IKHTISAR Waktunya ACT Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia Editor: Mark Roberts, Frederico Gil Sander dan Sailesh Tiwari Ikhtisar Waktunya ACT Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia Editor: Mark Roberts, Frederico Gil Sander dan Sailesh Tiwari Booklet ini berisi ikhtisar dan daftar isi buku yang akan datang, Waktunya ACT: Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia (Time to ACT: Realizing Indonesia’s Urban Potential, 10.1596/978-1-4648-1389-4). Versi final dan lengkap buku ini akan tersedia dalam bentuk PDF di https://openknowledge.worldbank​ .org/ dan salinan cetak dapat dipesan di https://publications.worldbank.org/.  Silakan gunakan versi final laporan ini untuk tujuan kutipan, reproduksi dan adaptasi. © 2019 International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank 1818 H Street NW , Washington, DC 20433 Telephone: 202-473-1000; Internet: www.worldbank.org Hak cipta dilindungi undang-undang 2 3 4 22 21 20 19 Publikasi ini disusun oleh para staf Bank Dunia dengan kontribusi eksternal.  Temuan-temuan, interpretasi dan kesimpulan-kesimpulan yang dinyatakan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan Bank Dunia, Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia atau pemerintah yang diwakilinya. Bank Dunia tidak menjamin akurasi data yang termuat dalam publikasi ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi lain yang digambarkan pada setiap peta di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pendapat Bank Dunia tentang status hukum setiap wilayah atau persetujuan atau penerimaan atas batas-batas tersebut. Tidak satupun dalam publikasi ini merupakan atau dapat dianggap sebagai batasan atau pengecualian hak-hak istimewa dan kekebalan Bank Dunia, yang semuanya dilindungi secara khusus. Hak dan Izin Publikasi ini tersedia di bawah lisensi Creative Commons Attribution 3.0 IGO (CC BY 3.0 IGO) http:// creativecommons.org/licenses/by/3.0/igo.  Di bawah lisensi Creative Commons Attribution, anda bebas untuk menyalin, mendistribusikan, mengirim dan mengadaptasi laporan ini, termasuk untuk tujuan komersial, dengan ketentuan sebagai berikut: Pengutipan — Silakan mengutip laporan ini sebagai berikut: Roberts, Mark, Frederico Gil Sander and Sailesh Tiwari, editors. 2019. “Waktunya ACT: Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia.” Ikhtisar. World Bank, Washington, DC. License: Creative Commons Attribution CC BY 3.0 IGO. Terjemahan — Jika anda membuat terjemahan dari laporan ini, harap tambahkan penafian berikut bersama dengan pengutipan tersebut: Terjemahan ini tidak dibuat oleh Bank Dunia dan tidak boleh dianggap sebagai terjemahan resmi Bank Dunia. Bank Dunia tidak bertanggung jawab atas setiap konten atau kesalahan dalam terjemahan ini. Adaptasi — Jika anda membuat adaptasi dari laporan ini, harap tambahkan penafian berikut bersama dengan pengutipan tersebut:  Ini adalah adaptasi dari laporan asli oleh Bank Dunia.  Pandangan dan pendapat yang dinyatakan dalam adaptasi sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis atau para penulis adaptasi dan bukan merupakan persetujuan Bank Dunia. Konten pihak ketiga — Bank Dunia tidak memiliki setiap komponen isi yang terkandung dalam laporan ini. Oleh karena itu Bank Dunia tidak menjamin bahwa penggunaan setiap komponen atau bagian milik pihak ketiga mana pun yang terkandung dalam laporan ini tidak akan melanggar hak-hak pihak ketiga tersebut. Risiko klaim sebagai akibat dari pelanggaran semacam itu sepenuhnya berada di tangan anda.  Jika anda ingin menggunakan kembali suatu komponen dalam laporan ini, anda bertanggung jawab untuk menentukan apakah izin diperlukan untuk penggunaan tersebut dan untuk mendapatkan izin dari pemilik hak cipta. Contoh komponen dapat mencakup, tetapi tidak terbatas pada, tabel, gambar atau foto. Semua pertanyaan tentang hak dan lisensi ditujukan ke World Bank Publications, The World Bank Group, 1818 H Street NW, Washington, DC 20433, USA; e-mail: pubrights@worldbank.org. Desain sampul: Bill Pragluski, Critical Stages LLC. Foto sampul: © Mulya Amri/World Bank. Diperlukan izin lebih lanjut untuk digunakan kembali. Daftar Isi Daftar Isi Buku Selengkapnya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v Prakata . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix Ucapan Terima Kasih. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xv Daftar Singkatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xvii Ikhtisar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Pada tahun 2045, 220 juta jiwa akan tinggal di kawasan-kawasan perkotaan. . . . . . . . . 2 Pemenuhan janji urbanisasi membutuhkan pengelolaan faktor-faktor kepadatan (congestion forces).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 Kebijakan-kebijakan untuk mewujudkan potensi perkotaan Indonesia. . . . . . . . . . . . . 16 Lampiran OA Pilihan kebijakan yang disesuaikan menurut jenis wilayah. . . . . . . . . . . 30 Catatan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 Referensi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37 iii Daftar Isi Buku Selengkapnya Prakata Ucapan Terima Kasih Singkatan Ikhtisar Pada tahun 2045, 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di kawasan perkotaan Mewujudkan janji urbanisasi bergantung pada pengelolaan faktor-faktor kepadatan (congestion forces) Kebijakan untuk merealisasikan potensi perkotaan Indonesia Lampiran OA Pilihan kebijakan yang disesuaikan menurut jenis wilayah Catatan Referensi Pendahuluan Mendefinisikan kesejahteraan, inklusivitas dan kelayakan huni (livability) Kerangka kerja untuk menilai urbanisasi Panduan pembaca untuk laporan ini Catatan Referensi Bagian 1  Tren dan Kinerja Perkotaan Indonesia 1 Pola Urbanisasi dan Transformasi Struktural Mengukur urbanisasi di Indonesia Tren urbanisasi terkini di Indonesia v Jenis-jenis wilayah perkotaan dan pedesaan (“portfolio of places”) yang terus berkembang di Indonesia Melihat ke depan Lampiran 1A Sistem penilaian gabungan BPS untuk mengidentifikasi permukiman perkotaan Lampiran 1B Metodologi dekomposisi pertumbuhan penduduk perkotaan Lampiran 1C Kawasan metro multi-distrik dan metro distrik-tunggal di Indonesia, berdasarkan kawasan-pulau, dipilah berdasarkan total penduduk kawasan metro Catatan Referensi 2 Apakah Urbanisasi Memberikan Hasil? Apa yang seharusnya dihasilkan oleh urbanisasi? Apakah urbanisasi di Indonesia menghasilkan kesejahteraan bagi semua? Apakah urbanisasi di Indonesia menghasilkan kelayakan huni bagi semua orang? Potensi urbanisasi untuk menghasilkan manfaat yang lebih luas Catatan Referensi 3 Penggerak Produktivitas dan Kesejahteraan di seluruh Portfolio of Places Hubungan lintas kabupaten/kota antara kesejahteraan dan produktivitas rata-rata (average productivity) Apa yang menjelaskan produktivitas perkotaan? Pentingnya perbedaan underlying productivity Underlying productivity tertinggi di daerah inti metro multi-distrik dan kawasan metro distrik-tunggal, diikuti oleh daerah pinggiran perkotaan Memahami faktor-faktor aglomerasi (agglomeration forces) dan bagaimana kebijakan yang dirancang dapat meningkatkan produktivitas Berbagai efek lingkungan usaha terhadap produktivitas Kesimpulan dan implikasi kebijakan Lampiran 3A Konstruksi variabel akses pasar domestik Lampiran 3B Determinan underlying productivity Lampiran 3C Pengaruh lingkungan usaha lokal terhadap produktivitas perusahaan Catatan Referensi 4 Penggerak Inklusi Perkotaan dan Spasial Determinan kesenjangan antar wilayah (between-place inequality) Determinan kesenjangan di masing-masing wilayah (within-place inequality) Kesimpulan Lampiran 4A Metodologi untuk menganalisa kesenjangan spasial Lampiran 4B Manfaat sosial dasar (basic social returns), dengan interaksi Jawa-Bali Lampiran 4C Social returns berdasarkan tingkat keterampilan Catatan Referensi Spotlight 1  Menguatkan Ketahanan Bencana Kota-Kota di Indonesia Seberapa rentan kota-kota di Indonesia terhadap bencana? Pandangan ke depan vi  WA K T U N YA ACT Apa penggerak risiko bencana perkotaan? Apa yang perlu dilakukan: Pendekatan holistik untuk ketahanan bencana perkotaan Catatan Referensi Spotlight 2  Urbanisasi untuk Modal Manusia (Human Capital) Skor indeks modal manusia (human capital index) Indonesia rendah Human capital di berbagai wilayah Kebijakan urbanisasi peka terhadap human capital Referensi Bagian 2 Bagaimana Urbanisasi di Indonesia dapat Memberikan Hasil yang Lebih Besar? 5 Tata Kelola Kelembagaan dan Pembiayaan Perkotaan Urbanisasi dalam konteks desentralisasi Indonesia Mengapa kota-kota di Indonesia tidak memberikan pelayanan dan prasarana perkotaan yang lebih luas dan lebih baik? Peluang dan opsi-opsi kebijakan Lampiran 5A Evolusi desentralisasi Catatan Referensi 6 Prasarana dan Kebijakan-Kebijakan untuk Menghubungkan Portfolio of Places Investasi prasarana agregat yang lebih rendah sejak krisis Asia tahun 1997 Masalah yang timbul dari penentuan sasaran keruangan (spatial targeting) investasi prasarana di bawah desentralisasi Implikasi untuk produktivitas Hambatan migrasi Prasarana, dilema desentralisasi (decentralization conundrum) dan perlunya koordinasi Lampiran 6A Data investasi dan stok prasarana agregat Lampiran 6B Metodologi ekonometrik Lampiran 6C Hasil model ekonometrik Catatan Referensi 7 Kota yang Terhubung dan Terintegrasi: Fokus pada Perumahan dan Transportasi Merencanakan pertumbuhan yang terhubung Perumahan dan transportasi: Sektor-sektor utama untuk konektivitas dan integrasi perkotaan Kesimpulan Catatan Referensi 8 Menyasar dan Membantu Wilayah-Wilayah dan Masyarakat yang Tertinggal Karakterisasi wilayah-wilayah tertinggal di Indonesia Kebijakan berbasis wilayah di Indonesia D aftar I si   B uku S e l engkapnya   vii Memikirkan kembali kebijakan berbasis wilayah di Indonesia Menyasar dan membantu masyarakat yang tertinggal Catatan Referensi Spotlight 3  Krisis yang Tidak Terlihat dalam Pengelolaan Air Limbah di Indonesia Konsekuensinya Penyebab Apa yang bisa dilakukan? Catatan Referensi Spotlight 4  Potensi Kota-Kota Pintar (Smart Cities) Kelayakan huni Inklusivitas Kesejahteraan Implikasi untuk Indonesia Catatan Referensi viii  WA K T U N YA ACT Prakata Indonesia, negara dengan jumlah penduduk untuk mewujudkan janji urbanisasi dengan tertinggi keempat di dunia, menjadi semakin cara yang paling efektif, inklusif dan urban. Saat ini lebih dari setengah penduduk berkelanjutan? tinggal di kota-kota besar dan kecil; pada Laporan ini mengkaji tantangan dan pelu- tahun 2045, seratus tahun kemerdekaan ang yang terkait dengan urbanisasi di Indonesia, hampir tiga perempat penduduk Indonesia. Dengan pertimbangan beragam- akan tinggal di kawasan perkotaan. nya jenis wilayah di negara ini, laporan ini Urbanisasi menjanjikan kehidupan yang lebih menawarkan cara baru untuk mengklasifikasi baik bagi masyarakat Indonesia: kota-kota berbagai jenis wilayah perkotaan dan pede- besar dunia adalah pusat kemakmuran saan di seluruh Indonesia. Dari kota-kota ekonomi dan merupakan kawasan-kawasan metropolis yang berkembang pesat, yang yang didambakan untuk tempat tinggal dan mencakup beberapa kabupaten/kota seperti bekerja. Tidak satupun negara besar pernah Jakarta dan Bandung (“multi-district metro mencapai status berpenghasilan tinggi tanpa areas”) hingga kawasan-kawasan metropoli- urbanisasi. tan yang lebih kecil seperti Lampung (“single- Meskipun urbanisasi di negara ini secara district metro areas”) atau bahkan kota-kota umum merupakan faktor pendorong positif, kecil seperti Manado dan Ambon (“ non- Indonesia dapat berbuat lebih banyak untuk metro” urban areas). Laporan ini juga meng- mendapatkan manfaat sepenuhnya. Untuk kaji perbedaan antara masyarakat yang setiap kenaikan satu persen dalam tingkat tinggal dan bekerja di pusat-pusat kota urbanisasi, peningkatan pendapatan per (“cores”) dan masyarakat yang tinggal di kapita Indonesia tidak sebesar negara-negara daerah-daerah pinggiran kawasan metropoli- berkembang lain di Asia Timur dan Pasifik. tan (“peripheries”). Dan meskipun lebih dari setengah jumlah Dengan menggunakan berbagai sumber penduduk tinggal di daerah perkotaan, data, Bagian 1 dari laporan ini menilai sejauh Indonesia tetap menjadi negara mana urbanisasi di Indonesia telah memberi berpenghasilan menengah bawah. Apa yang tiga hasil utama — kesejahteraan, inklusivitas dapat dilakukan oleh para pembuat kebijakan dan kelayakan huni. Tentu saja, manfaat ix urbanisasi nyata dan substansial: kawasan Kunci untuk menerapkan prinsip-prinsip perkotaan lebih produktif dan menyediakan ACT adalah reformasi kelembagaan terhadap akses yang lebih baik ke pelayanan dan prasa- tata kelola pemerintahan dan keuangan dae- rana, secara rata-rata, dibandingkan dengan rah. Ini termasuk memperluas opsi-opsi untuk kawasan pedesaan. Namun, tidak semua pembiayaan daerah untuk memenuhi kebutu- wilayah dan penduduk mendapat manfaat han prasarana dan pelayanan dasar; mem- yang sama. Kesenjangan antara kaya dan bangun kapasitas lokal untuk merencanakan, miskin telah meningkat di semua jenis melaksanakan dan membiayai pembangunan wilayah, dan kesenjangan kesejahteraan perkotaan yang lebih baik; dan meningkat- antara kawasan metro dan non-metro tetap kan koordinasi kelembagaan di seluruh tata- tinggi menurut standar internasional. Bahkan ran pemerintahan, baik di tingkat pusat dan di dalam kawasan metro, penduduk yang daerah. Selain reformasi tersebut, tindakan tinggal di daerah pinggiran kesulitan mengak- spesifik di bidang kebijakan perumahan dan ses sarana dibandingkan penduduk yang ting- transportasi dapat membantu memperluas gal di daerah inti. Selain itu, banyak kawasan manfaat urbanisasi di masing-masing wilayah perkotaan di Indonesia mengalami tekanan maupun antar wilayah. faktor-faktor kepadatan (congestion forces): Laporan ini menyadari tidak ada pendeka- kemacetan lalu-lintas, polusi udara dan dae- tan satu solusi untuk semua permasalahan rah kumuh adalah fenomena umum, bahkan yang dapat mengatasi berbagai tantangan di beberapa kota kecil. yang dihadapi oleh berbagai jenis wilayah Sementara semua kota-kota dihadapkan (“ portfolio of places ”) yang beragam di dengan tantangan kemacetan dan kesenja­ Indonesia dan karenanya memberikan masu- ngan, kebijakan-kebijakan yang tepat dapat kan secara spesifik kepada para pembuat membantu memastikan masa depan yang kebijakan. Terlepas dari pendekatannya, lebih baik untuk kawasan-kawasan perkotaan sekaranglah waktunya untuk menerapkan ­ di Indonesia. Bagian II laporan ini mengusul- ACT untuk memastikan Indonesia mendapat kan tiga prinsip kebijakan dasar untuk manfaat urbanisasi sepenuhnya. Semakin melipatgandakan manfaat urbanisasi: banyak penduduk Indonesia yang menetap di Augment, Connect dan Target (“ACT”). kawasan-kawasan perkotaan, semakin sulit Augment mengacu pada perluasan dan dan mahal untuk mengubah arah urbanisasi pemerataan akses ke pelayanan dasar di kemudian hari. Laporan ini bertujuan berkualitas tinggi di semua wilayah, baik membantu para pembuat kebijakan menyu- perkotaan maupun pedesaan. Connect sun peta jalan untuk bertindak secara terpadu m engacu pada peningkatan konektivitas ­ dan terkoordinasi demi menciptakan kota- antar wilayah dan antara masyarakat dan kota yang makmur dan layak huni bagi selu- lapangan kerja, kesempatan dan pelayanan. ruh rakyat Indonesia. Target adalah upaya mengatasi kesenjangan menahun antar daerah dan kelompok Rodrigo A. Chaves masyarakat, yang mungkin masih ada meski- Country Director, Indonesia dan Timor-Leste pun dua prinsip pertama telah diterapkan Bank Dunia sepenuhnya. x  WA K T U N YA ACT Prakata Merupakan kehormatan yang tinggi untuk sepenuhnya terwujud. Antara tahun 1996 menyambut terbitnya Laporan Urbanisasi dan 2016, negara-negara berkembang lainnya Indonesia, karena laporan ini merupakan di Asia Timur dan Pasifik menikmati pening- hasil kolaborasi yang kuat antara Bank Dunia katan pendapatan per kapita sebanyak 2,7 dengan Kementerian Perencanaan persen untuk setiap peningkatan persentase Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan penduduk perkotaan mereka. Tapi, Indonesia Pembangunan Nasional, Kementerian hanya menikmati peningkatan pendapatan Keuangan, dan berbagai kementerian lain di per kapita sebanyak 1,4 persen untuk pening- Indonesia. Proses penyiapan laporan telah katan persentase penduduk perkotaannya. berguna untuk memberikan rekomendasi Indonesia perlu melihat ke depan dalam kebijakan yang berbasis bukti untuk rancan- mengembangkan daerah perkotaannya, gan teknokratis Rencana Pembangunan sehingga potensi masalah kemacetan dan Jangka Menengah Nasional, 2020-2024. penyebaran kota secara horisontal (sprawl) Laporan ini juga dapat digunakan sebagai dapat diantisipasi dan ditangani melalui pe- dasar bagi para pembuat kebijakan di rencanaan dan desain yang cermat sebelum Indonesia untuk mulai berpikir tentang ino- hal-hal buruk tersebut terjadi. vasi dalam perencanaan dan pembangunan Urbanisasi harus menjadi pendorong tidak perkotaan, baik untuk jangka menengah dan hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi panjang. Pengalaman Indonesia menunjuk- juga untuk perubahan sosial. Faktanya, kan bahwa reformasi kebijakan urbanisasi urbanisasi Indonesia sedang menghadapi sangat diperlukan untuk mengembalikan masalah kritis terkait kesenjangan dan arah pembangunan negara ini menuju negara aksesibilitas. Terbatasnya akses ke layanan berpenghasilan menengah ke atas—memin- dasar seperti kesehatan dan pendidikan serta jam dari judul laporan, sekarang saatnya infrastruktur dasar seperti air leding, sanitasi, untuk bertindak. dan perumahan berkontribusi signifikan ter- Laporan tersebut mengungkapkan bahwa hadap tumbuhnya masalah perkotaan. Indonesia telah menjadi lebih makmur se- Menghadapi masalah-masalah itu, kami bagai akibat dari urbanisasi. Meskipun menyadari pentingnya menjadikan urbanisasi demikian, potensi urbanisasi belum lebih inklusif dengan memastikan semua xi warga negara memiliki akses yang baik ke Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan layanan dan infrastruktur dasar. Untuk men- Perencanaan Pembangunan Nasional mendo- capai hal ini, Indonesia perlu segera mengam- rong pembangunan yang berkeadilan spasial bil tindakan. Pendekatan kebijakan perkotaan melalui pengembangan wilayah-wilayah met- yang sebelumnya perlu diganti dengan kebi- ropolitan di luar Jawa, memanfaatkan anali- jakan perkotaan yang lebih komprehensif, di sis big data dalam perencanaan, implementasi, mana setiap pemangku kepentingan, dari dan pengendalian pembangunan. Bersamaan pemerintah pusat hingga pemerintah daerah, dengan itu, Presiden Joko Widodo telah me- dari organisasi swasta hingga organisasi nir- ngambil keputusan yang sangat penting laba, berkolaborasi untuk menentukan visi untuk memindahkan ibu kota nasional ke dan program intervensi yang diperlukan Kalimantan Timur. Keputusan ini sejalan de- untuk mencapai pembangunan perkotaan ngan konsep mengintegrasikan pembangunan yang lebih baik. Untuk mencapai kebijakan di Jawa dan Kalimantan dan menyebarkan kota yang berhasil, diperlukan pendekatan pembangunan ke pulau-pulau besar lainnya multi-sektor dan multi-pemangku kepentin- di negara ini. Dengan ini, kami berharap gan. Pembangunan kota bukan hanya men- semua daerah, termasuk daerah pedesaan, jadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga akan mendapat manfaat dari urbanisasi, semua orang. sehingga mengurangi kesenjangan spasial. Pada 2016, Agenda Perkotaan Baru (New Untuk pengembangan wilayah metropolitan, Urban Agenda atau NUA) diadopsi oleh kota-kota baru, dan ibukota baru, laporan ini Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Di Indonesia, memberikan wawasan tentang sistem mana- prinsip-prinsip NUA diintegrasikan ke dalam jemen perkotaan, kapasitas keuangan Peraturan Presiden Nomor 59/2017 tentang perkotaan, koordinasi kelembagaan dan inte- Tujuan Pembangunan Berkelanjutan grasi program-program nasional, serta kapa- (Sustainable Development Goals atau