Kemendag,2008/2009). 2008/2009).   IPGͲ- SDSD IPGͲ- SMP SMP    Sumber:Susenas2009/LaporanBappenastentangPencapaianMDGIndonesiatahun2010 Gambar Gambar 3 : Angka Angka 3: Putusuntuk Putus Sekolah Sekolah untuk SD dan SMP,SD danSMP, Berdasar Jenis  Kelamin   Gambar 2:IPGdariAPMuntukTingkatSMA,BerdasarPropinsi,2009   – 2007/2008  2003/2004 BerdasarJenisKelamin2003/2004–2007/2008 Sumber: Susenas 2009/Laporan Bappenas tentang Pencapaian MDG Indonesia tahun  2010 SD IPGͲ- SD SMP IPGͲ- SMP  Drop out Putus Rate Sekolah Angka (%) di SD & SMP (%) at primary junior secondary Menurut school by Jenis Kelamin, Sumber:Susenas2009/LaporanBappenastentangPencapaianMDGIndonesiatahun2010 Gambar 2:IPGdariAPMuntukTingkatSMA,BerdasarPropinsi,2009  2003/2004-2007/2008 sex, 2003/2004 - 2007/2008 6  Gambar 2: IPG dari APM untuk Tingkat SMA, Berdasar Propinsi, 2009  5  4   3  2   Sumber:Susenas2009/LaporanBappenastentangPencapaianMDGIndonesiatahun2010  1 Angka putus sekolah anak lakiͲlaki lebih tinggi di semua jenjang pendidikan dan bervariasi berdasar propinsi. Ada perbedaan yang signifikan antara angka putus sekolah 0  A Sumber:Susenas2009/LaporanBappenastentangPencapaianMDGIndonesiatahun2010 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007 2007/2008  2 Angka putus : sekolah  Sumber Susenas 2009/ anak  lakiͲlaki Laporan  lebih tentang Bappenas tinggi Pencapaian jenjang di semua MDG Indonesia tahun  dan  pendidikan Prima ryͲlaki naklaki School  (SD/MI) disekolah Boys dasar(SD/MI)  Anakry Prima School perempuan (SD/MI) di Gi sekolahdasar rls  (SD/MI) bervariasi 2010 berdasar propinsi. Ada perbedaan yang signifikan antara angka putus sekolah   Juni or Anak Juni or Anak Seconda laki Seconda perempuan ry(SMP/MT) Ͳlakidisekolah diry Boys(SMP/MT) menengahpertama (SMP/MT) sekolah menengah Gi rls (SMP/MT) pertama  2 Sumber: Pusat Statistik Pendidikan, “Indikator Pendidikan di Indonesia 2007/2008�,  Sumber : Pusat Kemendiknas hal 74 Pendidikan, “Indikator Pendidikan di Indonesia 2007/2008�, Statistik 2008 Kemendiknas 2008 hal 74 2  Penyelenggaraan program pendidikan nonͲformal (paket A, B dan C) oleh pemerintah terutama untuk anak yang tidak bersekolah (putus sekolah dan yang tidak mampu NEW brief 3 indo.indd 2 mengikuti pendidikan formal), penting untuk mempercepat pencapaian  tujuan MDG di 6/13/2011 2:13:55 AM bidang pendidikan dasar. Namun demikian, cakupan dan mutu program ini masih KERTAS KEBIJAKAN 3 Penyelenggaraan program pendidikan non-formal laki. Data tingkat propinsi menunjukkan bahwa di 31 (paket A, B dan C) oleh pemerintah terutama untuk propinsi, anak laki-laki memiliki angka transisi SMP anak yang tidak bersekolah (putus sekolah dan yang ke SMA yang lebih tinggi. Ada kesenjangan gender tidak mampu mengikuti pendidikan formal), penting yang signifikan di 16 propinsi, dengan yang tertinggi untuk mempercepat pencapaian tujuan MDG di ditemukan di Papua Barat, dimana lebih dari 38,3% bidang pendidikan dasar. Namun demikian, cakupan anak laki-laki melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Ini dan mutu program ini masih bermasalah. Tidak ada diikuti oleh Kepulauan Riau dimana lebih dari 20,7% analisa yang menunjukkan manfaat program bagi anak anak laki-laki melanjutkan sekolah dibandingkan perempuan maupun laki-laki dan analisa mengenai anak perempuan. Sebaliknya, propinsi Gorontalo penanganan kesenjangan gender di tingkat propinsi mempunyai 9,9% lebih banyak anak perempuan yang dan kabupaten/kota. melanjutkan