34215 Bukan Sekedar Persoalan Kepemilikan Sepuluh Studi Kasus Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam dari Jawa Timur dan Flores Samuel Clark (ed.) Cici Novia Anggraini Luthfi Ashari Saifullah Barnawi Stanis Didakus Yan Ghewa Agus Mahur Peter Manggut Mohammad Said Desember 2004 Conflict and Community Development Research and Analytical Program Indonesian Social Development Paper No. 4 LaporaninidirupakanuntukbuatBankDunia,Jakarta. Opiniyangdiungkapkandalamlaporan inisepenuhnyaadalahpandanganredakturdanpenulisstudikasussajadantidakmencerminkan pandanganBankDunia. Redakturnyabisadihubungi:sclark@wboj.or.id PublikasiiniditerbitkanolehTheConflictandCommunity DevelopmentResearchandAnalyticalTeamyangmerupakan bagian Social Development sector kantor Bank Dunia, Jakarta. Tulisan ini bukan merupakan publikasi resmi Bank Dunia. Tulisan ini diterbitkan dan didistribusikan secara informal untuk mendorong diskusi dan munculnya tanggapan dari kalangan komunitas pembangunan. Temuan, interpretasi, analisis dan kesimpulan yang termaktubdidalampaperinimerupakanpandanganpenelitidantidakmencerminkanpandangan BankDunia,afiliasinyaatauanggotaDewanDireksidaripemerintahanyangdiwakilinya. Untuk kritik dan saran dapat disampaikan ke: sclark@wboj.or.id Tulisaninidapatdiperolehdi: World Bank Office Jakarta JalanCikDiTiro68A,Menteng Jakarta Pusat Indonesia Tel : +62 (0)21 391 1908/9 Fax: +62 (0)21 392 4640 Disainolehkaptenadole FotosampulolehPoriamanSitanggang Daftar Isi Daftar Singkatan ................................................................................................. i Ucapan Terima Kasih ......................................................................................... iv Pendahuluan ....................................................................................................... 1 Samuel Clark (Diterjemahkan oleh Olivia Rondonuwu) Sengketa Tanah Dang Lebar............................................................................. 16 Luthfi Ashari Warisan Membawa Petaka ................................................................................. 23 Mohammad Said Ketika Inang Tak Lagi Mengayomi Asuhannya: Maka Civil Disobedience-pun Termanifestasi dalam Aksi Pembakaran Hutan ............................................................................................. 34 Cici Novia Anggraini Tanah Warisan itu Ternyata Telah Terjual: PPK Pemicu Konflik Potensial .......................................................................... 53 Saifullah Barnawi Bukan Sekedar Tanah Ulayat: Konflik Tanah di Desa Golo Meni ..................................................................... 65 Peter Manggut Padang Mbondei Milik Siapa? ........................................................................... 75 Agus Mahur Seteru Antara Satar Teu dan Kadung: Lingko atau "Hutan Lindung"? ......................................................................... 85 Yan Ghewa Konflik Pemilikan Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa .............................. 106 Agus Mahur Siapa Berhak Memilikinya? Kontroversi Tanah Tak Bertuan ....................................................................... 124 Stanis Didakus Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di Koting A .......................................... 136 Stanis Didakus Referensi ............................................................................................................. 149 i Daftar Singkatan AMPI AngkatanMudaPembaharuanIndonesia BKKBN BadanKoordinasiKeluargaBerencanaNasional BP3 BadanPembinaPenyelenggaraPendidikan BPD BadanPerwakilanDesa BPN BadanPertanahanNasional Bupati Kepala Kabupaten Camat KepalaKecamantan DPP Dewan Pastoral Paroki DPRD DewanPerwakilanRakyatDaerah FD Fasilitator Desa (PPK) FGD FocusGroupDiscussion Kades Kepala Desa Kapolpos Kepala Polisi Posko Kapolsek Kepala Polisi Sektor Kesbanglimas KesatuanBangsadanPerlindunganMasyarakat Klebun Kepala Desa (Madura) KM Kab KonsultanManajemenKabupaten(PPK) KPH KesatuanPemangkuanHutan KTP KartuTanda Penduduk LKD LembagaKemasyarakatanDesa Musbangdes MusyawarahPembangunanDesa Musbangdus MusyawarahPembangunanDusun OPK OperasiPasarKeluruhan P3DT PembangunanPrasaranaPendukungDesaTertinggal PDM-DKE PemberdayaanDaerahuntukMengatasiDampakKrisisEkonomi Perhutani PerusahaanHutanNegaraIndonesia Pilkades PemiluKepalaDesa PMD PembangunanMasyarakatDesa Polres PolisiResort Polsek PolisiSektor PPK ProgramPembangunanKecamatan Prona ProgramNasionalSertifikasiTanah Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat RPH ResortPolisiHutan SD Sekolah Dasar SDI Sekolah Dasar Inpres SDK SekolahDasarKatolik SLTP SekolahMenengahPertama STAIN SekolahTinggaAgamaIslamNegeri ii TPK TimPelaksanaKegiatan(PPK) TTD TenagaTeknisDesa UDKP UnitDaerahKerjaPembangunan(PPK) YPTL YayasanPendidikanTengkuLeda i i i Ucapan Terima Kasih Studi-studikasusyangdihadirkandisiniditelitidanditulisolehCiciNoviaAnggraini,Imron Rasyid,EndroCrentantoro,LuthfiAshari,MohammedSaid,OlinMonteiro,DonDelaSanto, Stanis Didakus, Peter Manggut,Agus Mahur dan Yan Ghewa. Pengawasan di lapangan dilakukanolehRachaelDiprose(JawaTimur)danAdamSatudanJessicaGillmore(NTT). Penelitian ini dikoordinasikan dari Jakarta oleh Claire Smith dan Patrick Barron, dibawah bimbinganScottGuggenheim,SriKuntaridanMichaelWoolcock. JoanneSharpe,Kristen StokesdanSuzanPipermenerjemahkankasus-kasusdariBahasaIndonesiakeBahasaInggris sertamemberikanasistensieditorial. OliviaRondonuwumenerjemahkankatapengantardari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia serta memberikan bantuan editorial. Joanne Sharpe mengkoordinasikanpengumpulandatadarisuratkabar. Pihak lain yang terlibat di dalamnya dalam berbagai tahapan penelitian adalahViviAlatas, VictorBottini,JuanaBrachet,JozefinaCutura,LeniDharmawan,DavidMadden,KaiKaiser, YatrinKaniu,SriKuntari,BenOlken,JunkoOnishi,MennoPradhan,AriePurwanti,Sentot Satria,danIngeTan. PendanaandiperolehdariDfID,AusAID,dandanaperwalianPemerintah Belanda. Komentarberhargauntukdraft-draftsebelumnyadiberikanolehLuthfiAshari,PatrickBarron, KarrieMcLaughlin,AdamSatudanJoanneSharpe. Catatan: Nama-nama pihak-pihak di dalam semua kasus telah diganti untuk melindungi anonimitas. iv Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Pendahuluan Masalahtanahdansumberdayaalamseringdisebut­sebutsebagai"akarpenyebab"konflik komunal atau bahkan konflik kekerasan yang bersifat separatis. Pemahaman umum yang bisa ditarik adalah bahwa kelangkaan tanah dan sumber daya alam ternyata menyebabkan meningkatnya persaingan, perpindahan/migrasi paksa atau frustasi, yang selanjutnya menimbulkanpengelompokkanaktordanketidakcocokkanantarasatuorangdenganorang lain.1 Analisis ethnografis terhadap konflik dan prosesnya menunjukkan bahwa tanah dan sumberdayaalamsangaterathubungannyadenganpraktek­prakteksosialbudaya,sejarah danidentitasyangbegitukompleks.2 Carainimenunjukkanbahwakonfliktanahdansumber dayaseringkaliterkaitdenganpersoalanmaknadanpengakuansertakontrolekonomiterhadap sumberdayaalamyanglangka. Di Indonesia, sering dikatakan bahwa masalah tanah dan sumber daya alam disebut­sebut sebagaiisuyangsesungguhnyadarikonflik­konflik"etnis"dan"agama"tingkattinggiyang meletussejakkeruntuhanSuharto. DiKalimantan,perampasantanahdanmarjinalisasisecara bertahap terhadap masyarakat Dayak dianggap telah menciptakan kondisi­kondisi yang akhirnya meledak menjadi konflik etnis.3 Senada dengan hal tersebut, di SulawesiTengah persainganuntukmendapatkanaksesterhadaptanahyangdilatarbelakangiolehmigrasidan perubahanpolakepemilikantanahdanpenggunaannyamenyebabkanterjadinyakonflik"orang dalam­orangluar,"dankemudianberubahmenjadikonfliketnis­agamayanglebihspesifik.4 Sekalilagi,halyangsamajugaterjadidiMaluku,dimanamasalahtanahsertaupaya-upaya militeruntukmemperolehkontrolterhadapsumberdayaditingkatlokalseringdisebut­sebut sebagai sumber utama konflik, sedangkan di Papua, ketidakadilan­ketidakadilan sebagai akibatdaripenguasaandanpengaturannegaraterhadapsumberdayadipropinsiyangkaya inidilaporkantelahmenjadipenyebabpentingketegangan­keteganganyangterjadidisana.5 Konsekuensinya,pemahamantentangcarapenguasaandanpendistribusiantanahdansumber dayaalamlainnyadanbagaimanatanahdansumberdayaalamdapatdigunakansebagaialat untukmemobilisasimasyarakatyanglebihluas,sangatpentinguntukmemahamisegalasesuatu yangdipahamisebagaikonfliketnis-agamadiIndonesia. Konflikkekerasanberakibatkepadahilangnyanyawamanusiadanmatapencaharian,serta rusaknyahartabenda,yangselanjutnyadapatmerusakjalinansosialdanekonomimasyarakat yang terlibat baik secara langsung atau tidak langsung. Hal ini berlaku dan penting tidak hanyauntukkonflikskalabesardidaerah"konfliktinggi"diIndonesiayangselalumendominasi halaman depan surat kabar­surat kabar. Baru­baru ini di Indonesia sejumlah upaya telah 1Homer-Dixon(2001),Swain(1993);Markakis(1998). 2Peluso and Watts (2001), Ross (1995); and Salih (1999). 3Mengenai Kalimantan Tengah lihat ICG (2001), Bertrand (2004); Mengenai Kalimantan Barat lihat HRW,(1997). 4LihatAragon(2001);ICG(2003),HRW(2002). 5Untuk Maluku lihat ICG (2000); untuk Papua lihat ICG (2002). 1 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark dilakukan untuk memusatkan perhatian dan menghitung sebaran dan keseriusan konflik di daerah­daerahyangumumnyadianggapsebagaidaerahbebaskonflik.6 Analisisperangkat dataStatistikPotensialDesa(PODES)yangdilaksanakanbeberapatahunsekali,olehBiro StatistikPemerintah,melaporkanbahwa7.1persen(dari4.872kejadian)desadankelurahan diIndonesiapernahmengalamikonflikkekerasanpadatahun2002.7 Jelaslah bahwa dampak konflik yang demikian ternyata signifikan. Laporan yang sama menyebutkan bahwa hampir seperempat dari kejadian­kejadian tersebut mengakibatkan kematian,sedangkansekitarsetengahnyalagimenyebabkanluka-luka. Walaupunsulitdihitung, kerusakan harta diperkirakan mencapai Rp. 771 milyar (sekitar US$ 91.4 juta). Namun, konflik tanah dan sumber daya alam juga bisa bermakna produktif. Seperti konflik pada umumnya,konfliktanahdansumberdayatidakbisadihindaridanmerupakanhalyangbanyak terjadididalammasyarakat,khususnyadinegarasepertiIndonesiayangsedangmengalami transisidibidangsosial,politikdanekonomi. Konflikbukansekedarhasilperubahan,melainkan katalisator bagi perubahan selanjutnya. Jika dikelola dengan baik, konflik dapat menguak ketegangan­keteganganyangsebelumnyatidakmunculkepermukaansertamembantumenata ulangstrukturkekuasaandandistribusisumberdaya. Halinidapatmempercepatpertumbuhan ekonomi, mengkonsolidasi proses demokratisasi, meningkatkan kesejahteraan, dan meningkatkankesadaranatashak-hak. Dengancaraini,konflikkepemilikantanahdansumber dayasertaperjuanganontologisterhadapbagaimanasebaiknyadistribusidancarapandang terhadaptanah--jikadikeloladenganbaik--dapatmenghasilkanhalyangproduktif. Memahami danberkacadariperubahan-perubahantersebutdancaramasyarakatberundingdanbereaksi terhadap perubahan tersebut sangatlah penting untuk membantu merancang strategi pembangunanyangefektif,partisipatif,dantanpakekerasan. Ketidakstabilandanketidakpastianisupemilikansertasistempengelolaantanahdansumber dayaalamlainnyaolehbanyakpihakdianggapsebagaipenghambatpembangunanekonomi, penyebab ketidakmerataan dan mendorong terjadinya eksploitasi lingkungan.8 Jadi, menyebarnya konflik tanah dan sumber daya alam merupakan pertanda kegagalan atau kelemahan mekanisme administrasi tanah dan sumber daya alam yang ada. Juga, konflik- konflik tersebut menunjukkan masalah, norma, ketegangan, kepentingan dan aktor yang bersaing satu dengan yang lainnya yang perlu disatukan dan disesuaikan oleh sistem yang stabil. Jikaisukompleksinitidakdiperhatikan,makadikhawatirkanmekanismedanagenda pembangunanyangadasekarangdanyangakandatangtidakbergunadanjugatidakmemiliki legitimasi. Sepuluhstudikasusdalamkompilasiinidieditdandipilihdari70kasuskonflikyangditulis oleh15peneliti. Penelititinggalselamasembilanbulandidesa-desadiduapropinsidiIndonesia 6 Lihat Barron and Madden (2004); and, Varshney, Panggabean and Tadjoeddin (2004). 7 Barron, Kaiser, & Pradhan (2004). 8 Deininger (2003); de Soto (2000). 