SDGs). sitas lokal, provinsi dan nasional dalam Saat ini, Kementerian Perencanaan perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan daerah perkotaan. Pembangunan Nasional sedang mengem- Kami menghargai kontribusi keuangan bangkan visi jangka panjang untuk mencapai dari Pemerintah Swiss dan Australia yang pembangunan perkotaan yang berkelanjutan telah mendukung produksi laporan berkuali- dalam Kebijakan Perkotaan Nasional 2045. tas tinggi ini. Kolaborasi dengan Bank Dunia, Untuk memantau dan mengevaluasi imple- kementerian-kementerian lain, dan mentasi kebijakan ini, terutama di tingkat Pemerintah Swiss dan Australia untuk meng- pemerintah daerah, kami sedang mengem- hasilkan laporan ini telah menjadi pengala- bangkan Indeks Kota Berkelanjutan. Ini men- man yang sangat bermanfaat. Kami harap cakup indikator-indikator penting—banyak kerja sama ini dapat terus diperkuat dan yang sejalan dengan indikator SDG—untuk dilanjutkan. memungkinkan pemerintah daerah meman- tau kemajuan mereka dan mengidentifikasi Bambang P. S. Brodjonegoro aspek-aspek yang perlu ditingkatkan untuk Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ mencapai urbanisasi berkelanjutan. Kepala Bappenas, Republik Indonesia Untuk Rencana Pembangunan Jangka Jakarta Menengah Nasional berikutnya, Kementerian Oktober 2019 xii  WA K T U N YA ACT Prakata Urbanisasi telah membawa banyak manfaat tepat waktu karena Pemerintah sedang mem- bagi Indonesia. Orang-orang yang tinggal di bahas rencana relokasi ibu kota Indonesia. daerah perkotaan lebih produktif, memiliki Kebijakan fiskal dapat membantu menja- pendapatan lebih tinggi, serta akses yang dikan urbanisasi lebih inklusif dan berkontri- lebih baik pada layanan dan infrastruktur. busi lebih besar pada pertumbuhan ekonomi. Namun, Indonesia belum mendapatkan man- Di sisi pendapatan, misalnya, Pemerintah faat dari urbanisasi seperti halnya beberapa menyadari bahwa kabupaten dan kota perlu negara Asia Timur lainnya. Kualitas hidup meningkatkan kapasitas mereka untuk masih dapat ditingkatkan di banyak kota, di meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, ter- mana banyak orang harus menempuh per- masuk dari pajak daerah. Ini karena, dalam jalanan panjang yang macet, tinggal di tempat tata pemerintahan Indonesia yang menganut yang sempit dan rentan terhadap bencana desentralisasi, kabupaten dan kota adalah alam. aktor utama yang bertanggung jawab untuk Jawabannya bukan dengan menghentikan menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, urbanisasi sama sekali, tetapi dengan meran- dan infrastruktur yang berkualitas kepada cang kebijakan yang tepat untuk meminimal- masyarakat. Pemerintah sedang merevisi per- kan kerugian yang diakibatkan oleh aturan yang diperlukan untuk memperkuat urbanisasi. Karena alasan ini, saya sangat kapasitas kabupaten dan kota untuk mening- senang Bank Dunia telah menerbitkan lapo- katkan pendapatan mereka agar dapat men- ran komprehensif tentang urbanisasi di danai infrastruktur yang diperlukan. Indonesia. Laporan ini akan membantu Di sisi pengeluaran, APBN 2020 sangat memandu para pembuat kebijakan Indonesia selaras dengan kerangka kerja “Augment, untuk memastikan bahwa setiap orang dapat Connect and Target” (ACT) yang disebutkan diuntungkan oleh adanya urbanisasi— dalam laporan Bank Dunia ini. Menyadari terlepas apakah mereka tinggal di kota met- perlunya akses yang lebih baik ke air bersih, ropolitan besar di Jawa atau di daerah sanitasi, pengelolaan limbah, dan transportasi pedesaan di Nusa Tenggara Barat. Pelajaran massal di daerah perkotaan, Pemerintah terus yang disampaikan melalui laporan ini sangat mendukung investasi publik dan swasta di xiii daerah-daerah ini. Pemerintah juga akan terus lebih baik. Kementerian Keuangan berharap mempertahankan alokasi belanja infrastruk- dapat bekerja sama dengan kementerian, lem- tur yang tinggi, berinvestasi terutama pada baga, pemerintah daerah, serta mitra pem- jalan arteri untuk memastikan bahwa kota- bangunan lainnya untuk memastikan bahwa kota kecil terhubung dengan kota-kota besar. Indonesia mendapatkan manfaat yang lebih Akhirnya, kami menyadari bahwa semua dari urbanisasi. Jika kita memanfaatkan pelu- orang Indonesia, di mana pun mereka tinggal, ang ini, urbanisasi dapat membantu Indonesia memiliki hak atas layanan kesehatan dan menjadi negara berpenghasilan tinggi. pendidikan yang berkualitas. Karena itulah, Pemerintah berharap untuk dapat terus Pemerintah akan terus memprioritaskan pro- melanjutkan kerja sama dengan Bank Dunia gram yang membantu mengembangkan sum- dalam memastikan urbanisasi membawa ber daya manusia — terutama untuk manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. mengurangi stunting, yang masih banyak dialami anak-anak Indonesia. Sri Mulyani Indrawati Kebijakan fiskal penting, tetapi itu saja Menteri Keuangan, Republik Indonesia tidak akan dengan sendirinya dapat mendo- Jakarta rong urbanisasi agar memberikan hasil yang 17 Oktober 2019 xiv  WA K T U N YA ACT Ucapan Terima Kasih Laporan ini disiapkan oleh tim yang dipimpin Spotlight dalam laporan disiapkan oleh oleh Mark Roberts, Frederico Gil Sander dan Zuzana Stanton-Geddes dan Yong Jian Vun Sailesh Tiwari. Tim inti penulis bab juga terdiri (Spotlight 1), Sailesh Tiwari (Spotlight 2), dari Mulya Amri, Judy Baker, Souleymane Christophe Prevost (Spotlight 3), dan Natsuko Coulibaly, Nancy Lozano Gracia, Jane Park, Kikutake ( Spotlight 4) Laporan ini juga Giuliana De Mendiola Ramirez, Stephane mendapat masukan dari serangkaian maka- Straub dan Pui Shen Yoong. Kontributor lah latar belakang. Penulis dan kontributor p enting lainnya termasuk Marcus Lee, ­ makalah latar belakang ini yang belum dise- Matthew Wai-Poi, David Ingham, Gayatri butkan namanya termasuk Hamidah Alatas, Singh, Christopher Crow dan Jonathan Maarten Bosker, Massimiliano Cali, Hasoloan. Penyusunan laporan ini dilakukan di Keerthana Chandrashekar, Sheng Fang, bawah Victoria Kwakwa (Vice President, East Taufik Hidayat, Claire Hollweg, Vitalijs Asia and Pacific) dengan bimbingan umum Jascisens, Jonathan Lain, Ririn Salwa Rodrigo Chaves (Country Director, Indonesia), Purnamasari, Mayla Safuro Lestari Putri, Abhas Jha (EAP Practice Manager for Urban Husnul Rizal, Alexander Rothenberg, Audrey and Disaster Risk Management), Ndiame Diop Sacks, Imam Setiawan, Akhmad Rizel Shidiq, (EAP Practice Manager for Macroeconomics, Della Temanggung dan Lixin C Xu. Pekerjaan Trade and Investment) dan Salman Zaidi (EAP empiris untuk laporan ini didukung oleh Practice Manager for Poverty and Equity). database sub-nasional yang luas untuk Panduan lebih lanjut diberikan oleh Taimur Indonesia yang dikembangkan oleh Ratih Samad, Kevin Tomlinson, dan Stephan Garnier. Dwi Rahmadanti, Lourentius Dimas Laporan ini disusun atas permintaan Setyonugroho, Abigail Ho dan Pui Shen Pemerintah Republik Indonesia dan disiap- Yo o n g , d e n g a n b a n t u a n d a r i K a t i e kan  bekerja sama dengan Kementerian McWilliams, Benjamin Stewart, Jane Park, Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Brian Blankespoor, Massimiliano Cali, Taufik Perencanaan Pembangunan Nasional Hidayat, Muhammad Hazmi dan Shiyan (Bappenas) dan Kementerian Keuangan. Zhang. xv Tim penulis juga mendapat saran dan Global Practice; Macroeconomics, Trade and bimbingan dari para peer reviewer berikut di Investment Global Practice; dan Poverty and berbagai bagian dalam proses penyusunan Equity Global Practice Bank Dunia. laporan: preparation process: Peter Ellis, Bruce Ross-Larson adalah principal edi­tor, Samuel Freije-Rodriguez, Bert Hofman, bersama rekan-rekan dari Communications Somik Lall, Sandeep Mahajan, Barjor Mehta Development Incorporated yang terdiri dari dan Martin Rama. Kami sangat berterima Meta de Coquereaumont dan Joseph Brinley, kasih atas bimbingan para reviewer dan dan Joe Caponio adalah production editor, mereka tidak bertanggung jawab atas setiap ­ bekerja dengan Mike Crumplar. Patricia kesalahan atau omisi dalam proses penyusunan Katayama, dari unit Strategi dan Operasi laporan. Kami juga sangat berterima kasih Ekonomi Pembangunan Bank Dunia, dan atas masukan dari Sudhir Shetty, Vivi Alatas, Mary Fisk dan Yaneisy Martinez, dari unit Camilla Holmemo, Adri Asmoro Laksono penerbitan resmi Bank Dunia, bertanggung Poesoro, Nicholas Menzies, Wicaksono jawab atas desain, typeset­ting, pencetakan Sarosa, Daniel Van Tuijll, Kathleen Whimp, dan diseminasi baik versi hard-copy maupun Thalyta Nandya Yuwono, Alanna Simpson, soft-copy laporan ini. Terakhir, namun tidak Abigail Baca, Brenden Jongman dan Andrew kalah pentingnya, kami berterima kasih Mason. kepada Inneke Herawati Ross, Marleyne Dalam penyiapan laporan ini, tim penyu- (Alin) Danuwidjojo dan Rebekka Hutabarat sun menerima umpan balik dari beberapa atas dukungan administratif. lokakarya yang diselenggarakan di Indonesia Publikasi ini mendapat dukungan keua­ bekerjasama dengan Bappenas dan ngan dari Swiss State Secretariat for Economic Kementerian Keuangan. Lokakarya tersebut Affairs (SECO) melalui Indonesia Sustainable melibatkan peserta dari berbagai kementerian Urbanization Multi-Donor Trust Fund dan lembaga di tingkat pusat, serta dari (IDSUN MDTF) dan dari pemerintah pemerintah kota, lembaga akademik dan lem- Australia melalui Local Solutions to Poverty baga penelitian. (LSP) dan Partnership for Knowledge Based Tim penyusun juga berterima kasih atas Poverty Reduction (PKPR). dukungan yang diberikan oleh manajemen senior Social, Urban, Rural and Resilience Mei 2019 xvi  WA K T U N YA ACT Daftar Singkatan ACT Augment, Connect, Target (Memperluas, Menghubungkan dan Menarget) AP1 Angkasa Pura 1 AP2 Angkasa Pura 2 ATR/BPN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BNBP Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPS Badan Pusat Statistik (Statistics Indonesia) BRT Bus Rapid Transit BSPS Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya CAGR Compound Annual Growth Rate DKI Jakarta Daerah Khusus Ibukota Jakarta EMS Energy Management System FLPP Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan PDB Produk Domestik Bruto GHSL Global Human Settlement Layer HCI Human Capital Index HRD-FP High-Resource Districts in Favored Provinces HRD-UP High-Resource Districts in Unfavored Provinces IFLS Indonesia Family Life Survey INPRES Instruksi Presiden KAPET Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KK Kartu Keluarga xvii KTP Kartu Tanda Penduduk LRD-FP Low-Resource Districts in Favored Provinces LRD-UP Low-Resource Districts in Unfavored Provinces LSCI Liner Shipping Connectivity Index KEMENDAGRI Kementerian Dalam Negeri PISA Programme for International Student Assessment PODES Potensi Desa PPP Public–Private Partnership (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) Rp Rupiah RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RT Rukun Tetangga RTBL Rencana Tata Bangunan Lingkungan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah SAKERNAS Survei Angkatan Kerja Nasional SDG Sustainable Development Goal SEZ Special Economic Zone (Kawasan Ekonomi Khusus) SI Survei Industri SIM Subscriber Identity Module Pemda Pemerintah Daerah SSB Subsidi Selisih Bunga SSL Sector-Specific Law SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional TFP Total Factor Productivity UNCTAD United Nations Conference on Trade and Development xviii  WA K T U N YA ACT Ikhtisar Urbanisasi telah mentransformasi Indonesia. manfaat secara absolut, kemajuan yang di- Pada proklamasi kemerdekaan di tahun 1945, hasilkan urbanisasi tidak merata di kota-kota hanya satu dari delapan orang yang tinggal di dan di seluruh Indonesia. kota-kota besar dan kecil, dan penduduk Pertumbuhan kawasan perkotaan yang Indonesia berjumlah sekitar 8,6 juta, kira-kira belum pernah terjadi sebelumnya telah sama dengan London saat ini. Namun, saat menyebabkan faktor-faktor kepadatan nega- ini sekitar 151 juta (56 persen) penduduk tif, terkait dengan tekanan penduduk tinggal di kawasan perkotaan, kira-kira 18 perkotaan pada infrastruktur, layanan dasar, kali lipat populasi London.1 lahan, perumahan dan lingkungan, yang ber- Bersama dengan urbanisasi, pembangunan dampak pada kelayakan huni ( livability ) dan kemakmuran Indonesia juga telah me­ kota-kota dan kesejahteraan yang dihasilkan ningkat. Sejak tahun 1950, rata-rata produk oleh urbanisasi. domestik bruto (PDB) per kapita telah Dengan kata lain, urbanisasi belum mening­ kat hampir sembilan kali lipat secara memenuhi potensinya untuk mendorong riil, dan rata-rata penduduk Indonesia saat ini pe­ningkatan kesejahteraan, inklusivitas dan menikmati standar hidup yang jauh melebihi kelayakan huni secara berkelanjutan di standar generasi sebelumnya.2 Salah satu ala- Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa hal ini san Indonesia lebih makmur saat ini disebab- disebabkan penerapan kerangka kerja ACT kan manfaat produktivitas yang dihasilkan yang kurang memadai: aglomerasi perkotaan dan transformasi dari masyarakat agraris menjadi masyarakat yang •  Augment – Menambah dan memperluas lebih berbasis pada industri dan jasa. cakupan dan meningkatkan kualitas Namun demikian, peningkatan pembangu- pelayanan dasar dan infrastruktur nan dan kesejahteraan lebih lambat dan lebih perkotaan untuk mengatasi faktor-faktor sulit daripada laju urbanisasi yang cepat. kepadatan (congestion forces) dan kesen- Oleh karena itu, Indonesia tetap menjadi ne­ jangan modal manusia (human capital) gara berpenghasilan menengah bawah, dan antar wilayah maupun di masing-masing meskipun hampir setiap orang mendapatkan wilayah. 1 •  C onnect – Menghubungkan kawasan- dan manajemen lalu lintas yang lebih baik kawasan perkotaan dengan satu sama dalam kerangka kerja perencanaan perkotaan lain, dengan kawasan-kawasan pedesaan dan tata ruang yang lebih efektif. Untuk sekitarnya dan dengan pasar-pasar inter- meng­hubungkan kawasan perkotaan satu nasional serta menghubungkan masyara- sama lain, dengan kawasan pedesaan di seki- kat dengan lapangan kerja dan pelayanan tarnya dan dengan ­ pasar internasional secara dasar di kawasan-kawasan perkotaan memadai, masalah-masalah utama terkait untuk meningkatkan inklusivitas baik di peraturan perundang-undangan tentang masing-masing kawasan maupun antar pasar jasa transportasi juga harus diatasi. kawasan. Akhirnya, untuk memastikan tidak ada •• T arget – Menyasar dan membantu pulau dan wilayah yang tertinggal, Indonesia wilayah-wilayah dan masyarakat terting- harus mengubah pendekatannya menggu- gal untuk memastikan mereka mendapat nakan kebijakan-kebijakan berbasis wilayah, manfaat urbanisasi dan kawasan-kawasan memberikan penekanan yang lebih kuat perkotaan yang layak huni bagi semua pada human capital dalam desain kebijakan orang. tersebut. Pergeseran paradigma dalam peren- canaan dan desain perkotaan juga diperlu- Untuk mengatasi kekurangan tersebut dan kan untuk memastikan semua kelompok memastikan Indonesia mendapatkan manfaat masyarakat - terutama perempuan dan anak urbanisasi sepenuhnya, pembuat kebijakan perempuan, lansia dan penyandang perlu melakukan reformasi kelembagaan d isabilitas – mendapat semua manfaat ­ yang signifikan dan secara tegas mengimple- kawasan-kawasan perkotaan. mentasikan kebijakan untuk memperluas, Untuk memastikan keberhasilan, menghubungkan dan menarget. Peningkatan Indonesia perlu memperluas, menghubung- ini melibatkan reformasi tata kelola dan pem- kan dan menarget sekarang. Pada peringatan biayaan kawasan-kawasan perkotaan, yang kemerdekaan Indonesia yang keseratus di berfokus pada perluasan opsi untuk membia­ tahun 2045, sekitar 220 juta jiwa — atau yai infrastruktur dan layanan dasar, serta lebih dari 70 persen penduduknya — akan meningkatkan koordinasi antara berbagai ta­ ­ tinggal di kota-kota besar dan kecil. Karena taran dan sektor pemerintahan dan antar ka- lingkungan perkotaan sulit dan mahal untuk bupaten/kota di dalam kawasan metropolitan diubah begitu dibangun, keterlambatan ber- yang sama. Hal ini juga melibatkan pe­ tindak akan berisiko menjebak Indonesia ningkatan kapasitas untuk merencanakan, lebih jauh ke jalur pembangunan perkotaan melaksanakan dan membiayai pembangunan yang kurang optimal. Di sisi lain, banyak perkotaan. Berbagai kebijakan yang diperlu- yang dapat dilakukan para pembuat kebi- kan untuk memperluas, menghubungkan dan jakan untuk memastikan urbanisasi meng- menarget harus disesuaikan dengan jenis hasilkan kota-kota yang sejahtera, inklusif wilayah — contohnya kota metropolitan se­ dan layak huni di Indonesia. perti Jakarta atau Surabaya atau kawasan perkotaan kecil yang kurang terhubung se­ perti Bima. Meskipun langkah-langkah tersebut mem- Pada tahun 2045, 220 berikan dasar untuk memperluas, meng- juta jiwa akan tinggal hubungkan dan menarget, namun tidak di kawasan-kawasan cukup untuk menghubungkan masyarakat ke lapangan kerja dan layanan di kawasan perkotaan perkotaan, yang memerlukan kebijakan-kebi- Meskipun urbanisasi di Indonesia melaju jakan dan investasi-investasi lebih lanjut. Ini dengan cepat di masa lalu, laju urbanisasi termasuk kebijakan-kebijakan untuk mem- saat ini dapat dikatakan mendekati “nor- fasilitasi penyediaan perumahan di lokasi mal” atau “tipikal”. Pada tahun 1980-an yang tepat dan dengan harga terjangkau, dan 1990-an, laju pertumbuhan urbanisasi transportasi umum perkotaan yang lebih baik Indonesia rata-rata lebih dari tiga persen per 2  WA K T U N YA ACT tahun — lebih cepat daripada di negara-­ GAMBAR O.1  Laju urbanisasi di Indonesia pasca negara berkembang Asia Timur lainnya tahun 2000 wajar sesuai standar internasional pada saat itu, termasuk Tiongkok.3 Namun sejak akhir abad ke-20 dan awal abad 10 Laju pertumbuhan proporsi penduduk perkotaan (%) y = –1.31 ln(x) + 6.05 ke-21, laju urbanisasi telah mulai melambat, R2 = 0.36 kembali mendekati laju urbanisasi pada 8 tahun 1950-an dan 1960-an. Antara tahun 1990–2000 dan 2010–17, laju urbanisasi 6 Indonesia berkurang lebih dari setengahnya, lebih lambat daripada negara-negara lain di 4 1980s 1990s kawasan ini tetapi sesuai dengan laju urbani­ 1970s sasi yang wajar.4 Jika dibandingkan dengan 2 1950s 2000s 1960s 2010s sejarah negara-negara di dunia, Indonesia 0 telah kembali ke laju urbanisasi yang “tipi- kal” untuk negara ini (gambar O.1). –2 Di Indonesia, proses urbanisasi terutama didorong oleh pemadatan permukiman dan –4 penambahan infrastruktur dan fasilitas, me­ 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 ngubah klasifikasi wilayah dari pedesaan ke proporsi penduduk perkotaan awal (%) perkotaan,5 dan diikuti oleh pertumbuhan Semua negara Indonesia Fitted line (Semua negara) alami penduduk di kawasan-kawasan perkotaan. Faktor-faktor ini menyumbang Sumber: Perhitungan berdasarkan data dari Prospek Urbanisasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari 80 persen terhadap pertumbuhan (United Nations World Urbanization Prospects): Database Revisi 2018 (https://esa.un.org/unpd/wup/). penduduk perkotaan Indonesia antara tahun Catatan: Setiap titik data menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata proporsi penduduk perkotaan di suatu negara (yaitu, proporsi penduduk yang tinggal di kawasan-kawasan perkotaan) selama periode 2000 dan 2010. Di sisi lain, migrasi desa-kota tertentu dibandingkan proporsi penduduk perkotaan pada awal periode tersebut. Periode yang menyumbang kurang dari 20 persen terhadap dipertimbangkan adalah 1950–60, 1960–70, 1970–80, 1980–90, 1990–2000, 2000–10 dan 2010–15; pertumbuhan penduduk perkotaan secara ke- oleh karena itu, gambar ini berisi tujuh pengamatan untuk masing-masing dari 231 negara. seluruhan.6 Peran migrasi dalam pertumbu- han penduduk perkotaan relatif kecil di dan untuk mengakses layanan. Kawasan- Indonesia dibandingkan dengan India dan kawasan pinggiran ini bisa merupakan khususnya Tiongkok, di mana migrasi kawasan yang predominan perkotaan atau berkontribusi 56 persen pada pertumbuhan pedesaan. Di luar kawasan-kawasan metro- penduduk perkotaan antara tahun 2000 dan politan, sebagian besar masyarakat tinggal di 2010 (Bank Dunia dan DRC 2014). kawasan-kawasan “pedesaan non-metro”, Transformasi perkotaan telah memuncul- tetapi sebagian juga tinggal di kawasan kan “ portfolio of places ” yang beragam “perkotaan non-metro” – kabupaten/kota di (kotak O.1). Saat ini, sekitar 57 persen pen- mana sebagian besar penduduknya tinggal di duduk perkotaan Indonesia tinggal di kota-kota kecil yang menyediakan, con- kawasan-kawasan metropolitan yang terdiri tohnya pasar-pasar utama untuk hasil perta- dari beberapa wilayah (“kawasan metro nian yang dihasilkan di permukiman multi-distrik”) atau yang hanya terdiri dari pedesaan di sekitarnya. satu wilayah (“kawasan metro distrik-tung- Meskipun berada di tahap menengah untuk gal”). 