sekolah ke SMA, (Kemendiknas, Biro Perencanaan, 2009). Angka transisi laki-laki lebih tinggi di­ banding perempuan di semua jenjang Kurangnya penelitian di tingkat propinsi pendidikan di sebagian besar propinsi. untuk mengidentifikasi faktor yang me­ nentukan transisi anak laki-laki atau pe­ A ngka transisi dari SD ke SMA anak laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Data tingkat propinsi menunjukkan bahwa 11 propinsi memiliki rempuan ke jenjang pendidikan berikut­ nya. kesenjangan paritas gender yang sangat signifikan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekitar 10-23% lebih tinggi untuk anak P enelitian dibutuhkan untuk memberikan masukan dalam perencanaan dan penganggaran responsif gender di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Salah laki-laki. Ada 4 propinsi di mana angka transisi anak satu studi yang berdasar pemetaan terhadap 2.126 perempuan mencapai 4% lebih tinggi dibanding laki- sekolah (Program LAPIS AusAID), menunjukkan bahwa laki dan satu propinsi di mana angka transisi anak angka transisi ke jenjang yang lebih tinggi jauh lebih perempuan hampir 48% lebih tinggi dibanding laki- rendah (sekitar 20,3% poin) pada anak perempuan yang selesai di madrasah tingkat menengah dibanding di madrasah tingkat dasar. Studi ini juga menunjukkan bah­ Boks 1: Adat masih mempengaruhi wa anak perempuan akses anak perempuan terhadap yang melanjutkan pendidikan se­ lah ke jenjang ko­­ Di NTT, jika seorang gadis pergi ke pen­­di­dikan berikut­ sekolah diluar daerahnya dan tinggal di rumah kos tanpa didampingi, maka nya ber­ lasi ter­ kore­ harga mas kawinnya, atau ‘belis’ akan hadap aspek-aspek turun, karena reputasinya akan terce- mar akibat adanya anggapan bahwa penting dari mutu ia tidak lagi “murni “. Selain isu yang sekolah. Aspek-aspek berkaitan dengan adat, anak perem- puan juga menghadapi bias gender di tersebut adalah ku­ mana orang tua masih memprioritas- ali­ fikasi guru yang kan pendidikan bagi anak laki-laki . 3 NEW brief 3 indo.indd 3 6/13/2011 2:14:03 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 sediaan materi dan peralatan lain lebih tinggi, keter­ (BPS-Susenas, 2009). Terbatasnya fasilitas sanitasi untuk mendukung proses pembelajaran siswa dan yang terpisah bagi perempuan, yang dibutuhkan ketersediaan toilet terpisah untuk anak perempuan untuk keperluan menstruasi berpengaruh terhadap dan anak laki-laki, (Austen et al, 2009). Hasil ini kerutinan kehadiran di sekolah. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan dan program yang menunjukkan bahwa adanya toilet terpisah di dirancang untuk meningkatkan faktor-faktor terkait Madrasah menaikkan angka transisi anak perempuan kualitas sekolah akan memberikan kontribusi dalam ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan rata- meningkatkan angka transisi dan angka retensi rata 5 persen poin, dibanding sekolah-sekolah yang sekolah anak perempuan. tidak memiliki fasilitas tersebut, (Austen et al, 2009). Program pemerintah telah berhasil me­ Kurangnya metode dan materi belajar- ngurangi hambatan akses terhadap fasilitas mengajar yang responsif gender masih sekolah untuk perempuan dan laki-laki, menjadi permasalahan. tetapi ada hambatan yang signifikan dalam menyelesaikan pendidikan berkualitas yang responsif gender. Institut Pendidikan Tenaga Kependidikan yang ada belum bisa memenuhi kebutuhan tenaga guru yang memiliki pemahaman terhadap kebutuhan khusus D ata Susenas 2009 menyoroti tanggapan