2 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark (JawaTimurdanNusaTenggaraTimur­NTT).9 Kasus-kasustersebutdikumpulkansebagai bagiandariproyekpenelitianskalabesardenganmenggunakanmetodecampuran(PPKdan Studi Negosiasi Konflik pada Masyarakat). Penelitian itu bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap penyebab konflik lokal serta pola konflik tersebut di Indonesiadanuntukmembantumenjelaskanbagaimana(proses)intervensiberinteraksi-- positif atau negatif--dengan proses-proses tersebut. Penelitian ini berusaha menganalisis hubungan antara Proyek Pembangunan Kecamatan (PPK)--proyek pembangunan utama BankDuniadiIndonesia--dankonfliklokal,sertamengevaluasiapakahprograminimembantu masyarakatmengelolakonflikdengancara-caradamai. Sepertihalnyakasuskonfliktanah dansumberdayaalam,studikasusyangberkaitandenganpembangunan,kekerasandidalam rumahtangga,mainhakimsendiri(vigilantejustice),danpertikaianterkaitdenganpemilihan kepaladesajugaditelusuri.10 Untukmenulisstudikasusyangkamisajikandisini,parapenelititinggaldidesatempatkonflik berlangsung,danmelakukanwawancara,diskusikelompokterarah(focusgroupdiscussions), danpendekatanantropologilainnyasepertiobservasipartisipatif. Pendekatankualitatifdan bersifatlokalinimemungkinkankitamemahamimunculnyahubungansebab-akibat:mengapa konflik memiliki pola tertentu. Pemahaman terhadap pola konflik tanah dan sumber daya alamdapatmembantukitamerancangstrategiyangtepatuntukmencegahdanmenyelesaikan konflik.11 Pola konflik tanah dan sumber daya alam menarik untuk diikuti karena dapat menjelaskankejadiandandinamikainternaldaneksternalyangmemungkinkankejadiantertentu berubahmenjadikekerasankomunalyanglebihluas. Halinimemungkinkankita,takhanya mengidentifikasiintervensipasca­konflikyangcocok,jugamembantumemonitordanmencegah eskalasikonflikdimasayangakandatang. Ringkasnya,studikasusinimemberikankontribusibagipemahamankitatentangbagaimana konfliktanahdansumberdayaalamskalarendahbereskalasimenjadikonflikkomunalyang lebih luas, dan juga isu-isu kompleks yang harus dihadapi oleh kebijakan pembangunan di dalamsektortanahdansumberdayaalamdiIndonesia. Konteks Hukum dan Perundang-undangan PijakanhukumtanahIndonesiaadalahUndang­UndangPokokAgraria(UUPA)No.5/1960, yangbersifatutuh(unitary),terpusatdanmodern. KarenaUUPAdirancanguntukmenyatukan hukum-hukumtanahkolonialyangmelestarikansistemhukum"Eropa"dan"Indonesia",maka Undang-UndanginimengubahklaimBelandadanklaimadat(customaryclaim)menjadistatuta- statuta hak ala Barat.12 Statuta itu misalnya berupa hak milik, hak pakai, hak sewadan hak guna bangunan. 9Di NTT penelitian dibatasi pada Flores saja. 10Lihat Barron, Diprose, Madden, Smith, and Woolcock (2004). 11Barron, Smith, and Woolcock (2004). 12Fitzpatrick(1997). 3 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Hak milik adalah hak yang paling "kebarat­baratan" karena sifatnya yang individual, tak terbatasolehwaktu,dapatdidaftarkan,dandapatdipindahkansecaraperorangan. Namun, hak ini hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan badan-badan tertentu yang ditunjukolehnegaradantidakdiperuntukkanbagibadanmiliknegara,perusahaanswasta, ataukoperasi.13 Kelompokyangtidakmemilikiaksesterhadaphakmilikiniharusbergantung pada hak-hak yang diatur oleh hukum yang berlaku seperti hak sewa, yang memberikan penggunaaneksklusifkepadapemeganghakdalamkurunwaktutertentu(biasanyaantara25 dan 30 tahun). Periode ini biasanya dapat diperpanjang (setidaknya dua kali) atas seijin pejabat birokrasi. Namun, praktisi hukum, advokasi dan pelaku pembangunan melihat ada beberapakekuranganmendasarundang-undangini. MungkinkelemahanpalingseriusUUPAadalahkurangnyapengakuanatasklaimadat.Memang benarkalaureferensiadatsudahbanyakdijumpaididalamdokumentersebut,namunisidari pembukaan (Explanatory Memorandum) menyatakan bahwa undang-undang agraria nasional"berdasaratashukumadat"danmengakuiperanterusmenerushukumadat. Dapat dikatakan bahwa dasar dan pengakuan ini sangat terbatas: terkait dengan aspek dasarnya, Pasal 5 menyatakan bahwa dasar UUPA"ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara." Sedangkan terkait dengan aspek pengakuan, Pasal 56 menyatakan bahwa pengakuan adat berlaku "sepanjang [hukum adat] tidak bertentangandenganjiwadanketentuan-ketentuanUndang-undangini." Senadadenganhal itu, Pasal 3 UUPAmengakui hak ulayat tetapi melarang pendaftarannya. Dalam konteks Indonesiakelemahaninisignifikankarena,sepertiyangdapatdilihatdarikebanyakanstudi kasus, sebagian besar tanah berada di bawah kendali masyarakat secara komunal. Karena hanya 11% tanah di luar Jawa, dan 22% tanah di pulau Jawa yang secara resmi terdaftar dibawahUUPA,halitumenunjukkanbetapahukumtersebuttidakefektifdantidakrelevan.14 UUPAjugatidakmengakuiprosesadversepossession("baliknama")yangmemungkinkan seseoranguntukmemperolehkepemilikansecarasahatastanahyangtelahditempatinyaselama kurunwaktutertentu. PenghapusankepemilikandisinggungpadaPasal27,tetapipasaltersebut sebenarnyaberkenaandenganpengembaliantanahyangterabaikankepadanegara;sebaliknya Pasal 56 mengatur beberapa bentuk hak tradisional (default ownership) berdasarkan adat lokal, akan tetapi sangat selektif dan dalam prakteknya jarang memiliki kekuatan hukum. Memang,sepertidikatakanFitzgerald(2002),adabanyakcontohyangmenunjukkanbahwa penghunilamatidakdapatmengajukanhakkepemilikanmeskipunmerekasudahmembayar pajak tanah selama lebih dari 30 tahun.15 Kesimpulannya,pengakuanUUPAterhadapadat dan klaim yang tidak diatur oleh negara bersifat retoris dan simbolis saja. Dapat dikatakan 13Badan-badan yang ditunjuk oleh negara termasuk bank pemerintah, koperasi tani dan beberapa badan keagamaan dan sosial. 14Stephens (2002). 15Fitzgerald (2002, p. 83). 