43 persen selebihnya tinggal di luar Indonesia secara keseluruhan, serta untuk dae- kawasan-kawasan metropolitan. rah Jawa-Bali, urbanisasi di daerah lain masih Pengalaman urbanisasi yang berbeda tidak baru mulai.7 Pada tahun 2045, pada peri­ hanya terjadi antara kawasan metropolitan ngatan kemerdekaan Indonesia yang kesera- dan non-metropolitan, tetapi bahkan dalam tus, sekitar 220 juta jiwa — atau lebih dari setiap jenis kawasan. Di kawasan-kawasan 70 persen dari penduduk — akan tinggal di metro multi-distrik, contohnya, banyak pen- kota-kota besar dan kecil. Urbanisasi menjanji- duduk tinggal di kabupaten/kota “pinggiran”, kan Indonesia yang lebih makmur dan inklusif pulang-pergi ke kawasan “inti” untuk bekerja dengan kota-kota yang layak huni. I k h tisar   3 KOTAK O.1  Portfolio of places Indonesia Ada empat jenis utama wilayah perkotaan dan Kawasan metro distrik-tunggal (single-­ pedesaan di Indonesia (gambar BO.1.1).a district metro areas) adalah daerah kotae Kawasan metro multi-distrik (multi-district dengan penduduk sedikitnya 500.000 jiwa metro areas) adalah kawasan metropolitan besar, dan kepadatan penduduk rata-rata yang seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar, mirip dengan kawasan metro multi-distrik, dengan pasar tenaga kerja lintas-daerah, seba­ tetapi pasar tenaga kerjanya sebagian besar gaimana didefinisikan menggunakan data arus berada di dalam batas-batas satu daerah. pulang-pergi (commuting flow). Kawasan metro Contohnya termasuk Palembang, Pekanbaru multi-distrik terdiri dari beberapa jenis sub- dan Samarinda. kawasan berikut: Kawasan perkotaan non-metro (non-metro urban areas) adalah daerah yang tidak •  Daerah inti metro ( metro core ) adalah memenuhi kriteria untuk diklasifikasikan daerah kota/kabupaten di dalam kawasan sebagai kawasan metro distrik-tunggal atau metro dengan kepadatan penduduk rata-rata bagian dari kawasan metro multi-distrik, tertinggi,b kecuali Jakarta, di mana Daerah tetapi di mana sebagian besar penduduknya Khusus Ibukota Jakarta dianggap inti metro.c tinggal di permukiman perkotaan. Daerah •  Daerah pinggiran metro ( metro periphery ) semacam ini bisa berupa kota atau kabupaten. adalah daerah-daerah yang terhubung de­ 32 dari 57 kawasan perkotaan non-metro ngan daerah inti metro melalui arus pulang- adalah kota. Contohnya termasuk Cirebon, pergi yang kuat. Daerah pinggiran metro Manado dan Mataram. dapat berkarakter utama perkotaan (“ping- Kawasan pedesaan non-metro (non-metro giran perkotaan”) atau berkarakter utama rural areas) adalah daerah non-metro di mana pedesaan (“pinggiran pedesaan”),d di mana sebagian besar penduduknya tinggal di permuki- daerah yang berkarakter utama perkotaan man pedesaan. Mayoritas (354 dari 377) adalah adalah daerah dengan sedikitnya 50 persen kabupaten. Contohnya Kabupaten Ciamis, penduduk yang tinggal di permukiman Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kupang.f perkotaan. GAMBAR BO.1.1  Ilustrasi berbagai jenis wilayah dalam “portfolio of places” Perkotaan Inti Metro non-metro metro distrik-tunggal Pinggiran perkotaan Pinggiran pedesaan Pedesaan non-metro Kotak dilanjutkan di halaman berikutnya 4  WA K T U N YA ACT KOTAK O.1 Lanjutan a. Untuk deskripsi yang lebih rinci tentang metodologi yang digunakan untuk dan berkarakter utama pedesaan disebut “pinggiran perkotaan” dan “pinggiran menentukan tipologi ini lihat Bab 1 dan Park dan Roberts (2018). pedesaan” dalam ikhtisar ini. Namun, penting untuk diingat bahwa suatu b. Kecuali untuk metro Medan, pengidentifikasian metro core mengikuti kriteria kawasan predominan perkotaan mungkin masih memiliki penduduk pedesaan seleksi lain, seperti status suatu daerah sebagai kota dan laju urbanisasinya. yang besar, dan sebaliknya. Berdasarkan batas administrasi tahun 1996, metro Medan terdiri dari tiga wilayah e. Ada dua jenis daerah di Indonesia yang dibahas dalam laporan ini — kota dan kota, dua di antaranya dengan 100 persen penduduk yang tinggal di kawasan- kabupaten. kawasan perkotaan. f. Secara kolektif, kawasan-kawasan ini masih memiliki penduduk perkotaan yang c. DKI Jakarta terdiri dari enam wilayah — Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta besar, yang sebagian besar tinggal di kota-kota kecil yang mungkin berfungsi Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. lebih sebagai pusat pasar lokal. Pada tahun 2016, kawasan pedesaan non-metro d. Untuk singkatnya, kawasan-kawasan pinggiran berkarakter utama perkotaan memiliki penduduk perkotaan kolektif berjumlah 37 juta jiwa. Pemenuhan janji disebabkan tekanan penduduk perkotaan pada layanan dasar, infrastruktur, lahan, pe- urbanisasi membutuhkan rumahan, dan lingkungan. Kegagalan me­ pengelolaan faktor-faktor ngelola congestion forces ini secara memadai kepadatan (congestion mengakibatkan, antara lain, jalan-jalan yang macet, permukiman kumuh dan perumahan forces). yang terlalu padat dan akses yang tidak me­ Urbanisasi dapat meningkatkan kese- rata ke sekolah-sekolah dan rumah sakit jahteraan ekonomi. Ini karena urbanisasi yang berkualitas. Faktor-faktor kepadatan menumbuhkan faktor-faktor aglomerasi tersebut secara langsung berdampak negatif (agglomeration forces) positif, menciptakan terhadap kelayakan huni kawasan-kawasan lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan perkotaan, mengurangi daya tarik untuk peningkatan produktivitas. Ketika masyara- tinggal dan bekerja. Congestion forces juga kat dan perusahaan-perusahaan menge- berdampak negatif terhadap akumulasi lompok di permukiman-permukiman, lebih human capital dan mendorong perluasan ka- mudah untuk mempertemukan pencari kerja wasan perkotaan secara tidak terkendali dengan pekerjaan, bertukar ide dan penge- (urban sprawl), dengan implikasi negatif ter- tahuan, berbagi masukan dan mengakses hadap pertukaran pengetahuan (knowledge pasar. Dengan skala ekonomi (economies of spillover ) dan faktor-faktor kepadatan scale), kota-kota besar dapat menyediakan (­ agglomeration forces) pendorong kesejahte- layanan dan infrastruktur yang lebih luas raan lainnya. dan berkualitas lebih baik, karena biaya tetap Tidak setiap orang bisa mendapat manfaat untuk menyediakannya dipikul oleh lebih kesejahteraan dan kelayakan huni yang banyak penerima manfaat. Dengan mobili- ­ dihasilkan urbanisasi. Di banyak negara di tas dan konektivitas yang lebih besar antar di dunia, terjadi kesenjangan yang lebih tajam ­ wilayah, tenaga kerja dan modal dapat dialo- kota-kota besar, lalu beberapa kota lebih kasikan secara lebih efisien, menciptakan ke­­ maju dan yang lain tertinggal. Penduduk yang sempatan yang lebih luas bagi kesejahteraan tetap tinggal di pedesaan mungkin tidak masyarakat. mendapat manfaat urbanisasi, sehingga mem- Namun, pemenuhan janji urbanisasi me- perlebar kesenjangan antara kawasan merlukan pengelolaan “congestion forces” perkotaan dan pedesaan, dan dapat mengan- negatif yang meningkat bersama urbanisasi cam kohesi sosial. Seiring dengan investasi dan yang mengancam untuk membatasi yang ditujukan pada penyediaan layanan manfaat aglomerasi. Congestion forces ini dasar untuk semua lapisan masyarakat, I k h tisar   5 inklusivitas urbanisasi tergantung pada formal dengan upah yang lebih baik dan lebih konektivitas antar wilayah maupun di stabil daripada pekerjaan di sektor pertanian. ­ ma­sing-masing wilayah, dan karenanya pada Konsisten dengan keberadaan agglomera- integrasi. Tanpa konektivitas yang memadai tion forces positif, pekerja di kawasan yang antar wilayah, kemakmuran akan tetap “ter- lebih urban juga lebih produktif, dan dengan kunci” di inti wilayah metropolitan dan tidak demikian mendapat upah yang lebih tinggi, tersebar secara lebih luas. Demikian juga, per- daripada pekerja serupa di kawasan yang tumbuhan yang tidak terhubung di masing- kurang urban. Seseorang yang bekerja di dae- masing kawasan perkotaan terkait dengan rah inti metro multi-distrik atau daerah segregasi permukiman antara yang berkete­ metro distrik-tunggal berpenghasilan rampilan tinggi dan rendah. Segregasi sema- 25 persen lebih tinggi daripada pekerja yang cam ini memperparah kesenjangan, sebanding — dengan usia, jenis kelamin, sta- menghambat naiknya kaum miskin ke kelas tus pernikahan dan tingkat pendidikan yang menengah dan mengurangi efektifitas pertu- sama — yang dipekerjakan di industri yang karan pengetahuan. sama di kawasan pedesaan non-metro. Laporan ini menilai apakah urbanisasi di Pekerja di daerah pinggiran perkotaan juga Indonesia telah menghasilkan kemakmuran, mendapat tingkat kelebihan penghasilan inklusivitas dan kelayakan huni. Gambar O.2 (wage premium) serupa, meskipun sedikit menggambarkan kerangka kerja analitis lebih rendah, karena produktivitas yang lebih laporan. besar (gambar O.3). Peluang ekonomi yang lebih baik di kawasan yang lebih urban juga telah mem- Urbanisasi telah mengarah pada bantu mengentaskan banyak masyarakat kesejahteraan di Indonesia, tetapi belum Indonesia dari kemiskinan. Tingkat kemiski- mencapai potensi sepenuhnya nan dan kerentanan terhadap kemiskinan di Sampai batas tertentu, urbanisasi dan kemak- kawasan inti metro multi-distrik, pinggiran muran ekonomi telah berjalan seiring di perkotaan dan kawasan metro distrik-tunggal Indonesia. Daerah-daerah dengan proporsi secara substansial lebih rendah daripada penduduk yang lebih tinggi yang tinggal di kawasan pedesaan non-metro (gambar O.4). permukiman perkotaan memiliki pendapatan Meskipun demikian, kantong-kantong per kapita yang lebih tinggi. Ini sebagian kemiskinan yang signifikan tetap ada di karena peluang pasar tenaga kerja yang lebih kawasan-kawasan perkotaan, sebagaimana baik di kawasan perkotaan, yang menawar- dicerminkan 38 persen penduduk — setara kan lebih banyak pekerjaan di industri dan dengan 21,5 juta jiwa — di kawasan-kawasan jasa daripada di kawasan pedesaan. Sektor- perkotaan non-metro yang miskin atau sektor ini cenderung menghasilkan pekerjaan rentan terhadap kemiskinan. GAMBAR O.2  Hasil-hasil urbanisasi ditentukan oleh interaksi faktor-faktor aglomerasi (agglomeration forces) dan faktor-faktor kepadatan (congestion forces) perkotaan Faktor-faktor aglomerasi Kesejahteraan Pertumbuhan Hasil Inklusivitas perkotaan Faktor-faktor Kelayakan huni kepadatan 6  WA K T U N YA ACT Kawasan-kawasan perkotaan juga GAMBAR O.3  Pekerja di kawasan-kawasan yang m ­ enyedia kan jalur yang sistematis untuk lebih urban mendapat upah lebih tinggi daripada naik ke kelas menengah. Rumah tangga yang pekerja sebanding di pedesaan berasal dari pedesaan non-metro yang pindah ke kawasan metro multi-distrik memiliki 30 prospek yang lebih baik untuk naik ke kelas 25.4 25.4 25 menengah daripada mereka yang pindah ke 20.7 kawasan pedesaan lainnya. Peluang masuk ke 20 Upah (%) golongan kelas menengah untuk seseorang 15 10.7 yang pindah ke inti metro multi-distrik telah 10 berkurang sejak tahun 2010, tetapi peluang itu masih sangat besar bagi mereka yang pin- 5 2.4 dah ke pinggiran perkotaan. Temuan ini 0 menunjukkan bahwa pinggiran perkotaan Inti Metro distrik Pinggiran Perkotaan Pinggiran tetap unggul dari segi kedekatan dengan sum- Metro tunggal perkotaan non-metro pedesaan ber kemakmuran di inti metro dan pada saat yang sama terhindar dari faktor-faktor kepa- Sumber: Tingkat kelebihan upah (wage premium) diperkirakan menggunakan data Survei Tenaga Kerja Nasional Indonesia (SAKERNAS) Agustus 2008 – Agustus 2015 mengikuti metodologi yang dijelaskan datan yang paling parah. dalam bab 3. Terlepas dari peningkatan kesejahteraan Catatan: Nilai-nilai yang dilaporkan dalam gambar adalah wage premium rata-rata yang diterima ini, Indonesia belum mendapatkan manfaat pekerja di masing-masing jenis wilayah dibandingkan pekerja yang sebanding di daerah-daerah pedesaan non-metro, yang berlaku di kawasan-pulau di mana daerah tersebut berada. Wage premium dari urbanisasi sebesar beberapa negara Asia di suatu daerah diperkirakan menggunakan regresi upah Mincer yang dikembangkan/augmented Timur dan Pasifik lainnya (gambar O.5). Mincerian wage regression (Mincer 1974) yang mengendalikan karakteristik para pekerja yang dapat Antara tahun 1996 dan 2016, setiap pening- diamati (jenis kelamin, status perkawinan, usia dan kuadratnya serta tingkat pendidikan) dan pekerjaan (industri pekerjaan, jumlah rata-rata jam kerja per minggu dan lamanya masa kerja pekerja katan poin persentase penduduk Indonesia dengan pemberi kerja saat ini dan kuadratnya) yang mereka miliki. GAMBAR O.4  Peluang ekonomi yang lebih baik di kawasan-kawasan perkotaan telah memberi jalan pada berkurangnya kemiskinan dan kerentanan terhadap kemiskinan Inti Metro 3.1 13.9 Pinggiran perkotaan 6.3 18.2 Pinggiran pedesaan 11.2 23.4 Metro distrik tunggal 5.0 18.1 Perkotaan non-metro 11.4 26.1 Pedesaan non-metro 14.6 27.9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 Proporsi penduduk (%) Miskin Rentan terhadap kemiskinan Sumber: Perhitungan menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2017 (SUSENAS) 2017 di Indonesia. Catatan: Tingkat kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan resmi pemerintah Indonesia. Kerentanan didefinisikan sebagai memiliki konsumsi rumah tangga per kapita di atas garis kemiskinan, tetapi di bawah 1,5 kali garis kemiskinan. I k h tisar   7 GAMBAR O.5  Urbanisasi di Indonesia belum Untuk Tiongkok, “growth return” urbanisasi memberikan kesejahteraan sebesar di negara lain di bahkan lebih tinggi, dengan setiap peningka- kawasan Asia Pasifik tan poin persentase laju urbanisasi diasosiasi- kan dengan peningkatan PDB per kapita 3.5 sebesar 3,0 persen. 3.0 3.0 Growth return, 1996–2016 (%) 2.7 2.5 Manfaat urbanisasi telah meluas, tetapi 2.0 ketimpangan tetap tinggi, terutama di 1.4 masing-masing wilayah 1.5 Sejauh mana semua rumah tangga di 1.0 Indonesia, terlepas dari di mana mereka ting- 0.5 gal, dapat memperoleh manfaat kesejahte­ raan yang dihasilkan urbanisasi? Berdasarkan 0 konsumsi riil per kapita sebagai ukuran kese- Tiongkok Asia Timur dan Pasifik Indonesia - berkembang jahteraan, rumah tangga di kawasan-kawasan yang lebih urban secara signifikan masih lebih Sumber: Perhitungan berdasarkan data dari Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia (http: sejahtera daripada di kawasan pedesaan.8 // datatopics .worldbank.org / world-development-indicator /) dan Prospek Urbanisasi Dunia Meskipun kesenjangan telah menyempit dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations World Urbanization Prospects): database revisi 2018 waktu ke waktu, tingkat kesejahteraan di (https://esa.un.org/unpd/wup/). Catatan: Gambar menunjukkan peningkatan persentase PDB per kapita (dolar internasional 2011 kawasan pedesaan non-metro masih konstan) terkait dengan peningkatan satu poin persentase proporsi penduduk yang tinggal di 43 persen lebih rendah daripada daerah inti kawasan perkotaan. Asia Timur dan Pasifik –berkembang mengacu pada negara-negara Asia Timur metro Jakarta (DKI Jakarta) pada tahun dan Pasifik tidak termasuk negara-negara berpenghasilan tinggi, Tiongkok dan Indonesia. 2015. Kesejahteraan di kawasan pinggiran GAMBAR O.6  Ketimpangan meningkat di mana- pedesaan dan kawasan perkotaan non-metro mana dan tetap tertinggi di inti metro multi-distrik juga rendah, masing-masing 35 persen dan 27 persen lebih rendah dibandingkan DKI 0.45 Jakarta. Sebaliknya, kesejahteraan di kawasan-kawasan pinggiran perkotaan hanya 7 persen lebih rendah dari DKI Gini coefficient, 2001–17 0.40 Jakarta  — sebagian karena kedekatannya dengan sumber kesejahteraan di daerah inti 0.35 metro multi-distrik. Meskipun terdapat disparitas kesejahte­ raan yang besar antara kawasan perkotaan 0.30 dan pedesaan, sebagian besar kesenjangan konsumsi disebabkan kesenjangan di masing- 0.25 masing wilayah.9 Ketimpangan di masing- masing wilayah menyumbang hampir 86 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 persen dari total ketimpangan pada tahun Inti Metro Pinggiran perkotaan Pinggiran pedesaan 2017, naik dari 82 persen pada tahun 2001. Metro distrik tunggal Perkotaan nonmetro Pedesaan nonmetro Selain itu, sejak tahun 2001, kesenjangan antara si kaya dan si miskin telah meningkat Sumber: Perhitungan berdasarkan data konsumsi dari Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia (SUSENAS). di semua jenis wilayah dan tertinggi di Catatan: Rata-rata pergerakan tiga tahun koefisien Gini. kawasan yang paling makmur — yaitu, di inti metro multi-distrik dan pinggiran perkotaan- yang tinggal di kawasan perkotaan terkait nya (gambar O.6).10 dengan peningkatan PDB per kapita sebesar Fakta bahwa ketimpangan tertinggi berada 1,4 persen, tetapi untuk negara-negara wilayah-wilayah yang lebih makmur umum berkembang Asia Timur dan Pasifik, pening- dijumpai. Secara global, di dalam setiap ne­ katan PDB per kapita adalah 2,7 persen. gara, ketimpangan cenderung lebih tinggi di 8  WA K T U N YA ACT kota-kota yang lebih besar dan lebih makmur GAMBAR O.7  Kesenjangan pendidikan tertinggi daripada di kota-kota kecil yang kurang mak- antara kelompok sosial ekonomi teratas dan mur. Ini benar, misalnya, di Amerika Serikat terbawah berada di kota-kota dan di negara-negara Amerika Latin dan Karibia (Ferreyra 2018). Dalam kedua kasus 120 20 persen teratas dan 20 persen terbawah tersebut, ketimpangan yang lebih tinggi di 102.6 Perbedaan nilai sains antara peringkat kota-kota besar didorong oleh fakta bahwa 100 85.8 kota besar adalah tempat tinggal penduduk 80 yang lebih terampil. Fenomena ini didorong, 67.0 sebagian, oleh kecenderungan pekerja te­ 60 rampil untuk bermigrasi, yang menyebabkan mereka terkonsentrasi secara tidak propor- 40.4 40 sional di kota-kota besar, menciptakan penye- 29.6 baran keterampilan yang lebih besar dan 20 dengan demikian upah yang lebih tinggi di kota-kota tersebut. Selain itu, meskipun pe- 0 kerja dengan keterampilan rendah dan tinggi Desa Kota sangat Kota Kota Kota besar bisa mendapat manfaat dari tingkat modal kecil kecil manusia yang lebih tinggi secara keseluruhan Sumber: Perhitungan berdasarkan data skor tes sains 2015 dari Program for International Student di kota-kota besar, mereka mungkin tidak Assessment (PISA), (http://www.oecd.org/pisa/). melakukannya secara merata, sehingga Catatan: Desa memiliki penduduk kurang dari 3.000 jiwa, sebuah kota kecil memiliki penduduk berkontribusi lebih lanjut pada kesenjangan 3.000-15.000 jiwa, sebuah kota kecil memiliki penduduk 15.000-100.000 jiwa, sebuah kota memiliki penduduk 100.000-1.000.000 jiwa dan kota-kota besar memiliki penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa. yang lebih besar. Definisi-definisi ini tidak dapat dipetakan ke dalam portfolio of places. Di Indonesia, seperti di Amerika Serikat dan negara-negara lain, wilayah-wilayah yang lebih padat penduduknya juga memiliki lebih terbawah distribusi sosial ekonomi dan me­ banyak tenaga kerja yang berpendidikan reka yang berada di peringkat 20 persen tera- tinggi dan karenanya lebih produktif. Pekerja tas berada di kota-kota.12 Pada tahun 2015, berketerampilan tinggi juga mendapat man- skor anak-anak di peringkat 20 persen teratas faat lebih dari tinggal di wilayah tersebut. 