yang responsif gender yang diberikan oleh populasi usia 7-18 tahun terkait alasan putus sekolah. Kurangnya dari kedua jenis kelamin. Belum ada rancangan dan penggunaan materi dan rencana belajar-mengajar yang responsif gender; bahasa yang peka gender kemampuan menjadi masalah utama bagi laki-laki, dalam kelas, pengaturan kelas dan sistem manajemen dengan 10,78% di antaranya mengatakan bahwa sekolah. Semua ini dibutuhkan untuk menciptakan mereka putus sekolah untuk bekerja dan memperoleh praktek pengajaran yang mendukung perlakuan penghasilan, dibanding 8,69% perempuan. Adat dan partisipasi yang sama antara anak perempuan masih merupakan faktor kuat yang mempengaruhi dan laki-laki di dalam kelas, saat kegiatan ekstra akses (lihat Boks 1) dan pernikahan dini masih menjadi kurikuler dan di komunitas sekolah yang lebih luas. penghalang utama. Sebanyak 6,07% perempuan Materi pengajaran belum sepenuhnya memenuhi menjadikan ini sebagai alasan putus sekolah dibanding standar kesetaraan gender. Meskipun Kemendiknas 0,14% laki-laki. Prevalensi pernikahan dini dapat telah bertahun-tahun mengangkat permasalahan ini, ditemukan di Indramayu, Jawa Barat dan di beberapa namun, perlu diakui bahwa buku kurikulum masih kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur. Peraturan tetap bias gender sehingga memperkuat stereotip terkait dukungan sekolah terhadap perempuan usia peran perempuan dan laki-laki: “Sudah lama diketahui sekolah yang sudah menikah, hamil atau ibu-ibu muda, bahwa materi pendidikan kita bias gender,� Ace Suryadi, tidak jelas. Jarak sekolah, permasalahan keselamatan Ketua Komite Kerja Pengarusutamaan Gender, dan biaya terkait perjalanan jarak jauh juga menjadi Kementrian Pendidikan Nasional, (Jakarta Post, 10 penghalang untuk melanjutkan pendidikan bagi Maret 2008). lebih dari 0,32% perempuan dibanding 0,66% laki-laki di kota dan 4,18% perempuan dibanding 3,98% laki- laki di wilayah perkotaan dan terutama di pedesaan, 4 NEW brief 3 indo.indd 4 6/13/2011 2:14:04 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 Disparitas kualifikasi dan rasio gender guru di MI, 50,8% di MTs, dan 54,3% di MA pada tahun dan kepala sekolah. 2008/2009, maka program peningkatan kualitas di Madrasah dan pelatihan pengarusutamaan gender R asio guru perempuan terhadap laki-laki mencapai 50% atau lebih di semua propinsi kecuali Papua, Bali, NTB dan Papua Barat. Jumlah tertinggi guru bagi kader pendidik perempuan dan laki-laki agar mereka memiliki perspektif gender, akan memberikan kontribusi pada upaya kesetaraan gender dan perempuan ditemukan di Sumatra Barat (75,8%) dan penurunan kesenjangan ekonomi, karena sekolah- terendah di Papua (45.2%), (Situs Web Kemendiknas). sekolah ini menerima banyak siswa miskin. Dari jumlah total 1,65 juta guru perempuan, 57% di antaranya merupakan pegawai negeri, dibanding Untuk mengatasi struktur patriarki yang masih 66% dari 1 juta guru laki-laki. Kualifikasi guru belum dominan dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia, mencapai kesetaraan gender. 