4 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark UUPAmenempatkanmasyarakatdan"penghuniinformallainnya"padaposisiyanglemah melaluiprosestawarmenawardenganpejabatbirokrasi.16 Mirip dengan UUPA, hukum kehutanan di Indonesia--yang merupakan warisan era Orde Baru--sangat menjunjung tinggi kepentingan pemerintah pusat dan agendanya yang berorientasi kepada pembangunan. Pasal 5 Undang-Undang tahun 1967 (No. 5/1967) menyatakanbahwa"semuahutandiwilayahRepublikIndonesia,termasuksumberdayaalam yangterkandungdidalamnyadikuasaiolehnegara." Menindaklanjutipengumumanundang­ undangini,kegiatanpemetaanyangdilakukan(olehnegara)menunjukkanbahwalebihdari 75persenwilayahIndonesiaadalah"hutan"sehinggaberadadibawahjurisdiksiDepartemen Kehutanan.17 Karenaundang-undanginimenganutsistemklasifikasidanperijinansehingga setiapindividu,koperasi,danBUMNdapatmengeksploitasihasil-hasilkayudannon­kayu. Hukum kehutanan yang baru (No. 41/1999) yang sebagian besar mempertahankan sistem perijinandansistemterpusatdarihukumterdahulu,memastikanbahwahukumdesentralisasi yang diperkenalkan sebelumnya tidak akan mengganggu kontrol secara terpusat. Hukum yang baru ini mengakui "masyarakat adat" dan "hutan adat". Namun, seperti juga UUPA, hukuminimemberikankeleluasaanyangbesarkepadapemerintahuntukmengaturperolehan atas hak-hak tersebut. Hubungan antara masyarakat-negara dalam hal kekuasaan negara dan pengelolaan sumber daya hutan lokal dapat dilihat pada studi kasus Ketika Inang Pengasuh Tak Lagi Mengayomi Asuhannya dari Jawa Timur. Sebaliknya, studi kasus Perseteruan antara Satar Teu dan Kadung dari NTT menggambarkan hubungan antara negara-masyarakat yang sangat berbeda dengan apa yang diatur oleh undang-undang kehutanan nasional. Di dalam kasus ini, masyarakat sangat percaya (selama lebih dari 50 tahun)telahmemiliki lingko (hutan) dan secara tersirat lingko telahdiakuiolehpemerintah kecamatansetempat. Dalampelaksanaannya,ambiguitasterhadappengakuanadat,proses"baliknama",klasifikasi, danyurisdiksimemberikanruanginterpretasiyangluaskepadapengadilandanbadan­badan pelaksana, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Departemen Kehutanan. Dengan carainiambiguitastersebutmemberikanfleksibilitashukum,yangdibutuhkanolehnegara bhinekatunggalika,danjugasedangmengalamimasatransisi. Namun,halinijugamembuka peluang terjadinya praktek korupsi dan kontradiksi hukum yang serius. Karena besarnya 16Gautama and Hornick memberikan gambaran ini dalam Unity in Diversity: An Introduction to Indonesian Law, 1983, dikutip dalam Stephens (2002). 17Hal ini dicapai dengan mengelompokkan tanah "tak berpenghuni" sebagai "hutan" sehingga berada di bawah jurisdiksi departemen kehutanan. 5 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark kepentingandibalikprosespengaturantanahdansumberdayaalam,makasegalaperubahan harusberhadapankepentinganpolitik.18 UntukmemahamidinamikahukumdiIndonesiaakanlebihbaikapabilakitamemfokuskan diri kepada peran hukum dalam menata dan membentuk diskursus serta perilaku, daripada terlalu berkutat dengan hukum tertulis, keterbatasannya, kontradiksinya dan hirarkinya.19 Pelaksanaanhukumadalahtergantungkepadatatanansosial­hukumdanpolitiklokal,yang dengan sendirinya bersifat "tidak stabil" dan "ambigu".20 Tentu saja pada saat yang sama, hukumberpengaruhkepadatatananini. Fleksibilitaspelaksanaannyadapatbermanfaatdalam konteks sekarang di masa otonomi daerah. Gagasan desentralisasi setelah kejatuhan rejim OrdeBarutelahmemberikankekuasaanyangsangatbesarkepadaPemerintahKabupaten.21 Pada saat yang sama, seperti telah dijelaskan di depan, BPN dan Dephut telah melakukan upayauntukmempertahankancengkeramannyasecarahukumterhadapundang-undangpokok tentang penguasaan dan pembagian sumber daya tanah dan hutan. Ketegangan antara sentralisasi dan desentralisasi menambah satu lagi dimensi ketegangan sumber daya dan kewenanganuntukmelakukankegiatandistribusi. DidalamkonteksIndonesia,ambiguitasdanketeganganinimengakibatkansejumlahdinamika sosial­legalberhubungandengankonfliktanahdansumberdayaalambaiksecaralangsung atautidaklangsung. Contohnyaadalah"gerakanreklamasi",22politikelitkesukuan,23gerakan "kembalikeadat",24 sertainisiatifdanupayaoportunisdidaerahmengaturdanmengontrol tanah dan sumber daya alam pada tingkat daerah.25 Namundemikian,ambiguitashukumdankeenggananaparathukumsertadepartementerkait lainnya (BPN dan Dephut) untuk menginterpretasikan pengakuan adat secara tulus menciptakankerangkahukumdanperundang-undanganyangtidakpastidanmerepotkan. 18Penyertaan pengakuan adat dalam UUPA jika tidak disertai dengan kerangka pelaksanannya yang jelas telah menciptakan dinamika reformasi yang menarik. Banyak lembaga swadaya masyarakat yang kritis terhadap negara terhadap soal hukum agraria enggan melakukan advokasi untuk mengganti UUPA karena takut pengakuan adat yang telah ada di dalamnya akan hilang dengan sendirinya. Kantor BPN juga menyatakan keengganannya untuk melakukan perubahan karena UUPA dianggap mencerminkan "semangat kebangsaan", dan karena adanya ambiguitas yang membuang peluang untuk melakukan korupsi. 19McCarthy (2004). 20Ibid. 21Revisi undang-undang desentralisasi memperbesar peran provinsi. 22Wijardjo and Perdana (2001). 23van Klinken (2002). 24Mengenai Sumatera Barat, lihat World Bank (2004b), dan Central Kalimantan World Bank (2004c). 25Lihat studi kasus Bukan Sekedar Tanah Ulayat di dalam kompilasi ini, juga World Bank (2004c). 6 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam di Jawa Timur dan Flores Walaupun tidak ada konflik komunal dan separatis yang meluas di JawaTimur dan Flores, namunkekerasanyangmenyebabkankematian,luka-lukadankerusakanfisiksebagaiakibat dari konflik tanah dan sumber daya alam adalah hal yang umum. Dalam kurun waktu tiga tahun sejak 2000­2003, di Jawa Timur tercatat 14 tewas, 82 terluka dan satu bangunan hancur;sedangkandiFlorestercatat58tewas,85terlukadan127bangunanhancur.26 Tabel 1menunjukkanbetapaangkakonflikdankonflikkekerasanbervariasitidakhanyaterbatas antarpropinsitetapijugadidalamduapropinsitersebut.Prevalensikonfliktanahdansumber dayaalamdiFloreslebihtinggidibandingkandenganyangterjadidiJawaTimur(27banding 6 persen) dan berpeluang besar menimbulkan kekerasan dan menyebabkan kematian (di Flores, dari 46 persen konflik kekerasan 21 persen diantaranya menyebabkan kematian, sedangkan rasio di Jawa Timur adalah 13 persen banding 4 persen). Dan patut ditengarai bahwaKabupatenManggaraimendominasisetengahdaritotalangkakonfliktanahdansumber dayaalamdiFloresyangberakhirdengankematian. Tabel 1 ­ Peristiwa Konflik 2000 - 200327 Provinsi Kabupaten Konflik Umum Konflik Tanah dan Sumber Daya Alam Total Dengan Berakibat Kekerasan Kematian Jawa Timur Bangkalan 214 9 2 1 Madiun 267 12 2 0 Magetan 118 3 0 0 Pamekasan 161 14 2 0 Ponorogo 248 10 3 1 Sampang 158 11 4 1 Sumenep 226 24 0 0 Total 1392 83 11 3 Flores Ende 83 16 7 3 Flores Timur 104 25 9 5 Manggarai 108 44 24 15 Ngada 76 24 10 1 Sikka 82 14 6 2 Total 453 123 56 26 26Data yang disajikandihadirkan disini dikumpulkan dari data media massa dari enam kabupaten di Jawa Timur dan Pulau Flores. Di setiap daerah data diperoleh dan dicek silang dari tiga koran lokcal. Hasil yang lengkap serta analisis dari kelebihan dan kelemahan metode ini dilakukan diberikan oleh Barron dan Sharpe (forthcoming). 