86 poin lebih tinggi daripada anak-anak di Sementara peningkatan masa sekolah rata- peringkat 20 persen terbawah di kota-kota rata selama satu tahun menghasilkan return besar, sedangkan di kota-kota lain, skor anak- pendapatan sebesar 10 persen untuk pekerja anak dalam peringkat 20 persen teratas 103 berketerampilan tinggi, return untuk pekerja poin lebih tinggi. Ketika generasi ini mema- berketerampilan menengah dan rendah suki pasar tenaga kerja, kesenjangan pendidi- masing-masing sekitar 6 dan 3 persen.11 Oleh ­ kan ini dapat meningkatkan kesenjangan di karena itu, kesenjangan cenderung lebih tinggi masing-masing wilayah, membatasi potensi di kota-kota besar di Indonesia. urbanisasi lebih lanjut­untuk menghasilkan Hasil pendidikan yang tidak merata di an- kesejahteraan yang lebih luas bagi semua tara anak-anak adalah indikasi lebih lanjut rakyat Indonesia. bahwa manfaat urbanisasi tidak merata di masing-masing kota (gambar O.7). Meskipun Dengan pengelolaan faktor-faktor anak-anak di kawasan perkotaan umumnya kepadatan (congestion forces) yang lebih memiliki akses yang lebih baik ke sekolah baik, kota-kota di Indonesia dapat menjadi dan pencapaian pendidikan rata-rata lebih lebih makmur dan layak huni tinggi daripada di kawasan lain, anak-anak Di seluruh dunia, orang-orang tertarik pada dari rumah tangga berpenghasilan rendah gemerlap kota-kota besar, tidak hanya karena tampaknya tertinggal. Berdasarkan skor tes peluang ekonomi yang lebih baik yang dita- sains pada Program Penilaian Siswa warkan tetapi juga karena dinamika yang Internasional (PISA), kesenjangan terbesar dirasakan seiring dengan kesibukan kota. antara anak-anak di peringkat 20 persen Namun, keramaian kota juga menyebabkan I k h tisar   9 kepadatan infrastruktur dan pasar, dan tanpa Meskipun data yang andal dan dapat kebijakan-kebijakan dan investasi-investasi dibandingkan sulit didapat, bukti menunjuk- yang tepat, hal tersebut dapat berdampak kan bahwa rasio harga rumah terhadap peng- negatif pada kelayakan huni dan kesejahte­ hasilan di Bandung, Denpasar dan Jakarta raan. Di Indonesia, banyak kawasan lebih tinggi daripada di New York.13 Seiring perkotaan menunjukkan tanda-tanda tekanan dengan kurangnya akses yang memadai kepadatan karena ketidakmampuan menge- untuk pembiayaan kredit perumahan, lola congestion forces . Congestion forces tingginya biaya perumahan berkontribusi negatif terutama ditemukan di kawasan- pada kondisi di mana seperlima penduduk kawasan inti metro multi-distrik dan metro perkotaan Indonesia tinggal di permukiman- distrik-tunggal, yang mengalami kekurangan permukiman kumuh pada tahun 2015. 14 perumahan yang terjangkau, kemacetan lalu- Meskipun ­ secara substansial relatif lebih ren- lintas yang parah dan tingkat polusi udara dah dari proporsi penduduk perkotaan yang yang melebihi batas normal. Kondisi ini mem- tinggal di permukiman-permukiman kumuh bantu mendorong penduduk dan perusahaan- di negara-negara seperti Kenya, Republik perusahaan ke pinggiran-pinggiran kota Demokratik Rakyat Laos dan Filipina, pro- ketika mereka mencari tanah dan perumahan porsi tersebut berjumlah 29 juta jiwa — kira- yang lebih terjangkau, berkontribusi terhadap kira tiga kali lipat seluruh penduduk Swedia pertumbuhan perkotaan yang tidak ter- (gambar O.8, panel a). Selain itu, juga terjadi hubung dan berkepadatan rendah yang mem- kepadatan (overcrowding) perumahan yang batasi manfaat produktivitas aglomerasi. signifikan di inti metro multi-distrik dan GAMBAR O.8  Seperlima penduduk perkotaan Indonesia tinggal di permukiman kumuh, dan perumahan yang terlalu padat umum dijumpai di kawasan-kawasan inti metro dan metro distrik-tunggal a. Proporsi penduduk perkotaan yang b. Proporsi rumah tangga di perumahan tinggal di permukiman kumuh, 2015 yang terlalu padat 60 40 35 50 30 40 25 Persen Persen 30 20 15 20 10 10 5 0 0 2002 2016 Ko esir In bia sia il Th ia Tio and Vi ok RD m Fil s a a ao as in ny d na k ne ip In m Br RL M ng Ke ail et lo do ab Ar p. Re Inti Jakarta Pinggiran Jakarta Rata-rata Asia Timur dan Pasifik (tidak termasuk negara berpenghasilan tinggi) Inti metro lain Pinggiran perkotaan lain Rata-rata negara berpenghasilan Pinggiran pedesaan Metro distrik tunggal menengah bawah Perkotaan non-metro Pedesaan non-metro Sumber: perhitungan panel a berdasarkan data dari Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia (http://datatopics.worldbank.org/world-development- indicators/); perhitungan panel b berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2002 dan 2016 Indonesia (SUSENAS). 10  WA K T U N YA ACT kawasan metro distrik-tunggal, terutama di GAMBAR O.9  Kemacetan lalu-lintas di kota-kota di wilayah inti Jakarta, dimana 35 persen rumah Indonesia termasuk yang tertinggi di kawasan Asia tangga tinggal di perumahan yang penuh Timur dan Pasifik sesak pada tahun 2016, naik dari 28 persen pada tahun 2002 (gambar O.8, panel b).15 Padang Kemacetan lalu-lintas adalah faktor kepa- Yogyakarta datan lain yang berdampak negatif terhadap Malang kelayakan huni dan produktifitas kawasan- Bangkok kawasan metro di Indonesia. Jakarta Pontianak secara konsisten dinilai sebagai salah satu dari ­ Bandung Bengkulu 10 kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di Tarogong dunia. Menurut Indeks Kemacetan Lalu- Medan Lintas TomTom (TomTom Traffic Congestion Jakarta Index), Jakarta adalah kota dengan kemacetan Sungai Pinang tertinggi ketiga diantara 18 megacity di seluruh Semarang dunia,16 dengan estimasi tambahan waktu Tasikmalaya sebesar 58 persen yang diperlukan untuk setiap Surabaya perjalanan, ke manapun dan kapanpun di Denpasar Jakarta, dibandingkan dengan situasi tanpa ke- Bogor macetan (free flow).17 Kota-kota di Indonesia Sakaka juga termasuk diantara kota-kota dengan Lat Krabang ­kemacetan tertinggi ­menurut Inrix Global Riyadh Traffic Scorecard ­ (gambar O.9). Bahkan di ko- Fujairah ta-kota kecil seperti Padang dan Yogyakarta, Chiang Mai sekitar seperempat waktu perjalanan hilang Kuwait City Jeddah karena kemacetan. Menurut perkiraan baru Dubai yang disiapkan untuk laporan ini, total biaya Singapura kema­ cetan lalu lintas untuk 28 wilayah metro multi-distrik dan metro distrik-tunggal di 0 5 10 15 20 25 Indonesia minimal 4 miliar dolar AS (setara Proporsi waktu yang hilang karena kemacetan (persen) dengan 0,5 persen dari PDB nasional) per Sumber: Berdasarkan data dari Inrix Global Traffic Scorecard 2017 (http://inrix.com/scorecard/). tahun dari waktu perjalanan dan konsumsi Catatan: Kartu skor mencakup 1360 kota, 15 di antaranya berada di Indonesia. Kemacetan mengacu bahan bakar, 2,6 miliar dolar AS untuk daerah pada kecepatan jalan yang kurang dari 65 persen dari kecepatan tanpa kemacetan. Warna merah inti Jakarta saja.18 adalah adalah kota-kota di Indonesia. Kemacetan lalu-lintas seperti ini, bersama dengan penggunaan bahan bakar minyak lainnya yang berdampak negatif pada kela­ pada kendaraan bermotor dan pembangkit yakan huni di kawasan metro. Di Jakarta, listrik batu bara yang menyediakan listrik diperkirakan 60 persen penduduk menderita untuk kawasan perkotaan menyebabkan penyakit yang disebabkan polusi udara, dan, polusi yang berdampak pada kawasan- dalam survei persepsi yang dilakukan untuk kawasan metro di Indonesia. 20 dari 28 laporan ini, 70 persen penduduk kota yang kawasan metro multi-distrik dan metro dis- disurvei mengidentifikasi “pengurangan trik-tunggal mencapai tingkat polusi udara polusi” sebagai agenda lingkungan perkotaan yang tidak aman pada tahun 2015 (gam- yang paling penting. bar O.10, panel a). Polusi udara Jakarta lebih Selain polusi, kemacetan lalu-lintas yang tinggi daripada Ho Chi Minh City, Kampala, parah dan terbatasnya ketersediaan Mexico City dan São Paulo; polusi udara perumahan yang terjangkau telah mencip- Pekanbaru juga lebih tinggi daripada Mumbai takan permukiman yang sangat terpisah di dan Shanghai (gambar O.10, panel b). kawasan-kawasan metro di Indonesia. Tingkat polusi yang tinggi ini dikaitkan Kawasan-kawasan metro multi-distrik de­ngan sejumlah penyakit dan efek kesehatan sa­ ngat terpilah menjadi lingkungan dengan I k h tisar   11 GAMBAR O.10  Tidak aman untuk bernapas: Sebagian besar wilayah metro Indonesia memiliki tingkat polusi udara yang melebihi batas normal a. Konsentrasi PM2.5 rata-rata tahunan, b. Konsentrasi PM2.5 rata-rata tahunan, kota-kota Indonesia, 2015 kota-kota Indonesia dan internasional, 2015 Pekanbaru Dhaka Jambi Beijing Palembang Pekanbaru Bukittinggi Shanghai Padang Johannesburg Pontianak Mumbai Medan Seoul Jakarta Bangkok Semarang Medan Bandar Lampung Los Angeles Bandung Jakarta Salatiga London Surabaya Mexico City Surakarta Kampala Magelang São Paulo Mojokerto Surabaya Sukabumi Banjarmasin Moscow Yogyakarta Bandung Pasuruan Tehran Blitar Ho Chi Minh City Malang Istanbul Probolinggo Tokyo Balikpapan Paris Denpasar Bogota Samarinda Buenos Aires Banda Aceh Nairobi Makassar Makassar 0 10 20 30 40 50 60 70 0 30 60 90 120 150 Mikrogram per meter kubik Mikrogram per meter kubik Sumber: Perhitungan berdasarkan data satelit dari Dalhousie University di mana, untuk konsistensi global, kota-kota didefinisikan sebagai “high-density clusters ” menggunakan algoritma Dijkstra dan Poelman (2014) sebagaimana diterapkan pada data grid populasi Landscan 2012. Catatan: PM2.5 adalah partikel dengan diameter 2,5 mikron atau kurang. Pada panel a, warna biru tua menunjukkan level PM2.5 yang melebihi standar Organisasi Kesehatan Dunia yaitu 10 mikrogram per meter kubik untuk udara yang aman. Pada panel b, warna merah adalah kota-kota Indonesia. penduduk berketerampilan tinggi dan ren- baik di daerah-daerah inti, terkonsentrasi di dah (peta O.1, panel a). Lingkungan berke­ lingkungan yang tidak terhubung dengan terampilan tinggi berlokasi dekat dengan pekerjaan serta layanan kesehatan dan pen- pekerjaan dan layanan terbaik (peta O.1, didikan terbaik. panel b). Dengan demikian, pekerja dengan Segregasi permukiman ini bukan hanya keterampilan tinggi terhindarkan dari sumber kesenjangan yang tinggi dan kurang- kemacetan yang parah dalam perjalanan nya inklusivitas di kawasan-kawasan metro, sehari-hari dari rumah ke kantor dan dalam tetapi juga berdampak negatif terhadap perjalanan untuk mengakses layanan dasar. p ertukaran pengetahuan antara pekerja ­ Sebaliknya, rumah tangga dan pekerja ber- berkete­r ampilan tinggi dan rendah, yang keterampilan rendah, yang tidak mampu menghambat produktivitas dan kesejahteraan. membeli perumahan dengan kualitas yang Bukti empiris yang dikumpulkan laporan ini 12  WA K T U N YA ACT menunjukkan bahwa kawasan-kawasan PETA O.1  Permukiman-permukiman di Jakarta metro multi-distrik dengan segregasi antara sangat tersegregasi menurut tingkat keterampilan, pekerja berkete­ rampilan tinggi dan rendah dengan penduduk yang lebih terampil tinggal lebih menghasilkan agregat eksternalitas modal dekat ke layanan dasar manusia yang lebih lemah.19 a. Distribusi spasial orang dewasa dengan pendidikan tersier Menutup kesenjangan penyediaan layanan akan memperluas kelayakan huni dan Proporsi orang dewasa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dengan pendidikan Indonesia tersier (%) 0.0–8.7 Meskipun kawasan-kawasan metro dan kota 8.7–17.4 besar di Indonesia dihadapkan dengan 17.4–26.1 masalah permukiman kumuh dan padat, 26.1–34.8 34.8–43.5 kemacetan lalu lintas dan polusi; penduduk 43.5–52.2 perkotaan cenderung lebih baik, secara rata- 52.2–60.9 rata, daripada penduduk pedesaan dalam hal 60.9–69.6 69.6–78.3 akses ke rumah sakit dan sekolah, air bersih 78.3–87.0 dan sanitasi yang aman, yang semuanya menentukan kelayakan huni, tingkat human b. Waktu perjalanan ke sembilan rumah sakit umum daerah inti Jakarta capital dan kemakmuran. Hampir semua penduduk di daerah inti metro multi-distrik dan metro distrik-tunggal memiliki akses ke puskesmas, fasilitas bersalin dan rumah sakit. Sebaliknya, lebih dari 20 persen dari mereka yang tinggal di kawasan pedesaan non-metro tidak memiliki akses ke rumah sakit, dan lebih dari 80 persen tidak memiliki akses ke dokter praktik swasta.20 Dengan akses yang lebih baik ke layanan dasar, anak-anak di daerah perkotaan lebih Waktu tempuh (menit) sehat dan mendapat pendidikan yang lebih 1–20 tinggi. Bahkan setelah menyesuaikan perbe- 21–40 daan akses ke layanan dan karakteristik 41–60 rumah tangga, anak-anak di daerah inti 61–80 metro multi-distrik lebih tinggi dan lebih 81–100 berat untuk usia mereka dibandingkan 101+ anak-anak di kawasan pedesaan non- Tingkat kemiskinan (%) metro. 21 Orang yang tinggal di rumah berdasarkan PPP $3.10 tangga di daerah inti metro multi-distrik dan kawasan metro distrik-tunggal juga 2 .57 0.1 13 cenderung melek huruf dan tamat sekolah dasar daripada mereka yang tinggal di Sumber: Untuk panel a, perhitungan didasarkan pada Sensus Penduduk Indonesia 2010. Untuk kawasan pedesaan. panel b, perhitungan waktu perjalanan didasarkan pada data dari Google Maps dan Trafi, sementara Seiring waktu, beberapa konvergensi telah data kemiskinan berasal dari peta kemiskinan Smeru Institute 2015 (http://www.smeru.or.id/en​ /content/poverty-and-livelihood-map- indonesia-2015). Catatan: Angka kemiskinan PPP 3.10 dolar terjadi dalam akses ke layanan di seluruh AS mengacu pada bagian penduduk yang hidup dengan kurang dari 3.10 dolar AS per hari dengan portfolio of places di Indonesia. Konvergensi harga internasional konstan 2011. PPP = paritas daya beli. ini, pada gilirannya, telah mengurangi tekanan untuk migrasi (“push” migration) signifikan tetap ada antara kawasan ke kawasan metro yang didorong oleh perkotaan dan pedesaan dalam hal akses minimnya kesempatan di daerah asal. ke pendidikan, kesehatan, air, sanitasi dan Namun demikian, kesenjangan yang la­ yanan kebersihan (gambar O.11). I k h tisar   13 GAMBAR O.11  Meskipun terjadi konvergensi, kesenjangan akses ke layanan dasar yang signifikan tetap terjadi antara perkotaan dan pedesaan a. Proporsi rumah tangga yang b. Proporsi rumah tangga dengan c. Proporsi rumah tangga tidak memiliki akses ke persalinan tanpa bantuan tenaga tanpa akses ke air minum prasekolah 2003 dan 2014 kesehatan terampil, 2002 dan 2014 yang aman, 2002 and 2016 50 50 70 60 40 40 50 30 30 40 Persen Persen Persen 30 20 20 20 10 10 10 0 0 0 2003 2014 2002 2014 2002 2016 Inti Jakarta Pinggiran Jakarta Inti metro lain Pinggiran perkotaan lain Pinggiran pedesaan Metro distrik tunggal Perkotaan non-metro Pedesaan non-metro Sumber: Diadaptasi dari Lain 2018, menggunakan data dari Survei Sosial-Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002, 2014 dan 2016 serta Survei Potensi Desa (PODES) 2003 dan 2014. Akses ke pelayanan dasar terus menjadi portfolio of places di Indonesia. Aspek pen­ tantangan bagi rumah tangga yang tinggal di ting lainnya adalah kurangnya konektivitas. pinggiran pedesaan wilayah metro besar dan Prasarana yang ada tidak memadai untuk rumah tangga di kawasan pedesaan non- menghubungkan daerah inti dan pinggiran metro. Kawasan-kawasan ini terus secara sig- metro multi-distrik, dan kawasan metro dan nifikan tertinggal dari kawasan perkotaan non-metro. Ini sebagian karena kurangnya dari segi layanan kesehatan dan pendidikan, investasi untuk infrastruktur transportasi. menghambat pembentukan modal manusia di Total investasi transportasi turun dari seki- kawasan-kawasan tersebut dan dengan tar 2 persen PDB pada tahun 1995 menjadi demikian juga menghambat produktivitas kurang dari 1 persen pada tahun 2000; sejak mereka. Ini sangat penting karena pertumbu- itu, perlahan-lahan pulih ke tingkat sebelum han penduduk perkotaan paling cepat terjadi krisis keuangan Asia, mencapai 2,2 persen antara tahun 2004 dan 2016 di kawasan- pada tahun 2016. Sebaliknya, selama perio­ de kawasan ini.22 ini, negara-negara berkembang besar lainnya banyak berinvestasi untuk meningkatkan konektivitas transportasi antar kota. Dalam Konektivitas yang lebih baik akan beberapa dekade terakhir, Tiongkok telah membantu memperluas kesejahteraan dari membangun jaringan jalan tol sepanjang wilayah yang lebih urban ke wilayah yang 96.000 kilometer yang menghubungkan kurang urban kota-kota terbesar di negara itu dan sedang Kesenjangan penyediaan layanan adalah membangun jaringan kereta api kecepatan satu aspek yang menjelaskan kesenjangan tinggi terpanjang di dunia untuk meng- kemakmuran dan kesejahteraan di seluruh hubungkan pusat-pusat penduduk utama 14  WA K T U N YA ACT (Bosker, Deichmann, dan Roberts 2018). investasi dan kerangka hukum dan ­ peraturan Sementara itu, antara tahun 2001 dan 2012, yang tidak memadai ikut mengakibatkan India membangun jaringan jalan tol Golden kinerja yang rendah pada pelabuhan-­ Quadrilateral sepanjang hampir 6.000 kilo- pelabuhan yang menghubungkan pulau- meter, menghubungkan empat kawasan pulau di Indonesia. Kinerja yang rendah ini metro utama negara itu — yaitu, Delhi, menyebabkan perbedaan besar untuk biaya Kolkata, Mumbai dan Chennai (Ghani, pengiriman: Biaya pengiriman kontainer Goswami dan Kerr 2016, 2017). Meskipun 6-meter di Indonesia dari Tanjung Priok ke investasi transportasi di Indonesia telah Jayapura, Banjarmasin dan Padang masing- pulih sejak krisis keuangan Asia, saat ini masing 1.000, 650 dan 600 dolar AS, tingkat investasi kemungkinan tidak cukup dibandingkan dengan biaya pengiriman dari untuk memenuhi permintaan transportasi, Tanjung Priok ke Guangzhou (Tiongkok) dan, relatif terhadap penduduk, jumlah jalan sekitar 400 dolar AS. utama dan jalur kereta api rendah diban­ Demikian pula, perjalanan udara domestik dingkan dengan banyak negara lain tetap sangat terkonsentrasi di beberapa rute (gambar O.12).23 antara Jakarta dan kawasan-kawasan metro Tentu saja, sebagai negara kepulauan ter- utama lainnya seperti Surabaya. Meskipun besar di dunia, Indonesia dan portfolio of pasar Indonesia untuk perjalanan udara do- places- nya tidak mungkin sepenuhnya mestik besar dan berkembang pesat, kurang- dihubungkan oleh jalan saja, terutama di nya persaingan, ditambah dengan pe­ negakan luar Jawa. Konektivitas transportasi laut dan peraturan yang relatif lemah, berdampak udara juga penting, tetapi Indonesia juga ter- negatif terhadap standar keselamatan dan kendala berbagai masalah yang menghambat pelayanan, dan cenderung menjadi kendala integrasi. Di sektor transportasi laut, yang yang semakin menghambat pertumbuhan sangat penting untuk integrasi pasar barang, pasar lebih lanjut. GAMBAR O.12  Jaringan jalan dan kereta api Indonesia tidak seluas di banyak negara lain a. Jalan utama per 1.000 penduduk, b. Jalur Kereta Api per 1.000 penduduk, sekitar tahun 2015 1994 dan 2014 1.4 0.8 1.17 Length of main roads (km) 1.2 0.7 Length of railways (km) 1.0 0.90 0.6 0.78 0.5 0.8 0.66 0.4 0.6 0.50 0.44 0.37 0.3 0.4 0.2 0.2 0.11 0.05 0.1 0 0 In usia sia a at Je o Th an Tio nd k ra at a S sia M n o Th sil d a do k sia si il ko ko di di sik sik ta an de Bras rik ik a rm a ne Af si Ru ne In In Br ela ng ng Fe Ser ail ail ek ek R Se do Tio M ra ika ika In rik de er er Fe Am Am 1994 2014 Sumber: Untuk panel a, perhitungan berdasarkan data jalan dari dataset Global Roads Inventory Project 4 (GRIP4) (https://www.globio.info/download-grip- dataset) (Meijer, Huijbegts , dan Schipper 2018); untuk panel b, perhitungan berdasarkan data kereta api dari Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia (http:// datatopics.worldbank.org/world-development-indicators/). Data penduduk untuk kedua panel berasal dari Indikator Pembangunan Dunia Bank Dunia. Catatan: Pada panel a, jalan utama mencakup jalan tol dan jalan utama; data jalan antara tahun 2010 dan 2015 dengan data penduduk sesuai tahun data jalan. I k h tisar   15 Kebijakan-kebijakan untuk sangat sulit diubah. Untuk secara berkelan- jutan membawa Indonesia ke jalur yang mewujudkan potensi memberikan kesejahteraan, inklusivitas dan perkotaan Indonesia kelayakan huni­yang lebih besar, pembuat kebijakan dapat mengikuti prinsip-prinsip Prinsip-prinsip kebijakan dasar untuk memaksimalkan urbanisasi: Memperluas, d a s a r AC T y a i t u M e n a m b a h d a n Menghubungkan dan Menarget Memperluas (Augment), Menghubungkan ( Connect ) dan Menyasar dan Membantu