Pembangunan Berkelanjutan, Kawasan Asia Timur dan Pasifik Laporan No. 50762 - ID BERINVESTASI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BERKELANJUTAN LAPORAN ANALISA LINGKUNGAN INDONESIA 2009 BERINVESTASI UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BERKELANJUTAN LAPORAN ANALISA LINGKUNGAN INDONESIA 2009 © 2009 The World Bank Group Oktober 2009 Dicetak di Jakarta, Indonesia Hak cipta dilindungi undang-undang The World Bank Group Kantor Bank Dunia Jakarta 1818 H St. NW Gedung Bursa Efek Indonesia Washington, DC 20433 Menara 2, Lantai 12 USA Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Tel: 1-202-473 1000 Jakarta 12190, INDONESIA Fax: 1-202-477 6391 Tel: 62-21-5299-3000 www.worldbank.org Fax: 62-21-5299-3111 www.worldbank.org/id Kajian ini disiapkan oleh Indonesia Sustainable Development Unit di Sustainable Development Department, East Asia Pacific Region dalam World Bank. Terbitan ini tersedia online di http://www.worldbank.org/ Saran kutipan: Josef Leitmann dkk. 2009. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan: Analisa Lingkungan Indonesia. Seri CEA, Kawasan Asia Timur dan Pasifik. Washington, DC: Bank Dunia. Jilid ini hasil karya staf International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank. Temuan, tafsiran, dan kesimpulan yang diungkapkan di dalamnya adalah milik para penulisnya, dan belum tentu mencerminkan pandangan Direktur Pelaksana Bank Dunia atau pemerintah yang mereka wakili. ii Bank Dunia tidak menjamin ketepatan data yang disertakan dalam karya ini. Perbatasan, warna, mata uang, dan informasi lain yang ditampilkan dalam peta di dalam karya ini tidak menyiratkan penilaian pihak Bank Dunia mengenai status hukum wilayah mana pun, tidak pula menyiratkan dukungan atau penerimaan perbatasan tersebut. Hak dan Izin Materi dalam terbitan ini memiliki hak cipta. Menyalin dan/atau menyiarkan sebagian atau seluruh karya ini tanpa izin mungkin melanggar hukum yang berlaku. Bank Dunia mendorong penyebaran karyanya dan umunya akan segera mengizinkan perbanyakan bagian karya ini. Untuk meminta izin memfotokopi atau mencetak ulang bagian mana pun dari karya ini, kirim permintaan serta informasi lengkap ke Copyright Clearance Center, Inc., 222 Rosewood Drive, Danvers, MA 01923, USA, telepon 1-978-750-8400, faks 1-978-750-4470, www. copyright.com. Pertanyaan lain tentang hak dan lisensi, termasuk hak turunan, harus ditujukan ke Office of the Publisher, The World Bank, 1818 H St. NW, Washington, DC 20433, USA; faks 1-202-522-2422, e-mail pubrights@worldbank.org. Dicetak diatas cyclus offset (kertas daur ulang) Daftar Singkatan ADB = Asian Development Bank (Bank DHS = Demographic and Health Survey (Survey Pengembangan Asia) Demografis dan Kesehatan) ADIPURA = Program Kota Bersih DKI = Daerah Khusus Ibukota AMDAL = Analisis Mengenai Dampak Lingkungan DKP = Departemen Kelautan dan Perikanan APHI = Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia DNPI = Dewan Nasional Perubahan Iklim API = Air Pollution Index DPR = Dewan Perwakilan Rakyat AusAID = Australian Agency for International DPRD = Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Development DR = Dana Reboisasi BAPPEDA = Badan Perencanaan Pembangunan Daerah EAP = East Asia Pacific Region (Wilayah Pasifik dan BAPEDALDA = Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Asia Timur) Daerah FAO = Food and Agriculture Organization (Organisasi BAPPENAS = Badan Perencanaan dan Pembangunan Pangan dan Pertanian) Nasional GEF = Global Environment Facility (Program Mitigasi BKSP = Badan Kerjasama Pembangunan Perubahan Iklim) BLU = Badan Layanan Umum GEG = Good Environmental Governance (Program Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Tata Kelola Lingkungan yang Baik) BPPT = Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi GFDRR = Global Facility for Disaster Reduction and CCGT = Combined Cycle Gas Turbine (Siklus Gabungan Recovery (Fasilitas Global untuk Pengurangan Turbine Gas) Bencana dan Pemulihan) CDM = Clean Development Mechanism (Proyek GHG = Green House Gas (Gas Rumah Kaca) Mekanisme Pembangunan Bersih) GNKL = Gerakan Nasional Kehutanan dan Lingkungan CEA = Country Environmental Analysis (Analisa Lingkungan Indonesia) GRK = Gas Rumah Kaca CI = Conservation International HPH = Hak Pengusahaan Hutan CIESIN = Center for International Earth Science HTI = Hutan Tanaman Industri Information Network IBSAP = Indonesia Biodiversity Strategy and Action CNG = Compressed Natural Gas (Gas Alam Plan (Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Terkompresi) Kenanekaragaman Hayati Indonesia) CO2 = Karbon Dioksida ICEL = Indonesian Center for Environmental Law iii (Yayasan Pengembangan Hukum Lingkungan COREMAP = Coral Reef Rehabilitation and Management Indonesia) Program (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) IEA = International Energy Agency COW = Contract of Works (Kontrak Kerja) IFC = International Finance Corporation (a member of the World Bank Group) CPS = Country Partnership Strategy (Dokumen Bank Dunia) IFES = International Foundation for Election Systems CVO = Civil Voluntary Organizations (Organisasi IHH = Iuran Hasil Hutan Sukarelawan Sipil) IHHT = Iuran Hasil Hutan Tambahan DAK = Dana Alokasi Khusus IHPH = Iuran Hak Pengusahaan Hutan DANIDA = Danish International Development Agency IIED = International Institute for Environment and DALYs = Disability-Adjusted Life Years (Ukuran dari Development Keseluruhan Beban Penyakit) ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Akut DEPHUT = Departemen Kehutanan ILGR = Initiatives for Local Governance Reform DEPKEU = Departemen Keuangan (Program Prakarsa Pembaruan Tata Pemerintahan Daerah) DEPTAN = Departemen Pertanian INFORM = Indonesia Forest and Media Campaign PNPM = Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Monitoring and Evaluation PLN = Perusahaan Listrik Negara KAP = Knowledge, Attitudes and Practices PM10 = Particulate Matter (Materi partikulat )10 m (Pengetahuan, Sikap dan Praktek) PNPM = Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat KDP = Kecamatan Development Program (Program Pengembangan Kecamatan) PROKASIH = Program Kali Bersih KLH = Kementerian Lingkungan Hidup PROPER = Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Km = Kilo meter PSDH = Provisi Sumber Daya Hutan KWH = Kilo Watt per Hour (Kilo Watt per Jam) PSO = Public Service Obligation (Keajiban Pelayanan LGSP = Local Governance Support Program (Program Publik) Bantuan untuk Pemerintah Daerah) REDD = Reducing Emissions from Deforestation and LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Forest Degradation in Developing Countries LPG = Liquefied Petroleum Gas (Gas Alam Cair) (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi) MFP = Multistakeholder Forestry Programme (Program Tata Kelola Kehutanan Multipihak) RI = Republik Indonesia MOFr = Ministry of Forestry (Departemen Kehutanan) SD = Sekolah Dasar MSY = Maximum Sustainable Yield (Hasil Maksimal SDA = Sumber Daya Alam Pembangunan) SDM = Sumber Daya Manusia MW = Mega Watt SMA = Sekolah Menengah Atas NEEDS = National Economic and Environmental UNFCCC = United Nations Framework Convention on Development Study (Studi Pembangunan Climate Change (Kerangka Konvensi PBB Ekonomi dan Lingkungan Nasional) tentang Perubahan Iklim) NOx = Nitrogen Dioksida USAID = United States Agency for International NRM = Natural Resources Management (Pengelolaan Development Sumber Daya Alam) USDRP = Urban Sector Development Reform Project RPJM = Rencana Pembangunan Jangka Menengah (Program Kemandirian Daerah Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Kawasan PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa Perkotaan) PDB = Produk Domestik Bruto WALHI = Wahana Lingkungan Hidup Indonesia iv PEACE = Pelangi Energi Abadi Citra Enviro, PT WB = World Bank (Bank Dunia) PEMDA = Pemerintah Daerah WHO = World Health Organization (Badan Kesehatan PLTA = Pembangkit Listrik Tenaga Air Dunia) PNB = Produk Nasional Bruto WWF = World Wide Fund DAFTAR ISI RINGKASAN xi BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan 1 Bab 1: Konteks Menganalisis Lingkungan Indonesia 3 1.1 Karakteristik Utama Tantangan Lingkungan Indonesia 4 1.2 Perangkat Berinvestasi pada Institusi Indonesia demi Keberlanjutan 4 1.3 Tantangan Lingkungan yang Mendasar 6 Bab 2: Ekonomi Kerusakan Lingkungan 9 2.1 Pentingnya Modal Alam bagi Kekayaan Indonesia 10 2.2 Arti Penting dan Biaya Akibat Kerusakan Lingkungan 11 Laporan Analisa Lingkungan Indonesia 2.3 Ringkasan Biaya Kerusakan 16 2.4 Konsekuensi Distribusi dari Kerusakan Lingkungan 17 2.5 Memilih Fokus untuk Analisa Lingkungan Indonesia 17 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan 19 Bab 3: Latar Lembaga: Desentralisasi Pengelolaan Lingkungan 21 3.1 Kerangka Kerja Hukum dan Kebijakan Lingkungan 22 3.2 Kerangka Kerja Lembaga untuk Pengelolaan Lingkungan 24 3.3 Desentralisasi dan Lingkungan 25 3.4 Kemajuan Pengelolaan Lingkungan di Tingkat Daerah 26 v 3.5 Hambatan Desentralisasi Pengelolaan Lingkungan 28 Bab 4: Kebijakan yang Mendukung untuk Pembangunan Berkelanjutan 33 4.1 Tren Pengeluaran dan Pendapatan Utama 34 4.2. Kebijakan Fiskal Kunci yang Mempengaruhi Kelestarian Lingkungan 36 Bab 5: Pendukung,Kesadaran dan Kemitraan yang Penting 43 5.1 Persepsi Masyarakat tentang Lingkungan Hidup 44 5.2 Kesesuaian Persepsi Masyarakat dengan Prioritas Pemerintah 47 5.3 Menilai Kualitas Akses Masyarakat dalam Tata Kelola Lingkungan 47 5.4 Mitra Kunci untuk Komunikasi dan Kesadaran 48 Bab 6: Beradaptasi dengan Iklim yang Berubah 55 6.1 Dampak Perubahan Iklim di Indonesia 56 6.2 Biaya Sosial Ekonomi dan Manfaat Adaptasi 60 Bab 7: Peruntukan Lahan dan Perubahan Iklim 61 7.1 Deforestasi dan Degradasi Lahan 62 7.2 Peruntukan Lahan dan Emisi Karbon 67 7.3 Isu Manajemen Hutan 68 Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Bab 8: Energi dan Perubahan Iklim 69 8.1 Energi dalam Konteks Ekonomi dan Pembangunan Negara 71 8.2 Kekhawatiran Lingkungan 74 8.3 Energi dan Masalah Perubahan Iklim 77 BAGIAN 4: Langkah ke Depan 83 Bab 9: Menuju Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 85 9.1 Pilihan untuk Tata Kelola Lingkungan yang Lebih Baik 86 9.2 Pilihan untuk Iklim yang Berubah 89 9.3 Peran Bank Dunia 93 LAMPIRAN: Skenario Rencana Bisnis untuk Keterlibatan Bank Dunia yang Meningkat 97 Daftar Pustaka 99 vi Daftar Tabel Tabel 1 Data Lingkungan Indonesia 2009 xv Tabel 2.1 Perkiraan Kekayaan untuk Indonesia ($ per kapita, 2000) 10 Tabel 2.2 Ukuran Tabungan di Indonesia ( persen PNB, 2006) 12 Tabel 2.3 Ringkasan Biaya Ekonomi Akibat Kerusakan Lingkungan 15 Tabel 2.4 Dampak Kemiskinan Akibat Perubahan Iklim berdasarkan Tujuan TPM 16 Tabel 2.5 Penentuan Peringkat Awal bagi Tantangan Lingkungan 17 Tabel 5.1 Survei Persepsi Masyarakat dengan Informasi Lingkungan 45 Tabel 7.1 Estimasi Emisi dari Peruntukan Hutan dan Lahan (MtCO2e) 67 Tabel 8.1 Cadangan dan Produksi Energi Primer di Indonesia 72 Tabel 8.2 Subsidi Energi: Isu Ekonomi dan Lingkungan 73 Tabel 8.3 Potensial untuk Penghematan Energi dari Program DSM 74 Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Tabel 8.4 Angin, Solar dan Biomassa: Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007 76 Tabel 8.5 Indonesia: Emisi Bahan Bakar Fosil (MtCO2 tahun 2004) 79 Tabel 9.1 Pilihan-pilihan Adaptasi 89 Tabel 9.2 Area Keterlibatan dan Aktivitas (Kasus Dasar) 96 Daftar Gambar Gambar 2.1 Komposisi Kekayaan Alam di Indonesia (persen, 2000) 11 Gambar 2.2 Klasifikasi Lahan dan Hutan 14 Gambar 4.1 Pendapatan dan Pembelanjaan Lingkungan (miliar IDR, harga konstan, 2001=100) 34 Gambar 4.2 Pengeluaran Belanja Lingkungan 2001-2008 35 vii Gambar 4.3 Perubahan Kebijakan Menghambat Potensi bagi Pemilihan Pembangunan Karbon Rendah di Sektor Energi 36 Gambar 4.4 Laju Pertumbuhan Tahunan PDB, Penggunaan Energi, dan Emisi per Kapita 37 Gambar 4.5 Pembagian Subsidi Bahan Bakar 38 Gambar 4.6 Penghasilan Departemen Kehutanan Berdasarkan Sumbernya 38 Gambar 6.1 Peta Bahaya Ganda dari Perubahan Iklim di Asia Tenggara 56 Gambar 6.2 Perubahan Rata-Rata Pola Curah Hujan 1900-2000 September-November (dalam mm/100 tahun) 57 Gambar 6.3 Dampak Peningkatan Permukaan Laut Disebabkan oleh Pemanasan Global pada Tahun 2050 57 Gambar 6.4 Kepadatan Penduduk di Dalam dan di Luar Zona Pesisir Elevasi Rendah 10 m (CIESIN, 2007) 58 Gambar 6.5 Peta Kerentanan Asia Tenggara 59 Gambar 7.1 Indonesia: Deforestasi dan Penurunan Degradasi 62 Gambar 7.2 Berkurangnya Tutupan Hutan di Indonesia 2000-2005 Kawasan Perubahan Tutupan Hutan 63 Gambar 7.3 Hilangnya Hutan Berdasarkan Jenis Peruntukan Lahan 2000-2005 64 Gambar 7.4 Hilangnya Hutan di Lahan Hutan Negara ( persen) 64 Gambar 7.5 Hutan yang Hilang Berdasarkan Jenis & Provinsi (10 Besar), 2000-2005 65 Gambar 7.6 Hutan yang Hilang Selama 2000-2005, Berdasarkan Provinsi 65 Gambar 7.7 Sektor Kehutanan dan Peruntukan Lahan: Perubahan Kebijaksanaan di Hulu Menghalangi Kemajuan dan Mambebankan Biaya kepada Masyarakat 67 Gambar 8.1 Konsumsi Bahan Bakar Indonesia Berdasarkan Jenis Bahan Bakar dan Sektor 70 Gambar 8.2 Produksi Domestik dan Kapasitas Penyulingan 71 Gambar 8.3 Proyeksi Permintaan Listrik Indonesia 71 Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Gambar 8.4 Emisi Bahan Bakar Indonesia 73 Gambar 8.5 25 Besar Emiter CO2 di 2004 76 Gambar 8.6 Emisi CO2 Bahan Bakar Fosil per Kapita dan Tingkat Pertumbuhannya 77 Gambar 8.7 Peningkatan PDB, Penggunaan Energi dan Emisi per kapita 77 Gambar 8.8 Rata-Rata Peningkatan Tahunan 1994-2004 77 Gambar 8.9 Intensitas Emisi: Peningkatan Rata-rata 1994-2004 78 Gambar 8.10 Dekompisisi Emisi CO2 78 Gambar 8.11 Emisi Menurut Sektor 78 Gambar 8.12 Emisi yang dihasilkan oleh Pembakaran Berbagai Tipe Bahan Bakar Fosil 79 Gambar 8.13 Emisi yang Dihasilkan berbagai Sektor 79 Gambar 8.14 Emisi Menurut Penggunaan Energi: Penggunaan Listrik 80 Gambar 8.15 Emisi yang Dihasilkan oleh Bahan Bakar Fosil 80 Gambar 8.16 Proyeksi Emisi Sektor Listrik 81 viii Gambar 8.17 Proyeksi Emisi dari Bahan Bakar Fosil 81 Gambar 9.1 Pentahapan Adaptasi dalam Sektor Pertanian 91 Daftar Kotak Kotak 3.1 Perencanaan Tata Ruang yang Lebih Berkelanjutan di Provinsi Papua 27 Kotak 3.2 Desentralisasi dan Pengelolaan Hutan yang Karut-marut 31 Kotak 4.1 Rintangan bagi Suplai Energi Panas Bumi 37 Kotak 5.1 Akses Masyarakat Terhadap Tata Kelola Lingkungan 46 Kotak 7.1 Isu Manajemen Sektor Kehutanan 66 Kotak 9.1 Pilihan untuk Memperluas Akses Tata Kelola Lingkungan 88 Kotak 9.2 Penentuan Prioritas Adaptasi 90 Kotak 9.3 Indonesia dan Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD) 92 UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan laporan ini dikelola oleh Josef Leitmann, Koordinator Lingkungan, Indonesia Sustainable Development Unit (EASIS). Analisis yang tersaji dalam makalah ini memanfaatkan masukan yang disusun oleh Timothy Brown dan Kurnya Roesad (EASIS), Jan Bojo (EASOP), Kim DeRidder (Konsultan, EASIS), dan PT Qipra Galang Kualita (perusahaan konsultan). Giovanna Dore (EASRE) membantu mengelola tugas ini dalam fase pertama penyusunan CEA. Kajian latar dilakukan sebagai building block penyusunan CEA dan disiapkan oleh Isna Marifa dan Maria Ratnaningsih. Kami berutang budi kepada Kulsum Ahmed, Gerhard Dieterle, Diji Chandrasekharan, dan Tuukka Castren dari Bank Dunia, serta Alfred Nakatsuma (USAID) dan Budy Resosudarmo (Australian National University) atas tinjauan sejawat untuk laporan ini. Masukan lain diterima dari Asmeen Khan, Chris Hoban, Jan Bojo, Michael Warlters, Sudipto Sarkar, dan Vijay Jaganatthan. Kegiatan ini dilakukan dengan bimbingan Sonia Hammam, Sustainable Development Sector Manager (EASIS) dan Joachim von Amsberg, Country Director untuk Indonesia (EACIF). Tim ini berterima kasih atas dukungan finansial dari CEA Trust Fund yang dikelola oleh Poonam Pillai (ENV) serta dukungan anggaran Bank Dunia dari program kerja EASIS. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia ix Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan x RINGKASAN Laporan Analisa Lingkungan Indonesia xi Persawahan (Koleksi Bank Dunia) Foto: Curt Carnemark 1. Tujuan disusunnya Country Environmental Analysis Masalah Tata Kelola, Kebijakan, dan (CEA atau Analisis Lingkungan Indonesia) adalah untuk Lembaga Lingkungan menyoroti berbagai tantangan dan peluang mendasar bagi lingkungan hidup Indonesia serta pengelolaan 3. Tata kelembagaan yang menantang di era otonomi sumber daya alamnya, dan memandu dukungan Bank (Bab 3). Lembaga, kebijakan, dan hukum Indonesia telah Dunia bagi institusi Indonesia, demi pembangunan yang berevolusi serta merangkul demokrasi dan desentralisasi. lebih berkelanjutan. Dengan demikian, harus dijelaskan Demikian pula, ada kumpulan produk undang-undang, sejak awal bahwa CEA bukanlah "Laporan Kondisi kebijakan, program yang mengagumkan, serta rangkaian Lingkungan" - laporan lingkungan jenis ini diterbitkan lembaga daerah maupun nasional yang bertanggung berkala oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan jawab atas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. dapat ditemukan di www.menlh.go.id. Lebih tepatnya, Selama dasawarsa terakhir, banyak aspek pengelolaan CEA menetapkan konteks yang lebih luas (Bab 1) dan lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam biaya ekonomi akibat kerusakan lingkungan (Bab 2) untuk yang telah didesentralisasi ke tingkat daerah. Peningkatan mengenali berbagai tantangan dan peluang mendasar. Hal kendali di daerah memiliki aspek positif, melalui program Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan ini dibagi menjadi dua kelompok prioritas. Pertama, terkait reputasi (prestasi), kemauan politik yang lebih baik, dengan tata kelola lingkungan dan kedua, yang sifatnya kerja sama lintas badan, pemberdayaan masyarakat, dan lebih sektoral. Tata kelola lingkungan mencakup kerangka integrasi lingkungan hidup dalam perencanaan tata ruang. desentralisasi untuk pengelolaan lingkungan (Bab 3), Pada saat yang sama, desentralisasi telah menimbulkan kebijakan yang mendukung kelestarian sumber daya hambatan bagi pengelolaan lingkungan yang baik. dan lingkungan yang lebih baik (Bab 4), dan menggalang Termasuk di dalamnya yaitu standar dan penegakan yang konstituen yang lebih peka terhadap untuk lingkungan tidak memadai; masalah insentif, pemberdayaan dan hidup (Bab 5). Tantangan sektoral yang terpenting bagi kurangnya kapasitas; serta masalah khusus dengan kajian pembangunan Indonesia adalah kerentanan terhadap dampak lingkungan, sektor perikanan, dan kehutanan. Ada perubahan iklim (Bab 6), peruntukan lahan dan perubahan sejumlah pilihan untuk perbaikan, termasuk pengelolaan iklim (Bab 7), serta energi dan perubahan iklim (Bab lingkungan berbasis geografi, tata kelola yang lebih baik, 8). Laporan ini diakhiri dengan beberapa pilihan untuk insentif dan pengelolaan keuangan, serta kejelasan peran Indonesia yang lebih lestari, termasuk saran tentang pusat-daerah dalam masalah lingkungan. bagaimana Bank Dunia bisa berinvestasi secara lebih efektif, dengan mengacu temuan CEA (Bab 9). 4. Kebijakan yang mendukung untuk pembangunan berkelanjutan (Bab 4). Pengeluaran Indonesia untuk 2. Mengapa harus peduli pada keberlanjutan tujuan lingkungan relatif rendah hampir sepanjang lingkungan? "Ekonomi Kerusakan Lingkungan" (Bab 2) dasawarsa ini, pengumpulan pendapatan lingkungan menunjukkan bahwa modal alam merupakan seperempat juga rendah, dan sumber daya alam dihargai terlalu kekayaan total Indonesia, namun modal ini menyusut rendah. Subsidi bahan bakar dan listrik meningkatkan dengan cepat, tanpa diimbangi investasi yang setara konsumsi berlebih, membebani anggaran, dan dalam modal produksi atau manusianya. Konsekuensi menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi. Di sisi xii ekonomi akibat perubahan iklim berpotensi menjadi biaya lain, hal ini menyulitkan energi terbarukan untuk bersaing. terbesar dalam ekonomi Indonesia pada jangka panjang. Struktur insentif hukum dan keuangan tidak efektif Hal itu akan menyebabkan kerugian tahunan antara 2.5 dalam membatasi pembalakan liar dan memperlambat dan 7.0 persen PDB sebelum akhir abad ini. Masalah air penggundulan maupun kerusakan hutan. Distorsi bersih dan sanitasi menjadi biaya jangka pendek terbesar kebijakan sektor perikanan dan pertambangan telah bagi ekonomi Indonesia. Pada tahun 2005, nilainya berkontribusi kepada pola penangkapan yang tidak diperkirakan mencapai lebih dari $6 miliar atau lebih dari lestari dan kegiatan penambangan ilegal. Di semua sektor, 2 persen PDB. Dampak kesehatan akibat pencemaran distorsi kebijakan muncul akibat peraturan berbasis sektor udara di luar maupun dalam ruang diperkirakan mencapai dan hukum nasional yang bertentangan, terutama yang $4.6 miliar per tahun atau sekitar 1.6 persen PNB. Kerugian terkait dengan desentralisasi. Distorsi kebijakan ini dapat ekonomi yang besar juga disebabkan oleh jenis kerusakan diatasi melalui reformasi kebijakan fiskal lingkungan, lingkungan lainnya, terutama penggundulan hutan, dengan menggunakan instrumen penetapan harga dan kerusakan tanah, dan kerusakan kawasan pesisir atau pemberlakuan pajak untuk meningkatkan pendapatan, laut. Secara keseluruhan, biaya kerusakan lingkungan selain dengan memberikan insentif bagi perilaku yang cenderung meningkat di masa mendatang. Pada saat berkelanjutan. ini, biaya tadi setara dengan laju pertumbuhan tahunan rata-rata. Hal ini semakin relevan jika mempertimbangkan 5. Membangun konstituen, kesadaran, dan kemitraan bahwa dampak terbesar biaya lingkungan ini ditanggung yang penting (Bab 5). Isu lingkungan berada dalam 'radar' kaum miskin. Singkatnya, pengelolaan lingkungan masyarakat Indonesia, terutama masalah air (pencemaran, sangatlah penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi banjir, kekeringan), kota (kebersihan, sampah padat, mutu Indonesia. air), dan hutan (kerusakan, pembalakan liar, kebakaran). pemerintah Indonesia memiliki kebijakan, investasi, serta emisi terkaitnya. Lebih dari setengah dari total dan program untuk semua prioritas masyarakat ini, hutan yang hilang beserta emisi terkaitnya, terdapat di namun hal itu tetap menjadi kekhawatiran masyarakat Riau, Kalimantan Selatan dan Sumatra Selatan. Meskipun yang menandakan bahwa isu-isu tersebut belum belum ada kepastian mengenai besarnya emisi, terdapat ditangani dengan baik. pemerintah Indonesia juga konsensus bahwa sektor kehutanan dan peruntukan menangani isu yang belum menjadi prioritas masyarakat, lahan merupakan prioritas utama untuk mitigasi. Isu seperti perubahan iklim, sumber daya laut dan pesisir, kebijakan dan kelembagaan, faktor penggerak, dampak, keanekaragaman hayati, energi bersih, dah limbah dan biaya pembangunan serta degradasi hutan dan berbahaya, yang menandakan tingkat kesadaran lahan telah diidentifikasi sejak bertahun-tahun yang lalu masyarakat yang rendah. Diperlukan kemitraan dengan di Indonesia. Terdapat pilihan "tanpa penyesalan" (no empat aktor kunci yang dapat menjembatani komunikasi regrets) yang harus diusahakan terlepas dari manfaatnya lingkungan antara pemerintah dan masyarakat: media bagi perubahan iklim, yaitu peningkatan penegakan massa, organisasi masyarakat madani, DPR, dan organisasi hukum, manajemen dan tata kelola pemerintahan hukum keagamaan. Mendorong partisipasi masyarakat dan hutan; penyesuaian insentif bagi perusahaan pemanen meningkatkan kesadaran adalah hal penting bagi dan pemrosesan kayu untuk meningkatkan kelestarian; kemitraan pembangunan yang akan menciptakan restrukturisasi dan revitalisasi industri sektor kehutanan, kebutuhan efektif akan keberlanjutan lingkungan pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dan keputusan peruntukan hutan/lahan yang lebih adil dan transparan, Perubahan Iklim adalah Prioritas Nasional serta pemantauan independen atas kepatuhan hukum. yang Baru Pembiayaan yang terkait dengan iklim dan hutan, seperti Laporan Analisa Lingkungan Indonesia dana REDD dapat memberikan insentif penting bagi 6. Adaptasi menjadi prioritas akibat kerentanan pelaksanaan pilihan "no regrets" ini. Indonesia terhadap perubahan iklim (Bab 6). Beberapa daerah tertentu di Indonesia sangat rentan terhadap 8. Energi dan perubahan iklim adalah tantangan baru berbagai bahaya perubahan iklim (kekeringan, banjir, (Bab 8). Di masa depan, emisi bahan bakar fosil akan longsor, kenaikan permukaan air laut). Meskipun menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar daripada temperatur mungkin hanya mengalami sedikit kenaikan, emisi dari sektor kehutanan dan peruntukan lahan. hujan yang lebih deras dan kenaikan permukaan air laut Dengan subsidi energi saat ini, akan lebih sulit untuk akan berdampak negatif pada ketahanan pangan, sumber menggalakkan efisiensi, teknologi yang lebih bersih atau daya air, wilayah pesisir, ternak dan kehidupan pesisir, inovasi untuk manfaat lingkungan dan iklim. Indonesia hutan, keanekaragaman hayati laut, dan kesehatan. menggunakan bahan bakar dan listrik secara tidak efisien Manusia dan ekosistem di Jawa, Bali, sebagian Sumatera, dan berlebih. Di sisi lain, negara ini memiliki potensi dan sebagian besar Papua sangat rentan terhadap risiko terbesar di dunia bagi pengembangan pembangkit listrik iklim. Perubahan iklim akan berdampak paling besar dari panas bumi, bahan bakar nabati yang berkelanjutan, pada warga termiskin Indonesia, yang mungkin banyak: dan energi terbarukan lainnya (tenaga air, angin, matahari, tinggal di wilayah marginal yang rentan kekeringan, dan biomassa). Meskipun emisi GRK bahan bakar fosil per banjir, dan/atau longsor; bergantung pada pertanian atau kapita dan intensitas emisi rendah, tetapi emisi meningkat xiii perikanan yang peka iklim sebagai penghidupannya; dan dengan cepat. Saat ini sektor industri merupakan penghasil keterbatasan aset dalam menghadapi dampak perubahan emisi karbon terbesar, sektor transportasi merupakan iklim. Keuntungan tahunan dengan menghindari pengguna terbesar bahan bakar cair, dan saat ini minyak kerusakan akibat perubahan iklim, kemungkinan akan bumi merupakan penyumbang utama emisi CO2. Bahkan melebihi biaya tahunan sebelum tahun 2050 dan, sebelum dengan asumsi adanya penurunan dalam intensitas tahun 2100, keuntungan bisa mencapai 1.6 persen PDB, energi, emisi dari pemakaian energi akan naik tiga kali dibandingkan dengan biaya yang sebesar 0.12 persen lipat pada 2030 dari emisi tahun 2005. Mitigasi emisi PDB. Ada banyak pilihan adaptasi yang dapat mengurangi memerlukan penetapan harga energi yang lebih realistis, kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim, yang kondisi yang lebih mendukung pengembangan sumber perlu dilakukan bertahap dan diprioritaskan menurut daya energi terbarukan, dan peningkatan efisiensi dalam besar biaya, keuntungan, dan risiko. sektor industri, listrik, manufaktur, dan transportasi. 7. Peruntukan lahan dan perubahan iklim diakui 9. Pilihan untuk berinvestasi menuju Indonesia yang sebagai tantangan sektoral (Bab 7). Tingginya tingkat lebih berkelanjutan (Bab 9). Indonesia bisa lebih penggundulan hutan, pembalakan liar, kebakaran hutan, berkelanjutan jika: dan kerusakan lahan gambut, merupakan satu-satunya sumber terbesar emisi gas rumah kaca Indonesia, dan · Biaya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil menurun, sehingga semakin sedikit kekayaan yang terbesar di dunia. 10 provinsi mengalami kehilangan 78 dialihkan dari pertumbuhan persen hutan lahan kering dan 96 persen hutan rawa, · Manajemen lingkungan yang baik berkontribusi Pilihan untuk menuju visi ini ada di bidang tata kelola pada pengentasan kemiskinan, dengan mengurangi lingkungan dan perubahan iklim. Pilihan-pilihan ini dampak pada masyarakat miskin dan pembagian diringkas dalam tabel di bawah dan disertai identifikasi manfaat yang lebih baik aktor kunci yang seharusnya memajukan agenda tersebut. Bank Dunia memiliki sejarah kemitraan yang panjang · Sumber daya terbarukan digunakan secara dengan Indonesia, dalam hal pengelolaan sumber daya berkelanjutan, sementara yang tidak terbarukan alam dan lingkungan. Kerja sama saat ini terpusat pada dikembangkan secara bijaksana untuk investasi pada pengelolaan kehutanan dan pelestarian keanekaragaman manusia dan modal fisik hayati, serta sumber daya laut dan pesisir. Menimbang temuan CEA, terdapat peluang untuk peningkatan · Warga negara sadar dan berpartisipasi secara kemitraan dalam bidang tata kelola lingkungan dan langsung dalam masalah lingkungan atau melalui perubahan iklim, sebagaimana disajikan dalam lampiran perwakilan mereka dan organisasi lain laporan ini. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Pilihan untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Mitra Potensial Tata Kelola Lingkungan · Memperkuat tata kelola lingkungan di daerah (desentralisasi), melalui KLH, DPR, PEMDA pengelolaan lingkungan berbasis geografi, insentif dan pengelolaan keuangan di tingkat daerah, dan penegasan peran · Memperkenalkan kebijakan yang lebih memberdayakan, dengan menyelaraskan DPR, Departemen Keuangan hukum dan peraturan, serta menjalankan agenda reformasi fiskal lingkungan · Menggalang dukungan dengan memperluas kesadaran dan akses atas informasi Pemerintah, LSM, DPR, media, org. agama, lingkungan, partisipasi dalam kebijakan, pengambilan keputusan, dan keadilan KLH Adaptasi terhadap Perubahan Iklim · Melakukan tindakan adaptasi reaktif dan proaktif, dalam bidang utama: sumber Departemen yang relevan, Bappenas daya air, pertanian, kehutanan, pesisir/laut, dan kesehatan, yang termasuk dan tambahan dari yang saat ini direncanakan · Memprioritaskan pilihan adaptasi, dengan menekankan tindakan "no regrets", Bappenas, Departemen relevan, Depkeu yang memberi manfaat sekalipun tak ada perubahan iklim, membeli marjin keamanan pada investasi baru, dan memihak ke opsi yang fleksibel dan bisa dibalikkan · Menerapkan strategi bertahap untuk memasyarakatkan adaptasi, termasuk Bappenas, Depkeu, Departemen relevan, upaya penunjang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melakukan riset, Pemda mengkoordinasi, memperkuat kapasitas daerah, dan meningkatkan ketangguhan xiv kelompok-kelompok yang rentan Peruntukan Lahan dan Perubahan Iklim · Menerapkan pilihan "no regrets" untuk penegakan hukum perhutanan, Dephut, KLH, Deptan, Pemda, sektor swasta pengelolaan dan tata kelola, penyesuaian insentif untuk panen kayu, revitalisasi industri sektor hutan dengan basis yang lebih lestari, pengendalian kebakaran hutan, serta peningkatan tanggung gugat, keadilan, dan transparansi dalam keputusan peruntukan lahan/hutan Dephut, DNPI, sektor swasta · Mencari sumber baru untuk pendanaan karbon hutan, untuk mendukung dan mempercepat pelaksanaan opsi "no regrets" Energi dan Perubahan Iklim · Dipandu oleh koordinasi dan perencanaan tingkat tinggi untuk menerapkan Depkeu, DNPI skenario pengembangan pembangunan rendah karbon, guna mengurangi intensitas emisi dalam pertumbuhan · Melampaui rencana yang ada, untuk memperkenalkan penetapan harga energi Departemen Sumber Daya Mineral & Energi, yang efisien, mendorong investasi untuk mengembangkan sumber daya energi PLN, Pertamina, sektor swasta terbarukan, mempercepat efisiensi energi dalam sektor-sektor emisi yang utama, serta memanfaatkan mekanisme pendanaan internasional untuk menutup biaya sebagian pilihan ini Tabel 1. Data Lingkungan Indonesia 2009 TANAH, PENDUDUK, DAN EKONOMI Data Negara Kelompok penghasilan menengah ke bawah Wilayah daratan (km2) 1,811,600 Populasi 226 juta 2 Kepadatan keseluruhan (jiwa/km ) 121.77 Populasi kota (% total) 50 42 2 Pertumbuhan populasi kota (rata per tahun %, 1990 ­ 2006) 4.3 2.9 Pertumbuhan populasi (rata2 per tahun %, 1990-2006) 1.4 1.3 PDB $432.8 milyar PNB per kapita $1650 1905 LAHAN, HUTAN, & KEANEKARAGAMAN HAYATI Lahan pertanian (dari total lahan) 26% 47% 2 Kepadatan penduduk, desa (orang/km lahan pertanian) 498 511 Lahan hutan (dari total lahan) 48.8 25 2 Penggundulan (rata per tahun %, 1990 ­ 2005) 1.8 0.1 Daerah lindung (% total lahan) 11.2 11.0 Laporan Analisa Lingkungan Indonesia EMISI (hanya dari sumber energi) Emisi CO2 per unit PDB (kg/2005 PPP $) 0.6 0.8 Emisi CO2 per kapita (metrik ton) 1.9 2.8 Pertumbuhan emisi CO2 (%, 1990-2005) 181.0 93.5 Materi partikulat (rata2 bbt kota, ug/m3) 83 67 AIR & SANITASI Sumber air tawar internal per kapita (m3) 12,578 4,117 Penggunaan air tawar Pertanian (% total penarikan air tawar) 91 80 Akses ke sumber air lebih baik (% total populasi) 80 88 Desa (% populasi desa) 71 82 Kota (% populasi kota) 89 96 Akses ke sanitasi lebih baik (% total populasi) 52 55 xv Desa (% populasi desa) 37 43 Kota (% populasi kota) 67 71 KESEHATAN LINGKUNGAN Prevalensi diare (% anak balita) 10.4 NA Tingkat kematian balita (per 1,000 lahir hidup) 34 50 KEKAYAAN & PERHITUNGAN NASIONAL Tabungan bruto (% PNB) 27.2 41.7 Penyusutan energi (% PNB) 6.9 6.6 Penyusutan mineral (% PNB) 2.0 1.2 Penyusutan hutan neto (% PNB) 0.0 0.2 Kerusakan CO2 (% PNB) 0.8 1.2 LAUT & PESISIR 2 Daerah Laut (juta km ) 5.8 Garis pantai (km), wilayah terumbu (juta ha) 81,000, 2.6 Potensi perikanan (juta ton/tahun) 6.4 Total penangkapan yang diperbolehkan (juta ton/tahun) 5.1 Produksi ikan (juta ton/tahun) 4.7 Sumber: The Little Green Book 2009, World Bank Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan xvi 1 Laporan A n al is a Li ng ku ng an I n d on es i a L a p o a Analisa Lingkungan nd n esi ndon ia La po ra n An a l s L i n g k u n g a n Indonesia Prioritas BAGIAN 1: Pembangunan Berkelanjutan BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 2 Bab 1: Konteks Menganalisis Lingkungan Indonesia Nelayan (Koleksi Bank Dunia ) Foto: Curt Carnemark BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan 1.1 Karakteristik Utama Tantangan 1.2 Perangkat Berinvestasi pada Institusi Lingkungan Indonesia Indonesia demi Keberlanjutan Pengelolaan lingkungan yang tidak memadai adalah Strategi Kemitraan Negara (Country Partnership Strategy) tantangan bagi Indonesia. Pengelolaan seperti ini yang baru menciptakan peluang. Dialog kebijakan yang merugikan bidang ekonomi dan kaum miskin. Misalnya, masih berlangsung dan kegiatan operasional, menyiratkan total kerugian ekonomi akibat keterbatasan akses atas air yang bahwa Bank Dunia dapat memainkan peran penting dalam aman dan sanitasi, secara konservatif, diperkirakan sebesar 2 memajukan agenda sumber daya alam dan lingkungan persen PDB per tahun. Sementara itu, konsekuensi perubahan di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan Bank Dunia dengan iklim dapat merugikan ekonomi Indonesia sebesar 2.2 - 6.7 melanjutkan upayanya untuk bergeser dari pendekatan persen PDB sebelum akhir abad ini. Total biaya kerusakan berbasis proyek ke pendekatan program. Caranya, dengan lingkungan, termasuk perubahan iklim, hampir 10 persen memperkuat fokus pada pengelolaan sumber daya alam dan PDB per tahun. Umumnya, kelompok dengan penghasilan lingkungan dalam konteks desentralisasi pemerintah Indonesia, terendah yang menanggung biaya kerusakan itu secara tidak pengurangan kemiskinan, dan program pembangunan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan proporsional. Ini dikarenakan kelompok ini lebih mungkin ekonomi. Karena itu, fase kegiatan Bank Dunia saat ini ditujukan terpapar pencemaran dan tidak mampu melakukan tindakan untuk mendefinisikan wilayah kegiatan inti Country Partnership mitigasi. Strategy (CPS) dalam hal kelestarian lingkungan, terutama dalam konteks administrasi politik dan rencana pembangunan Tantangan sumber daya alam belum teratasi dan semakin jangka menengah pemerintah Indonesia yang baru. rumit dalam konteks desentralisasi. Misalnya, sektor kehutanan telah lama memainkan peran penting dalam 1.2.1 Tujuan mendukung perkembangan ekonomi, mata pencaharian masyarakat desa, dan penyediaan jasa lingkungan. Namun, Tujuan awal kegiatan CEA adalah mempengaruhi CPS sumber daya alam ini belum dikelola dengan cara yang sesuai dengan menempatkan masalah pengelolaan sumber atau lestari. Untuk mengubah situasi ini diperlukan visi yang daya alam dan lingkungan hidup sebagai arus utama baru dan di bawah pimpinan pemerintah yang memperlihatkan (mainstreaming). Pesan-pesan utama CEA telah diikutsertakan sektor kehutanan yang sehat dan ramah lingkungan. dalam CPS pada saat penyusunan laporan ini, sehingga CEA kini dapat menjadi perangkat untuk terus mengembangkan Kerangka kerja administrasi dan peraturan Indonesia belum area kerjasama utama, yaitu kelestarian lingkungan dengan mampu memenuhi tuntutan pembangunan berkelanjutan. mewujudkan filosofi CPS, yaitu berinvestasi di sejumlah Dukungan untuk pengembangan kapasitas dan kebijakan, institusi di Indonesia. Dengan menimbang konteks ini dan baik dari pemerintah maupun donor internasional sudah menjelang tonggak yang penting dalam siklus kegiatan banyak dilakukan. Kementerian di Indonesia yang terkait Pemerintahan Indonesia, CEA harus memperkuat dan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, telah memperdalam pemahaman Bank Dunia saat ini tentang mendapat manfaat dari kepemimpinan tingkat nasional yang berbagai tantangan pengelolaan sumber daya alam dan baik. Dukungan juga datang dari jaringan organisasi masyarakat lingkungan, masalah peraturan dan lembaga yang terkait 4 madani yang aktif di seluruh negara, yang memfokuskan diri langsung dengan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, pada masalah lingkungan, dengan pengalaman advokasi yang serta kesesuaian dan keefektifannya dalam konteks prioritas luas. Namun, memperbaiki pendekatan terhadap pengelolaan kebijakan pemerintah Indonesia. Setelah itu, CEA mengusulkan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia masih sulit beberapa saran spesifik dengan fokus jangka pendek hingga dilakukan. menengah, tentang cara mencapai hasil yang lebih efektif di lapangan. Dengan demikian, tujuan CEA kemudian direvisi Penerapan kebijakan dan program dapat memitigasi menjadi: mendukung kebijakan serta institusi di Indonesia kemajuan menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan. untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang Pertama, meskipun sudah ada investasi besar dalam berkelanjutan. Dua peluang untuk saat ini adalah turut serta pengembangan staf dan kebijakan sumber daya alam dan dalam perumusan rencana pembangunan jangka-menengah lingkungan, penerapan peraturan dan prosedurnya masih yang baru (2010-2014) dan kebijakan pemerintahan baru yang sangat buruk dan lambat; yang diakibatkan oleh lemahnya mulai menjabat pada kuartal keempat 2009. komitmen dari agen sektoral, rendahnya kesadaran pejabat dan departemen daerah, dan keterbatasan kemampuan di semua 1.2.2. Pendekatan Bertahap dan Balok tingkat. Selain itu, kesadaran tentang potensi akibat buruknya Penyusun (building blocks) lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan mekanisme pihak terkait (stakeholder) untuk menuntut CEA dilaksanakan dalam tiga fase: pelingkupan, analisis, pertanggungjawaban dinas atas kinerja mereka, juga masih dan penyebaran. Fase pertama yaitu pelingkupan CEA lemah. Kedua, pada tingkat perencanaan dan program, hampir dilaksanakan pada bulan Mei - September 2007, dan diikuti tidak dilaksanakan pertimbangan lingkungan yang terintegrasi; dengan persiapan serta review catatan konsep pada bulan terutama dalam proses perencanaan investasi masyarakat dan Februari - April 2007. Fase I pada intinya adalah proses dalam rencana regional untuk penggunaan sumber daya dan terstruktur untuk menentukan masalah prioritas, berdasarkan lahan. penilaian secara cepat di bidang teknis, ekonomi, dan sosial. BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Selain itu, fase ini bertujuan untuk membangun fondasi bagi dikembangkan oleh Departemen Keuangan, Dewan kegiatan pihak tekait (stakeholder) yang lebih terperinci dan Nasional Perubahan Iklim, dan Bank Dunia sebagai analisis `gap filling' kesenjangan yang akan dilaksanakan dalam bagian Indonesia Low Carbon Options Study. Fase II. Fase kedua, yang dilakukan pada 2008, termasuk konsultasi dan penyiapan berbagai balok penyusun (building · Kegiatan donor ­ dilakukan review dan penilaian blocks) yang diuraikan di bawah ini. kegiatan donor yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, dan untuk Proses Konsultasi membandingkan dukungan mereka dengan prioritas anggaran pemerintah Indonesia. Serangkaian diskusi konsultasi tentang masalah dan tantangan lingkungan di Indonesia telah diadakan antara · Biaya kerusakan lingkungan ­ penilaian secara bulan Juni dan September 2007. Kegiatan ini termasuk cepat tentang biaya ekonomi akibat kerusakan rapat dengan mitra utama di institusi pemerintahan, LSM, lingkungan telah dilakukan secara lokal dan dan masyarakat donor yang mengupayakan pengelolaan dilengkapi dengan analisis oleh staf Bank Dunia. sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia. Konsultasi ini merupakan gabungan presentasi dan diskusi, terutama dengan · Kesadaran dan persepsi masyarakat ­ beberapa masyarakat madani, LSM lokal dan internasional dan rapat konsultan lokal meninjau data survei yang ada, untuk dengan agenda khusus bersama Kementerian Lingkungan menilai persepsi masyarakat tentang masalah dan Hidup, Departemen Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, prioritas, dibandingkan dengan strategi dan prioritas Departemen Keuangan, Bappenas, dan/atau donor bilateral. pembangunan pemerintah Indonesia. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Hasil proses konsultasi yang masih berjalan ini · Pengelolaan lingkungan yang terdesentralisasi menunjukkan adanya berbagai masalah penting yang ­ review dan analisis disusun oleh konsultan terkait dengan kelestarian lingkungan secara umum. internasional, untuk menilai konteks dan Terutama, fokus pada perubahan iklim dan relevansinya konsekuensi pengelolaan lingkungan yang semakin bagi Indonesia, pengelolaan lingkungan terdesentralisasi terdesentralisasi di Indonesia. dalam hal kejelasan peran dan tanggung jawab seluruh tingkat pemerintah pada tingkat daerah dan nasional, serta Kemitraan dan Penyebaran memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam penerapan hukum dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan CEA melibatkan kemitraan dengan banyak pihak terkait sumber daya alam dan lingkungan. Terungkap pula bahwa (stakeholder). Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen ada kekhawatiran dan minat untuk meningkatkan partisipasi Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, masyarakat dan memperkuat suara masyarakat madani dalam Bappenas, dan beberapa pemerintah daerah merupakan mitra pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. terdepan dalam penyusunan CEA ini. Bagi sebagian mitra ini (misalnya, Kementerian Lingkungan Hidup, Departemen Selain itu, proses konsultasi ini memperbarui dan Kehutanan, Departemen Dalam Negeri, dan pemerintah memperdalam kemitraan yang telah terjalin. Departemen daerah), CEA dapat memperbarui dan memperdalam kemitraan 5 Keuangan dan Bappenas menjadi basis untuk memperkuat yang sudah ada. Bagi mitra yang lain (misalnya, Departemen dialog tentang tata kelola dalam sektor sumber daya alam dan Keuangan, Bappenas), CEA menjadi basis untuk memperkuat lingkungan. Selain itu, proses konsultasi yang berlangsung juga dialog dan tata kelola dalam sektor pengelolaan sumber daya bertujuan mendukung dan membentuk upaya pengembangan alam dan lingkungan. Hal ini akan mendukung dan membentuk kapasitas, yang saat ini dilaksanakan pemerintah Indonesia upaya pengembangan kapasitas yang sedang dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, masyarakat pemerintah Indonesia, melalui kerja sama dengan pemerintah madani, dan LSM. daerah, masyarakat madani, dan LSM. Balok Penyusun (Building blocks) Rencana kerja/konsep didiskusikan di dalam lokakarya pihak terkait (stakeholder), guna mendapat umpan balik Setelah proses konsultasi, sejumlah kajian disiapkan atau untuk laporan sementara, sebelum dirampungkan dan disertakan untuk membangun analisis keseluruhan. Balok diterbitkan secara resmi. Selain itu, kegiatan CEA Indonesia penyusun utama termasuk: mengembangkan hasil dan temuan dari program para donor bilateral saat ini, terutama kegiatan DANIDA dan AusAID, untuk · Air dan sanitasi ­ dengan mengikuti panduan dari turut memperkuat kerja sama dengan donor lain yang aktif di manajemen, tim CEA menyertakan hasil dari The Indonesia. Konsultasi terakhir diadakan dengan perwakilan Economic Impacts of Sanitation in Southeast Asia, yang instansi pemerintah Indonesia pada Juni 2009 untuk membahas disusun oleh Water and Sanitation Program - EAP. analisis dan temuan laporan ini. · Perubahan iklim ­ tim CEA dapat menggunakan Fase ketiga CEA akan berfokus pada diseminasi materi. Hal analisis perantara (intermediate analysis) yang ini termasuk (tetapi tidak terbatas pada) lokakarya lokakarya BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan untuk mendiseminasi, dengan target penyusunan rencana standar nasional. Semua tantangan ini diuraikan pembangunan jangka menengah yang baru, dan lokakarya lebih lanjut dalam Bab 3. kesadaran masyarakat untuk menyebarkan informasi kepada pihak terkait (stakeholder) yang lebih luas. Dokumen ini · Insentif yang bertentangan dapat menghambat diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. keberlanjutan lingkungan. Sumber daya alam Serangkaian catatan kebijakan sedang disusun berdasarkan adalah kontributor utama bagi anggaran PDB temuan CEA, untuk disampaikan kepada pemerintahan yang dan pemerintah Indonesia. Sektor pertanian, baru pada akhir 2009. Brosur umum mengenai hasil keseluruhan kehutanan serta pertambangan, menyumbang CEA juga akan diterbitkan untuk meringkas pesan utamanya sekitar 25 persen PDB Indonesia dan sekitar 30 bagi pembaca yang lebih luas. Seluruh dokumen ini juga akan persen pendapatan anggaran pemerintah Indonesia disebarkan melalui jalur lain, termasuk jaringan internet dan seluruhnya. Namun, kebijakan ekonomi Indonesia media nasional maupun daerah, untuk memperluas akses sepertinya lebih memihak penyusutan sumber ke analisis dan kesimpulannya. Selain itu sedang diupayakan daya daripada penggunaan berkelanjutan, karena pula penyelarasan bagi penyusunan CEA dengan ADB, dengan pemerintah pusat memberi penghargaan (reward) Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan harapan untuk menghasilkan dokumen CEA bersama pada kepada pemerintah kabupaten atas penghasilan akhir 2009. sumber daya, bukan atas kinerja atau pengelolaan, memberikan subsidi bahan bakar dan listrik, dan 1.3 Tantangan Lingkungan yang Mendasar rendahnya pajak kehutanan dan perikanan (relatif terhadap sumber daya alam lain). Masalah kebijakan Kerangka kerja administrasi dan peraturan Indonesia dan fiskal ini dikaji dalam Bab 4. belum mampu memenuhi tuntutan pembangunan berkelanjutan. Padahal, sudah ada sejarah panjang dukungan · Persepsi masyarakat tentang masalah lingkungan untuk pengembangan kapasitas dan kebijakan, baik dari dan prioritas pembangunan Pemerintah. Kesadaran pemerintah dan dengan dukungan donor internasional. masyarakat adalah bagian penting dalam upaya Lembaga dalam lingkup pemerintahan di Indonesia yang mengatasi masalah lingkungan Indonesia, dari risiko terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan bencana alam hingga pelestarian keanekaragaman telah dibantu oleh kepemimpinan tingkat nasional yang baik, hayati. Warga yang sadar dan terdidik dapat juga dari jaringan organisasi masyarakat madani yang aktif bertindak secara mandiri untuk mengatasi masalah di seluruh negara yang berfokus pada masalah lingkungan, lingkungan. Mereka yang sadar itu sekaligus dapat dengan pengalaman advokasi yang luas. Namun, memang sulit menjadi pendukung bagi upaya yang lebih baik di memperbaiki pendekatan Indonesia terhadap pengelolaan tingkat pemerintah daerah dan politik. Namun, pada sumber daya alam dan lingkungan. Hingga kini, masalah tingkat yang lebih luas, nilai-nilai lingkungan belum yang paling mengancam kemajuan menuju pembangunan tertanam kuat dalam nilai-nilai dan sikap masyarakat, berkelanjutan di Indonesia termasuk: yang menyebabkan masyarakat meremehkan jasa lingkungan dan sumber daya alam. Partisipasi dan · Kesenjangan antara kebijakan dengan praktik suara dalam pengambilan keputusan merupakan 6 pengelolaan lingkungan terdesentralisasi dapat unsur penting dalam tata kelola yang baik. Bencana memperlambat kemajuan besar dalam kualitas lingkungan yang terjadi belakangan ini (banjir, lingkungan. Dengan adanya desentralisasi, rasa lumpur, kebakaran, pengikisan) telah mendorong keterikatan pemerintah daerah pada panduan masyarakat agar lebih prihatin tentang lingkungan nasional tengah diuji; kepegawaian negeri sipil hidup. Akan tetapi, diperlukan analisis lebih sudah bukan lagi bagian dari alur pimpinan (chain lanjut tentang pengetahuan, sikap, dan praktik of command) yang padu; lembaga pemerintah yang mereka untuk menentukan sejauh atau sedalam bertugas mengatur, di banyak provinsi dan kabupaten apa pemahaman ini menyebar di luar pusat kota kini berada langsung di bawah pimpinan gubernur dan perangkat apa terbaik yang dapat digunakan atau bupati, yang sering kali juga merupakan untuk membangun kesadaran dasar ini. Pentingnya proponen proyek dan kegiatan yang harusnya dukungan, kesadaran masyarakat, dan kemitraan diatur. Meskipun sudah ada investasi besar dalam penting diuraikan dalam Bab 5. pengembangan staf dan kebijakan lingkungan, penerapan peraturan dan prosedur ternyata tetap · Manfaat, risiko, dan biaya (sosial, lingkungan, dan buruk. Masalah ini sepertinya tidak akan membaik di ekonomi) dari berbagai jalur pembangunan dalam era desentralisasi, kecuali jika ada pendekatan baru iklim yang berubah. Di Indonesia, kebijakan energi, terhadap peraturan. Banyak provinsi dan kabupaten praktik sektor kehutanan, dan masalah perubahan membuat penafsiran yang baru atas peraturan yang iklim memiliki kerterkaitan yang erat. Bahan bakar ada, atau menciptakan prosedur peraturan yang fosil mendominasi konsumsi energi di Indonesia, baru sama sekali. Meskipun sebagian inovasi ini baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, dan memperkuat pengendalian lingkungan, banyak yang berangsur-angsur meningkatkan proporsi energi malah memperlemah atau bahkan tak mematuhi yang diproduksi dari batu bara (kira-kira 40 persen BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan pada 2002). Indonesia juga merupakan penghasil tinggi dan dampak potensial pada hutan akibat gas rumah kaca terbesar kedua di antara negara pembukaan lahan. Diperlukan solusi energi alternatif berkembang di kawasan; karena menghasilkan untuk daerah yang lebih terpencil, yang harganya hampir sepersepuluh gas rumah kaca di dunia, ditetapkan dengan wajar dan didukung oleh terutama dari pembalakan dan kebakaran hutan/ sektor publik. Hubungan antara pembangunan lahan rawa gambut. Kebijakan energi nasional dan perubahan iklim ditelaah lebih jauh dalam Bab mengusulkan peningkatan pemanfaatan sumber 6 (adaptasi perubahan iklim), Bab 7, (peruntukan energi terbarukan, termasuk biomassa, panas bumi, lahan dan perubahan iklim), dan Bab 8 (energi dan dan tenaga air. Secara bersamaan, pemerintah perubahan iklim). merencanakan peningkatan skala yang besar dalam penggunaan batu bara untuk mengurangi Untuk menanggapi semua tantangan ini, berbagai pilihan bagi ketergantungan Indonesia pada impor minyak pencapaian Indonesia yang lebih lestari, dengan meningkatkan bumi. Penggunaan batu bara yang meningkat tata kelola lingkungan dan menanggapi perubahan iklim, akan akan menyebabkan dampak lingkungan negatif dibahas dalam Bab 9, disertai dengan kemungkinan dukungan yang besar, akibat kandungan belerang yang Bank Dunia. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia 7 BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 8 Bab 2: Ekonomi Kerusakan Lingkungan Pabrik Minyak Kelapa Sawit, Jambi Foto: Bayu Rizky BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan PESAN UTAMA · Seperempat dari total kekayaan Indonesia terdiri dari sumber atau modal alam. Akan tetapi, modal ini habis dengan cepat, tanpa diimbangi dengan investasi setara pada sumber daya manusia atau modal produksi. · Konsekuensi ekonomi akibat perubahan iklim berpotensi menjadi pengeluaran terbesar dalam ekonomi Indonesia pada jangka panjang, sebesar yaitu 2.5 dan 7.0 persen PDB sebelum akhir abad ini. · Kekurangan air dan sanitasi yang buruk menyebabkan kerugian terbesar bagi perekonomian Indonesia, diperkirakan sekitar 7.6 miliar dolar pada 2007 atau hampir 2 persen dari PDB. · Biaya kesehatan dari polusi udara luar dan dalam ruangan diperkirakan $5,5 miliar dolar per tahun atau sekitar 1.3 persen dari PNB. · Kerugian ekonomi yang besar juga disebabkan oleh jenis kerusakan lingkungan lain, terutama penggundulan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan hutan, penipisan tanah, dan kerusakan laut/pesisir. Secara total, biaya kerusakan lingkungan membesar dan saat ini setara dengan pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata. Bab ini dimulai dengan ikhtisar tentang portfolio kekayaan, Where is the Wealth of Nations? Pendekatan ini menghitung termasuk kekayaan alam, yang tersedia bagi Indonesia. Bab nilai aset di seluruh portfolio, termasuk aset alam utama1 . ini kemudian menganalisis biaya ekonomi akibat kerusakan lingkungan, sebatas yang dimungkinkan oleh data yang Orang Indonesia rata-rata memiliki total kekayaan per kapita tersedia. Dalam beberapa kasus, data tersebut tidak tersedia sedikit di bawah $14,000 (tabel 2.1). Ini termasuk kekayaan sehingga terpaksa dibuat penilaian yang lebih kualitatif alam berbentuk lahan, hutan, aset di dalam tanah, dan tentang signifikansi kerusakan lingkungan tersebut. Sebuah modal nirwujud (intangible)--seperti modal SDM dan modal bagian pendek akan mendiskusikan konsekuensi distribusi lembaga--selain aset yang diproduksi, seperti bangunan dan dari degradasi lingkungan, dan secara khusus tentang dampak mesin. Modal alam membentuk 25 persen dari total kekayaan, perubahan iklim. Bab ini akan ditutup dengan peringkat bahkan lebih tinggi daripada porsi modal yang diproduksi. Ini prioritas lingkungan berdasarkan perspektif Bank Dunia. membedakan Indonesia dengan rata-rata negara lain dalam kategori kelompok pendapatan dan kelompok kawasannya. 2.1. Pentingnya Modal Alam bagi Kekayaan Indonesia Uraian berbagai jenis modal alam ­ termasuk lahan tani dan penggembalaan ternak, sumber daya hutan kayu dan Bagian ini menyajikan ikhtisar tentang kekayaan Indonesia, nonkayu, dan wilayah yang dilindungi ­ menunjukkan betapa menggunakan pendekatan metodologis World Bank (2006c) pentingnya aset di dalam tanah dan lahan tani bagi Indonesia 10 Tabel 2.1. Perkiraan kekayaan untuk Indonesia ($ per kapita, 2000) Jenis aset Indonesia Asia Timur & Pasifik Pendapatan menengah ke bawah $ per kapita (2000) (%) (%) (%) Aset bawah tanah 1549 45 28 44 Sumber daya kayu 346 10 6 4 Sumber daya hutan nonkayu 115 3 2 4 Wilayah dilindungi 167 5 3 4 Lahan tani 1245 36 56 35 Lahan gembala 50 1 5 9 Modal alam 3472 25 21 19 Modal diproduksi + lahan kota 2382 17 27 21 Modal nirwujud (intangible) 8015 58 52 60 Total kekayaan 13869 100 100 100 Sumber: World Bank, 2006c, dan perhitungan staf Bank dunia berdasarkan metodologinya. 1 Bagian ini merupakan catatan dari Giovanni Ruta yang belum diterbitkan, dalam versi ringkas yang sudah disunting. BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Gambar 2.1. Komposisi Kekayaan Alam di Indonesia Jadi, dengan kebijakan yang ada, pertumbuhan ekonomi (persen, 2000) saat ini sebagian besar didorong oleh pencairan sumber daya Lahan Gembala 1% tak-terbarukan, tetapi berinvestasi sedikit dalam modal SDM, sambil menimbulkan biaya lingkungan yang besar. Aset bawah tanah 45% Indonesia sangat tergantung pada sumber daya lahan tani, tetapi angka yang dilaporkan di sini tidak termasuk penipisan tanah, karena tidak tersedia informasi yang memadai. Perlu dicatat bahwa perikanan tidak dimasukan dalam perkiraan kekayaan karena kurangnya data. Lahan Tani 36% Kerusakan kesehatan akibat emisi materi partikulat--indikator utama pencemaran udara keseluruhan--(di daerah perkotaan) adalah sekitar 1.7 persen PNB. Meskipun angka ini berada di Wilayah dilindungi 5% antara rata-rata kelompok penghasilan dan kelompok kawasan, Sumber Daya Non Kayu 3% kemungkinan besar masalah ini akan semakin parah dalam Sumber Daya Kayu 10% beberapa tahun mendatang dengan meningkatnya lalu lintas dan populasi kota. Pertumbuhan ekonomi, pergeseran sektor Sumber: World Bank (2006c) dan perhitungan staf Bank dunia. dalam produksi, dan perubahan teknologi akan mempengaruhi hasil akhir dalam pencemaran udara. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia (Gambar 2.1): 45 persen kekayaan alam adalah aset di dalam 2.2 Arti Penting dan Biaya akibat Kerusakan tanah, sementara tanah pertanian besarnya 36 persen kekayaan Lingkungan alam. Bagian ini secara singkat membahas informasi yang tersedia Kekayaan alam merupakan kumpulan sumber daya yang mengenai besarnya masalah-masalah lingkungan yang berpotensi besar, yakni sumber daya terbarukan yang dapat penting. Bilamana mungkin, disertakan pula data biaya akibat dikelola untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan, kerusakan lingkungan. sedangkan sumber daya tak-terbarukan disalurkan untuk menghasilkan modal SDM dan modal yang diproduksi. Karena 2.2.1 Perubahan Iklim itu, cara pengubahan modal alam menjadi bentuk modal lain itu penting bagi strategi pembangunan Indonesia. Sebagai negara kepulauan tropis yang sangat tergantung pada sumber daya alam dan pertanian, Indonesia sangat Guna mengembangkan kebijakan untuk pembangunan rentan terhadap efek perubahan iklim. Terdapat banyak berkelanjutan, yang harus dilakukan bukan hanya melihat perkiraan dampak perubahan iklim pada Indonesia, dan sulit komposisi kekayaan tersebut, tetapi juga mengukur dikuantifikasi pada tahap ini (PEACE (2007) dan ADB (2009)): perubahan nilainya. Besaran tabungan yang lebih luas, yang 11 memperhitungkan akumulasi modal maupun penyusutan · Sedikit Kenaikan suhu: sejak 1990 para ahli telah sumber daya alam, akan bermanfaat untuk menghasilkan mengamati kenaikan rata-rata tahunan sebesar 0.3 perkiraan yang lebih jelas tentang kelestarian lingkungan derajat C. Suhu rata-rata tahunan di kawasan Asia suatu negara. Tenggara diperkirakan naik sebesar 4.8 derajat C sebelum 2100, apabila dibandingkan suhu rata-rata Seperti yang ditunjukkan di tabel 2.2, laju tabungan Indonesia pada 1990; untuk tahun 2006 menurun 90 persen lebih (dari 27.6 persen menjadi 1.7 persen), setelah memperhitungkan depresiasi · Curah hujan: diperkirakan terjadi kenaikan sekitar 2-3 modal yang diproduksi, penyusutan sumber daya alam, persen, dan disertai musim hujan yang lebih pendek dan kerusakan akibat pencemar udara lokal dan global. Ada sehingga , risiko banjir akan mengalami kenaikan; keyakinan bahwa angka ini merupakan perkiraan yang terlalu rendah karena angka bersih penurunan tutupan hutan tidak · Produksi tanaman: kesuburan tanah diperkirakan sejalan dengan perkiraan yang lebih kredibel (lihat Bab 7 untuk lama-kelamaan akan menurun. Sejak tahun 2020, penjelasan lebih rinci). Penyebab rendahnya laju tabungan hasil panen padi diperkirakan akan mulai menurun. neto yang disesuaikan ini adalah tingginya penyusutan energi Pada tahun 2100, hasil panen akan lebih rendah dan, pada tingkat lebih kecil, penyusutan mineral yang tidak sebesar 34 persen dibandingkan dengan hasil panen diimbangi dengan tabungan lebih tinggi dalam modal SDM tahun 1990; Perkiraan lain (Cline, 2007) kurang dan modal yang diproduksi. Pengeluaran pendidikan besarnya drastis, namun tetap menunjukan kemungkinan 0.9 persen PNB, yang sangat rendah jika dibandingkan dengan penurunan produktivitas pertanian sekitar 6-18 relatif rata-rata kelompok kawasan dan kelompok pendapatan. persen pada tahun 2080; BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Table 2.2. Ukuran Tabungan di Indonesia (persen PNB, 2006) Gabungan akuntansi nasional, 2006 Indonesia Asia Timur & Pasifik Penghasilan menengah ke bawah Tabungan bruto 27.6 47.2 41.4 Konsumsi modal tetap 10.4 10.3 10.4 Tabungan neto 17.2 36.9 31.0 Pengeluaran pendidikan 0.9 2.1 2.5 Penyusutan energi 11.4 7.1 11.1 Penyusutan mineral 3.1 0.9 1.1 Penyusutan hutan neto 0.0 0.0 0.0 Kerusakan CO2 0.7 1.2 1.2 Kerusakan emisi partikulat 1.2 1.3 1.1 Tabungan neto yang disesuaikan 1.7 28.5 18.9 Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Sumber: World Bank (2006c) dan perhitungan staf Bank dunia · Peningkatan tinggi permukaan laut: tinggi permukaan 2.2.2 Air, Sanitasi, dan Higiene2 laut global rata-rata diperkirakan naik antara 28-43 cm (Nicholls et al., 2007, dalam IPCC) atau bahkan sekitar Cakupan sanitasi semakin baik seiring pembangunan ekonomi. 70 cm (ADB, 2009) pada akhir abad ini dibandingkan Di Indonesia telah mencapai sekitar 57 persen pada tahun dengan angka pada tahun 1980-1999 dan pada 2005. Dengan berfokus pada pengelolaan tinja dan higiene, tahun 1990. Peningkatan ini dan badai besar, serta laporan Bank Dunia baru-baru ini (World Bank, 2007a) adanya penurunan muka tanah akan menimbulkan memperkirakan biaya utama pada kesehatan, air, wisata, dan kerusakan lebih besar di daerah pesisir. kesejahteraan lainnya yang terkait dengan sanitasi yang buruk. Dampak ekonomi tahunan mencapai lebih dari $7.6 miliar · Pemanasan laut akan mempengaruhi keanekaragaman pada 2005 (hampir 2 persen dari PDB)3 . Wilayah pedesaan hayati laut: terumbu karang seluas 50,000 km2 menanggung lebih dari setengah dampak ekonomi tersebut. merupakan hampir seperlima total luas terumbu Apabila digambarkan sebagai kerugian per kapita, angkanya karang di dunia. Akan tetapi, hanya enam persen sekitar $29 per tahun. yang termasuk klasifikasi "sangat baik". Persentase tersebut diperkirakan akan terus menurun; Lebih dari setengah total perkiraan biaya di atas merujuk ke dampak pada bidang kesehatan. Angka tersebut menyertakan · Kesehatan masyarakat: penyakit bawaan vektor perkiraan penyakit terkait-sanitasi (terutama diare) yang dan bawaan air diperkirakan akan menyebar lebih dikonversi menjadi Disability-Adjusted-Life-years (DALY, tahun 12 luas dan semakin parah. Sementara, manajemen hidup tuna upaya) dan biaya pengobatan. Dampak pada sektor kesehatan publik diharapkan menjadi lebih efisien air adalah sekitar seperempat total biaya (termasuk waktu yang sejalan dengan pembangunan ekonomi. dihabiskan rumah tangga untuk mengolah air minum), dampak pada produksi ikan, biaya banjir akibat saluran air yang buruk, ADB baru-baru ini memperkirakan biaya seluruh sektor dampak penggunaan air tercemar pada sektor irigasi, dan ekonomi akibat perubahan iklim di Indonesia dan di tiga seterusnya. Kajian World Bank (2007a) juga mencantumkan negara Asia Tenggara lain (ADB, 2009). Hasil untuk Indonesia perkiraan kerugian waktu akibat mencari tempat sanitasi, menandakan bahwa, tanpa upaya mitigasi global, biayanya dampak pada nilai lahan, serta kehilangan pendapatan dari relatif rendah untuk jangka menengah, tetapi naik secara wisatawan dan investasi langsung dari luar negeri. signifikan pada jangka panjang. Sebelum akhir abad ini, biaya ekonomi tahunan untuk Indonesia saja dapat mencapai 2.5 Meskipun sebagian perkiraan ini harus dipandang sebagai persen dari nilai PDB jika hanya memperhitungkan dampak angka awal, jelas bahwa besarnya kerugian ekonomi akibat pasar; 6.0 persen dari nilai PDB apabila menyertakan dampak sanitasi yang buruk itu cukup signifikan. Pada fase kedua, nonpasar; dan 7.0 persen dari nilai PDB jika memperhitungkan Economics of Sanitation Initiative berniat menganalisis biaya dan risiko bencana alam. Angka ini jauh lebih tinggi daripada rata- manfaat beberapa intervensi tertentu. Namun, pada tahap ini, rata dunia. Pasalnya, negara tersebut memiliki garis pantai yang data tersebut belum tersedia secara khusus untuk Indonesia. relatif panjang, tingkat kepadatan penduduk di wilayah pesisir yang tinggi, ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam dan pertanian, kapasitas adaptasi yang relatif rendah, dan iklim wilayah yang sebagian besar adalah tropis. 2 Bagian ini diambil dari World Bank (2007a) 3 Hasil ini dikalkulasi ulang berdasarkan estimasi sebesar $6 miliar pada tahun 2005, menggunakan data angka inflasi dan PDB dari WDI BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan 2.2.3 Pencemaran Udara Luar Ruang4 dan paru-paru pada orang dewasa. Kedua, akibat kanker paru- paru. Dan ketiga, akibat infeksi pernapasan akut yang diderita Data yang tersedia mengenai sumber pencemaran udara oleh balita. Jumlah kematian dan kehilangan-tahun-hidup luar ruang sudah agak usang. Akan tetapi, situasi pada tahun pada orang dewasa dan anak-anak, yang terkait pencemaran, 1998 menunjukkan dominasi kuat partikulat kecil (PM10)5 dan telah diperkirakan dengan menggunakan koefisien risiko dari nitrogen oksida NOx dari kendaraan, yaitu sekitar 70 persen sebuah kajian kohor AS yang besar tentang orang dewasa dalam kedua kategori. Industri bertanggung jawab atas sekitar dan ringkasan meta-analitik dari lima kajian yang runut waktu seperempat emisi kedua pencemar ini. Kondisi yang sangat tentang kematian pada anak-anak. berbeda dijumpai pada emisi sulfur dioksida (SO2). Dari nilai total emisinya, industri bertanggung jawab terhadap lebih Beban penyakit, yang dihitung dalam Tahun Hidup Tuna Upaya dari 70 persen dan kendaraan bermotor menghasilkan sekitar (DALY) dikonversi ke mata uang dolar dengan menggunakan seperlima. ukuran Nilai Hidup Statistik (Value of Statistical Life, VSL). Hal ini bukanlah nilai kehidupan seseorang, tetapi penggambaran Pemantauan pencemaran udara dilaksanakan pada sepuluh nilai pengurangan risiko marjinal. Angka turunan ini sebesar kota di wilayah Indonesia. Sistem ini memberi informasi 0.9 persen dari PDB tahun 2007. Jumlah ini sama dengan melalui Indeks Pencemaran Udara (API) dan konsentrasi kerusakan lingkungan senilai sekitar 3.9 milyar dolar per udara sekitar. Pengembangan API digabungkan dari sembilan tahun. kota yang memiliki data. Akan tetapi, lima kota di antaranya menunjukkan pencemaran udara yang memburuk pada 2.2.4 Pencemaran Udara Dalam Ruang bagian pertama dasawarsa ini. Konsentrasi PM10 di Jakarta Laporan Analisa Lingkungan Indonesia menunjukkan tingkat dua hingga tiga kali lipat dari Panduan Sumber luar ruang biasanya mendominasi emisi pencemaran Kualitas Udara WHO 2005, tetapi tidak ada tren yang jelas dari udara, sementara sumber dalam ruang umumnya mendominasi 2001 hingga 2005. Kota Surabaya menunjukkan tren yang keterpaparan terhadap pencemaran udara. Keterpaparan ini sangat meningkat sejak tahun 2000 dan seterusnya. Angka terkait dengan konsentrasi pencemar di suatu lingkungan, konsentrasi PM10 kota tersebut mencapai sekitar lima kali lipat maupun waktu yang dihabiskan oleh seseorang pada dari nilai Panduan WHO. Yang menggembirakan, penghapusan lingkungan itu. Pembakaran biomassa dalam rumah tangga timbal dalam bensin yang dimulai pada 2006 diperkirakan akan (seperti kotoran, arang, kayu, dan sisa tanaman), atau batu sangat memperbaiki situasi yang berkaitan dengan pencemar bara adalah faktor utama di balik pencemaran udara dalam ini. ruang (Desai dkk, 2004). Di Indonesia, rumah tangga yang memakai kayu bakar/jerami untuk memasak sekitar 44 persen Pencemaran udara luar ruang, dan terutama materi partikulat, (Demographic and Health Survey, DHS, 2002/03). Persentase sangat berkaitan dengan beberapa penyakit pernapasan, yang angka itu sangat bervariasi antara wilayah pedesaan (69 persen) menyebabkan peningkatan morbiditas maupun kematian dan perkotaan (16 persen). Untuk rumah tangga yang memakai dini. Sedangkan cakupan untuk seluruh wilayah Indonesia, minyak tanah memiliki tingkat yang sama besarnya (44 persen), Pemantauan Lingkungan Indonesia 2003 mengutip perkiraan tetapi persentase pedesaan perkotaannya terbalik. biaya sebesar $400 juta per tahun. Akan tetapi, angka tersebut tidak didukung dengan bukti (World Bank, 2003)6. Masalah kesehatan yang paling terkait dengan penggunaan 13 bahan bakar padat adalah infeksi saluran pernapsan akut pada Perkiraan kerugian akibat emisi partikulat telah dilakukan anak-anak dibawah umur 5 tahun dan penyakit paru-paru kronis dengan metodologi perkiraan tabungan neto yang disesuaikan pada orang dewasa. Dampak akan sangat tergantung pada (World Bank, 2006c). Perincian lanjut tentang penurunan lingkungan memasak, dimana hanya ada sedikit dokumentasi ini terdapat dalam WHO (2004) dan makalah Pandey dkk mengenai hal ini. Oleh karena itu, Bojö and Nuñez (2008) (makalah ini yang akan terbit). Secara singkat, model regresi menggunakan beberapa skenario berbeda untuk perhitungan digunakan untuk memperkirakan konsentrasi PM10 tingkat kota mereka tentang dampak kesehatan. berdasarkan informasi tentang populasi, tingkat pendapatan, kegiatan ekonomi, penggunaan berbagai jenis sumber Biaya morbiditas diestimasi menggunakan pendekatan biaya energi, iklim, dan geomorfologi. Model ini dikembangkan penyakit (COI). Pendekatan ini terdiri dari biaya medis dan nilai dari pengukuran PM10 dan Total Partikulat Tersuspensi (TSP) hilangnya waktu akibat penyakit, namun tanpa menghitung rata-rata tahunan sesungguhnya dari stasiun pemantauan penderitaan manusia. Biaya kematian prematur diestimasi berorientasi populasi pada lebih tiga ribu kota di seluruh dunia menggunakan dua metode yang berbeda. Pertama berdasarkan selama periode 1985-1999. Perkiraan beban penyakit akibat nilai sekarang dari hilangnya pendapatan di masa depan. pencemaran materi partikulat di luar ruang di kota didasarkan Yang satunya lagi yaitu pendekatan VSL yang diperkenalkan pada sumbangan tiga penyakit yang terkait pencemaran. di bagian sebelumnya. Kombinasi semua skenario tersebut Pertama, kematian dan morbiditas akibat penyakit jantung menghasilkan estimasi total biaya untuk IAP sebesar 1.6 milyar 4 Bagian ini diambil dari ADB (2006), kecuali jika disebutkan lain 5 Partikel debu dengan diameter kurang dari 10 m Proses monitoring dilakukan berdasarkan Website Kedutaan Amerika, tetapi saat ini sudah tidak bias lagi diakses. 6 Proses Monitoring juga dilakukan berdasarkan Studi ADB dari tahun 2002, tetapi sumber ini tidak dapat diidentifikasi di catatan manapun, dan proses monitoring hanya menggunakan sedikit sumber. BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Gambar 2.2. Klasifikasi Lahan dan Hutan kehutanan--dalam definisi dokumen ini termasuk produksi kayu dan industri kertas & percetakan--mencapai 3-4 persen dari PDB. 30% Antara tahun 1990 dan 2000, Indonesia mengalami kehilangan tutupan hutan sekitar 21 juta ha, tetapi bertambah kira-kira 12 33% juta ha lantaran penanaman dan pertumbuhan kembali. Untuk kategori hutan di atas, pada tahun 2006, mengalami kehilangan Hutan Produksi neto wilayah--bukan nilai--yang mencapai sekitar 10 persen. Hutan Konversi Angka ini setelah disesuaikan untuk kegiatan deforestasi. Hutan Lindung Dinamika wilayah hutan digerakkan oleh sejumlah faktor: Hutan Konservasi 8% 12% Lahan Lain · Sejak masa 1970-an hingga 1990-an, transmigrasi Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan memindahkan sekitar 2.5 juta jiwa menuju daerah 17% yang jarang penduduk. Di tempat baru itu, warga Sumber: Diadaptasi dari World Bank (2006a) pendatang kerapkali membuka hutan untuk perumahan dan tanah pertanian sebanyak dua hektar bagi setiap kepala keluarga. Namun, program dolar dengan batas bawah 0.5 milyar dolar dan batas atas 2.7 ini kini telah dihentikan. miliar dolar. Estimasi tengah ekuivalen dengan 0.4 persen PDB Indonesia tahun 2007. · Jaringan jalan memberi akses yang lebih baik ke wilayah hutan. Pembangunan jalan dapat 2.2.5 Hutan7 menghasilkan efek domino pada habitat dan panen hutan. Pembuatan jalan baru memerlukan AMDAL. Hutan di Indonesia terbagi menjadi empat kelompok utama: Akan tetapi, untuk memperbaiki jalan yang telah ada atau lama tidak membutuhkan kajian lingkungan · Hutan produksi merupakan wilayah yang itu. diperuntukkan pemanenan kayu secara selektif. Meski demikian, hutan produksi dimaksudkan agar · Penambangan terkadang berlangsung di dalam tetap mempertahankan tutupan hutannya melalui hutan lindung. Menurut Keputusan Presiden (no. periode pertumbuhan ulang yang panjang. Namun, 41 tahun 2004) sebanyak 13 perusahaan tambang saat pergantian abad, sekitar sepertiga hutan mendapatkan izin untuk melanjutkan kegiatan kategori ini telah gundul. tersebut. Upaya mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dengan lebih mengandalkan batu bara · Hutan konversi, yaitu wilayah kehutanan yang mungkin pula mendorong pembangunan tambang 14 kegiatan pembukaannya diperuntukan untuk tujuan terbuka yang meluas. lain. Sebelum tahun 2000, sekitar separuh dari hutan kategori ini sudah gundul. · Kebakaran hutan kadang cukup luas. Pada tahun 1997-98 luas hutan yang terbakar sekitar 10 juta · Hutan lindung adalah daerah yang berfungsi untuk hektar. Pembakaran terkendali sering digunakan menjaga fungsi retensi tanah dan air. untuk pembukaan lahan. Pengumpulan kayu bakar tidak dipandang sebagai pemicu utama bagi · Hutan konservasi merupakan wilayah kehutanan kegiatan penggundulan. Pasalnya, kegiatan ini untuk kepentingan perlindungan keanekaragaman sering menggunakan sisa dari pembukaan lahan dan hayati. Sebelum tahun 2000, kedua kategori terakhir panen kayu, atau kayu dari tanah milik pribadi yang itu masih memiliki tutupan hutan sekitar 80 persen. dirancang sebagai pemasok kayu bakar. Namun, biaya untuk membeli minyak dan produk turunannya Gambar di berikut ini menyajikan distribusi jenis hutan tersebut yang semakin mahal akan menambah tekanan pada dan tutupan lahan lainnya yang mencakup luas total sekitar biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar. 186 juta hektar. 2.2.6 Produksi Tanaman Pertanian dan Indonesia memiliki wilayah hutan tropis terbesar ketiga di Kerusakan Lahan dunia. Hutan mengandung sebagian besar keanekaragaman hayatinya yang mengesankan itu. Hutan juga merupakan Pertanian Indonesia terus memiliki tingkat produktivitas tinggi sektor yang penting secara ekonomi. Pasalnya, nilai sektor dalam berbagai kategori utama produksi tanaman, yaitu padi 7 Bagian ini diambil dari World Bank (2006b) BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan sawah, padi gogo, dan jagung. Padi ditanam secara intensif atau sistem irigasi di hilir. Akan tetapi, siltasi subur juga menjadi dengan sistem irigasi (padi sawah) dan tadah hujan atau kering pupuk alam untuk penanaman di hilir, maka dampaknya pun (padi gogo). Dengan sistem irigasi yang baik, petani biasa beragam. menanam padi dua kali setahun, dan terkadang mencapai lima kali tanam dalam dua tahun. Produksi padi sawah sangat Lindert yang melakukan analisis lanjutan (2000) tidak terpusat di wilayah Jawa, disusul oleh Sumatera dan Sulawesi. menemukan bukti bahwa kerusakan lahan kimiawi pada Selama rentang waktu dari 1998 hingga 2002, bagian wilayah lahan pertanian di Indonesia merupakan masalah besar. panen dan produksi padi di Jawa hampir selalu konstan, sekitar Saat meninjau periode 1940-1990, perkiraan keseluruhan 50 persen. Hasil rata-rata gabah di Jawa (5 ton/ha). Angka ini Lindert adalah bahwa mutu kimiawi tanah rata-rata menurun lebih tinggi daripada di wilayah lain (4 ton/ha). Total wilayah sebesar empat hingga hampir enam persen. Penurunan itu panen padi sawah tahunan tidak banyak berubah selama lima terutama dikarenakan petani membudidayakan lahan baru tahun; sekitar 11 juta ha. di sejumlah pulau di sekitar Jawa. Indeks mutu tanah untuk wilayah pertanian yang tetap di wilayah Jawa dan Madura Tampaknya tak ada kajian komprehensif yang dilakukan baru- mungkin meningkat hingga sebesar 10 persen. Luas lahan baru ini mengenai dampak kerusakan lahan di Indonesia. yang dibudidayakan lebih dari berlipat dua antara tahun 1940 Magrath dan Arens (1989) melakukan analisis tentang biaya- dan 1990. Lindert menyimpulkan bahwa secara keseluruhan di-tempat yang diakibatkan oleh pengikisan tanah, terutama terjadi peningkatan yang besar dalam indeks mutu tanah pada untuk sistem tanam ladang tadah hujan di Jawa. Metode yang periode waktu yang dikaji. digunakan adalah pendekatan perubahan produktivitas. Penurunan panen menyebabkan sedikit penurunan laba. Ketika 2.2.7 Kondisi Wilayah Pesisir dan Laut8 Laporan Analisa Lingkungan Indonesia laba bersih jatuh untuk satu jenis tanaman, petani melakukan penyesuaian. Karena keuntungan bersih turun untuk satu jenis Kepulauan Indonesia terdiri atas sekitar 17,500 pulau dan panen, maka akan ada penyesuaian. Untuk memperhitungkan memiliki garis pantai sekitar 81,000 km. Dari jumlah total hal ini, disusunlah anggaran pertanian untuk berbagai sistem penduduknya yang mencapai 225 juta jiwa, sebesar 60 persen tanam ladang yang mewakili di seluruh Jawa. Anggaran itu bermukim dalam jarak 60 km dari wilayah laut. Indonesia digunakan untuk memperkirakan pengaruh penurunan panen memiliki setidaknya 50,000 km2 terumbu karang. Luasan ini akibat pengikisan tanah ini pada penghasilan pertanian neto. kira-kira delapan belas persen dari luas terumbu karang dunia. Ini dilakukan secara komprehensif untuk satu tahun (1985). Sektor laut dan pesisir Indonesia, dan terutama perikanan skala Dengan asumsi bahwa kerugian penghasilan bersih satu tahun kecil yang didukung oleh ekosistem terumbu karang, adalah terjadi kembali setiap tahun berikutnya, Magrath dan Arens aset produksi yang penting bagi negara ini maupun jutaan memperoleh total nilai sekarang (present value) untuk kerugian orang miskin. Ekosistem terumbu karang yang sehat dapat saat ini dan masa depan. Angka terakhir ini adalah perkiraan menghasilkan produk laut senilai rata-rata US$15,000 per biaya-di-tempat akibat pengikisan tanah di Jawa, yang mereka kilometer persegi per tahun. Ekosistem ini merupakan sumber hitung. Untuk wilayah Jawa secara keseluruhan, biaya-di- makanan dan mata pencarian yang penting bagi sekitar 10 ribu tempat akibat erosi tanah diperkirakan sebesar US$ 237 juta desa pesisir di seluruh wilayah negeri. pada 1985 atau senilai dengan 562 juta dolar tahun 2007, yang mencapai sekitar 4 persen nilai keseluruhan tanaman ladang di Kemiskinan yang meluas pada masyarakat pesisir terjadi 15 Jawa pada tahun 1985. beriringan dengan kerusakan ekstensif sumber daya pesisir. Pada 50 tahun terakhir, bagian terumbu karang yang rusak Keterbatasan penting dari jenis perhitungan seperti ini adalah di Indonesia telah meningkat dari 10 menjadi 50 persen. tidak disertakannya dampak di luar tempat, pengendapan Akibatnya, banyak perikanan terumbu karang skala kecil di (siltasi) di hilir. Dampak ini mungkin sangat negatif bagi PLTA Indonesia telah mencapai tingkat eksploitasi tertentu. Dengan Tabel 2.3. Ringkasan Biaya Ekonomi akibat Kerusakan Lingkungan SUMBER KERUSAKAN BIAYA EKONOMI (miliar dolar 2007) KERUGIAN PDB TAHUNAN (%) Perubahan iklim Naik berangsur-angsur 2.5­7.0 (pada tahun 2100) Air, sanitasi, dan hygiene 7.7 2+ Pencemaran udara luar ruang 3.9 1.2 Pencemaran udara dalam ruang 1.6 0.4 Kerusakan hutan N/a N/a Kerusakan tanah $562 Juta (Java, 1985) 0.13* Lingkungan wilayah pesisir dan laut N/a N/a * Diperbaharui dari estimasi tahun 1985 memakai deflator PDB 172 (1985 = 100) 8 Bagian ini memanfaatkan laporan World Bank (2004) and http://www.zmt-bremen.de/files/Downlods/SPICE_Flyer.pdf. BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan demikian, satu-satunya cara meningkatkan penghasilan peledak, yang dilakukan di wilayah yang memiliki potensi nilai lokal dan produksi masa depan adalah dengan melindungi pariwisata dan perlindungan pesisir yang tinggi. Mous dkk habitat terumbu karang yang penting dan mengurangi usaha (2000) meninjau kerusakan akibat penangkapan ikan dengan penangkapan ikan yang merusak. Kemampuan di tingkat sianida. Mereka menyimpulkan bahwa ancaman kegiatan itu kabupaten untuk membantu masyarakat nelayan pesisir terhadap terumbu karang Indonesia tidak lah sebesar karena untuk mengelola sumber daya ini secara berkelanjutan masih penangkapan ikan dengan peledak atau pemutihan terumbu terbatas. akibat perubahan iklim global. Terumbu karang Indonesia saat ini mengalami kerusakan 2.3 Ringkasan Biaya Kerusakan dengan cepat akibat kegiatan manusia (termasuk, penangkapan ikan dengan racun; peledak; penambangan Modal alam mencapai seperempat total kekayaan di terumbu; sedimentasi; pencemaran; dan penangkapan ikan Indonesia--porsi yang bahkan lebih tinggi daripada modal berlebih). Makalah dari Cesar dkk (1997) memaparkan kegiatan yang diproduksi. Ini menggarisbawahi pentingnya pengelolaan yang merusak ini dan membandingkan keuntungan pribadi sumber daya alam yang berkelanjutan, juga perlunya Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan dari kegiatan ini dengan biaya yang ditanggung masyarakat. mengimbangi penyusutan modal alam dengan peningkatan Ditunjukkan bahwa biaya sosial jauh melebihi keuntungan tabungan dalam modal SDM dan modal yang diproduksi. pribadi jangka pendek. Namun, insentif pribadi untuk meraih laba jangka-pendek tetap kuat. Perubahan iklim akan menimbulkan sejumlah dampak negatif pada Indonesia, antara lain penurunan produksi Pet-Soede et al. (1999) melakukan analisa biaya-keuntungan panen, kenaikan permukaan air laut, peningkatan risiko banjir, pada penangkapan ikan dengan bom yang memperlihatkan pemutihan terumbu karang, dan semakin menyebarnya kerugian bersih yang signifikan selama 20 tahun. Kerugian penyakit bawaan-vektor. Biaya ekonomi dari dampak-dampak utama dapat dihitung melalui kehilangan fungsi perlindungan ini diperkirakan mencapai antara 2.5 dan 7.0 persen dari PDB pesisir, manfaat pariwisata, dan manfaat dari perikanan yang sebelum tahun 2100. tak merusak. Bagi masyarakat kerugian ekonomi yang terjadi empat kali lipat lebih tinggi dari total keuntungan pribadi Kerugian besar pada kesehatan, air, pariwisata, dan bersih yang didapatkan dari penangkapan ikan dengan kesejahteraan lain yang terkait dengan sanitasi yang buruk Tabel 2.4. Dampak Kemiskinan akibat Perubahan Iklim oleh Tujuan TPM Tujuan MDG Dampak Potensial Kemiskinan 1. Membasmi kelaparan · Kerusakan hutan, perikanan, ladang gembala, dan lahan tani yang diandalkan banyak dan kemiskinan ekstrim keluarga miskin untuk makanan dan mata pencarian · Kerusakan rumah, persediaan air, dan kesehatan kaum miskin, yang memperlemah kemampuan mereka mencari nafkah · Peningkatan ketegangan sosial tentang penggunaan sumber daya, yang dapat menimbulkan konflik, mata pencarian yang tidak stabil, dan migrasi 16 2. Mencapai pendidikan · Makin banyak anak yang putus sekolah untuk membantu mengambil air, merawat saudara dasar universal yang sakit, atau membantu mencari nafkah. · Kurang gizi dan penyakit yang diderita anak-anak dapat mengurangi kehadiran di sekolah dan merusak kemampuan belajar di dalam kelas. · Banjir dan badai merusak bangunan. 3. Menganjurkan · Peningkatan kerentanan perempuan, yang bergantung pada lingkungan alam sebagai mata kesetaraan gender pencarian. dan memberdayakan · Perempuan dewasa dan anak-anak akan menghadapi beban kerja lebih besar dalam perempuan mengumpulkan air, pakan hewan, kayu bakar, dan memproduksi makanan saat iklim memberi tekanan. · Rumah tangga yang dikepalai perempuan yang memiliki sedikit aset akan sangat rentan terhadap bencana yang terkait dengan iklim. 4. Mengurangi kematian · Perubahan iklim dapat menyebabkan tingkat kematian lebih tinggi akibat gelombang panas, anak banjir, kekeringan, dan angin topan. 5. Meningkatkan kesehatan · Wanita hamil rentan terhadap penyakit yang disebarkan oleh nyamuk (malaria dan demam kaum ibu berdarah) atau oleh air (kolera dan disenteri), yang dapat semakin mewabah. 6. Memerangi penyakit · Sama seperti pada 5 tujuan di atas. utama · Mutu dan jumlah air minum dapat berkurang, memperparah kekurangan gizi pada anak- anak. 7. Memastikan kelestarian · Penurunan mutu dan produktivitas sumber daya alam dan ekosistem yang diandalkan kaum lingkungan miskin. Sumber: diadaptasi dari kajian Oxfam, 2007 BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan Tabel 2.5. Penentuan Peringkat Awal bagi Tantangan Lingkungan Masalah Biaya Ekonomi Keuntungan Sudah Ditangani Potensi Dampak Sumber Daya Komparatif Keuangan Perubahan iklim +++ ++ + +++ +++ Air, sanitasi, dan higiene +++ ++ + +++ ++ Pencemaran udara luar ruang ++ ++ ++ ++ + Pencemaran udara dalam ++ + + ++ + ruang Kerusakan hutan + ++ ++ ++ ++ Kerusakan tanah + ++ + ++ + Laut dan pesisir + ++ ++ ++ ++ nilainya telah diperkirakan lebih dari $6 miliar pada 2005, atau · Rumah tangga yang berpenghasilan rendah lebih lebih dari 2 persen PDB tahun itu. rentan terhadap bencana alam dan antropogenik karena mereka biasanya hidup di daerah berisiko Dampak kesehatan akibat pencemaran udara dalam dan lebih tinggi; luar ruang nilainya telah diperkirakan sekitar US$5.5 miliar per Laporan Analisa Lingkungan Indonesia tahun, atau sekitar 1.3 persen dari PDB (2007). · Kaum miskin tak mampu menghadapi kerusakan lingkungan se-efektif segmen masyarakat yang lebih Pada sektor kehutanan, laju penggundulan hutan dari 1990 berada. hingga 2000 diperkirakan besarnya sekitar 21 juta ha, tetapi diimbangi dengan sekitar 12 juta ha yang ditumbuhkan ulang Misalnya, dari jumlah kaum miskin Indonesia, 10 juta di dan kegiatan penanaman. Pertumbuhan alami dari hutan antaranya memiliki mata pencarian yang terkait 36 juta orang yang ada memberi sumbangan lebih jauh pada peningkatan dengan hutan negara ini; kehilangan hutan akan memperlemah volume. mata pencarian, jasa ekosistem, dan kemampuan untuk memenuhi sasaran penghapusan kemiskinan (World Bank, Perkiraan biaya akibat kerusakan lahan--terutama erosi di 2006a). Contoh lain, efek perubahan iklim akan paling terasa ladang, serta salinisasi dan penggenangan di wilayah yang oleh orang Indonesia termiskin, yang lebih mungkin: hidup di diairi--tidak mudah diperoleh, dan tidak tercantum dalam daerah marginal yang rentan terhadap kekeringan, banjir, dan/ berbagai perkiraan yang dikutip di atas. atau longsor; bergantung pada pertanian atau perikanan yang peka-iklim sebagai mata pencarian; dan memiliki lebih sedikit Kerusakan wilayah pesisir dan laut adalah masalah besar aset untuk menghadapi dampak perubahan iklim (UNDP, 2007). di Indonesia, beserta keanekaragaman hayatinya yang kaya. Beberapa dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan di Tersedia beberapa data ekonomi untuk kerusakan terumbu Indonesia, dipandang melalui kacamata Tujuan Pembangunan 17 karang, yang menunjukkan kehilangan dalam jumlah besar Milenium (TPM), disajikan dalam Tabel 2.4. per km2. Akan tetapi, perlu kajian lebih jauh untuk menilai bagaimana perkiraan lokal ini dapat diskalakan ke perspektif 2.5 Memilih Fokus untuk Analisa nasional. Lingkungan Indonesia 2.4 Konsekuensi Distribusi dari Kerusakan Bab 5 meninjau kegiatan donor di sektor pengelolaan sumber Lingkungan daya alam dan lingkungan hidup dalam 3-5 tahun terakhir. Bab ini juga membandingkannya dengan prioritas pemerintah Diketahui luas bahwa kaum miskin menanggung konsekuensi Indonesia pada sektor yang sama. Temuan utama adalah terbesar dari kerusakan lingkungan untuk berbagai alasan: bahwa tiga kategori teratas dalam daftar donor dan daftar pemerintah Indonesia ternyata sama, yaitu (i) pencemaran dan · Mata pencarian sebagian besar kaum miskin terkait lingkungan kota; (ii) hutan, keanekaragaman hayati, tanah dan langsung dengan mutu dan produktivitas sumber air; dan (iii) pesisir dan laut. Kategori teratas saja mencakup daya alam (air, tanah, hutan, perikanan); sekitar 40 persen pendanaan dari donor maupun pemerintah Indonesia. Sebaliknya, tiga kategori terbawah--dari enam-- · Keluarga miskin memiliki tingkat akses terendah dalam prioritas yang terungkap, juga sama peringkatnya, yaitu ke jasa dan manfaat lingkungan, seperti air minum, (iv) transportasi, energi & tambang; (v) lingkungan global; dan sanitasi, dan energi bersih; (vi) masalah negara keseluruhan. Laporan latar untuk bab ini menyimpulkan bahwa "...tak ada perbedaan signifikan dalam BAGIAN 1: Prioritas Pembangunan Berkelanjutan prioritas sumberdaya untuk pengelolaan SDA dan lingkungan" Tantangan lingkungan yang lain tetap sangat penting bagi (Ibid, p.15). Akan tetapi, apa saja sebaiknya prioritas bagi fokus pembangunan berkelanjutan Indonesia. Namun, untuk CEA? berbagai alasan, tantangan yang lain ini tidak perlu mendapat perhatian yang sama untuk Country Environmental Analysis, Bab ini menyajikan satu basis untuk penentuan prioritas ­ misalnya karena biaya ekonominya lebih rendah, Bank Dunia besarnya biaya ekonomi akibat kerusakan. Ini semestinya tak memiliki keuntungan komparatif untuk menangani menjadi perhatian utama dari sudut pandang Indonesia. Dari masalah tersebut, masalahnya sudah ditangani dengan sudut pandang mitra pembangunan seperti Bank Dunia, kriteria baik, terbatasnya potensi mencapai dampak dalam jangka pemilihan lain antara: keuntungan komparatif bagi Bank Dunia pendek, dan/atau sumber daya keuangan untuk menangani untuk menangani masalah tertentu, apakah masalah itu sudah masalah tersebut tidak tersedia dengan mudah. Perlu dicatat ditangani dengan baik oleh mitra pembangunan lain, potensi juga bahwa ada CEA yang akan disusun oleh ADB yang akan dampak yang signifikan, dan peluang untuk menggerakkan melengkapi analisis Bank Dunia, dengan berfokus pada sumber daya keuangan guna mewujudkan perubahan. Tabel pengelolaan sumber daya air dan masalah pesisir/laut. Masalah 2.5 menyajikan upaya menerapkan kriteria ini pada tantangan pencemaran udara dalam dan luar ruang juga menjadi fokus Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan lingkungan yang telah dibahas dalam bab ini. ADB. Bank Dunia tidak memiliki keuntungan yang komparatif untuk meminjamkan dana kepada pemerintah setempat yang Dari analisis sekilas ini, dua tantangan lingkungan yang perlu mengelola pencemaran ini dengan lebih baik. Penipisan berprioritas tertinggi adalah perubahan iklim dan air/sanitasi. tanah telah menjadi fokus prakarsa Bank Dunia dan donor lain Perubahan iklim merupakan ancaman lingkungan jangka- sebelumnya, demikian pula sektor kehutanan (EC, 2005; World panjang yang terbesar bagi ekonomi Indonesia. Bank Dunia Bank, 2006). juga memiliki keuntungan komparatif jika bergiat di bidang ini; bidang ini baru-baru saja menarik perhatian pemerintah Maka, laporan ini memilih untuk berfokus pada tantangan Indonesia dan mitra pembangunannya di Indonesia; ada perubahan iklim yang muncul, terkait dengan adaptasi (Bab 6), potensi besar untuk mitigasi maupun adaptasi; dan tersedia peruntukan lahan (Bab 7), dan energi (Bab 8). semakin banyak donor dan sumber daya pasar untuk menangani tantangan iklim. Serupa dengan itu, air, sanitasi, dan higiene merupakan biaya ekonomi jangka-pendek tertinggi; Bank Dunia memiliki sejarah keterlibatan yang panjang dalam sektor ini; sanitasi, terutama, belum ditangani dengan baik di Indonesia; penanganan masalah ini memiliki potensi dampak ekonomi dan kesehatan yang sangat besar; dan tersedia sumber daya keuangan yang relatif besar untuk menangani masalah ini. Namun, air dan sanitasi sudah pernah menjadi fokus berbagai analisis, yang tidak perlu diulangi di sini dan sudah dimasukkan ke dalam kegiatan Bank Dunia di Indonesia melalui program prasarananya maupun Regional 18 Water and Sanitation Program. 19 19 La po ra n An a l s L i n g k u n g a n Indonesia Laporan A n al is a Li ng ku ng an I n d on es i a L a p o a Analisa Lingkungan nd n esi ndon ia Tantangan Tata Kelola Lingkungan BAGIAN 2: BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 20 Bab 3: Latar Lembaga: Desentralisasi Pengelolaan Lingkungan Candi Prambanan, Jawa Tengah Foto: Winarko Hadi BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan PESAN UTAMA · Lembaga, kebijakan, dan hukum Indonesia telah berevolusi untuk melaksanakan demokrasi dan desentralisasi. · Demikian pula, ada kumpulan produk hukum, kebijakan, program, dan lembaga lokal maupun nasional yang mengagumkan, yang bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan. · Selama dasawarsa terakhir, banyak aspek pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang telah didesentralisasi ke tingkat daerah. · Peningkatan kendali di daerah memiliki aspek positif, melalui program reputasi dan kemauan politik yang lebih baik, kerja sama lintas-badan, pemberdayaan masyarakat, dan integrasi lingkungan dalam perencanaan tata ruang. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan · Namun, desentralisasi pun telah menimbulkan hambatan dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Dalam hal ini termasuk: standar dan penegakan yang tidak memadai; masalah insentif, pemberdayaan, dan kapasitas yang kurang; serta masalah khusus dalam penilaian dampak pada sektor lingkungan, perikanan, dan kehutanan. · Terdapat pilihan untuk perbaikan. Dalam hal ini termasuk pengelolaan lingkungan berbasiskan geografi, tata kelola, insentif dan pengelolaan keuangan yang lebih baik, serta kejelasan peran. 3.1 Kerangka Kerja Hukum dan Kebijakan berbagai bidang, yang secara hukum terdapat dalam Lingkungan yurisdiksi kementerian lain, tetapi mempengaruhi lingkungan. Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dalam Kesepakatan Nasional untuk · Undang-Undang Kehutanan (No 41/1999) - Pembangunan Berkelanjutan pada 2 Januari 2004, sebagai kerangka kerja hukum Indonesia untuk pengelolaan bagian Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan yang hutan didasarkan pada tiga tujuan besar, yaitu mencantumkan Tujuan Pembangunan Milenium negara. Di mempromosikan pertumbuhan ekonomi, dalamnya, filosofi pembangunan Indonesia mencerminkan menyediakan manfaat yang merata bagi masyarakat perpaduan unsur ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk (mata pencarian dan pengurangan kemiskinan), dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Komitmen ini melestarikan manfaat/jasa lingkungan. dicerminkan dalam serangkaian hukum dan kebijakan. 22 · Undang-Undang tentang Sumber Daya Laut & Pesisir 3.1.1 Undang-undang yang Relevan 2007 ­ undang-undang ini menciptakan hak untuk secara formal mengomersialkan kawasan pesisir. Undang-undang Indonesia yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan bersifat terperinci dan luas. · Undang-Undang tentang Energi (No 30/2007) ­ Namun tidak memiliki visi yang sama atau keterpaduan, dan membentuk dewan untuk mengawasi kebijakan sering tumpang-tindih dan bertentangan dengan kerangka energi dan berkontribusi untuk mencapai tujuan kerja undang-undangnya. Masalah ini diperparah dengan pembangunan. Namun tidak menyelesaikan masalah penafsiran individual yang sering lancung serta penerapan kerangka kerja kebijakan dan undang-undang yang lanjutan oleh kewenangan desentralisasi, yakni provinsi dan tidak terkoordinasi dalam sektor energi. kabupaten. Keduanya sering mengeluarkan peraturan yang kadang secara langsung bertentangan dengan undang- · Undang-Undang tentang Pertambangan 2009 ­ undang atau peraturan yang berlaku secara nasional. Undang- menetapkan peraturan yang jelas tentang perizinan undang pokok termasuk: tambang, tanggung jawab keuangan atas operator tambang, juga mewajibkan investor tambang untuk · Undang-Undang Dasar 1945 - pada 2002 UUD 1945 berkomitmen melaksanakan pemrosesan mineral di diamandemen untuk menekankan pembangunan bagian hilir. yang seimbang melalui lingkungan berkelanjutan. · Undang-Undang tentang Perikanan (No. 31/2004) · Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan ­ menyediakan kerangka kerja yang luas untuk Hidup (No. 23/1997) ­ memberi kewenangan kepada mengatur industri perikanan, dengan pemberian Menteri Lingkungan Hidup untuk mengeluarkan izin yang komprehensif dengan peraturan harmonis standar nasional dan persyaratan minimum lain dalam dan pemberian izin yang komprehensif. Akan tetapi, BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan aturan ini tak menyelesaikan konflik mengenai "bank genetika" untuk tanaman pangan, sementara pengeolaan antara kewenangan pusat dan daerah. Departemen Pertanian memiliki koleksi sel dan plasma untuk ternak dan tanaman pertanian. · Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Kementerian Lingkungan Hidup telah merumuskan Daya Air - berfokus pada pengelolaan sumber Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati daya terdesentralisasi, pengendalian pencemaran, Indonesia (Indonesia Biodiversity Strategy and Action eksploitasi, pelestarian, dan kendali bencana. Plan, IBSAP) untuk memandu penerapan program keanekaragaman hayati hingga 2020. IBSAP · Undang-Undang tentang Limbah B3 1997 ­ mengandung lima sasaran, empat di antaranya pengendalian daur bahan beracun dan pelarangan berupa mengembangkan kesadaran masyarakat, perpindahan lintas-batas limbah bahan berbahaya mengembangkan sikap berorientasi-konservasi, dan beracun. dan melibatkan warga negara dalam masalah tata kelola. Akan tetapi, IBSAP bukan dokumen yang · Kesepakatan Internasional ­ Indonesia telah mengikat secara hukum, dan karenanya Kementerian meratifikasi Convention on Biological Biodiversity; Lingkungan Hidup tak bisa menegakkan Rencana Convention on International Trade in Endangered Aksinya. Species; International Tropical Timber Agreement; Ramsar Convention on Wetlands; Climate Change · Pertanian - Prioritas dalam kebijakan pertanian Convention and the Kyoto Protocol; Vienna Convention dan rencana pembangunan pertanian adalah for the Protection of the Ozone Layer; Convention to meningkatkan produksi beberapa tanaman, Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Combat Desertification; Basel Convention; Nuclear terutama padi, dengan harapan meraih kembali Test Ban Treaty; Convention on the Law of the Sea; dan swasembada. Akan tetapi, upaya ini terhambat International Convention for the Prevention of Pollution oleh luas tanah pertanian yang sangat kecil dan alih from Ships. fungsi lahan, terutama persawahan menjadi lahan non-pertanian. Varietas padi baru, dan pemakaian 3.1.2 Program & Kebijakan Sektoral bahan agrokimia, telah dimulai, tetapi dengan hasil beragam. Selain itu, penggunaan agrokimia tetap tak Banyak sektor terlibat dalam pengelolaan lingkungan. Program terkendali, dan masih ada penggunaan bahan kimia dan kebijakan sektoral yang penting adalah: legal maupun ilegal yang berlebihan di tingkat lokal. Hal ini menimbulkan masalah pada kesuburan tanah · Kehutanan ­ Strategi Departemen Kehutanan saat dan pencemaran. ini memiliki lima prioritas, termasuk memerangi pembalakan liar, mengendalikan kebakaran hutan, · Perikanan - Program pembangunan Departemen rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, Kelautan dan Perikanan (DKP) saat ini mengidentifikasi dan restrukturisasi maupun desentralisasi sektor bidang yang memerlukan tindakan segera agar kehutanan9 . Namun, tindakan efektif atas prioritas ini dapat mengelola sumber daya secara berkelanjutan, terbatas, karena kurangnya koordinasi dan kerja sama dengan rekomendasi ke arah pengelolaan perikanan 23 lintas-departemen yang bertanggung jawab maupun Indonesia, di antaranya: strategi pengelolaan antara berbagai tingkat lembaga pemerintah. penangkapan ikan; strategi pengelolaan budi daya Bahkan pernah terjadi pemerintah daerah menolak ikan; riset dan pengawasan sumber daya perikanan keputusan dan kebijakan lingkungan pemerintah yang lebih baik; serta pengelolaan, administrasi dan pusat jika dianggap tidak baik atau tidak bijak. kendali internal yang lebih baik. DKP menyadari perlunya perencanaan yang lebih baik dan integrasi · Keanekaragaman hayati - Lebih dari 11 persen dengan departemen dan organisasi lain. Oleh sebab wilayah daratan RI (sekitar 21.5 juta hektar) itu, departemen ini membuat banyak kesepakatan dicanangkan sebagai wilayah yang dilindungi, baik kerja sama dengan Departemen Pekerjaan dalam bentuk suaka alam, suaka margasatwa, taman Umum, Komunikasi & Informasi, Tenaga Kerja nasional, taman rekreasi alam, taman hutan raya, dan Transmigrasi, di samping Angkatan Laut, dan dan taman buru yang dikelola oleh Departemen Kepolisian. Kehutanan. Selain itu, Indonesia memiliki tambahan 6.3 juta hektar taman laut10 . Upaya pengelolaan · Transportasi dan Energi - Kebijakan transportasi dan keanekaragaman hayati lainnya juga dilakukan di energi saat ini termasuk tingkat subsidi bahan bakar kebun raya, kebun binatang, taman safari, pusat yang tinggi dan cukup besar menyedot anggaran penangkaran dan budi daya, serta arboretum. nasional. Penghapusan subsidi ini merupakan topik Departemen Kehutanan juga telah mendirikan perdebatan yang sengit. Kebijakan energi nasional 9 Country Environmental Profile: Indonesia; Final Report, July 2005. Framework Contract AMS/451 Lot N°6, Request for Services N°2005/102581. A project funded by the European Union and implemented by A project implemented by MWH. Pp 29-30. 