39% guru perempuan dibutuhkan pedoman dan sumberdaya yang memadai memiliki minimal kualifikasi gelar sarjana atau diploma untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dibanding 48% guru laki-laki (Kemendiknas, PMPTK, di semua jenjang pendidikan. Pemerintah tengah 2009). Pada tingkat SD, 33% kepala sekolah di sekolah merumuskan pedoman pengarusutamaan gender negeri dan swasta adalah perempuan, dan pada tingkat untuk Madrasah, yang harus disebar-luaskan dan ini SMP menurun menjadi 14% dan SMA 12%, (Situs Web membutuhkan pengembangan kapasitas disemua Kemendiknas). Kurangnya kepala sekolah perempuan tingkat untuk memastikan pelaksanaannya. Untuk bisa menjadi kendala dalam mempertahankan itu, harus diperhitungkan perlunya interpretasi ajaran kesetaraan gender, khususnya di SMP. Pengalaman Islam yang menggunakan perspektif gender atau internasional menunjukkan bahwa kehadiran seorang bahkan perspektif perempuan yang lebih terbuka. kepala sekolah perempuan berkorelasi kuat dengan Interpretasi ini perlu dimasukkan dalam kurikulum tingginya tingkat partisipasi dan transisi perempuan dan buku teks, dan/atau instrumen politik yang ke jenjang menengah. Suatu studi yang dilakukan digunakan untuk tujuan memfasilitasi tercakupnya di Indonesia menyimpulkan bahwa kualifikasi guru memiliki hubungan positif pada proporsi dan transisi siswa perempuan ke jenjang berikutnya di sekolah- sekolah Islam. Peningkatan satu unit dari proporsi guru yang memiliki gelar di suatu sekolah dikaitkan dengan peningkatan sebesar 8,7 persen poin pada proporsi anak perempuan yang melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, (Situs Web Kemendiknas). Rendahnya pengarusutamaan gender di sekolah-sekolah Islam yang proporsi siswa perempuannya lebih tinggi. M engingat bahwa lebih banyak perempuan daripada laki-laki yang bersekolah di SMP dan SMA madrasah, dimana 48,5% perempuan 5 NEW brief 3 indo.indd 5 6/13/2011 2:14:07 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 aspek-aspek tersebut. Semua Pusat Studi Wanita anak, yang berdasar pada Undang Undang Pendidikan IAIN/UIN menekankan pentingnya penggunaan Nasional No. 20/2003 yang telah direvisi. pendekatan gender dalam studi mengenai Islam dan berkomitmen untuk menggunakan hasilnya Masih diperlukan analisa untuk mengetahui untuk mereformasi kurikulum dan buku teks. apakah konteks kebijakan ini sudah cukup untuk Terbatasnya pendanaan menghambat dilakukannya melaksanakan pengarusutamaan gender dengan lebih banyak inisiatif penelitian yang inovatif dan berhasil. Juga masih diperlukan asesmen tentang kegiatan pengarusutamaan gender lainnya di tingkat peluang dan kendala di tingkat kebijakan. Instrumen pendidikan tinggi, (Kull, 2009). Sebagai contoh, sudah perencanaan kebijakan seperti pemetaan sekolah banyak buku teks yang menggunakan perspektif yang dilakukan secara partisipatif dan kualitatif, gender diproduksi bagi siswa perguruan tinggi jurusan dan survei tingkat kepuasan orangtua terkait akses, studi Islam di UIN Jakarta. Namun, buku-buku ini tidak kualitas dan dampak pada retensi dan transisi anak dicetak karena kurangnya dana. Pusat Studi Wanita perempuan dan laki-laki, dapat digunakan sebagai (PSW) UIN Yogyakarta merekomendasikan perumus­ an masukan bagi perencanaan dan pengembangan bijakan yang jelas, yang mengatur pembagian tugas ke­ sumberdaya selanjutnya. Kajian perlu juga ditujukan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiat­ untuk melihat bagaimana pandangan orangtua an, termasuk dalam posisi kepemimpinan, manaje­ berpengaruh pada angka putus sekolah dan kinerja men dan akademik. Mereka menekankan perlunya mereka di sekolah dan ini dapat menjadi masukan memasukkan perspektif gender secara eksplisit dan untuk persiapan kampanye yang ditujukan bagi implisit dalam kurikulum serta pelatihan bagi semua peningkatan kesadaran orang tua. Sebagai contoh, guru yang melaksanakan pengarusutamaan gender, pemetaan sekolah dikembangkan dan dilaksanakan (Kull, 2009). oleh Kemendiknas dan UNICEF sementara survei kepuasan dilaksanakan di Kabupaten Indramayu oleh Bappenas bekerjasama dengan Institut Pertanian Permasalahan Kebijakan Bogor, yang didukung oleh program PRMAP ADB. P engarusutamaan gender di Kementerian diamanatkan melalui Keputusan Presiden no. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Kesetaraan gender dinyatakan sebagai prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014. Kemendiknas merupakan salah satu Kementerian yang Meskipun tidak ada target gender yang spesifik, pertama kali dilibatkan dalam pengembangan rencana pengarusutamaan prioritas pendidikan dalam RPJM pengarusutamaan gender dan penunjukkan focal point 2010-2014 harus didukung oleh analisa gender gender. Tahun 2005 dihasilkan dokumen yang berisi yang sistematis. Analisa menyangkut antara lain: ketentuan pengarusutamaan gender, yang kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri No. 84/2008 untuk sektor ini. Kantor Kepresidenan dan Kemendiknas menghasilkan kerangka legislasi dan peraturan yang komprehensif, termasuk Keputusan Presiden khusus untuk pemberantasan buta aksara dan pencapaian 9 tahun pendidikan dasar bagi semua 6 NEW brief 3 indo.indd 6 6/13/2011 2:14:09 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 a) Peningkatan angka rata-rata tetap sekolah siswa tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pendidi- usia 15 tahun keatas; b) Penurunan tingkat buta kan di tingkat sekolah dan kabupaten/kota dan aksara populasi usia 15 keatas; c) Peningkatan APM untuk memperkuat pelaksanaan Keputusan Men- di SD; d) Peningkatan APM di SMP; e) Peningkatan teri yang bertujuan mencapai pendidikan yang re- angka partisipasi kasar di SMA; f ) Peningkatan angka sponsif gender dengan pengembangan kapasitas partisipasi kasar di universitas kelompok usia 19- di semua tingkatan dalam sistem pendidikan. 23 tahun, dan g) Penurunan kesenjangan dalam •• Kemendiknas dan Kemenag melakukan penilaian partisipasi dan mutu pelayanan pendidikan. terhadap sejumlah sekolah sampel di beberapa lokasi geografis yang berbeda tentang cara-cara Peningkatan yang signifikan dalam alokasi anggaran pengintegarsian kebijakan gender dalam rencana (20%) mencerminkan komitmen Pemerintah terhadap dan pelaksanaan manajemen sekolah. upaya perbaikan pendidikan. Inisiatif penting yang dilakukan pada tahun 2010 adalah dikeluarkannya •• Kemendiknas dan Kemenag mengkaji dengan Keputusan Menteri Keuangan No.119/2009 tentang menggunakan perspektif gender, Peraturan Pe- pelaksanaan anggaran responsif gender di tujuh merintah tentang Anggaran propinsi dan ka- instansi pemerintah, termasuk Kemendiknas. Propinsi bupaten/kota, dan Peraturan Kemendagri No. yang kaya sumberdaya bisa mempercepat kemajuan 13/2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dengan menyediakan dana pendamping untuk dan Keputusan Menteri Keuangan No. 119/2009 program-program pemerintah yang ada, seperti tentang Anggaran responsif gender. beasiswa bagi siswa perempuan dan laki-laki miskin •• Kemendiknas dan Kemenag memberikan lebih untuk menghilangkan disparitas gender (APM, banyak perhatian pada propinsi yang belum ber- putus sekolah dan transisi) di kabupaten/kota yang hasil dalam menurunkan rasio paritas gender, membutuhkannya. Untuk kabupaten/kota yang miskin transisi dan angka putus sekolah, dengan mem- sumberdaya, perlu dipertimbangkan perumusan buat