27Saat ini di Flores terdapatSekarang ini ada tujuh kabupatendi Flores, namun selama masa penelitian (2001­2003) Kabupaten Lembata terpisah dari Kabupaten Flores Timur serta Kabupaten Manggarai Barat dari Kabupaten Manggarai. Untuk memudahkan pembandingan tingkat konflik pada kabupaten tersebut-kabupaten, data dianalisis dengan menggunakan data sebelumnya yaitu lima kabupaten. 7 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Studi kasus yang disajikan disini umumnya mewakili konflik tanah dan sumber daya alam yangterjadididuapropinsiwilayahpenelitian. KasusdariFloreslebihbanyakdibandingkan yangdariJawaTimurkarenakonfliktanahdansumberdayaalamyangterdapatdisanajuga lebih banyak: 123 banding 83 kasus.28 Hanya dua (dari 10 studi kasus) yang menyebutkan dampakkekerasandansesuaidengandatapenelitianmediamassayangmencatat13persen dan 46 persen konflik tanah dan sumber daya alam yang menimbulkan kekerasan di Jawa TimurdanFlores(masing-masing). Studikasusinimenunjukkanbahwapolisiterlibathanya bilakonflikmenimbulkankekerasan. Dinamikatersebutjugadidukungolehdatapenelitian mediamassa. Datamenunjukkanbahwaangkaketerlibatanpolisidalamkonflikkekerasan tanah dan sumber daya alam di Jawa Timur dan Flores adalah 100 persen dan 70 persen. Polisiterlibathanyapada28dan25persenuntukkonfliktanpakekerasandiJawaTimurdan Flores.29 Namun masih terdapat beberapa kesenjangan pada kompilasi studi kasus ini, yaitu konflik antarindividu/kelompokdannegara. Didalamkompilasiiniterdapatsatukonflikpengelolaan hutanyangsecaralangsungmelibatkannegara. Tetapidatamediamassamenunjukkanbahwa diJawaTimurdanFlores,34dan37persenkonfliktanahdansumberdayaalammelibatkan negara sebagai salah satu pihak dalam konflik. Perbedaan antara studi kasus disini dengan data media massa juga nampak dalam hal keterlibatan Bupati dalam upaya penyelesaian (konflik). DatamediamassamenunjukkanbahwaBupati,sebagaiaktortunggalyangpaling seringdilibatkandalampenyelesaianmasalahtanahdansumberdayaalam. Prosentasenya mencapai 34 persen kasus di Jawa Timur dan 30 persen di Flores. Namun, kesenjangan antara studi kasus dan media massa bisa saja merupakan akibat dari kecenderungan media massauntukmeliputkejadian­kejadianyangtelahmemasukiwilayahpolitikyanglebihtinggi (tingkatKabupaten),padahalstudikasusinilebihterfokuskepadakasus-kasuslokal(desa). Kasus-kasus Kasus pertama dan ringkas yang ditulis oleh Luthfi Ashari, melihat karakter konflik tanah yang diwariskan turun-temurun di Madura, Jawa Timur (Sengketa Tanah Dang Lebar). Ashariberargumenbahwakonfliktersebutseringmunculantartetangga,teman­temandan keluargakarenaketergantunganmasyarakatpadatransaksitanahsecarainformaldantidak tertulis. Penulismelihatbahwakonflik-konfliktersebut,termasukkonflikDangLebar,jarang berubah menjadi kekerasan dan biasanya diselesaikan oleh Kyai dan/atau Klebun (Kepala Desa)ditingkatdesa. MohammadSaidmenggambarkankonfliktanahantardesayangmirip dengan kasus pertama (Warisan yang Membawa Petaka) di Madura. Konflik tersebut berawal dari pertikaian antar dua orang dan kemudian melibatkan masyarakat yang lebih 28Perbedaan ini semakin jelas jika kita melihat populasi yang jauh lebih tinggi di Jawa Timur. 29Pengertian keterlibatan memang luas; bisa berarti mereka dipanggil pada titik tertentu dalam konflik atau mereka memang terlibat erat dalam penyelesaiannya. 8 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark luas. Dinamikakeduakasusinimiripkarenakeduanyahampirberakhirdengankekerasan. StudikasusinimenunjukkantugaspengelolaankonflikyangdilakukanolehKlebundengan cara meredakan konflik dan bukannya menyelesaikan status tanah. Dibandingkan Flores, khususnya Kabupaten Manggarai, studi kasus ini menunjukkan betapa lebih mudahnya pemilikan ditentukan dan diputuskan di Jawa Timur karena hadirnya mediator berbasis komunitasyangpunyalegitimasi(sepertiKyaiatauKlebun)dankarenaunitpemilikantanah yanglebihkecil(perorangan/keluarga). Studi kasus yang ditulis oleh Cici Novia Anggraini (Ketika Inang tak lagi Mengayomi Asuhannya)menyorotihubunganantagonisantarasuatudesadiPonorogo,JawaTimurdengan PerusahaanHutanNegaraIndonesia(Perhutani). Konflikyangmenjadifokusstudikasusini berkaitan dengan kebijakan Perhutani menetapkan jenis pohon yang tidak cocok dengan karakter geografis daerah dan berdampak negatif pada lahan warga. Konflik ini menarik karenamenggarisbawahihubunganantaralembaganegaradanmasyarakat. Konfliktersebut jugamenunjukkanterbatasnyakemampuanmasyarakatuntukmempengaruhikebijakanlembaga danmenuntutpelaksanaanpelayananpublikdalamcarayangkonstruktifdandamai. Saifullah Barnawi membahas kasus (Tanah Warisan itu Ternyata Telah Terjual) tentang penolakanpembebasantanahuntukdijadikanproyekPPKdiMadura,JawaTimur. Seperti yangterungkapdalambanyakstudikasus,transaksidankepemilikantanahseringkalidilakukan secarainformal,tidaktertulisdandiperolehmelaluikolusisertapolitikkekuasaanditingkat lokal. Akibatnya upaya penyelesaian hanya menyelesaikan konfliknya namun tidak mempertegasstatustanah. Dalamkasusini,"pemilik"terakhirtidakmaumemberikantanahnya kepadaPPKkarenatakutsejarahkepemilikantanahnyaterbongkar. Kasusinimenggambarkan bagaimanaproyekpembangunandapatsecarapotensialmenimbulkan(kembali)konflikyang terpendamdanbagaimanaadministrasitanahyanglemahdapatmenghambatperubahandan pembangunan serta proses PPK. Studikasus(BukanSekedarHakUlayat)yangditulisolehPeterManggutmelihatsengketa tanahyangberawaldarikeinginansebuahanggotakeluargauntukmewariskantanahkepada