10 Agus Dermawan, Direktur Konservasi dan Taman Laut Nasional, Departemen Kelautan dan Perikanan, Indonesia. April 2009 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Indonesia (2003-2020) menggariskan: penghematan mengembangkan mekanisme untuk semakin cadangan minyak mentah dan gas alam untuk mengintegrasikan pekerjaan dan upaya badan- memaksimalkan masa pakainya; penggunaan CNG badan pemerintah untuk menyelaraskan kebijakan dan LPG di sektor transportasi; promosi batu bara serta praktik pengelolaan lingkungan. Rencana untuk usaha industri kecil dan menengah; perluasan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004- eksplorasi sumber daya batu bara; pengembangan 2009 menekankan perbaikan pengelolaan sumber penggunaan batu bara di rumah tangga; eksplorasi daya alam dan peralihan arah pelestarian lingkungan gasifikasi batu bara, penggunaan sumber energi untuk menghasilkan pelestarian, jasa lingkungan, metana batu bara, perluasan skema hidrolistrik skala dan manfaat ekonomis yang lebih besar12 . kecil, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya; peningkatan sumber energi panas bumi dalam · Kementerian Lingkungan Hidup adalah pembangkit listrik skala kecil, juga hidrolistrik; dan departemen koordinasi. Artinya, lembaga ini tak penggunaan energi nuklir dalam cara yang ekonomis, bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan. ramah lingkungan, terandalkan, dan aman. Departemen ini menetapkan standar, membentuk Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan kebijakan, mengatur proses AMDAL, menjalankan · Pendidikan - Meskipun sekolah di Indonesia bebas program pemeringkatan lingkungan, dan mengalokasikan waktu untuk karyawisata, mata mengumpulkan data lingkungan. Namun, tidak pelajaran dan materi pendidikan khusus yang terkait memiliki kendali langsung atas dinas di tingkat dengan lingkungan, kurikulum nasional untuk provinsi atau kabupaten. Oleh sebab itu, lembaga tingkat SD dan SMP tidak secara spesifik menyertakan daerah tersebut tidak wajib menerapkan kebijakan kajian lingkungan. Pasalnya hal itu dianggap sudah dan standar yang disusun oleh KLH. tercakup dalam mata pelajaran lain seperti biologi, fisika, dan lainnya. Saat ini beberapa LSM Indonesia · Kehutanan mengelola kawasan hutan, yang secara mengimbau dibentuknya kurikulum nasional yang teknis mencakup hampir 70 persen daratan Indonesia, lebih baik dan menekankan serta mendalami kajian meskipun sepertiga wilayah tersebut sudah tidak lagi lingkungan. Universitas menawarkan gelar S1 dalam berhutan. Departemen ini bertanggung jawab atas pertanian, biologi, kehutanan, dan pendidikan produksi hutan, konservasi, perlindungan daerah sektor tradisional lain. Beberapa universitas sedang aliran sungai dan tepi sungai, alih fungsi lahan mengembangkan mata kuliah S2 untuk sejumlah ke penggunaan non-hutan, dan pengembangan keilmuan tadi, sementara program gelar S2 dalam industri hutan maupun masyarakat berbasis hutan. pengelolaan lingkungan semakin populer. Dengan adanya kebijakan desentraliasi maka kantor wilayah departemen ini telah dibubarkan. Sebagian 3.2 Kerangka Kerja Lembaga untuk besar stafnya diserap oleh dinas kehutanan tingkat Pengelolaan Lingkungan kabupaten dan provinsi. Di Indonesia, pemerintah memainkan peran penting dalam · Departemen Dalam Negeri memfasilitasi dan 24 proses pengelolaan lingkungan. Pemerintah melakukan memantau kebijakan pembangunan pemerintah intervensi berbentuk peraturan atau pendanaan untuk kegiatan daerah. Departemen ini memiliki direktorat pengelolaan mutu lingkungan, atau penerapan metode/ yang khusus memberi dukungan dan fasilitas teknologi ramah-lingkungan. Sejak tahun 1983, pemerintah untuk perencanaan tata ruang dan lingkungan telah mendanai program yang terkait lingkungan melalui dalam konteks pengembangan daerah. Selain anggaran nasional yang menargetkan a) inventaris dan evaluasi itu, bertanggung jawab pula untuk memperbaiki sumber daya alam lingkungan; b) pelestarian hutan, lahan, dan efektifitas organisasi pemerintah daerah yang air; c) pengawasan sumber daya alam dan lingkungan; dan d) bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan. pengembangan meteorologi dan geofisika11 . Masih banyak departemen lain yang memiliki dampak 3.2.1 Peran Lembaga-lembaga Pusat langsung pada pengelolaan dan mutu lingkungan Indonesia, termasuk Departemen Keuangan, Perdagangan, Kelautan dan Lembaga-lembaga pemerintah pusat yang mungkin memiliki Perikanan, Energi dan Pertambangan, Pertanian, Industri, dan peran paling nyata dalam masalah lingkungan, di antaranya Transportasi. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Departemen Kehutanan, 3.2.2 Peran Pemerintah Daerah dan dalam tingkatan tertentu, Departemen Dalam Negeri: Pemberdayaan pemerintah daerah merupakan salah satu · Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional prestasi Indonesia paling luar biasa dalam dasawarsa terakhir. (BAPPENAS) bertanggung jawab atas rencana Hasilnya, Indonesia memiliki hampir 500 pemerintah daerah jangka panjang dan anggarannya, serta berusaha yang menjadi pemain penting dalam pembangunan negara, 11 Analisis Lingkungan Sumber Daya Alam Negara Indonesia. BAPPENAS. 2007 Hal 27 12 Laporan Status Lingkungan Hidup di Indonesia 2007. Kementerian Lingkungan Hidup 2008. Hal 11 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan khususnya dalam pengelolaan lingkungan. Provinsi dan 3.3.1 Peraturan Terbaru untuk Memperkuat kabupaten/kota kini dikepalai pejabat yang bertanggung Pengelolaan Lingkungan Daerah jawab langsung kepada para pemilihnya. Lembaga daerah yang relevan untuk masalah lingkungan di antaranya: Setelah penyempurnaan undang-undang otonomi daerah pada tahun 2004, terlihat jelas bahwa masih ada kesenjangan dalam · Pemerintah provinsi ­ peran provinsi dalam kegiatan dinas pengelolaan lingkungan di tingkat provinsi dan otonomi daerah agak kecil. Provinsi pada dasarnya kabupaten. Akibatnya, pada tahun 2007, pemerintah pusat mengoordinasi seluruh pemerintah kabupaten/kota menetapkan kebijakan tentang pendelegasian kewenangan dalam pelaksanaan fungsi yang melibatkan lebih dari kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk satu pemerintah kabupaten/kota, seperti mengelola tujuan penerapan pengembangan lingkungan melalui dampak lingkungan. Akan tetapi, dalam praktiknya, Peraturan Pemerintah No. 38, tentang pembagian urusan pemerintah provinsi harus diundang untuk pemerintah, dan Peraturan Pemerintah No. 41, tentang melakukan itu. Provinsi juga terbatas keuangannya organisasi perangkat daerah. Sebagaimana dinyatakan bersama akibat penurunan sumber daya pemerintah pusat, oleh Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Lingkungan yang dialihkan ke pemerintah kabupaten dan kota. Hidup, peraturan baru ini turut menyelaraskan pembangunan lingkungan, memberi prinsip dasar untuk mendirikan lembaga · Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah lingkungan, memperjelas tugas dan fungsinya, dan memberi (BAPPEDA) ­ BAPPEDA bertanggung jawab atas panduan struktur internal, penempatan staf, dan kerja sama perencanaan pembangunan daerah, termasuk antar wilayah13 . integrasi program pembangunan di semua badan Laporan Analisa Lingkungan Indonesia pemerintah daerah. Hal ini termasuk integrasi Fungsi khusus lembaga lingkungan pemerintah daerah saat ini lingkungan dalam rencana tata ruang daerah, termasuk: anggaran untuk pengelolaan lingkungan, dan pemantauan kualitas lingkungan. · Mengembangkan kebijakan, merencanakan, mengendalikan, dan memantau dampak lingkungan · Badan lingkungan daerah - Struktur pengelolaan (termasuk pelestarian keanekaragaman hayati); lingkungan yang dibuat oleh setiap kabupaten/ ini termasuk menerapkan rencana tata ruang kota dapat berbentuk Dinas Lingkungan Hidup hingga perbaikan koordinasi dalam perencanaan, atau Kantor Lingkungan Hidup. Dinas lingkungan pengendalian, dan evaluasi terintegrasi bagi hidup mengembangkan kebijakan teknis dan pengelolaan lingkungan, khususnya dalam konteks operasional di bidang lingkungan, termasuk daya dukung lingkungan. pencegahan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya alam, pengendalian pencemaran, serta hukum · Memantau dan mengendalikan segala jenis dan peraturan lingkungan dan pertambangan. pencemaran dan kerusakan lingkungan (air, udara, Kantor lingkungan hidup membantu kepala daerah limbah berbahaya, dan perubahan iklim). mengelola analisis dampak lingkungan. · Mengembangkan dan menerapkan strategi 25 3.3 Desentralisasi dan Lingkungan penegakan hukum, termasuk koordinasi dengan pemerintah lain untuk menerapkan penegakan Pada tahun 1999 Indonesia memperkenalkan undang-undang hukum. desentralisasi yang untuk pertama kalinya memberdayakan pemerintah daerah agar memiliki kewenangan pengambilan · Melakukan AMDAL untuk melaksanakan keputusan dan yurisdiksi atas proses pemerintahan daerahnya, pengendalian dampak lingkungan dalam konteks dan pada tingkatan tertentu, atas sumber daya alam di standar nasional. daerahnya. Lima tahun kemudian, Indonesia merevisi undang- undang ini untuk mengkoreksi beberapa kelemahannya. Namun, · Mencapai standar nasional jasa lingkungan, dengan dengan revisi ini pun, pengelolaan lingkungan daerah masih memperkuat kapasitas lembaga lingkungan daerah, tetap lemah. Maka, pada 2007 pemerintah memberlakukan termasuk mematuhi standar kecakapan nasional peraturan berikutnya yang secara khusus memperkuat untuk laboratorium dan personel. lembaga pengelolaan lingkungan daerah. Berbagai peraturan ini telah diperkuat dengan berbagai kebijakan lain yang · Mengembangkan instrumen ekonomi untuk memberi insentif keuangan bagi pemerintah daerah, agar mendukung pelestarian lingkungan; menerapkan lebih mengikuti kebijakan pemerintah pusat. sistem pengelolaan lingkungan (misalnya, label ekologi, teknologi ramah-lingkungan; perangkat ekonomi); mengembangkan dan menerapkan 13 Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Penataan Kelembagaan Lingkungan Hidup Daerah. Nomor 061/163/ SJ/2008 dan SE-01/MENLH/2008. Departemen Dalam Negeri. 2008 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan skema insentif/disinsentif, seperti Adipura, Menuju dan melaporkan kualitas air sungai dari setidaknya satu Indonesia Hijau, dan PROPER. sungai; mengembangkan kapasitas dalam pengelolaan limbah berbahaya; mengembangkan sistem AMDAL; memperbaiki · Meningkatkan tata kelola lingkungan, dengan penegakan hukum untuk menangani sengketa dan keluhan mengimbau partisipasi masyarakat serta melibatkan yang terkait dengan masalah lingkungan. LSM dan sektor swasta. Dengan Dana Alokasi Khusus Pemerintah, pemerintah · Melakukan kegiatan tambahan, termasuk kabupaten/kota dapat meningkatkan peran dan tanggung menerapkan dana dekonsentrasi maupun alokasi jawab mereka dalam pengelolaan lingkungan, dengan khusus. mengembangkan prasarana dan fasilitas fisik yang lebih baik untuk tujuan ini, terutama di bidang perbaikan kualitas air. Dana Singkatnya, dinas lingkungan di tingkat daerah telah menerima ini secara khusus ditargetkan untuk wilayah dengan kapasitas mandat komprehensif untuk lebih meningkatkan cakupan dan keuangan di bawah rata-rata, untuk membantu meningkatkan mutu layanan dan kinerja mereka. pelayanan mereka ke standar minimum layanan dalam sektor Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan lingkungan. Dana ini juga membantu pemerintah setempat Untuk mendukung sasaran ini, Peraturan Pemerintah No. mempercepat penanganan masalah lingkungan daerah, 41 menetapkan prinsip dasar untuk mendirikan lembaga serta secara umum memperkuat kapasitas kelembagaan lingkungan, membedakan fungsi badan dan kantor dalam pengelolaan lingkungan. Dana ini memiliki penekanan berdasarkan beban kerja, dan memberi panduan tentang khusus pada fasilitas dan prasarana untuk perbaikan mutu air, struktur internal badan dan kantor, serta meresmikan terutama dalam bidang pemantauan mutu air, pengendalian terminologi sehingga lembaga lingkungan daerah dinamai pencemaran, dan perlindungan sumber daya air. Badan Lingkungan Hidup atau Kantor Lingkungan Hidup. Peraturan ini menguraikan kualifikasi khusus dan tingkat 3.4 Kemajuan Pengelolaan Lingkungan di pendidikan untuk staf badan lingkungan, dengan kepala Tingkat Daerah badan pengelolaan lingkungan harus memiliki minimal gelar sarjana dalam bidang yang relevan, pelatihan lingkungan Bagian ini membahas beberapa ciri dan perkembangan dasar, dan sedikitnya lima tahun pengalaman yang relevan. penting, yang mempengaruhi desentralisasi pengelolaan Peraturan pemerintah juga menekankan pentingnya kerja lingkungan di Indonesia, termasuk: sama antar-wilayah, menyebutkan bahwa masalah lingkungan sering melintasi batas administratif, sehingga diperlukannya · Program reputasi (Prestasi) pendekatan ekosistem, yang mengharuskan kerja sama antara entitas pemerintah daerah untuk menangani masalah lintas- · Kemauan politik wilayah, dan mengharuskan intervensi gubernur, melalui Badan Lingkungan Hidup Provinsi, jika masalah lingkungan · Kerja sama antar-dinas melibatkan dua atau lebih kabupaten atau kota. · Program pemberdayaan masyarakat hijau 26 3.3.2 Dana Dekonsentrasi & Alokasi Khusus · Perencanaan tata ruang Mekanisme lain untuk mendorong pemerintah daerah mematuhi kebijakan lingkungan tingkat nasional adalah 3.4.1 Program Reputasi (Prestasi) ditetapkannya alokasi dana melalui dana dekonsentrasi lingkungan yang diberikan kepada 33 provinsi, dan dana Kementerian Lingkungan Hidup telah memperlihatkan alokasi khusus dalam sektor lingkungan bagi 468 kabupaten kreativitas luar biasa dalam mencari cara untuk mendorong dan kota14 . aktor daerah dalam program pengelolaan lingkungan, melalui program sukarela dengan memberi penghargaan Dana dekonsentrasi menciptakan insentif bagi pemerintah atas kepatuhan pada sasaran dan standar nasional. Beberapa kabupaten dan provinsi untuk memasukkan kebijakan nasional contoh program ini di antaranya: ke dalam praktik daerah, agar sumber daya yang memperkuat kapasitas pengelolaan lingkungan tingkat provinsi dan · Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan kabupaten itu mewakili kebijakan pemerintah pusat. Peraturan (PROPER) - PROPER adalah prakarsa pelaporan Menteri Nomor 14 yang dikeluarkan tahun 2007 oleh Menteri lingkungan masyarakat tingkat nasional, dengan Negara Lingkungan Hidup menetapkan panduan untuk tujuan mempromosikan kepatuhan perusahaan penggunaan dana dekonsentrasi, termasuk meningkatkan pada peraturan pengendalian pencemaran, kapasitas perencanaan di tingkat daerah untuk mengelola memfasilitasi dan menegakkan pelaksanaan praktik masalah lingkungan kabupaten/kota; mengkoordinasi yang berkontribusi bagi "teknologi bersih", dan penerapan dan pemantauan Dana Alokasi Khusus; memantau memastikan sistem pengelolaan lingkungan yang 14 Laporan Status Lingkungan Hidup di Indonesia. Hal 12 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan lebih baik. Program ini dibangun berdasarkan ide didorong untuk berpartisipasi15 . Program serupa bahwa mekanisme keterbukaan masyarakat dan adalah Program Super Kasih (Surat Pernyataan Kali akuntabilitas, transparansi dalam pelaksanaan, Bersih), yang menghargai industri dan usaha atas serta partisipasi masyarakat dapat memberdayakan upayanya mematuhi pengelolaan lingkungan, masyarakat daerah bagi pencapaian praktik dengan mempertimbangkan faktor teknis dan pengendalian pencemaran yang efektif dan administratif. berkelanjutan. · Program Kota Bersih (Adipura) ­ Program ini · Program Kali Bersih -"Program Kali Bersih"(PROKASIH) adalah pemeringkatan dan evaluasi sukarela adalah program sukarela untuk (1) mengidentifikasi tahunan untuk kinerja lingkungan. Program ini telah perusahaan dalam industri yang tingkat menarik partisipasi lebih dari 300 pemerintah daerah pencemarannya tinggi; (2) membuat perusahaan yang memperebutkan beberapa penghargaan tersebut menandatangani surat komitmen sukarela yang dikategorikan berdasarkan jumlah penduduk. untuk mengurangi beban pencemaran sebesar 50 Penghargaan diberikan kepada pemimpin persen dalam kerangka waktu yang disepakati; (3) pemerintah daerah oleh kepala negara, dalam memantau hasilnya; dan (4) memberi tekanan pada upacara tahunan yang mendapat liputan media industri yang tidak mematuhi komitmennya sendiri. secara luas. Penerapan PROKASIH dilaksanakan oleh otoritas provinsi dengan dukungan dinas pusat jika perlu, sementara media, LSM, dan kelompok masyarakat Laporan Analisa Lingkungan Indonesia KOTAK 3.1. Perencanaan Tata Ruang yang Lebih Berkelanjutan di Provinsi Papua Pada tahun 2007, pemerintah provinsi Papua meminta bantuan dari Bank Dunia untuk perencanaan tata ruang. Tanggapan datang dalam bentuk penilaian ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk berbagai skenario pembangunan. Dikembangkan berbagai pilihan untuk sektor kunci (transportasi, pertambangan, dan perhutanan) serta lembah Mamberamo yang penting. Lembah Mamberamo merupakan wilayah hutan tanpa jaringan jalan yang terbesar di kawasan Asia-Pasifik. Hasilnya dibahas di dalam beberapa rapat pemangku kepentingan dan digunakan untuk menyusun revisi peraturan perencanaan tata ruang, dengan dukungan dari Environmental Services Program dari USAID. Inisiatif ini juga termasuk pengembangan kapasitas Bappeda dengan pelatihan GIS dan pengembangan skenario. Skenario praktik seperti biasa (business ­as-usual) adalah kelanjutan dari kebijakan pembangunan yang ada, sementara pilihan pembangunan berkelanjutan disusun dalam hal: · Memperluas dan memperbaiki pilihan transportasi laut, sungai, dan udara yang memiliki dampak lebih kecil pada lingkungan; · Meminimalkan dampak sosial dan lingkungan beberapa tambang skala besar; · Menurunkan tingkat pembalakan skala besar dan menggantinya dengan kehutanan berbasis masyarakat; dan · Mengembangkan pertumbuhan yang cocok dengan budaya di kawasan Mamberamo, yang tidak mengancam kelestarian hutan. 27 Setiap skenario dievaluasi dalam hal kontribusinya bagi pembangunan ekonomi, konsekuensinya bagi kelompok sosial, dan dampak lingkungannya. Analisis itu menunjukkan bahwa skenario praktik seperti biasa akan menghasilkan pembangunan ekonomi yang tidak merata, berbagai masalah sosial (marginalisasi penduduk pribumi serta hilangnya akses ke hutan dan sumber dayanya), dan kerusakan lingkungan akibat pertambangan dan penggundulan hutan skala-besar. Hal ini dikarenakan opsi hanya berfokus pada peningkatan pembangunan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya alam Papua secara ekstensif dan pengembangan jaringan jalan utama yang mendukung industri pertambangan dan kehutanan, sementara mengalihkan dana dari investasi pembangunan dasar. Skenario pembangunan berkelanjutan memberi peluang lebih besar bagi warga Papua untuk berpotensi memperoleh manfaat dari: layanan transportasi yang layak akses atas kesehatan dan pendidikan bagi penduduk miskin dan terpencil; nilai karbon yang terkandung di hutan maupun produk dan jasa hutan lain; tambang yang dikelola dengan baik, yang dapat memberi keuntungan yang besar, kesehatan dan pendidikan, serta prasarana lain untuk masyarakat daerah dan pemerintah; dan perlindungan hutan dataran rendah yang diakui secara global, yang melestarikan keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, dan menarik wisatawan lingkungan. Perbedaan besar dalam keuntungan ekonomis ini adalah karena skenario berkelanjutan akan melestarikan hutan yang memberi keuntungan penting bagi masyarakat (air bersih, penyerap karbon, keanekaragaman hayati) dan karena biaya skenario keseluruhan yang lebih rendah. SUMBER: World Bank, 2008 15 Indonesia Environment Monitor 2003, World Bank, http://wbln0018.worldbank.org/eap/eap.nsf/Attachments/062403-EnvMonitor2003/$File/indo+monitor.pdf BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan 3.4.2 Kemauan Politik di Tingkat Daerah Pengelolaan air yang efektif sering menjadi motivator kerja sama, misalnya inisiatif Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Di Indonesia, pemerintah daerah bisa tidak mematuhi Brantas di Jawa Timur, Otoritas Pengelolaan Teluk Balikpapan, hukum dan peraturan lingkungan nasional jika tidak ada dan Program Daerah Aliran Sungai Ciliwung di dan di sekitar insentif keuangan atau ancaman penegakan hukum. Namun, Jakarta. Di bidang lain, kini ada Dewan Perubahan Iklim beberapa gubernur, bupati, wali kota, dan anggota DPRD Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Dewan telah menunjukkan rasa tanggung jawab yang tinggi dan Energi Nasional, dan Dewan Kehutanan Nasional, yang kemauan politik untuk mendukung praktik baik dalam semuanya memungkinkan adanya diskusi dan tanggapan pengelolaan lingkungan. Entah itu karena kearifan pribadi, tentang masalah lingkungan di semua dinas pemerintah dan atau menanggapi pemilih yang sadar lingkungan, beberapa dengan berbagai pihak terkait (stakeholder). Di tingkat daerah, pemimpin daerah telah menempatkan masalah pengelolaan telah direncanakan dinas pengelolaan limbah padat untuk lingkungan pada prioritas utama, menyertakan masalah terkait kota besar Jakarta dan Bandung, sementara Badan Kerja Sama dalam perencanaan dan penerapan inisiatif daerah. Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur telah dibentuk sebagai forum antar-pemerintah untuk menangani masalah lintas- Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Beberapa contoh kemauan politik di tingkat provinsi yang batas. menguntungkan lingkungan adalah: "Visi Hijau", moratorium penebangan dan restrukturisasi sektor hutan yang dilakukan 3.4.4 Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Gubernur Aceh; rencana dan program Gubernur Hijau Kalimantan Tengah untuk merehabilitasi lahan gambut yang rusak dan mengurangi emisi karbon; dan upaya Gubernur Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Papua memperbaiki pengelolaan hutan untuk keuntungan Indonesia memiliki komponen hijau di daerah pedesaan untuk daerah yang berkelanjutan. meningkatkan kesadaran lingkungan, membangun kapasitas daerah, dan mendanai hibah bagi pengelolaan lingkungan. Di tingkat kabupaten, Jembrana di Bali Barat memiliki Bupati Program pedesaan ini, memiliki pendanaan hibah senilai hampir yang berkomitmen kuat terhadap lingkungan hidup. Sang US$70 juta, dan dijalankan oleh Departemen Dalam Negeri Bupati secara aktif dan berkala memanfaatkan AMDAL, di 27 kecamatan di Sulawesi dan kini diperluas ke Sumatera biasanya dilakukan oleh lembaga akademi daerah independen. dan Papua. Program ini memiliki penekanan khusus pada Kabupaten ini tidak terlalu kaya, tetapi menunjukkan komitmen pendanaan pengembangan pembangkit listrik mikrohidro, tinggi pada lingkungan. Namun, saat kepemimpinan kabupaten sekaligus mendukung kegiatan pengelolaan sumber daya berubah, semua pengelolaan lingkungan yang maju ini bisa saja alam. Program serupa untuk lingkungan perkotaan kini menguap seiring kepergian Bupati saat ini. Disaat yang sama, dikembangkan untuk kegiatan PNPM yang dikelola oleh kelebihan pilkada baru-baru inilah yang telah memungkinkan Departemen Pekerjaan Umum. para pemimpin seperti ini berkuasa. 3.4.5 Rencana Tata Ruang 3.4.3 Menuju Kerja Sama Antar-Dinas Indonesia semakin banyak menggunakan proses perencanaan 28 Sebagian besar masalah lingkungan melampaui yurisdiksi tata ruang untuk menangani masalah lingkungan. WWF, 10 administratif dinas pemerintah, baik tingkat nasional, provinsi, gubernur, Kementerian Lingkungan Hidup, dan banyak pihak ataupun kabupaten/kota. Namun, hanya ada sedikit struktur terkait (stakeholder) lain berkomitmen untuk melaksanakan formal yang memastikan kerja sama erat antara berbagai perencanaan tata ruang di seluruh pulau Sumatera bagi entitas yurisdiksi ini. Meski demikian, seiring meningkatnya pelestarian hutan dan melindungi keanekaragaman hayati. masalah lingkungan Indonesia baik dalam jumlah maupun Proyek Lingkungan dan Hutan Aceh telah mendukung integrasi besarnya, ada peningkatan kecenderungan ke arah kerja sama pengelolaan lingkungan dalam rencana tata ruang tingkat antar-dinas. kabupaten di provinsi Aceh. Bappeda di wilayah Papua telah melakukan perbandingan antara praktik seperti biasa dan Mungkin mudah ditebak, kerja sama antar-dinas lebih sering pilihan perencanaan tata ruang yang lebih berkelanjutan, dan muncul dalam masalah lingkungan yang melintasi batas kini sedang dalam proses menerjemahkan hasilnya ke dalam geografi, yang biasanya mengharuskan kerja sama antar- peraturan (lihat Kotak 3.1). dinas dan antar-pemerintah. Hal ini masih belum menjadi praktik umum, dan biasanya masalah lintas-batas masih belum 3.5 Hambatan Desentralisasi Pengelolaan ditangani melalui kerja sama yang terkoordinasi antara dinas Lingkungan pemangku kepentingan yang relevan. Secara hukum, masalah lintas-batas semestinya dirujuk ke tingkat administrasi yang Salah satu keuntungan utama desentralisasi semestinya lebih tinggi, misalnya masalah antara dua kabupaten ditangani adalah penyampaian jasa yang lebih efisien, termasuk jasa pemerintahan provinsi yang menaungi kabupaten tersebut. lingkungan, seperti pengendalian pencemaran dan AMDAL. Namun, dinas di tingkat provinsi tak memiliki kewenangan Sistem sentralisasi di negara sebesar Indonesia tentu tidak untuk intervensi ke dalam sengketa antara kabupaten dan efisien karena pemerintah tak mungkin bisa menangani kondisi biasanya harus menunggu sampai diundang untuk menghadiri sosial dan lingkungan yang begitu berbeda di antara berbagai dialog oleh kabupaten ­ kabupaten tersebut. daerah. BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Tantangan dalam mereformasi pengelolaan lingkungan di bagi kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan. bawah otonomi daerah tentu melekat ke semua wilayah BAPPENAS telah menelaah prospek menetapkan indikator administrasi publik. Hambatan itu termasuk masih tidak kinerja lingkungan, tetapi hingga sekarang belum diresmikan jelasnya fungsi pemerintah daerah, kurangnya kapasitas yang menjadi kebijakan. Program Adipura yang disebutkan di ada di pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi baru, dan atas menetapkan indikator untuk kota berdasarkan standar memastikan bahwa reformasi yang diusulkan akan membantu kebersihan dan pengelolaan yang baik, tetapi ini sukarela. serta meningkatkan transparansi dan tanggung jawab tingkat Agar pengelolaan lingkungan nasional membaik, secara ideal daerah. Masalah-masalah yang lebih umum ini diperbesar indikator tidak bisa hanya didasarkan pada standar kinerja, oleh kekhawatiran mendalam yang terkait dengan posisi tetapi juga mengukur laju perubahan menuju atau menjauhi sektor lingkungan yang biasanya lemah dibandingkan dengan ukuran kinerja. Tanpa standar atau pemantauan kinerja yang kepentingan ekonomi dan politik lain. Selain itu, kekhawatiran tetap, pemerintah daerah harus berimprovisasi. terhadap masa depan kawasan yang semakin melepaskan diri dari pemerintah pusat akibat penafsiran mereka tentang Masalah lain dengan struktur pemerintah saat ini adalah tidak peraturan yang ada. adanya dinas pemerintah pusat, dan khususnya KLH, yang diberi wewenang untuk menegakkan standar perlindungan Meskipun ada kemajuan dalam pengembangan hukum dan lingkungan. Misalnya, KLH memiliki stasiun pemantauan perundangan untuk masalah lingkungan, ternyata selalu ada pencemaran di beberapa sungai utama untuk mencatat limbah konflik dan tumpang-tindih antara berbagai aturan. Secara dari pencemar di hulu. Namun, KLH tak memiliki kapasitas umum mekanisme penegakan hukum pun masih sedikit. Selain penegakan, sehingga kendatipun ada pelanggaran standar itu, kebijakan desentralisasi telah menciptakan pemutusan kinerja, departemen ini tak memiliki dasar untuk menegakkan Laporan Analisa Lingkungan Indonesia hubungan dengan departemen di tingkat pusat, sehingga standar. Mereka hanya bisa mengamati dan memantau. banyak kabupaten yang tidak tanggap terhadap undang- Pemantauan saja tak bisa memperbaiki praktik perusahaan undang dan kebijakan. Karena kabupaten kini lebih dibiarkan yang membuang limbah ke sungai. sendiri dalam mencari pendapatan, dan diberi kendali untuk mengelola sumber daya alam di tingkat daerah, bupati biasanya Di Indonesia, perangkat hukum pada umumnya dianggap memanfaatkan sumber daya tersebut untuk menghasilkan cukup memadai untuk pengelolaan lingkungan berkelanjutan, pemasukan bagi kabupaten melalui konsesi dan transaksi tetapi masih ada kelemahan serius dalam penegakan hukum lain. Memang, pengelolaan lingkungan di tingkat daerah tersebut. Dinas dan departemen pemerintah umumnya secara keseluruhan tetap sangat tak konsisten, dan cenderung bertanggung jawab atas penuntutan dan penegakan hukum, efektif terutama jika dan saat pemerintah pusat menciptakan tetapi warisan tradisi menyelesaikan pelanggaran di tempat insentif yang memadai untuk mendorong kepatuhan dengan telah memberikan reputasi pada dinas untuk terlibat dalam kebijakan nasional, seperti melalui dana dekonsentrasi atau korupsi dan pemerasan. Ini diperparah dengan pengamatan alokasi khusus, atau saat sang bupati sadar tentang praktik bahwa kewenangan mengeluarkan izin dan lisensi pengelolaan lingkungan. Sementara itu, upaya menerapkan menciptakan peluang untuk menerima hadiah sebagai balasan sasaran lingkungan nasional sering gagal mencapai tingkat atas diabaikannya kewajiban lingkungan. daerah karena putusnya garis kewenangan dan tanggung gugat antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu, meskipun hukum itu efektif dalam menentukan apa 29 yang legal ataupun melanggar, baik undang-undang maupun 3.5.1 Hambatan Sistemis tradisi umumnya memerlukan jumlah bukti fisik yang besar untuk dibawa ke pengadilan, dan kerumitan logistik sering Sebagian besar ulasan tentang desentralisasi Indonesia menyebabkan gagalnya penuntutan. Kepolisian, di bawah berfokus pada perlunya kejelasan pembagian fungsi untuk yurisdiksi Departemen Dalam Negeri, juga memiliki reputasi setiap tingkat pemerintah. Penyebab utamanya termasuk untuk memihak kepada mereka yang mampu memberi kelemahan dalam hukum desentralisasi yang gagal memberi sumbangan keuangan untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Selain definisi positif tentang fungsi pemerintah daerah karena itu, karena polisi bertanggung jawab kepada kementerian lambatnya harmonisasi hukum sektoral dan desentralisasi. tingkat pusat, kewenangan provinsi dan kabupaten hanya dapat Pemerintah pusat kini bertanggung jawab atas penyesuaian meminta kepolisian menyelidiki kasus tertentu dan otoritas hukum sektoral dan atas penetapan standar jasa minimum daerah tak memiliki kekuasaan untuk mewajibkan tindakan untuk kesebelas fungsi pemerintah daerah yang wajib. Di atau dukungan kepolisian, baik untuk razia, pemblokiran jalan, sektor lingkungan, ada pengakuan jelas tentang perlunya atau sarana penegakan hukum lainnya. penyesuaian dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (No. 23/1997) dan peraturan pelaksanaannya. Lembaga peradilan Indonesia juga memiliki reputasi sering gagalnya dalam menjunjung hukum dalam kasus seperti itu. Nasional: Standar & Penegakan Hukum Fakta ini semakin menjadi perhatian dunia internasional. Karena pelanggar sering mampu mempengaruhi pengadilan agar Salah satu hambatan terbesar bagi pengelolaan lingkungan berpihak dengan sumbangan tak resmi, penanam modal asing yang efektif di Indonesia adalah tak adanya standar yang formal waswas, sementara nilai lingkungan tetap tak terlindungi. BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), LSM lokal, memiliki anggaran atau bahkan mandat untuk bertanggung melaksanakan pelatihan bagi anggota peradilan Indonesia jawab atas pengembangan staf. Masalah lain pengelolaan tentang hukum lingkungan, proses gugatan, dan isu terkait lingkungan di tingkat daerah adalah bahwa organisasi lainnya. Sejak itu, Ketua Mahkamah Agung telah mengisyaratkan pengelolaan lingkungan tidak berwenang untuk melakukan kepada Pengadilan Tinggi bahwa dia merekomendasikan perencanaan pengembangan lingkungan yang nyata. Alih- hanya hakim yang pernah mengikuti pelatihan tersebut yang alih, perencanaan sepenuhnya berada di tangan BAPPENAS, ditunjuk untuk memimpin kasus lingkungan. dan rekan di provinsinya, BAPPEDA. BAPPEDA terlihat efektif untuk merencanakan pembangunan, tetapi kurang memiliki Masalah lain dengan sistem peradilan adalah bahwa pengalaman dan pemahaman masalah lingkungan untuk pengadilan maupun KLH tidak berwenang mencabut izin perencanaan lingkungan. operasional, bahkan untuk perusahaan yang sudah divonis bersalah melanggar peraturan lingkungan. Pengadilan boleh 3.5.2 Hambatan Spesifik menjatuhkan hukuman biasa seperti denda atau penjara, tetapi hanya departemen yang bertanggung jawab mengeluarkan Masalah kehutanan tetap merupakan masalah yang sering Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan izin tersebut yang boleh mencabut hak konsesi. mendapat sorotan media terkait dengan lingkungan di Indonesia dikarenakan hutan berkurang dengan cepat akibat Daerah: Insentif, Pemberdayaan, & Kapasitas praktik pengelolaan yang tak berkelanjutan. pemerintah Indonesia semakin menanggapi masalah ini, melaksanakan Salah satu masalah terbesar adalah bahwa pemerintah tindakan pengukuran seperti menggunakan konsultan kabupaten hanya mendapat sedikit insentif bagi pengelolaan independen untuk melakukan penyaringan-konsesi wajib lingkungan berkelanjutan, juga penegakan yang tak memadai bagi praktik berkelanjutan, mendukung skema sertifikasi dari pusat dan pendanaan yang tak memadai untuk mencapai yang diajukan LSM, dan berupaya menjadikan tingkat panen tujuan lingkungan di tingkat daerah. Sebaliknya, mereka punya hutan lebih berkelanjutan. Namun, upaya ini dibatasi oleh insentif untuk mengeluarkan izin konsesi (dengan kapasitas undang-undang yang kaku, penegakan hukum yang lemah, terbatas untuk memantau dan menegakkan perilaku baik) prosedur pengelolaan dan perencanaan yang menyulitkan, dan merangsang kegiatan ekonomi jangka pendek untuk dan ketiadaan etika secara umum di antara aktor kunci. menghasilkan pajak. Ada anggapan umum bahwa dengan desentralisasi, suap dan korupsi telah bergeser dari terpusat Ancaman berkelanjutan lain bagi pembangunan masyarakat di Jakarta menjadi terdesentralisasi ke tingkat provinsi dan desa adalah akses terbatas atas lahan dan sumber daya alam. kabupaten. Dengan catatan pendaftaran tanah yang tidak terpusat, dan ketiadaan koordinasi antara dinas pemerintah, tidak jarang Tanpa penegakan kuat dari pemerintah pusat, atau insentif kuat berbagai otoritas pemerintah yang tak berkaitan mengeluarkan yang menggerakkan kepemimpinan daerah untuk mengambil izin tumpang tindih. Tanpa batasan jelas tentang konsesi peran proaktif dalam mematuhi peraturan dan undang- pertambangan dan kehutanan, pola penggunaan lahan undang lingkungan, keberhasilan pengelolaan lingkungan tradisional sering diganggu oleh persaingan dan konflik di tingkat daerah sangat tergantung pada tingkat komitmen antara pemegang hak konsesi, dan umumnya pengguna 30 atau kemauan politik individu sebagai pemimpin. Pemimpin tradisional yang kehilangan penghidupannya. Pemerintah daerah tanpa komitmen bagi pengelolaan lingkungan, akan umumnya mengabaikan konflik seperti yang disebabkan izin mengarahkan para oportunis ekonomi untuk mempengaruhi ini, membiarkan para pemegang hak konsesi menyelesaikan sebagian besar keputusan, sementara dinas pengelolaan semampu mereka. Beberapa pemegang hak konsesi berbalik lingkungan daerah tidak memiliki kewenangan, kapasitas, membayar masyarakat yang terpengaruh, tetapi semakin atau keduanya untuk bekerja secara efektif. Di Kabupaten banyak pemegang hak konsesi yang mengatur pengelolaan Bogor, misalnya, pemerintah daerah baru-baru ini hanya bersama di wilayah yang diperebutkan klaimnya. Kotak 3.2 mengalokasikan Rp.100 juta untuk kegiatan pengelolaan menyajikan gambaran tentang situasi karut-marut saat ini. lingkungan. Di sisi lain, pemerintah daerah itu mengalokasikan 20 kali jumlah tersebut (Rp. 2 miliar) untuk mendukung kegiatan Serupa juga, sektor perikanan Indonesia semakin sering yang terkait olah raga pada tahun yang sama. menjadi pokok perdebatan umum, dengan LSM nasional dan daerah yang menyuarakan keprihatinan akan praktik Ada faktor lain, selain kemauan politik, yang mempengaruhi penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan serta keprihatinan kapasitas dan pemberdayaan pengelolaan lingkungan di atas wilayah tertentu dan spesies ikan. Saat ini ancaman tingkat daerah. Ketidakpastian tentang mandat dan pendanaan terhadap perikanan air tawar dan perikanan terumbu karang dalam proses desentralisasi telah membatasi pengembangan di antaranya kerusakan lingkungan oleh pencemaran dan kapasitas lembaga pemerintah daerah. Kapasitas pemerintah pendangkalan, serta praktik penangkapan ikan yang merusak, terbatasi sebagian oleh fakta bahwa gaji pegawai negeri seperti memakai bahan peledak dan racun. sangat rendah dibandingkan dengan sektor swasta, sehingga sulit menarik orang-orang yang berprestasi ke dalam angkatan Sehubungan dengan AMDAL, panduan dan standar nasional kerja. Selain itu, pelatihan pegawai pemerintah dikelola telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, namun secara terpusat, sementara lembaga daerah biasanya tidak penerapan kajian ini berada dalam yurisdiksi dinas di tingkat BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan daerah (provinsi dan kabupaten) yang menangani AMDAL. Saat ini AMDAL umumnya dilakukan oleh konsultan eksternal Seperti yang disebut sebelumnya, dinas daerah ini bertanggung yang telah mengikuti pelatihan melalui Kementerian Lingkungan jawab langsung kepada gubernur dan bupati, dan bukan Hidup, dan analisisnya disajikan kepada komisi penilai untuk kepada kementerian pusat. Meskipun undang-undang dan disetujui. Kementerian Lingkungan Hidup kadang-kadang peraturan yang menyertainya mencantumkan daftar kegiatan menjadi anggota atau pengamat pada penilaian ini. Proses yang dianjurkan di tempat yang memerlukan AMDAL, analisis keseluruhan ini masih dipandang tidak efektif, dan hingga kini masih belum dilakukan secara konsisten. beberapa dinas pembangunan bilateral dan multilateral telah memberi dukungan dalam upaya meremajakan sistem ini. KOTAK 3.2. Desentralisasi dan Pengelolaan Hutan yang Karut-marut Industri Hutan. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyebutkan bahwa revisi besar-besaran aturan zonasi lahan mengancam kelanjutan industri berbasis hutan. Banyak provinsi dan kabupaten yang mengajukan proposal untuk mengubah penggunaan jutaan hektar Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hak Penggunaan Hutan (HPH) untuk penggunaan lain. Kalimantan Timur mengusulkan untuk mengeluarkan 2 juta ha dari hutan, 1.9 juta ha di Kalimantan Tengah, dan 1.3 juta di Sumatera Utara. Total delapan provinsi berusaha mengendalihkan jutaan hektar hutan. Euforia otonomi daerah dan kemunculan kabupaten dan provinsi baru memicu revisi rencanaan tata ruang dan zona di wilayah mereka. Selain itu, Departemen Kehutanan, Pertanian, Pertahanan, dan Pekerjaan Umum, serta Badan Pertanahan Nasional memiliki prosedur perencanaan masing-masing untuk wilayah hutan. Ketidakjelasan pengelolaan lahan hutan dapat merugikan investasi di sektor ini dan telah Laporan Analisa Lingkungan Indonesia menyebabkan peraturan tumpang-tindih yang rumit. Pengelolaan Taman Nasional. Kendali atas 50 taman nasional negara ini semakin keruh dalam dasawarsa terakhir akibat bergesernya kewenangan dari pemerintah pusat ke provinsi sebagai bagian desentralisasi. Pemerintah daerah, menekankan pembangunan di atas pelestarian, melihat kawasan konservasi yang penuh sumber daya alam sebagai cara mengisi kas. Misalnya, Taman Nasional Kutai telah kehilangan tanaman keras akibat pembalak liar. Perusahaan tambang berusaha mengeksplorasi kawasan konservasi yang kaya batu bara itu dan 27,000 jiwa kini tinggal di dalam kawasan itu. Salah satunya karena karena "pemerintah daerah tak menghiraukan hukum nasional". Akibatnya, hampir setengah dari luas kawasan sebesar 200,000 ha itu telah rusak akibat pembangunan dan pembalakan liar.'" Disarikan dari "Forestry firms hit new snags," The Jakarta Post, 15 Mei 2009 dan "Human invaders endanger park wildlife," The Jakarta Post, 15 Juni 2009 31 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 32 Bab 4: Kebijakan yang Mendukung untuk Pembangunan Berkelanjutan Hutan Lindung S. Wain, Kalimantan Timur Foto: Ruth Walujan BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan PESAN UTAMA · Pengeluaran Indonesia untuk tujuan lingkungan relatif rendah selama hampir satu dasawarsa. Pemungutan pendapatan lingkungan pun masih rendah dan harga sumber daya alam terlalu rendah. · Subsidi bahan bakar dan listrik mendorong konsumsi yang berlebihan, membebani anggaran, dan menguntungkan kelompok pendapatan tinggi. Kondisi ini telah menghambat penghematan energi dan pengembangan energi terbarukan. · Struktur insentif hukum dan keuangan tidak efektif dalam membatasi pembalakan liar atau memperlambat degradasi maupun laju penggundulan hutan. · Distorsi kebijakan dalam perikanan dan pertambangan telah berkontribusi ke pola panen tak berkelanjutan dan kegiatan penambangan ilegal. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan · Di semua sektor, distorsi kebijakan muncul akibat pertentangan peraturan sektoral dan hukum nasional, terutama yang terkait dengan desentralisasi. · Distorsi kebijakan ini dapat diatasi melalui reformasi kebijakan fiskal lingkungan, yang menggunakan instrumen penetapan harga dan pemberlakukan perpajakan untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga memberi insentif untuk perilaku yang lebih lestari. 4.1 Tren Pengeluaran dan Pendapatan lembaga untuk menerapkan kebijakan yang berkelanjutan Utama secara lingkungan. Pengeluaran Indonesia untuk tujuan lingkungan relatif rendah Untuk mengatasi distorsi kebijakan ini, diperlukan reformasi hampir satu dasawarsa ini. Ada dua alasan yang menjelaskan kebijakan fiskal lingkungan yang menyeluruh, yang tren ini. Pertama, secara tradisi pemerintah memprioritaskan menggunakan sistem perpajakan dan instrumen penetapan sektor lain dalam rencana pembangunan nasionalnya. Kedua, harga untuk meningkatkan pendapatan, tetapi juga memberi tingkat pengeluaran lingkungan yang rendah menandakan insentif untuk mengubah perilaku. pemungutan pendapatan lingkungan yang tidak memadai dan harga sumber daya lingkungan yang terlalu rendah. 4.1.1 Pendapatan dan Pengeluaran Belanja Walaupun prioritas belanja pemerintah adalah masalah Pendapatan dari semua sumber daya alam berbasis 34 kerangka perencanaan pembangunan nasional, bab ini lingkungan atau pendapatan lingkungan melampaui berpendapat bahwa ketidak-optimalan struktur fiskal inilah yang menggerus kapasitas pemerintah untuk berinvestasi Gambar 4.1. Pendapatan dan Pembelanjaan Lingkungan dalam prasarana lingkungan, jasa, dan penggunaan sumber (miliar IDR, harga konstan, 2001=100) daya alam yang lebih baik. 8,000 180,000 Peraturan kebijakan fiskal yang terdistorsi tidak memberikan insentif yang tepat untuk pengelolaan sumber daya alam 160,000 yang efisien. Di sektor energi, subsidi bahan bakar dan listrik 6,000 140,000 merupakan distorsi terbesar. Pasalnya, kedua kebijakan itu 120,000 telah mendorong konsumsi berlebih, membebani anggaran, 100,000 4,000 dan menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi. Di 8 80,000 sektor kehutanan, struktur insentif dan hukum yang ada 6 60,000 tidak efektif membatasi pembalakan liar atau memperlambat 2,000 4 40,000 penggundulan hutan. Di sektor lainnya - terutama perikanan 2 20,000 dan pertambangan ­ distorsi kebijakan telah berkontribusi 0 0 ke pola panen tak berkelanjutan dan kegiatan penambangan 20 2001 2002 2003* 2004 2005 2006 20 001 20 200 20 0 002 003* 2004 2005 0 0 007 2008** 0 2007 2008** ilegal. Di semua sektor, distorsi kebijakan muncul akibat bertentangannya peraturan sektoral dan hukum nasional­ Be Belanja Lingkungan Total terutama hukum desentralisasi. Ini mengurangi keefektifan Pendapatan Lingkungan Total Pe Pendapatan Lingkungan Total Termasuk Migas e en Pe Belanja Lingkungan Total, termasuk Subsidi BBM el e Bel BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan pengeluaran belanja total antara 2001 dan 200816 , dijatahkan untuk pembelanjaan lingkungan tidak dipungut tetapi menyempit dan mungkin tren berbalik dalam dua secara sistematis oleh KLH. tahun terakhir. Berdasarkan rata-rata tahunan, pendapatan lingkungan telah melampaui pembelanjaan sebesar rata-rata Pembelanjaan lingkungan nominal telah meningkat dalam Rp 2.3 triliun (harga 2001 konstan) per tahun. Namun, angka jumlah besar pada periode 2001-2008 (lihat Gambar 4.2). awal dan proyeksi untuk anggaran 2007-2008 menunjukkan Pada 2008, pembelanjaan lingkungan nominal nasional adalah bahwa pembelanjaan mungkin telah meningkat secara Rp 10.3 triliun, naik dari Rp 1.9 triliun pada 2001. Peningkatan signifikan, mungkin membalikkan tren itu. Jika subsidi bahan ini tidak stabil, menunjukkan fluktuasi antara 2003 dan 2005, bakar disertakan di sisi pembelanjaan dan minyak/gas di sisi bahkan menurun pada 2004. Pada 2006, ada lonjakan sangat pendapatan, pendapatan tetap lebih besar. Akan tetapi, di sini besar dari Rp 6.1 triliun menjadi 9.3 triliun. pola pendapatan juga berfluktuasi secara signifikan, memuncak pada 2005 dan menurun sejak itu, sementara pembelanjaan Pembelanjaan lingkungan masih merupakan butir kecil bergerak paralel dengan tren pendapatan. Pendapatan tahunan dalam ekonomi keseluruhan, tetapi telah naik porsinya memiliki rata-rata sekitar Rp107 triliun per tahun, sementara pada tahun-tahun terakhir. Pembelanjaan lingkungan pembelanjaan rata-rata Rp 55 triliun, menyisakan selisih sekitar sebagai bagian dari total pembelanjaan pemerintah relatif Rp 52 triliun per tahun pada 2001-2008. kecil, bergerak dalam rentang 0.6-1.2 persen PDB pada 2001- 2008. Apabila dibandingkan dengan PDB keseluruhan, porsinya Arus pendapatan dari penggunaan sumber daya alam bahkan lebih kecil, pada 0.24 persen pada 2008. Secara nyata, sangat berfluktuasi pada tahun 2001-2008, menimbulkan pembelanjaan lingkungan tumbuh rata-rata sekitar 30 persen keraguan tentang validitas sebagian data ini. Secara rata- per tahun antara 2001 dan 2008. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia rata, total pendapatan berbasis sumber daya alam adalah sebesar Rp 107 miliar per tahun pada masa ini. Pendapatan Meskipun ekonomi tumbuh dan pembelanjaan pemerintah minyak dan gas membentuk bagian terbesar, menyumbang 94 meningkat, pengeluaran untuk tujuan lingkungan masih persen total pendapatan sumber daya alam. Berkaitan dengan relatif rendah dibandingkan dengan sektor lain, dengan pendapatan pemerintah pusat keseluruhan, pendapatan adanya pembayaran bunga dan subsidi yang mendesak berbasis sumber daya alam mencapai rata-rata 24 persen per butir pembelanjaan lain. Alokasi sumber daya Indonesia tahun pada 2001-2008. Porsi pendapatan berbasis migas yang yang rendah untuk sektor lingkungan telah terjadi dalam tinggi ini menandakan bahwa pemungutan pendapatan di konteks ekonomi yang baik. Antara 2001 dan 2008, Indonesia sektor lain dapat ditingkatkan secara signifikan (lihat Gambar mengalami pertumbuhan ekonomi secara nyata, sementara 4.1). total belanja pemerintah sebagai porsi PDB juga meningkat. Penguraian ke dalam kategori belanja lain menunjukkan bahwa Secara rata-rata pendapatan tumbuh 8 persen per tahun, pemerintah memprioritaskan menaikkan alokasi anggaran tetapi ini menyembunyikan pola yang sangat tak menentu untuk pendidikan dan pemerintahan, sehingga porsi anggaran antara tahun ke tahun. Misalnya, pendapatan kehutanan kedua hal itu meningkat secara signifikan. Porsi pendidikan tumbuh 55 persen pada 2001, tetapi lalu menurun drastis naik 5.4 persen, sedangkan porsi pemerintahan naik sebesar sebesar 46 persen tahun berikutnya. Tahun-tahun selanjutnya 11.8 persen. Apabila dibandingkan, porsi belanja untuk menunjukkan pola tak menentu serupa, dan sektor lainnya, lingkungan hanya naik 0.6 persen pada periode yang sama. 35 terutama perikanan, juga menampakkan fluktuasi ekstrim yang Secara keseluruhan, total belanja didominasi oleh komitmen sama. Mutu data yang buruk dapat dijelaskan sebagian dengan pemerintah untuk membayar bunga utang dalam negeri dan fakta bahwa informasi tentang pendapatan lingkungan yang subsidi: anggaran pemerintah pusat mengalokasikan rata-rata 30 persen total belanja per tahun untuk subsidi bahan bakar. Gambar 4.2. Pengeluaran Belanja Lingkungan 2001-2008 4.1.2 Berbagi Pendapatan dari Sumber bn IDR 12,000 1.4% Daya Alam Memberi Insentif Kuat 10,000 1.2% bagi Pemerintah Daerah untuk 8,000 1.0% Mempercepat Penyusutan 0.8% 6,000 0.6% Untuk sumber daya alam selain migas, pemerintah daerah 4,000 0.4% biasanya memperoleh 80 persen pendapatan dari pajak dan 2,000 0.2% penjualan sumber daya alam (40 persen dalam kasus Dana 0 0% Reboisasi). Ini memberi insentif bagi pemerintah daerah untuk 2001 2002 2003 2004 2005 2 001 0 0 2005 2006 2 2004 20 2003 20 2008 2007 2 mempercepat pengurasan sumber daya terbarukan (kehutanan, perikanan) dan sumber daya tak terbarukan (pertambangan, Belanja Lingkungan Nasional Be panas bumi) guna meningkatkan pendapatan. Idealnya, Belanja Lingkungan Sebagai Presentase Belanja e ela Be pemerintah daerah juga semestinya memikirkan keberlanjutan 16 2001 dipilih, karena merupakan awal reformasi desentralisasi BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan jangka panjang pendapatan yang berbasis sumber daya alam insentif mempengaruhi investasi hilir dan hasil lingkungan, ini, tetapi ini biasanya di luar cakupan daur pemilu. seperti yang dicontohkan dalam Gambar 4.3. Masalah yang diperhatikan termasuk penggunaan sumber daya energi 4.2 Kebijakan Fiskal Kunci yang yang tak efisien, konsumsi berlebih, posisi fiskal pemerintah Mempengaruhi Kelestarian Lingkungan Indonesia yang melemah, biaya anggaran yang tak bisa diduga, penargetan subsidi bagi konsumen miskin yang tak 4.2.1 Distorsi kebijakan energi dan efektif, kurangnya pengembangan subsektor energi alternatif, kebocoran dan penyelundupan, serta efek kesehatan dan makroekonomi: subsidi bahan bakar lingkungan yang buruk. dan listrik Kerumitan dan kesalingterkaitan ini menggambarkan Jalur pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin intensif tantangan masa depan untuk mencapai kemajuan dalam memakai karbon. Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa dari masalah lingkungan dan perubahan iklim di bagian hilir 1980 hingga 2004 emisi CO2 tumbuh lebih cepat daripada distorsi kebijakan. Para analis telah menyarankan beberapa Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan penggunaan energi, dan penggunaan energi tumbuh lebih tindakan paralel yang dapat membantu transisi ke kerangka cepat daripada PDB (Resosudarmo dan Jotzko, 2008). Dengan kerja kebijakan sektor bahan bakar yang lebih berkelanjutan kata lain, seiring pertumbuhan ekonomi, intensitas energi (WB, 2007). Misalnya, pemerintah Indonesia dapat bergerak (energi/kapita) juga tumbuh, tetapi pertumbuhan emisi CO2 ke penentuan harga minyak yang sesuai dengan tolok lebih cepat lagi. Ini menandakan ketiadaan investasi dalam ukur internasional, upaya perlindungan kaum miskin yang teknologi yang lebih bersih di sektor energi. ditargetkan lebih baik, dan sumber daya energi alternatif yang tersedia lebih luas. Kebijakan dalam negeri menciptakan disinsentif untuk menggunakan energi secara lebih efisien. Kebijakan fiskal Subsidi bahan bakar tetap tinggi, meski telah disesuaikan saat ini sangat mengandalkan subsidi dan memberi sinyal pada tahun 2005. Porsi subsidi bahan bakar dalam anggaran harga yang keliru. Subsidi bahan bakar dan listrik adalah alat sangat berfluktuasi dalam 10 tahun terakhir. Fluktuasi ini kebijakan fiskal utama yang digunakan pemerintah Indonesia terutama disebabkan oleh harga minyak internasional dan untuk memastikan stabilitas harga bagi konsumen dalam kurs mata uang. Subsidi bahan bakar memuncak pada 2000, negeri. Banyak ekonomi semu dan disinsentif dapat dilacak mencapai 28.6 persen total belanja, dan menurun lagi pada ke subsidi ini, yang dimandatkan oleh "kewajiban pelayanan 2001 saat pemerintah mengumumkan kenaikan harga bahan masyarakat". Kebijakan hulu tentang penetapan harga dan bakar sedikit pada Oktober 2000. Subsidi menurun besar Gambar 4.3. Perubahan Kebijakan Menghambat Potensi bagi Pemilihan Pembangunan Karbon Rendah di Sektor Energi Hasil dari Energi dan Transportasi Dasar Kebijakan dan Biaya untuk B Tanda-Tanda / Gejala Persoalan Kelembagaan Distorsi energi produksi & keputusan konsumsi;lemah Masyarakat M · Perundang-undangan · Obligasi pelayanan insentif untuk melestarikan, inovatif atau investasi di 36 masyarakat, harga bahan efisiensi. · Biaya polusi untuk melindungi bakar tetap & listrik sekunder masyarakat miskin, meningkatkan ekuitas · Pengurangan · Kemacetan & akses sumber daya untuk Kekuatan sektor: rendah pengembalian, tetapi perkotaan, pilihan · Lemahnya penegakan stimulus ekonomi dan membutuhkan investasi yang tinggi / kesenjangan; perencanaan hukum; lemah iklim pengentasan kemiskinan "crash program" untuk masyarakat tetapi tidak ada yang buruk investasi insentif untuk memperluas akses. · Rendahnya investasi di · Kebocoran energi · Hukum, sejarah bidang infrastruktur baru kelembagaan politik / limbah / energi Transportasi: bahan bakar murah = lebih banyak mobil, energi besar BUMN · Kerugian daya · Kontrak ekspor gas jangka lebih banyak perjalanan, lebih banyak jalan: insentif rendah · Beberapa regulator / saing global panjang; kemungkinan untuk angkutan umum, peralihan bahan bakar, perbaikan pembuat kebijakan; tingginya biaya dari kendaraan. · Infrastruktur & lemah koordinasi antar lembaga penggunaan batubara investasi distorsi · Lemah hukum & berkualitas lebih baik (sumber daya tanggung jawab · Distorsi insentif: untuk tidak diarahkan Perindustrian : lemah insentif untuk melestarikan, korupsi politik, elite penggunaan bahan bakar, pengembalian inovatif atau berinvestasi dalam efisiensi daya saing politik konservasi & investasi terbaik) Eksternal / Global dalam sumber energi · Penyesuaian · Meningkatnya biaya alternatif kembali di energi; permintaan · Konsentrasi pada Energi terbarukan, energi alternatif: lemah insentif masa depan batubara dan gas; kesejahteraan, memberi Investasi;Skala kecil tidak bisa menjual kembali membutuhkan kurang kredit, kurang makan siklus politik pemaksaan biaya investasi Diubah dan diperluas dari WB IDPL (2007) dan WB CEA (2009) BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Gambar 4.4. Laju Pertumbuhan Tahunan PDB, Penggunaan Dampak lingkungan akibat subsidi bahan bakar belum Energi, dan Emisi per Kapita dikuantifikasi, tetapi kemungkinan besar signifikan. Bukti Emisi Per Kapita Em internasional menyiratkan bahwa sinyal harga terdistorsi sering 3.0 menyebabkan konsumsi produk minyak bumi secara mubazir, 2.5 dengan dampak lingkungan yang buruk. Harga minyak yang PDB Per Kapita PD Energi Per Kapita En n lebih tinggi berarti bahwa jarak antara harga bahan bakar 2.0 subsidi dalam negeri dan harga internasional semakin besar, 1.5 meningkatkan porsi anggaran untuk subsidi bahan bakar. Selain itu, harga bahan bakar subsidi menciptakan dorongan 1.0 untuk penyelundupan dan korupsi (Granado, Cut Dian, dan 0.5 Fengler, 2008). 0 1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 Di Indonesia, produksi dan konsumsi berbasis minyak masih merupakan sumber terbesar emisi CO2, meskipun sudah Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/], menurun dalam dua puluh tahun terakhir. Pada 1984, porsi dikutip dalam Resosudarmo dan Jotzo (2008) minyak dalam total emisi masih 99 persen, tapi pada 2004 sudah jatuh hingga 31 persen. Pengurangan ini disebabkan pada 2002 dan 2003, akibat apresiasi nilai rupiah dan sedikit oleh menyusutnya cadangan minyak dalam negeri dan penurunan harga minyak internasional. Pada 2004 dan 2005, harga minyak internasional yang lebih tinggi. Namun, seiring subsidi bahan bakar naik tajam, mengikuti lonjakan harga menyusutnya cadangan minyak, ekonomi beralih ke batu bara Laporan Analisa Lingkungan Indonesia minyak internasional (kenaikan 97 persen pada 2004 relatif yang lebih mencemarkan. Emisi dari sumber berbasis-batu terhadap 2003), dan turun lagi setelah pengurangan subsidi bara meningkat dari 1 hingga 53 persen pada periode waktu bahan bakar pada Maret dan Oktober 200517 . yang sama (Resosudarmo dan Jotzo, 2008). Pengurangan subsidi bahan bakar pada 2005 membebaskan Peningkatan intensitas karbon dalam produksi listrik sekitar $10 miliar (World Bank, 2007). Namun, subsidi minyak merupakan, pada derajat yang signifikan, hasil dari pada 2008 diproyeksikan meningkat lagi ke 13 persen total kebijakan harga saat ini, yang sangat mengandalkan belanja pemerintah, atau sekitar US$2 miliar. Selain itu, subsidi dan karenanya tidak memberi insentif untuk menanggapi krisis keuangan global dan harga bahan bakar mempromosikan suplai energi terbarukan. Subsidi ke sektor global yang lebih rendah, pemerintah mengurangi harga listrik mencapai 28 persen total subsidi pada 2006. Subsidi bensin yang diatur, dari Rp 6,000 ke Rp 5,000 pada Desember listrik terdiri atas subsidi langsung ke PLN (11 persen) dan 2008. Harga solar dipotong dari Rp 5,500 ke Rp 4,800 per liter. subsidi tak langsung melalui penyediaan produk minyak pada Pada Januari 2009, pemerintah terus memotong harga bensin harga subsidi (17 persen) (World Bank, 2007). dan solar menjadi Rp 4,500 per liter. KOTAK 4.1. Rintangan bagi Suplai Energi Panas Bumi 37 Pengembangan daya panas bumi di Indonesia merupakan salah satu pilihan alternatif terbaik untuk perluasan yang lebih efisien, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Dengan hampir 40 persen potensi dunia, Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang besar untuk mengeksploitasi sebagian dari 27,000 MW potensi energi panas bumi terbarukan, meskipun sebagian kecil saja, untuk membangkitkan listrik, yang akan menghasilkan campuran energi yang jauh lebih optimal. Namun, rintangan kebijakan dan investasi harus diminimalkan untuk memicu pengembangan suplai daya panas bumi. Hal ini termasuk: · Memperbaiki sistem insentif ekonomi keseluruhan: harga energi perlu mencerminkan harga pasar agar energi terbarukan menjadi kompetitif. · Memperkenalkan mekanisme mitigasi risiko untuk mengurangi biaya awal yang tinggi dalam eksplorasi. · Memperbaiki kemampuan pengelolaan dan perencanaan pemerintah, agar dapat secara efisien melaksanakan transaksi proyek daya panas bumi. · Membangun kemampuan teknis dalam negeri yang memadai, untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang di sektor ini. Agaknya, masalah utamanya adalah penentuan biaya dan keuntungan yang wajar terkait dengan produksi energi panas bumi. Perkiraan baru-baru ini menyiratkan bahwa listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara sebesar 600 MW dapat dipasok pada US8.2 sen/kWh (dengan asumsi 90$/t batubara). Harga produksi dari pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 60 MW diperkirakan 11.9 sen/kWh. Namun, dengan mengurangi subsidi listrik dan bahan bakar dan memperhitungkan nilai lingkungan yang terkumpul dengan menghitung penurunan emisi, keuntungan sejati yang terkait dengan opsi panas bumi diperkirakan sebesar US17.7 sen/kWh, jauh lebih tinggi daripada harga jual 11.9 sen/ kWh. (JICA-Pemerintah Indonesia Februari 2009) 17 Pembahasan tentang subsidi bahan bakar dan listrik terutama diambil dari Granado, Cut Dian, dan Fengler (2007) dan World Bank (2007). BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Gambar 4.5. Pembagian Subsidi Bahan Bakar Subsidi bahan bakar dan listrik merupakan kemunduran Sebagian besar Subsidi Dinikmati Masyarakat secara sosial. Hal ini menguntungkan seperlima masyarakat Berpenghasilan Tinggi berpenghasilan tinggi. Hasil analisis pembagian manfaat Konsumsi Subsidi Bahan Bakar di Setiap Rumah Tangga dalam Nilai menyiratkan bahwa 89 persen subsidi bahan bakar diserap Persepuluh (desil) langsung oleh rumah tangga (setara dengan 5 persen total 50% anggaran) menguntungkan kaum yang secara teknis tidak miskin. Subsidi listrik juga kemunduran, meski tidak sebesar 40% subsidi bahan bakar. (Granado, Cut Dian, dan Fengler, 2007). 30% 4.2.2 Kebijakan Kehutanan dan Lahan18 20% Pemerintah Indonesia memperoleh penghasilan besar dari sektor kehutanan melalui tiga jenis iuran utama 10% (pendapatan nonpajak). Iuran kehutanan utama adalah Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan lisensi hak penggunaan hutan (iuran yang dibayar untuk 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Iuran Hak Pengusahaan Hutan [IHPH] dan Iuran Hasil Hutan Miskin Penggunaan Rumah Tangga dalam Nilai Kaya Tambahan [IHHT]), iuran yang dibayarkan ke dana reboisasi (DR, Persepuluh (desil) berdasarkan volume kayu yang dipanen), dan iuran hasil hutan Sumber: Agustina, Granado, Bulman, Fengler, dan Ikhsan (2008) (berdasarkan volume kayu yang dipanen, dikenal sebagai IHH atau PSDH tergantung nama sistem iurannya pada berbagai Masalah utamanya adalah PLN menerapkan tarif listrik masa). Rumus pembagian penghasilan persisnya dapat dilihat subsidi nasional, tetapi menghadapi biaya suplai yang di Lampiran. berbeda-beda di dalam negara. Penghapusan subsidi bahan bakar ke PLN pada 2005 menaikkan biaya suplai, Total sumbangan kumulatif dari sektor ini dari 1985 hingga 2002 menjatuhkan PLN sehingga hampir bangkrut. Pemerintah sekitar US$6.5 miliar. Sektor kehutanan menyumbang sekitar memperluas kewajiban layanan umum (PSO) agar mencakup 1 persen dari keseluruhan pendapatan pemerintah Indonesia semua konsumen, menaikkan biaya subsidi lebih tinggi lagi. dengan sedikit variasi. Seperti yang terlihat di gambar di atas, Pembayaran PSO naik dari US$ 400 juta pada 2004 menjadi dana reboisasi dan bunga yang diperoleh dari dana tersebut US$3.5 miliar pada 2007. Kombinasi tarif listrik tetap dan biaya merupakan sumbangan terbesar ke pendapatan sektor produksi tinggi ­ akibat harga bahan bakar tinggi ­ akan terus kehutanan (>70 persen dengan penggabungan angka selama meningkatkan biaya subsidi pemerintah (World Bank, 2007). periode 1999-2003). Iuran hasil hutan juga menyumbang Selain itu, hal ini membatasi kapasitas pemerintah untuk tambahan 27 persen rata-rata. Iuran izin untuk hak yang berinvestasi dalam perluasan prasarana listrik negara yang dialokasikan kepada industri untuk menggunakan wilayah luas sangat diperlukan. lahan yang diklaim negara menghasilkan kurang dari 2 persen total penghasilan, dan jumlah ini selama ini menurun. Distorsi harga energi menghambat pengembangan 38 produksi energi terbarukan alternatif. Menurut cetak Gambar 4.6. Penghasilan Departemen Kehutanan biru energi pemerintah 2005 ­ 2025, porsi produksi energi Berdasarkan Sumbernya terbarukan ditargetkan naik dari 4.3 persen menjadi 17 persen. Namun, target ini hanya bisa dicapai jika pemerintah memberi Biaya Perizinan HPH & HTI 1% insentif harga, agar pilihan seperti produksi energi panas bumi Suaka margasatwa dan pariwisata 0% Pengadaan Sumber Daya Hutan 27% lebih kompetitif (lihat Kotak 4.1). Saat ini, pemerintah memihak ekspansi pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang lebih murah tapi emisinya lebih intensif, di bawah Proyek Percepatan Listrik 10,000 MW. Namun, jika subsidi bahan bakar dan listrik dihapus dan dampak samping lingkungan yang terkait dengan produksi listrik berbahan bakar batu bara diperhitungkan, pilihan panas bumi dan teknologi emisi rendah lain akan lebih laik secara komersial. Khususnya di sektor energi, pemerintah perlu mengakui bahwa pada akhirnya ia perlu menerapkan tarif listrik yang mencerminkan biayanya. Tanpa hal ini, perusahaan swasta tak akan berinvestasi di sektor energi, kecuali mereka menerima jaminan atau bentuk dukungan lainnya dari pemerintah (IEA, 2008). Dana reboisasi 62% Bunga dari Dana reboisasi 27% Sumber: World Bank (2006) 18 Bagian berikut ini banyak memanfaatkan World Bank (2006) BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Namun, penerapan skema pembagian penghasilan penegakan maupun sarana untuk memperoleh kembali desentralisasi ternyata sulit dilaksanakan, akibat tidak kerugian akibat kegiatan ilegal. jelasnya hubungan antara hukum desentralisasi dan otonomi daerah dengan hukum kehutanan. Undang-undang Menanggulangi distorsi politik sebaiknya dimulai dengan kehutanan (41/1999) memberi pemerintah pusat kendali atas melihat pajak dan iuran sebagian instrumen insentif, masalah kehutanan, sementara undang-undang otonomi tidak sekadar sarana untuk pemungutan pendapatan. daerah (22/1999) mengalihkan kewenangan ke pemerintah Hutan Indonesia sedang dikuras: potensi jangka panjangnya daerah. Ini menimbulkan sengketa antara kewenangan untuk memproduksi kayu sedang dirusak, bersama manfaat pemerintah pusat dan daerah, terutama pada fase-fase awal lingkungan yang disediakannya. Ada yang berargumen bahwa proses desentralisasi. Akibatnya, menjamurlah pajak dan iuran semua atau sebagian besar "laba lebih" itu sebaiknya dipajak daerah untuk menggalang pendapatan, serta pengeluaran hak ("dijaring"). Ada yang berargumen bahwa pendapatan akibat pembalakan daerah yang mempercepat penggundulan. pengurasan hutan mungkin bukan sumber pendapatan pemerintah yang berkelanjutan atau baik secara sosial. Untuk Proses distribusi ulang pendapatan selama ini lambat dan mengurangi penyusutan hutan, kerusakan lingkungan harus kadang tidak transparan. Ini terutama karena proses rumit di dibuat mahal (dipajak), bukan panen kayu. Aturan insentif dan dalam Departemen Kehutanan, untuk merekonsiliasi data dari pajak yang sesuai semestinya melindungi jasa lingkungan dan berbagai daerah. Departemen Keuangan lalu mengalokasikan produktivitas masa depan lahan itu (panen pohon berikutnya) pendapatan dari iuran lisensi konsesi hutan dan dana reboisasi bukan sekadar menjaring laba dari penyusutan hutan yang kembali ke daerah. Seperti yang dilaporkan Fox, Adhuri, berlangsung singkat (World Bank, 2006). dan Resosudarmo (2005), beberapa pemerintah daerah Laporan Analisa Lingkungan Indonesia telah memerintahkan perusahaan pembalakan agar tak Instrumen insentif spesifik bisa termasuk jaminan menyerahkan sumbangan ke pemerintah pusat, tetapi langsung pelaksanaan, pengaturan penguasaan lahan, lelang, serta membayarkannya ke pemerintah kabupaten. Ini memaksa penegakan dan pemeriksaan yang lebih baik. Baik pajak pihak berwenang di pusat memantau arus pendapatan lebih sektor hutan dan jaminan lingkungan harus ditetapkan dan saksama dan mengeluarkan peringatan kepada beberapa dikelola dengan cara yang mendorong perilaku pembalakan kabupaten. jangka panjang dan pengelolaan hutan lestari. Demikian pula, aturan lisensi jangka panjang, transfer, atau lelang harus Tambahan kerumitan skema pembagian pendapatan adalah dirancang agar memberi insentif untuk mengelola lahan bahwa 40 persen pendapatan DR semestinya dialokasikan ke sebagai sumber daya lestari, bukan rezeki nomplok jangka `wilayah penghasil'. Tak ada kejelasan tentang definisi `wilayah pendek. Jika ada keinginan menjaring "sewa" atau "laba lebih," penghasil', menyebabkan beberapa kabupaten berargumen pajak ini harus dikaitkan dengan pendapatan setelah investasi bahwa `kabupaten penghasil' semestinya menerima pengelolaan hutan jangka panjang dibuat dan kerusakan pendapatan ini. Pada praktiknya, provinsi produksi mendapat lingkungan dicegah (bukan dikaitkan langsung ke pendapatan porsi 40 persen, yang menyebabkan beberapa kabupaten atau laba jangka pendek). Jika ada tujuan distribusi, "laba merasa frustrasi (Fox, Adhuri, dan Resosudarmo, 2005). lebih" dapat dipajak dengan tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat pajak perusahaan. Menerapkan instrumen ini secara Pendapatan dari pembalakan liar berjumlah besar dan efektif tentu tergantung pada apakah pemerintah Indonesia 39 tidak dijaring oleh pemerintah. Dengan memakai perkiraan mampu menegakkan peraturan pembayaran dan pajak dasar sederhana dan berasumsi bahwa pembalakan liar mencapai (World Bank, 2006). hingga 30 juta m3/tahun, berarti pendapatan ilegal yang tak dilaporkan setidaknya mencapai US$ 3 miliar (berdasarkan US$ 4.2.3 Pertambangan 100/m3) dan pajak yang tak terpungut setidaknya mencapai US$ 600 juta setiap tahun (berdasarkan pendapatan pajak Distorsi kebijakan kunci dalam sektor tambang adalah US$ 20/m3). Dengan memakai prosedur yang lebih rumit dan ketidakpastian hukum yang timbul dari penafsiran lengkap, BAPPENAS-NRM-MFP (2004) memperkirakan bahwa desentralisasi yang bertentangan, hukum perhutanan laba tahunan dari pembalakan liar mencapai sekitar US$ 1.5 dan pertambangan yang melemahkan kepastian jangka miliar per tahun dan laba lebih bagi industri sekitar US$ 350- panjang dalam sistem Kontrak Kerja (CoW). Sebelum $400 juta per tahun karena rendahnya tingkat pajak dan iuran 1999, Undang-Undang No. 11/1967 tentang Pertambangan yang ditetapkan pemerintah Indonesia (World Bank, 2006). dan peraturan pelaksanaan yang menyertainya menetapkan sistem kontrak kerja (CoW) individual, berdasarkan negosiasi Sistem pajak dan insentif saat ini tidak memadai untuk langsung antara perusahaan tambang dan pemerintah pusat. mengurangi pembalakan liar atau meningkatkan Undang-undang desentralisasi yang mendelegasikan kekuatan penjaringan sewa ekonomi. Iuran, bea, dan denda untuk menggalang pendapatan ke pemerintah daerah melemahkan pelanggaran kehutanan, ekspor satwa yang resmi, dan CoW yang ada. Pemerintah lalu mengeluarkan Undang-undang pariwisata hanya mencapai pendapatan kurang dari seratus No. 22/2001 tentang pertambangan, yang menegaskan hak ribu dolar hampir setiap tahun. Khususnya, denda untuk pemerintah pusat untuk memberikan kontrak tambang dan pelanggaran sangat kecil dibandingkan tingkat pendapatan menetapkan syarat untuk pembagian pendapatan di antara gelap. Ini menggarisbawahi perlunya memperkuat tindakan berbagai pemangku kepentingan (Fox, Adhuri, Resosudarmo BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan 2005). Namun, arus investasi yang nyata ke operasi tambang Undang-undang baru membolehkan panjang maksimum telah stagnan sejak 2000, dengan perusahaan tambang global 20 tahun, dengan pilihan untuk diperpanjang 20 tahun lagi. menyatakan kondisi investasi dan masalah hukum sebagai Ketetapan ini akan menimbulkan ketidakpastian dari sudut kekhawatiran utama (PricewaterhouseCoopers, 2006). pandang investor dalam operasi pertambangan skala­besar, yang mencari jaminan yang aman dalam penguasaan lahan. Rumus pembagian pendapatan yang relatif kompleks Namun, pemerintah akan menguraikan perincian undang- menyebabkan sengketa antara pemerintah pusat dan undang dengan mengeluarkan peraturan pelaksanaan dan pemerintah daerah. Rumus pembagian pendapatan untuk berkonsultasi dengan pemangku kepentingan dalam prosesnya pertambangan umum membedakan berbagai wilayah daerah (Jakarta Globe, 2009). (daerah penghasil) dalam provinsi yang sama. Tak adanya panduan yang jelas tentang cara membedakan wilayah daerah 4.2.4 Perikanan ini dan prosedur yang rumit dan panjang untuk mengalirkan pendapatan itu dari pusat ke daerah menyulitkan bupati, Secara ekonomi, sektor perikanan mencapai 2.4 persen camat, dan lurah untuk memetik manfaat dari ekstraksi sumber total PDB pada tahun 2007 (harga 2000 konstan), Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan daya yang menguntungkan ini. Ini menciptakan ketidakpastian menjadikannya sektor terbesar kedua dalam pertanian investasi untuk operasi tambang di lapangan. Rasa frustrasi setelah pertanian tanaman non-pangan (6.8 persen). tadi telah mendorong pemerintah daerah untuk semakin Sektor perikanan mempekerjakan sekitar 3 juta orang atau mengandalkan penetapan pajak dan iuran daerah guna 3 persen total angkatan kerja, menurut data terakhir yang menaikkan pendapatan (Fox, Adhuri, dan Resosudarmo, 2005). tersedia dari survei tenaga kerja pada Agustus 2007. Ikan dan udang mencapai 30-40 persen nilai ekspor makanan, yang Akibatnya, sejak awal proses desentralisasi pada tahun hanya sebesar 5 persen nilai ekspor total. Perikanan tangkap 2001, menjamurlah pajak dan iuran daerah tambahan untuk laut adalah komponen terpenting dalam sektor perikanan. perusahaan tambang. Pada akhirnya hal ini meningkatkan Budidaya ikan juga tumbuh cepat, tetapi perikanan air tawar ketidakpastian investasi. Pemerintah daerah telah menyusun stagnan atau menurun. Sebagian besar produksi perikanan beragam pajak dan iuran daerah, selain kewajiban pembayaran digunakan langsung sebagai makanan, tidak diekspor. Ini dalam kontrak kerja (CoW) masing-masing. Misalnya, memiliki implikasi penting pada mata pencarian dan status gizi pemerintah daerah mengeluarkan hak tambang daerah baru warga Indonesia, maupun prospek dalam meningkatkan nilai di wilayah yang sudah dicakup oleh CoW yang ada. atau pertumbuhan ekspor (Brown, Bengen, dan Knight, 2005). Konflik antara aturan pertambangan dan perhutanan Perkiraan baru-baru ini menyiratkan bahwa Indonesia menambah selapis lagi ketidakpastian. Peraturan No.19/2000 mungkin dengan cepat mendekati batas pertumbuhan membolehkan pertambangan di hutan lindung dan status ini panen di sektor perikanan. Peningkatan jumlah perahu dan ditegaskan di Mahkamah Konstitusi pada tahun 2005, diikuti kapal industri telah sangat meningkatkan kapasitas industri ini Keputusan Presiden pada tahun 2004 yang memungkinkan untuk memanen persediaan ikan. Armada penangkapan ikan sebanyak 13 konsesi pertambangan untuk beroperasi di wilayah laut berlipat tiga jumlahnya dalam 20 tahun terakhir dan kini hutan lindung. Baru-baru ini, Departemen Pertambangan diperkirakan berjumlah total 460,000 kapal. Perahu bermotor 40 dan Energi mengumumkan rencana untuk mengeluarkan yang lebih besar adalah segmen armada yang paling cepat Keputusan Presiden yang mengizinkan perusahaan tambang tumbuh, dan kini mencapai setengah dari armada bermotor. lain untuk beroperasi di wilayah hutan lindung dengan Kapasitas penangkapan ikan, yang diukur dengan "ton iuran tahunan Rp 3 juta/ha (Jakarta Post, 3/1/2008). Namun, perahu", meningkat enam kali lipat dalam periode yang sama, upaya membuka wilayah hutan lindung untuk kegiatan menandakan peningkatan besar dalam tekanan pada sumber pertambangan ditentang oleh banyak organisasi masyarakat daya perikanan Indonesia. Perkiraan tangkapan maksimum madani dan Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan lestari (MSY) berbeda-beda, dalam rentang antara 5 dan 6 juta juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.14/2006 yang ton per tahun. Tetapi, memperhitungkan kapasitas berlebih menambah beberapa syarat bagi perusahaan tambang, dari industri perikanan dalam negeri dan operasi penangkapan termasuk kemungkinan tambahan royalti baru. Naskah ikan ilegal, sebenarnya penangkapan yang tidak dilaporkan undang-undang pertambangan baru kini tengah dibahas di jauh lebih tinggi dan lebih mungkin mencapai 8 juta ton lebih. DPR. Penanam modal khawatir bahwa undang-undang itu akan Ini jauh melampaui perkiraan MSY (Patlis, 2007). Konflik yang mengandung ketetapan yang menggantikan kontrak kerja melibatkan sengketa antara masyarakat perikanan semakin yang ada dengan izin tambang dengan jangka lebih pendek banyak datang dari berbagai daerah, seperti yang dilaporkan (Reuters, 27 Feb 2008). di Fox dkk. (2005), adalah pertanda bahwa persediaan sudah mendekati batas. Tambahan peningkatan upaya penangkapan Undang-undang pertambangan baru telah disahkan oleh DPR, kemungkinan akan menyebabkan menurunnya tangkapan membuat investor merasa tidak pasti. Fitur utama undang- ikan. undang pertambangan baru ini adalah bahwa skema izin kerja yang ada saat ini (atau kesepakatan kontrak karya) akan diganti Tantangan kebijakan utama adalah meningkatkan dengan izin dengan kerangka waktu yang lebih pendek. produksi perikanan yang memiliki tambahan nilai, sambil Sebelumnya, panjang sewa maksimum adalah 30 tahun. membatasi pertumbuhan panen. Brown, Bengen, dan Knight BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan (2005) berargumen bahwa ini bisa dilakukan dengan beberapa Peningkatan dalam sumbangan pendapatan pajak dapat cara. Untuk meningkatkan PDB, pengelola dan perencana sektor dicapai tanpa peningkatan panen. Sumbangan pendapatan perikanan dapat meningkatkan pertambahan nilai melalui pajak dan nonpajak dari perikanan cukup rendah. Ini mungkin perbaikan pemrosesan dan penyimpanan. Perbaikan ini juga menandakan bahwa peningkatan dalam upaya pemungutan akan meningkatkan kaitan dengan unsur ekonomi lainnya, dan administrasi pajak dapat menghasilkan laba tinggi dalam akan menghasilkan manfaat `berlipat' di luar sumbangan sektor bentuk pendapatan yang dipungut. Namun, harus diingat masing-masing. bahwa perikanan adalah kegiatan yang tersebar dan orang berlabuh di seluruh Indonesia, jadi pemungutan pajak relatif Meningkatkan nilai tangkapan yang ada termasuk mencari sulit. Akan tetapi, angka pendapatan pajak dan nonpajak cara pengawetan untuk hasil tangkapan yang lebih sepertinya tetap menunjukkan bahwa pendapatan pajak dari banyak dan mengurangi pembusukan melalui ­ misalnya - perikanan tidak setara dengan sumbangan ekonominya dan pemrosesan dan rantai pendingin (cold chain). Mencari pasar sumbangannya bagi nilai ekspor. Perencana Indonesia dapat baru dan berinvestasi di pemrosesan pertambahan nilai juga meningkatkan pendapatan pajak dengan menaikkan tingkat meningkatkan nilai tangkapan tanpa meningkatkan tekanan pajak marginal atau dengan menaikkan efisiensi soal pajak pada sumber daya yang terbatas ini. mana yang dipungut (Brown, Bengen, dan Knight, 2007). Laporan Analisa Lingkungan Indonesia 41 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 42 Bab 5: Pendukung, Kesadaran, dan Kemitraan yang Penting Anak-anak Bermain (Koleksi Bank Dunia) Foto: Curt Carnemark BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan PESAN UTAMA · Isu Lingkungan berada dalam "layar radar" masyarakat Indonesia, terutama masalah air (pencemaran, banjir, kekeringan), kota (kebersihan, sampah padat, kualitas udara), dan hutan (kerusakan, pembalakan liar, kebakaran). · Pemerintah Indonesia memiliki kebijakan, investasi, dan program untuk semua prioritas masyarakat ini. Namun, hal-hal itu tetap menjadi kekawatiran masyarakat, menunjukkan bahwa isu-isu tersebut belum diakomodasi dengan baik. · Pemerintah Indonesia juga menangani isu yang belum menjadi prioritas masyarakat, seperti perubahan iklim, sumber daya laut dan pesisir, keanekaragaman hayati, energi bersih, dan limbah berbahaya, yang menandakan tingkat kesadaran masyarakat yang rendah. · Diperlukan kemitraan dengan empat aktor kunci yang dapat menjembatani komunikasi lingkungan antara Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan pemerintah dan masyarakat: media massa, organisasi masyarakat madani, DPR, dan organisasi agama. · Mendorong partisipasi masyarakat dan meningkatkan kesadaran itu penting bagi kemitraan pembangunan yang ingin membentuk tuntutan kelestarian lingkungan yang efektif. 5.1 Persepsi Masyarakat tentang kategori ini, yaitu survei KLH. Namun, tidak semua Lingkungan Hidup masalah lingkungan dan sumber daya alam dibahas; hanya masalah yang relevan dengan portofolio KLH Sebuah penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi survei- yang disurvei. survei tentang persepsi masyarakat mengenai lingkungan. Dilakukan upaya untuk mencari survei yang bersifat umum, · Potret lokal tentang persepsi lingkungan: survei yakni survei yang tidak dirancang untuk mendukung program dirancang untuk mengukur kesadaran atau sikap atau proyek tertentu. Pencarian ini memadukan pencarian masyarakat terhadap masalah lingkungan atau internet dan melalui berbagai organisasi, dan kunjungan ke sumber daya alam tertentu di satu area (provinsi) perpustakaan KLH. Ditemukan total 24 survei, yang mencakup atau lebih. Semua survei yang lain dalam daftar periode antara 1998 dan 2007. Semua survei itu ditelaah dan di atas masuk dalam kategori ini. Sebagian besar hanya dipilih yang relevan. Beberapa survei dipandang terlalu survei dilakukan sehubungan dengan program yang spesifik (dan berorientasi pada program tertentu) untuk tujuan didanai donor, kecuali survei WALHI dan Papua. kajian ini19 . Survei yang dipilih lalu dipelajari untuk menyusun gambaran tentang persepsi masyarakat umum tentang Berdasarkan survei-survei kajian ini membentuk gambaran 44 masalah lingkungan. Tabel 5.1 menguraikan survei yang dipilih gabungan persepsi masyarakat Indonesia. Meskipun tidak untuk kajian ini. menghasilkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh, namun tulisan di bawah ini berusaha menyarikan temuan dari Sifat beberapa survei ini sangat beragam. Dalam penelitian ini berbagai survei yang dikaji, dan membuat pernyataan tentang survei dibedakan berdasarkan perlakuannya terhadap masalah persepsi masyarakat terhadap lingkungan. lingkungan dan lingkup geografinya. Survei di atas terbagi menjadi 3 kategori: Survei yang masuk dalam kategori `potret umum' tidak memberikan kesan yang kuat bahwa lingkungan hidup adalah · Potret Umum: Survei tidak secara khusus dirancang prioritas utama bagi orang Indonesia, tidak pula menunjukkan untuk menangkap pandangan tentang lingkungan, kebalikannya, bahwa orang Indonesia sama sekali tidak peduli tetapi menyertakan pertanyaan umum tentang terhadap lingkungan. Kedua survei itu memperlihatkan bahwa lingkungan. Survei Pew Global Attitude dan "Mr. and lingkungan memang masuk dalam radar masyarakat Indonesia, Mrs. Indonesia" CLSA masuk dalam kategori ini. Dalam tetapi bukan merupakan isu yang paling penting. hal lingkup geografi, survei Pew meliputi 47 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sementara survei · Pew Global Attitude Survey menemukan bahwa CLSA dirancang khusus untuk Indonesia. hanya sekitar 30 persen responden Indonesia yang menganggap "polusi/lingkungan" sebagai bahaya · Potret nasional persepsi lingkungan: survei dirancang nomor satu atau dua di dunia saat ini. Sebagian besar khusus untuk memperoleh pendapat masyarakat responden Indonesia menganggap "kesenjangan tentang lingkungan. Hanya satu survei yang masuk antara kaya dan miskin" dan "kebencian etnis/agama" 19 Salah satunya adalah survei Swisscontact untuk pemilik dan sopir bajaj, untuk menilai persepsi mereka tentang bajaj berbahan bakar CNG yang diperkenalkan beberapa tahun lalu di Jakarta. BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan sebagai ancaman terbesar. Ketika ditanya khususnya lingkungan/sumber daya alam tertentu yang diangkat dalam tentang pemanasan global, 44 persen responden survei ini. Indonesia menyatakan bahwa masalah itu "kurang serius", sementara 43 persen yang menyatakan · Survei KAP memperlihatkan 30 persen responden di "sangat serius". Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara menunjukkan bahwa mereka `sangat prihatin' terhadap air (sungai/ · Survei pasar kelas menengah Indonesia (CLSA danau), pencemaran secara umum, hutan, dan Indonesia, 2007) dengan jumlah sampel yang lebih lahan. banyak (21,000) memberikan gambaran yang lebih positif. Dalam survei ini `Lingkungan' diidentifikasi · Studi INFORM terfokus pada masalah kehutanan sebagai topik nomor tiga dalam "kekhawatiran di Sumatera Utara, Jambi, Jakarta, Jawa Barat, dan terbesar" di kalangan kelas menengah Indonesia Kalimantan Tengah. Penelitian itu menyimpulkan (mencapai 79 persen responden), di bawah `Korupsi' bahwa "masyarakat sudah cukup sadar tentang (81 persen) dan `Jaminan Pekerjaan' (80 persen). masalah kehutanan", seperti kerusakan hutan, `Lingkungan' bahkan berada di atas `Pendidikan dampaknya terhadap bencana alam seperti banjir, Anak' (55 persen) dan `Kejahatan' (46 persen). Sampel tanah longsor, kekeringan, dan kebutuhan kayu di dalam survei ini terutama masyarakat kota. yang melebihi jumlah kayu yang diproduksi secara legal. Namun, penelitian ini juga menyatakan Potret nasional memberikan gambaran yang lebih jelas bahwa "pengetahuan dalam hal tertentu masih terhadap lingkungan di mata masyarakat. Dengan sampel terbatas" di kalangan responden. Contoh hal-hal Laporan Analisa Lingkungan Indonesia sebanyak 5,000 responden di kota dan desa, survei KLH yang tidak umum diketahui itu adalah: jumlah kayu menemukan bahwa mayoritas responden menganggap kota, yang diperlukan, laju kerusakan hutan, serta arti sungai, dan udara mereka tercemar dalam kadar menengah sebenarnya dari `pengelolaan hutan berkelanjutan'. hingga parah. Hanya sebagian kecil yang berpandangan positif terhadap kondisi lingkungan mereka. Hanya 22 persen · Swisscontact melaksanakan 2 survei di DKI Jakarta yang menyatakan kota mereka bersih dan hijau; hanya 14 mengenai pencemaran udara, terutama yang persen yang mengatakan sungainya bersih; hanya 33 persen ditimbulkan oleh emisi kendaraan. Penelitian itu responden yang merasa kualitas udaranya baik. memperlihatkan bahwa masyarakat Jakarta memiliki "pemahaman yang tinggi dan penolakan atas Survei potret lokal, yang membahas masalah khusus untuk pencemaran udara, tetapi secara umum enggan wilayah tertentu, menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia melakukan pengurangan pencemaran udara " dapat menjawab atau memberikan pendapat akan masalah (Swisscontact, 2003). Penelitian serupa pada 2004 Tabel 5.1. Survei Persepsi Masyarakat dengan Informasi Lingkungan Judul Pelaksana Ukuran Sampel 1. Pew Global Attitudes Survey: "Global Unease Pew Research Center 1,008 responden yang tersebar di 45 with Major World Powers", 2007 hampir seluruh negara 2. "Mr. and Mrs. Indonesia", survei pasar CLSA Indonesia (Roy Morgan) 21,000 responden (kelas menengah) di komersial 2007 20 kota besar 3. "Persepsi Masyarakat tentang Upaya Kementerian Lingkungan Hidup 21,000 responden (kelas menengah) di Pengelolaan Sumber Daya Alam - 20 kota besar Memandang 2009"; 2006 4. "Knowledge, Attitudes and Practices (KAP) Natural Resources Management 2,000 responden dari 2 provinsi Survey Report - North Sulawesi and East Project (USAID) (Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara) Kalimantan" 5. "Laporan Kajian Krisis Jabodetabek", 2007 WALHI 1,000 responden di DKI Jakarta 6. "Laporan Segar Jakartaku", 2003; survei Swisscontact 1,517 responden di DKI Jakarta kesadaran setelah kampanye publik 7. "Survey Campaign 2004 ­ Indonesia", survei Swisscontact 2,292 responden di DKI Jakarta kesadaran setelah kampanye publik 8. "Pemantauan dan Evaluasi Kampanye INFORM Program (PT. Insan 900 responden di Sumatera Utara, Media dan Hutan Indonesia" Hitawasana Sejahtera) Jambi, Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah 9. "Survei Opini Publik Papua", 2003 International Foundation for Election 3,450 responden di 12 daerah tingkat Systems (IFES) dua di Papua BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan memberikan gambaran campuran. Sekitar 70 pemerintahlah pihak yang paling bertanggung jawab dalam persen responden menyatakan mereka tidak sadar mengelola sumber daya alam/lingkungan. akan dampak buruk emisi terhadap kesehatan dan kesuburan manusia, tetapi merasa bahwa · Survei KAP menemukan bahwa sumber daya pencemaran udara harus menjadi prioritas utama alam dianggap "terutama sebagai sumber pokok (66 persen). makanan atau sumber penghasilan yang dijual untuk memperoleh uang demi menafkahi keluarga". Sikap · Survei yang dilaksanakan di Jakarta oleh WALHI responden terhadap sumber daya alam masih rendah juga menunjukkan bahwa sekumpulan orang yang dibandingkan dengan sikap terhadap kebutuhan dipilih secara acak dapat menetapkan masalah yang sehari-hari dan kesejahteraan keluarga. Dan walaupun mereka anggap dalam tingkat `krisis' di Jabodetabek. "keinginan melindungi sumber daya alam itu tinggi", Survei itu menghasilkan masalah terbesar sebagai tingkat partisipasi politik menyangkut masalah berikut: sampah (40.5 persen), pencemaran udara sumber daya alam masih beragam, dari 61 persen di (37.5 persen), kemacetan lalu lintas (34.7 persen), dan Sulawesi Utara hingga 34 persen di Kalimantan Timur Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan banjir (24.5 persen). yang mengaku berpartisipasi. · Survei yang dilakukan di Papua memperlihatkan · Penelitian INFORM menemukan bahwa responden bahwa "lebih banyak orang Papua yang beranggapan bersedia berpartisipasi dalam tindakan atau kegiatan kondisi hutan, alam, sungai, dan perairan mereka untuk mencegah, menghentikan, dan menanggulangi memburuk selama 5 tahun terakhir (daripada kerusakan hutan, asalkan tidak besar risikonya. Lebih yang beranggapan hal-hal itu membaik)". Namun, jauh, masyarakat "menunjuk pemerintah sebagai "semakin banyak yang beranggapan bahwa kondisi pihak yang bertanggung jawab untuk mengelola udara, laut, dan tanah mereka membaik selama 5 hutan, kecuali dalam hal penggunaan hasil hutan, tahun terakhir". masyarakat ingin ikut berperan". Survei itu memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia · Survei Swisscontact tahun 2004 menunjukkan cukup sadar tentang kondisi umum sumber daya alam dan bahwa sekitar 70 persen responden merasa bahwa lingkungan di sekitar mereka. Namun, beberapa penelitian pemerintah yang paling bertanggung jawab atas memperlihatkan bahwa pemahaman teknis atau informasi pencemaran udara, dan sepertinya menunjukkan khusus tentang penyebab, efek, dan pemecahannya masih "masyarakat tidak merasa bahwa mereka harus lemah. mengambil inisiatif untuk menanggulangi pencemaran udara". Menyangkut sikap, masyarakat Indonesia tidak menunjukkan sikap yang tegas terhadap perlindungan lingkungan atau Gambaran yang muncul adalah lingkungan merupakan hal konservasi sumber daya alam. Walaupun terlihat ada minat yang diperhatikan penduduk Indonesia. Namun, masih sulit mengenai masalah ini, partisipasi politik dan tindakan pribadi untuk memastikan lebih jelas masalah lingkungan yang 46 masih terbatas. Sebagian besar masih beranggapan bahwa mereka perdulikan. Ini karena survei potret nasional dan KOTAK 5.1. Akses Masyarakat Terhadap Tata Kelola Lingkungan Apakah ketiga prinsip akses ini dijamin oleh hukum Indonesia? Ya, tetapi undang-undang dan peraturannya kurang jelas-dan-eksplisit. Semua instrumen hukum yang diteliti, termasuk hukum lingkungan umum, hukum lingkungan sektoral, dan hukum lingkungan lokal mengakui dan menjunjung hak atas informasi, partisipasi, dan keadilan. Namun, jaminan yang diberikan dalam rangka memenuhi dan menjunjung hak ini kurang jelas-dan-eksplisit. Bagaimana praktik penegakan prinsip ini di Indonesia? Dari kasus yang diteliti, ditemukan bahwa praktik menegakkan prinsip ini sangat bervariasi tergantung kasus dan area geografinya. Tingkat akses informasi tertinggi adalah dalam status lingkungan, sementara tingkat terendah menyangkut informasi tentang kepatuhan perusahaan dan kinerja lingkungan. Akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan juga kuat, tetapi lemah dalam partisipasi di tingkat proyek dan pemberian izin. Akses terhadap keadilan lingkungan banyak kelemahan tetapi ada kemajuan yang memperluas locus standi hingga menyertakan LSM dan pihak ketiga yang tertarik. Apa faktor yang menyebabkan kinerja Indonesia rendah dalam mematuhi prinsip? Peraturan yang menjamin akses informasi, keikutsertaan, dan keadilan kurang kejelasan dan penegakan. Bagi masyarakat, peraturan yang jelas dan tertulis perlu untuk memberi panduan tentang cara menjunjung dan menegakkan hak atas akses. Selain itu, ada kekurangan kapasitas masyarakat dan lembaga masyarakat untuk menjunjung hak akses. SUMBER: Murharjanti dkk., 2008 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan lokal dirancang untuk membahas masalah tertentu, namun program tersebut terlalu terbatas lingkupnya untuk dapat tidak memberi responden kesempatan untuk menyampaikan menghasilkan perbaikan sistemis, dan/atau kebutuhan dan pendapatnya tentang semua masalah lingkungan dan sumber tekanan terhadap lingkungan (dan sumber daya alam) dari daya alam yang dihadapi Indonesia. Jika respons mereka aktivitas pembangunan berkembang terlalu cepat sehingga terhadap masalah tertentu dapat dianggap sebagai pertanda tak terkejar oleh peraturan dan program pemerintah. keprihatinan mereka terhadap masalah itu, maka mungkin dapat disimpulkan bahwa masyarakat sangat prihatin Perlu dicatat bahwa beberapa poin dalam agenda lingkungan terhadap: pemerintah tidak menjadi masalah yang memprihatinkan masyarakat Indonesia, di antaranya: · Air (pencemaran, banjir, kekeringan), · Atmosfer (pemanasan global, gas rumah kaca, bahan · Kota (kebersihan, sampah padat, kualitas udara), perusak lapisan ozon); · Hutan (degradasi hutan, kebakaran hutan, · Sumber daya laut dan pesisir; pembalakan liar), · Keanekaragaman hayati; Data yang tersedia tidak memungkinkan kajian yang lebih dalam terhadap persepsi untuk masing-masing subtopik lingkungan. · Energi (batu bara bersih, energi alternatif ); dan Sebenarnya, sulit untuk menyatakan bahwa mayoritas orang Indonesia hanya prihatin terhadap ketiga subtopik tersebut. · Limbah dan bahan berbahaya. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Namun, kurangnya data yang lebih lengkap dan meyakinkan, maka analisis selanjutnya akan menggunakan ketiga subtopik Walaupun beberapa topik di atas tidak masuk ruang lingkup ini sebagai perkiraan terbaik. survei yang digunakan dalam analisis ini, cukup adil jika secara umum disimpulkan bahwa kesadaran dan keprihatinan 5.2 Kesesuaian Persepsi Masyarakat masyarakat Indonesia mengenai masalah ini masih terbatas. dengan Prioritas Pemerintah Sumber daya laut dan pesisir, misalnya, mendapat peringkat rendah dalam survei KAP yang dilaksanakan di Kalimantan Kesesuaian antara agenda pemerintah dan keprihatinan Timur dan Sulawesi Utara. Kesadaran akan masalah perubahan masyarakat terhadap lingkungan dilihat sebagai indikasi iklim mungkin baru terbentuk sejak UNFCCC di Bali akhir bahwa keprihatinan masyarakat dikomunikasikan dengan 2007. Mengherankan bahwa survei pendapat dunia yang baik kepada pemerintah. Sebuah analisis dilakukan dengan menyertakan Indonesia, tidak menanyakan tentang perubahan menggunakan tiga isu lingkungan yang diidentifikasi dalam iklim (WorldPublicOpinion.org, 2007)21 . Sebaliknya, sektor bagian sebelumnya. Setiap isu akan dievaluasi menyangkut: energi secara umum tidak dilihat oleh masyarakat sebagai masalah `lingkungan' dan karena itu tidak termasuk dalam a. Pola kerusakan lingkungan; survei masyarakat. Isu limbah dan bahan berbahaya sepertinya tidak pernah dimengerti masyarakat, mungkin karena sifat b. Termasuk (atau tidak termasuk) dalam agenda pemerintah informasinya yang sangat teknis. 47 (dilihat dengan adanya program dan alokasi anggaran20 untuk menangani isu tersebut); Kesimpulannya, dengan terwakilinya masalah yang menjadi keprihatinan masyarakat terwakili dengan baik dalam c. keberhasilan program di atas dalam menanggulangi agenda pemerintah, dapat disimpulkan bahwa komunikasi situasi tersebut (jika data tersedia). masyarakat-ke-pemerintah terlaksana secara efektif. Namun, kesadaran atau keprihatinan masyarakat masih kurang dalam Analisisnya, tersedia dalam makalah yang dikutip, menunjukkan beberapa masalah yang dianggap penting oleh pemerintah. bahwa pemerintah telah menangani masalah lingkungan Ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang utama yang menjadi keprihatinan masyarakat. Berbagai lingkungan dan sumber daya alam masih terbatas ruang program dilaksanakan, dan sebagian besar dalam kadar lingkupnya. tertentu mendapat dukungan keuangan dari pemerintah pusat. 5.3 Menilai Kualitas Akses Masyarakat dalam Tata Kelola Lingkungan Namun, apabila dibandingkan dengan data pola lingkungan, sepertinya perusakan lingkungan terus berlangsung. Analisis Tata kelola lingkungan yang baik memerlukan penerapan ini menyimpulkan bahwa program pemerintah tidak dapat prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam melampaui laju kerusakan lingkungan. Dapat diartikan bahwa perencanaan dan pengambilan keputusan lingkungan. Hak program tersebut terlalu lamban dalam memberikan dampak, masyarakat atas informasi, partisipasi, dan keadilan merupakan 20 Hanya tersedia data alokasi anggaran, dan digunakan dalam penelitian ini sebagai indikasi keprihatinan dan niat pemerintah. 21 Laporan itu menyatakan bahwa mitra survei lokal diberi kebebasan untuk menghapus pertanyaan tertentu. BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan prasyarat penting dalam penerapan prinsip-prinsip ini secara legislatif, yudikatif, masyarakat madani, dan media massa, diuji efektif. Hal ini lebih jauh didefinisikan sebagai: untuk menyelaraskan dan menetapkan kembali kesetiaannya dan memahami kembali konstituennya. · Akses informasi ­ yaitu setiap orang berhak mengakses informasi yang terbaru, akurat, dan Bagian ini akan membahas ketiga pihak, beserta perannya lengkap tentang lingkungan; dalam menyampaikan keprihatinan dan aspirasi masyarakat terhadap lingkungan. Pemain tambahan, dan mungkin pemain · Akses berpartisipasi dalam pengambilan keputusan baru, akan dibahas juga, yaitu lembaga keagamaan. Setiap ­ yaitu akses untuk berpartisipasi dalam membuat bagian akan mendiskusikan peran pemain dalam membentuk keputusan mengenai kebijakan dan program opini publik di samping penyampaian opini publik untuk lingkungan, partisipasi dalam proses legislatif, serta mempengaruhi agenda pemerintah, jika ada. Bagian analisis partisipasi dalam membuat keputusan lingkungan ini terutama mengandalkan kajian pustaka dan wawancara tertentu berdasarkan minat terhadap topik tersebut; dengan narasumber terpilih. Jika tersedia informasinya, hasil dan survei yang dibahas dalam penelitian ini akan dikutip sebagai Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan bukti tambahan. · Akses terhadap keadilan ­ yaitu adanya mekanisme yang dapat digunakan anggota masyarakat untuk 5.4.1 Media Massa menjunjung hukum lingkungan secara langsung apabila hak mereka atas informasi, partisipasi, dan/ Literatur komunikasi massa menyatakan bahwa "penentuan atau menikmati lingkungan yang sehat dilanggar. agenda merupakan salah satu efek terbesar media terhadap opini masyarakat" (Yin, 1999). Masyarakat menanggapi Prinsip akses ini merupakan bagian Deklarasi Rio tahun 1992 informasi yang disajikan dalam media. Yin lebih jauh dan kemudian ditegaskan kembali dalam World Summit on menyatakan "masyarakat mungkin akan menyadari suatu Sustainable Development tahun 2002 di samping melalui masalah dan menganggapnya penting jika masalah tersebut kesepakatan internasional lainnya. disorot oleh media massa". Serangkaian indikator telah dikembangkan oleh The Access Dalam mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi persepsi Initiative, koalisi LSM global, untuk menilai kinerja pemerintah masyarakat, survei KAP menemukan bahwa media massa dalam memenuhi ketiga prinsip akses tersebut. Indonesian menjadi sumber utama informasi baik untuk responden di Center for Environmental Law (ICEL),yang juga anggota Initiative, Sulawesi Utara maupun di Kalimantan Timur. Media massa baru-baru ini menyelesaikan penilaian berdasarkan indikator termasuk radio, surat kabar, dan TV, walau TV dianggap lebih ini yang diwakili oleh provinsi Riau, Kalimantan Barat, Jawa penting di daerah pedesaan daripada di daerah perkotaan. Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Hasil penilaiannya Survei INFORM juga menemukan bahwa TV lebih efektif (dan diringkas dalam Kotak 5.1. mungkin biayanya paling kecil per kepala), sementara media cetak dan radio kurang efektif. Di kalangan responden Jakarta 5.4 Mitra Kunci untuk Komunikasi dan dalam survei Swisscontact (2004), TV dan radio merupakan 48 sumber utama informasi untuk kampanye udara bersih, diikuti Kesadaran dengan media luar ruangan (spanduk, poster, dan baliho). Dalam demokrasi mana pun, ada tiga pihak yang memainkan Swisscontact menemukan bahwa peran surat kabar dan peran kunci dalam menjembatani komunikasi antara masyarakat majalah ternyata lebih kecil. dan pemerintah, yaitu media massa, lembaga legislatif, dan masyarakat madani. Selain jalur masing-masing, ketiga pihak Pengamatan sekilas22 liputan media Indonesia menunjukkan ini saling memperkuat, terutama sebagai mekanisme kontrol bahwa berita serta iklan layanan masyarakat mengenai peran eksekutif pemerintah. degradasi lingkungan hidup, bencana, dan eksploitasi sumber daya alam telah meningkat dalam beberapa tahun ini, baik Di Indonesia pasca-reformasi, ketiga pihak ini mengalami dalam media elektronik maupun cetak. Stasiun TV menyiarkan transisi multidimensi­ baik dalam peran dan tanggung jawab, film dokumenter produk sendiri tentang pembalakan liar, siapa yang dilayani lembaga ini, dan pada siapa bertanggung kebakaran hutan, banjir, sampah, dan lainnya. Baru-baru ini jawab, hubungan dengan lembaga lain baik secara vertikal telah diluncurkan "Green Radio" di Jakarta (dahulu Radio Utan maupun horizontal. Istilah "konsolidasi demokrasi" digunakan Kayu) yang seluruh programnya diarahkan pada pembangunan beberapa peneliti (Diamond, 2003 sebagaimana dikutip Susan, kesadaran lingkungan. Sementara itu media cetak memuat tanpa tanggal), yang menyiratkan proses yang akan menuju laporan penyelidikan berbagai masalah, biasanya yang terkait ke kesetimbangan dalam hal cara bangsa ini dan rakyatnya dengan insiden tertentu (seperti banjir, kebakaran hutan, tanah bertindak dan bereaksi terhadap tuntutan waktu atau situasi. longsor, dan lainnya). Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim Dalam periode ini, pilar demokrasi -- kebebasan ekspresi politik, di Bali, Desember 2007, juga memberikan momentum penting kebebasan berbicara, dan kebebasan pers ­ dikembangkan, bagi media untuk meliput masalah lingkungan hidup secara diperkuat, dan dipertegas. Pelaku demokrasi ini, pemerintah, luas. 22 Penelitian ini juga gagal mendapatkan data statistik tentang liputan berita mengenai masalah lingkungan/sumber daya alam. BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Walaupun liputan media tentang lingkungan telah meningkat anggota partai politik dan parlemen saat ini masih dalam proses di Indonesia, proporsi dan penekanannya masih kecil, memantapkan kredibilitas (di tengah banyaknya kasus korupsi dibandingkan dengan masalah lain. Dalam arena sosial politik, dan skandal pribadi), dapat diharapkan masyarakat lebih bisa berita didominasi oleh stabilisasi ekonomi, gerakan antikorupsi, memilih siapa yang akan mewakili aspirasinya. pelaksanaan demokrasi (diwakili oleh pilkada, partai politik, anggota dewan, dan lainnya). Namun, fitur dominan liputan LSM juga dituntut untuk memperbaiki akuntabilitasnya, baik media elektronik dan cetak adalah hiburan, infotainment, dan dalam hal pengelolaan aktivitas, maupun juga pengaturan iklan produk. Posisi lingkungan yang rendah di patung totem dananya. Donor dan sponsor internasional meminta laporan media membentuk sikap pro-lingkungan yang dangkal di atas kontribusi keuangan yang lebih baik, sementara pihak kalangan masyarakat Indonesia, kalaupun ada. lain memandang perlunya LSM menjaga jarak terhadap donor internasional. "Sektor kedermawanan juga harus berkembang Peran media dalam menyampaikan keprihatinan masyarakat di Indonesia, sehingga organisasi masyarakat madani di kepada Pemerintah lebih terbatas lagi. Dari survei yang Indonesia lebih tidak bergantung pada dana luar negeri, dibahas dalam penelitian ini, responden di Kalimantan Timur dan dalam proses itu semakin berhubungan dengan pihak dan Sulawesi Utara menyatakan mereka menggunakan media terkait (stakeholder) di Indonesia, dan lebih tanggap terhadap sebagai jalan terakhir untuk menyampaikan aspirasi lingkungan perkembangan lokal" (Antlov dkk., 2005). mereka, dan lebih suka datang langsung atau mengirim surat kepada lembaga pemerintah yang bersangkutan (survei KAP, 5.4.3 Badan Legislatif 2001). Namun, dapat menyesatkan jika menggambarkan peran media hanya dengan keinginan masyarakat akan komunikasi Dengan berakhirnya rezim Soeharto, dewan perwakilan rakyat Laporan Analisa Lingkungan Indonesia (atau menyampaikan keluhan). Peran media harus dilihat (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota), memiliki mandat yang dalam gambaran yang lebih lengkap, yang mencakup liputan lebih jelas dan lebih kuat, dan, bersama itu, harapan yang lebih media terhadap suara LSM tentang lingkungan. besar dari masyarakat. Kini bukan masanya lagi DPR hanya menyetujui usulan pembangunan pemerintah ­ kini DPR 5.4.2 Kelompok Masyarakat Madani diharapkan memiliki pendapat yang berdasar mengenai topik yang didiskusikan. Telah lewat pula masanya DPR menjadi Dalam bidang lingkungan, LSM/CVO (organisasi sukarelawan paduan suara ­ kini DPR di semua tingkat dihadapkan pada sipil) telah memainkan peran penting sejak pengelolaan pendapat yang berbeda-beda dari berbagai fraksi di dalamnya, lingkungan dimasukkan dalam rencana pembangunan pada masing-masing seharusnya membawa aspirasi konstituennya. medio 1980-an. LSM/CVO diklasifikasikan sebagai jenis yang Partai politik terkait juga dalam hal ini, yang berkembang dari berbeda, tetapi untuk bidang lingkungan, misi atau aktivitas cuma 3 (tiga) pada era Soeharto menjadi 34 (tiga puluh empat) utamanya meliputi: a) advokasi, b) penelitian ilmiah dan/atau yang lolos proses verifikasi untuk ikut serta dalam Pemilu kebijakan, c) pemberdayaan/pengembangan masyarakat, 2009. d) kesadaran masyarakat/ pendidikan, dan e) pelestarian. Sehubungan dengan persepsi masyarakat terhadap lingkungan, Partai politik masih belum mengembangkan prasarana atau LSM/ CVO setidaknya memainkan dua peran penting, yaitu: a) budaya untuk bertindak sebagai ujung tombak aspirasi Sumber informasi lingkungan bagi masyarakat; dan b) Agen masyarakat. Tidak ada mekanisme atau peraturan yang 49 yang menyampaikan aspirasi lingkungan masyarakat kepada menetapkan, menjabarkan, atau melembagakan cara pemerintah. Peran ini akan kita bahas di bawah ini. berinteraksi antara partai politik dan konstituennya. Sifat hubungan dengan konstituen bersifat perorangan, bukan Dalam beberapa tahun terakhir, peran LSM dalam sebagai sistem (http://forum-politisi.org). Wawancara dengan periode pascareformasi mendapat sorotan. "Politisi mulai anggota DPRD dari Provinsi Jawa Barat menegaskan hal mempertanyakan legitimasi LSM dan benarkah mereka benar- ini. Anggota DPRD yang berpengalaman ini menyatakan benar mewakili kepentingan konstituennya" (Antlov dkk., bahwa komunikasi dengan masyarakat sangat tergantung 2005). Lebih jauh, "peran pengawas masyarakat tidak lagi pada komitmen dan kesediaan perseorangan anggota dimonopoli oleh LSM, tetapi juga dilakukan bersama pelaku untuk meluangkan waktu menghadiri sesi Musrenbang atau lain..." Tantangan saat ini adalah "perumusan ulang posisi pertemuan dengan masyarakat lainnya. Banyak anggota DPRD LSM dalam kaitannya dengan negara dan berbagai sektor yang hanya menghadiri upacara pembukaan pertemuan lain dalam masyarakat", dalam situasi di mana "kekuasaan seperti itu, lalu pergi sebelum diskusi yang substantif dimulai tak lagi tersentralisasi, namun didistribusikan di antara pusat (Bawono, surat-menyurat pribadi, 2008). Lagi pula, anggota kekuasaan baru, seperti parlemen, partai politik, dan lembaga parlemen tidak mendapat dukungan dari partainya dalam peradilan" (Antlov dkk., 2005). hal berkomunikasi dengan konstituennya. Partai cenderung menggunakan konstituen untuk keuntungan jangka pendek Dalam situasi baru ini, LSM lingkungan akan dituntut untuk setiap lima tahun, untuk mendapatkan suara saat pemilu menetapkan dengan lebih jelas kelebihan komparatifnya (LGSP, 2008 dan http://forum-politisi.org). Istilah `hubungan sebagai "penyambung lidah" masyarakat atau komponen konstituen' dipahami sebagai membangun hubungan dengan tertentu dalam masyarakat. Anggota partai politik dan kelompok kepentingan tertentu yang dapat membantu sang parlemen, terutama, menyatakan bahwa peran mereka lebih caleg terpilih (LGSP, 2008). sah dalam mewakili pandangan dan aspirasi masyarakat. Karena BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Dengan dibiarkannya anggota dewan untuk berusaha sendiri parlemen. Hingga saat ini, Departemen tersebut menyatakan dalam berhubungan dengan masyarakat, demi mendapatkan ada 20 kaukus anggota DPRD mengenai lingkungan, yang informasi tentang kebutuhan atau keinginan masyarakat, meliputi 85 kabupaten/kota dan provinsi (www.menlh.go.id). tidak mengherankan bila badan legislatif minim bahan Namun, begitu dibentuk, nasib kaukus seperti itu kembali untuk digunakan sebagai pendukung argumennya dalam tergantung pada komitmen orang per orang yang terlibat debat dengan eksekutif atau pihak lain. Hal ini diperparah dan dukungan yang dapat mereka peroleh dari DPRD atau oleh kelangkaan "dukungan intelektual", maksudnya suplai pemerintah. "informasi pakar dan latar belakang ­ menyaring dan menjelaskan secara sistematis kumpulan materi yang banyak" 5.4.4 Lembaga Keagamaan (Sherlock, 2003). Pada propinsi dan kabupaten, anggota dewan harus melakukan riset sendiri atau mempekerjakan asisten atas Lembaga keagamaan umumnya tidak dikenal perannya biaya sendiri (Bawono, surat-menyurat pribadi, 2008). Seorang dalam mewakili aspirasi masyarakat atau membentuk opini anggota DPRD DKI Jakarta juga menyatakan bahwa anggota masyarakat mengenai lingkungan. Lembaga ini dibahas di dewan mengandalkan pengetahuan mereka tentang kondisi sini sebagai suatu kelompok yang berpengaruh besar dalam Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan kehidupan di kota itu, di samping masukan dari orang di masyarakat Indonesia dan mulai menaruh minat pada masalah sekitar mereka (Mukhayar, surat-menyurat pribadi, 2008), yang lingkungan. Peran lembaga keagamaan tidak disertakan dalam menunjukkan ketiadaan struktur dalam cara anggota dewan survei yang dikaji dalam studi ini, dan karenanya diskusi di mempersiapkan tugas mereka mewakili aspirasi masyarakat. bawah ini mengandalkan kajian pustaka dan wawancara Hanya pada tingkat nasional, anggota dewan punya dukungan dengan narasumber. intelektual. Komisi VII (Bidang Lingkungan Hidup, Energi, Riset dan Teknologi) didukung oleh tim beranggotakan 6 orang pakar Beberapa tahun ini, beberapa lembaga keagamaan yang bertugas mengumpulkan data dan melakukan analisis. mencanangkan misi lingkungannya atau terlibat dalam Anggota tim itu harus memiliki setidaknya gelar magister dalam kegiatan lingkungan. Khususnya, dua organisasi Islam bidang yang berkaitan dan dipekerjakan secara full-time. Ketua terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, secara Komisi VII menyatakan tim pakar merupakan cara efektif untuk terpisah menandatangani nota kesepahaman dengan, KLH menyaring informasi yang banyak sekali jumlahnya, termasuk dan Departemen Kehutanan. Muhammadiyah, melalui mengkaji keluhan yang diterima komisi ini (Hartarto, surat- Lembaga Lingkungan Hidupnya bertujuan mengembangkan menyurat pribadi, 2008). gerakan lingkungan hidup yang berdasarkan nilai-nilai Islam. Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) membuat program Dalam bidang lingkungan, anggota dewan menghadapi yang dirancang agar bermanfaat bagi 45 juta anggotanya, berbagai topik ­ yang semuanya melibatkan gabungan 65 persen di antaranya tinggal di pedesaan dan langsung informasi ilmiah dan biasanya konflik kepentingan antara pihak atau tidak, terkait dengan wilayah hutan. Kerja sama NU terkait (stakeholder). Anggota dewan yang baru terpilih harus dengan Departemen Kehutanan, disebut Gerakan Nasional segera mempelajari masalah ini dan merumuskan pendapatnya. Kehutanan dan Lingkungan (GNKL), memiliki tujuan yang luas, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat memprakarsai bincang- termasuk di antaranya meningkatkan kesejahteraan anggota bincang di radio yang membahas masalah lingkungan terbaru, NU, meningkatkan keterlibatan mereka dalam pengelolaan 50 sebagai kursus singkat tentang lingkungan bagi anggota hutan berkelanjutan, dan memberi masukan bagi pembuat dewan. Pembicara tamu merupakan akademisi, LSM, serta dinas kebijakan. pemerintah setempat yang diundang untuk mendiskusikan berbagai topik. Diskusi semacam ini menjadi salah satu Banyak pesantren yang juga bekerja sama dengan Kementerian rujukan saat mengkaji draf peraturan. Namun, ketekunan Lingkungan Hidup melalui program yang bernama Eco- masing-masing anggota dewan kembali diuji. Banyak anggota Pesantren. Dengan 15,000 pesantren yang tersebar di seluruh dewan yang datang tanpa persiapan, belum membaca draf Indonesia, dan sekitar dua juta santri yang menuntut ilmu di peraturan yang akan dibahas, apalagi melakukan riset sendiri. sana, pesantren merupakan mitra strategis untuk membangun Akibatnya, bahkan di tingkat nasional, kualitas diskusi, debat, kesadaran. Program itu tidak hanya bertujuan menjadikan dan pertanyaan di sebagian besar Komisi dan Komite masih pesantren sebagai model praktik lingkungan hidup yang baik, buruk (Sherlock, 2003). tetapi juga diharapkan membentuk pemimpin agama (lulusan pesantren ini) yang peka terhadap masalah lingkungan dan Karena kekurangan "dukungan intelektual" resmi, anggota menyertakan pesan lingkungan dalam khotbahnya (www. dewan mengembangkan jaringan atau forum informal lainnya menlh.go.id). untuk bertukar pandangan dan informasi. Anggota DPRD DKI Jakarta berpartisipasi dalam jaringan yang menyertakan Pemimpin agama juga dirangkul oleh cabang Indonesia LSM, wakil media, dinas pemerintah setempat, dan kelompok Conservation International (CI) yang berbasis di A.S. CI komunitas. Di Jawa Barat, anggota DPRD tergabung dalam memprakarsai wacana Islam dan pelestarian di kalangan kiai kaukus yang lintas fraksi, lintas partai, lintas komisi, dan dan pemimpin pesantren. Telaah Alquran dan kitab hadis lintas wilayah. Kaukus seperti ini diprakarsai KLH pada 2002 ­ memperlihatkan bahwa tradisi perlindungan alam (hutan, dimaksudkan sebagai forum informal di antara anggota DPRD tanah, binatang, dan lainnya) ada dalam Islam. Hasilnya, agar lingkungan selalu teragendakan dalam semua diskusi di para mubalig menganggap pesan pelestarian lebih diterima, BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan dibandingkan dengan misalnya pesan kesetaraan gender, Keefektifan pengaruh lembaga keagamaan dan pemimpin yang cenderung menimbulkan debat sengit (Mangunjaya, agama terhadap perilaku lingkungan masyarakat belum dapat surat-menyurat pribadi, 2008). Berdasarkan kerja sama dengan diukur dan mungkin perlu beberapa tahun agar terwujud. pesantren dan diskusi dengan para kiai, CI melihat adanya Keterlibatan mereka dalam membangun kesadaran lingkungan kenaikan partisipasi dan tindakan dalam hal lingkungan. dapat dilihat sebagai perkembangan positif, mengikutsertakan Seorang kiai di Provinsi Nusa Tenggara Barat, misalnya, pemain penting lain dalam arena. Namun, perhatian mereka memprakarsai program penghijauan untuk lingkungannya. dalam hal ini mungkin, pada kenyataannya, menandakan Sebuah pesantren di Sumatera Utara mengajukan usul area rasa frustrasi pemimpin agama/alim-ulama terhadap masalah konservasi, yang kini menjadi Taman Nasional Batang Gadis lingkungan yang tetap tak terpecahkan, walaupun sudah (Mangunjaya, surat-menyurat pribadi, 2008). genting dan berdampak buruk terhadap penduduk Indonesia. Di sisi lain, inisiatif pemerintah dan LSM untuk mengikutsertakan Dalam agama besar lain di Indonesia, kelompok Buddha Tzu pemimpin agama dalam menyebarkan pesan lingkungan Chi diketahui menganjurkan pelestarian lingkungan sebagai juga dapat dilihat sebagai usaha terakhir untuk menjangkau bagian integral misinya. Organisasi Tzu Chi yang berfokus masyarakat, sebuah bentuk pengakuan ketidakmampuan membantu masyarakat miskin mengadakan aktivitas rutin mereka, setelah beberapa dasawarsa melakukan kampanye bersama masyarakat, meliputi kegiatan daur ulang, upaya internasional. penghijauan/penanaman kembali, pembuatan kompos, dll. (www.tzuchi.or.id). Organisasi ini juga punya stasiun TV sendiri, DAAI TV, disiarkan di Jakarta dan Medan sejak 2006, yang memfokuskan programnya untuk topik lingkungan hidup Laporan Analisa Lingkungan Indonesia (Jakarta Post, 6 Mei 2008). Di samping itu, sebuah kelompok lintas agama didirikan oleh pastor Katolik yang prihatin, bekerja sama dengan kelompok lain seperti Maarif Institute, Wahid Institute, Gerakan Hidup Bersih dan Sehat, Yayasan Lantan Bentala, Interfaith Dialog Society, Indonesia Institute for Pluralism, kelompok pemuda Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Gereja Kristen Indonesia Kemang Pratama, dan lain-lainnya. Gempita (Gerakan Iman Peduli Jakarta), demikian nama kelompok ini, bertujuan mengubah kebiasaan pengelolaan sampah masyarakat. "Karena nilai agama terkait dengan perilaku manusia, agama dapat mendorong perubahan sosial dengan membimbing umat manusia ke arah tindakan yang lebih beradab," ujar Andang Binawan dalam sebuah wawancara (Jakarta Post, 17 Juli 2008). 51 BAGIAN 2: Tantangan Tata Kelola Lingkungan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 52 53 53 La po ra n An a l s L i n g k u n g a n Indonesia Laporan A n al is a Li ng ku ng an I n d on es i a L a p o a Analisa Lingkungan nd n esi ndon ia Iklim yang Berubah BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 54 Bab 6: Beradaptasi dengan Iklim yang Berubah Garis Pantai, Nusa Tenggara Timur Foto: Endro Adinugroho BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah PESAN UTAMA · Beberapa daerah tertentu di Indonesia sangat rentan terhadap berbagai bahaya perubahan iklim (kekeringan, banjir, longsor, kenaikan permukaan air laut). · Meskipun suhu mungkin hanya naik sedikit, hujan yang lebih deras dan kenaikan permukaan air laut akan memiliki pengaruh negatif terhadap ketahanan pangan, sumber daya air, wilayah pesisir, mata pencarian pertanian dan pesisir, hutan, keanekaragaman hayati laut, dan kesehatan. · Manusia dan ekosistem di Jawa, Bali, sebagian Sumatera, dan sebagian besar Papua sangat rentan terhadap risiko iklim. · Perubahan iklim akan berdampak paling besar pada warga Indonesia termiskin, yang lebih mungkin: tinggal di wilayah marginal yang rentan kekeringan, banjir, dan/atau longsor; bergantung pada mata pencarian dalam Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan pertanian atau perikanan yang peka-iklim; dan asetnya lebih sedikit dalam menghadapi dampak perubahan iklim. · Keuntungan tahunan dari penghindaran kerusakan akibat perubahan iklim mungkin akan melebihi biaya tahunan sebelum 2050 dan, sebelum 2100, keuntungan bisa mencapai 1.6 persen PDB, dibandingkan dengan biaya sebesar 0.12 persen PDB. · Ada banyak pilihan adaptasi yang dapat mengurangi kerentanan Indonesia terhadap perubahan iklim, yang perlu dilakukan secara bertahap dan diprioritaskan menurut besar biaya, keuntungan, dan risiko. 6.1 Dampak Perubahan Iklim di Indonesia utara Sulawesi, serta pulau-pulau di tenggara Papua memiliki peringkat tinggi dalam peta berbagai bahaya ganda perubahan Analisis terbaru untuk wilayah Asia Tenggara (Yusuf dan iklim (multiple climate hazard) (lihat Gambar 6.1). Indonesia Francisco, 2009) menunjukkan bahwa di wilayah ini Indonesia rawan terhadap semua risiko perubahan iklim (kekeringan, sangat rentan terhadap berbagai aspek pemanasan iklim. banjir, longsor, kenaikan permukaan air laut), kecuali badai. Bagian timur dan barat Jawa yang padat penduduk, wilayah pesisir sebagian besar Sumatera, sebagian wilayah barat dan Gambar 6.1. Peta Bahaya Ganda dari Perubahan Iklim di Asia Tenggara 56 Legenda Indeks Ragam Bahaya Iklim 0.00 - 0.04 0.04 - 0.09 0.09 - 0.14 0.14 - 0.18 0.18 - 0.24 0.24 - 0.31 0.31 - 0.39 0.39 - 0.47 0.47 - 0.60 0.60 - 1.00 Batas Negara Sumber: Yusuf dan Francisco, 2009 BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 6.2. Perubahan Rata-Rata Pola Curah Hujan 1900-2000 September-November (dalam mm/100 tahun) < -100 -100 - -75 -75 - -50 -50 - 25 -25 - 0 0 - 25 25 - 50 50 - 75 75 - 100 > 100 Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Sumber: Ratag, 2007 Indonesia akan mengalami kenaikan temperatur yang tidak perubahan iklim, musim hujan akan lebih pendek (lebih sedikit terlalu tinggi. Temperatur rata-rata tahunan di Indonesia terlihat jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan risiko naik sekitar 0.3 derajat Celsius (oC) per tahun sejak 1990 dan banjir naik secara signifikan. terjadi untuk semua musim sepanjang tahun, relatif konsisten atau sedikit lebih rendah dibanding perkiraan tren pemanasan Ketahanan pangan di Indonesia akan terancam oleh karena perubahan iklim. Tahun 1990-an merupakan dasawarsa perubahan iklim. Boleh jadi masalah terbesar bagi Indonesia terpanas dan kenaikan 1oC pada 1998 (di atas rata-rata 1961 ­ dalam hal dampak perubahan iklim adalah risiko menurunnya 1990) menjadikannya tahun terpanas di negara itu dalam abad ketahanan pangan. Perubahan iklim akan mengubah curah ke-20 (Hulme, dkk., 1999). hujan, penguapan, air limpasan, dan kelembapan tanah; karena itu akan berpengaruh pada pertanian dan tentu saja ketahanan Indonesia akan mendapat curah hujan yang lebih tinggi. pangan. Kemarau akibat El Nino tahun 1997 mempengaruhi Perubahan iklim diperkirakan akan menaikkan curah hujan 426,000 hektar sawah. Penurunan produksi (diukur sebagai per tahun di Indonesia sebesar 2 hingga 3 persen (Ratag, 2001 deviasi persentase dari rata-rata bergerak lima-tahun) selama dalam Susandi, 2007). Sebagaimana terlihat dalam Gambar delapan tahun El Nino antara 1965 dan 1997 rata-rata 4 persen. 57 6.2, seluruh negara ini akan mendapat curah hujan yang Variabilitas produksi selama 1963-1998 terbesar untuk jagung lebih tinggi, sementara perubahan terbesar terjadi di Maluku. (13.5 persen) terutama karena perubahan area tanam (World Kenaikan curah hujan diperkirakan akan berlanjut dan, karena Bank, 2008). Untuk beberapa wilayah tertentu, kerugian Gambar 6.3. Dampak Peningkatan Permukaan Laut Disebabkan oleh Pemanasan Global pada Tahun 2050 Biru =banjir akibat kenaikan permukaan laut pada 1 cm/th (ITB, 2007) BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 6.4. Kepadatan Penduduk di Dalam dan di Luar Zona Pesisir Elevasi Rendah 10 m (CIESIN, 2007) JAKARTA Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Kepadatan Penduduk di dalam dan di luar batas ketinggian 10 meter dibawah zona coastel (LECZ), 2000 Jiwa per km2 <25 25-100 100-250 250-500 500-1,000 >1,000 Batas dalam LECZ Batas luar LECZ mungkin lebih tinggi: Jawa Timur/Bali, wilayah dengan musim berpengaruh buruk pada pembangkit hidrolistrik dan hujan yang singkat, diperkirakan mencapai 18 persen untuk persediaan air minum, keduanya tergantung pada suplai musim panen Januari-April (Naylor dkk., 2007). teratur dari waduk. Data dari delapan bendungan selama enam tahun El Nino memperlihatkan bahwa produksi PLTA di bawah Tanaman mata pencarian non pangan penting lainnya seperti normal. Kekurangan air di waduk juga akan berpengaruh pada kopi, kakao, dan karet juga terpengaruh (FAO, 1996). Proyeksi ketersediaan air minum, terutama di kota besar. Sebaliknya, perubahan hasil panen di Asia dapat bervariasi antara -22 curah hujan yang tinggi yang menyebabkan kekeruhan akan persen hingga +28 persen pada akhir abad ini karena kenaikan merusak fasilitas pemrosesan air, mencemari persediaan air dan konsentrasi karbon dioksida yang berlipat dua di udara (Reilly, meningkatkan biaya pengolahan air (pemerintah Indonesia, 1996). Model yang menyimulasikan dampak perubahan iklim 2007). terhadap tanaman (Goddard Institute of Space Studies, UK 58 Meteorological Office) memperlihatkan penurunan hasil panen Kenaikan permukaan air laut akan menggenangi zona di Jawa Barat dan Jawa Timur. Perubahan iklim kemungkinan pesisir yang produktif. Perubahan iklim juga akan menaikkan akan mengurangi kesuburan jangka panjang tanah 2 hingga permukaan air laut karena pertambahan volume air laut dan 8 persen, mengakibatkan penurunan produksi padi sebesar melelehnya selubung es kutub. Permukaan air laut di Teluk 4 persen per tahun, kedelai sebesar 10 persen, dan jagung Jakarta akan naik setinggi 0.57 sentimeter (cm) per tahun. sebesar 50 persen (Amin, 2004 dan Parry dan Nih, 1992) Kedalaman area yang tergenang berkisar antara 0.28 dan 4.17 pada 2050 (Meliana 2005 dalam Susandi, 2007). Hal ini bersama Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia berkaitan erat dengan penurunan permukaan tanah sebesar 0.8 cm per dengan perubahan iklim. Selama tahun-tahun El Nino, area tahun, sebagaimana diamati di Teluk Jakarta, dapat berdampak total lahan dan hutan yang mengalami kebakaran meningkat besar pada prasarana dan produktivitas kota, sebagaimana secara signifikan, demikian pula dengan emisi karbon ditampilkan dalam Gambar 6.3 (Priambodo, 2005). Selain itu, di (pemerintah Indonesia, 2007). Kebakaran ini menghancurkan kabupaten pedesaan seperti Karawang dan Subang, penurunan habitat, mencemari daerah aliran sungai, menyusutkan jumlah pasokan padi lokal sebesar 95 persen (turun 300,000 ton) keanekaragaman hayati, dan meningkatkan pencemaran udara, diperkirakan akan terjadi karena tergenanginya daerah pesisir. serta membahayakan kesehatan. Kebakaran gambut terkait El Di beberapa kabupaten, produksi jagung akan turun 10,000 Nino pada 1997/98 di Indonesia diklasifikasikan sebagai salah ton, sekitar setengahnya karena tergenang air laut. satu dari sepuluh bencana alam terbesar di dunia antara 1907 dan 2007. Potensi kerusakan dan kerugian ekonomi yang Dalam skala nasional, analisis baru-baru ini oleh Columbia ditimbulkan, baik langsung maupun tidak mencapai US$ 17 University memperlihatkan risiko kenaikan permukaan air laut miliar (OFDA/CRED, 2007). yang meluas di Indonesia (lihat Gambar 6.4). Wilayah dengan kepadatan penduduk lebih dari 1,000 orang per kilometer Variabilitas curah hujan akan berpengaruh buruk pada persegi seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya, sumber air. Kenaikan dan penurunan curah hujan akan adalah wilayah yang paling terkena dampak kenaikan BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 6.5. Peta Kerentanan Asia Tenggara Vietnam Laos Filipina Thailand Kamboja Legenda Wilayah Rentan (Bagian Negara) agak rentan (0.18 - 0.42) rentan (0.43 - 0.65) sangat rentan (0.66 - 1.00) Sumber: Yusuf dan Francisco, 2009 Malaysia Indonesia Laporan Analisa Lingkungan Indonesia permukaan air laut (CIESIN, 2007). Secara total, ada 41,610,000 karang seluas 50,000 km2 di Indonesia, sekitar 18 persen orang Indonesia yang tinggal dalam jarak sepuluh meter dari total terumbu karang dunia, sudah berada dalam keadaan permukaan laut rata-rata. Mereka inilah yang paling rentan sulit. Peristiwa El Nino tahun 1997 ­ 1998 saja diperkirakan terhadap perubahan permukaan air laut (IIED, 2007). menyebabkan pemutihan pada 16 persen terumbu karang dunia. Dalam Survei tahun 2000, hanya 6 persen terumbu Kenaikan permukaan air laut akan mengurangi mata karang Indonesia yang berada dalam kondisi sangat baik, pencarian pertanian dan pesisir. Kenaikan permukaan air 24 persen dalam kondisi baik, dan 70 persen sisanya dalam laut juga akan berpengaruh pada produksi ikan dan udang. Di kondisi sedang hingga rusak (John Hopkins University dan 59 kabupaten Karawang dan Subang, kerugian itu diperkirakan Terangi, 2003). Survei di Taman Nasional Bali Barat menemukan lebih dari 7,000 ton dan 4,000 ton masing-masing (bernilai lebih bahwa sebagian besar terumbu karang berada dalam kondisi dari US$ 0.5 juta). Di hilir Daerah Aliran Sungai Citarum, kenaikan rusak. Lebih dari setengah penurunan kualitas diakibatkan permukaan air laut dapat menyebabkan tergenanginya sekitar pemutihan terumbu karang. Ini menempatkan Taman Nasional 26,000 hektar kolam dan 10,000 hektar lahan pertanian. Hal Bali Barat sebagai tempat yang mengalami bencana (Wilkinson, ini dapat menyebabkan hilangnya 15,000 ton hasil ikan dan 2000 dalam Setiasih, 2006). Di Pulau Pari, dalam Taman Nasional berbagai jenis udang, dan sekitar 940,000 ton produksi beras. Pulau Seribu, 50 ­ 60 persen terumbu karangnya ditemukan mengalami pemutihan pada 1997 (Irdez 1998 dalam Setiasih, Efeknya secara keseluruhan akan mengurangi potensi 2006); sepuluh tahun kemudian, ini meningkat menjadi 90-95 pendapatan rata-rata. Pengurangan hasil yang diperkirakan ini persen (pemerintah Indonesia, 2007b). akan membebani petani padi US$ 10 hingga US$ 17 per tahun, petani kedelai US$ 22 hingga US $72, dan petani jagung US$ 25 Perubahan iklim akan menyebabkan berjangkitnya penyakit to US $130 per tahun. Di Kabupaten Subang saja, diperkirakan yang dibawa air dan vektor. Pada akhir 1990-an, El Nino dan penurunan hasil panen ini akan menyebabkan sekitar 43,000 La Nina diasosiasikan dengan mewabahnya malaria, demam buruh tani kehilangan pekerjaan. Di samping itu, lebih dari berdarah, dan sampar. Malaria menyebar hingga ke dataran 81,000 petani harus mencari sumber penghasilan lain karena tinggi dan terdeteksi untuk pertama kalinya di tempat setinggi sawah atau kolam ikan dan tambak udangnya tergenang 2,103 m di tanah tinggi Irian Jaya pada 1997 (Epstein, dkk., karena kenaikan permukaan air laut (Parry & Nih, 1992). 1998). Pada 2004, galur demam berdarah yang lebih mematikan mungkin muncul kembali. Demam berdarah menyebar lebih Pemanasan air laut akan mempengaruhi keanekaragaman cepat dan membunuh lebih banyak daripada tahun-tahun hayati bahari. Perubahan iklim akan menyebabkan kenaikan sebelumnya, terutama pada tahun-tahun La Nina (pemerintah suhu air laut Indonesia sebesar 0.2 hingga 2.5oC. Terumbu Indonesia, 2007). BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Kaitan antara perubahan iklim dan penyakit ini serta masalah 6.2.2 Biaya dan Manfaat Ekonomi kesehatan belum banyak diteliti. Fourth Assessment Report (2007) dari IPCC menyatakan bahwa data yang ada terlalu Dampak ekonomi perubahan iklim di Indonesia akan tinggi. sedikit untuk dapat memastikan anggapan adanya peningkatan Tanpa mempertimbangkan dampak non-pasar dan risiko pada kejadian cuaca ekstrim, yang dapat saja ditimbulkan oleh bencana, kerugian PDB rata-rata diperkirakan mencapai 2.5 pelaporan yang lebih banyak. Namun, sebagai peringatan persen pada 2100. Ini lebih dari empat kali kerugian PDB rata- atas hal yang mungkin terjadi, kenaikan jumlah kasus demam rata global yang sebesar 0.6 persen karena Indonesia punya berdarah selama musim hujan di Indonesia, terutama di Jawa, garis pantai yang panjang, kepadatan populasi tinggi di pesisir, mungkin saja sebagian disebabkan oleh iklim yang lebih ketergantungan tinggi pada pertanian dan sumber daya alam, hangat. Para peneliti telah memastikan bahwa suhu yang kemampuan beradaptasi yang relatif rendah, serta iklim tropis lebih hangat menyebabkan mutasi virus demam berdarah, (ADB, 2009). Tanpa adanya tindakan adaptasi atau mitigasi menyebabkan kasusnya lebih sulit ditangani, sehingga lebih lanjut, kerugian PDB rata-rata dari dampak pasar dan menyebabkan bertambahnya jumlah korban. non-pasar dapat mencapai 6.0 persen pada 2100. Jika peluang terjadinya bencana turut diperhitungkan, kerugian itu dapat Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Dampaknya tak akan sama di seluruh negeri, tetapi akan mencapai 7.0 persen PDB. mengakibatkan kerusakan ekonomi dan kehilangan mata pencarian yang signifikan. Contohnya, dampak ekonomi Manfaat adaptasi melebih biayanya. Untuk Indonesia dan tiga kebakaran hutan diperkirakan akan mencapai US$ 9 miliar per negara Asia Tenggara lainnya, biaya adaptasi untuk pertanian tahun dari kekeringan dan kebakaran (Applegate, Mei 2006) dan zona pesisir (terutama pembangunan tembok laut dan dan US$ 4 miliar dari biaya terkait dengan asap (International pengembangan tanaman tahan kemarau dan panas) rata- Development Research Center, 2003). rata sekitar $5 miliar per tahun pada 2020. Manfaat tahunan berupa terhindarnya kerusakan akibat perubahan iklim untuk Belum ada bukti bahwa kejadian El Nino dan La Nina yang Indonesia kemungkinan melebihi biaya tahunan pada 2050. semakin sering dan parah disebabkan atau menyebabkan Pada 2100, manfaat itu dapat mencapai 1.6 persen PDB, perubahan iklim. Tetapi peristiwa ini dapat dijadikan contoh dibandingkan dengan biaya sebesar 0.12 persen PDB (ADB, untuk melihat kerusakan yang dapat terjadi karena perubahan 2009). Harus ditegaskan bahwa adaptasi lebih jauh tidak dapat iklim. Peristiwa langka itu menjadi biasa saat dunia menjadi memitigasi perkiraan kerusakan akibat perubahan iklim secara lebih hangat secara permanen. tuntas dan harus dilengkapi dengan mitigasi emisi gas rumah kaca global untuk menghindari dampak perubahan iklim yang 6.2 Biaya Sosial-Ekonomi dan Manfaat lebih besar di masa mendatang. Adaptasi 6.2.1 Kerentanan Karena 65 persen penduduknya tinggal di pesisir, Indonesia 60 rentan terhadap kenaikan permukaan air laut dan kejadian hidrometeorologi lainnya. Keterpaparan ini lebih besar lagi jika diingat bahwa hampir setengah penduduknya bergantung pada mata pencarian berbasis pertanian dan hutan (pemerintah Indonesia, 2007b). Analisis terbaru (Yusuf dan Francisco, 2009) mengevaluasi keterpaparan masyarakat terhadap perubahan iklim di Asia Tenggara di samping ancaman iklim terhadap area yang dilindungi. Apabila kerentanan manusia dan ekologi dipertimbangkan, pusat populasi penting di Indonesia akan terancam, terutama di Jawa, Bali, sebagian Sumatera, dan area yang luas di Papua (lihat Gambar 6.4). Bab 7: Peruntukan Lahan dan Perubahan Iklim Pembersihan Lahan untuk Penanaman Kelapa Sawit, Sumatra Foto: Heri Wibowo BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah PESAN UTAMA · Tingginya tingkat deforestasi, pembalakan liar, kebakaran hutan, dan degradasi lahan gambut, merupakan sumber emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di dunia. · 10 provinsi mengalami kehilangan 78 persen hutan lahan kering dan 96 persen hutan rawa, serta emisi terkaitnya. Lebih dari setengah dari total hutan yang hilang beserta emisi terkaitnya, terdapat di Riau, Kalimantan Selatan dan Sumatra Selatan. · Meskipun belum ada kepastian mengenai besarnya emisi, terdapat konsensus bahwa sektor kehutanan dan peruntukan lahan merupakan prioritas utama untuk mitigasi. · Isu kebijakan dan kelembagaan, faktor penggerak, dampak, dan biaya pembangunan serta degradasi lahan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan telah diidentifikasi sejak bertahun-tahun yang lalu di Indonesia. · Terdapat pilihan "tanpa penyesalan" (no regrets) yang harus diusahakan terlepas dari manfaat bagi iklim, yaitu peningkatan penegakan hukum, manajemen dan tata kelola pemerintahan hutan; penyesuaian insentif bagi perusahaan pemanenan dan pemrosesan kayu untuk meningkatkan keberlanjutan; restrukturisasi dan revitalisasi industri sektor hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, keputusan peruntukan hutan/ lahan yang lebih adil dan transparan, serta pemantauan independen atas kepatuhan hukum. · Pembiayaan yang terkait dengan iklim dan hutan, seperti dana REDD, dapatmemberikan insentif yang penting bagi pelaksanaan pilihan "tanpa penyesalan"("no regrets)". 7.1 Deforestasi dan Degradasi Lahan lingkungan, seperti yang tercermin dalam fokus pembangunan nasional yang "pro-penduduk miskin, pro-pekerjaan dan pro- 7.1.1 Ikhtisar23 pertumbuhan"(pro-poor, pro-jobs, pro-growth). Dalam dekade-dekade terakhir ini, Indonesia diketahui Hutan yang Hilang Berkurang. Data dan analisa terkini memiliki tingkat yang tinggi dalam hal deforestasi, pembalakan (dikutip dari MOFr, 2008) menunjukkan perbaikan tingkat liar, kebakaran hutan, dan konversi lahan gambut. Semua ini deforestasi. Diagram 7.1 membandingkan rata-rata area berkontribusi pada tingginya emisi gas rumah kaca. Seberapa yang mengalami deforestasi selama periode yang berbeda, besar emisi, masih belum dapat dipastikan karena masih berdasarkan informasi dari satelit yang diperoleh oleh organisasi diperdebatkan sehubungan dengan banyaknya faktor yang yang berbeda. Periode yang terkini, sejak 2000, menunjukkan 62 harus diukur atau diestimasi untuk dapat menghasilkan indikasi yang jelas bahwa deforestasi menurun. perkiraan yang akurat (mis. waktu terjadinya/parahnya kebakaran, kedalaman/penurunan lahan gambut, deforestasi Tingkat yang sekarang ini mungkin hanya sepertiga dari tingkat vs degradasi, stok karbon dalam jenis hutan yang berbeda). perkiraan rata-rata pada tahun 1990-an. Data ini merupakan hasil dari analisa pemetaan (lihat diagram di bawah), yang Perkiraan emisi gas rumah kaca telah memperbaharui perhatian akan sektor kehutanan Indonesia di dalam konteks perdebatan Gambar 7.1. Indonesia: Deforestasi dan Penurunan perubahan iklim global. Namun, manajemen dan tata kelola Degradasi pemerintahan hutan berkelanjutan sudah lama menjadi topik keprihatinan di Indonesia, dan juga tingginya tingkat konversi 3.0 hutan dan lahan gambut menjadi perkebunan dan peruntukan 2.5 Juta Ha per Tahun lain. Isu ini telah menjadi bahan studi dan perdebatan selama bertahun-tahun (lihat World Bank, et al., 2006 untuk ikthtisar 2.0 isu sektor hutan). Perubahan iklim dan perhatian pada 1.5 emisi karbon memberikan rasionalisasi tambahan untuk meningkatkan perhatian kebijakan perhatian dan pengelolaan 1.0 atas serangkaian isu ini, khususnya karena hal ini berpotensi meraup pembayaran milyaran dolar bagi pelestarian hutan 0.5 yang ada. Emisi gas rumah kaca hanyalah merupakan gejala/ 0 indikator lain dari isu yang mendasar yaitu manajemen hutan 1982 - 1990 82 1990 - 1997 90 1997 - 2000 97 2000 - 2006 000 bagi peningkatan keadilan, pertumbuhan ekonomi dan 23 Karena data emisi masih dipelajari, bagian ini dipusatkan pada perubahan peruntukan lahan dan deforestasi, bagi ikthtisar mengenai luas dan lokasinya. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 7.2 Berkurangnya Tutupan Hutan di Indonesia 2000-2005 Kawasan Perubahan Tutupan Hutan Areal perubahan tutupan hutan Klasifikasi Lahan Hutan alam Kawasan Lain Tak ada data (kabut) dan perairan pedalaman Analisis Modis - SDSU/SUNY-ESF Analisis Landsat - SDSU/MoF Pra-proses Modis - NASA/UMd/SDSU Ketentuan data Landsat - USGS/GPW/UMd Penutupan Lahan Indonesia - MoF Dilaporkan oleh Hermawan Indrabudi, Pusat Inventarisasi dan Pemetaan Hutan, Departemen Kehutanan. Lokakarya Nasional Kehutanan dan Perubahan Iklim di Indonesia, Jakarta, 27-28 Agustus, 2007. GTZ & Pemerintah RI Laporan Analisa Lingkungan Indonesia telah dikembangkan dengan menggunakan pencitraan yang berdasarkan data relatif ada, sehingga bukan merupakan lebih lengkap dan terinci, serta analisa dari sistem satelit baru panduan yang sesuai untuk angka emisi secara keseluruhan. (Hansen, et al., 2007). Hasil ini mengacu pada definisi hutan Banyak perkiraan emisi yang menunjukkan bahwa pengeringan dan interpretasi tutupan lahan, dan terdapat indikasi yang lahan gambut dan kebakaran gambut telah menjadi sumber jelas bahwa terjadi penurunan deforestasi dalam tahun-tahun emisi yang lebih penting daripada deforestasi. Kebakaran tidak belakangan ini. Selama periode krisis moneter dan desentralisasi terjadi setiap tahun dan besarnya tidak sama, sehingga estimasi (1997-2000) di Indonesia, kebanyakan analis percaya bahwa dari sumber ini dapat bervariasi tergantung dari metodologi deforestasi meningkat (World Bank, et al., 2006). Data ini dan tahun yang diperhitungkan. Emisi ini juga menimbulkan mengkonfirmasikan penilaian itu, tetapi juga menunjukkan biaya dalam hal polusi dan risiko kesehatan terhadap bahwa dalam tahun-tahun belakangan ini, tingkat deforestasi penduduk lokal dan negara-negara tetangga (BAPPENAS-ADB, mungkin hanya sepertiga atau kurang dari tingkat rata-rata 1999). Pengurangan penggunaan api dalam konversi lahan pada akhir tahun1990-an. Namun tidak ada analisa resmi yang gambut akan memberikan banyak manfaat24 , dan mungkin telah dilakukan dan dipublikasikan untuk menjelaskan alasan dapat dicapai dengan biaya negatif (yaitu, secara keseluruhan, berkurangnya deforestasi. Dengan demikian, masih tidak jelas masyarakat akan mendapatkan keuntungan dari perubahan apakah penurunan ini disebabkan oleh kebijakan penegakan ini, bahkan setelah biaya pelaksanaan diperhitungkan). Namun, hukum lingkungan yang efektif, atau meningkatnya biaya saat ini kebakaran dan pengeringan lahan gambut di lahan 63 dan kesulitan untuk mengakses areal hutan yang belum tanpa pohon, tidak dipertimbangkan dalam skema insentif dieksploitasi, atau gabungan dari beberapa faktor. REDD yang tengah dirundingkan melalui UNFCCC. Saat ini, Departemen Kehutanan sedang menyiapkan Perbandingan Perkiraan Emisi. Perkiraan emisi dari hilangnya pelaksanaan rencana penurunan emisi sektor kehutanan di hutan dan perubahan peruntukan lahan lebih beragam dan Indonesia. Dalam pelaksanaan rencana itu, informasi terakhir lebih tidak pasti dibandingkan dengan emisi dari bahan bakar mengenai hilangnya tutupan hutan akan diterjemahkan ke fosil. Akibat keberagaman asumsi yang digunakan dalam dalam perhitungan estimasi emisi GRK dan tingkat perubahan. analisa, secara relatif, kisaran yang spesifik untuk analisa akhir Perhitungan emisi yang didasari pada perubahan peruntukan akan lebih sulit untuk dijelaskan. Informasi tutupan hutan lahan dan adanya penurunan deforestasi (mungkin sepertiga telah dikembangkan dari analisa satelit yang dilakukan oleh dari tingkat yang diperkirakan sebelumnya), menyebabkan Departemen Kehutanan bekerja sama dengan South Dakota akan adanya penurunan estimasi emisi berbasis hutan di State University (MOFr 2008; Hansen, et al., 2007). Analisa Indonesia. terkini menunjukkan bahwa kehilangan hutan selama 2000- 2005 sebesar sepertiga dari estimasi sebelumnya (0.7 juta ha/th Rawa Gambut dan Kebakaran. Sub-bab ini memfokuskan vs. 1.3-1.9 juta ha/th menurut sumber FAO 2007 dll). Estimasi penggunaan data areal yang mengalami deforestasi bervariasi, tergantung definisi hutan dan metode yang dipakai 24 Penggunaan api untuk membuka lahan bagi perkebunan tidaklah legal di Indonesia dan ini dapat dikurangi dan diatasi melalui sejumlah praktik yang dipahami dengan baik (Bappenas-ADB, 1999). Ada yang mengatakan bahwa praktik alternatif lebih mahal, akan mengurangi keuntungan, dan merugikan orang yang hanya menguasai sedikit lahan. Namun bukti menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan pembakaran ini terdapat di perkebunan besar, bukan perusahaan kecil (WWF/Eyes on Forest 2008). Lebih lanjut, terdapat manfaat sosial dan global dalam hal kesehatan dan emisi gas rumah kaca dari perubahan praktik ini. Prioritas harus diberikan pada kebijakan, insentif, regulasi, atau pendekatan penegakan hukum yang dapat mempengaruhi peralihan menuju praktik yang tak terlalu merusak dan menghasilkan pengurangan emisi. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 7.3. Hilangnya Hutan Berdasarkan Jenis areal yang terbakar, serta tingkat dan frekuensi kebakaran. Saat Peruntukan Lahan, 2000-2005 ini, Indonesia sedang menyusun Dokumen Komunikasi Nasional yang Kedua, dan juga penyerahan dokumen `kesiapan' bagi 1.8 Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan (Forest Carbon Partnership 1.6 Facility). Proses ini akan mengarah pada konsensus jumlah 1.4 emisi sektor hutan, dan juga dasar bagi penilaian pengurangan 1.2 di masa yang akan datang. 1.0 0.8 Deforestasi akibat Peruntukan Lahan. Data yang ada 0.6 mengenai deforestasi cukup tersedia lengkap, terutama untuk 0.4 beberapa isu, seperti lokasi dan jenis lahan yang paling banyak 0.2 mengalami deforestasi. Hal ini dapat menunjukan target yang 0 paling tepat bagi upaya pengurangan deforestasi, emisi, dan Produksi Konversi onservasi rlindungan dak lindungan n Konservasi Perlindungan Tidak dalam Kawasan tercapainya pembayaran kompensasi internasional. Meskipun Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Hutan total emisi deforestasi masih dipelajari, angka deforestasi lebih Peruntukan Lahan/Klasifikasi Hutan dapat diterima secara luas (karena relatif dapat dibaca secara Pe Perubahan Rawa 2000-05 (Ha) langsung dari pencitraan satelit) dan kecenderungan dasar Perubahan Lahan Kering 2000-05 (Ha) e Pe serta nilai relatifnya juga cukup jelas. (mis. resolusi pencitraan). Namun, secara umum perkiraan Seperti yang tampak pada Gambar 7.3, sebagian besar deforestasi yang lebih rendah akan berpengaruh pada estimasi hutan yang hilang dalam tahun-tahun belakangan ini, terjadi yang lebih rendah dari emisi keseluruhan, dibandingkan dalam lahan hutan produksi dan hutan konversi. Kawasan ini dengan estimasi sebelumnya, yang terdapat dalam publikasi dialokasikan bagi eksploitasi ekonomi melalui pemanenan internasional. Pertimbangan dan asumsi lain juga memberikan selektif atau melalui likuidasi dan konversi menjadi lahan kontribusi bagi perkiraan emisi keseluruhan, seperti estimasi pertanian atau perkebunan. Sebaliknya, hutan lindung dan stok karbon (dari jenis tanah dan hutan yang berbeda). Asumsi hutan konservasi relatif mengalami kerusakan yang lebih mengenai kedalaman tanah gambut dan tingkat pembakaran ringan, dan dilindungi dengan lebih baik. juga merupakan hal penting dalam perkiraan emisi. Periode sebelum 2000 tidak hanya mencakup lebih banyak deforestasi, Diagram tersebut juga menunjukkan baik "hutan lahan kering" tetapi juga lebih banyak kebakaran hutan dan titik api. Analisa (yang merupakan sebagian besar kawasan hutan di Indonesia) terkini menunjukkan bahwa jumlah titik api dan kisaran maupun "hutan rawa-rawa" (hutan di lahan basah, seringkali kebakaran hutan menurun dari periode 1997-98. Pendekatan lahan gambut), menghadapi tekanan deforestasi yang berat. yang dapat mengikutsertakan temuan ini ke dalam estimasi Hal ini merupakan faktor penting karena hutan rawa gambut nasional secara keseluruhan dan menjadikannya dasar bagi menyumbang emisi GRK beberapa kali lebih tinggi daripada proyeksi mendatang, masih menjadi keprihatinan para analis kawasan hutan lahan kering. Sehingga, meskipun luas kawasan dan masih dibahas oleh para analis karbon hutan Indonesia di yang terpengaruh lebih kecil, namun secara keseluruhan, emisi 64 dalam dan di luar pemerintahan. dari kawasan itu dapat lebih tinggi25 . Perlu diperhatikan pula bahwa hilangnya hutan di kawasan lahan rawa/gambut 7.1.2 Pemilahan Temuan Deforestasi dalam analisa ini, sebagian besar berada di areal produksi dan konversi. Analisa yang lebih terpilah (disaggregated) mengenai lokasi dan kecenderungan deforestasi, dapat membantu Indonesia dalam Gambar 7.4. Hilangnya Hutan di Lahan Hutan Negara mengungkapkan `bagaimana' dan `di mana' upaya penurunan (Persen) 45.0% emisi dilakukan. Pendekatan yang mengacu pada deforestasi, merupakan pendekatan yang logis, karena deforestasi jelas 40.0% terkait dengan emisi. Namun, adanya perbedaan kandungan 35.0% karbon di hutan dan tanah, serta metode deforestasi yang 30.0% berbeda, menyebabkan deforestasi tidak dapat dijadikan acuan 25.0% emisi yang tepat. Misalnya deforestasi dengan pembakaran, 20.0% mengakibatkan emisi yang lebih langsung dan cepat. 15.0% Deforestasi dan pengeringan lebih lanjut atas lahan gambut (terutama rawa-rawa) menghasilkan lebih banyak emisi per 10.0% unit areal karena tingginya kemampuan menyimpan karbon 5.0% dalam tanah gambut. Analisa emisi merupakan subyek yang Tipe Lahan T 0.0% sangat mudah dipertanyakan, mengingat masih banyaknya Produksi Produksi o Konversi Konversi Konservasi rlindungan Perlindungan Perlindunga perdebatan mengenai tingkat emisi dari lahan gambut dan Rawa Raw Dataran Rendah Da 25 MOFr/IFCA (2008) mengindikasikan bahwa emisi dari deforestasi pada tanah gambut dapat 10 x lebih tinggi daripada emisi dari deforestasi atas tanah mineral, meskipun emisi sangat beragam, tergantung jenis hutan, tanah dan kebakaran. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 7.6. Hutan yang Hilang Selama 2000- Hutan Produksi yang dialokasikan untuk produksi permanen 2005, Berdasarkan Provinsi melalui pemanenan yang terseleksi, seperti kayu, dapat tumbuh kembali dan dipanen lagi setelah suatu masa 10 Besar Propinsi yang Bertanggungjawab atas 83% yang panjang. Namun, perlu diperhatikan bahwa tingkat Kehilangan Hutan 3.5 juta Ha deforestasi tertinggi terjadi dalam lahan hutan produksi. Hal (Kehilangan Total = 3.5 juta Ha, Analisis Asumsi IFCA) 3.5 ini merupakan deforestasi yang tidak dapat dibenarkan, yang Kehilangan, Juta Ha 2000-2005 terjadi karena praktik manajemen hutan yang buruk, perilaku 3.0 ilegal, dan penegakan hukum yang kurang memadai dan 2.5 tidak efektif. Pengurangan emisi pada lahan ini dapat berarti: menanggulangi faktor penggerak deforestasi yang telah 2.0 dianalisa secara mendalam oleh sumber-sumber lain (World Bank, et al., 2006). 1.5 1.0 Hutan Konversi dialokasikan bagi likuidasi atas peruntukan non-hutan. Artinya adalah, ini merupakan kehilangan yang 0.5 terencana dalam kerangka manajemen hutan Indonesia. 