rancangan strategi berdasar kebutuhan yang strategi beasiswa dan perluasan sumberdaya. ada, dengan memperhitungkan faktor-faktor dasar yang berkontribusi terhadap rendahnya pencapa- Rekomendasi ian indikator di propinsi dan kabupaten/kota. •• Kemendiknas, Kemenag dan Kementerian Pem- •• Kemendiknas mempercepat program pelatihan berdayaan Perempuan & Perlingunan Anak (KPPA) yang ada untuk meningkatkan kapasitas pengum- mengkoordinasikan kebijakan dan strategi yang pulan data terpilah berdasar gender, analisa dan terfokus pada penghapusan disparitas rasio gen- perencanaan dan penganggaran responsif gender der untuk indikator pendidikan pada semua di tingkat propinsi dan kabupaten/kota untuk in- jenjang pendidikan di tingkat propinsi dan ka- dikator tertentu. bupaten/kota, serta memperkuat pelaksanaan •• Mempercepat program yang ada yang terkait pengarusutamaan gender di semua tingkatan di akses pendidikan dan memprioritaskan propinsi bidang pendidikan. yang memiliki kesenjangan paritas gender yang •• Kemendiknas mengkaji kemajuan yang dicapai signifikan dalam indikator pendidikan. Ini ter- dalam pelaksanaan Peraturan Menteri No. 84/2008 masuk Program Sekolah Satu Atap (gabungan SD 7 NEW brief 3 indo.indd 7 6/13/2011 2:14:11 AM KERTAS KEBIJAKAN 3 & SMP), Sekolah Kecil, Sekolah Satelit di daerah laki dan perempuan yang memenuhi kualifikasi di x Kemendiknas dan Kemenag mengkaji dan meningkatkan penyediaan buku teks pelajaran yang peka gender pada semua tingkat pendidikan, termasuk teks, miskin dan terpencil dan program Bantuan Lang- semua kegiatan pendidikan (termasuk pendidi- gambar dan akses yang sama terhadap kegiatan ekstraͲkurikuler olahraga, seni dansains. sung Tunai Bersyarat. Meningkatkan cakupan dan kan Islam), terutama dalam posisi kepemimpinan, x Kemendiknas memastikan mekanisme pembiayaan pendidikan bersifat responsif gender. Misalnya, ketika membiayai infrastruktur dan rehabilitasi sekolah baru, kualitas program pemerataan (Paket A, B dan C), manajemen, dan akademik di semua tingkatan dan merancang bangunan sekolah, maka harus memenuhi kebutuhan praktis lakiͲ laki dan perempuan. Di SMP dan SMA, perlu ada fasilitas sanitasi yang terpisah khususnya jika disparitas rasio gender terjadi pada pendidikan (sistemuntuk danmemadaibagiperempuan, sejenis keperluan sudah terlaksana terkaitmenstruasi.  di angka putus sekolah untuk meningkatkan akses x lapangan Kemendiknas dan  Kemenagadanya dengan merumuskan perwakilan dalam  kebijakan yang jelas,  yang partai mengatur penempatan lakiͲlaki dan perempuan yang memenuhi kualifikasi di semua terhadap pendidikan berkualitas. Perlu juga di- kegiatan dan politik parlemen). pendidikan  (termasuk pendidikan Islam), terutama dalam posisi kepemimpinan,manajemen,danakademikdisemuatingkatanpendidikan(sistem lakukan kajian untuk melihat efektifitas skema sejenis sudah terlaksana di lapangan dengan adanya perwakilan dalam partai politikdanparlemen). yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan  1: Tujuan MDG 3: Mendorong Kesetaraan Gender & Pemberdayaan Tabel Tabel 1: Tujuan MDG 3: Mendorong Kesetaraan Gender & Pemberdayaan Perempuan Perempuan gender. Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan •• Mengembangkan kebijakan dan mensinkronisas- lanjutanpadatahun2005,dandisemuajenjangpendidikanpalinglambattahun2015 Rasio anak perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, sekunder dan inya di tingkat nasional, daerah dan sekolah untuk tersier Indikator Data Saat ini Target Status memastikan bahwa perempuan yang menikah dasar (Susenas 2015 (1993) 2009) dini, hamil dan ibu muda bisa melanjutkan pen- Rasio anak perempuan terhadap anak lakiͲ 100,27 99,73 100,00 Tercapai lakidiSD   didikan. Melaksanakan kampanye untuk mem- Rasio anak perempuan terhadap anak lakiͲ 99,86 101,99 100,00 Tercapai lakidiSMP  bangun kesadaran akan pentingnya mengurangi Rasio anak perempuan terhadap anak lakiͲ 93,67 96,16 100,00 Sesuai lakidiSMA rencana insiden pernikahan dini dan mendorong kelang- Rasio anak perempuan terhadap anak lakiͲ 74,06 102,5 100,00 Tercapai lakidijenjangpendidikanyanglebihtinggi sungan pendidikan bagi laki-laki, dan apalagi Rasio melek huruf perempuan terhadap lakiͲ 98,44 99,85 100,00 Tercapai lakiberumur15Ͳ24tahun perempuan, yang menikah dini. Referensi Austen, S, Edwards, J and Sharp, R (2009), ‘Funding quality improvements in girls’ education in Islamic •• Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan/LPTK schools in Indonesia,’ in Lynne Chester, Michel Johnson and Peter Kriesler (eds), Heterodox Referensi economics’ visions. Australian Society of Heterodox Economists 8th Annual Conference, University of perlu mengkaji kurikulum pelatihan guru untuk New South Wales, Sydney, pp 29–45. Data dianalisa dari survei sekolah proyek LAPIS yang didanai AusAID,Indonesia. Bappenas(2010),“Laporan Pencapaian MDG Indonesia�. memperbaiki penyusunan materi dan keterampi- Austen, S, Edwards, J and Sharp, R (2009), ‘Funding quality improvements in 9 lan mengajar sehingga responsif gender.  girls’ education in Islamic schools in Indonesia,’ in Lynne Chester, Michel Johnson and Peter Kriesler (eds), Heterodox economics’ visions. Australian •• Kemendiknas dan Kemenag mengkaji dan men- Society of Heterodox Economists 8th Annual Conference, University of New ingkatkan penyediaan buku teks pelajaran yang South Wales, Sydney, pp 29–45. Data dianalisa dari survei sekolah proyek peka gender pada semua tingkat pendidikan, ter- LAPIS yang didanai AusAID, Indonesia. Bappenas (2010), “Laporan Pencapaian MDG Indonesia�. masuk teks, gambar dan akses yang sama terhadap Biro Pusat Statistik, (2009), “Statistik Pendidikan�, Susenas BPS, 2009 kegiatan ekstra-kurikuler olahraga, seni dan sains. Kull, A (2009), “At the Forefront of a Post-Patriarchal Islamic Education, Female •• Kemendiknas memastikan mekanisme pembi- Teachers in Indonesia�. Journal of International Women’s Studies. Vol 11 #1, Nov. 2009 ayaan pendidikan bersifat responsif gender. Misal- Jakarta Post (2008), 10 Maret 2008 nya, ketika membiayai infrastruktur dan rehabilitasi Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), “Analisis Data Guru�, PMPTK, sekolah baru, dan merancang bangunan sekolah, 2009 maka harus memenuhi kebutuhan praktis laki- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), “Educational Indicators in Indonesia 2007/2008�, p. 74 laki dan perempuan. Di SMP dan SMA, perlu ada Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), “Data Capaian Indikator fasilitas sanitasi yang terpisah dan memadai bagi MDG�, Biro Perencanaan, 2009 perempuan, untuk keperluan terkait menstruasi. Situs Web Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), “Data Pendidikan 2008/09�. •• Kemendiknas dan Kemenag merumuskan kebi- Situs Web Kementerian Agama (Kemenag), “Tabel Statistik Pendidikan jakan yang jelas, yang mengatur penempatan laki- Madrasah 2008/2009�. 8 NEW brief 3 indo.indd 8 6/13/2011 2:14:12 AM