misionaris dari Jerman (untuk digunakan bagi kepentingan publik). Tanah tersebut oleh masyarakatkemudiandialih-fungsikanmenjadipasardankantordesapadatahun1950-an. Dalamkasus"pewarisantanah"serupa,AgusMahurmenelusurisengketakepemilikantanah yangmelibatkanseminarilokal,kelompokkomunitasyangdibentukolehLSM,dankelompok etnis Mutu Poso (Siapa yang Memiliki Tanah Mbondei?). Studi kasus ini menunjukkan perdebatanatashakpenggunaandanhakpemilikantanahdiManggarai,Floresdanbagaimana haktersebutmenjadibahanreinterpretasidanbagiandarikesepakatandanafiliasikekerabatan/ etnis.Upayapenyelesaianduakasusdiatasberbeda. DalamkasusPeter,untukmenyelesaikan sengketa tanah dan sengketa-sengketa lainnya maka dibentuklah forum adat; namun satu sukukunciyangbertikaitidakdiundang. Akibatnyaforumyangbarudibentuktidakmampu menemukan penyelesaian yang bisa diterima oleh semua pihak. Kemudian gereja Katolik 9 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark berhasil membuka dialog dan mencegah kekerasan. Namun status tanah tetap tidak jelas. DalamkasusAgus,PemerintahKecamatandanKabupatenterlibatdalamupayapenyelesaian. Namunsetelahkeberhasilanawal,kesepakatankembalihancur. StudikasusyangditulisolehYanGhewamenceritakankonflikmenyeluruhatashutanyang membatasi dua kampung di satu desa di Manggarai, Flores (Sengketa antara Satar Teu dan Kadung: Lingko atau "Hutan Lindung"). Status tanah dan sumber daya alamnya dipertanyakan ketika sekelompok petani dari satu desa menebang pohon-pohon untuk memperluassawahmereka. Awalnyakonflikhanyaterfokuskepadamasalahstatuspenggunaan ataupengelolaanhutan,tetapisetelahberbagaiupayapenyelesaiangagal,masalahutamanya berubah menjadi masalah kepemilikan. Kasus ini menggambarkan secara rinci upaya kecamatan untuk menyelesaikan status hutan, dan konflik, dengan memindahkan kepemilikannyakepadapemerintah. Gagasan"baru"inidapatditerimadanberhasil,namun akhirnya salah satu pihak menolaknya. Serupa dengan kasus lainnya di Manggarai, studi kasuskeduayangditulisolehAgusMahurmelihatkonflik(KonflikPemilikanTanahSLTP St.PaulusBentengJawa)dimanaklaimsejarah,perjanjiantidaktertulis,danketidakjelasan penggunaandankepemilikantanahsertamanipulasipolitikdapatmenyebabkanterjadinya konflikkekerasan. Yangmenarik,konflikdapatdiselesaikantidakdenganmenentukanstatus tanah,melainkandenganmemecahdewanpengelolayayasanpendidikanuntukmemperbaiki hubunganantaradualembaga. Stanis Didakus, bekerjasama dengan dua peneliti lainnya--Don Dela Santo dan Olin Montiero--menulisduakasusdariSikka. Kasuspertama(KontroversiTanahtakBertuan: Siapa Berhak Memilikinya?)menceriterakankonfliktanahwarisan. Konflikpadaawalnya terjadiditingkatdesa,danmelibatkanunsurpemerintahdansistemadat. Namunkemudian konflik naik ke pengadilan tinggi Kupang dan tanah tersebut diberikan kepada satu pihak dengan cara yang kontroversial. Menariknya, menurut hukum adat, tidak satu pihak pun yang berhak atas tanah tersebut. Tanah tidak diberikan kepada anak angkat yang tidak lagi tinggaldidesa,meskipundiayangmemiliki"hak"atastanahmenuruthukumadat. Kasusini memperlihatkanbahwatanpanormadaninstitusiyangjelasdanlegitimate,pihakyang"lebih kuat" sering mempengaruhi hasil akhirnya. Kasus yang kedua (Gejolak di Perbatasan) melihatkonflikperbatasanantardesayangsudahlamaterpendam,namunmunculkembali karena dipicu oleh kegiatan pendaftaran tanah massal oleh salah satu desa. Tindakan ini memunculkan pertanyaan atas status sejumlah rumah yang berada di sekitar perbatasan. Padahal masing-masing kepala desa dan warga mengakui posisinya sesuai dengan alasan pragmatisdannormatif. Studikasusinimenunjukkankesulitanuntukmeyakinkanbatasan tetap yang sudah disetujui sesuai ketentuan sistem pendaftaran tanah "modern". Kasus ini jugamenunjukkanbetapamudahnyaidentitasyangdiberikan(ascriptive)dapatdenganmudah dimanipulasisehinggamampumemicukekerasan. 10 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Analisis terhadap 10 studi kasus ini menggarisbawahi tiga tema penting dalam memahami mengapadanbagaimanakonfliktanahdansumberdayaalammuncul,bagaimanamembukanya, sertabagaimanadankapankasus-kasustersebutberhasilataugagaldiselesaikan.30 Kompleksitas Yangpalingtercerminjelasdaristudikasusiniadalahkerumitannya,yangterlihatdariberagam norma, kepentingan, aktor dan lembaga yang terlibat dalam tiap konflik. Norma­norma adat,kekeluargaan,Islam(warisan),negara,dan"keadilansosial"seringkali,baikeksplisit maupunimplisit,munculsecarabersamaandidalamsuatukonflik. Norma-normainidigunakan dengan cara berbeda-beda untuk mengklaim hak pemilikan dan hak penggunaan, untuk menginterpretasikan keputusan dan perjanjian sejarah (lisan) serta membuka jalan bagi penyelesaian yang tepat.31 Yurisdiksinorma-normatersebutsalingmemotongsatudengan lainnyadanhirarkinyaseringkalitidakjelassertasangatdipengaruhiolehprosespolitiklokal. DiFlores,normaadatdankekerabatanrelatifkuatdibandingkandengandiJawaTimuryang lebih sering menggunakan hukum Islam dan/atau hukum negara, walaupun dalam pelaksanaannyatidakselaluditerapkan. Halyangsemakinmemperumitkonflikadalahpraktek danpenggunaannormayangsangatberbeda,tidakhanyaantarpropinsitetapijugadidalam propinsi. Norma­normaumumnyamenjadikedokbagikepentingan­kepentinganpragmatis. Karena konfliktanahdansumberdayamempertaruhkansesuatuyangbernilaiekonomitinggi,maka kepentingan yang dipertaruhkan sangatlah besar. Menariknya, seperti yang nampak pada kasusManggarai,konfliktanahtidakhanyasebatassoalkepemilikanlahan,tetapijugasoal penggunaanataupengelolaanlahan. Ketikaisupenggunaandankepemilikandipermasalahkan, makaduahaltersebutseringkalidicampur­adukkandalamupayapenyelesaian. Kasusyang berhasil diselesaikan (Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa) terfokus kepada upaya memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang bertikai, untuk meningkatkan model pengelolaantanahketimbangterfokuskepadasoalkepemilikan. Selainitu,datamediamassamenunjukkanbahwakonflikekerasanyangterkaitdengantanah dansumberdayaalambanyakdijumpaidiManggarai,Flores. Penelitiankualitatifmenunjukkan bahwa di kabupaten ini, sumber daya yang dipertaruhkan sangat terkait dengan identitas kesukuan(lihatempatstudikasusdariManggarai). Halinimenunjukkanbahwakekerasan cenderungterjadijikaupayamemperebutkanhartamenyangkutidentitaskesukuan. 