0 Kehilangan yang terencana ini menyumbang 20 persen dari au ng l ut m ur bi ar l ng se lse m lb lti im m Ri lte pu m keseluruhan deforestasi atas lahan yang diklaim negara. Lahan Ka Ka Ka Ja Su aT Su Ka m La pu yang dikonversi digunakan bagi tanaman pertanian dan Pa perkebunan, dan banyak yang dikonversi menjadi perkebunan Kumulatif Area yang Hilang dari Rawa Ku Laporan Analisa Lingkungan Indonesia kayu (bubur kayu) dan kelapa sawit, yang merupakan Kumulatif Area yang Hilang dari Lahan Kering u Ku sebagian dari peruntukan lahan yang tumbuh paling pesat di Indonesia. Analisa lain menunjukkan juga bahwa perkebunan k lahan hutan lain ­meskipun deforestasi merupakan hal yang untuk bubur kayu dan perkebunan kelapa sawit penting bagi berlebihan jika terjadi di kawasan yang diperuntukkan bagi ekonomi daerah. Sebagian dari hutan yang dikonversi ini pelestarian warisan dan keanekaragaman hayati Indonesia. Jika adalah lahan rawa di lahan gambut. Kategori lahan ini hanya hanya melihat kawasan hutan yang diklaim oleh negara, dalam berjumlah 5-8 juta ha, namun kemungkinan besar merupakan Gambar 7.4 terlilhat bahwa hanya 8 persen deforestasi di lahan sumber utama emisi per hektar. Akibat konsentrasi karbon negara (batang ke-empat dari kiri dalam diagram) terjadi di yang tinggi di lahan gambut, areal yang lebih sempit dapat kawasan perlindungan dan kawasan lindung, sementara dua menyebabkan emisi lebih besar daripada deforestasi di lahan pertiga terjadi di tanah yang dikelola sesuai dengan sistem mineral, atau `lahan kering'. Apabila pemerintah berkeinginan konsensi yang memungkinkan pemanenan. Sebanyak 25 untuk mengurangi deforestasi di areal ini, maka pemerintah persen yang lain terjadi di tanah yang diperuntukkan bagi harus mempertimbangkan kembali kebijakan pemberian likuidasi, konversi ke peruntukan non-hutan. Kawasan ini kewenangan bagi pembukaan hutan untuk tujuan ekonomi. dialokasikan bagi perlindungan layanan daerah aliran sungai dan konservasi keanekaragaman hayati serta lansekap. Hutan Konservasi dan Hutan Lindung belum mengalami deforestasi yang luas dan cepat seperti yang terjadi pada jenis Proses dan laporan IFCA mengenai kesiapan REDD 65 memberikan analisa luas mengenai berbagai isu dan pilihan Gambar 7.5. Hutan yang Hilang Berdasarkan Jenis dan bagi pengendalian emisi dari deforestasi dan peruntukan Provinsi (10 Besar), 2000-05 lahan (MOFr/IFCA, 2007). Namun, ada beberapa pokok pikiran 1.2 yang layak dirangkumkan. Emisi yang substansial berasal dari deforestasi di kawasan hutan. Emisi ini dapat dikurangi dengan 1.0 memfokuskan pada praktik manajemen hutan dan faktor 0.8 penggerak deforestasi. Namun, diagram-diagram dalam bagian Juta Hektar ini juga menunjukkan bahwa banyak deforestasi (dan emisi), 0.6 yang berasal dari konversi terencana atas lahan yang dijadikan perkebunan dan pengoperasiannya perkebunan selanjutnya, 0.4 terjadi baik di tanah mineral maupun tanah gambut. Untuk menangani sumber emisi ini, kemungkinan intervensi 0.2 kebijakan yang berbeda menjadi sangat penting. Misalnya, perlu dipertimbangkan peran pemberi ijin peruntukan lahan 0 dan peran pemerintah daerah dalam mengalokasikan dan au ng l ut im ur bi ar l ng se lse m lb m m menciptakan insentif bagi konversi lahan - selain peningkatan Ri lit lte pu m Ka Ka Ja Ti Su Ka Su Ka m ua La manajemen hutan atau metode penegakan hukum yang p Pa Kehilangan Rawa, 2000-05 (Ha) Ke umum. Kehilangan Lahan Kering, 2000-05 (Ha) e Ke Di Luar Hutan Negara juga terjadi deforestasi yang cukup sumber: Analisis Modis oleh DepKeu dan SDSU K d besar. Diagram 7.6 (batang terkanan) mengindikasikan bahwa BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah sejuta hektar hutan hilang (beserta emisi terkait) selama rawa, selama periode 2000-2005. Seperti yang disebutkan di periode studi 2000-2005. Perlu diperhatikan bahwa kategori atas, emisi GRK dihasilkan dari hutan yang hilang dan lahan lahan juga dapat berubah. Setelah pembukaan dan peruntukan rawa yang terimbas (dengan emisi lebih tinggi per unit lahan lainnya (perkebunan dan pertanian) disetujui, hutan konversi gambut dan untuk pembakaran). Dengan demikian ke-10 dicoret dari kawasan hutan negara dan dijadikan kawasan provinsi ini juga merupakan penghasil emisi GRK terbesar non-hutan. Selama masa awal desentralisasi, sejumlah besar dari hutan yang hilang dan perubahan peruntukan lahan. areal dihilangkan dari kawasan hutan negara, meskipun masih Data menunjukan, lebih dari setengah jumlah hutan hilang banyak yang memiliki tutupan hutan yang baik. Lahan hutan terdapat di Riau, Kalimantan Tengah, dan Sumatra Selatan, di luar hutan negara, mungkin berada di dalam blok-blok termasuk terutama di kawasan hutan rawa yang mengalami yang luas, atau dalam areal yang lebih kecil dan dikendalikan degradasi. Karena hutan menjadi semakin berkurang di daerah oleh penguasa lahan yang kecil (areal campuran wana tani), barat, fokus pemanenan hutan akan diarahkan ke Papua, operator swasta atau pemerintah daerah. Penginderaan jarak sehingga akan menjadi pusat deforestasi di masa mendatang. jauh di balik analisa ini mengindikasikan adanya lebih sedikit Hal ini menegaskan pentingnya peran yang harus diambil oleh areal rawa di dalam kategori penggunaan lahan ini; namun pemerintah provinsi dan daerah tertentu untuk berkontribusi Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan hutan rawa ini mungkin berada dalam ancaman pembukaan dalam upaya pengurangan deforestasi. Inisiatif REDD yang dan konversi yang lebih besar. Perluasan perkebunan tanaman efektif dari sisi biaya dan target yang tepat, harus memusatkan adalah penggerak utama deforestasi atas kawasan hutan non perhatian pada sumber terbesar deforestasi (dan emisi). pemerintah, dengan pemberian ijin oleh pemerintah daerah (Casson, 2000; World Bank, 2006). Pemerintah Indonesia Distribusi geografis hutan yang hilang terkonsentrasi di melakukan kontrol yang lebih ringan atas kawasan ini, termasuk beberapa lokasi, sehingga upaya untuk mengurangi emisi lahan swasta. Tindakan untuk mengurangi deforestasi di dapat ditargetkan ke lokasi tersebut, di mana penggerak dan kawasan ini harus didasarkan pada kewenangan hukum dan kecenderungannya telah diketahui dengan baik. Penargetan insentif yang tepat atas lahan yang dikuasai lokal dan swasta kegiatan dan intervensi dapat mengarah pada pengerahan sumber daya dan pendekatan yang lebih efektif dari sisi biaya Seperti yang disebutkan di atas, pembayaran melalui pasar bagi pengurangan deforestasi. Namun, perlu disadari bahwa karbon hutan (REDD) akan menyediakan sumber penerimaan penegakan hukum kehutanan dan tata kelola pemerintahan yang dapat memungkinkan pemerintah menangani penggerak masih merupakan tantangan. Propinsi-propinsi ini, dalam utama deforestasi. Dengan menggabungan nilai-nilai karbon beberapa waktu belakangan ini, merupakan produsen sebagian dan lahan, pembayaran REDD akan cukup untuk menggusur besar pemanenan kayu, pemrosesan kayu dan pembalakan liar, beberapa jenis kegiatan ekonomi lainnya, dimulai dengan berdasarkan estimasi terdahulu dan studi lainnya (World Bank, yang bernilai lebih rendah. et al., 2006). Deforestasi berdasarkan Provinsi. Pengamatan atas Sedikit perubahan di beberapa tempat, berpotensi untuk deforestasi pada tingkat pulau dan provinsi mengungkapkan menciptakan manfaat finansial bagi Indonesia dan manfaat bahwa deforestasi terfokus di beberapa tempat, yaitu penurunan emisi bagi dunia secara keseluruhan. Sebaliknya, Sumatra dan Kalimantan. Sepuluh provinsi berkontribusi atas dapat terjadi hal yang berlawanan: jika tetap tidak diambil 66 hilangnya 78 persen hutan lahan kering dan 96 persen hutan tindakan di provinsi-provinsi ini, maka akan timbul risiko KOTAK 7.1. Isu Manajemen Sektor Kehutanan Telah banyak yang ditulis mengenai sektor kehutanan di Indonesia. Hutan adalah aset nasional yang memberikan manfaat ekonomi dalam hal pekerjaan, produksi, dan perdagangan, juga penghidupan bagi jutaan penduduk Indonesia yang termiskin. Hilangnya hutan merugikan penghidupan pedesaan dan fungsi ekosistem, seperti regulasi air dan kesuburan tanah yang memberikan manfaat hingga jauh di luar batas hutan. Tata kelola pemerintahan yang lemah merusak iklim investasi, potensi ekonomi pedesaan dan daya saing Indonesia. Kejahatan hutan merampok negara dan mengalihkan pendapatan publik yang seharusnya dapat digunakan dengan lebih baik untuk tujuan pembangunan. Manajemen sumber daya hutan mempengaruhi keadilan, pembangunan dan desentralisasi dan merupakan isu penting bagi tata kelola pemerintahan. Manajemen hutan dan mekanisme insentif (kebijakan fiskal hutan) mempengaruhi hasil, termasuk pendapatan, tutupan hutan, ekspor, dan tenaga kerja. Sektor kehutan menggunakan mekanisme fiskal yang tidak efisien, dengan struktur insentif yang buruk dan pemulihan pendapatan yang rendah. Pembalakan liar, pemanenan yang dilaporkan lebih rendah dari yang seharusnya dan kurangnya pembayaran pajak/ atau kewajiban non-pajak telah diidentifikasi sebagai isu mendasar yang penting atas manajemen dan tata kelola pemerintahan hutan. Sebagai akibat kebijakan, praktik dan kinerja di masa lalu dalam sektor ini, maka hasil industri, ketenaga-kerjaan dan daya saing menurun. Eksploitasi yang berlebihan, ketidak-efisienan dan tata kelola pemerintahan yang lemah turut memberikan kontribusi dalam buruknya kinerja perusahaan perkebunan, serta hilangnya pajak, dan hutan. Dalam tahun-tahun belakangan ini, pemerintah Indonesia telah mengalokasikan sejumlah besar dana untuk reforestasi dan rehabilitasi lahan yang terlah mengalami deforestasi dan degradasi akibat praktik-praktik eksploitasi hutan yang buruk.Dengan kata lain, dana publik tengah digunakan untuk memperbaiki tindakan buruk swasta yang merugikan aset negara. Kebijakan fiskal hutan sangat relevan dengan pembahasan REDD. Jika insentif fiskal dirancang dengan baik, maka dapat meningkatkan manajemen hutan, mengurangi deforestasi. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Tabel 7.1. Emisi dari Peruntukan Hutan dan Lahan (MtCO2e) Total Defores-tasi Kebakaran Hutan & Lahan Gambut Sumber dan Periode 469 n.i. 469 van der Werf, et al, PNAS, 2008 (rata-rata tahu- nan untuk 2000-2006) 502 502 n.i. IFCA/MOF 2008 (rata-rata tahunan untuk 2000-2005) 768 768 n.i. Departemen Kehutanan (rata-rata tahunan untuk 2000-2005) 1596 1596 n.i. Houghton (berdasarkan tingkat deforestasi FAO tahunan untuk Indonesia) 2000 n.i. 1400 Hooijer et al. 2006 (tahunan) 2398 538 1860 PEACE 2007 (tahunan) 2563 1138 1425 CAIT-WRI 2005 (tahunan) hilangnya peluang untuk mendapatkan manfaat dalam skala 7.2 Peruntukan Lahan dan Emisi Karbon besar. Dalam hal pembayaran REDD, tempat di mana deforestasi tertinggi akan dapat memperoleh manfaat yang terbanyak dari Emisi dari sektor kehutanan dan lahan Indonesia masih usaha untuk mengurangi hilangnya hutan. Provinsi-provinsi ini dihitung melalui proses konsultasi resmi. Kantor Menteri Laporan Analisa Lingkungan Indonesia memiliki potensi terbesar untuk menyumbang emisi GRK sektor Negara Lingkungan Hidup tengah menyusun Dokumen kehutanan, dan jika berhasil dapat berpotensi memberikan Komunikasi Nasional Kedua Indonesia bagi UNFCCC mengenai pembayaran hingga milyaran dolar per tahun. emisi GRK, sementara Departemen Kehutanan mengembangkan rencana dan dasar estimasi bagi inisiatif nasional mengenai Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD). Gambar 7.7. Sektor Kehutanan dan Peruntukan Lahan: Perubahan Kebijaksanaan Di Hulu Menghalangi Kemajuan dan Membebankan Biaya Kepada Masyarakat Dasar Kebijakan Tanda-Tanda/Gejala Biaya kepada Dan Persoalan Masyarakat · Peruntukan lahan yang Kelembagaan tidak selayaknya dan · Gangguan Kualitas dan alokasi keputusan Degradasi Batasan Air Kuantitas AIr · Hukum yang lemah · Penurunan produktivitas, · Status Hukum yang &pertanggung jawaban hasil pertanian dan nutrisi Lemah dari Hutan dan Negara(& konstituen) · Kebakaran, Kabut, Lahan gambut 67 Kekeringan Hutan Dampak kesehatan · Pelaksanaan Hukum · Kelemahan Kebijakan dan Lahan · Musim kemarau, yang Lemah dan Tidak dalam Skala Besar di Kekurangan Air Konsisten Kegiatan Komersial Tutupan · Kualitas Tanah, · Kegiatan industri yang Hutan & produktivitas,nutrisi dan · Harga kayu dan besar melampaui batas Kehilangan Erosi & Degradasi Kemiskinan transport menyebabkan · Pemerintah daerah yang Lahan · Pendangkalan, Banjir dan Perubahan pendapatan lemah dan inkonsisten Gambut Dampak ke Masyarakat dalam manajemen lahan · Peningkatan Masalah · Kerangka Hukum · Pendapatan pengguna Sosial yang Lemah untuk Kelangkaan SumberDaya Lahan tradisional · Kehilangan Pensusuk Asli Melindungi Pengguna Pedalaman Laham Asli yang Miskin · Pelanggaran dalam Pembukaan Lahan baru · Kemisikanan dan Kehilangan Lahan · Korupsi dan Gambaran · Konsentrasi terhadap · Mudah terserang penyakit Elite Politik Kesejahteraan untuk Emisi Gas Rumah Kaca menjamin Kelangsungan · Kehilangan Kesempatan politik untuk Pembayaran Pasar karbon Diubah dan diperluas dari WRI Laporan Hutan Negara 2002 WB Pilihan Strategis untuk Bantuan Hutan Di Indonesia, 2006 BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Menteri Kehutanan juga tengah mengembangkan Sistem hutan, lahan gambut dan kebakaran akan terus disempurnakan Informasi Sumber Daya Hutan (FRIS) dan Sistem Penghitungan melalui proses yang tengah berlangsung (Rencana Kesiapan Karbon Nasional (CAS). Suatu rencana kerja REDD global, yang Menteri Kehutanan dan penyusunan Dokumen Komunikasi tengah dirundingkan dalam UNFCCC, memiliki potensi untuk Nasional Kedua oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup). menyediakan pembayaran melalui pasar bagi pengurangan Tetapi jelas, bahwa semua perkiraan emisi dari peruntukan emisi GRK dari lahan hutan. hutan dan lahan lebih besar--secara potensial jauh lebih besar--daripada total emisi dari pembakaran bahan bakar fosil Namun, muncul sebuah konsensus yang patut (336 MtCO2e, seperti yang dilaporkan dalam Bab 8). diperhitungkan, mengenai pentingnya emisi dari sektor kehutanan dan peruntukan lahan dalam profil emisi 7.3 Isu Manajemen Hutan Indonesia secara keseluruhan (Rencana Aksi Nasional mengenai Perubahan Iklim, 2007; Tanggapan Perencanaan Isu peruntukan hutan dan lahan di Indonesia telah dianalisis Pembangunan Nasional terhadap Perubahan Iklim, 2008, selama bertahun-tahun. Diagram di bawah ini merangkum MOFr/IFCA, 2007)26 . Perubahan peruntukan lahan dan beberapa isu utama dan penggerak yang memberikan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan hilangnya hutan adalah isu mitigasi utama dan pemerintah kontribusi bagi deforestasi di Indonesia. Hal ini merupakan Indonesia memberikan prioritas tinggi pada isu ini, serta kisah rumit mengenai isu kebijakan dan kelembagaan yang bekerja keras bagi persiapan dan pelaksanaan inisiatif REDD mendasar, serta berbagai sebab yang lebih langsung yang nasional (REDDI). Karena kegiatan sektoral yang terinci ini memberikan dampak yang dapat terlihat pada lansekap. masih dalam pengerjaan, studi pembangunan rendah-karbon Untuk menangani emisi GRK dari peruntukan hutan dan menggabungkan hasil yang sudah tersedia, untuk digunakan lahan, Indonesia harus mengatasi isu fundamental mengenai sebagai bahan perbandingan dengan hasil sektor bahan manajemen dan tata kelola pemerintahan yang telah ada bakar fosil dan energi. Data emisi sektor kehutanan dan lahan sekian lama. Pertimbangan perubahan iklim dan gas rumah ini, merupakan data awal dan akan disempurnakan dengan kaca menambahkan cara pandang baru, namun tidak berbeda diselesaikannya dan diserahkannya Dokumen Komunikasi dengan pilihan atau solusi fundamental yang telah ditawarkan Nasional Kedua, menjelang akhir 2009. di masa lalu. Sudut pandang perubahan iklim khususnya potensi pembayaran pengurangan emisi dari deforestasi dan Emisi dari perubahan hutan dan peruntukan lahan. Kisaran degradasi, dapat membantu menciptakan kemauan politik dan estimasi emisi dari deforestasi dan perubahan peruntukan insentif finansial untuk melaksanakan perubahan. Gambar 7.7 lahan, termasuk konversi melalui kebakaran, dirangkum menunjukkan beberapa tantangan yang akan dihadapi di jalan dalam Tabel 7.1. Kisaran estimasi ini cukup jauh, dikarenakan menuju pengurangan emisi dari deforestasi. estimasi-estimasi tersebut didasarkan pada periode kegiatan yang berbeda dan metode serta fokus yang berbeda pula. Khususnya, periode Osilasi Selatan El Niño 1997-98 sangatlah parah, yang mengakibatkan kekeringan dan kebakaran yang meluas, dan diperkirakan merupakan puncak secara global dalam estimasi emisi GRK (Page, et al., 2002). Bahkan usaha 68 untuk mencermati deforestasi dan perubahan peruntukan lahan mungkin tidak mencakup semua emisi dari degradasi lahan gambut dan pengeringan. Indonesia memiliki areal lahan gambut yang luas, yang khususnya kaya akan karbon dan merupakan kontributor utama bagi profil emisi Indonesia secara menyeluruh. Seperti yang disebutkan dalam Tabel 7.1, beberapa sumber internasional yang terpercaya telah melaporkan estimasi emisi yang berbeda, ada yang memasukkan kebakaran, deforestasi (lahan kering dan/atau hutan rawa) dan/atau keduanya. Namun, harus diperhatikan bahwa data perubahan peruntukan lahan tidaklah pasti dan total perkiraan tingkat emisi tergantung pada sejumlah asumsi, seperti areal lahan dan emisi per hektar. Estimasi yang mencakup puncak emisi dari tahun-tahun saat terjadi kebakaran (1997-1998), mungkin melebihi estimasi kontribusi emisi tahunan rata-rata Indonesia, misalnya jika kehilangan hutan akibat kebakaran dan degradasi menurun dalam tahun-tahun belakangan ini. Laporan formal mengenai GRK dibuat untuk Kerangka Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Laporan terakhir dari Indonesia berasal dari tahun 1999 dengan data dari tahun 1994. Estimasi emisi GRK 26 Aliansi Iklim Hutan Indonesia (IFCA) adalah koalisi donor (WB, AUSAID, DFID, GTZ), LSM dan ilmuwan yang bekerja bersama Menteri Kehutanan mengenai kajian teknis untuk mendukung inisisatif REDD. BAB 8: ENERGI DAN PERUBAHAN IKLIM Pembangkit Listrik Tenaga Uap, Jawa Timur Foto: Endro Adinugroho BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah PESAN UTAMA · Di masa mendatang, emisi bahan bakar fosil akan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar daripada emisi dari sektor kehutan dan peruntukan lahan. · Dengan subsidi energi saat ini, akan lebih sulit untuk menggalakkan efisiensi, teknologi yang lebih bersih atau inovasi untuk manfaat lingkungan dan iklim. · Indonesia menggunakan bahan bakar dan listrik secara tidak efisien dan berlebihan. · Sebaliknya, negara ini memiliki potensi terbesar di dunia bagi pengembangan pembangkit tenaga listrik dari panas bumi, bahan bakar nabati yang berkelanjutan dan energi terbarukan lainnya (pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan air, angin, matahari dan biomasa). Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan · Meskipun emisi GRK bahan bakar fosil per kapita dan intensitas emisi rendah, tetapi emisi meningkat pesat dengan emisi batu bara yang naik paling cepat. · Sektor industri, saat ini merupakan penghasil emisi karbon terbesar, sektor transportasi merupakan pengguna terbesar bahan bakar cair, dan saat ini minyak bumi merupakan penghasil utama emisi CO2. · Bahkan dengan asumsi adanya penurunan dalam intensitas energi, emisi dari konsumsi energi akan naik tiga kali lipat pada 2030 dari emisi tahun 2005. · Mitigasi emisi memerlukan penetapan harga energi yang lebih realistis, lingkungan yang lebih mampu untuk mengembangkan sumber daya energi terbarukan, dan efisiensi yang lebih besar dalam sektor industri, listrik, manufaktur dan transportasi. Maksud ditulisnya bab ini adalah untuk mengamati isu dan · Membahas isu dan kontribusi sektor energi, karena hubungan energi, lingkungan dan perubahan iklim, dengan: terkait dengan posisi dan peluang perubahan iklim Indonesia. · Menunjukkan bagaimana kebijakan sektor energi dan struktur insentif telah berkontribusi dalam · Meninjau beberapa isu energi alternatif dan mempengaruhi lingkungan, serta pilihan perubahan terbarukan dari perspektif lingkungan dan perubahan iklim, dan pada saat yang sama mengurangi potensi iklim, dan kebijakan yang memungkinkan kondisi itu 70 dan peluang di bidang lain, seperti pengembangan terjadi, dan bukan dari perspektif kontribusi untuk sumber energi alternatif. pasokan energi, atau biaya/manfaat. Gambar 8.1. Konsumsi Bahan Bakar Indonesia Berdasarkan Jenis Bahan Bakar dan Sektor 70 70 64 60 60 14% 52 50 18% 50 18% 11% Juta kiloliter Juta kiloliter 40 40 21% 17% 19% 27% 33 30 30 13% 19% 21% 22% 24% 20 20 50% 24% 20% 43% 48% 42% 10 10 42% 36% 0 0 1990 1997 2005 1990 1997 2005 Av Avtur M MFO Be Bensin RT - Rumah Tangga Tenaga Ten RT IDO IDO M Minyak A ADO Industri Ind Transportasi Tra Sumber: Buku Pegangan Indonesia mengenai Statistik Ekonomi Energi (2005); Statistik Minyak & Gas Indonesia untuk 2005 BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah · Menggambarkan beberapa tindakan yang praktis dalam negeri. Gabungan dari prospek produksi yang tidak atau yang dapat dilaksanakan untuk memperbaiki menggembirakan dan naiknya konsumsi domestik membuat keadaan, meskipun ada isu politik ekonomi yang Indonesia menjadi importir minyak neto tahun ini 2005 (WB, sulit terkait dengan kemiskinan, akses akan energi 2007) (Lihat Gambar 8.2.) dan penentuan harga. Peraturan subsidi bahan bakar mengakibatkan 8.1 Energi dalam Konteks Ekonomi dan ketidakefisienan ekonomi yang membatasi prospek bagi Pembangunan Negara pertumbuhan yang lebih tinggi. Konsumsi yang berlebihan atas produk bahan bakar bersubdisi mengakibatkan hasil Bagian ini melihat kecenderungan dalam sektor energi, yang tidak efisien, seperti jumlah pemakaian minyak tanah berfokus pada bahan bakar fosil, pembangkit tenaga listrik, yang lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan negara peningkatan pentingnya batu bara, dan potensi sumber energi lain yang juga menerapkan subsidi besar. Harga minyak tanah terbarukan dan alternatif. yang sangat rendah dibandingkan dengan, katakanlah, solar, kemungkinan juga membuat adanya pencampuran kedua 8.1.1 Bahan bakar fosil bahan bakar itu (pengoplosan) untuk mengurangi biaya konsumen. Hal ini akan berakibat banyak pada kehidupan Pasar minyak domestik di Indonesia cukup besar, dengan ekonomi mesin otomotif dan menaikkan tingkat polusi udara proporsi yang besar pada produk bernilai tinggi. Konsumsi di jalan. Sama halnya, harga bahan bakar minyak yang rendah bahan bakar minyak hingga 2005 telah mencapai 64 juta menjadi tantangan bagi pengenalan teknologi yang bersaing kiloliter atau sekitar 1.1 juta barel per hari. Konsumsi solar sehingga menghambat pembangunan ekonomi energi yang Laporan Analisa Lingkungan Indonesia untuk otomotif (ADO), bensin dan minyak tanah hampir 90 lebih luas (WB, 2008). persen dari total keseluruhan konsumsi. Namun, bensin dan minyak tanah digunakan hanya untuk transportasi dan rumah 8.1.2 Pembangkit Listrik tangga. Penggunaan transportasi telah tumbuh pada tingkat pengeluaran relatif seperti penggunaan rumah tangga dan Pertumbuhan dalam permintaan listrik (daya) telah industri. Pangsa bahan bakar minyak dalam pembangkit meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi sebesar tenaga listrik juga telah meningkat dan permintaan domestik 6 persen tiap tahun. Ramalan mengindikasikan bahwa terus tumbuh (WB, 2008). (Lihat Gambar 8.1.) tren ini akan terus berlanjut. Perusahan Listrik Negara (PLN) telah berjuang untuk menaikkan kapasitas pembangkit, Peningkatan permintaan dipenuhi dengan peningkatan meningkatkan reliabilitas, dan mengelola permintaan impor, karena berkurangnya produksi minyak dalam yang meningkat. Telah ditambahkan beberapa kapasitas negeri, sementara kapasitas penyulingan tetap stagnan. pembangkit, tetapi masih ada risiko terhadap reliabilitas sistem Ladang minyak tua yang ada dengan produksi yang menurun pemasok listrik dalam masa interim. Banyak analis melaporkan dan kurangnya investasi dalam eksplorasi baru merupakan bahwa ketidakseimbangan pasokan dan permintaan dapat alasan utama. Indonesia juga belum memperluas kapasitas mengganggu pertumbuhan ekonomi (WB, IDPL, 2007; IIEE, penyulingannya dalam dekade terakhir ini, yang mengakibatkan 2007). (Lihat Gambar 8.3.) meningkatnya impor untuk memenuhi permintan bahan bakar 71 Gambar 8.2. Produksi Domestik dan Kapasitas Penyulingan Gambar 8.3. Proyeksi Permintaan Listrik Indonesia 1.8 1.6 400 1.4 300 Juta barrel per hari 1.2 1.0 200 0.8 0.6 100 0.4 0.2 0 996 1996 2000 0 000 2000 2004 2 2008 2012 2016 2020 0 Pertumbuhan GDP tahunan: PLN 7.3% untuk 2006-2015, Kajian 199 199 199 199 199 199 199 199 200 200 200 200 200 200 200 1 92 1 93 1 94 1 95 1 96 1 97 1 98 1 99 2 00 2 01 2 02 2 03 2 04 2 05 2 06 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Beicip 5% untuk 2002-2025, Kajian Nexant 6% untuk 2005-2025 Pr Produksi Penyulingan Rencana PLN 2006-2015 (Pertumbuhan : 8.5% /thn) Re K Ka Kapasitas Penyulingan Ka a Kaj Beicip 2002-2025 (Pertumbuhan: 6.2% /thn) Kajian Produksi Kondensasi dan Minyak Mentah Pr r Pro N Ne Nexant 2005-25 (10% /thn s/d 2010 setelah itu 6%) mber: Ped Sumber: Pedoman Statistik Economi Energi Indonesia (2005) ; Statistik Beicip F Sumber: PLN, Nexant, B i i Franlab Minyak & Gas Indonesia, 2005. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Pertumbuhan permintaan tahunan sebesar 7 persen lebih banyak tergantung pada panas bumi atau bahan bakar hingga 9 persen diramalkan dalam dekade mendatang, terbarukan. Dalam waktu dekat, hal ini akan mengakibatkan namun belum terdapat pertumbuhan yang serupa dalam naiknya emisi gas rumah kaca dan meningkatkan intensitas kapasitas sistem yang ada. Pertumbuhan tambahan dapat emisi. diprediksi jika ada kemajuan yang berarti dalam penyediaan sambungan rumah tangga ke sepertiga jumlah penduduk Laju elektrifikasi (akses) dipengaruhi oleh insentif komersial yang sekarang ini tidak memiliki akses atas listrik. Kebutuhan PLN, dengan tarif dan subsidi yang memainkan peran penting. saat puncak secara progresif telah mendekati kapasitas yang Karena biaya pasokan bervariasi di seluruh wilayah, satu cara tersedia, sehingga margin cadangan sekarang tidak cukup. yang dapat digunakan untuk memperluas akses rumah tangga Pemadaman listrik dan pemutusan listrik kini terjadi, khususnya terhadap listrik adalah dengan menerapkan strategi elektrifikasi di pulau-pulau di luar sistem Jawa-Bali yang terhubung. (WB, yang berbeda-beda tergantung wilayah, dan didukung oleh DPL4, 2007). pemerintah daerah. Dengan penetapan tarif di bawah biaya, PLN akan mengalami disentif komersial dalam pemberian Akses rendah akan listrik berkontribusi terhadap sambungan bagi pelanggan baru, terutama di pedesaan di luar Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan perbedaan ekonomi dan sosial. Lebih dari 70 juta penduduk Jawa. di Indonesia, kebanyakan orang miskin, masih tak memiliki akses akan listrik. Sekitar 80 persen dari mereka hidup di daerah Lebih sedikit lagi yang telah dilakukan bagi keberlanjutan pedesaan dan lebih dari separuhnya tinggal di luar pusat lingkungan. Meskipun telah ada rencana di atas kertas bagi ekonomi yang dominan, Jawa dan Bali. Meningkatkan akses pengalihan dalam peta sumber-sumber energi, rencana akan listrik di Indonesia merupakan pertimbangan penting ini lebih didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan bagi pertumbuhan inklusif yang akan meningkatkan kualitas ketahanan energi (pengurangan ketergantungan pada minyak) hidup penduduk miskin. (WB, IDPL, 2007) daripada keinginan untuk meningkatkan kinerja lingkungan (meningkatnya ketergantungan pada batu bara). Meskipun Investor swasta yang berpotensi dalam sektor listrik ragu- perhatian atas perubahan iklim telah meningkat tahun lalu, ragu atau meminta jaminan lebih besar dari Pemerintah, sebagian besar rencana dan keputusan sektor energi dibuat dikarenakan oleh ketidakpastian mengenai kelangsungan sebelum emisi gas rumah kaca dan potensi pembayaran finansial dan kondisi yang mendukung. Karena potensi adanya karbon menjadi isu. Karena perhatian yang diberikan pada krisis listrik, PLN sekarang harus bergerak cepat guna mengatasi Konferensi Perubahan Iklim di Bali tahun 2007, Indonesia mulai keprihatinan yang mendesak sambil mengambil langkah yang mengembangkan analisa strategi pembangungan rendah- bijaksana bagi pembangunan jangka panjang sektor ini guna karbon dan rencana ekspansi tahap kedua dengan lebih mendukung pertumbuhan ekonomi. (WB, IDPL, 2007) menggantungkan pada bahan bakar yang terbarukan. Pemerintah Indonesia tengah bekerja di tiga bidang untuk 8.1.3 Kian Pentingnya Batu Bara reformasi sektor listrik: ekspansi sistem, akses rumah tangga, dan keberlanjutan lingkungan (WB, DPL4, 2007). Indonesia memiliki cadangan batu bara yang besar dan Kebutuhan ekspansi sistem dalam menghadapi permintaan merupakan eksportir utama. Walau harga meningkat, batu 72 yang meningkat telah mengarah pada pengembangan bara tetap merupakan alternatif yang lebih murah dibandingkan "percepatan program" jangka pendek untuk membangun minyak bumi untuk pembangkit listrik. PLN memperkirakan pembangkit listrik bertenaga batu bara berkapasitas 10,000 kebutuhan sekitar $40 milyar bagi investasi pembangkit, MW. Program kedua dengan kapasitas 10,000 MW akan transmisi dan distribusi untuk mengimbangi pertumbuhan Tabel 8.1. Cadangan dan Produksi Energi Primer di Indonesia No. Pulau besar Batu bara Gas Alam Minyak Panas Bumi Air Biomasa MTOE MTOE MTOE MWe MW MW 1 Jawa 6 165 67 3086 54 13,622 2 Bali - - - 226 20 347 3 Sumatra 13,558 425 1,551 5,433 5,489 6,433 4 Kalimantan 5,885 1,180 200 - 6,047 6,231 5 Sulawesi 20 24 - 721 4,479 5,337 6 Nusa Tenggara - - - 645 292 1,174 7 Maluku - - 1 142 217 1,093 8 Papua 64 24 2 - 24,974 6,814 TOTAL 19,533 1,817 1,822 10,027* 41,436 41,651 * total potensi panas bumi yang sekarang siap untuk ekstraksi komersial. Ada perkiraan potensi tambahan dari 17 GW yang dapat dikembangkan dengan pembangunan lebih lanjut. Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 8.4. Emisi Bahan Bakar Indonesia permintaan dan pemeliharaan reabilitas sistem27 . Pemerintah telah menginstruksikan PLN melakukan diversifikasi sumber- Tingkat Relatif dari emisi per kapita dengan emisi Indonesia = 1 sumber bahan bakarn yang dipakai dengan memperluas 1.2 penggunaan batu baru untuk membangkitkan listrik. INDONESIA Perpres No 5/2006 mengenai Pengelolaan Energi Nasional 1.0 mengutarakan maksud untuk meningkatkan penggunaan 0.8 batu bara dari 24 persen menjadi 33 persen selama 20 tahun (kenaikan hampir 40 persen). 0.6 Pemerintah Indonesia telah memprakarsai program 0.4 pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dengan kapasitas 10,000 MW yang akan siap 0.2 dalam beberapa tahun mendatang (Perpres No. 71/2006). Masih dipertanyakan apakah ekspansi ini dapat dibiayai 0 PLN tanpa bantuan apa pun dari pemerintah. Sebagian Indonesia d n Indonesia Vietnam e a Vietnam India a China n China Filipina in Filipina pembangkit tenaga listrik itu sedang dibangun, meskipun CO2dari penggunaan Minyak Bumi CO NOX masih terdapat ketidakpastian dalam pasokan batu bara dan sumber pembiayaannya. Perlu diperhatikan bahwa pilihan atas peningkatan efisiensi, promosi alternatif dan beralihnya Emisi CO2 tahun 2004; emisi CO and NOx tahun 2000; Sumber: World investasi ke teknologi batu bara yang lebih bersih, dapat Resources Institute Data perubahan iklim untuk CO and NOx; Departe- men Energi Amerika Serikat, situs Energy Information Administration Laporan Analisa Lingkungan Indonesia lebih bermanfaat daripada program lingkungan yang berdiri untuk CO2; World Bank Indikator Pembangunan Dunia 2006 untuk sendiri. populasi. 8.1.4 Sumber Terbarukan dan Alternatif dunia, yang merupakan tambahan atau alternatif yang memungkinkan bagi pembangkit tenaga listrik berbeban Indonesia kaya akan sumber energi terbarukan dan dapat dasar. Pembangkit listrik panas bumi dapat dikembangkan mengambil manfaat dari peningkatan pangsa bahan bakar dalam skala yang dimungkinkan secara ekonomi, terutama jika terbarukan untuk pembangkit tenaga listrik. Indonesia harga baru bara terus meningkat. memiliki hampir 40 persen dari potensi sumber panas bumi Tabel 8.2. Subsidi Energi: Isu Ekonomi dan Lingkungan Efisiensi Ekonomi dan Pencapaian Sasaran Implikasi Lingkungan Tidak efisien dalam mencapai sasaran masyarakat miskin, sehingga Mendorong konsumsi energi berlebihan dan juga emisinya. menyediakan jejaring keamanan sosial yang tidak efisien. Sampah dan kelebihan: Sumber daya tidak digunakan untuk memaksimalkan hasil. Biaya privat tidak sesuai dengan biaya sosial polusi dan inefisiensi. 73 Distorsi sinyal harga bagi industri dan rumah tangga menuju Distorsi struktur yang lebih luas: konsumen membeli kendaraan pilihan yang tidak efisien dan tidak kompetitif secara internasional: yang kurang efisien atau tinggal lebih jauh dari tempat kerja produksi bahan bakar, pendekatan transport dan teknologi yang jika tidak menghadapi biaya peluang bahan bakar yang kurang efisien. Konsumsi bahan bakar yang tinggi berarti semakin sesungguhnya; Industri menggunakan teknologi yang tidak tinggi subsidi yang diperlukan. efisien dan kurang kompetitif. Menghambat persaingan dan investasi swasta, jika hanya BUMN Pengenalan yang lamban terhadap inovasi dan teknologi pada yang berwenang menjual energi dengan harga di bawah biaya. sektor tersebut yang dapat meningkatkan kinerja lingkungan. Mengurangi keleluasaan fiskal, sumber daya yang tersedia bagi Juga mengurangi ketersediaan sumber daya bagi jasa atau pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan melalui investasi perlindungan lingkungan. infrastruktur atau sumber daya manusia. Melemahkan stabilitas makro ekonomi karena pengeluaran meningkat ketika harga minyak dunia naik. Mengurangi kemampuan untuk berpartisipasi atau mengambil Lebih besar dari emisi gas rumah kaca yang optimal, yaitu keuntungan dari pasar global, sejalan dengan pengaturan global peningkatan intensitas emisi. Opsi karbon yang tidak efisien dan rejim perdagangan pada akhirnya membuat emisi karbon lebih dan produksi yang berpolusi akan menjadi lebih mahal ketika mahal atau produk yang karbon intensif akan kurang diminati. emisi karbon memiliki harga global. Menciptakan kesempatan korupsi dan penyelundupan barang Peraturan hukum yang lemah akan mengurangi usaha untuk dari zona atau sektor harga rendah ke tinggi, atau dengan negara mentaati peraturan lingkungan. tetangga, sehingga memperlemah peraturan hukum. 27 Investasi swasta dalam sektor listrik telah diabaikan di Indonesia dalam tahun-tahun belakangan ini. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Tabel 8.3. Potensial untuk Penghematan Energi dari Program DSM Program yang Berjalan Pengematan Penerangan yang Efisien 730 MW Penerangan Jalan 160 MW Kerjasama untuk industri dan konservasi Enegi 760 MW Energi untuk peralatan 910 MW Total Energi Efisiensi 2,560 MW Sumber: Econoler International Sumber daya biomasa dan air berlimpah di hampir semua Selama tahun 1990an, diperkirakan bahwa lebih dari tiga pulau luar dan merupakan pilihan yang menarik untuk beralih perempat emisi NOx dan SO2 di Jakarta dihasilkan dari dari penggunaan listrik berbahan bakar minyak solar yang banyak konsumsi bahan bakar, terutama transportasi. Sekitar 90 persen Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan digunakan di lokasi-lokasi ini. Namun, untuk mengeksploitasi emisi karbon monoksida berasal dari kendaraan, sementara sumber-sumber ini, diperlukan pengembangan strategi dan penggunaan bahan bakar menghasilkan dua pertiga emisi rencana aksi untuk menghadapi masalah teknis, kebijakan, dan partikulat, jauh lebih tinggi dari negara tetangga. Penurunan komersil yang selama ini menghambat kemajuan. kondisi lingkungan tersebut menyebabkan biaya ekonomi yang signifikan, seperti diindikasikan oleh sebuah studi baru- 8.2 Kekhawatiran Lingkungan baru ini yang memperkirakan bahwa masalah kesehatan akibat polusi udara dapat merugikan perekonomian Indonesia lebih Penggunaan bahan bakar dan listrik di Indonesia tidak dari 400 juta dolar setiap tahunnya (WB, Fuel Paper, 2007). Lihat efisien dan berlebihan. Permintaan konsumsi meningkat Bab 2 untuk penjelasan lebih detail tentang biaya degradasi lebih cepat dibandingkan ekspansi penawaran. Konsumsi lingkungan. berlebihan dan tidak efisien berkontribusi pada masalah lingkungan lokal, regional maupun global. Di tingkat lokal, Kuantitas air penting bagi pembangkitan listrik28 . polusi udara dan partikulat menimbulkan masalah kesehatan. Bappenas(2007) telah mengidentifikasi bahwa air merupakan Di tingkat regional, listrik dari batu bara berkontribusi pada salah satu risiko utama sejalan dengan bertumbuhnya hujan asam. Di tingkat global, penggunaan bahan bakar pembangunan dan penggunaan energi. Berkurangnya fosil berlebihan meningkatkan gas rumah kaca di atmosfer ­ ketersediaan air dibandingkan dengan kebutuhannya, "dapat menyebabkan pemanasan global. Kebijakan harga dan subsidi dilihat sebagai berkembangnya konflik terhadap sumber air, mendorong polusi berlebihan yang merusak lingkungan dan terutama pada masa kekeringan yang semakin sering, ditambah kesehatan. Inisiatif-inisiatif fiskal dan insentif pada sektor energi lagi dengan masalah meningkatnya biaya air bersih" (oleh dapat memberikan keuntungan pada lingkungan. Sebuah perusahaan air publik). Ketersediaan air bervariasi secara spasial kesimpulan dari sisi lingkungan dan ekonomi dipresentasikan di Indonesia, dan Jawa, dengan 65persen populasi, sangat pada Tabel 8.2. berpotensi untuk kekurangan air. Sementara itu, permintaan air 74 meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi dan eskalasi 8.2.1. Kekhawatiran Lingkungan Akibat industri. IIEE (2007) mencatat bahwa rencana ekspansi sektor Konsumsi Berlebihan listrik (yaitu program 10,000 MW batu bara) akan mengurangi suplai air dan sistem transportasi, terutama di Jawa. Tingkat beberapa polutan kunci di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Penggunaan bahan Konservasi dan Efisiensi. Penghematan energi menyediakan bakar minyak berlebihan merupakan salah satu alasan utama. pilihan-pilihan yang relatif cepat dan hemat biaya bagi penurunan kebutuhan ekspansi kapasitas, dan beberapa Kualitas udara menurun. Polusi udara dari emisi industri, usaha sedang berjalan. Diperkirakan bahwa program-program pembangkitan listrik, dan kendaraan bermotor menyebabkan Manajemen Sisi Permintaan (Demand Side Management dampak negatif pada kesejahteraan dan kesehatan manusia ­DSM) yang sedang dipertimbangkan atau bahkan sudah ­ termasuk penyakit pernapasan. Kualitas udara yang diimplementasikan berpotensi untuk menurunkan kebutuhan terdegradasi juga menyebabkan masyarakat "mengalokasikan ekspansi kapasitas listrik hingga 2,500 MW. Jika program- proporsi yang lebih besar dari pendapatannya untuk biaya program ini ditingkatkan skalanya dan direalisasikan secara perawatan kesehatan" (Bappenas, 2007). Walaupun jaringan penuh, hal ini sama saja dengan ekspansi kapasitas produksi, monitor kualitas udara belum mencapai semua daerah, jumlah tanpa bergantung pada batu bara dan emisi terkaitnya. masalah kesehatan terkait dengan kualitas udara yang buruk, Pengalaman internasional menyarankan bahwa program meningkat. (Lihat Gambar 8.4.) DSM paling sukses ketika dilengkapi dengan insentif pada pengaturan konsumsi yang berdasar pada harga (WB, IDPL, 2007). 28 Walaupun kualitas air di Indonesia buruk, masalah ini tidak berpengaruh kepada pembangunan sektor energi. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah 8.2.2 Kekhawatiran pada Rencana untuk memerlukan aksi-aksi dalam mengatasi hambatan Mengganti Keragaman Sumber Bahan teknis, kebijakan, dan komersil yang saat ini masih Bakar menghalangi kemajuan. 8.2.3 Potential Potensi Keuntungan dari Indonesia memiliki sumber energi yang berlimpah yang Sumber Energi Alternatif bisa digunakan untuk menghasilkan listrik, namun ragam sumber bahan bakar masih didominasi oleh bahan bakar Panas bumi29 .Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar fosil. Pemerintah berharap untuk memperbaiki keragaman di dunia, diperkirakan sekitar 27 GW. Sejauh ini, 60 sumber sumber bahan bakar untuk meningkatkan efisiensi. Subsidi telah diidentifikasikan dan lebih dari separuhnya siap untuk pemerintah pada produk minyak telah menghambat investasi dieksplorasi atau eksploitasi. Pada tahun 2003, pemerintah pada energi alternatif. Pemerintah telah mengusulkan Indonesia mengeluarkan UU Panas Bumi untuk membuka untuk beralih dari listrik berbahan bakar minyak diesel ke kesempatan bagi investasi publik dan swasta. Walaupun penggunaan yang lebih besar akan batu bara, gas alam, dan demikian, Indonesia masih menghadapi hambatan besar dalam energi terbarukan. Untuk mencapai tujuan ini dengan cara menarik investor dan sumber dana, sehingga target 1,200 ramah lingkungan yang berkelanjutan, beberapa isu berikut ini MW pada tahun 2008 akan sulit tercapai. Dengan proyeksi harus terjawab: peningkatan permintaan listrik hingga dua kali lipat dalam 10 tahun ke depan, sebagian besar suplai akan dipenuhi dengan · Mengembangkan listrik dari batu bara bersih. ekspansi penggunaan bahan bakar fosil, dan segala kekurangan Peningkatan konsumsi batu bara akan berdampak pasokan akibat pengoperasian pembangkit panas bumi, akan Laporan Analisa Lingkungan Indonesia negatif yang signifikan pada lingkungan, dikarenakan dipenuhi oleh pembangkit batu bara ­ menghasilkan emisi kandungan sulfur yang tinggi dan potensi dampak GRK dan polutan konvensional. berkurangnya hutan akibat pengalihan lahan hutan. Ekspansi penggunaan dan ekspor batu bara Hambatan utama yang menghalangi usaha pemerintah berpotensi pada meningkatnya lahan tambang Indonesia untuk meningkatkan skala pengembangan panas secara ekstensif ­ yang sudah menyebabkan bumi, diantaranya: (i) kurangnya kerangka kebijakan yang ancaman pada hutan Kalimantan dan Sumatra ­ memberikan insentif ekonomi yang cukup, mitigasi risiko yang ditambah lagi dengan dampak polusi langsung. tepat, koordinasi lintas sektor, dan kepastian peraturan untuk Listrik bertenaga batu bara untuk beban dasar dapat berinvestasi pada sektor panas bumi; (ii) kurangnya kapasitas diterima selama dampak lingkungan dari ekspansi pemerintah dalam manajemen, perencanaan dan implementasi tersebut dikaji secara menyeluruh dan mitigasi untuk dapat secara efektif menggandeng investor melaui diimplementasikan sesuai dengan peraturan dan transaksi yang efisien; dan (iii) kapasitas teknis dalam negeri hukum lingkungan. Teknologi bersih seharusnya yang tidak memadai ­ dalam hal perencanaan dan manajemen, dipromosikan secara lebih progresif kapanpun juga kajian sumber daya, manufaktur peralatan, dan konstruksi. teknologi tersebut memungkinkan dan ekonomis. Hambatan-hambatan yang mempengaruhi sumber energi Selain emisi gas rumah kaca (seperti yang disebutkan alternatif lainnya, harus diatasi sehingga Indonesia dapat sebelumnya), penggunaan batu bara yang meningkat mengeksploitasi sumber-sumber energi alternatif yang 75 menyebabkan polusi lokal seperti hujan asam. mampu memberikan keuntungan ekonomi dan lingkungan bagi negara. Pengembangan panas bumi dan sumber energi · Mengembangkan suplai gas alam yang handal. alternatif lokal lainnya dapat meningkatkan ketahanan energi PLN telah mengkonstruksikan hampir 3,500 MW Indonesia dan perlindungan dalam menghadapi fluktuasi pembangkit turbin gas bersiklus gabungan (Combined harga global bahan bakar fosil. Cycle Gas Turbine - CCGT), namun belum mampu mengamankan pasokan gas. Pembangkit ini masih Selain melakukan analisa identifikasi hambatan investasi panas menggunakan solar, yang menyebabkan tingginya bumi, Bank Dunia sedang memfasilitasi transaksi pembiayaan harga suplai listrik di Jawa & Bali. Pemecahkan karbon pada proyek panas bumi Lahendong, yang akan masalah kekurangan pasokan gas sangat diperlukan memberikan pelajaran mengenai perbaikan program untuk mendapatkan alternatif yang lebih ekonomis pemerintah untuk reformasi kebijakan panas bumi. Bank Dunia dan ramah lingkungan. juga secara signifikan terlibat dalam membantu pemerintah melakukan ekspansi investasi pada sektor infrastruktur melalui · Mempromosikan pengembangan sumber energi kerja sama publik-swasta, yang dapat menguntungkan terbarukan yang berlimpah. Indonesia kaya akan pengembangan tenaga panas bumi. sumber energi terbarukan dan energi alternatif, dan dapat diuntungkan dari peningkatan pangsa Pengembangan Bahan bakar Bio: Ancaman atau Peluang30 energi terbarukan. Peningkatan skala di sektor ini, Bahan bakar bio merupakan topik hangat di dunia ­ dan 29 Sumber: GEF PIF untuk Program Pembangkitan Tenaga Panas Bumi. Disiapkan oleh WB dalam kerja sama dengan Departemen ESDM. September. 2007. 30 Diadaptasi dari WDR, 2008, dan WB PCN on Biofuels. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Tabel 8.4. Angin, Solar dan Biomassa Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007 Energi Tebaharui Sama dengan Kapastitas terinstal Biomassa 49.8 GW 445 MW 2 Solar 4.8 kWh/m /day 12.1 MW Angin 3-6 m/sec 1.1 MW di Indonesia ­ sejalan dengan usaha negara-negara dalam dan serat rumput, dapat berpotensi memberikan kontribusi mengembangkan sumber energi terbarukan untuk mengurangi yang lebih tinggi pada ketahanan energi, namun tetap bukan emisi gas rumah kaca, meningkatkan ketahanan energi dan merupakan satu-satunya solusi pada kemandirian energi. menggantikan bahan bakar fosil. Dengan tingginya harga minyak dan ketergantungan pada impor, baik negara maju Beberapa juga berargumen bahwa substitusi bioenergi untuk maupun berkembang secara aktif mengejar produksi bahan bahan bakar fosil dapat membantu untuk mengurangi emisi bakar bio cair pada skala besar, terutama untuk transportasi. gas rumah kaca. Namun, keuntungan ini harus dievaluasi per Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Di Indonesia, keputusan Presiden (Perpres No 5/2006) tentang kasus karena hasilnya akan berbeda tergantung jenis bahan Manajemen Energi Nasional menyatakan akan meningkatkan dan proses produksi. Analisa harus mencakup keseluruhan penggunaan bahan bakar bio sebanyak empat kali lipat proses bahan bakar tersebut, mulai dari proses produksi, dari 1.3 persen menjadi 5 persen dari total konsumsi energi transportasi hingga pasar. Perlu juga melihat perubahan (peningkatan 400 persen) pada periode yang sama. penggunaan lahan, seperti penebangan hutan, pengeringan lahan gambut dan konversi hutan yang disebabkan oleh Para analis telah menyatakan kekhawatiran bahwa produksi pertanian. Keuntungan bahan bakar bio semakin pengembangan dan komersialisasi bahan bakar bio akan sering dibantah seiring dengan para ilmuwan melihat lebih berimplikasi (positif dan negatif ) pada masyarakat miskin dekat pada biaya lingkungan global yang terjadi (Rosenthal, dan lingkungan. Untuk masyarakat miskin pedesaan, 2008). Studi akhir-akhir ini (Science, 2008; Royal Society, 2008) implikasi termasuk dampak pada harga pangan dan lahan, menyarankan bahwa proses produksi yang buruk atau tidak dan kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan. tepat dapat membatalkan penghematan emisi karbon selama Implikasi lingkungan dan penggunaan lahan termasuk beberapa abad. potensi dampak signifikan pada hutan dan lahan pertanian. Khususnya di Indonesia, ada kekhawatiran bahwa dorongan Akhirnya, diargumentasikan juga bahwa bahan bakar bio untuk pengembangan minyak sawit sebagai bahan bakar bio dapat menguntungkan petani kecil karena membuka akan mengikuti pola yang sudah ada pada pengembangan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan pedesaan. minyak sawit untuk kepentingan pangan dan manufaktur: Namun, sumber bahan bakar saat ini yang dapat digunakan peningkatan dan ketidakteraturan konversi hutan alam untuk memenuhi permintaan energi memerlukan skala menjadi perkebunan kelapa sawit. Ada juga kekhawatiran ekonomi yang besar dan integrasi vertikal dikarenakan proses bahwa lahan pertanian yang saat ini digunakan untuk produksi produksi yang kompleks pada fasilitas penyulingan. Di saat pangan akan dikonversikan menjadi tanaman bahan bakar bio, yang sama, pengembangan bahan bakar bio pada skala yang 76 sehingga mempengaruhi produksi atau harga pangan, atau besar memiliki beberapa risiko, termasuk meningkatnya harga bahkan mendorong peningkatan konversi hutan menjadi lahan pangan dan masalah seputar kepemilikan dan akuisisi lahan, pertanian untuk menggantikan lahan yang hilang. Namun yang dapat mengurangi kesejahteraan masyarakat miskin, demikian, sejalan dengan tantangan-tantangan manajemen kecuali bila ditangani dengan baik. lahan ini, ada peluang-peluang untuk pendapatan bagi pemilik skala kecil yang miskin karena produksi bioenergi meningkat secara global. Gambar 8.5. 