Dalam seperempat abad ke depan, Indonesia (Target) [kotak O.2]: akan mencapai urbanisasi tingkat lanjut, dengan lebih dari 70 persen penduduknya •  Menambah dan memperluas cakupan dan tinggal di kota-kota. Seiring berjalannya meningkatkan kualitas layanan dasar dan waktu, biaya untuk mengubah arah pem- infrastruktur untuk seluruh masyarakat, bangunan perkotaan meningkat karena, baik di kota maupun di desa. begitu dibangun, lingkungan perkotaan •  Menghubungkan untuk mengintegrasikan wilayah-wilayah. KOTAK O.2  Prinsip-prinsip kebijakan dasar: Memperluas, Menghubungkan dan Menarget Tiga prinsip kebijakan dasar— Menambah melalui investasi prasarana transportasi dan dan Memperluas (Augment), Menghubungkan reformasi yang meningkatkan integrasi spa- (Connect) dan Menyasar dan Membantu sial pasar-pasar barang, jasa, tenaga kerja dan (Target) - dapat membantu pemerintah pusat modal. Menghubungkan juga berarti mening- dan pemerintah daerah untuk memastikan katkan konektivitas antara masyarakat de­ urbanisasi memberikan kesejahteraan, inklusivi- ngan lapangan kerja, peluang dan layanan di tas dan kelayakan huni bagi Indonesia. masing-masing wilayah. Dengan berkontri- busi pada perluasan kesejahteraan dan •  Augment/Menambah dan Memperluas ­ m emfasilitasi akses ke layanan dasar yang mengacu pada perluasan dan pemerataan akses d ipusatkan di lokasi-lokasi tertentu, -​ ­ ke layanan dasar berkualitas tinggi di semua peningkatan konektivitas membantu memas- ­ wilayah. Memastikan seluruh masyarakat tikan proses urbanisasi yang lebih inklusif di Indonesia memiliki akses ke layanan kesehatan masing-masing wilayah perkotaan dan antara dan pendidikan yang berkualitas, air bersih, wilayah perkotaan dan pedesaan. sanitasi yang layak dan layanan dasar lainnya •  Target/Menyasar dan Membantu mengacu agar perpindahan ke kawasan perkotaan pada penggunaan kebijakan-kebijakan khusus disebabkan peluang yang ditawarkan kawasan untuk mengatasi kesenjangan mehanun yang tersebut, bukan karena kurangnya mungkin masih bertahan meskipun dua prin- layanan dasar di kawasan pedesaan. Perluasan sip kebijakan pertama yaitu memperluas dan akses ke layanan dan prasarana dasar sesuai menghubungkan telah diterapkan sepenuh- dengan jumlah penduduk juga akan mengurangi nya. Memperhatikan kebutuhan daerah dan kecepatan peningkatan congestion forces seiring kelompok masyarakat tertinggal (contohnya, pertumbuhan penduduk kota-kota. Dengan perempuan dan anak perempuan, lansia dan demikian, peningkatan akses pada layanan penyandang disabilitas) yang kebutuhannya dasar dan infrastruktur lokal memberi landasan memerlukan pertimbangan khusus dalam pe­ bagi kesejahteraan ekonomi dan peningkatan rencanaan dan perancangan perkotaan akan kelayakan huni kota-kota. membantu memastikan proses urbanisasi •  Connect/Menghubungkan mengacu pada memberi manfaat kepada seluruh masyarakat, peningkatan konektivitas antar wilayah baik di kota maupun di desa. 16  WA K T U N YA ACT •• Menyasar dan membantu setiap wilayah berkontribusi terhadap inklusivitas keseluru- dan masyarakat tertinggal. han proses urbanisasi. Untuk daerah inti metro multi-distrik dan metro distrik-tung- Penerapan ketiga prinsip ini dibedakan gal, memastikan akses universal ke layanan sesuai jenis wilayah (tabel O.1).24 Untuk dasar berkualitas juga akan membantu me­ semua jenis wilayah, langkah-langkah untuk ngurangi tekanan kepadatan di wilayah- menambah dan memperluas cakupan dan wilayah tersebut. kualitas pelayanan dasar penting untuk me- Prinsip menghubungkan penting untuk nutup kesenjangan antara penduduk yang kawasan-kawasan pedesaan dan non-metro memiliki dan tidak memiliki akses ke la­ karena penyediaan sarana untuk mendapat- yanan tersebut. Hal itu juga akan meningkat- kan manfaat produktivitas yang lebih tinggi kan kelayakan huni semua jenis wilayah, dari inti metro multi-distrik dan metro memastikan perpindahan penduduk ke distrik-tunggal, berkontribusi terhadap proses ­ ­ kawasan metro bukan didorong tekanan di urbanisasi yang lebih inklusif. Prinsip meng- wilayah asal melainkan karena peluang yang hubungkan juga penting untuk memfasilitasi ditawarkan kawasan metro. Selain itu, kare- akses penduduk di kawasan pedesaan dan na peningkatan cakupan dan kualitas laya­ non-metro ke pelayanan tingkat lanjut — nan dasar meningkatkan modal manusia, hal contohnya, rumah sakit dengan fasilitas cang- itu juga akan meningkatkan produktivitas gih untuk perawatan penyakit yang parah dan karenanya kesejahteraan, sehingga dan perguruan tinggi yang menyediakan TABEL O.1  Pentingnya prinsip-prinsip ACT untuk berbagai jenis wilayah Prinsip Jenis wilayah Mengapa penting Augment/ Semua jenis •• Menutup kesenjangan akses ke layanan dasar antar individu. Menambah dan •• Meningkatkan modal manusia karena masyarakat mendapatkan akses yang lebih baik memperluas ke pelayanan yang secara langsung (contohnya, layanan kesehatan dan pendidikan) atau secara tidak langsung (contohnya, pengelolaan air limbah yang lebih baik) meningkatkan keterampilan dan kesehatan. •• Memperluas prasarana dan layanan dasar sesuai dengan pertumbuhan penduduk untuk mengatasi faktor-faktor kepadatan yang semakin meningkat. Daerah inti metro multi-distrik; •• Membantu mengatasi faktor-faktor kepadatan yang signifikan sebagaimana kawasan metro distrik-tunggal dicerminkan oleh kurangnya perumahan yang terjangkau, kemacetan lalu-lintas yang parah dan polusi yang tinggi. Connect/ Kawasan perkotaan non-metro; •• Mengintegrasikan kawasan-kawasan ini dengan kawasan metro multi-distrik dan Menghubungkan Kawasan pedesaan non-metro metro distrik-tunggal, yang memungkinkan perluasan (spillover) kesejahteraan dan, dengan demikian proses urbanisasi yang lebih inklusif. •• Memfasilitasi akses ke layanan tingkat lanjut di daerah metro multi-distrik dan metro distrik-tunggal. Daerah inti metro multi-distrik; •• Menghubungkan masyarakat dengan pekerjaan dan pelayanan, menciptakan pasar metro distrik-tunggal tenaga kerja yang lebih terintegrasi dan meningkatkan faktor-faktor aglomerasi positif. Pinggiran perkotaan; pinggiran •• Mengintegrasikan kawasan-kawasan ini dengan daerah inti metro multi-distrik, pedesaan mengatasi efek negatif segregasi permukiman. Target/Menyasar dan Kawasan pedesaan non-metro •• Memberikan bantuan lebih lanjut ke wilayah-wilayah di mana prinsip-prinsip membantu kebijakan memperluas dan menghubungkan saja tidak cukup untuk menghasilkan kesejahteraan. Daerah inti metro multi-distrik; •• Memastikan perempuan dan anak perempuan, lansia dan penyandang disabilitas pinggiran perkotaan; metro mendapatkan manfaat urbanisasi sepenuhnya melalui perencanaan dan perancangan distrik-tunggal; kawasan perkotaan yang mempertimbangkan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. perkotaan non-metro I k h tisar   17 pendidikan tersier kelas dunia - yang mung- pembiayaan daerah, khususnya dalam tiga kin tidak dapat disediakan secara lokal. bidang utama: Akhirnya, peningkatan konektivitas di •  Memperluas opsi pembiayaan daerah kawasan-kawasan metro multi-distrik sangat untuk memenuhi kebutuhan prasarana penting untuk kesejahteraan dan inklusivitas dan pelayanan dasar. di kawasan tersebut, karena segregasi permu- •  Membangun kapasitas untuk perenca- kiman yang kuat antara rumah tangga ber- naan, implementasi dan pembiayaan pem- keterampilan tinggi dan rendah dan pekerja bangunan perkotaan. di kawasan metro adalah salah satu penyebab •• Meningkatkan koordinasi kelembagaan kesenjangan, serta penurunan produktivitas secara vertikal dan horisontal di seluruh dan kesejahteraan. Untuk kawasan-kawasan tataran pemerintahan. pinggiran metro multi-distrik, konektivitas juga penting karena bukti empiris yang disaji- Sekali lagi, cara penerapan langkah-­ kan dalam laporan ini menunjukkan pening- langkah kebijakan ini sebagian tergantung katan akses ke pasar domestik (yang dapat pada jenis wilayah, tetapi pelaksanaannya dicapai melalui investasi strategis untuk mem- pada akhirnya akan memungkinkan proses bangun prasarana transportasi) merupakan urbanisasi Indonesia untuk menghasilkan ke­ pendorong signifikan underlying sejahteraan, inklusivitas dan kelayakan huni. productivity.25 Akhirnya, prinsip menyasar dan mem- Memperluas opsi-opsi pembiayaan daerah bantu, untuk menjangkau wilayah-wilayah akan meningkatkan kapasitas fiskal untuk yang tertinggal melalui kebijakan berbasis berbagai investasi yang sangat dibutuhkan wilayah yang dirancang dengan lebih baik untuk layanan dan prasarana dasar adalah yang terpenting bagi kawasan- kawasan pedesaan non-metro, terutama di Kebutuhan prasarana dan layanan dasar di luar Jawa-Bali. Kawasan-kawasan ini kawasan perkotaan di Indonesia sangat kemungkinan besar tetap tertinggal meski- besar. Sebagai indikasi biaya, penilaian pasar pun prinsip-prinsip kebijakan memperluas tahun 2015 dari 14 kota besar di Indonesia dan menghubungkan telah diterapkan memperkirakan kesenjangan pembiayaan sepenuhnya. Dalam peningkatan perenca- investasi prasarana daerah secara keseluru- naan dan perancangan perkotaan untuk han sebesar 11,1 miliar dolar AS (peta O.2). memenuhi kebutuhan perempuan, anak Sementara itu, selama 2011–13, total perempuan, lansia dan penyandang disabili- investasi prasarana di Indonesia hanya tas, prinsip menarget berlaku untuk semua ­ sekitar 3-4 persen dari PDB, turun dari seki- jenis kawasan perkotaan. Prinsip ini memi- tar 7 persen untuk 1995–97 (Bank Dunia liki dimensi lebih lanjut di kawasan metro 2017b). Tingkat investasi ini kemungkinan multi-distrik dan metro distrik-tunggal, seti- tidak dapat menjembatani kesenjangan daknya untuk transportasi, karena pola per- prasarana perkotaan, terutama mengingat jalanan untuk perempuan di kawasan ini bahwa negara-negara tetangga seperti cenderung lebih kompleks (Greed dan Tiongkok, Thailand, dan Vietnam masing- Reeves 2005), dan risiko isolasi sosial lansia masing berinvestasi antara 7 dan 10 persen dan para penyandang disabilitas adalah yang dari PDB mereka untuk prasarana setiap terbesar. tahun selama tahun 2011–13. Potensi sumber pembiayaan tambahan untuk menjembatani kesenjangan prasarana Kunci untuk menerapkan ACT: Reformasi dan penyediaan layanan tergantung pada kelembagaan tata kelola dan pembiayaan jenis wilayah. Untuk kawasan inti metro sub-nasional multi-distrik, pinggiran perkotaan dan metro Keberhasilan penerapan prinsip-prinsip ACT distrik-tunggal, terdapat ruang lingkup yang membutuhkan berbagai reformasi funda- cukup besar untuk meningkatkan pendapa- mental terhadap sistem tata kelola dan tan asli daerah, terutama melalui pajak bumi 18  WA K T U N YA ACT PETA O.2  Kota-kota di Indonesia menghadapi kesenjangan pembiayaan investasi prasarana yang besar, 2014 Kesenjangan kebutuhan investasi Kapasitas pinjaman Surabaya Pendapatan (tidak termasuk gaji, 2,954 dana yang dicadangkan dan dana kontingensi) Batam 825 Pontianak 361 Banjarmasin Balikpapan Bangka 651 339 Makassar 449 860 Semarang 1,262 Gresik Sidoarjo Bogor 875 521 642 Lombok Surakarta Denpasar Barat 279 606 339 Sumber: Joshi et al. 2015. Catatan: Kesenjangan kebutuhan investasi dinyatakan dalam juta dolar AS (harga 2014). dan bangunan. Pendapatan asli daerah (PAD) GAMBAR O.13  Pendapatan pajak bumi dan di masing-masing kawasan ini sebesar 11-12 bangunan Indonesia lebih rendah dibandingkan persen dari total pendapatan, dan ini sudah sebagian besar negara G20 lainnya mencapai setidaknya dua kali lipat PAD jenis kawasan lainnya.26 Meskipun demikian, per- timbangan politik telah membuat Indonesia Perancis 4.3 memfokuskan desentralisasi fiskal di sisi pem- Inggris 4.21 belanjaan. Prinsip “uang mengikuti fungsi” Kanada 3.54 (money follows function) menetapkan bahwa Amerika 3.14 pemerintah daerah terutama bertanggung Argentina 2.9 jawab atas pembelanjaan, sedangkan peme­ Jepang 2.69 rintah pusat menghasilkan sebagian besar Korea Rep. 2.62 pendapatan. Oleh karena itu, bahkan di Australia 2.47 kawasan yang paling urban, pendapatan yang Tiongkok 1.73 diperoleh melalui pajak bumi dan bangunan Afrika Selatan 1.39 lebih rendah dibandingkan dengan negara- Brasil 1.25 negara maju seperti Amerika Serikat, di mana Rusia 1.2 30 persen dari pendapatan pemerintah dae- Itali 0.81 rah berasal dari pajak properti pada tahun Jerman 0.8 2014. Secara nasio­ n al, pendapatan pajak Indonesia 0.57 bumi dan bangunan setara dengan India 0.48 0,57 persen PDB di Indonesia, terendah untuk Turki 0.27 ne­gara G20 (gambar O.13). Masalah yang Meksiko 0.25 ­ eningkatkan perlu diatasi oleh daerah untuk m 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 pendapatan pajak bumi dan bangunan Pendapatan pajak bumi dan bangunan (persen PDB) t ermasuk cakupan kadaster, tarif pajak ­ (untuk kawasan perkotaan) dan tingkat Sumber: Prakash 2013. pengumpulan yang rendah. ­ Catatan: Gambar tidak termasuk Uni Eropa dan Arab Saudi karena data tidak tersedia. I k h tisar   19 Di luar pajak bumi dan bangunan, tertinggal, bukti regresi yang disajikan dalam kawasan-kawasan metro juga dapat meman- laporan ini menunjukkan pendekatan terse- faatkan sumber alternatif pendapatan asli but kurang berhasil — daerah-daerah yang daerah melalui praktek pembangunan kurang padat penduduk yang diprioritaskan perkotaan yang transparan dan berkelanju- reformasi dan rumus transfer desentralisasi tan. Pemanfaatan kenaikan nilai lahan (land tidak dapat meningkatkan pelayanan dan value capture) dan pengalihan hak memba­ prasarana dasar dengan lebih cepat daripada ngun adalah instrumen yang dapat dipertim- daerah yang kurang diprioritaskan dan lebih bangkan oleh pemerintah daerah untuk padat penduduk.30 Daerah-daerah yang diprio­ mengumpulkan dana pembangunan prasa- ritaskan oleh sistem transfer fiskal pasca-big rana. Dengan menggunakan jenis-jenis instru- bang juga tidak dapat meningkatkan stok men ini, pada gilirannya, akan membutuhkan jalan dan akses pasar mereka melalui jari­ peningkatan kapasitas staf pemerintah daerah ngan transportasi dengan lebih cepat dari- terkait perangkat pengembangan lahan yasan pada daerah yang kurang diprioritaskan, (real estate). yang menunjukkan bahwa penentuan sasaran Pembiayaan investasi prasarana perkotaan, keruangan ( spatial targeting ) kawasan- terutama transportasi publik, juga memerlu- kawasan non-metro secara lebih intensif kan sumber daya dari luar APBN/APBD, khu- tidak membantu meningkatkan konektivitas susnya di kawasan metro multi-distrik yang dan pengintegrasian dengan kawasan metro. membutuhkan investasi lebih tinggi. Daerah-daerah tersebut juga gagal mening- Contohnya, di kawasan metro besar seperti katkan hasil industri manufaktur secara sig- Jakarta, sistem kereta api massal mungkin nifikan untuk merespon tambahan transfer diperlukan, tetapi sistem seperti itu biayanya fiskal. Pendapatan tambahan telah gagal 12 kali lebih tinggi per kilometer daripada menghentikan tren penurunan kinerja perusa- sistem bus rapid transit, yang mungkin cukup haan di daerah-daerah yang kurang pen- untuk memenuhi kebutuhan transportasi duduk dibandingkan daerah yang lebih padat kota kecil.27 Saat ini utang pemerintah daerah penduduk. di Indonesia sangat rendah, hanya 0,04 Rumus transfer tersebut juga menghambat persen dari PDB. 28 Pengembangan suatu daerah-daerah di mana pertumbuhan pen- kerangka kerja untuk secara bertahap mem- duduk yang didorong oleh urbanisasi terjadi. berdayakan pemerintah daerah untuk meng­ Ini karena pertumbuhan penduduk menye- akses pasar modal dan pembiayaan resmi babkan penurunan jumlah transfer fiskal per akan membantu memenuhi kebutuhan kapita. Kecuali daerah-daerah ini dapat prasarana. menutup kesenjangan tersebut melalui Perbaikan juga perlu dilakukan terhadap pe­ningkatan pendapatan asli daerah, akan lebih sistem transfer fiskal Indonesia, yang dido- sulit untuk memperluas prasarana dan pela­ rong desentralisasi “big bang” pada tahun yanan dasar sesuai dengan jumlah penduduk, 2001. Reformasi ini tidak hanya mengalihkan yang berkontribusi pada peningkatan faktor- sumber daya untuk penyelenggaraan layanan faktor kepadatan. dan penyediaan prasarana dari pemerintah Fakta bahwa peningkatan sumber daya pusat ke pemerintah daerah29 tetapi juga ke daerah-daerah yang kurang padat pen- lebih memprioritaskan alokasi sumber daya duduk belum memberikan hasil menunjuk- ke kawasan-kawasan yang kurang padat pen- kan bahwa sumber daya bukan kendala duduk, non-metro dan lebih terpencil. Ini yang menghambat kawasan-kawasan merupakan konsekuensi rumus Dana Alokasi pedesaan non-metro dalam penyediaan Umum, di mana jumlah transfer fiskal yang prasarana dan layanan dasar. Kondisi ini diterima suatu daerah sebagian besar tergan- dapat disebabkan keterbatasan kapasitas tung pada jumlah penduduknya. Meskipun implementasi, sehingga mungkin lebih hal itu tampaknya akan mendorong pening- efisien jika sumber daya tersebut dialoka- katan penyediaan layanan dasar dan prasa- sikan ke daerah lain. Perubahan bertahap rana di kawasan-kawasan yang paling menuju rumus transfer fiskal yang lebih 20  WA K T U N YA ACT dititikberatkan pada jumlah penduduk Walaupun kualitas ASN di Indonesia juga yang lebih tinggi dapat meningkatkan telah meningkat karena praktik perekrutan kemampuan kawasan-kawasan perkotaan dan promosi yang lebih meritokratis (Bank yang berkembang (terutama pinggiran Dunia 2018b), di sebagian besar dinas PU di perkotaan kawasan metro multi-distrik) daerah, jumlah staf yang memenuhi syarat se- untuk mengatasi peningkatan faktor-­ cara profesional masih terlalu sedikit, dan faktor kepadatan tanpa efek negatif terha- kualitas pelatihan yang tersedia tidak mema- dap ketersediaan prasarana dan pelayanan dai (Bank Dunia 2012). Banyak pegawai juga di kawasan-kawasan pedesaan. tidak mempunyai kapasitas untuk menghi- tung kebutuhan fiskal proyek-proyek yang kompleks. Seringkali, ketika anggota staf dae- Membangun kapasitas untuk perencanaan, rah meningkatkan keterampilan mereka, me­ pelaksanaan dan pembiayaan prasarana dan pembangunan perkotaan reka dimutasi ke instansi lain karena alasan politik atau administrasi, mengakibatkan Kegagalan transfer fiskal dan belanja prasa- ­kesenjangan kapasitas. rana di daerah yang kurang padat pen- Membangun kapasitas untuk menggu- duduknya untuk memberikan hasil nakan sistem informasi dan data . Tidak menunjukkan bahwa sumber daya mungkin ada­nya peta dasar dan data yang konsisten bukan segalanya. Keterbatasan yang lebih dan andal menghambat penyusunan ren- penting untuk kawasan non-metro dalam cana tata ruang daerah di Indonesia. menerapkan prinsip-prinsip ACT mungkin Demikian pula, kurangnya akses ke arsip terkait dengan masalah kapasitas lokal dalam tanah dan data spasial yang andal meng- perencanaan dan pelaksanaan proyek prasa- hambat investasi prasarana dan penyediaan rana. Secara lebih umum, kapasitas perlu di­ layanan. 31 Selain itu, tidak ada kerangka tingkatkan di seluruh jenis wilayah di tiga kerja yang sama untuk mengintegrasikan bidang yang saling terkait: rencana yang berbeda dari berbagai kemen- terian dan lembaga, menyebabkan kebi­ 1. Kapasitas aparat pemerintah daerah ngungan yang menghambat pembangunan untuk mengatasi permasalahan pemba­ dan investasi perkotaan. ngunan perkotaan dan daerah. Keterbatasan kapasitas sistemik juga 2. Kapasitas untuk menggunakan sistem menghambat perpajakan daerah, khususnya informasi dan data untuk pengambi- pengelolaan pajak bumi dan bangunan, yang lan keputusan yang transparan dan sebagaimana disebutkan sebelumnya, meru- terinformasi. pakan sumber pendapatan asli daerah 3. Kapasitas untuk mengatur dan meman- kawasan metropolitan yang kurang dimaksi- tau kinerja pemerintah daerah. malkan. Pemerintah daerah tidak memiliki Membangun kapasitas aparatur sipil keahlian, kapasitas dan informasi kadaster ­ egara untuk menangani permasalahan n yang memadai dari Kementerian Agraria dan pembangunan perkotaan dan daerah . Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Dengan desentralisasi “big bang” di Indonesia (ATR /BPN) untuk mengelola pajak bumi dan pada tahun 2001, tanggung jawab adminis- bangunan. tratif dan fiskal dialihkan dari pemerintah Opsi-opsi kebijakan untuk meningkat- pusat ke pemerintah daerah tanpa pelatihan kan kapasitas meliputi pengembangan pro- staf yang cukup. Antara tahun 1999 dan gram pelatihan di tempat kerja 2001, proporsi pegawai yang digaji pemerin- ( on-the-job-­t raining) yang dirancang de­ tah daerah meningkat dari sedikit di atas 12 ngan saksama untuk meningkatkan kuali- persen menjadi hampir 67 persen (Bank tas data dan manajemen perencanaan kota Dunia 2003). Selain itu, jumlah pegawai dan tata ruang (Bank Dunia 2017a); pe­ ne­geri keseluruhan meningkat 25 persen di ningkatan pendidikan ­ geospasial (melalui, tahun 2006-17, dari sekitar 3,6 juta hingga contohnya, diklat profesional, yang dise- lebih dari 4,5 juta (Bank Dunia 2018b). lenggarakan bekerjasama dengan I k h tisar   21 perguruan tinggi terkemuka di Indonesia) mengikuti contoh proyek Pemerintah Dae- serta penyelenggaraan pelatihan pengum­ rah dan Desentralisasi (Local Government pulan dan manajemen pajak. Pengembangan and Decentralization Project) Bank keterampilan pada tingkat hulu di pergu- Dunia.32 ruan tinggi juga akan mempersiapkan staf •  Menyesuaikan insentif para kepala daerah pemerintah masa depan di bidang-bidang untuk memberikan pelayanan yang lebih inti tersebut. Dukungan keuangan untuk baik dan memberikan dasar intervensi pelatihan semacam ini dapat bersumber pemerintah pusat dengan mengkondisikan dari hibah-hibah peningkatan kapasitas transfer fiskal ke pemerintah daerah ber- yang diberikan ke pemerintah daerah. dasarkan verifikasi pelaporan kinerja Selain itu, mengurangi frekuensi rotasi staf tersebut. pemerintah antar instansi akan mencip- takan motivasi yang lebih besar untuk ber- Meningkatkan koordinasi kelembagaan investasi dalam keterampilan k­ husus untuk secara vertikal dan horisontal di seluruh satu instansi dan memungkinkan retensi tataran pemerintahan kapasitas tertentu. Sehubungan dengan sistem informasi Desentralisasi pengambilan keputusan untuk dan data, ATR/BPN, bersama dengan Badan penyediaan layanan dan prasarana dasar Informasi Geospasial Nasional, dapat memiliki banyak manfaat. Namun, hal itu menyediakan platform data dan pemetaan disertai dengan kecenderungan inersia dalam terintegrasi untuk perencanaan dan analisis berfungsinya lembaga-lembaga pemerintah tata ruang. Sementara itu, daerah harus pusat, sehingga proses pengambilan keputu- mengintegrasikan berbagai rencana penyu- san yang terdesentralisasi dibarengi budaya sunan peraturan perundang-undangan yang pengambilan keputusan yang terpusat seperti berbeda saat ini ke dalam kerangka kerja sebelum masa desentralisasi big bang. Bahkan pembangunan spasial yang sama. Untuk saat ini, proses perencanaan terpusat yang administrasi perpajakan, lembaga pemerin- lama masih ada, dengan rencana tahunan, tah terkait dapat menggunakan citra satelit, lima tahunan dan jangka panjang; dan seba- drone tak berawak dan metode otomatis gian besar ASN di seluruh Indonesia dikelola untuk mempersiapkan kadaster yang efek- di tingkat pusat oleh Kementerian tif. Pemerintah pusat juga harus mendu- Pemberdayaan Aparatur Negara dan kung pemerintah daerah untuk Reformasi Birokrasi (PANRB). mengembangkan dan meningkatkan Sistem Meskipun desentralisasi telah mendekat- Informasi dan Manajemen Objek Pajak kan pengelolaan dan perencanaan wilayah- atau SISMIOP). wilayah (terutama wilayah-wilayah Membangun kapasitas untuk mengatur perkotaan) ke masyarakat, hal itu juga telah dan memantau kinerja pemerintah daerah. melipatgandakan jumlah titik keputusan, Untuk meningkatkan regulasi dan peman- meningkatkan kompleksitas koordinasi lintas tauan kapasitas di tingkat pusat dan daerah, sektor, tataran pemerintahan dan (yang ter- pemerintah pusat dapat mempertimbangkan penting untuk kawasan-kawasan metro hal-hal berikut: multi-distrik) lintas batas-batas administrasi. Menemukan solusi yang efektif untuk tanta­ •  Menyiapkan sistem akuntabilitas yang ngan koordinasi ini penting untuk keberhasi- mewajibkan pemerintah daerah untuk lan implementasi prinsip-prinsip kebijakan melaporkan kinerja mereka kepada ACT. pemerintah pusat. Ini bisa dalam bentuk Secara lebih spesifik, kebijakan perlu sistem berbasis web untuk menstandardi­ mengatasi tiga tantangan koordinasi utama sasi pelaporan pemerintah daerah. (kotak O.3). Untuk mengatasi tantangan- •  Melibatkan badan independen seperti tantangan ini, sumber masalah harus auditor pemerintah atau kementerian ter- diatasi — yaitu, kompleksitas pengambilan ­ kait untuk memverifikasi laporan tersebut, keputusan yang berlebihan di Indonesia 22  WA K T U N YA ACT KOTAK O.3  Tiga tantangan koordinasi Tantangan 1: Koordinasi vertikal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Di Indonesia, 32 jenis kegiatan dibagi di antara Rakyat merencanakan, merancang dan mengim- pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, plementasikan proyek pengembangan prasarana dengan masing-masing tataran memainkan air di wilayah administrasi pemerintah daerah. peran yang berbeda tergantung pada sektornya. Kementerian ini kemudian menyerahkan aset Kabupaten/kota memainkan peran terbesar tersebut kepada PDAM, tetapi investasi lebih dalam pendidikan, kesehatan dan prasarana, lanjut untuk jaringan distribusi dan sambungan sedangkan pemerintah pusat memainkan peran pipa air mungkin tidak dilakukan, yang menye- terbesar dalam administrasi umum, perlindu­ babkan kapasitas penyediaan air yang semakin ngan sosial dan perumahan dan sarana publik rendah (Bank Dunia 2015). (gambar BO.3.1). Namun, instansi sektoral di tingkat daerah, tidak dapat dipetakan secara Tantangan 2: Koordinasi horisontal lintas berjenjang ke kementerian nasional terkait. sektor Konsekuensinya adalah “urusan semua Pembangunan perkotaan adalah masalah orang bukan urusan siapa-siapa” (everybody’s ­ lintas sektor yang membutuhkan keterlibatan business is nobody’s business). Seringkali, baik ba­ ­ nyak kementerian dan lembaga. Di Indonesia, pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten ­ sedikitnya delapan kementerian dan lembaga, tidak bertanggung jawab atas koordinasi ver- masing-masing bertanggung jawab atas ­ ­ berbagai tikal untuk memastikan bahwa kegiatan di sektor, perlu berkoordinasi tentang masalah ini. setiap sektor memberikan hasil yang diharap- Sebuah tim koordinasi strategis untuk pemba­ kan. Misalnya, dalam hal penyediaan air di ngunan perkotaan nasional yang dikoordinasikan perkotaan, kurangnya koordinasi antara peme­ Bappenas melibatkan perwakilan dari kemen­ rintah pusat, provinsi dan kabupaten dan belanja terian dan lembaga terkait. Namun tim tersebut modal pemerintah daerah yang tidak dipriori- diketuai oleh pejabat eselon 1 (deputi menteri) taskan telah menyebabkan rendahnya peningka- yang melapor kepada Menteri Perencanaan tan jumlah rumah yang tersambung ke pipa air. Pembangunan Nasional, sedangkan anggota GAMBAR BO.3.1  Kabupaten/kota menyumbang sekitar setengah dari belanja publik untuk pendidikan, kesehatan dan prasarana 100 27 25 33 80 Proporsi belanja publik keseluruhan (%), 2014 54 48 57 8 14 60 16 40 19 8 18 67 59 51 20 35 33 28 0 Pendidikan Kesehatan Prasarana Pemerintahan Perlindungan Perumahan dan umum sosial fasilitas umum Pusat Provinsi Kabupaten/kota Sumber: Bank Dunia 2016. Kotak dilanjutkan di halaman berikutnya I k h tisar   23 KOTAK O.3 Lanjutan komite lainnya melapor kepada menteri ma­ berbagai jaringan transportasi perkotaan sing-masing, dan dengan demikian menghambat untuk menghubungkan dan mengintegrasi- koordinasi lintas sektor. kan kawasan-kawasan metro, sarana pengo- lahan limbah, sistem pengendalian banjir serta Tantangan 3: Koordinasi horisontal di berbagai sarana pengolahan sampah padat. masing-masing kawasan metro multi- Salah satu contoh masalah adalah meningkat- distrik nya risiko banjir di daerah inti kota Jakarta, Sementara dua tantangan koordinasi pertama yang diasosiasikan dengan kegagalan mence- mempengaruhi semua jenis wilayah, tanta­ gah pembangunan liar dan seringkali ilegal di ngan ketiga (yaitu koordinasi horisontal antar hulu daerah tangkapan air Kabupaten Bogor di wilayah administrasi yang berbatasan) khu- selatan metro Jakarta. Ini berkontribusi pada susnya dihadapi kawasan-kawasan metro banjir besar di ibukota pada bulan Februari multi-distrik. Tantangan ini mempengaruhi 2007, dengan korban jiwa lebih dari 70 orang penyediaan prasarana berskala besar secara dan menyebabkan 340.000 orang mengungsi efisien di tingkat metro, termasuk penyediaan (Bank Dunia 2008a). yang disebabkan penambahan lapisan semangat yang sama dengan, misalnya, Tim kelembagaan baru secara berurutan di atas Nasional untuk Percepatan Penanggulangan lapisan yang telah ada. Langkah pertama Kemiskinan dan Tim Koordinasi Nasional untuk melakukan ini adalah mengidentifi- untuk Pencapaian Tujuan Pembangunan kasi redundansi dan menyederhanakan Berkelanjutan. Karena akan menjadi plat- struktur tata kelola negara — tugas besar form nasional yang melapor langsung yang membutuhkan komitmen kuat, tetapi kepada presiden, platform ini akan memiliki penting untuk meningkatkan efisiensi. wewenang yang lebih besar daripada tim Untuk meningkatkan koordinasi antara koordinasi yang telah ada, oleh karena itu berbagai jenjang, diperlukan kejelasan lebih efektif untuk memastikan koordinasi lebih lanjut tentang peran setiap tataran dan meningkatkan agenda perkotaan secara pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/ lebih luas.33 kota) dalam menyediakan prasarana dan Akhirnya, untuk meningkatkan koor- pelayanan. Kementerian Dalam Negeri juga dinasi horisontal daerah-daerah yang dapat memberdayakan pemerintah provinsi ­ bertetangga — terutama, di dalam kawasan- untuk memastikan koordinasi antara kawasan metro multi-distrik — pemerintah pemerintah pusat dan pemerintah kabu- pusat memiliki beberapa opsi kebijakan. Ini paten/kota. termasuk, misalnya, melimpahkan fungsi- Untuk meningkatkan koordinasi horison- fungsi pengelolaan metropolitan ke peme­ tal lintas sektor, platform nasional untuk rintah provinsi.34 Opsi lain juga termasuk transformasi perkotaan — yang dipimpin mendorong kontrak kerjasama yang lebih oleh wakil presiden atau seorang menteri luas antar pemerintah daerah untuk menye- koordinator dan dibentuk dengan keputusan diakan layanan yang saling melengkapi dan presiden — bisa menjadi cara yang efektif mempromosikan pembentukan badan usaha untuk menindaklanjuti reformasi. Platform multi-pemerintah daerah untuk tujuan ter- ini akan menggantikan tim koordinasi antar tentu, seperti transportasi atau pembuangan kementerian yang ada saat ini dan memiliki limbah padat.35 24  WA K T U N YA ACT Langkah-langkah kebijakan lebih lanjut Untuk perumahan, langkah-langkah diperlukan untuk menerapkan ACT dan utama termasuk meningkatkan upaya untuk memenuhi janji urbanisasi memperbaiki keluwesan pasar tanah dan Meskipun reformasi kelembagaan untuk perumahan, serta meningkatkan kapasitas tata kelola pemerintahan dan pembiayaan teknis lokal untuk perencanaan lahan dan daerah menjadi tulang punggung untuk perumahan yang terkoordinasi dan sesuai menerapkan prinsip-prinsip ACT, dan de­ tata ruang. Untuk ini antara lain diperlukan ngan itu memperbesar manfaat urbanisasi langkah-langkah untuk memperbaiki admi­ untuk kesejahteraan, inklusivitas dan kela­ nistrasi pertanahan, yang kompleksitasnya yakan huni, semua itu tidak dengan sen­ saat ini membatasi ketersediaan lahan di dae- dirinya cukup untuk pengimplementasian rah yang strategis untuk pembangunan prasa- prinsip Menghubungkan dan Menarget. rana dan perumahan. Pendekatan ini juga Peningkatan konektivitas dan pengintegra- dapat mencakup peninjauan terhadap sian kawasan-kawasan perkotaan — teru- pe­raturan yang ada oleh pemerintah daerah tama kawasan-kawasan metro — juga untuk menghilangkan berbagai hambatan memerlukan langkah-langkah kebijakan pada lahan di lokasi strategis, menyeder- lebih lanjut yang berhubungan dengan pe- hanakan prosedur pembebasan lahan dan rumahan dan transportasi perkotaan; dan mempercepat (dan mengurangi biaya) pendaf- untuk menghubungkan wilayah-wilayah, taran dan perizinan bangunan serta mengim- dibutuhkan langkah-langkah lebih lanjut plementasikan proses sertifikasi hunian. untuk mengatasi permasalahan regulasi Platform perumahan terintegrasi — seperti pasar transportasi. Akhirnya, untuk menar- National Housing Registry di Meksiko — get semua wilayah dan kelompok yang ter- juga dapat dipertimbangkan. 36 Platform tinggal, dibutuhkan kebijakan-kebijakan semacam itu menggabungkan informasi pasar berbasis wilayah dan perubahan paradigma perumahan dan tanah untuk meningkatkan pendekatan terhadap perencanaan dan de- akuntabilitas dan efisiensi di seluruh tataran sain perkotaan. pemerintahan dan mendukung penyediaan informasi pasar yang transparan tentang per- mintaan, ketersediaan, lokasi, harga dan Peningkatan konektivitas dan pembiayaan perumahan. Akhirnya, langkah- ­ pengintegrasian berbagai kawasan langkah dapat diterapkan untuk menguatkan perkotaan (khususnya kawasan-kawasan kapasitas pemerintah daerah untuk mengem- metro) membutuhkan berbagai intervensi bangkan dan menerapkan sistem regulasi kebijakan khusus untuk perumahan dan transportasi perkotaan yang berkaitan dengan, misalnya, zonasi dan standar bangunan yang mendukung pertum- Selain pembenahan-pembenahan tata kelola buhan perkotaan yang terintegrasi dan tahan dan pembiayaan, diperlukan langkah-­ bencana. langkah kebijakan khusus untuk memastikan Para pembuat kebijakan juga dapat mem- ketersediaan perumahan terjangkau yang perluas contoh-contoh pembangunan inovatif cukup di lokasi strategis, untuk meningkat- yang berguna lahan campuran (mixed-use kan pembangunan bagi masyarakat dengan development) dan yang penghasilan penghuni­ beragam penghasilan (mixed-income deve­ nya beragam (mixed-income development) lopment) dan untuk mengatasi kemacetan seperti Vida Bekasi,37 di Kota Bekasi, Jawa lalu-lintas yang parah. Langkah-langkah ini Barat, untuk mengatasi segregasi permuki- penting untuk menjadikan wilayah-wilayah man pekerja berdasarkan tingkat pendapatan lebih inklusif dan makmur, mengatasi segre- dan keterampilan. Vida Bekasi adalah pem- gasi permukiman antara pekerja berkete­ bangunan perkotaan berkelanjutan dengan rampilan tinggi dan rendah yang menghambat 15.000 penduduk, dirancang dengan rencana pertukaran pengetahuan yang bermanfaat di induk yang menggabungkan desain yang ter- antara para pekerja. integrasi dan pertimbangan-pertimbangan I k h tisar   25 spesifik wilayah. Vida Bekasi juga menginte- memastikan pengenaan biaya untuk peng- grasikan sistem transportasi umum yang gunaan kendaraan pri­ b adi agar mencer- dihubungkan ke stasiun kereta api dan termi- minkan biaya sosial yang sebenarnya. nal bus Bekasi — dan dilengkapi sekolah, Langkah-langkah utama yang dapat diam- pusat perbelanjaan dan pasar. Untuk mening- bil termasuk menguatkan peran pemerintah katkan pertumbuhan yang terintegrasi secara pusat untuk mengarahkan kebijakan trans- umum, pemerintah daerah dapat mendorong portasi perkotaan; meningkatkan kapasitas pengembangan berbagai tipologi perumahan lokal untuk merencanakan, meng­ operasikan (seperti townhome berlantai dua), strategi dan memelihara sistem transportasi perkota- pembangunan bertahap dan hunian berting- an; dan mempromosikan pembangu- kat sedang (mid-rise) untuk berbagai kelom- nan berorientasi transit ( Transit Oriented pok pendapatan (dan keterampilan) dalam Development). pengembangan kawasan yang sama. Untuk menguatkan peran pemerintah Ketersediaan persewaan perumahan yang pusat, kebijakan transportasi perkotaan terjangkau juga bisa ditingkatkan. ­ nasional — hal yang telah dibahas di Akhirnya, reformasi pembiayaan peruma- Kementerian Perhubungan selama beberapa han akan membantu pemerintah menarget tahun — perlu dituntaskan. Kebijakan kelompok-kelompok yang belum terjangkau semacam itu adalah kunci untuk mengem- sektor swasta. Reformasi ini membutuhkan bangkan pedoman terkait transportasi upaya berkelanjutan untuk meningkatkan untuk pemerintah daerah. Pedoman ini akan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan membantu memastikan desain sistem trans- Perumahan (FLPP) dan Subsidi Selisih portasi berdasarkan pada prakiraan permin- Bunga (SSB) —yang saat ini berfokus pada taan yang tepat dan andal untuk jangka rumah tangga berpendapatan menengah menengah hingga panjang, serta memasti- dan menimbulkan biaya fiskal yang tinggi. kan investasi diusulkan dalam kerangka Skema seperti FLPP telah membantu mening­ pendanaan dan pembiayaan yang terdefinisi katkan perumahan yang terjangkau di dengan baik dan ditargetkan ke moda trans- kawasan-kawasan metro, tetapi lebih sering portasi paling efektif untuk wilayah-wilayah di daerah pinggiran metro. Salah satu opsi yang berbeda. Kebijakan transportasi yang adalah menggunakan program Bantuan komprehensif menguraikan langkah-lang- Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan kah yang meningkatkan ketersediaan dan (BP2BT), yang menyediakan akses subsidi mengelola permintaan, dan pada saat yang uang muka ke sektor pembangunan peruma- sama mengurangi penggunaan kendaraan han informal dan mandiri, dan bertujuan pribadi. mengumpulkan dana dan partisipasi dari Untuk mengelola permintaan berlalu lin- sektor swasta untuk pemenuhan kebutuhan tas, pemerintah daerah di kawasan-­ rumah berbasis harga pasar. kawasan metro dapat meninjau kembali Untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas kebijakan berkendara 3-in-1 di Jakarta. yang parah, masalah yang khususnya me- Meskipun dicabut karena tidak populer, ke- landa kawasan-kawasan metro multi-distrik bijakan ini berhasil mengurangi kemacetan dan metro distrik-tunggal, juga dibutuhkan lalu-lintas (Hanna, Kreindler dan Olken pendekatan terkoordinasi dan berbasis tata 2017). Variasi kebijakan yang dirancang ruang untuk perencanaan dan pengemba­ lebih baik, jika diperkenalkan, mungkin ngan prasarana transportasi. Pendekatan lebih sesuai. Pengurangan subsidi eksplisit semacam ini membutuhkan koordinasi dan implisit untuk penggunaan mobil pri­ yang kuat untuk meningkatkan penyediaan badi juga dapat dipertimbangkan. Misalnya, prasarana dan layanan, serta penggunaan di Wina, menata ulang tempat-tempat instrumen-instrumen pengelolaan permin- parkir di kota, menghapus parkir gratis, taan untuk mengurangi kemacetan dan melarang parkir di tempat-tempat 26  WA K T U N YA ACT bersejarah dan menerapkan izin parkir dan ramah pejalan kaki. Kawasan metro penggunaan jalan bagi penduduk adalah Indonesia dapat mengikuti contoh Hong langkah utama untuk mengurangi penggu- Kong dan Seoul, yang telah mengintensifkan naan mobil pri­ b adi (Buehler, Pucher, dan penggunaan lahan di sekitar halte transit Altshuler 2017). Selain itu, pengenaan biaya (MGI 2016). untuk ­ mengurangi kemacetan (congestion Meskipun beberapa kebijakan, seperti charges), seperti yang ada di kota-kota se­ reformasi program pembiayaan perumahan perti London, juga dapat menjadi bagian dan kebijakan transportasi perkotaan nasio­ dari kombinasi kebijakan untuk pengelo- nal, merupakan kebijakan nasional, banyak laan permintaan yang lebih baik, terutama langkah kebijakan rinci untuk perumahan di kawasan-kawasan inti metro multi-­ terjangkau dan transportasi perkotaan distrik dan kawasan metro distrik-tunggal. perlu disesuaikan dengan semua jenis Guna meningkatkan kapasitas lokal untuk wilayah. Kawasan metro multi-distrik, merencanakan, mengoperasikan dan memeli- yang jelas memiliki kesenjangan yang lebih hara sistem transportasi perkotaan, tiga lang- tinggi dan segregasi pekerja yang kuat ber- kah berikut ini penting: dasarkan tingkat keterampilan, mengha- dapi tantangan paling rumit untuk dapat •  Menguatkan badan-badan pengatur dan menghubungkan masyarakat dengan pengelola transportasi agar dapat me­ pekerjaan, peluang dan layanan dasar. ngoordinasikan layanan transportasi pu­ Untuk kawasan-kawasan ini, pembuat blik lintas batas administrasi dengan lebih kebijakan perlu memastikan perumahan baik. tersedia baik di wilayah inti maupun ping- •  Memperkenalkan langkah-langkah untuk giran - idealnya, dengan pengembangan meningkatkan operasi, termasuk mengop- kawasan untuk masyarakat dengan bera- timalkan pengaturan rute dan penjadwa- gam penghasilan ( mixed-income develop- lan, bersama dengan langkah-langkah ment ) – serta memastikan kemacetan untuk memprioritaskan penyediaan ruang lalu-lintas diatasi menggunakan berbagai untuk transportasi publik. instrumen, baik pada sisi penyediaan mau- •• M e m a n f a a t k a n p e r k e m b a n g a n pun sisi permintaan. Hal ini termasuk teknologi yang dapat secara signifikan memperluas penyediaan transportasi mas- meningkatkan kualitas layanan, seperti sal berkualitas tinggi, menerapkan biaya sistem ­ p embelian tiket pintar, sistem dan larangan parkir dan memperkenalkan manajemen armada dan sistem infor- kembali kebijakan berkendara 3-in-1 dan masi pengguna. pengenaan biaya kemacetan. Untuk Akhirnya, untuk meningkatkan pemba­ kawasan-kawasan metro distrik-tunggal, di ngunan berorientasi transit (Transit Oriented mana keterbatasan penyediaan perumahan Development), diperlukan penataan kembali mungkin lebih besar daripada tekanan per- struktur hunian atau mendorong bangunan mintaan, fokus untuk menyediakan lahan baru dengan pembangunan yang lebih verti- siap pakai ( serviced land ) untuk pemba­ kal dengan mengizinkan koefisien lantai ngunan menjadi penting. Di kawasan- bangunan ( floor-area ratio ) yang lebih kawasan itu, mungkin tidak perlu tinggi, dengan demikian melonggarkan mengenakan biaya kemacetan di sisi per- batasan ketinggian, atau memungkinkan mintaan pengaturan lalu-lintas. Kawasan- kepadatan yang lebih tinggi di zona-zona kawasan non-metro, dengan pertumbuhan sasaran. Zona sasaran dapat dipilih untuk populasi perkotaan yang cepat, perlu mempromosikan tujuan lokal, seperti memastikan bahwa pembangunan baru me­ngurangi ketergantungan pada ­ kendaraan tetap terhubung dengan kota dan pemba­ pribadi atau pengembangan kawasan ber- ngunan perumahan baru dimungkinkan guna lahan campuran (mixed-use area) yang dan menarik bagi sektor swasta. I k h tisar   27 Menghubungkan wilayah-wilayah perimeter dan atribusi regulator — yaitu membutuhkan langkah-langkah lebih Otoritas Pelabuhan. lanjut untuk mengatasi permasalahan Transportasi udara memiliki permasalahan regulasi pasar transportasi laut dan udara sendiri. Sektor ini dihadapkan dengan pening- Memastikan konektivitas dan integrasi di katan permintaan di luar kapasitas dan tidak seluruh jenis wilayah juga memerlukan lang- adanya perubahan signifikan dalam tata kah-langkah lebih lanjut untuk mengatasi kelola untuk meningkatkan persaingan dan permasalahan regulasi di sektor transportasi partisipasi sektor swasta. Bandara-bandara laut dan udara. Di sektor maritim, konektivi- Indonesia dioperasikan oleh dua badan usaha tas domestik antar kawasan-pulau terhambat milik negara, Angkasa Pura 1 (AP1) dan oleh, antara lain, ukuran kapal yang kecil Angkasa Pura 2 (AP2), yang memiliki pangsa dan, akibatnya, armada yang lebih besar dari- 90 persen dan memonopoli wilayah masing- pada yang diperlukan; penggunaan armada masing. Berdasarkan pengalaman di negara dan frekuensi layanan yang rendah; dan jari­ lain, kemungkinan partisipasi swasta di ngan domestik yang terdiri dari rute pelabu- beberapa bandara utama dapat dipertim- han tunggal ke pelabuhan tunggal bangkan (Bank Dunia 2018a). (single-port-to-single-port), bukan perjalanan multi-pelabuhan (multi-port). Untuk menarget setiap wilayah dan Mendorong lebih banyak partisipasi masyarakat yang tertinggal, diperlukan swasta untuk transportasi laut sangat pen­ peninjauan kembali kebijakan-kebijakan ting untuk mengurangi hambatan-hambatan berbasis wilayah dan perubahan tersebut. Sejak tahun 1992, semua pelabuhan paradigma untuk perencanaan dan desain komersial Indonesia telah dioperasikan oleh perkotaan empat badan usaha milik negara, yaitu Meskipun jika semua reformasi dan kebi- Pelindo I-IV, masing-masing mencakup dae- jakan kelembagaan yang dibahas di atas rah yang telah ditetapkan. Undang-undang berhasil dilaksanakan untuk menyediakan pelayaran tahun 2008 bertujuan mengubah cakupan layanan dasar universal di seluruh hal ini dengan memperkenalkan badan wilayah yang terhubung dan terintegrasi de­ ­ p ublik baru sebagai Otoritas Pelabuhan ngan baik, beberapa wilayah dan masyara- untuk mengatur sektor ini dan memudahkan kat mungkin masih tertinggal. Bahkan masuknya operator swasta melalui konsesi negara-negara yang paling maju sekalipun operasi pelabuhan. Akan tetapi, transisi ke memiliki wilayah yang dianggap “terting- operasi swasta lambat, dengan masalah gal” yang memerlukan langkah-langkah ke- utama yang menghambat kemajuan adalah bijakan pemerintah lebih lanjut. Demikian distorsi struktur tarif. Tarif saat ini untuk pula, meskipun jika suatu wilayah memiliki pengguna domestik tampaknya terlalu ren- sistem transportasi publik yang luas dan dah untuk menjustifikasi investasi pelabuhan dikembangkan dengan baik yang secara yang diperlukan. Salah satu kendala untuk teori menyediakan konektivitas yang baik menyesuaikan tarif adalah kebutuhan untuk antara masyarakat dan pekerjaan, peluang berkonsultasi dengan semua pemangku dan layanan dasar, berbagai sub-kelompok kepentingan pelabuhan, yang meliputi aso- penduduk mungkin masih menghadapi siasi-asosiasi pelayaran domestik, perusa- hambatan untuk menggunakan sistem terse- haan pengiriman barang (freight forwarder) but. Hal ini akan terjadi jika sistem tersebut serta importir dan eksportir. Para pemangku tidak direncanakan dan dirancang sedemiki- kepentingan ini cenderung menolak kenai- an rupa untuk mengakomodasi kebutuhan kan tarif, sehingga diperlukan langkah kebi- para penyandang disabilitas atau jika sistem jakan untuk mendefinisikan kembali tersebut dianggap tidak aman untuk 28  WA K T U N YA ACT digunakan oleh perempuan dan anak untuk lebih berfokus pada pengembangan perempuan — katakanlah, karena takut modal manusia. Strategi semacam ini dapat akan pelecehan. Tantangan dengan kondisi dilengkapi dengan berbagai insentif untuk trotoar dan akses ke rumah sakit, klinik dan perusahaan-perusahaan (contohnya melalui sebagainya juga dapat menghambat para pengembangan infrastruktur khusus atau penyandang disabilitas dan lansia untuk pengurangan birokrasi), tetapi secara khusus mengakses layanan, bahkan jika layanan berdasarkan kontribusi mereka terhadap tersebut pada prinsipnya tersedia. agenda modal manusia melalui investasi kete­ Wilayah-wilayah yang kemungkinan besar rampilan, terutama keterampilan yang sesuai tertinggal adalah kawasan-kawasan pedesaan dengan keunggulan komparatif dan kompeti- non-metro yang letaknya jauh di luar Jawa- tif suatu kawasan yang menciptakan lapa­ Bali, terutama yang kurang memiliki keung- ngan kerja dengan konten pembelajaran yang gulan sumber daya alam. Hasil penelitian signifikan. Kriteria yang ketat dan transparan dalam laporan ini menunjukkan bahwa, untuk memilih industri yang ditargetkan, walaupun wilayah-wilayah tersebut tidak serta memantau dan mengevaluasi efektivitas mendapat manfaat faktor-faktor aglomerasi kebijakan ini penting, karena biayanya bisa positif lainnya, mereka mendapatkan man- tinggi. faat dari eksternalitas modal manusia yang Akhirnya, agar urbanisasi benar-benar positif.38 Kebijakan yang ditargetkan secara inklusif bagi perempuan, anak perempuan, spasial untuk membantu wilayah-wilayah ini lansia dan penyandang disabilitas, perenca- harus dirancang dengan mempertimbangkan naan perkotaan perlu menerapkan prinsip- hasil-hasil tersebut. Daripada menggunakan prinsip desain dan standar bangunan untuk insentif yang ditargetkan untuk menarik ruang publik, trotoar, sarana transportasi dan perusahaan ke daerah-daerah terpencil, yang bangunan yang mempertimbangkan kebutu- telah terbukti berdampak kecil di luar Jawa han seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya -Bali, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa orang saja. Dalam seperempat abad berikutnya, Indonesia akan mencapai tahap akhir masa peralihan menuju masyarakat perkotaan. Untuk mewujudkan potensi urbanisasi sepenuhnya guna meng- hasilkan kemakmuran, inklusivitas dan kelayakan huni, para pembuat kebijakan Indonesia perlu menerapkan ACT sekarang untuk lebih memperluas prasarana dan layanan dasar perkotaan; menghubungkan semua jenis wilayah perkotaan dan pedesaan (portfolio of places) dan mengintegrasikan kota-kota di Indonesia; serta menyasar dan membantu wilayah-wilayah tertinggal dan memenuhi kebutuhan perempuan, anak-anak, lansia dan penyandang disabilitas. Transisi ini akan memerlukan, pertama dan terutama, berbagai reformasi sistem tata kelola dan pembiayaan daerah di Indonesia. Selain itu, transisi ini juga memerlukan berbagai reformasi regulasi untuk pasar-pasar transportasi utama; langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan perumahan yang terjangkau di lokasi yang strategis di masing-masing kawasan perkotaan dan mengatasi kemacetan lalu lintas; peninjauan kembali kebijakan-kebijakan berba- sis wilayah yang berfokus pada modal manusia; serta perubahan paradigma dalam perencanaan dan desain perkotaan untuk mengakomodasi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Dengan bertindak sekarang, para pembuat kebijakan dapat membantu memastikan Indonesia mempe­ ringati kemerdekaan yang keseratus di tahun 2045 sebagai masyarakat perkotaan yang sejahtera, inklusif dan layak huni. I k h tisar   29 Lampiran OA Pilihan kebijakan yang disesuaikan menurut jenis wilayah KETERANGAN TABEL Jangka waktu S = Jangka pendek (2 tahun ke depan) M = Jangka menengah (2-5 tahun ke depan) L = Jangka panjang (> 5 tahun) Simbol “✓” dalam sel menunjukkan bahwa rekomendasi berlaku untuk jenis wilayah tertentu “↔” menunjukkan bahwa rekomendasi berlaku untuk semua jenis wilayah Lembaga yang bertanggung jawab ATR/BPN Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BI Bank Indonesia BIG Badan Informasi Geospasial BKPR Badan Koordinasi Perencanaan Tata Ruang BPK Badan Pemeriksa Keuangan BPN Badan Pertanahan Nasional Kemenko Ekonomi * Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kemenko Maritim ** Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Inti Inti metro multi-distrik Kominfo Kementerian Komunikasi dan Informatika LKM Lembaga Keuangan Mikro Kemenkeu Kementerian Keuangan Kemendagri Kementerian Dalam Negeri Kemenhub Kementerian Perhubungan PUPR Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat BUMN Kementerian Badan Usaha Milik Negara OJK Otoritas Jasa Keuangan Perum Perumnas Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional MDT Kawasan metro distrik-tunggal SMF Sarana Multigriya Finansial - Perusahaan pembiayaan kredit sekunder milik negara Pemda Pemerintah daerah * Keuangan; Industri; Perdagangan; Pertanian; Tenaga kerja; Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah; Badan Usaha Milik Negara; Pekerjaan Umum dan Perumahan; Perencanaan Tanah dan Tata Ruang; Lingkungan Hidup dan Kehutanan ** Perhubungan; Kelautan dan Perikanan; Pariwisata; Energi dan Sumber Daya Mineral 30  WA K T U N YA ACT TABEL OA.1  Matriks A: Reformasi tata kelola dan pembiayaan daerah Metro multi-distrik Nonmetro Metro Pinggiran distrik Jangka Metro multi-distrik Inti Perkotaan Pedesaan tungga Perkotaan Pedesaan Lembaga utama waktu 1. Memperluas peluang untuk pembiayaan perkotaan Pendapatan asli daerah: Mendukung ¸ ¸ ¸ ¸ ATR/BPN; S–M pembangunan vertikal di perkotaan, peningkatan Kemenkeu; BUMN pengumpulan pajak bumi dan bangunan dan penggunaan instrumen lahan yasan (real estate) Transfer fiskal: Tetap dukung melalui transfer ¸ ¸ ¸ ¸ Kemendagri; M dengan peningkatan porsi transfer berbasis hasil Kemenkeu; Kementerian Sektoral Pendapatan asli daerah: Izinkan untuk menerima ¸ ¸ ¸ ¸ Kemendagri; M–L porsi pajak penghasilan yang lebih besar Kemenkeu Pinjaman: Tingkatkan pembiayaan utang dari ¸ ¸   ¸ ¸   Kemenkeu M–L sumber publik dan swasta Pembiayaan swasta: Lanjutkan reformasi ¸ ¸ ¸ ¸ ¸ Kemenkeu; M–L regulasi untuk mendorong dan mendukung PPP Kementerian Sektoral Transfer fiskal: Ubah rumus transfer fiskal untuk Kemendagri; L memberi bobot lebih pada jumlah penduduk Kemenkeu 2. Tingkatkan kapasitas untuk perencanaan, pengelolaan dan pembiayaan perkotaan SDM: Tingkatkan kapasitas untuk perencanaan, Kemendagri; S–M analisis geospasial, manajemen proyek dan Kementerian Sektoral; pembiayaan publik Perguruan Tinggi; Asosiasi Profesional Pemantauan: Bangun sebuah sistem yang Kemendagri; M memungkinkan pemerintah daerah melaporkan Kominfo; hasil dan menetapkan tolok ukur kinerja mereka Kementerian Sektoral Sistem informasi: Tingkatkan platform data dan ¸ ¸ ¸ ¸ ATR/BPN; M–L pemetaan terintegrasi untuk investasi modal dan BIG; pengelolaan pajak bumi dan bangunan Kemenkeu Sistem informasi: Tingkatkan platform data ¸ ¸ ATR/BPN; M–L dan pemetaan terintegrasi untuk pengawasan BIG; PUPR pembangunan (pemantauan rencana tata ruang) Pemantauan: Mungkinkan petugas-petugas BPK M–L audit internal setempat untuk memainkan peran pemantauan yang lebih besar 3. Tingkatkan koordinasi kelembagaan Koordinasi antar batas wilayah administrasi: ¸ ¸ ¸       Inti; Pemprov; S Libatkan diri secara aktif dalam kerjasama antar Kemendagri kabupaten/kota untuk memberikan layanan yang saling melengkapi Koordinasi antar batas wilayah administrasi: Ambil       ¸ ¸ ¸ MDT; Pemprov; S langkah-langkah koordinasi antisipatif dengan Kemendagri kabupaten/kota sekitar atau yang berjarak dekat Koordinasi vertikal: Lakukan kerjasama dengan Pemprov; S–M pemerintah provinsi untuk meningkatkan Kementerian Sektoral kesesuaian vertikal antar tataran pemerintahan Koordinasi antar sektor: Integrasikan rencana ATR/BPN; Bappenas S–M sektoral lokal ke dalam platform data dan pemetaan yang terintegrasi Koordinasi antar sektor: Bentuk platform tingkat Bappenas; Kemenko M nasional untuk transformasi perkotaan yang Ekonomi dipimpin oleh presiden I k h tisar   31 TABEL OA.2  Matriks B: Kebijakan untuk wilayah-wilayah yang lebih terhubung Metro multi-distrik Nonmetro Pinggiran Metro distrik- Lembaga Jangka REKOMENDASI Inti Perkotaan Pedesaan tunggal Perkotaan Pedesaan utama waktu 1. Tingkatkan integrasi di masing-masing kawasan perkotaan melalui operasionalisasi perencanaan tata ruang termasuk pengelolaan lahan Untuk mendukung kesesuaian rencana tata Bappeda; S ruang dan sektoral, pertimbangkan untuk Pemda; menyesuaikan linimasa proses penyiapan Bappenas; PUPR Tingkatkan upaya-upaya saat ini untuk ¸ ¸   ¸ ¸   Bappeda; M memperbaiki kapasitas teknis di tingkat lokal, BPN; menguatkan pengumpulan dan analisis data Bappenas; untuk pengambilan keputusan berbasis bukti BKPR; Perum dalam konteks urbanisasi yang cepat Perumnas Lanjutkan upaya-upaya untuk memperjelas ATR/BPN; M hak-hak tanah dan bangunan dan tingkatkan Bappeda; efisiensi praktik pengelolaan lahan (termasuk Bappenas; reformasi untuk mengurangi biaya transaksi) Kemendagri; Pemda Pastikan operasionalisasi rencana dengan ATR/BPN; M menghubungkan langsung hasilpembangunan BKPR; BSN; sosial ekonomi dengan perencanaan tata ruang PUPR Prioritaskan investasi-investasi kota ¸ ¸   ¸ ¸   Bappeda; M berdasarkan tata ruang agar sesuai dengan BKPR; pendanaan Bappenas; BPN; PUPR; Perum Perumnas Tingkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk Bappenas; L mengembangkan dan menerapkan sistem PUPR; regulasi yang mendukung pertumbuhan yang Bappeda terintegrasi Perluas penggunaan perencanaan investasi ¸ ¸   ¸ ¸   Bappeda; L modal dan perangkat pengelolaan aset untuk PUPR; menguatkan hubungan antara perencanaan dan Bappenas; keputusan pembiayaan Pemda 2. Tingkatkan agenda perumahan yang holistik untuk memastikan akses ke perumahan yang memadai, terjangkau dan tahan bencana dengan akses ke pelayanan dasar perkotaan Tingkatkan kapasitas lokal untuk ATR/BPN; S memprioritaskan langkah-langkah Bappeda; terkoordinasi berdasarkan tata ruang di sektor Bappenas; perumahan dan pengelolaan lahan yang efektif KEMENDAGRI; Pemda Tingkatkan kapasitas lokal untuk mempercepat PUPR; S proses perizinan dan menerapkan standar- Bappeda; standar mutu bangunan dan ketahanan bencana Bappenas; KEMENDAGRI; Pemda Tabel dilanjutkan di halaman selanjutnya 32  WA K T U N YA ACT TABEL OA.2 Lanjutan Metro multi-distrik Nonmetro Pinggiran Metro distrik- Lembaga Jangka REKOMENDASI Inti Perkotaan Pedesaan tunggal Perkotaan Pedesaan utama waktu Lakukan penilaian terhadap permintaan, ¸ ¸   ¸ ¸   PUPR; S penyediaan dan tantangan sewa perumahan Bappenas untuk mengkaji peluang memperluas pasar- pasar sewa Perluas dukungan untuk solusi pembangunan ¸ ¸   ¸ ¸   PUPR; S kawasan yang berguna lahan campuran (mixed- Bappeda; use) dan berpenghasilan beragam (mixed- BKPR; BPN; income) untuk meningkatkan integrasi dan Perum mencegah segregasi permukiman Perumnas Tingkatkan ketersediaan perumahan di lokasi PUPR; M yang strategis melalui sistem informasi dan Bappeda; M perangkat perencanaan tata ruang termasuk ATR/BPN; pedoman lokasi Perum Perumnas Lakukan kolaborasi lintas kementerian untuk merancang insentif untuk pengembangan lahan perumahan di kawasan-kawasan yang sesuai, PUPR; terdekat ke prasarana dan layanan-layanan KEMENHUB; ¸ ¸   ¸ ¸   M yang telah ada di mana kerentanan terhadap Bappenas; risiko rendah (contohnya kenakan pajak untuk Bappeda tanah yang belum dikembangkan atau batasi subsidi ke lokasi-lokasi pusat) PUPR; Dukung perluasan solusi persewaan untuk Bappeda; meningkatkan penyediaan perumahan yang ¸ ¸   ¸ ¸   BKPR; BPN; M terjangkau bagi rumah tangga berpenghasilan Perum rendah Perumnas PUPR; Lanjutkan upaya-upaya untuk meningkatkan Bappenas; M efisiensi subsidi kredit perumahan KEMENKEU; SMF; Bank Dorong sektor keuangan mikro perumahan BI; PUPR; OJK; untuk mendukung kebutuhan perumahan sektor SMF; LKM/ L informal Bank 3. Tingkatkan keterlibatan arahan pemerintah nasional tentang kebijakan transportasi perkotaan dan secara sistematis dukung program investasi transportasi publik yang berkelanjutan Kembangkan Program Transportasi KEMENHUB; Perkotaan Nasional untuk menyediakan KEMENKO pedoman kebijakan, kelembagaan, investasi MARITIM; S dan operasional yang jelas untuk program Bappenas; transportasi perkotaan berkelanjutan di tingkat Bappeda; BPN; lokal PUPR Tabel dilanjutkan di halaman selanjutnya I k h tisar   33 TABEL OA.2 Lanjutan Metro multi-distrik Nonmetro Pinggiran Metro distrik- Lembaga Jangka REKOMENDASI Inti Perkotaan Pedesaan tunggal Perkotaan Pedesaan utama waktu KEMENHUB; Sebagai bagian dari Program Transportasi KEMENKO Perkotaan Nasional, secara sistematis MARITIM; tingkatkan dukungan keuangan dari pemerintah S KEMENKEU; pusat untuk proyek-proyek transportasi Bappenas; perkotaan yang berkelanjutan Bappeda KEMENHUB; Rancang insentif-insentif (atau berbagai KEMENKO mekanisme hukum) untuk meningkatkan MARITIM; koordinasi lintas batas administrasi di kawasan- ¸ ¸ ¸       S Bappenas; kawasan metropolitan, misalnya, melalui badan Bappeda; pengelola tunggal PUPR Terapkan langkah-langkah untuk mengelola KEMENHUB; permintaan dan mengurangi subsidi langsung KEMENKO (eksplisit) dan tak langsung (implisit) untuk ¸ ¸   ¸ ¸   MARITIM; S penggunaan mobil pribadi (contohnya dengan Bappeda; pengenaan tarif kemacetan) PUPR PUPR; KEMENHUB; Tingkatkan investasi untuk transportasi tidak KEMENKO bermotor dan hubungkan ke sistem-sistem S MARITIM; transportasi publik dengan lebih baik Bappenas; Bappeda KEMENHUB; KEMENKO Lakukan reformasi transportasi publik untuk MARITIM; memastikan pelayanan berkualitas tinggi yang Bappenas; M mendorong konektivitas dan integrasi kota dan Bappeda; mengurangi penggunaan kendaraan pribadi PUPR; BPN Kembangkan mekanisme-mekanisme pembiayaan untuk memberi insentif kepada Bappenas; pemerintah daerah untuk melakukan KEMENHUB; perencanaan penggunaan lahan yang ¸ ¸   ¸     KEMENKO M terkoordinasi, koordinasi kebijakan-kebijakan MARITIM; di sisi penyediaan dan sisi permintaan, serta Bappeda;PUPR koordinasi lintas batas wilayah administrasi Bappenas; Bappeda; BPN; Tingkatkan pembangunan berorientasi transit KEMENHUB; yang mendorong pemadatan (densifikasi) di ¸ ¸   ¸     M KEMENKO koridor transportasi dengan permintaan tinggi MARITIM; PUPR; BKPR Catatan: Dipimpin oleh kementerian/lembaga yang ditunjukkan dalam huruf tebal. PPP = kerja sama pemerintah dengan badan usaha. 