30Perlu dicatat bahwa tema-tema diatas adalah yang dijumapi oleh editor. Studi kasusnya sendiri cukup rinci sehinga memungkinkan pembaca untuk membuat kesimpulannya sendiri. 31Bowen(2003). 11 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Melihattingginyahalyangdipertaruhkandidalamkonflikini,keragamansistemnormatifdan artipentingtanahsertasumberdayaalambagikehidupansosialdanekonomi(padaumumnya), maka tidaklah mengejutkan bila banyak aktor dan lembaga yang terlibat di dalam kasus­ kasus tersebut. Kehadiran berbagai forum yang mampu menyuarakan dan menyelesaikan masalah--meliputi forumadat,pertemuanmasyarakatdanagama,desasetempat,pemerintah Kecamatan, dan pengadilan negeri--bermakna proses penyelesaian masalah tidak jelas. Disamping itu, tidak ada hirarki untuk naik banding, dan meskipun pengadilan biasanya bertanggungjawabatashalini,sepertipadakasuswarisandiSikka,namuntakjarangmereka tidakmampumenegakkanhukum.32 Keragaman dalam Transisi Tema kedua yang tercermin dari studi kasus, seperti juga data media massa, adalah ragam konfliktanahdansumberdayaalam. Jikakitamenggunakankonflik-konfliksebagaisebuah lensauntukmenyorotperubahansosial,politikdanekonomi,makakeragamaninimenunjukkan tidak hanya kecepatan perubahan, tetapi yang lebih penting hal itu juga menunjukkan arah perubahan. Indonesiasedangmengalamitransisisosial,politikdanekonomisebagaiakibat dari kombinasi proses yang kompleks di tingkat lokal, nasional dan internasional. Transisi yang relevan dengan (konflik) tanah dan sumber daya alam meliputi: meningkatnya individualisme(pembagianberdasarkanteritorial)danpengaturannegaraataspengelolaan sumber daya alam; desentralisasi politik, pembuatan kebijakan dan pelayanan publik; menguatnyaprosesdemokratisasipolitikdanmasyarakat. Pergeserankearahkepemilikanindividudansistemadministrasiyangdikelolapemerintah menjadiperhatiankarenaterkaitdenganmasalahtanah,selainjugasumberdayaalamlainnya.33 Meskipun kontroversial, namun hal inilahh yang coba dipaksakan kepada Indonesia oleh lembaga donor­donor besar, termasuk Bank Dunia.34 Jadi upaya untuk mencapai tujuan transisiyangdiinginkanbukanlahsuatufaitaccompli. Studikasusinimenunjukkanbahwa tidak hanya ragam sistem dan mekanisme lokal saja yang perlu diakomodasi, tetapi juga ragamtransisiini(sebagaisuatuprosesterusmenerus)diakomodasidanditolakolehmekanisme danlembagayangada. Kasus dari Jawa Timur menunjukkan bahwa kebanyakan konflik tanah dan sumber daya alammemilikiciriruanglingkupterbataspadaunitindividuataukeluarga,ketikakepemilikan 32Yang bukanlah hal yang buruk melihat kerentanan mereka terhadap korupsi, umumnya lihat World Bank (2004); danAsia Foundation (2001). 33Konferensi telah dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2004 yang didanai oleh DfID telah diselenggarakan oleh Yayasan KEMALA, dan akan langsung membahas masalah-masalah tersebut: Konferensi Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Sumber daya di Masa Indonesia yang Sedang Berubah: Mempertanyakan Jawaban­jawaban 34Lihat Dokumen Informasi Proyek terbaru (Project Information Document), World Bank (2003). 12 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark dan penggunaan dicampur aduk,35 dan perwakilan pemerintah seringkali berperan dalam resolusikonflik (kecualiKyaididalamkasuswarisan). TetapidiFlores,khususnyadibeberapa daerah terpencil di Kabupaten Manggarai, seringkali tanah dan sumber daya alam dikelola secarakomunaldandibedakanantarahakpemilikandanpenggunaan;danterdapatberbagai norma dan lembaga yang mengelola penyelesaian pertikaian. Studi kasus dan data media massa menunjukkan bahwa perbedaan persepsi terhadap tanah dan sumber daya sangat menentukanapakahkonflikdiselesaikandengankekerasan. DiJawaTimuryangtanahdan sumberdayaalamdianggapsebagaihartayangberharga,konfliktanhdansumberdayaalam justrutidakmenimbulkankekerasan. SedangkandiFloresyangkepemilikantanahdansumber dayaalamsangatterkaitdenganidentitaskesukuandankomunal,menyebabkankonflikini cenderungmenimbulkankekerasn. Kasusstudijugamenunjukkanbahwakeragamanyang sangat besar dalam hal aksesibilitas dan kecocokan dari sistem pengelolaan negara baik pengadilanuntukmenyelesaikanpertikaiantanahdansumberdayaalamatauBPN(Badan PertanahanNasional)untuksertifikasitanah. Dalamstudikasusnya,LuthfiAshariberargumen bahwapengadilanseringkalidigunakanuntukmenyelesaikanpertikaiantanah,tetapihanya sedikitorang--meskipunsemakinbanyak--yangtanahnyadisertifikasiolehBPN. DiFlores, keputusanpengadilandanaktaBPNlebihmenguntungkandanrelatifrelevandengansistem lokalyangada. Desentralisasimemberikanhakdancarakepadamasyarakataslidaerahuntukmenuntutkontrol atas tanah dan sumber daya alam.36 Pada studi kasus Gejolak di Perbatasan, seorang warga desa di Flores menyetujui pembunuhan massal di Sampit, KalimantanTengah dan tuntutan masyarakat Dayak atas hak asli (indigenousness) serta hak untuk mengatur diri merekasendiri. Kata-katasepertiinimemperlihatkanpotensibahayadarikekuasaanseperti itu. Dalam memaknai proses transisi (sebagai tugas yang tak terelakkan dalam pembangunan yang premis dasarnya adalah perubahan), kita mudah tergoda untuk mengadopsi konsep modernisasi.Halinimemudahkankitamemahamitujuanpembangunan(yaitubentuk"modern" yang sudah ada) dan menjelaskan keragaman (yaitu kecepatan transisi). Namun seperti ditunjukkanolehstudikasus,pentingbagikitauntuktidakmemahami"tujuanpembangunan" sebagaibentukpastiyangtidakdapatdiubah(misalnyasistempengelolaantanahperorangan yangdiaturdandilaksanakanolehnegara). Modelpenyederhanaanpemikiranini,terutama jikadibarengidenganrancanganstrategidanimplementasiyangtidakmembumiditingkat lokal, akan mendorong intervensi yang tidak mempertimbangkan secara matang upaya mencapaitujuanyangdidambakandanjugaadatidaknyatujuanyanglebihcocok. Pendekatan sepertiitugagalmengidentifikasikemampuanmasyarakat(yangtepat)untukmemilihdan menolakhalyangmerekainginkan,dansejauhmanakecenderungandanpengetahuanlokal menjadidasarbagiperencanaansistemyanglebihbaik. 