25 CO2 Emiter Terbesar di 2004 Mt CO2/th Dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial dari bahan bakar bio diperdebatkan secara luas. Dampak-dampak ini tergantung 5,000 pada jenis tanaman, proses produksi yang digunakan, dan 4,000 perubahan penggunaan lahan. Argumen mendukung dan menolak atas pengembangan bahan bakar bio harus dievaluasi 3,000 Deforestasi secara hati-hati. Sebagai contoh, sebagian mendukung ekspansi (perkiraan tahun 2000) produksi bahan bakar bio untuk mengurangi ketergantungan 2,000 pada bahan bakar impor, yangakan meningkatkan ketahanan 1,000 energi. Namun, dengan teknologi terkini, bahan bakar bio hanya dapat meningkatkan ketahanan energi secara marjinal 0 Ch a Ru a Je sia ng Je dia K a an In da r is Ko li Pe rea M ncis o Af Au ran e a do n Sa Spa ia i A ol B a la l Ta ia an i Po razi rk pada beberapa negara tertentu, karena panen bahan bakar bio Ita in a S ali bi ik sik In lata s nd ud ny gg iw rm na Tu s pa ne er In ra I rik str ra ek Am hanya dapat memenuhi sebagian kecil permintaan bahan bakar. Ada beberapa pengecualian, misalnya etanol di Brasil. Teknologi Sumber: International Energy Agency (2007) [www.iea.org] bahan bakar bio cair pada generasi kedua, menggunakan kayu BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 8.6. Emisi CO2 Bahan Bakar Fosil per Kapita dan Gambar 8.8. Rata-rata Peningkatan Tahunan 1994-2004 Tingkat Pertumbuhannya 8 20 Perubahan dalam emisi bahan bakar fosil Pe 18 6 16 P Pe Pertumbuhan GDP 14 4 Pe P Perubahan dalam intensitas emisi (Emisi/GDP) 12 10 2 8 6 0 4 2 -2 0 -4 n sia a a il o A 5 ta az in di -2 an sik US la sia a a il o A 5 ne Ch In EU Br az in di -2 sik t US Se ek la ne do Ch In EU Br M Se ek ka do In M Em Emisi/orang (t, 2004) ri ka In Af ri Af Pertumbuhan emisi tahunan 1994-2004 (%) Per Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] ber: Inter Sumber: International Energy Agency (2007) Indonesia aktif mempromosikan pengembangan bahan bakar beberapa analisa untuk menginvestigasi isu ini dan pilihan- Laporan Analisa Lingkungan Indonesia bio ­ sebelum melakukan evaluasi penuh pada keuntungan pilihan yang tepat untuk Indonesia. dan risiko. Indonesia telah memproduksi 1.5 hingga 1.8 juta kiloliter bahan bakar bio per tahun. Dalam rencana pemerintah Angin, Matahari, Biomasa. Seperti yang telah disebutkan, untuk promosi bahan bakar bio, Indonesia membutuhkan Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia dan peningkatan konsumsi bahan bakar bio sampai 5.3 juta kiloliter sedang berusaha aktif mengembangkan sumber daya ini. pada tahun 2010 dan 9.8 juga kiloliter pada tahun 2015. Secara kontras, potensi angin, matahari dan biomasa lebih Seperti di negara lain, insentif fiskal dan kuota disarankan rendah dan kurang dikembangkan. Kementerian Lingkungan sebagai cara untuk menstimulasi sektor tersebut. Komite Hidup (KLH, 2008) melaporkan bahwa peran tenaga air dalam Nasional Pengembangan Bahan Bakar Bio Indonesia telah total sumber energi, turun pangsanya dari 11.8 persen pada menyarankan pemerintah untuk mewajibkan penggunaan tahun 2004 menjadi 9.6 persen di 2006 dan diperkirakan turun bahan bakar bio 2 hingga 2.5 persen dari total konsumsi bahan terus hingga 7.8 persen pada tahun 2010. Penurunan pangsa bakar nasional. Ini sama dengan 1.2 hingga 1.5 juta kiloliter ini terjadi karena kurangnya investasi pada pembangkitan per tahun. Perwakilan industri telah mengusulkan pemerintah tenaga air berskala besar, dibandingkan dengan konstruksi memberikan insentif dalam bentuk keringanan pajak untuk pembangkit konvensional. Terdapat peningkatan konstruksi industri yang menggunakan minyak disel dengan tambahan pembangkitan tenaga air berskala kecil dan mikro pada biodiesel (umumnya dikenal dengan "biosolar"). Asosiasi tingkat komunitas, yang menguntungkan secara lokal, Produsen Biosolar Indonesia meminta pemerintah mewajibkan namun umumnya tidak menambah kapasitas jaringan secara 77 penggunaan biodisel sebesar 1 persen dari total konsumsi keseluruhan dan keragaman sumber energi nasional. bahan bakar Indonesia untuk mengembangkan industri tersebut (Krismantari, 2008). Bank Dunia sedang melakukan Laporan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH, 2008) mencatat bahwa pengembangan sumber energi alternatif merupakan Gambar 8.7. Peningkatan PDB, Penggunaan Energi dan prioritas sektor lingkungan. Namun, kinerja tetap di bawah Emisi per kapita harapan untuk meningkatkan kontribusi pada keragaman Emis per kapita Emisi E energi nasional. (lihat Tabel 8.4). Beberapa hambatan untuk meningkatkan investasi adalah biaya tinggi dibandingkan 3.0 keuntungannya (dibanding dengan harga energi konvensional), bunga rendah bagi investor swasta, dan kapasitas perusahaan 2.5 PDB per kapita P B Energi per kapita Ener energi dan jasa domestik. Kementerian mencatat bahwa 2.0 masalah emisi dan polusi udara akan meningkat jika energi terbarukan tidak dapat bertumbuh dalam keseluruhan pasokan 1.5 energi nasional. 1.0 0.5 8.3 Energi dan Masalah Perubahan Iklim 0 Bagian ini menekankan masalah perubahan iklim terkait 1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 dengan jalur pembangunan energi di Indonesia. Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 8.9. Intensitas Emisi: Peningkatan Rata-rata 1994- pembakaran bahan bakar fosil akan menjadi lebih penting 2004 8.0% daripada deforestasi dan perubahan lahan. 7.0% 19 1994-1999 Emisi per Kapita. Emisi GRK per kapita Indonesia dari bahan 6.0% 1999-2004 19 9 bakar fosil masih lebih rendah dibandingkan negara-negara 5.0% lain. Namun, seperti yang bisa dilihat di gambar sebelah kanan 4.0% (hanya energi, bukan kehutanan), pertumbuhannya relatif 3.0% cepat. Dari 1994 hingga 2004, emisi CO2 per kapita Indonesia 2.0% dari pembakaran bahan bakar fosil bertumbuh lebih cepat 1.0% ketimbang Cina dan India. (Lihat Gambar 8.6.) 0.0% isi gi P DP gi rg n DP si GD ne o /G i er i/G er Dari 1980 hingga 2004, tingkat pertumbuhan tahunan konsumsi Em isi Em ) i) ) /e rb En rg En isi Ka m s (E sita energi per orang telah meningkat sedikit dari PDB per orang. ne s m s (E ita (E ita n ns ns te Membandingkan 1980 hingga 2004, tingkat pertumbuhan te In te In In Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan PDB per orang telah naik sebesar 2.3 kali dan energi per Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] orang sebesar 2.1 kali. Pertumbuhan emisi CO2 bervariasi dengan perubahan pada struktur energi dan teknologi. Di 8.3.1 Emisi Bahan Bakar Fosil pada Konteks Indonesia, tingkat pertumbuhan emisi CO2 per kapita telah Global naik lebih cepat ketimbang penggunaan energi per kapita; hal ini mengindikasikan intensitas karbon dari energi telah Emisi Keseluruhan. Melihat pada pembakaran bahan bakar meningkat pula. Membandingkan 1980 hingga 2004, tingkat fosil, sejak tahun 2004, Indonesia termasuk 25 emiter CO2 pertumbuhan penggunaan energi per orang telah naik sebesar terbesar, atau posisi ke 16 dengan melihat Uni Eropa sebagai 2.1 kali dan CO2 perorang sebesar 3.3 kali. (Lihat Gambar 8.7.) satu negara. Banyak negara dalam kelompok ini hanya memiliki perbedaan sedikit dengan Indonesia, sehingga membuat Intensitas Emisi. Intensitas merupakan pengukuran dari posisi Indonesia sensitif terhadap perubahan kecil. Namun, jika tingkat emisi per satuan aktivitas ekonomi (terukur sebagai emisi CO2 termasuk deforestasi dan perubahan lahan, posisi PDB). Gambar 8.8 membandingkan perubahan emisi bahan Indonesia akan meningkat menjadi salah satu emiter terbesar. bakar fosil, PDB dan intensitas emisi pada beberapa negara Perlu dipertanyakan akurasi data emisi dari deforestasi dan dan kawasan. Negara berkembang seperti India dan Cina perubahan lahan, dikarenakan perbedaan metode estimasi. memiliki tingkat pertumbuhan PDB yang tinggi (pertama, Estimasi deforestasi akhir-akhir ini yang dilakukan oleh batang abu-abu) dan negara berkembang umumnya memiliki pemerintah Indonesia mengindikasikan penurunan yang pertumbuhan emisi yang lebih cepat (kedua, batang kuning) substansial pada deforestasi. (Lihat Gambar 8.5.) daripada negara-negara maju Eropa. Di hampir semua negara, PDB bertumbuh lebih cepat daripada emisi bahan bakar fosil, Di masa depan ada kecenderungan emisi deforestasi yang sehingga intensitas emisi menurun sejalan dengan waktu lebih lambat karena tingkat deforestasi melambat dikarenakan (ketiga, batang coklat). Di Indonesia, secara kontras, emisi dari 78 menurunnya lahan hutan yang tersedia. Sementara itu, pembakaran bahan bakar fosil tumbuh lebih cepat daripada penggunaan energi dan emisi bahan bakar akan terus PDB pada decade 1994-2004, sehingga intensitas emisi meningkat sejalan dengan pertumbuhan PDB kecuali tindakan meningkat. Krisis finansial tahun 1997/98 telah menurunkan mitigasi diambil. Dalam jangka panjang, emisi CO2 dari PDB namun tidak banyak mengubah konsumsi energi. Namun, Gambar 8.11. Emisi Menurut Sektor Gambar 8.10. Dekompisisi Emisi CO2 8 160 P y= y=Y/P 140 6 e= e=E/Y 120 = c= c=C/E 4 100 Mton CO2 2 80 60 0 40 sia sia a nd m a a a in in di ni a -2 ay ne ila ip Ch Du In tn al a Fil 20 do e Th Vi M In -4 0 971 1971 1975 1979 1983 1987 1991 1995 1999 2003 List Listrik Ind Industri Transportasi Tra Tem Tempat Tinggal -6 (Sumber: IEA 2007) b I t i l Energy Agency (2 Sumber: International E / i (2007) [http://www.iea.org/] BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Tabel 8.5. Indonesia: Emisi Bahan Bakar Fosil ( MtCO2 tahun 2004) Menurut Sumber Bahan Bakar Fosil Kelompok Konsumen Batu Minyak Gas Total Emisi Pangsa per Total Emisi Pertumbuhan bara Fosil Industri 31.9 35.4 50.7 118.0 35% 48% Listrik 54.9 25.2 9.9 90.0 27% 170% Transport - 78.0 - 78.0 23% 74% Residensial - 41.0 9.0 50.0 15% 71% Total 86.8 179.6 69.6 336.0 100% 80% Sumber: IEA, 2004 intensitas emisi Indonesia meningkat secara kuat dalam 1994- intensitas energi, dan intensitas karbon Indonesia dan 2004 ­ pada tingkat hampir 2 persen per tahun. (Lihat Gambar beberapa negara lainnya. Gambar 8.10. memperlihatkan 8.9.) bahwa dalam jangka panjang, peningkatan intensitas karbon di Indonesia merupakan penyebab utama peningkatan emisi Peningkatan intensitas emisi bukan hal biasa pada dunia CO2. Pertumbuhan rata-rata tahunan atas intensitas karbon internasional. Namun, banyak negara berkembang yang di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara- tumbuh dengan cepat dan juga negara industri semakin beralih negara lain. Intensitas energi tahunan jangka panjang Laporan Analisa Lingkungan Indonesia ke batu bara, yang akhirnya akan meningkatkan intensitas Indonesia dalam arah yang tepat, walaupun kurang progresif emisi. Tingkat intensitas emisi Indonesia (kgCO2/$GDPppp) dibandingkan Vietnam dan Cina. sama dengan rata-rata dunia dan masih di bawah rata-rata negara non-OECD. Untuk mengerti mengapa intensitas karbon Indonesia meningkat secara signifikan, kita perlu mengobservasi Gambar 8.12. Emisi yang Dihasilkan oleh Pembakaran tingkat emisi untuk setiap jenis pembakaran bahan bakar Berbagai Tipe Bahan Bakar Fosil 200 fosil (atau per jenis sumber energi). Peran batu bara dalam 180 sektor pembangkitan listrik merupakan faktor utama dalam 160 peningkatan intensitas emisi sepanjang masa. 140 Mton CO2 120 Gambar 8.13. Emisi yang Dihasilkan Berbagai Sektor 100 80 9% Tempat tinggal Te 20% Jumlah Emisi (s/d 100%) 60 Tr Transportasi 23% 40 25% 20 0 1999 79 1971 971 1975 1979 1983 1987 1991 1995 5 AS GAS GA 41% MIN MINYAK BAT BATUBARA 2003 In Industri 42% Agency (2007) [h Sumber: International Energy A 2007) [http://www.iea.org/] 27% Li Listrik 13% Tren Intensitas Emisi. Untuk memahami dengan baik apa yang terjadi selama tahun 1994-2004, periode tersebut akan 1984 2004 dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebelum krisis 1994-1999 Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] dan sesudah krisis 1999-2004. Gambar 8.9. menunjukkan bahwa emisi CO2 tumbuh lebih cepat pada masa 1994-1999 8.3.2 Emisi menurut Jenis Pembakaran dibandingkan 1999-2004 walaupun penggunaan energi lebih tinggi. Jadi, walaupun intensitas energi naik selama Bahan Bakar Fosil 1994-2004, tingkat kenaikannya berkurang, mengindikasikan kemajuan. Terjadi juga kemajuan intensitas karbon dimana Gambaran Umum. Gambar 8.12. memperlihatkan tingkat emisi tingkat kenaikan intensitas karbon menurun. Oleh karena itu, CO2 menurut jenis bahan bakar fosil yang digunakan. Perlu tidak mengejutkan bila tingkat kenaikan intensitas emisi lebih dicatat bahwa angka yang tertera adalah jumlah emisi, bukan rendah dibandingkan periode sebelumnya. Dengan demikian, jumlah konsumsi energi. Batu bara adalah bahan bakar fosil walaupun intensitas energi dan emisi CO2 Indonesia meningkat yang paling intensif emisinya, disusul oleh minyak, kemudian selama 1994-2004, tingkat kenaikannya berkurang. gas. Batu bara mengeluarkan sekitar dua kali lipat jumlah CO2 per satuan energi ketimbang gas, tergantung pada kualitas Dekomposisi Emisi Karbon. Gambar 8.10. menunjukkan bahan bakar yang digunakan dan teknologi pembakaran. Dari perubahan rata-rata tahunan atas populasi, PDB per kapita, gambar tersebut, dapat dilihat bahwa emisi dari setiap tipe BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 8.14. Emisi menurut Penggunaan Energi: Penggunaan Listrik Listrik Lain-Lain Persen / Jumlah (s/d 100%) Persen / Jumlah (s/d100%) 1% 16% Gas Ga 22% 28% Ga Gas 1% 10% Ba Bara Batu 53% Batu Ba Bara 99% 77% 63% 31% Minyak M M Minyak 1984 2004 1984 2004 Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan bahan bakar fosil meningkat seiring waktu. Namun, emisi dari Melihat emisi CO2 per sektor, gambar 8.11 menunjukkan pembakaran gas dan batu bara tumbuh lebih cepat ketimbang bahwa aktivitas industri tetap merupakan sumber utama emisi minyak. Sejak tahun 1995, emisi pembakaran batu bara CO2. Salah satu alasan adalah sejumlah besar perusahaan tumbuh paling cepat. memiliki pembangkit listrik sendiri. Tipe energi yang mereka gunakan dan faktor penentu penggunaan bahan bakar fosil Membandingkan pangsa emisi CO2 menurut jenis energi yang oleh industri akan diinvestigasikan lebih mendalam pada fase digunakan selama tahun 1984 hingga 2004 (tidak diperlihatkan), kedua pekerjaan. dapat diketahui bahwa kontribusi dari pembakaran minyak telah menurun dari 85 persen di tahun 1984 menjadi 53 Emisi CO2 sektor transportasi meningkat secara tetap namun persen di tahun 2004. Sementara itu, pembakaran batu bara lebih rendah dibandingkan sektor industri. Sangat menarik meningkat dari 1 persen di 1984 menjadi 26 persen di 2004, melihat bahwa emisi dari sektor listrik meningkat paling cepat sementara kontribusi gas berubah dari 14 persen ke 21 persen (paling curam kurvanya) sejak pertengahan 1990an. Emisi CO2 pada periode yang sama. dari rumah tangga tumbuh paling lamban, mungkin refleksi dari tingkat penggunaan listrik di rumah tangga. Sektor Tren sistem energi di Indonesia menunjukkan bahwa walaupun rumah tangga bukan merupakan isu utama, namun sebaiknya minyak merupakan kontributor utama emisi CO2, pangsa dipertimbangkan bagaimana hubungannya antara kenaikan minyak menurun sejalan dengan berkurangnya cadangan pada keseluruhan permintaan listrik, dengan bagaimana listrik dalam negeri dan meningkatnya harga minyak. Sementara itu, dapat dipasok (misalnya pembangkit listrik batu bara). Usaha pangsa batu bara meningkat dan menggantikan peran minyak untuk meningkatkan efisiensi dan manajemen permintaan pada sektor energi stasioner, dan pangsa gas tetap konstan pada tingkat rumah tangga akan mempengaruhi kebutuhan 80 dikarenakan tetap besarnya jumlah ekspor gas. meningkatkan kapasitas. (Lihat Gambar 8.12.) Gambar 8.15. ID: Emisi yang Dihasilkan oleh Bahan Bakar Gambar 8.13. menunjukkan pangsa emisi menurut sektor. Fosil Hal ini menunjukan isu yang sama: industri merupakan yang 140.0 terbesar, listrik adalah yang tercepat tumbuh. Ketika emisi Sektor dengan Penggunaan terbesar total bertumbuh sekitar 7.5 persen per tahun, emisi dari listrik 120.0 tumbuh sekitar 11 persen per tahun selama dua dekade 100.0 terakhir. Komponen dengan Pertumbuhan tercepat 80.0 Gambar 8.14. berfokus pada pangsa emisi dalam sektor Komponen Tunggal terbesar listrik. Ini menunjukkan bahwa penggunaan batu bara pada 60.0 pembangkitan listrik tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan sumber lain. Oleh karena itu, pada tahun 2004, proporsi 40.0 penggunaan batu bara untuk listrik jauh lebih tinggi dibandingkan untuk sektor lain. Ini adalah sebab utama 20.0 mengapa proporsi CO2 dari sektor listrik tumbuh lebih cepat dibandingkan proporsi CO2 dari sektor lainnya. Hal ini 0 Industri ndustri Listrik Transportasi Tempat Tinggal ansportasi mpat Ti Tingga juga menyorot pentingnya untuk memperhatikan rencana Bat Batu bara Min Minyak Gas pembangunan pembangkit listrik, mempertimbangkan faktor biaya, dampak ekonomi dan implikasi pada ketersediaan Sumber: IEA 2004 in MtCO2e sumber daya. BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah Gambar 8.16. Proyeksi Emisi Sektor Listrik Gambar 8.17. Proyeksi Emisi dari Bahan Bakar Fosil 300 1.400 16% 250 1.200 23% 1.000 200 Mt CO2/th Mt CO2/th 800 72% 35% 150 600 100 11% 400 60% 21% 42% 50 200 26% 29% 12% 53% 0 0 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2005 2010 2015 2020 2025 2030 Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] Sumber: International Energy Agency (2007) [http://www.iea.org/] Dekomposisi Emisi Bahan Bakar Fosil. Gambar 8.15. efisiensi, pengurangan emisi ­ dengan asumsi bahwa aksi-aksi Laporan Analisa Lingkungan Indonesia menyimpulkan emisi GRK untuk kategori produk utama (batu ini cocok dengan kebutuhan ekonomi dan pembangunan dari bara, minyak, dan gas) dan untuk kategori konsumen (industri, negara dan keuntungannya melebihi biayanya. listrik, transport, dan tempat tinggal). Gambar 8.15. merupakan penyederhanaan dari isi Tabel 8.5. (berdasarkan IEA, 2004). Pada sektor transportasi, transportasi darat merupakan pengguna terbesar dan hampir merupakan satu-satunya. Industri saat ini merupakan penghasil emisi terbesar, namun Emisi secara kasar dipisahkan antara penggunaan bensin dan analisa lebih jauh diperlukan untuk menentukan subsektor gas/solar. Pada sektor residensial, emisi hampir semuanya dari mana yang paling bertanggung jawab atau paling cepat penggunaan minyak tanah (utamanya untuk memasak), dengan tumbuhnya seiring waktu. Listrik merupakan komponen sebagian kecil emisi dari penggunaan elpiji. Jasa komersil dan yang meningkat paling cepat. Hal ini dikarenakan kenaikan publik menghasilkan emisi terutama dari penggunaan gas permintaan listrik, yang disuplai oleh pembangkit bertenaga alam. Pertanian dan perikanan memiliki sedikit emisi dari batu bara yang dikembangkan kapasitasnya, selama dekade penggunaan bahan bakar fosil (dan sangat kecil dibandingkan terakhir dan meningkatnya usaha untuk menggantikan emisi dari penggunaan lahan). pembangkit bertenaga minyak demi alasan ketahanan energi dan harga. Terdapat kenaikan penggunaan batu bara hampir 5 Skenario dan Tren Emisi Masa Depan. Jika tren dari periode kali lipat sejak 1994. 1971-2004 berlanjut, pada tahun 2030 total emisi CO2 akan mencapai empat kali lipat dibandingkan tahun 2005, seperti 81 Sektor Transportasi merupakan pengguna terbesar bahan bakar yang bisa dilihat di bawah ini. Total emisi CO2 meningkat cair, dikarenakan pertumbuhan kendaraan dan rendahnya sekitar 5 persen per tahun, sementara emisi CO2 dari batu bara harga bahan bakar transportasi. Rendahnya harga bahan bakar meningkat 7 persen per tahun. (karena subsidi) menutupi peningkatan efisiensi kendaraan yang mungkin terjadi seiring waktu. Sektor residensial bukan Ada banyak asumsi yang digunakan dalam tren ini, seperti konsumen besar batu bara atau gas. Emisi utamanya berasal misalnya proporsi penggunaan energi pada sektor listrik dan dari pembakaran minyak tanah untuk keperluan memasak komposisi penggunaan energi di antara energi terbarukan, rumah tangga. minyak, batu bara dan gas di masa depan; dimana prediksinya sama dengan prediksi oleh the International Energy Agency Hasil Awal Sub-sektoral. Menggunakan sumber data IEA (IEA), kecuali untuk intensitas energi. IEA memprediksikan untuk tahun 2004 dan sumber-sumber Indonesia, analisa bahwa akan ada penurunan intensitas energi sekitar 2.5 persen mengindikasikan bahwa selusin sub-sektor menghasilkan per tahun, dimana angka ini sangat tinggi dibandingkan sekitar separuh dari total emisi. Angka dan temuan awal dengan dunia internasional dan jauh lebih tinggi dari tingkat menyarankan bahwa non-metalik mineral (semen), tekstil, historis di Indonesia yang intensitas energinya telah meningkat pembuatan dan penggulungan baja, bubur kayu, makanan dan selama dekade terakhir. Untuk proyeksi disini, intensitas energi minuman dan pupuk merupakan segmen penghasil emisi tinggi menurun sekitar 1 persen per tahun, dimana secara kasar dari sektor manufaktur/industri. Diperlukan investigasi lebih sejalan dengan rata-rata tingkat penurunan global di masa jauh tentang intervensi yang efektif dari segi biaya, yang dapat lampau. diterapkan pada industri-industri tersebut. Hal ini merupakan target yang tepat untuk kebijakan dan aksi bagi peningkatan Walaupun dengan asumsi penurunan intensitas energi, dapat BAGIAN 3: Tantangan Sektor dalam Iklim yang Berubah diperkirakan bahwa emisi akibat konsumsi energi akan menjadi tiga kali lipat pada tahun 2030. Sangat penting untuk dicatat bahwa emisi CO2 dari pembakaran bahan fosil akan menjadi dua kali lipat setiap 15 tahun. Emisi CO2 dari penggunaan energi meningkat sejalan bertumbuhnya PDB Indonesia dan proporsi rumah tangga kelas pendapatan menengah dan tinggi akan meningkat. Pada sektor listrik, di tahun 2030, total emisi akan menjadi sekitar 3 kali lipat dibandingkan tahun 2005. Penyebab utama dari peningkatan emisi dari listrik adalah emisi dari pembakaran batu bara. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 82 83 83 Laporan A n al is a Li ng ku ng an I n d on es i a L a p o a Analisa Lingkungan nd n esi ndon ia La po ra n An a l s L i n g k u n g a n Indonesia BAGIAN 4: Langkah ke Depan BAGIAN 4: Langkah ke Depan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 84 Bab 9: Menuju Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Perairan Bunaken, Sulawesi Utara Foto: Winarko Hadi BAGIAN 4: Langkah ke Depan PESAN UTAMA · Pilihan untuk tata kelola lingkungan yang lebih baik, termasuk penguatan manajemen yang terdesentralisasi, implementasi kebijakan pendukung, dan memperluas suara dan akses para pihak yang berkepentingan. · Beradaptasi terhadap perubahan iklim dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan reaktif dan proaktif yang harus diprioritaskan dan dilakukan dalam tahapan. · Mitigasi emisi dari peruntukan lahan dapat dicapai melalui serangkaian pilihan "tanpa penyesalan (no regret)" yang bisa didukung oleh peluang-peluang baru dalam pendanaan karbon untuk sektor kehutanan. · Mitigasi dari emisi dari kegiatan energi dapat dicapai melalui perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi, seperti strategi pertumbuhan karbon rendah dan juga pilihan untuk sektor tertentu. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan · Bank Dunia akan mengarahkan aktivitas dan kerja samanya untuk mendukung Indonesia menuju tata kelola lingkungan dan perubahan iklim yang lebih baik sambil meneruskan keterlibatannya di isu lingkungan penting lainnya. Analisa sebelumnya menyarankan bahwa Indonesia yang lebih 9.1 Pilihan untuk Tata Kelola Lingkungan berkelanjutan adalah apabila: yang Lebih Baik · Biaya degradasi lingkungan dan perubahan 9.1.1 Penguatan Manajemen Lingkungan lingkungan diturunkan sehingga semakin sedikit kekayaan yang dialihkan dari pertumbuhan; yang Terdesentralisasi · Manajemen lingkungan yang baik berkontribusi Pilihan untuk menguatkan manajemen lingkungan yang pada pengentasan kemiskinan dengan mengurangi terdesentralisasi termasuk manajemen lingkungan berdasarkan dampak pada masyarakat miskin dan pembagian geografi, insentif dan manajemen keuangan pada tingkat lokal, keuntungan yang lebih baik; dan sebuah klarifikasi peran. · Sumber daya terbarukan digunakan secara Manajemen Lingkungan berdasarkan Geografi. Sebuah berkelanjutan, sementara yang tidak terbarukan rekomendasi menyatakan bahwa manajemen lingkungan dikembangkan secara bijaksana untuk investasi pada seharusnya merupakan kesatuan, berdasarkan geografi modal manusia dan modal; dan seperti daerah aliran air. Adanya peraturan sumber daya air di Indonesia yang mengijinkan air untuk diatur dalam konteks 86 · Warga negara sadar dan berpartisipasi secara daerah aliran air, membuat preseden bahwa hal yang sama langsung dalam masalah lingkungan atau melalui juga dapat diterapkan pada sumber daya lainnya, seperti perwakilan mereka dan organisasi lainnya. manajemen lahan. Saat ini manajemen lingkungan mengikuti batas administratif ketimbang batas geografis. Isu lintas-batas Pilihan untuk bergerak ke visi ini dijabarkan dalam bagian diangkat ke tingkat kewenangan administratif namun jarang berikut ini yang mencakup tata kelola lingkungan, adaptasi pihak berwenang untuk isu lingkungan di tingkat berikutnya terhadap perubahan iklim, kehutanan dan penggunaan lahan, memiliki kekuatan atau sumber daya yang cukup untuk dan energi. Bank Dunia memiliki sejarah panjang bekerja mengatasi masalah. Kementerian Lingkungan Hidup hanya sama dengan Indonesia untuk isu lingkungan dan manajemen memiliki lima kantor regional untuk memecahkan masalah. sumber daya alam. Kerja sama yang sedang berjalan ini berpusat Contohnya, Ekosistem Leuser di Sumatra Utara terbentang di pada manajemen kehutanan dan konservasi keanekaragaman dua propinsi (Aceh dan Sumatra Utara) namun kantor regional hayati, juga sumber daya pesisir dan kelautan. Sesuai hasil Kementerian Lingkungan Hidup yang terdekat terletak di temuan dalam CEA, ada peluang-peluang untuk peningkatan Pekanbaru, cukup jauh dari lokasi. kerja sama dalam tata kelola lingkungan dan perubahan iklim yang akan disimpulkan pada bab ini dan dielaborasikan dalam Manajemen dan Insentif Keuangan. Sebuah tantangan Lampiran. lain untuk manajemen lingkungan yang terdesentralisasi adalah fakta bahwa pemerintah daerah mendapatkan pendanaan mereka setiap tahun sehingga mereka tidak memiliki fasilitas untuk investasi jangka panjang. Untuk memperjelas gambaran situasi keuangan, dibutuhkan waktu sangat lama untuk menerima kiriman dana pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga diperkirakan 80 persen dari belanja pemerintah daerah terjadi di kwartal terakhir pada BAGIAN 4: Langkah ke Depan tahun tersebut. Tidak memiliki uang hampir sepanjang tahun, tidak berkelanjutan. Pada sektor listrik, subsidi listrik dan bahan lalu harus menghabiskan uang dengan cepat selama kwartal bakar mendistorsi harga dan membatasi kapasitas pemerintah terakhir merupakan pola belanja yang sangat tidak efisien. untuk lebih berinvestasi pada produksi energi terbarukan. Pilihan pendanaan yang lebih fleksibel, seperti DAK dan Pada sektor kehutanan, sistem instrumen fiskal saat ini tidak BLU, dapat lebih digunakan untuk pendanaan manajemen mampu mengurangi insentif untuk penebangan liar dan lingkungan pada tingkat daerah. memanfaatkan secara menyeluruh biaya sewa ekonomi terkait dengan aktivitas ekonomi kehutanan. Kementerian Lingkungan Hidup saat ini sedang mempelajari reformasi fiskal lingkungan. Pendapatan dari pajak saat ini Perbaikan kerangka hukum. Masalah kunci yang dialami tidak ditandai untuk tugas atau aktivitas tertentu, namun semua sektor adalah kebijakan dan peraturan nasional yang dapat digunakan. Eksternalitas juga tidak dipertimbangkan. mengatur sektor tertentu, berisi kontradiksi antar sektor, Peluang yang lebih baik, dengan insentif melalui pencocokan namun juga tumpang tindih dengan hukum dan peraturan hibah (matching grants) yang disediakan lewat mekanisme desentralisasi yang mempengaruhi penggunaan sumber dekonsentrasi. Kemungkinan juga mekanisme insentif melalui daya lokal. Secara khusus, pada sektor pertambangan dan bantuan khusus untuk aset nasional seperti taman nasional. perikanan, distorsi kebijakan timbul dari konflik peraturan Dekonsentrasi adalah sebuah mekanisme untuk memberikan sektor dan hukum desentralisasi. Oleh karena itu, harmonisasi kekuatan tambahan. Terkait dengan peraturan pendanaan diperlukan hukum-hukum dan peraturan-peraturan agar pemerintah daerah, kebijakan perpajakan lingkungan saat ini dapat memberikan dasar yang lebih baik bagi peningkatan didesain dengan buruk karena didasarkan pada pendapatan pendapatan dan pembagian antara pemerintah pusat dan ketimbang mengenakan pajak pada perusahaan-perusahaan daerah. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia yang memiliki kinerja praktek manajemen lingkungannya yang buruk. Agenda reformasi fiskal lingkungan. Dalam rangka mengatasi hambatan kebijakan, pemerintah perlu terlibat Klarifikasi peran. Salah satu tantangan yang signifikan dari dalam reformasi jangka panjang dan agenda reformasi fiskal peningkatkan kapasitas regional untuk manajemen lingkungan lingkungan yang bertahap. Tujuan dari agenda tersebut adalah adalah unit-unit manajemen terlalu kecil ­ sekarang terdapat untuk membentuk kerangka peraturan dan ekonomi yang hampir 500 pemerintah daerah di Indonesia, dan angka ini bisa memberikan insentif bagi perubahan tingkah laku, perhitungan bertambah seiring waktu. Pada saat yang sama, badan-badan biaya lingkungan eksternal, peningkatan konservasi sumber pemerintah pusat memiliki kecenderungan untuk berurusan daya dan perbaikan mekanisme pengumpulan pendapatan. terutama dengan pemerintah propinsi. Namun, di era otonomi daerah, fungsi dari propinsi terbatas dan seringkali tidak dapat Kuncinya adalah dengan mengidentifikasi perpaduan yang bertindak dengan kewenangan walaupun terjadi eksternalitas optimal dari instrumen kebijakan fiskal yang dapat menciptakan lingkungan yang jelas. Pemerintah daerah sering menghambat potensi sinergi antara berbagai tujuan dan meminimalkan intervensi otoritas yang lebih tinggi untuk isu lingkungan (baik pertukaran jangka pendek. Sebuah contoh yaitu pengalaman propinsi maupun nasional), dan memilih untuk bekerja secara sukses Indonesia dalam pengurangan subsidi bahan bakar individual, atau terkadang dengan bantuan dari donor yang yang dilengkapi dengan program transfer uang dengan dan berniat memberikan bantuan sedekat mungkin ke sumber tanpa syarat yang ditargetkan pada rumah tangga miskin. 87 masalah. Dikarenakan subsidi bahan bakar memiliki efek regresif yang besar, program bertahap atas pengurangan subsidi bahan Dalam hal ini, rekomendasi yang diajukan adalah untuk bakar yang berkesinambungan atau bahkan penerapan pajak mangklarifikasi peran dan tanggung jawab. Pemerintah pusat karbon dapat menjadi pilihan yang memungkinkan secara dapat berfokus pada keuntungan komparatif dari penentuan politis untuk jangka menengah dan panjang. kebijakan dan standar, pengawasan dan laporan, identifikasi dan diseminasi praktek-praktek yang baik, kontrol kualitas, Sama halnya, pemerintah perlu mengenalkan tarif listrik yang pengadaan bantuan teknis, dan peningkatan kapasitas. merefleksikan biaya untuk jangka menengah dan panjang. Pemerintah daerah dapat berfokus pada implementasi Struktur tarif saat ini menghambat investor swasta dalam kebijakan dan program dengan cara yang akuntabel. melakukan investasi berarti pada produksi energi terbarukan. Pemerintah propinsi kemudian dapat berfokus pada isu yang Dikarenakan subsidi bahan bakar, tarif listrik yang relatif terjadi pada lebih dari satu distrik di dalam suatu propinsi. Jika rendah malah menguntungkan masyarakat kaya ketimbang pemerintah akan menerapkan cara ini, langkah-langkah bisa miskin. Program nasional pengurangan subsidi bertahap dapat diimplementasikan secara bertahap dan dengan pendekatan diterapkan bersamaan dengan subsidi sambungan listrik bagi yang memungkinkan distrik mempertahankan peluang secara masyarakat miskin atau tarif yang disubsidi berdasarkan lokasi maksimum untuk partisipasi lokal dan tata kelola yang lebih dan karakteristik perumahan (IEA, 2008). baik. Program REDD menawarkan potensi peluang pendapatan 9.1.2 Kebijakan-kebijakan pendukung yang besar, namun itu tidak akan terjadi tanpa sistem fiskal di sektor kehutanan yang berfungsi dengan baik. REDD dapat Kebijakan fiskal di Indonesia untuk manajemen sumber daya memberikan pembayaran pada proyek dan aksi kebijakan alam mengalami bias ke arah pengambiIan sumber daya yang yang mengurangi emisi karbon terkait dengan kehutanan. BAGIAN 4: Langkah ke Depan Namun, sistem kompensasi karbon manapun akan bergantung Badan legislatif masih dalam proses untuk memantapkan diri pada penghapusan distorsi fiskal di sektor kehutanan. Distorsi mereka sebagi kekuatan kunci dalam proses demokrasi. Partai ini muncul karena niilai ekonomi dan lingkungan yang politik yang lebih eksis, dengan jaringan nasionalnya, memiliki sebenarnyadari kehutanan tidak tercerminkan. Oleh karena itu, keuntungan dalam berkomunikasi dengan publik. Partai- ada kebutuhan untuk mengembangkan pengambilan royalti partai yang lebih baru masih harus mengembangkan budaya yang transparan dan sistem pengawasan. Instrumen kebijakan dan mekanisme yang efektif untuk berkomunikasi dengan yang dapat memberikan insentif bagi manajemen kehutanan pendukung mereka. Mereka mungkin saja, di masa depan, yang berkelanjutan termasuk surat hutang kinerja (performance memiliki peran penting dalam menyalurkan aspirasi publik bonds), pengaturan kepemilikan tanah yang lebih baik dan namun ini mungkin tidak akan terjadi sebelum partai politik pelelangan. Sama halnya, sumber pendanaan iklim yang lain dan badan legislatif berhasil meyakinkan publik atas ketulusan (Dana Investasi Iklim, Dana Adaptasi, program bilateral, dan mereka. Dengan berjalannya transisi demokratis, peran badan lain-lain) tidak dapat berfungsi secara efektif jika parameter legislatif pada semua tingkat diharapkan menguat. ekonomi dan fiskal seperti keseluruhan iklim investasi atau penentuan bahan bakar atau listrik terus terdistorsi. Institusi-institusi agama merupakan pemain baru, terutama Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan dalam mempengaruhi tingkah laku publik. Namun keefektifan 9.1.3 Memperluas Suara dan Akses mereka belum terbukti. Lebih lanjut, ada kekurangan informasi untuk menentukan peran mereka dalam menyalurkan aspirasi LSM dan organisasi sukarelawan madani secara historis publik ke pemerintah, saat ini dan di masa mendatang. memiliki peran penting dalam meningkatkan perhatian publik dan pemerintah terhadap kasus-kasus tertentu, sebagian besar Disimpulkan bahwa siapa yang mewakilkan publik Indonesia menggunakan media sebagai aliansi. Namun, dengan badan dalam isu lingkungan masih mengalami transisi. Di masa legislatif (dan partai politik) membentuk posisi yang lebih solid lampau, LSM berperan penting. Sekarang, badan legislatif dalam masa demokrasi sekarang ini, LSM akan menghadapi nasional mulai menempatkan diri mereka sebagai pemeran ujian dalam menjalankan peran mereka sebagai perwakilan yang sah, dan dapat diharapkan memperkuat dirinya di masa aspirasi rakyat. LSM perlu mengklarifikasi siapa pendukung depan. Badan legislatif tingkat propinsi dan distrik seharusnya mereka dan memantapkan kapasitas mereka dalam manajemen mengikuti. Namun, dengan cairnya situasi kelembagaan dan dan analisa data lingkungan. LSM dan organisasi sukarelawan politik, mungkin diperlukan paling sedikit satu siklus pemilihan madani harus memantapkan kredibilitas mereka secara lebih eksekutif-legislatif lagi untuk dapat melihat apakah budaya agresif, jika mereka ingin terus berperan dalam membangun demokrasi yang merepresentasikan kepentingan publik akan kesadaran dan tuntutan publik untuk lingkungan. membuahkan hasil, dan apakah anggota legislatif dapat mengakselerasi kurva belajar untuk isu lingkungan. KOTAK 9.1. Pilihan untuk Memperluas Akses Tata Kelola Lingkungan Pemerintah perlu: 88 · Bekerja dengan pihak terkait (stakeholder) lainnya untuk mengawasi dan menilai kinerja institusi-institusinya sendiri dalam memenuhi akses atas informasi, partisipasi dan keadilan, dan mendorong adopsi kebijakan yang lebih menjamin pemenuhan akses. · Mendorong proses reformasi legal untuk menyelaraskan situasi "de jure dan de facto". · Menyediakan sebuah sistem terintegrasi yang dapat menjamin akses, terutama untuk kelompok marjinal. · Mengembangkan kapasitas institusi-institusinya melalui penugasan staff yang dilatih khusus, pengadaan infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan, dan alokasi dana yang cukup. · Meningkatkan kolaborasi dengan media dan LSM, dan juga pihak terkait (stakeholder) lainnya yang berpotensi untuk mendorong pemenuhan prinsip-prinsip akses. Media perlu: · Secara aktif dan kontinyu mengawasi kinerja pemerintah untuk isu akses. · Meningkatkan perhatian pada masalah lingkungan, termasuk pembuatan keputusan yang akan memberikan dampak besar bagi lingkungan. · LSM perlu: · Memonitor proses reformasi legal untuk menjamin bahwa jarak antara situasi "de facto dan de jure" bisa dijembatani. · Berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak terkait (stakeholder) lainnya untuk mendorong akses yang lebih baik. · Mendorong kebutuhan publik akan akses terhadap informasi, partisipasi dan keadilan. · Mengembangkan kapasitas mereka sendiri dan kapasitas publik, terutama kelompok marjinal, untuk mendapatkan akses informasi, partisipasi dan keadilan. SUMBER: Diadaptasi dari Murharjanti et al., 2008 BAGIAN 4: Langkah ke Depan Akhirnya, publik sendirilah yang perlu membangun pengertian 9.2 Pilihan untuk Iklim yang Berubah yang lengkap atas isu lingkungan dan berkontribusi untuk melindungi atau merusak lingkungan. Tidaklah cukup untuk 9.2.1 Beradaptasi terhadap Iklim yang mengetahui manifestasi fisik atau kasat mata dari masalah Berubah lingkungan dan sumber daya alam; publik harus mulai mengerti keterkaitan antara masalah lingkungan dan sumber daya alam, Pilihan-pilihan yang reaktif dan proaktif dapat menolong dan dampak-dampak dari keputusan pemerintah dan aksi Indonesia untuk beradaptasi. Tabel 9.2 mengindikasikan setiap individu. Publik juga perlu belajar mengartikulasikan rangkaian aksi responsif dan antisipatif yang dapat dilakukan (atau mendefinisikan lebih jelas) kebutuhan mereka akan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim terkait dengan lingkungan yang lebih baik. Tanpa hal tersebut, pihak lain sumber daya air, pertanian, kehutanan, pesisir/kelautan mungkin membuat asumsi sendiri mengenai aspirasi publik dan kesehatan. Pilihan-pilihan yang sudah tercakup dalam yang hanya akan membingungkan pembuat keputusan di Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim area yang sudah dipenuhi oleh berbagai kepentingan yang Indonesia (GoI, 2007a) and Respons Perencanaan Pembangunan bertentangan. Hal ini membutuhkan pilihan-pilihan untuk Nasional terhadap Perubahan Iklim (GoI, 2008) dicetak dengan memperluas akses, seperti yang dijabarkan di Kotak 9.1. huruf tebal (bold). Karena belum semua pilihan adaptasi dipertimbangkan di Indonesia, masih ada ruang untuk tambahan tekanan pada: sumber daya air (manajemen air tanah, daur ulang air, dan reformasi kebijakan); pertanian (perubahan penanaman, panen, reformasi kebijakan, dan peringatan awal); kehutanan (agroforestry, manajemen kebakaran yang lebih Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Tabel 9.1. Pilihan-pilihan Adaptasi Reaktif/Responsif Proaktif/Antisipatif · Perlindungan sumber daya air tanah · Penggunaan yang lebih baik dari air yang didaur ulang Sumber Daya Air · Perbaikan manajemen dan pemeliharaan sistem pe- · Konservasi daerah tangkapan air nyediaan air yang ada · Perbaikan sistem manajemen air · Perlindungan daerah tangkapan air · Reformasi kebijakan air termasuk kebijakan harga dan · Perbaikan penyediaan air irigasi · Air tanah, air hujan dan desalinasi · Pengembangan pengendalian banjir dan pengawasan keringan · Pengendalian erosi · Pengembangan jenis tanaman yang toleran/resistan · Konstruksi bendungan untuk irigasi (terhadap kekeringan, garam, serangga/hama) · Perubahan penggunaan dan aplikasi pupuk · Litbang Pertanian · Pengenalan jenis tanaman baru · Manajemen tanah dan air · Pemeliharaan kesuburan tanah · Diversikasi dan intensifikasi tanaman pangan dan · Perubahan waktu penanaman dan panen perkebunan · Peralihan ke tanaman yang berbeda · Kebijakan, insentif pajak/subsidi, pasar bebas 89 · Program pendidikan dan penyebaran informasi ten- · Pengembangan sistem peringatan dini tang konservasi dan manajemen tanah dan air · Perbaikan sistem manajemen, termasuk pengaturan · Penciptaan taman/reservasi, cagar alam, dan koridor deforestasi, reforestasi dan aforestasi keanekaragaman hayati Kehutanan · Promosi agroforestry untuk meningkatkan produk dan jasa · Identifikasi/pengembangan spesies yang resistan terh- kehutanan adap perubahan iklim · Pengembangan/perbaikan rencana manajemen keba- · Kajian yang lebih baik akan kerapuhan ekosistem karan hutan · Pengawasan spesies · Perbaikan penyimpanan karbon oleh hutan · Pengembangan dan pemeliharaan bank bibit tanaman · Sistem peringatan kebakaran hutan · Perlindungan infrastruktur ekonomi · Manajemen zona pesisir yang terintegrasi Pesisir/Kelautan · Penyadaran publik untuk meningkatkan perlindungan · Perencanaan dan penentuan zona pesisir yang lebih baik ekosistem pesisir dan laut · Pengembangan peraturan untuk perlindungan pesisir · Pembuatan dinding laut dan penguatan pantai · Penelitian dan pengawasan pesisir dan ekosistem pesi- · Perlindungan dan konservasi terumbu karang, man- sir grove, rumput laut, dan vegetasi pinggir pantai Kesehatan · Reformasi manajemen kesehatan publik · Pengembangan sistem peringatan awal · Perbaikan kondisi perumahan dan tempat tinggal · Pengawasan penyakit yang lebih baik · Perbaikan respons gawat darurat · Perbaikan kualitas lingkungan · Perubahan desain perkotaan dan perumahan Sumber: Diadaptasi dari UNFCCC (2007) di ADB (2009) BAGIAN 4: Langkah ke Depan baik, perlindungan keanekaragaman hayati); pesisir kelautan · Penguatan kapasitas lokal untuk merencanakan (perlindungan infrastruktur dan manajemen zona pesisir dan mengimplementasikan kegiatan adaptasi, yang lebih terintegrasi); dan kesehatan (perbaikan kondisi termasuk koordinasi pusat-daerah, perencanaan dan perumahan, kondisi tempat tinggal dan desain perkotaan, dan pendanaan. reformasi kesehatan publik). · Peningkatan kelenturan rumah tangga miskin dan Dibutuhkan pentahapan dan pemilihan kegiatan adaptasi. kelompok rentan lainnya terhadap guncangan iklim, Hal ini merupakan agenda yang sangat besar untuk dilakukan misalnya melalui diversifikasi ekonomi, perlindungan sekaligus oleh negara manapun. Sebaiknya, dipikirkan asset dan strategi penyesuaian lainnya (ADB, 2009). secara keseluruhan untuk menentukan akan memulai dari mana, apa yang perlu ditingkatkan skalanya dan bagaimana 9.2.2 Hutan, Peruntukan Lahan dan menghubungkan antar aksi sepanjang waktu (lihat Kotak Perubahan Iklim 9.2). Sebuah contoh saran penerapannya di sektor pertanian, dituangkan dalam Gambar 9.1. Dalam penentuan prioritas Pilihan "Tanpa penyesalan" untuk Kehutanan. REDD Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan sebaiknya berinvestasi pada tindakan yang melindungi menawarkan insentif keuangan baru untuk perbaikan praktik populasi yang paling berisiko, baik kesehatan maupun sumber manajemen kehutanan, namun pembayaran diberikan kehidupannya. Pemilihan berpedoman pada analisa ekonomi berdasarkan kinerja, atau hasil, bukan berdasarkan rencana melaui pemilihan opsi yang memberikan keuntungan dan nilai atau proyeksi perbaikan. Untuk meningkatkan kinerja bersih saat ini yang paling tinggi. sektor kehutanan, baik pemerintah Indonesia atau analisa independent berkesimpulan (Departemen Kehutanan, 2006 Pengarusutamaan adaptasi membutuhkan usaha-usaha and 2007; Bank Dunia, 2006) bahwa dibutuhkan: tambahan. Tindakan yang terencana dan terukur untuk mengarusutamakan adaptasi terhadap perubahan iklim, perlu · Peningkatan penegakan hukum kehutanan, dilengkapi dengan: manajemen, dan tata kelola untuk meningkatkan manajemen aset dan pengumpulan pendapatan · Usaha meningkatkan pemahaman publik tentang pada sektor tersebut. perubahan iklim dan dampaknya dalam rangka membangun konsensus untuk aksi publik yang · Mengarahkan kembali insentif untuk perusahaan signifikan. penebangan dan pemrosesan kayu agar dapat meningkatkan kemampuan bersaing dan · Lebih banyak penelitian untuk lebih memahami pengembalian ekonomi. dampak lokal perubahan iklim, solusi teknis yang efektif secara biaya dan strategi yang tepat diluar · Restrukturisasi dan revitalisasi industri kehutanan solusi teknis (migrasi, perlindungan sosial, sumber untuk menyeimbangkan permintaan dengan penghidupan, tata kelola). suplai, menangkap dan mempertahankan pasar internasional, dan kemampuan bersaing. 90 · Koordinasi lintas-institusi dan perencanaan untuk mempromosikan pendekatan multi-disiplin ilmu · Pengendalian kebakaran hutan dan lahan untuk untuk adaptasi, seperti menghubungkan adaptasi mengurangi asap dan kabut yang menimbulkan dengan pengurangan risiko bencana. biaya kesehatan. KOTAK 9.2. Penentuan Prioritas Pilihan Adaptasi Dokumen Laporan Pembangunan Dunia 2010 memberikan petunjuk empat langkah untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dalam lingkungan ketidakpastian: 1. Memberikan prioritas pada investasi "tanpa penyesalan" dan kebijakan yang memberikan keuntungan bahkan tanpa perubahan iklim. Hal ini terdapat pada hampir setiap sektor namun mungkin tidak diimplementasikan karena kurangnya informasi, biaya transaksi dan/atau kemauan politis. 2. Membeli "marjin keamanan" pada investasi baru untuk meningkatkan kelenturan iklim, seperti misalnya biaya marjinal dalam pembangunan dam yang lebih tinggi atau menyertakan kelompok tambahan pada skema perlindungan sosial. 3. Memilih opsi yang dapat dibalik dan fleksibel. Contohnya antara lain penzonaan perkotaan yang terbatas untuk mengantisipasi pola banjir baru atau asuransi panen untuk melindungi petani dari proyeksi frekuensi kekeringan yang lebih tinggi. 4. Merencanakan berdasarkan analisa skenario. Mengkaji strategi dengan melihat secara luas kemungkinan di masa depan, kajian program investasi dan penyesuaian skenario dan program menurut informasi baru. SUMBER: World Bank, 2009 BAGIAN 4: Langkah ke Depan · Kesamaan dan transparansi pada keputusan terkait memang telah direduksi secara permanen dan kebocoran dengan hutan/penggunaan lahan (juga fundamental di beberapa area diminimalkan. Hal ini masih merupakan bagi semua mekanisme pendanaan dan distribusi). tantangan, walaupun data pengawasan hutan terbaru mengindikasikan Indonesia telah sukses dalam beberapa · Pengawas independen terhadap ketaatan legal dan tahun terakhir. standar partisipasi. Dalam skenario iklim manapun, tindakan kebijakan dan tata kelola ini masuk di akal untuk meningkatkan manajemen dan Selain REDD, Indonesia bisa mendapatkan sumber-sumber pengembalian keuangan dari sebuah asset nasional yang lain bagi pendanaan karbon hutan. Program Investasi penting. Dengan demikian, hal ini bisa dilihat sebagai pilihan- Hutan, di dalam Dana Iklim Strategis yang dikelola Bank pilihan "tanpa penyesalan". Dunia, dapat memberikan hibah dan kredit bunga rendah untuk pengembangan proyek demonstrasi REDD dan juga Peluang pendanaan karbon hutan internasional. REDD investasi bagi manajemen hutan berkelanjutan dan konservasi merupakan peluang besar dan insentif bagi Indonesia, yang cadangan karbon hutan. Pemerintah Norwegia menyediakan merupakan advokat kuat di negosiasi internasional. Sebuah pendanaan pembangunan di negara-negara seperti Brasil untuk pasar karbon kehutanan internasional diperkirakan tercipta pertukaran reduksi penurunan tingkat deforestasi nasional dalam kerangka sesudah-2012, yang kini masih dinegosiasikan. yang bisa diverifikasikan. Proyek Hutan Hujan Pangeran Wales Perkiraan keuntungan mekanisme REDD bagi Indonesia berkisar milik Inggris memberikan pembayaran yang mirip berdasarkan antara 0,5 hingga 2 milyar dolar per tahun, tergantung pada luas kinerja, mungkin didanai dengan penerbitan surat hutang Laporan Analisa Lingkungan Indonesia tutupan dan kinerja keseluruhan, dan juga stok karbon pada hutan hujan. tipe hutan yang berbeda. Pembayaran REDD menguntungkan Indonesia dengan menciptakan insentif dan aliran penghasilan 9.2.3 Energi dan Pilihan Perubahan Iklim yang dapat menutupi biaya-biaya perubahan yang diperlukan. Saat ini, banyak donor yang membantu pemerintah Indonesia Perencanaan dan koordinasi tingkat tinggi. Salah satu dalam mengembangkan kerangka kebijakan. Juga, banyak pilihan kunci untuk merespons perubahan iklim yang efektif, pihak swasta dan LSM sekarang mengerjakan skema-skema terutama yang terkait dengan penggunaan bahan bakar REDD melalui pasar sukarela (World Bank, 2009). fosil, yaitu integrasi dan koordinasi respons kebijakan lintas institusi pemerintah. Pemerintah telah membentuk sebuah Kenyataannya untuk menghasilkan reduksi emisi yang solid Dewan Nasional Perubahan Iklim untuk membantu koordinasi dan mampu diverifikasikan untuk dijual di pasar internasional respons kebijakan, namun Institusi ini masih mengembangkan merupakan proses berisiko. Sehingga, keterlibatan Departemen kapasitasnya. Untuk meningkatkan basis teknis bagi usaha Keuangan perlu dan penting. Pengurangan deforestasi (dan rekomendasi dan koordinasinya, Dewan Nasional telah emisi) membutuhkan waktu dan uang: lokasi harus dipilih dan mengkomisikan sebuah Studi Pembangunan Ekonomi disurvei, tindakan lapangan harus diambil untuk mengubah dan Lingkungan Nasional (NEEDS) dan sebuah kajian biaya insentif atau mengganti perilaku, pengawasan dan verifikasi pengurangan emisi dari berbagai sektor. diperlukan untuk menjamin ke pembeli karbon bahwa emisi 91 Gambar 9.1. Pentahapan Adaptasi : Contoh Pada Sektor Pertanian Tahun: 2005 2010 2015 2020 2025 2030 · Penyesuaian pola tanam mengikuti prediksi iklim · Perbaikan manajemen tanam · Perbaikan fasilitas dan efisiensi irigasi · Pengadaan peluang untuk aktivitas ekonomi alternatif · Pembentukan kebiijakan untuk membatasi konversi sawah padi untuk penggunaan lain di Jawa, dana yang siap sedia, sistem asuransi · Perluasan area sawah padi di daerah yang tidak rentan, varietas baru · Pemeliharaan dan peningkatan tutupan hutan di daerah hulu · Diversifikasi konsumsi pangan · Pembangunan fasilitas irigasi baru di daerah pusat produksi beras yang rentan kapanpun dimungkinkan untuk meningkatkan indeks tanam dan produktifitas BAGIAN 4: Langkah ke Depan Departemen sektoral terkait (energi, industri, kehutanan, dan Dari analisa di bab 8, diskusi yang tengah berjalan dan literatur lain-lain) menyadari pentingnya perubahan iklim sebagai perubahan iklim, terdapat beberapa pilihan tambahan terkait sebuah tantangan pembangunan nasional dan sedang dengan energi: memformulasikan rencana spesifik sektor. Secara khusus untuk emisi bahan bakar fosil, Kementerian Lingkungan Hidup · Penentuan harga energi ­ Pendekatan dalam dan Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah penentuan harga energi menghambat usaha-usaha menghasilkan sebuah Kajian Kebutuhan Teknologi untuk untuk meningkatkan efisiensi energi, pengembangan Mitigasi Perubahan Iklim. sumber daya energi alternatif, konservasi bahan bakar fosil yang semakin mahal, dan menurunkan emisi gas Banyak pilihan kebijakan yang sedang dipertimbangkan rumah kaca. Hal ini merupakan isu yang sulit secara untuk menurunkan emisi Indonesia. Pemerintah Indonesia politis, namun bentuk-bentuk baru pendanaan telah mengembangkan sebuah Rencana Aksi Nasional iklim dapat membantu Indonesia untuk membuat bagi Perubahan Iklim dan sebuah Respons Perencanaan kemajuan di beberapa area spesifik tertentu. Pembangunan Nasional terhadap Perubahan Iklim. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Departemen Keuangan telah mengkomisikan sebuah studi · Pengembangan energi terbarukan - Indonesia untuk strategi pembangunan rendah karbon dan sebuah memiliki sumber daya energi terbarukan yang makalah hijau bagi perubahan iklim untuk membantu berlimpah namun lambat perkembangannya karena memformulasikan pilihan untuk bermitigasi dan beradaptasi. kurangnya investasi dan lingkungan pendukung BAPPENAS sedang mengintegrasikan isu perubahan iklim yang lemah. Jika Indonesia terus berusaha ke dalamm kerangka perencanaan pembangunan jangka mengatasi hambatan kebijakan dan persepsi menengah dan mengembangkan sebuah "peta jalan" untuk yang akan meningkatkan iklim berinvestasi secara menangani masalah perubahan iklim. Kedua institusi sedang umum, maka akan ada keuntungan bagi investasi bekerja untuk memasukkan prioritas perubahan iklim ke dalam untuk kegiatan mitigasi dan pengembangan anggaran nasional dan rencana jangka panjang. sumber energi alternatif. Investasi untuk isu iklim ini mungkin membutuhkan kajian yang lebih Pilihan spesifik per sektor. BAPPENAS (2007) telah dalam pada kebijakan sektor perbankan, insentif mengidentifikasi pilihan kebijakan yang spesifik yang dapat pajak dan depresiasi, dan kebijakan perdagangan menolong Indonesia "untuk menurunkan emisi terkait dengan yang menolong atau menunda aplikasi teknologi- energi namun tetap kompetitif di internasional [termasuk] teknologi baru. penggunaan energi yang efisien untuk mengkonservasi sumber energi yang paling murah; substitusi bahan bakar · Efisiensi energi ­ Bahkan pada rejim penentuan fosil untuk mengadopsi bahan bakar ramah lingkungan, harga energi sekarang, ada beberapa peluang untuk penggunaan teknologi energi terbarukan, dan aplikasi reduksi emisi melalui pendekatan efisiensi energi dan standar emisi, pajak karbon dan insentif lainnya untuk manajemen energi dengan periode pengembalian mendukung reforestasi dan manajemen kehutanan yang modal yang singkat, terutama pada sektor listrik, berkelanjutan." Untuk mengatasi keterbatasan sumber energi manufaktur dan transportasi. Banyak dari aksi-aksi ini 92 fosil, BAPPENAS mengetengahkan sejumlah kemungkinan, dapat dilaksanakan saat ini oleh tingkat perusahaan, termasuk perlunya "mengidentifikasikan sumber-sumber baru, karena sesuai dari segi keuangan. Juga, manajemen meningkatkan produksi, membatasi ekspor, dan menemukan/ energi dan standar efisiensi untuk beberapa tipe mengembangkan sumber terbarukan alternatif dan baru, peralatan tertentu mungkin tepat dipertimbangkan termasuk tenaga air, panas bumi, biomasa (sampah organik), untuk konteks Indonesia. Penghematan energi energi matahari, energi samudra, dan energi angin." dan biaya dapat menguntungkan perusahaan; penghematan emisi dapat menguntungkan semua orang Indonesia. KOTAK 9.3. Indonesia dan Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD) IPCC (2007) dan Stern (2006) telah mencatat bahwa mengurangi deforestasi merupakan salah satu pendekatan yang paling efektif dari segi biaya untuk menurunkan emisi GRK dalam jangka pendek. UNFCCC sedang mendiskusikan bagaimana menciptakan pasar untuk karbon kehutanan dengan menginstitusikan skema REDD (seperti yang direkomendasikan dalam Bali Roadmap yang diadopsi pada COP 13). Sebuah mekanisme untuk mendorong pembayaran bagi reduksi emisi karbon dari kegiatan lahan hutan akan memberikan insentif yang kuat untuk meningkatkan manajemen kehutanan. Jika sebuah mekanisme ambisius akan tercipta setelah tahun 2012, Indonesia berpotensi mendapatkan keuntungan 1 trilyun dolar Amerika atau lebih dari pembayaran tahunan, dengan asumsi usaha pengurangan deforestasi dan degradasi yang sukses dan dapat diverifikasikan. Pengurangan emisi karbon kehutanan dihasilkan melalui tata kelola dan manajemen hutan yang baik yang mengurangi hilangnya hutan. Indonesia telah berkomitmen untuk memerangi deforestasi dan penebangan liar dan sedang menyusun sebuah inisiatif REDD (Dephut, 2008). Pembayaran REDD untuk karbon hutan (pencegahan deforestasi) dapat menyediakan sumber daya dan insentif untuk manajemen hutan yang baik, dan juga kompensasi bagi mereka yang kehilangan keuntungan akibat pencegahan deforestasi. BAGIAN 4: Langkah ke Depan · Insentif keuangan ­ Mekanisme keuangan Sebuah fase baru keterlibatan dimulai pada tahun 2004 pada: internasional, terutama pasar karbon dan Dana (i) manajemen sumber daya alam, dengan penekanan khusus Investasi Iklim, dapat membantu penyediakan ganti pada manajemen kehutanan dan pesisir, dan fokus pada rugi atau dana berbiaya rendah bagi Indonesia dalam pertambangan yang lebih ditekankan pada kebijakan; (ii) tata memenuhi tujuan mitigasinya. Peningkatan iklim kelola lingkungan daerah, termasuk pinjaman, hibah, dan investasi dapat membantu stimulasi dan akselerasi bantuan teknis untuk mendukung manajemen lingkungan investasi yang dibutuhkan. yang terdesentralisasi; (iii) pemecahan masalah lingkungan global, termasuk emisi gas rumah kaca, keanekaragaman 9.3 Peran Bank Dunia hayati, perairan internasional, dan substansi pengikis lapisan ozon; dan (iv) pengamanan lingkungan melalui usaha yang Bank Dunia memiliki riwayat keterlilbatan yang panjang dan lebih terkoordinasi bagi pelaksanaan peminjaman di semua berevolusi untuk isu lingkungan dan manajemen sumber daya sektor. alam. Keterlibatan ini akan diteruskan ke sektor-sektor seperti kehutanan, konservasi keanekaragaman hayati, dan sumber CAS sebelumnya (2004 ­ 2007) menjabarkan program yang daya pesisir dan kelautan. Kerja sama akan diperkuat pada area berorientasi pada reformasi dengan tiga tujuan (Perbaikan yang ditekankan dalam dokumen ini tata kelola lingkungan Iklim untuk Investasi Berkualitas Tinggi; Memastikan Pelayanan dan perubahan iklim. Tanggap terhadap Kebutuhan Masyarakat Miskin; Tata Kelola) yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 9.3.1 Keterlibatan Bank Dunia pada sektor (RPJM) 2004-2007. Namun, CAS tidak menyertakan manajemen Lingkungan dan Manajemen Sumber lingkungan atau sumber daya alam. Keberlanjutan lingkungan Laporan Analisa Lingkungan Indonesia dan penyediaan lingkungan yang sehat untuk masyarakat Daya Alam miskin diidentifikasi sebagai prioritas strategis, namun tidak didukung oleh program yang berarti secara substansi. Selama dua dekade terakhir, Bank Dunia telah terlibat di Menghadapi gap ini, dua dokumen regional penting, yaitu Indonesia untuk isu lingkungan dan sumber daya alam Strategi Lingkungan bagi Bank Dunia di Asia Timur dan Pasifik (terutama di sektor kehutanan) dengan tingkat dan cara dan Strategi Kehutanan EAP, memberikan petunjuk penting yang berbeda. Sebelum tahun 1994, Bank terlibat dalam untuk memperluas keterlibatan Bank di Indonesia. Strategi- pelaksanaan peminjaman dan bekerja secara langsung (dan strategi ini menekankan pentingnya meningkatkan kualitas tidak sukses) dengan pemerintah Indonesia untuk mencapai hidup, meningkatkan kualitas pertumbuhan, melindungi aset reformasi kebijakan. Setelah tahun 1994, Bank menarik diri lingkungan bersama secara regional dan global, melibatkan dari peminjaman namun terus mencoba terlibat melalui dialog partner lokal, mendukung manajemen sumber daya alam yang tingkat tinggi, jasa analisis atau nasihat guna meningkatkan berkelanjutan, dan membantu proses reformasi. kapasitas Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Lokal (Bapedalda) dan Departemen Kelautan dan Perikanan yang Secara kontras, sebuah Strategi Kerjasama Negara (2009-2012) baru didirikan. Ditambah lagi, `memastikan" lingkungan mengambil keberlanjutan lingkungan sebagai inti keterlibatan menjadi arus utama juga terjadi pada desain dan supervisi seiring dengan mitigasi bencana. Keterlibatan ini bertujuan aktivitas peminjaman seperti misalnya COREMAP I dan II, dan untuk memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi 93 aplikasi perlindungan keamanan lingkungan dari pinjaman- tantangan-tantangan lingkungan dan mengurangi risiko-risiko pinjaman Bank ke semua sektor. terkait bencana untuk memastikan keberlanjutan. Secara khusus, tugas yang perlu dilakukan keberlanjutan lingkungan Kemudian, pada tahun 2001, mengikuti dimulainya program adalah: meningkatkan kapasitas negara agar dapat beradaptasi besar desentralisasi pemerintah, Kementerian Negara terhadap perubahan iklim dan mengatasi tantangan-tantangan Lingkungan Hidup (KLH) meminta bantuan keahlian Bank lingkungannya melalui mitigasi dan adaptasi, manajemen untuk membuat strategi peningkatan tingkat dan kualitas sumber daya alam, konservasi keanekaragaman hayati, manajemen lingkungan pada tingkat daerah. Secara khusus, dan manajemen lingkungan lokal. Mitigasi bencana juga Bank mendukung pengembangan dan implementasi fase mencakup pengarusutamaan adaptasi terhadap perubahan kedua dari program PROPER. Tidak seperti program PROPER iklim melalui dukungan bagi institusi Indonesia dan juga yang pertama, PROPER II didasarkan pada delapan aspek dan di dalam portofolio Bank. Penyertaan area keterlibatan ini diwajibkan berpartisipasi sesuai Keputusan Menteri. Sebagai dalam Strategi Kerjasama negara sebagian didasari oleh kajian tambahan, Program Tata Kelola Lingkungan yang Baik (GEG) interim yang digunakan untuk menyusun Analisa Lingkungan juga diluncurkan untuk melengkapi PROPER. GEG dimaksudkan Negara. untuk mengkaji kedudukan tata kelola lingkunga, peningkatan kapasitas dan pemberian insentif untuk kinerja lingkungan 9.3.2 Area untuk Keterlibatan selanjutnya yang lebih baik di pusat-pusat kota seluruh Indonesia. Seperti PROPER, peran Bank sangat penting dalam mendukung usaha Berikut ini akan dipaparkan sedikit mengenai tema/area KLH untuk meningkatkan skala program dan menyusun keterlibatan Bank Dunia yang telah dilakukan di Indonesia indikator-indikator yang berarti guna mengukur kemajuan dan (kehutanan dan konservasi keanekaragaman hayati, dan dampak dari program. sumber daya pesisir/kelautan), dan tema/area mana yang BAGIAN 4: Langkah ke Depan sepertinya akan dilanjutkan, paling tidak melalui Strategi memperluas dampak dan hasil dari keterlibatan Bank dan Kerjasama Negara saat ini. Dengan pertimbangan tantangan donor lainnya sesuai dengan: i) Peningkatan kapasitas belajar lingkungan yang lebih luas, Bank Dunia akan meneruskan pihak terkait (stakeholder) di sektor sumber daya pesisir dan dukungannya untuk air dan sanitasi, jasa lingkungan dan kelautan, seperti: identifikasi isu, pengembangan rencana, infrastruktur, dan pertanian berkelanjutan. manajemen implementasi rencana, pengawasan, evaluasi dan pengendalian; 2) Fokus pada peningkatan dampak dan hasil Manajemen kehutanan dan konservasi keanekaragaman dari manajemen sumber daya pesisir dan kelautan, terutama hayati. Pada sektor kehutanan, strategi bantuan Bank selama pada isu sosial ekonomi, dalam memajukan industri dan mata 2004-2007 ditujukan pada peningkatan manajemen dan tata pencaharian perikanan skala kecil, industri hasil tangkapan dan kelola guna mendukung pemerintah dan komunitas untuk perdagangan produk kelautan, pariwisata konservasi laut yang melaksanakan manajemen, konservasi, pengembangan meningkatkan kesejahteraan komunitas pesisir; dan 3) Fasilitasi dan dialog kehutanan yang berkelanjutan. Konservasi kerja sama lintas daerah untuk memaksimumkan pembagian keanekaragaman hayati telah didukung melalui sejumlah keuntungan yang adil dari produk kelautan bagi produsen, inisiatif program darat dan kelautan berskala menengah dengan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan dana dari GEF. Sejak 2008 hingga sekarang, fokus utama Bank pesisir. Banyak komunitas pesisir yang telah didorong untuk bagi sektor kehutanan yaitu mengembangkan pasar REDD di mengimplementasikan produksi material yang telah diproses Indonesia sebagai bagian strategi pengurangan deforestasi dan dari sumber daya pesisir dan kelautan, dengan cara yang emisi karbon kehutanan. Bank Dunia mengajukan peningkatan berkelanjutan. skala dan pengarusutamaan sektor kehutanan Indonesia untuk mengembangkan program yang lebih komprehensif --baik 9.3.3 Implikasi CEA terhadap Kerjasama untuk konservasi maupun manajemen kolaborasi pada tingkat Baru Bank Dunia komunitas--, untuk meningkatkan perlindungan lingkungan dan isu kehutanan pada kegiatan-kegiatan dengan keterlibatan Tata kelola lingkungan dan perubahan iklim telah teridentifikasi pelaku-pelaku di luar sektor kehutanan --termasuk otoritas dalam laporan ini sebagai area kritis bagi penguatan usaha penegak hukum, bea cukai, perdagangan, pemerintah daerah, pemerintah Indonesia menuju pembangunan berkelanjutan, komunitas---, dan pada intervensi kebijakan makro yang untuk beberapa tahun ke depan dalam Strategi Kerjasama lebih tinggi yang berfokus pada kehilangan pendapatan Negara yang baru. Di Indonesia, Bank Dunia sejauh ini hanya publik, korupsi, dan pengentasan kemiskinan. Dialog juga memiliki keterlibatan terbatas pada dua area ini, dan berencana akan ditingkatkan skalanya pada isu manajemen sumber untuk meningkatkan keberadaannya selama tiga tahun ke daya berbasiskan masyarakat, hak atas tanah dan akses, dan depan untuk merespon permintaan pemerintah Indonesia kontribusinya pada pertumbuhan dan keadilan. Untuk sektor dalam mendukung, meningkatkan strategi pemerintah terkait, kehutanan, hal ini dapat dilakukan terutama melalui dukungan dan menggunakan keuntungan komparatif Bank. berkesinambungan atas REDD melalui Fasilitas Kerjasama Karbon Kehutanan, Program Investasi Hutan, dan kerja sama Tata Kelola Lingkungan. Pelajaran dan temuan dari dengan pemerintah, donor, dan proyek demonstrasi REDD. implementasi program ILGR, ULGR, USRDP, COREMAP, PROPER Untuk keanekaragaman hayati, penekanan dilakukan pada dan GEG mengindikasikan bahwa ada ruang dan cakupan 94 peningkatan skala pendekatan-pendekatan yang menjanjikan untuk mengembangkan operasi bagi penanganan kebutuhan seperti misalnya konsep konsesi restorasi ekologi. yang berkembang, atas kapasitas teknis dan institusional yang diperlukan untuk memperkuat kapasitas manajemen Sumber daya pesisir dan kelautan. Sebagian besar lingkungan pemerintah daerah, dan tidak bisa disediakan bantuan Bank dan donor kunci lainnya, telah berkontribusi oleh kegiatan percontohan dan inisiatif skala kecil yang bagi penguatan kapasitas institusional dari institusi yang tengah berlangsung. Dengan kerangka institusional dan bersangkutan (baik nasioal, regional dan sub-regional). peraturan yang sedang berkembang, peningkatan skala dan Program-program peningkatan kapasitas ini didasarkan mengarusutamakan bantuan bagi tata kelola lingkungan pada model dan pendekatan manajemen yang telah sukses dapat membantu mengatasi secara sistematis kekurangan diuji pada kegiatan pilot di Indonesia atau negara lain. Bank (gap) yang ada saat ini dan kebutuhan sektor pada tingkat telah memimpin pengembangan dari sebuah program lokal. Hal ini paling tepat dilakukan melalui portrfolio yang ada 15 tahun bernama Program Manajemen dan Rehabilitasi saat ini, seperti misalnya program "KDP Hijau" dan "Program Terumbu Karang (COREMAP) yang merupakan program Kemiskinan Perkotaan Hijau" yang baru keluar, keduanya dalam terbesar sejenisnya dimanapun di dunia. Proyek Revitalisasi kerangka pemberdayaan komunitas, milik pemerintah (PNPM). Perikanan akan meningkatkan pendapatan pesisir pedesaan Pilihan kedua yaitu mengembangkan operasi investasi yang dan komunitas perikanan di kabupaten-kabupaten yang menyediakan: a) hibah untuk infrastruktur dan jasa lingkungan berpartisipasi. Bank Dunia telah secara konsisten mendukung yang diprioritaskan lokal bagi pemerintah daerah yang pemerintah Indonesia untuk meningkatkan usaha manajemen mendapatkan nilai tinggi pada kinerja sistem penilaian nasional yang mengedepankan penggunaan berkelanjutan pada (Bangun Praja), dan b) bantuan teknis untuk pemerintah lokal sumber daya pesisir dan kelautan. Belajar dari pengalaman yang mendapatkan nilai buruk, namun memiliki kemauan sejak keterlibatan Bank, terdapat peluang unik untuk terus politis untuk meningkatkan dan berkualifikasi untuk bantuan mendukung Indonesia; khususnya meningkatkan dan hibah. Dengan berfokus pada kepentingan daerah untuk BAGIAN 4: Langkah ke Depan kapasitas manajemen lingkungan, Departemen Keuangan bagi peningkatan energi efisiensi pada industri, dapat memberikan dana hibah kepada pemerintah daerah, transportasi dan bangunan; dan c) bantuan karena kegiatan peningkatan lingkungan hidup dianggap untuk menurunkan emisi karbon dari batu bara sebagai aktivitas yang tidak menghasilkan pendapatan. dan produk minyak bumi. Instrumen-instrumen potensial termasuk diantaranya: pendanaan dari Perubahan Iklim. Bank Dunia merupakan salah satu pelaku Dana Teknologi Bersih, pinjaman bagi ekspansi yang telah aktif pada isu perubahan iklim selama lima tahun tenaga panas bumi, memperbanyak portofolio terakhir. Hal ini termasuk: a) implementasi aktivitas program CDM, mempromosikan teknologi dan bahan bakar mitigasi perubahan iklim GEF; b) peningkatan kesadaran bersih pada sektor transportasi; dan dukungan bagi tentang peluang CDM; dan c) secara aktif mengembangkan reformasi dan kebijakan sektor melalui pinjaman proyek CDM untuk pembayaran karbon. Dengan konteks kebijakan pembangunan. yang dijelaskan di atas, terdapat sebuah peluang unik untuk meningkatkan keterlibatan dan kefektifan kita dalam 9.3.4 Menyesuaikan dengan Tantangan membantu Indonesia mengatasi permasalahan perubahan Baru iklim. Masing-masing pilar strategis berikut dibangin dari suatu keuntungan komparatif, dengan tujuan mendukung Berdasarkan temuan CEA tentang tata kelola lingkungan kemampuan Indonesia memahami dan merespon tantangan dan perubahan iklim, Bank Dunia dapat menyesuaikan fokus kunci akibat perubahan iklim. Strategi Kerjasama Negara pada keberlanjutan, dengan dua cara. Pertama, ada kebutuhan kerjasama-kerjasama yang · Pilar 1: Meningkatkan fokus pada biaya dan lebih kuat dan baru. Meningkatkan tata kelola lingkungan Laporan Analisa Lingkungan Indonesia keuntungan adaptasi. Bank seharusnya menggunakan membutuhkan kerja lebih langsung dengan pemerintah kemampuan mengorganisasi dan analitisnya untuk daerah, masyarakat sipil, anggota parlemen, organisasi membantu pihak terkait (stakeholder) di Indonesia, keagamaan, dan kesadaran umum publik. Mengatasi dalam memahami permasalahan dan pilihan- perubahan iklim sebaiknya menyertakan pelaku-pelaku baru pilihan yang dimiliki oleh negara yang melakukan di Indonesia (Dewan Nasional Perubahan Iklim, Dana Perwalian adaptasi terhadap perubahan iklim. Dua penekanan Perubahan Iklim Indonesia, dan mekanisme pendanaan dari pilar ini adalah: a)meningkatkan kepekaan lokal lainnya, dan sistem Badan Manajemen Bencana untuk portofolio investasi Bank terhadap perubahan iklim keterkaitan antara adaptasi dan pengurangan risiko bencana). dan mengeksplorasi kemungkinan operasi terpisah Di luar Indonesia, Bank Dunia dapat membantu memfasilitasi yang membiayai investasi adaptasi, dan b) dukungan akses Indonesia kepada sumber baru pendanaan iklim sepert bagi strategi pembangunan rendah-karbon dalam misalnya Dana Adaptasi GEF, Dana Investasi Iklim dan Fasilitas rangka mengidentifikasi skenario pembangunan Kerjasama Karbon Kehutanan. Kedua, terdapat peluang baru yang berbeda agar pertumbuhan ekonomi dapat bagi Bank Dunia untuk berinvestasi pada Indonesia yang lebih berlangsung sambil menurunkan intensitas emisi berkelanjutan. Beberapa dari ini disimpulkan dalam Tabel 9.2, diturunkan dan memasukkan biaya (dan keuntungan) dimulai dengan kasus dasar; tabel yang lebih lengkap dengan adaptasi. skenario-skenario yang lebih ambisius dipresentasikan di Lampiran. 95 · Pilar 2: Penajaman fokus pada pencegahan deforestasi dan degradasi. Karena degradasi hutan dan lahan gambut adalah sumber utama dari emisi gas rumah kaca Indonesia, sudah selayaknya pendekatan Bank pada area ini diperkuat. Tujuannya adalah untuk membantu Indonesia mengembangkan dan mengimplementasikan strategi dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi, baik melalui bantuan teknis dan pendanaan untuk proyek demonstrasi REDD, maupun manajemen kehutanan berkelanjutan dan konservasi cadangan karbon hutan. · Pilar 3: Peningkatan dukungan bagi energi bersih. Dengan perkiraan bahwa emisi dari kegiatan energi akan mengambil alih emisi kegiatan peruntukan lahan, terdapat sebuah peluang untuk meningkatkan dukungan Bank Dunia bagi energi bersih. Hal ini akan termasuk inisiatif-inisiatif untuk: a) meningkatkan investasi energi terbarukan, khususnya tenaga panas bumi; b) mendukung kebijakan dan program BAGIAN 4: Langkah ke Depan Tabel 9.2. Area Keterlibatan dan Aktivitas Area Keterlibatan dan Aktivitas (Kasus Dasar) Potensi Partner Tata Kelola Lingkungan AAA · Kajian lingkungan strategis perubahan iklim untuk Jabodetabek KLH, Pemda · Bantuan teknis untuk membentuk Program Kemiskinan Perkotaan Hijau Departemen Pekerjaan Umum (UPP) · Studi harmonisasi kerangka desentralisasi untuk manajemen lingkungan KLH, otoritas lokal PENDANAAN HIBAH · Melanjutkan perluasan Program Pembangunan Kecamatan Hijau Departeman Dalam Negeri · Kampanye kesadaran publik pada isu-isu lingkungan penting LSM, media masa DIALOG/PERTEMUAN · Peningkatan konsultasi dan keterlibatan dengan mas media, badan legislatif, LSM sebagai fasilitator dan organisasi keagamaan Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim AAA · Pemetaan kerentanan perubahan iklim pada skala nasional Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) PENDANAAN HIBAH · Aktivitas untuk menghubungkan adaptasi dan agenda reduksi risiko Bappenas, BNPB, DNPI bencana (hibah GFDDR) DIALOG/PERTEMUAN · Koordinasi donor untuk bantuan teknis, peningkatan kapasitas dan investasi Donor bi-dan multilateral & LSM adaptasi PINJAMAN INVESTASI · Memastikan kelenturan iklim menjadi arus-utama (mainstreaming), dan Bank Dunia dan pemberi dana sebagai bagian dari portofolio keseluruhan investasi Peruntukan Lahan dan Perubahan Iklim AAA · Bantuan teknis untuk implementasi Rencana Kesiapan REDD pada tingkat Departemen Kehutanan nasional · Dukungan regional untuk penegakan hukum hutan yang Departemen Kehutanan, ASEAN berkesinambungan dan kegiatan tata kelola · Identifikasi Program Investasi Hutan (dengan ADB dan IFC) Departemen Kehutanan, swasta · Analisa isu lahan basah/gambut terkait dengan emisi karbon (WACLIMAD) Pemerintah propinsi dan distrik 96 PENDANAAN HIBAH · Manajemen Dana Perwalian (trust fund) Karbon Kehutanan Indonesia Kalimantan Tengah, AusAID dengan sumber daya AusAID · Perluasan konsesi restorasi ekologi dengan hibah GEF baru Burung Indonesia, Departemen Kehutanan · Perpanjangan dan perluasan Proyek Lingkungan dan Hutan Aceh (hibah Pemerintah NAD MDF) Energi dan Perubahan Iklim AAA · Studi strategi pembangunan rendah-karbon dengan penekanan pada isu Departemen Keuangan, DNPI Bermacam-macam dan opsi terkait energi. badan pemerintah dan pihak swasta · Mengembangkan program investasi Dana Teknologi Bersih (dengan ADB and IFC) PENDANAAN HIBAH · Menghilangkan hambatan investasi pada tenaga panas bumi (hibah GEF Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang sekarang ada) PINJAMAN INVESTASI · Pinjaman untuk listrik bertenaga panas bumi dari Dana Teknologi Bersih Pertamina BAGIAN 4: Langkah ke Depan LAMPIRAN: Skenario Rencana Bisnis untuk Keterlibatan Bank Dunia yang Meningkat Kasus Dasar Keterlibatan Menengah Keterlibatan Tinggi (Kasus Dasar +) (Keterlibatan Menengah +) Tata Kelola Lingkungan AAA AAA AAA · Kajian lingkungan strategis terhadap · Dukungan bagi KLH untuk inisiatif RUTR · Bantuan teknis untuk penguatan perubahan iklim untuk Jabodetabek Pulau Sumatera penegakan didaerah diatas · Bantuan Teknis untuk pembentukan · Bantuan teknis bagi pemerintah lokal manajemen sumber daya alam dan Program Kemiskinan Perkotaan Hijau guna memperkuat AMDAL dan fungsi peraturan lingkungan (UPP) dengan Departemen PU lingkungan lainnya · Penyusunan pengukuran bagi · Studi harmonisasi kerangka desentralisasi · Keterlibatan pada akses sumber daya reformasi fiskal lingkungan untuk manajemen sumber daya alam lahan dan hak kepemilikan tanah pada PINJAMAN INVESTASI PENDANAAN HIBAH tingkat lokal · Blok hibah Pemdaberdasarkan kinerja · Melanjutkan perluasan Program · Acara peningkatan kesadaran lingkungan lingkungan dan untuk peningkatan Pembangunan Kecamatan Hijau yang ditargetkan bagianggota legislatif, kapasitas DIALOG/PERTEMUAN media masa dan organisasi keagamaan · Pendanaan untuk memastikan · Peningkatan konsultasi dan keterlibatan PENDANAAN HIBAH KDP dan UPP Hijau sebagai arus dengan media masa, badan legislatif, dan · Perluasan program peringkat reputasi di utama pada peminjamanan PNPM organisasi keagamaan KLH (PROPER, Adipura, MIH) berikutnya · Pendanaan demonstrasi untuk UPP Hijau · Penyertaan ukuran reformasi fiskal Laporan Analisa Lingkungan Indonesia di daerah perkotaan terpilih dengan lingkungan dalam seri DPL Departemen PU · Perluasan kurikulum lingkungan melalui program sektor pendidikan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim AAA AAA AAA · Pemetaan kerentanan perubahan iklim · Pemetaan rinci kerentanan perubahan · Penyusunan rencana aksi adaptasi pada skala nasional iklim di area risiko tinggi bagi daerah paling rentan DIALOG/PERTEMUAN · Membantu Bappenas untuk PINJAMAN INVESTASI · Koordinasi donor untuk bantuan teknis, mengembangkan sebuah kajian · Pinjaman lunak bagi adaptasi peningkatan kapasitas dan investasi kebutuhan adaptasi nasional dan perubahan iklim dengan input Dana untuk adaptasi program investasi Adaptasi GEF PENDANAAN HIBAH PENDANAAN HIBAH · Aktivitas yang menhubungkan adaptasi · Aktifitas pendanaan bersama adaptasi dan agenda pengurangan risiko bencana dengan Dana Perwalian (trust fund) (hibah GFDRR) Perubahan Iklim Indonesia PINJAMAN INVESTASI 97 · Memastikan ketahanan terhadap perubahan iklim menjadi bagian integral dari keseluruhan portofolio investasi Peruntukan Lahan dan Perubahan Iklim AAA AAA AAA · Bantuan teknis untuk implementasi · Bantuan teknis implementasi program · Makalah tentang isu dan opsii minyak Rencana Kesiapan REDD pada tingkat kesiapan di provinsi terpilih kelapa sawit nasional PENDANAAN HIBAH PENDANAAN HIBAH/PENDANAAN · Identifikasi program investasi FIP · Pelaksanaan hibah Kesediaan FCPF KARBON · Dukungan regional untuk penegakan sebagai perwakilan Dephut · Pembelian kredit reduksi emisi dari hukum hutan dan tugas tata kelola · Pendanaan bersama aktivitas ICCTF 2-3 proyek demonstrasi REDD dengan · Analisa isu lahan basah/gambut terkait terkait dengan kehutanan dan uang Dana Karbon FCPF dengan emisi karbon (WACLIMAD) peruntukan lahan PINJAMAN INVESTASI PENDANAAN HIBAH DIALOG/PERTEMUAN · Pinjaman lunak untuk proyek · Manajemen Dana Perwalian (trust fund) · Koordinasi donor bagi pendekatan demonstrasi REDD, manajemen hutan Karbon Kehutanan Indonesia dengan berbeda untuk menurunkan emisi berkelanjutan dan/atau konservasi sumber daya AusAID karbon kehutanan cadangan karbon hutan dengan · Perluasan konsesi restorasi ekologi Program Investasi Hutan (dengan IFC) dengan hibah GEF · Perpanjangan dan perluasan Proyek Lingkungan dan Hutan Aceh (hibah MDF) Energi dan Perubahan Iklim AAA AAA PINJAMAN INVESTASI · Studi strategi pembangunan rendah- · Isu dan catatan opsi bahan bakar bio · Program investasi teknologi bersih karbon dengan penekanan pada isu dan · Studi untuk menghilangan hambatan (dengan IFC and ADB) opsi terkait energi. investasi sumber energi terbarukan lain. · Mengembangkan program investasi PENDANAAN HIBAH/PENDANAAN Dana Teknologi Bersih (dengan ADB and KARBON IFC) · Proyek CDM baru untuk energi PENDANAAN HIBAH terbarukan dan efisiensi energi/substitusi · Mengatasi hambatan investasi pada bahan bakar tenaga panas bumi (hibah GEF) · Pendanaan bersama aktivitas ICCTF PINJAMAN INVESTASI terkait dengan energi bersih · Pinjaman listrik bertenaga panas bumi PINJAMAN INVESTASI dengan Dana Teknologi Bersih · Pinjaman untuk efisiensi energi di sektor swasta (IFC) Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 98 Daftar Pustaka Asian Development Bank (ADB) (2006), Indonesia: Country Brown, Timothy, Dietriech Bengen, Maurice Knight (2005), Synthesis Report on Urban Air Quality Management. ADB and "Future Scenario Analysis of Marine Fisheries in Indonesia the Clean Air Initiative for Asian Cities. : Economic Role, Industry Trends, Regional Trends, Future Potential". USAID Coastal Resources Management Project II ADB (2009), The Economics of Climate Change in Southeast Asia: (August 2005). A Regional Review. ADB. Butsi, Febry Ichwan (Desember 4, 2007), "Dicari, Media Massa ADB (2009), The Economics of Climate Change in Southeast Asia: Pro Lingkungan", Majalah Kajian Media, DIKTUM. A Regional Review. Alisjahbana, Armida Salsiah (2005). Casson, A.C, Setyarso, A., Boccucci M., Brown D.W (2007), .A Anonymous, "Pola Pengelolaan Hubungan Partai Politik dengan Multistakeholder Action Plan to Curb Illegal Logging and Konstituen". http://forum-politisi.org/downloads. Improve Law Enforcement in Indonesia. Prepared for WWF Indonesia, the World Bank, and DFID (In Press). Antlov, Hans, Ibrahim, Rustam and van Tuijl, Peter (2005), "NGO Governance and Accountability in Indonesia: Challenges in a Casson, Anne (2000), The Hesitant Boom: Indonesia's Oil Palm Newly Democratizing Country". Applegate, et al. (May 2006), Sub-Sector in an Era of Economic Crisis and Political Change. Climate Change and Forest Fires. CIFOR. Bogor. Indonesia. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Azis, Iwan Jaya and Salim, Emil (2005), "Development Cesar, H, C.G. Lundin, S. Bettencourt, and J. Dixon (1997), Performance and Future Scenarios in the Context of Sustainable Indonesian coral reefs -- an Economic analysis of a Precious but Utilization of Natural Resources." in The Politics and Economics Threatened Resource Ambio Vol. 26, no. 6, pp. 345-350. of Indonesia's Natural Resources. Resosudarmo, B. P., editor. Institute of Southeast Asian Studies. Singapore. CIESIN, 2007. Population Density Within and Outside of a 10 m Low Elevation Coastal Zone in Western Indonesia. s.l. : Columbia BAPPEDA DKI Jakarta"Rencana Pembangunan Jangka Menengah University, 2007. Daerah (RJPMD) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)" www.bappedajakarta.go.id. CIFOR (2006), Climate Change and Forest Fire. BAPPENAS (2007), Indonesia Country Natural Resource Cline, W., 2007. Global Warming and Agriculture: Impact Estimates Environmental Analysis. Jakarta. by Country. Center for Global Development and Peterson Institute for International Economics. Washington, D.C. BAPPENAS (2004), "Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009". www.bappenas.go.id. CLSA Indonesia (Roy Morgan) (2007), "Mr. and Mrs. Indonesia: Asia's Middle Class Revealed". BAPPENAS (2004), "Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup 99 Indonesia: Antara Krisis dan Peluang". Cohen, Aaron et al (2004), Urban Air Pollution, Chapter 17 in Comparative Risk Assessment. WHO. Geneva. BAPPENAS (2007), "Motor, Penyebab Polusi Udara?" (Februari 2007), www.udarakota.bappenas.go.id. Cut Dian R.D. Agustina, J. del Granado, T. Bulman, W. Fengler and M. Ikhsan (2008), " Black Hole or Black Gold? The Impact BAPPENAS (2007), Indonesia Country Natural Resource of Oil and Gas Prices on Indonesia's Public Finances." Policy Environmental Analysis. Summary in English. December 2007. Research Working Paper. The World Bank East Asia and Pacific Region. PREM. World Bank: Jakarta BAPPENAS (2008), National Development Planning: Indonesia Responses to Climate Change. Jakarta. Departemen Dalam Negeri (2008), Joint Circular Letter Between Minister of Home Affairs and State Minister of BAPPENAS-ADB (1999), Causes, Extent, Impact and Cost of Environment concerning Reorganization of Local Government 1997-1998 Fires and Drought. Planning for Fire Prevention and Governmental Institutions. Number 061/163/SJ/2008 and SE- Drought Management Project. ADB TA 2999-INO. Jakarta. 01/MENLH/2008. Boer, Rizaldi et al. (2007), Deteksi Perubahan Iklim dan Dampak Dermawan, Agus (2009), Director for Conservation and Sosio-Ekonominya. Laporan Proyek Kerjasama BMG dan IPB, Marine National Parks, Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Bogor. Indonesia. April 2009 Bojö, Jan and Fernanda Ruiz Nunez (2008), Indoor Air Quality in Desai, Manish, S. Mehta and K. Smith (2004), Indoor Smoke from Indonesia. Informal note prepared for the Indonesia CEA. Solid Fuels: Assessing the environmental burden of disease at national and local levels. Geneva: WHO. Dore, Giovanna, J. Leitmann, A. Mackay (2006), AMDAL Reform Hooijer A, Silvius M, Wösten H, Page S (2006), PEAT-CO2: and Decentralization: Opportunities for Innovation in Indonesia. Assessment of CO2 emissions from drained peatlands in SE Asia, Discussion papers, East Asia and Pacific Environment and Social Delft Hydraulics, Wetlands International. Development Department. Washington, DC: World Bank. Hulme, Mike and Sheard, Nicola (1999), Climate Change Dutton, Ian (2005), "The challenges of Coastal and Marine Projections in Indonesia. Climatic Research Unit. United Kingdom Resources Management," in Budi P. Resosudarmo (2005). "The : University of East Anglia and WWF International, 1999. Politics and Economics of Indonesia's Natural Resources." Indonesia Update Series, Research School of Asian and IDRC (International Development Research Center) (2003). Pacific Studies. The Australian National University. Institute of Southeast Asian Studies, Singapore IIED, 2007. "Climate change: study maps those at greatest risk from cyclones and rising seas". [Online] March 27, 2007. http:// ICG (2001), Indonesia: Natural Resources and Law Enforcement. www.iied.org/mediaroom/releases/070328coastal.html. Jakarta / Brussels. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan IIEE (2007), Energy Security and Sustainable Development, The FAO (2006), Global Forest Resources Assessment 2005 (www. Indonesia Energy Economics Review Volume 2-2007, Periodical fao.org/forestry/fra2005) published by IIEE, Jakarta. FAO (1996), FAO. [Online] 1996, [Cited: February 27, 2007.] IIEE (January 2008), "Preliminary Review on legal and www.fao.org. Institutional Settings For the Low Carbon Options Study." Draft Note. Fox, James J., Adhuri, Dedi Supriadi, and Resosudarmo, Ida Aju Pradnja (2005), "Unfinished Edifice or Pandora's Box? Institut Studi Arus Informasi (ISAI) (2007), "Suara yang Tak Decentralisation and Resource Management in Indonesia." in Berpihak pada Lingkungan", "Kolaborasi Abaikan Lingkungan", The Politics and Economics of Indonesia's Natural Resources. "Analisis Isi Berita Media Cetak Kampanye Presiden Mengenai Lingkungan", "Rekomendasi Janji Politik yang Berpihak pada Framework Contract AMS/451 Lot N°6, Request for Services Lingkungan". http://www.isai.or.id. N°2005/102581. Prepared by MWH SA for the Government of Indonesia and the European Commission. July 2005. International Energy Agency (2004), World Energy Outlook 2004, International Energy Agency of the OECD, Paris. Government of Indonesia (2006), RJPPK. International Energy Agency (2008), "Energy Policy Review of Government of Indonesia (2007), National Action Plan for Indonesia." IEA: Paris. Mitigation and Adaptation to Climate Change. International Foundation for Election Systems (IFES) (2003), Government of Indonesia (2007), "Matrix of Priorities, Focuses "Papua Public Opinion Survey". 100 and Priority Activities of Government Work Plan Year 2007" (unpublished document). IPCC (2007), The Fourth Assesment Report. s.l. Government of Indonesia (2007a), Climate Variability and Climate Jakarta Globe (February 25, 2009), "Firm legal Ground Needed Changes, and Their Implication. Ministry of Environment. to Boost Foreign Investment: Australian miners." Government of Indonesia (2007b), National Action Plan Jakarta Post (2008), "Sampah: Saving environment through Addressing Climate Change, Ministry of Environment. faith", July 17, 2008. Government of Indonesia (2008), National Development Jakarta Post (2009), "Forest firms hit new snags," p. 14, May 15, Planning: Indonesia Responses to Climate Change, BAPPENAS. 2009. Government of Indonesia. Ministry of Energy and Mineral Jakarta Post (2008), "Green media groups air environmental Resources, Handbook of Energy Economic Statistics, 2005. programs", May 6, 2008. Hansen M, P Potapov, K Pittman, Wardoyo, B. Arunawarti, Jakarta Post (2009), "Human invaders endanger park wildlife," A Basyiruddin, S. Rahman, R. Sari (2006), Forest Change in June 15, 2009. Indonesia 2000-2006, proceedings of a workshop convened by University of South Dakota GIS Center of Excellence, Indonesian Jakarta Post (December 6, 2008), "More volunteers turning to Ministry of Forestry, WRI, US Geological Survey, sponsored by green efforts",. World Bank, Jakarta. JICA and GOI (February 2009), "Study on Fiscal and Non-Fiscal Medina, Martin and Rodriguez, Abelardo L. Scavenger. Not Incentives to Accelerate Geothermal Energy Development By Dated. Cooperatives in Asia and Latin America. Yale. Private Sector in Indonesia." Presentation. Mietzner, Marcus April-June 2008), "Stable but Unpopular: John Hopkins University and Terangi (2003), Coral Reef Education Indonesian have a love-hate relationship with their political Database. [CD Database] 2003. parties", Inside Indonesia 92: April-June 2008. http:// insideindonesia.org Joyo Winoto (February 2008), "Land for Justice, Welfare, Sustainability and Social Harmony." Presentation at World Bank Ministry of Environment (2008), The State of the Environment Office Jakarta, February 2008. Report in Indonesia 2007. Jakarta, June 2008. Kanungo, Parameeta and Torres, Magüi Moreno (2006), Ministry of Forestry (2006), Forestry Statistics of Indonesia. Empowerment Case Studies: Indonesia's PROPER. Case study Badan Planologi. Jakarta. of Indonesia's Program For Pollution Control, Evaluation, And Rating (PROPER). World Bank (Washington DC). Ministry of Forestry (2008), Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation In Indonesia: IFCA Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2006), Persepsi Consolidation Report. Forest Research and Development Masyarakat terhadap Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Agency, Jakarta. Menatap Indonesia 2009. Ministry of Forestry/IFCA (2007), Reducing Emissions From Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), Menuju Kearah Deforestation And Forest Degradation In Indonesia. Summary Parlemen Hijau ­ Kaukus Lingkungan Hidup Anggota DPRD: for Policy Makers. Ministry of Forestry and Indonesia Forest Sebuah Gagasan Mengarusutamakan Lingkungan Hidup. Climate Alliance. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), Status Ministry of Home Affairs (2008), Final Assessment Report: Lingkungan Hidup Indonesia 2006. Institutional Capacity Strengthening of Environmental Management at the Local Level. Director General for a Regional Kementerian Negara Lingkungan Hidup (June 2007), Hasil Development, Ministry of Home Affairs, 2008. Evaluasi Program Adipura. Mous P., Pet-Soede L., Erdmann M., Cesar H., Sadovy Y. and Kofod, Eivind O. and Ward, Gareth (2005), Country Environmental Pet J. (2000), Cyanide fishing on Indonesian coral reefs for the Profile: Indonesia. live food fish market ­ What is the problem? SPC, Live Reef Fish Information Bulletin #7. Kompas (13 November 2007), "Jurnalisme Lingkungan Belum Pengaruhi Kebijakan". Murharjanti, Prayekti, H. Subagiyo, G. Indarto, I. Pulungan and T. Baskoro (2008), Closing Access, Yielding Disasters, Indonesian Krismantari, Ika. Committee proposes 2-2.5 percent mandatory Center for Environmental Law, Jakarta. 101 use of biofuel. The Jakarta Post. February 4, 2008 Nahdlatul Ulama (2007), "Profil Gerakan Nasional Kehutanan Lindert, Peter (2000), Shifting Ground: The Changing Agricultural dan Lingkungan Hidup". Soils of China and Indonesia. Cambridge, MA: MIT Press. Natural Resources Management Project (USAID) (2001), Local Governance Support Program (LGSP) ­ Good Governance "Knowledge, Attitudes and Practices (KAP) Survey Report - Brief (March 2008), "Peran DPRD dalam Meningkatkan Otonomi North Sulawesi and East Kalimantan". Daerah and Tata Pemerintahan yang Baik: Kerangka kerja, Tantangan dan Pedekatan Baru". Naylor, Rosamond et al. (2007), Assessing the risks of climate variability and climate change for Indonesian rice agriculture, Majalah Warta Anggaran (2006), DG Budget and Fiscal Balance, PNAS Early Edition, May 1, 2007. Ministry of Finance. The Indonesian Budget in Brief 2006. Nicholls, R., P. Wong, V. Burkett, J. Codignotto, J. Hay, R. McLean, Manurung, Togu and Joseph Buongiorno (1997), "Effects of the S. Ragoonaden, and C. Woodroffe, 2007.: Coastal systems and Ban On Tropical Log Exports On the Forestry Sector in Indonesia." low-lying areas. Climate Change 2007: Impacts, Adaptation and Journal of world Forest resource Management 8: 21-49. vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Marifa, Isna (2007), Review and Assessment of Donor Activities in Change, M. Parry, O. Canziani, J. Palutikof, P. van der Linden and the Environment and NRM Sectors in Indonesia. Final report to C. Hanson, Eds. Cambridge University Press, Cambridge, UK, the World Bank, processed. 315-356. OFDA/CRED (2007), The International Disaster Database, Catholic Resousudarmo, Budi. P. and Jotzo, Frank (2008), "Decomposing University of Louvain, Belgium. C02 Emissions From Fuel Combustions in Indonesia To Understand The Options For Mitigation." Draft working paper Oxfam (2007), Adapting to Climate Change: What's needed in for the Technical Baseline Study of GHG Enissions and Scenarios poor countries, and who should pay, Oxfam Briefing Paper No. Project. World Bank: Jakarta. 104. Rosenthal, E. Studies Deem Biofuels a Greenhouse Threat. The Page, S.E., Siegert, F., Rieley, J.O., Boehm, H.V., Jaya, A. and Limin, New York Times. February 8, 2008. S (2002), The amount of carbon released from peat and forest fires in Indonesia during 1997. Nature, 420: 61-65. Royal Society (2008), Sustainable Biofuels: Prospects and Challenges, RS Policy Document 01/08, London. Pandey, K., B. Hintermann, D. Wheeler, and K. Hamilton (forthcoming) National Economic Costs of Urban Air Pollution. Science (2008), Fargione, Joseph, Jason Hill, David Tilman, Mimeo. Stephen Polasky and Peter Hawthorne, 2008, Land Clearning Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan and the Biofuel Carbon Debt, Science, Vol 319, No. 5867, pp Parry, M.L and Nih, A.R. Magalhaes and N.H. (1992), The 1235-1238. Potential Socio Economic Effects of Climate Change: A Summary of Three Regional Assesment. Nairobi: Kenya : United Nations Setiasih, Naneng (2006), Bali Barat National Park (BBNP) Coral Environment Programme. Monitoring Report. s.l. : Friends of the Reefs Project WWF Indonesia. PEACE (2007), Indonesia and Climate Change: Current Status and Policies, DfID and World Bank, Jakarta, Indonesia. Sherlock, Stephen, Center for Democratic Institutions, Australian National University, http://ww.cdi.anu.edu.au (2003), Pet-Soede C., H.S.J. Cesar and J.S. Pet (1999), An Economic "Struggling to Change: The Indonesian Parliament in an Era of Analysis Of Blast Fishing On Indonesian Coral Reefs, Reformasi" ­ A Report on the Structure and Operation of the Environmental Conservation Volume 26, Issue 2 ­ June 1999. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Pew Research Center. Pew Global Attitudes Survey (2007), Stanley, Caitlin L., Muhammadiyah University, Malang (2005), "Global Unease with Major World Powers". "Attitude and Awareness of Bajo Tribe toward Environment and Conservation - Case Study : Sampela Village, Wakatobi National Pricewaterhouse Coopers (2006), " Review of Trends in the Park". Indonesian Mining Industry. Pricewaterhouse Coopers: Jakarta. Steenbrink, Karel (2008), The New Decentralisation. `Blossoming' Ethnic And Religious Conflict In Indonesia. PT. Insan Hitawasana Sejahtera (2004), INFORM "Indonesia Forest and Media Campaign Monitoring and Evaluation".. Strutt, Anna and Kym Anderson (2000), Will Trade Liberalization 102 Harm the Environment? The Case of Indonesia to 2020. Ratag, Mezak (2 March 2007), Perubahan Iklim : Perubahan Environmental and Resource Economics, vol. 17, pp. 203-232. Variasi Curah Hujan, Cuaca dan Iklim Ekstrim. Jakarta : Badan Kluwer Academic Publishers. Metereologi dan Geofisika. Suryadi, Suhardi, Director, LP3ES (April 2009). Reilly, John (1996), Climate Change, Global Agriculture and Regional Vulnerability. s.l. : FAO and John Wiley and Sons. Susan, Novri. "Masyarakat Sipil dan Konsolidasi Demokrasi Daerah" http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/d/article/ Resosudarmo, Budi (2005), "Does Indonesia have the Balance viewFile/436/396. Right in Natural Resource Revenue Sharing?" in The Politics and Economics of Indonesia's Natural Resources. Resosudarmo, B. Susandi, Armi et al (2007), Climate Change in Jakarta: Its Historical P., editor. Institute of Southeast Asian Studies. Singapore. Study for Projection, Proceedings of Annual Scientific Meeting HAGI, Semarang, Indonesia (13-15 November 2006). Resosudarmo, Budi and Arief Anshory Yusuf (2005a), "Is the Log Export Ban An Efficient Instrument for Economic Development Swisscontact (unpublished) (2003 and 2004), "Segar Jakartaku and Environmental protection? The Case of Indonesia." Asian Campaign Effectiveness and Public Level of Awareness Economic Papers (ASEP) 5:2 Job No.1070 Survey". Resosudarmo, Budi and Arief Anshory Yusuf (2005b), "On the Thamrin, Juni (30 October 2001), "Peta dan Peran Civil Society Distributional Effects of a Carbon Tax in Developing Countries: Organization di Indonesia Paska Pemerintahan Wahid"; Presented The Case of Indonesia." Working Paper Australian National at the Japan Foundation Asia Center. University. Canberra UNDP (2007), The other half of climate change: Why Indonesia World Bank (2007a), Economic Impacts of Sanitation in Southeast must adapt to protect its poorest people, UNDP Indonesia Asia. A four-country study conducted in Cambodia, Indonesia, the Philippines and Vietnam under the Economics of Sanitation UNEP (August 2006), Report Of The East Asian Seas Igr-2 Initiative. WSP-EAP Research Report. Processed. Preparatory Workshop `Partnership Opportunities For Enhanced Gpa Implementation. East Asian Seas Regional Coordinating World Bank (2007b), Spending for Development: Making the Unit, UNEP. Most of Indonesia's Development Opportunities, World Bank, Washington DC. United Nations Statistics Division, Department of Economic and Social Affairs, United Nations (2007), Millenium Development World Bank (2008), Adapting to Climate Change: The Case of Goals Indicators. http://unstats.un.org/unsd/mdg/SeriesDetail. Rice in Indonesia, Report No. 44434-ID aspx?srid=616 World Bank (2009), Little Green Data Book. Washington, D.C. WALHI, (unpublished) (2007), "Laporan Studi Krisis Jabodetabek". World Bank (December 2006), Sustaining Economic Growth, Rural Livelihoods, and Environmental Benefits: Strategic WDI (World Development Indicators), 2009. World Bank, Options For Forest Assistance in Indonesia. The World Bank. Washington, D.C.[ot1] World Bank (December 2008), "A Strategic Assessment of Spatial World Bank (2003), Indonesia Environment Monitor 2003. World Planning Options for Papua Province. Laporan Analisa Lingkungan Indonesia Bank, Jakarta. World Bank, CIFOR, DFID, EC, ADB, IFC, World Agroforestry World Bank (2004), COREMAP I and II. Project Appraisal Document. Center (2006), Sustaining Economic Growth, Rural Livelihoods, Washington, D.C. and Economic Benefits: Strategic Options for Forest Assistance in Indonesia. Jakarta. World Bank (2005), "Environmental Fiscal Refrom. What Should Be done and How To achieve it." World Bank: Washington D.C. World Bank (2009), Developing a Market for REDD in Indonesia. Report on Implementation of a Learning Workshop: Lokakarya World Bank (2006a), Sustaining Economic Growth, Rural Mengembangkan Pasar REDD di Indonesia. Jakarta. Livelihoods, and Environmental Benefits ­ Strategic Options for Forest Assistance. World Bank: Jakarta World Bank. Indonesia at $100 per Barrel: The impact of oil & gas prices on public finance. World Bank Staff. Unpublished World Bank (2006b), Sustaining Indonesia's Forests. Strategy Draft. March 19, 2008 for the World Bank 2006-2009. Bank Dunia, The World Bank, Jakarta. World Public Opinion (2007), WorldPublicOpinion.org and The Chicago Council on Global Affairs. World Bank (2006c), Where is the Wealth of Nations? World Bank, 103 Washington, D.C. WRI/CAIT (2007), Climate Analysis Indicators Tools. CAIT Version 04. World Resources Institute. Washington, DC. World Bank (2007), "Spending for Development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities. Indonesia Public Yin, Jun (1999). "Elite Opinion and Media Diffusion: Exploring Expenditure Review 2007." World Bank: Jakarta . Environmental Atittudes". The Harvard International Journal of Press Politics 4.3, 62-86. World Bank (2007), Program Document for a proposed First Infrastructire Development Policy Loan (IDPL 1) in the amount Yusuf, Arief and Francisco, Herminia (2009), Climate Change of US$200 million. International Bank for Reconstruction and Vulnerability Mapping for Southeast Asia, Economic and Development, Washington DC. Environment Program for Southeast Asia. World Bank (2009), World Development Report 2010: Development and Climate Change, World Bank; Washington, DC, June 2009. World Bank (2007), Program Document for a proposed Fourth Development Policy Loan (IDPL 4) in the amount of US$600 million to the Republic of Indonesia. International Bank for Reconstruction and Development, Washington DC. World Bank (2007). Towards an Efficient Fuel Products Market in Indonesia: Achieving an Equitable and Sustainable Policy. Jakarta, World Bank. Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan 104 Untuk informasi selanjutnya, silahkan hubungi: Kantor Bank Dunia Jakarta Gedung Bursa EFek Indonesia, Menara 2, Lantai 12 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190, Indonesia Phone: 62-21-5299-3000 Untuk mengunduh laporan lengkap "Berinvestasi untuk Indonesia yang Lebih Berkelanjutan", kunjungi website kami: www.worldbank.org/id Dicetak diatas cyclus offset (kertas daur ulang)