34  WA K T U N YA ACT Catatan (island-region) utama Indonesia, sebagaimana didefinisikan dalam laporan ini, adalah Jawa 1. Semua angka jumlah penduduk perkotaan -Bali, Kalimantan, Maluku-Papua, Nusa yang dikutip dalam paragraf ini berdasar- Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. kan data dari Prospek Urbanisasi Dunia 10. Seperti terlihat dari gambar O.6, sebagian PBB (United Nations World Urbanization besar peningkatan kesenjangan di masing- Prospects): database revisi 2018 (https://­ masing wilayah terjadi sebelum tahun 2012; population.un.org/wup/). sejak itu, tingkat kesenjangan telah menjadi 2. Berdasarkan data PDB historis dari basis stabil. data Maddison Project versi 2018 (Bolt et 11. Pekerja dianggap memiliki keterampilan al. 2018) (https://www.rug.nl/ggdc/historical​ rendah jika mereka memiliki pendidikan di development/maddison/releases/maddison​ bawah tingkat dasar, keterampilan mene­ -project-database-2018). ngah jika mereka memiliki pendidikan antara 3. Laju pertumbuhan urbanisasi suatu negara tingkat SMP dan SMA, dan keterampilan ditunjukkan berdasarkan laju pertumbuhan tinggi jika mereka memiliki pendidikan di proporsi jumlah penduduk yang tinggal di atas SMA. kawasan-kawasan perkotaan. Untuk pem- 12. Hasil serupa berlaku untuk skor tes matema- bahasan tentang mengapa laju pertumbuhan tika PISA. ini (daripada, contohnya, laju pertumbuhan 13. Berdasarkan perhitungan menggunakan data sederhana penduduk perkotaan) merupakan BPS, rasio harga rumah terhadap penghasi- metrik yang paling tepat untuk laju urbani­ lan (median) untuk Bandung, Denpasar dan sasi, lihat kotak 1.2, bab 1. Jakarta masing-masing adalah 12,1, 11,9, 4. Meskipun selama 1990-2000 laju urbanisasi dan 10,3. Sebaliknya, data dari Demographia Indonesia melebihi Tiongkok, Thailand dan dan Nomura menunjukkan rasio harga Vietnam, pada tahun 2010–17 laju urbani­ rumah terhadap penghasilan masing-masing sasi Indonesia lebih lambat dari ketiga ne­ gara sebesar 7,7, 5,7, dan 4,8 untuk Bangkok, tersebut. New York dan Singapura. 5. Badan Pusat Statistik mengklasifikasikan per- 14. Berdasarkan data dari Indikator Pembangunan mukiman sebagai perkotaan atau pedesaan Dunia (World Development Indicators), menggunakan sistem skor komposit yang Bank Dunia (http://datatopics. worldbank. mempertimbangkan kepadatan populasi, org/world-development-indicators). struktur ekonomi lokal, dan sejauh mana 15. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan suatu permukiman memiliki jenis sarana dan (Kepmenkes) No. 829/1999, sebuah rumah prasarana tertentu (lihat bab 1). dianggap melebihi kapasitas jika luas lantai 6. Dekomposisi pertumbuhan populasi perkotaan per orang kurang dari 8 meter persegi. Indonesia oleh Wai-Poi et al. (2018). 16. Megacity didefinisikan sebagai kota dengan 7. Laporan Pembangunan Dunia (World 10 juta penduduk atau lebih. Development Report) 2009 oleh Bank 17. Untuk informasi lebih lanjut, lihat https:// Dunia (Bank Dunia 2008b) mendefinisikan www.tomtom.com/en_gb/trafficindex/. kawasan-kawasan urbanisasi tahap awal Peringkat berdasarkan data 2016. sebagai kawasan di mana sekitar 25 persen 18. Dalam analisis laporan ini, kemacetan ter- penduduk tinggal di permukiman perkotaan. jadi ketika waktu perjalanan melebihi waktu Kawasan-kawasan dengan proporsi pen- perjalanan “arus bebas” (free-flow) ­sebesar duduk perkotaan sekitar 50 persen berada 25  persen, di mana waktu tempuh “arus pada tahap urbanisasi “menengah”, dan bebas” adalah waktu tempuh tercepat yang yang berada pada tahap urbanisasi “lanjut” dilaporkan, menurut Google Maps API, di memiliki proprosi populasi perkotaan sekitar mana perjalanan dapat dilakukan selama hari 75 persen atau lebih tinggi. biasa (biasanya, antara jam 2 dan jam 3 pagi). 8. Sebagaimana dijelaskan lebih rinci dalam Mendefinisikan ulang kemacetan sehingga bab 4, konsumsi riil per kapita dihitung terjadi setiap kali waktu perjalanan melebihi dengan menggunakan rasio garis kemiskinan ­ waktu “arus bebas” akan menghasilkan provinsi tertentu terhadap garis kemiskinan perkiraan peningkatan empat kali lipat dalam daerah inti Jakarta (yaitu, DKI Jakarta) seba­ perkiraan biaya kemacetan. Angka-angka gai deflator harga spasial. ini mewakili perkiraan batas bawah biaya 9. Temuan ini juga berlaku untuk kawasan-pulau kemacetan sebenarnya karena tidak men- utama dan kabupaten/kota. Kawasan-pulau cakup perkiraan biaya yang terkait dengan I k h tisar   35 ketidakpastian waktu perjalanan (waktu tam- daerah menyumbang sekitar 5 persen dari bahan yang harus dialokasikan untuk perjala- total pendapatan. Angka-angka untuk ping- nan untuk memastikan kendaraan mencapai giran pedesaan dan kawasan pedesaan non- tujuannya pada waktu tertentu), biaya peng­ metro masing-masing adalah 3,4 persen dan operasian kendaraan karena tambahan start 1,2 persen. dan stop, karbon monoksida dan emisi lain- 27. Menggunakan studi kasus AS, biaya sistem nya, dampak kesehatan masyarakat dari kereta api massal adalah 104,5 dolar AS/km emisi, kerusakan akibat tabrakan lalu lintas dibandingkan 8,4/km untuk transportasi bus dan kerugian karena keterlambatan waktu cepat (Cervero 2013). pengiriman barang. Yang terpenting, angka- 28. Angka ini berdasarkan data Kementerian angka tersebut juga tidak termasuk biaya Keuangan Desember 2018. tidak langsung yang timbul akibat dampak 29. Ini terutama berlaku untuk investasi trans- kemacetan lalu lintas pada perkotaan dan laju portasi. Proporsi investasi transportasi kese­ urbanisasi keseluruhan yang dapat mengham- luruhan oleh pemerintah daerah meningkat bat realisasi faktor-faktor aglomerasi positif. dari sekitar 25 persen pada pertengahan 19. Lihat bab 4 untuk pembahasan bukti ini 1990-an menjadi lebih dari 50 persen pada secara rinci. semester dua tahun 2000-an, sedangkan 20. Untuk sarana-sarana kesehatan, aksesibilitas propo­rsi pemerintah pusat adalah sebaliknya. dinilai oleh responden dalam survei Statistik 30. Lihat bab 6 untuk pembahasan lengkap ten- Potensi Desa (PODES) Indonesia dengan tang analisis ini. kategori sangat mudah, mudah, sulit atau 31. Misalnya, sebagian karena kurangnya peta sangat sulit. Rumah tangga yang tidak memi- dasar, hanya 90 dari 1.400 rencana tata liki akses “sangat mudah” atau “mudah” ruang rinci untuk kawasan-kawasan prio­ ke suatu sarana diklasifikasikan sebagai ritas yang ditargetkan di seluruh Indonesia “kurang.” telah disusun dan diterbitkan. 21. Menyesuaikan akses ke pelayanan dan 32. Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi karak­teristik rumah tangga, anak-anak di (Local Government and Decentralization inti metro multi-distrik lebih tinggi dan lebih Project) adalah proyek pinjaman yang dida- berat untuk usia mereka daripada anak-anak nai Bank Dunia senilai 770 juta dolar AS yang di kawasan-kawasan pedesaan non-metro berjalan dari 2011 hingga 2017. Sebelum masing-masing sebesar 0,21 dan 0,15 sim- proyek ini, tidak ada proses pelaporan atau pangan baku. verifikasi independen yang diwajibkan untuk 22. Lihat bab 1 laporan untuk pembahasan pemerintah daerah dalam penggunaan rinci tentang tren pertumbuhan populasi dana alokasi khusus atau kepatuhan penye­ perkotaan untuk berbagai jenis wilayah. lesaian pekerjaan terhadap pedoman teknis. 23. Hasil serupa berlaku ketika membanding- Pemerintah hanya menyerahkan laporan kan kepadatan jalan utama dan kereta api keuangan kepada Kementerian Keuangan Indonesia (per kilometer persegi luas tanah) yang menyatakan bahwa dana tersebut telah dengan negara-negara lain. dibelanjakan, dan tidak diperlukan pelaporan 24. Lampiran OA menetapkan penyesuaian teknis. Karena laporan keuangan diserahkan langkah kebijakan rinci berdasarkan jenis secara manual, terjadi keterlambatan penye­ wilayah. rahan laporan antara kementerian terkait. 25. Dalam bab 3 laporan ini, diperkirakan bahwa Proyek ini dirancang untuk meningkatkan meningkatkan akses dua kali lipat ke pasar pelaporan, transparansi, dan akuntabilitas domestik untuk daerah pinggiran perkotaan dalam penggunaan dana tujuan khusus. diasosiasikan dengan peningkatan produkti- 33. Platform ini perlu melibatkan semua kemen- vitas pekerja yang signifikan secara statistik terian terkait seperti Kementerian Keuangan, yaitu 2,9 persen dalam analisis regresi yang Kementerian Dalam Negeri,  Kementerian mengendalikan berbagai karakteristik yang Agraria dan Tata Ruang, Kementerian dapat diamati terhadap pekerja dan peker- Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, jaan yang mereka miliki. Untuk daerah ping- Kementerian Perhubungan, Kementerian giran pedesaan, pengaruh akses ke pasar Komunikasi dan Informatika Informasi domestik terhadap produktivitas signifikan, dan Badan Informasi Geospasial Nasional. yaitu sebesar 12 persen. Sementara itu, Bappenas dapat memainkan 26. Untuk kawasan-kawasan perkotaan non- peran penting sebagai sekretariat teknis dan metro di tahun 2014–16, pendapatan asli pusat jaringan platform tersebut. 36  WA K T U N YA ACT 34. Langkah ini akan membutuhkan perubahan America and the Caribbean, edited by M. M. dalam hirarki desentralisasi secara keseluru- Ferreyra and M. Roberts. Washington, DC: han dan UU No. 23. Ini juga akan memerlu- World Bank. kan transfer khusus ke pemerintah provinsi Ghani, E., A. G. Goswami, and W. R. Kerr. 2016. yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut. “Highway to Success: The Impact of the Pembiayaan dapat dicapai melalui persetu- Golden Quadrilateral Project for the Location juan sukarela dari kabupaten/kota untuk and Performance of Indian Manufacturing.” mengalokasikan sebagian dari dana mereka ke The Economic Journal 126: 317–57. provinsi, sesuai dengan fungsi yang dijalankan. ———. 2017. “Highways and Spatial Location 35. Dewan direksi badan usaha multi-pemerin- within Cities: Evidence from India.” The World tah daerah ini terdiri dari pemerintah kabu- Bank Economic Review 30 (Supplement 1): paten/kota konstituen. Sumber pembiayaan S97–S108. dapat berasal dari gabungan biaya pengguna, Greed, C., and D. Reeves. 2005. “Mainstreaming kontribusi dari pemerintah daerah, tingkat Equality into Strategic Spatial Planning Policy: pajak daerah yang dinaikkan untuk tujuan Are Town Planners Losing Sight of Gender?” khusus (precept pow­ers), transfer dari peme­ Construction Management and Economics 23 rintah pusat, dan pinjaman. (10): 1059–70. 36. Untuk deskripsi tentang National Housing Hanna, R., G. Kreindler, and B. Olken. 2017. Registry Meksiko, lihat Kim dan Zangerling “Citywide Effects of High-Occupancy Vehicle (2016). Restrictions: Evidence from ‘Three-in-One’ in 37. Untuk informasi lebih lanjut, lihat http:// Jakarta.” Science 357 (6346): 89–93. vidabekasi.com/. Joshi, R., R. Gayathri, A. Permono, B. Ladda, 38. Lihat bab 3 untuk laporan lengkap. A. Parasher, R. Hutagaol, and R. Prastiwan. 2015. “Consultant Services for Market Assessment and Operating Framework for the Referensi Indonesia Regional Infrastructure Development Fund: Final Report.” Consultant Report for the Bolt, J., R. Inklaar, H. de Jong, and J. L. van World Bank, CRISIL, Mumbai. Zanden. 2018. “Rebasing ‘Maddison’: New Kim, Y., and B. Zangerling. 2016. Mexico Income Comparisons and the Shape of Long- Urbanization Review: Managing Spatial run Economic Development.” Working Paper Growth for Productive and Livable Cities in 10, Maddison Project, Groningen Growth and Mexico. Washington, DC: World Bank. Development Centre, University of Groningen, Lain, J. 2018. “Multi-Dimensional Urban Poverty Groningen, Netherlands. https://www.rug.nl​ in Indonesia.” Background paper for this report, /ggdc/historicaldevelopment/maddison/research. World Bank, Washington, DC. Bosker, M., U. Deichmann, and M. Roberts. 2018. Meijer, J. R., M. A. J. Huijbegts, and A. M. Schipper. “Hukou and Highways: The Impact of China’s 2018. “Global Patterns of Current and Future Spatial Development Policies on Urbanization Road Infrastructure.” Environmental Research and Regional Inequality.” Regional Science and Letters 13 (6): 064006. Urban Economics 71 (2018): 91–109. MGI (McKinsey Global Institute). 2016. “Housing Buehler, R., J. Pucher, and A. Altshuler. 2017. Affordability: A Supply-Side Tool Kit for “Vienna’s Path to Sustainable Transport.” Cities.” Briefing note, MGI, New York. I n t e r n a t i o n a l Jo u r n a l o f S u s t a i n a b l e Mincer, J. 1974. Schooling, Experience, and Transportation 11 (4): 257–71. Earnings . New York: National Bureau of Cervero, R. 2013. “Bus Rapid Transport Economic Research. (BRT): An Efficient and Competitive Mode Park, J., and M. Roberts. 2018. “A New Typology of Public Transport.” Berkeley Institute of of Districts for Indonesia.” Background paper Urban Regional Development, University of for this report, World Bank, Washington, DC. California. Prakash, P. 2013. “Property Taxes across G20 Dijkstra, L., and H. Poelman. 2014. “A Harmonised Countries: Can India Get It Right?” Oxfam India Definition of Cities and Rural Areas: The New Working Paper Series, Oxfam India, New Delhi. Degree of Urbanization.” Regional Working Wai-Poi, M., H. Alatas, K. Chandrashekar, and Paper, Directorate-General for Regional and J. Lain. 2018. “The Different Faces of Urban Urban Policy, European Commission, Brussels. Indonesia: Recent Urban Trends in Indonesia.” Ferreyra, M. M. 2018. “Human Capital in Cities.” Background paper for this report, World Bank, In Raising the Bar for Productive Cities in Latin Washington, DC. I k h tisar   37 World Bank. 2003. Decentralizing Indonesia: ——— . 2 0 1 7 a . “ I n t e r n a t i o n a l B a n k f o r A Regional Public Expenditure Review Report. Reconstruction and Development Project World Bank Regional Public Expenditure Appraisal Document on a Proposed Additional Review Overview Report 26191-IND, Loan in the Amount of US$50 Million to the World Bank, Washington, DC. Republic of Indonesia for a National Urban ———. 2008a. Spending for Development: Making Development Project (NUDP) (P163896).” the Most of Indonesia’s New Opportunities. Project Appraisal Document PAD2646, World Washington, DC: World Bank. Bank, Washington, DC. ———. 2008b. World Development Report 2009: —— —. 2017b. “Indonesia: Regional Infrastructure Reshaping Economic Geography. Washington, D e v e l o p m e n t F u n d P r o j e c t .” P r o j e c t DC: World Bank. Appraisal Document PAD1579, World Bank, ———. 2012. “Investing in Indonesia’s Roads: Washington, DC. Improving Efficiency and Closing the Financing ———. 2018a. Indonesia Infrastructure Sector Gap.” Road Sector Public Expenditure Review Assessment Program. Indonesia: World Bank. 2012, World Bank, Washington, DC. ———. 2018b. Mapping of Indonesia’s Civil ———. 2015. “More and Better Spending: Service. ID: P163712. Analytics of Indonesia’s Connecting People to Improved Water Supply Civil Service. Jakarta: World Bank. and Sanitation in Indonesia.” Water Supply and ———. 2018c. “People’s Perspectives of Urban Sanitation Public Expenditure Review (WSS- Poverty and Rural-to-Urban Migration.” PER), World Bank, Washington, DC. Background paper for this report, World Bank, ———. 2016. “Size of the Public Sector: Washington, DC. Government Wage Bill and Employment.” World Bank and DRC (Development Research World Bank, Washington, DC. http://www​ Center of the State Council of the People’s .worldbank.org/en/topic/governance/brief/size​ Republic of China). 2014. Urban China: -of-the-public-sector-government-wage-bill​ Toward Efficient, Inclusive, and Sustainable -and-employment. Urbanization. Washington, DC: World Bank. 38  WA K T U N YA ACT Pernyataan Manfaat Lingkungan Grup Bank Dunia berkomitmen untuk mengurangi jejak lingkungan yang diting­ galkannya. Untuk mendukung komitmen ini, kami memanfaatkan opsi penerbitan elektronik dan teknologi cetak berdasarkan permintaan, yang berlokasi di pusat ­ ringan regional di seluruh dunia. Keseluruhan inisiatif ini memungkinkan pengura­ ja­ ngan jumlah pencetakan dan jarak pengiriman, sehingga mengurangi konsumsi ­ kertas, penggunaan bahan kimia, emisi gas rumah kaca dan limbah. Kami mengikuti rekomendasi standar penggunaan kertas yang ditetapkan oleh Green Press Initiative. Sebagian besar buku kami dicetak di kertas bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC), yang hampir seluruhnya menggunakan 50-100 persen konten daur ulang. Serat daur ulang di dalam kertas buku kami tidak menjalani proses pemutihan, atau menjalani proses pemutihan bebas klorin total (totally chlorine-free/ TCF), bebas klorin yang diproses (processed chlorine free/PCF) atau bebas unsur klorin yang disempurnakan (enhanced elemental chlorine–free/EECF). Informasi lebih lanjut tentang filosofi lingkungan hidup Bank Dunia dapat dilihat di http://www.worldbank.org/corporateresponsibility. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, urbanisasi telah melaju dengan cepat, mengubah geografi ekonominya dan menciptakan beragam wilayah perkotaan. Dari Jakarta yang penuh kesibukan hingga pusat-pusat perkotaan baru di daerah yang sebelumnya adalah wilayah pedesaan. Meskipun telah menghasilkan berbagai manfaat bagi masyarakat, potensi urbanisasi belum direalisasikan sepenuhnya. Waktunya ACT: Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia mengkaji sejauh mana urbanisasi di Indonesia telah menghasilkan kemakmuran, inklusivitas dan kelayakan huni (livability). Laporan ini memberikan pandangan luas tentang kinerja urbanisasi di tiga bidang utama tersebut, mencakup aspek kesejahteraan dari segi finansial dan non-finansial. Publikasi ini juga menganalisis reformasi mendasar yang dapat membantu Indonesia memastikan manfaat yang luas dan berkelanjutan, dan memperkenalkan kerangka kerja kebijakan baru — kerangka kerja ACT — sebagai panduan pembuatan kebijakan. Kerangka kerja ini menekankan tiga prinsip kebijakan, yaitu Augment (Memperluas), Connect (Menghubungkan) dan Target (Menarget): • Augment – Memperluas cakupan dan meningkatkan kualitas infrastruktur dan layanan dasar di seluruh daerah perkotaan dan pedesaan. • Connect – Menghubungkan berbagai wilayah dan masyarakat ke lapangan kerja, peluang dan layanan. • Target – Menarget daerah tertinggal dan kelompok termarjinalisasi melalui kebijakan berbasis wilayah yang dirancang dengan baik serta perencanaan dan desain perkotaan yang dipertimbangkan dengan saksama. Dengan menggunakan kerangka kerja tersebut, laporan ini memberikan rekomendasi kebijakan yang dibedakan menurut empat jenis wilayah yang berbeda dari segi karakteristik ekonomi dan tantangan yang dihadapi — kawasan metro multi-distrik, kawasan metro distrik tunggal, kawasan perkotaan non-metro dan kawasan pedesaan non-metro. Selain delapan babnya, Waktunya ACT: Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia mencakup empat sub-bagian (spotlight) tentang penguatan ketahanan bencana kota-kota di Indonesia, hubungan antara urbanisasi dan human capital, krisis yang “tidak terlihat” tentang pengelolaan air limbah dan potensi kota-kota pintar (Smart Cities) di Indonesia. Jika urbanisasi di Indonesia terus berjalan seperti sebelumnya, lebih dari 70 persen penduduknya akan tinggal di kota-kota besar dan kecil pada tahun 2045, pada peringatan kemerdekaan Indonesia yang keseratus. Dengan demikian, langkah Indonesia dalam mengelola pertumbuhan penduduk perkotaan — dan faktor-faktor kepadatan (congestion forces) yang semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk — akan sangat menentukan untuk mencapai peringkat atas dunia dalam hal kemakmuran, inklusivitas dan kelayakan huni. SKU 33275