35Atau hak penggunaan, dalam arti pembagian zona/daerah dilaksanakan oleh pemerintah. 36Mengenai desentralisasi dan dampaknya terhadap konflik lihat McCarthy (2004). 13 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark Kompleksitas konflik tanah dan sumber daya alam di Indonesia serta keragamannya menyulitkankitamembuatkesimpulanyangtepatdanmudahdicernaolehkebijakan. Namun studikasusinimenerangkanprosesyangberhasildantidak. Konsekuensinya Bagi Intervensi Kebijakan Secara garis besar, studi kasus menunjukkan agar sebuah intervensi berhasil maka upaya tersebut harus bersifat konsultatif, melibatkan mekanisme formal dan informal serta mempertimbangkanperbedaankekuasaanpihak-pihakyangbersengketa. Haltersebutrelevan denganintervensiuntukmenemukanstrategipencegahandanpenyelesaiankonfliksertastrategi pengelolaantanahdansumberdayaalam. TulisanPeterManggut(BukanSekedarHakUlayat)danAgusMahur(SiapayangMemiliki TanahMbondei?)menunjukkankegagalanupayapenyelesaiankonflikolehLSMdanforum adatkarenatidaksepenuhnyamelibatkanseluruhstakeholdersyangmemilikikepentingan. Juga, studi kasus Peter dan lainnya oleh Agus (Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa), menunjukkanbahwaintervensipenyelesaiantidakbolehterlaluterfokuspadapenyelesaian hakpemilikansehinggamengorbankankepentinganyanglebihluassepertihakpenggunaan ataupengelolaantanah. DuakasusdariJawaTimurolehLuthfiAsharidanMohammadSaid, menggambarkan kesuksesan peran mediator informal seperti Kyai dan Klebun. Di Flores pihak-pihaksepertigereja,camat,kades,dantokohmasyarakat,semuanyajugaterlibatdalam upaya-upayapenyelesaianmeskipunkurangberhasil. Tetapipartisipasitidakselalumembuahkankesepakatanyang"adil". PadakasusSiapayang Memiliki Tanah Mbondei? dan Sengketa Antara Satar Teu dan Kadung, di dalam pertemuandihadiriolehsemuapihak,pihakyanglebihlemahmenyetujuikesepakatanyang diajukanmediatorpihakketiga. Namunsetelahpertemuan,merekamembatalkankesepakatan denganmengatakanbahwapertemuantersebutbiasdantidaksesuaidengankepentingannya.37 Dengan mengesampingkan siapa yang benar dan yang salah dari pihak yang bersengketa, maka proses yang partisipatif tidak menjamin keberhasilan penyelesaian apabila tidak ada mediatorpihakketigayangmemilikilegitimasi. Haliniterjadikarenaprosespartisipatifdengan sendirinyamenghilangkanperbedaankekuasaan, melindungipihakyanglemah,danmenjauhkan politik lokal dari proses mediasi. Sebaliknya, siapa saja dapat mempertanyakan apakah pihakluarmemilikiposisiyanglegitimateuntukterlibatdalampolitik,norma,danlembaga lokal. Seringkaliadausulanagarsengketatanahdansumberdayaalamdiselesaikanditingkatdesa. Alasannyaintervensiyangmempertimbangkanfaktorlokalakanmempertimbangkannorma dankepentinganlokal. Kasusyangkamisajikandisinimenunjukkanbahwameskipunkasus­ 37Untuk diskusi umum, lihat Edmunds and Wollenberg (2002). 14 Pendahuluan Penulis: Samuel Clark kasustersebutberbasislokalakantetapiseringkalikonfliktanahdansumberdayamelibatkan norma dan kepentingan lembaga yang lebih luas. Studi kasus yang ditulis oleh Cici Novia Anggraini,AgusMahurdanPeterManggutmemperlihatkankepentingandanagendayang lebihluas daripemerintah,LSM,dangereja. Meningkatnyamobilitasmanusia(lihatkasusnya Mohammad Said dan Stanis Didakus) yang disertai dengan meningkatnya heterogenitas pendudukjugadapatmenyebabkanproses­proseslokaltidakberguna.Pembuatankeputusan lokaltidaksecaraotomatismembuahkanhasilyangadil;proseslokaljugadapatdipengaruhi kekuasaandanketimpangan.38 Hampirsemuastudikasusmenunjukkanberbagaibentukketerlibatandariaparatpemerintah. Seringkali masyarakat setempat secara sukarela meminta bantuan dari luar agar dapat menemukanpihakketigayangnetraldanmemilikilegitimasi. Halinidapatdilihatpadakasus Sengketa Antara Satar Teu dan Kadung, dimana Kepala Desa dan Camat diminta untuk membantumelakukanmediasisecarainformal. HalserupajugaterlihatpadakasusGejolak di Perbatasan. Kecepatan respon on negara terhadap permohonan untuk membantu masyarakat seringkali menjadi faktor kunci apakah sengketa tanah dan sumber daya alam akan menyebar dan menjadi konflik komunal yang lebih luas. Studi kasus Bukan Sekedar Hak Ulayat menunjukkanbahwapadaawalnyaCamatmengabaikanpermohonantersebut walaupunBupatitelahberkunjungdanberjanjiuntukmengirimkanCamat. Seringnyakonflik tanahdansumberdayaalamdiIndonesiasertakecenderunganuntukdiselesaikanolehproses informal(tanpapengadilan),terutamadidaerahsepertiFlores,menunjukkanbahwadiperlukan mekanismeyangkhususdantransparanuntukmenjembatanipihakinformaldenganformal.39 Studikasusdidalamkompilasiinimemberikanpemahamanyangkompleksmengenaikonflik tanahdansumberdayaalamdiIndonesiabagiparapembacayangteliti. Secaraumum,studi kasusinijugamenunjukkanbanyaknyahalyangdapatdipelajaridaripenelitiankualitatifdan mendalamdilapangan(in­depthfieldresearch)tentangberbagaimasalahdanisuyangbiasanya dihadapi dengan pendekatan teknokratis dan terlalu umum. Editor mengakui bahwa tiga tema besar yang diangkat di dalam kompilasi belum lengkap, sehingga dengan berbekal pengalaman masing­masing dan mengekplorasi studi kasus ini maka pembaca akan dapat menemukantema­tema,pendekatan,dankesimpulanbaru. 38Lihat juga, Bowen, (2003). 39Contoh yang baik adalah kesuksesan Mekanisme "Tim 13" di Lampung. Lihat Rinaldi (2003). 15 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari Sengketa Tanah Dang Lebar Ringkasan Sengketa tanah Dang Lebar adalah konflik tanah yang melibatkan kerabat. Konflik terjadi karena kebiasaan masyarakat melakukan transaksi secara lisan. Konflik muncul pada generasi kedua pemilik tanah. Konflik tanah yang banyak terjadi diantara kerabat dan antar tetangga telah menyebabkan renggangya hubungan antar mereka. Kyai atau Klebun memiliki peran strategis dalam resolusi konflik. 1. Konflik Tanah: Konflik Paling Sering Muncul Di Masyarakat Kasustanahadalahkasusyangseringmunculdidesa-desadiMadura.1 Disetiapdesapasti selaluadakasussengketatanah.Biasanya,konfliktanahmunculdalambentuksengketabatas tanah dan sengketa warisan. Konflik tanah biasanya muncul karena alasa-alasan yang mencakup:kebiasaanmelakukanjual-belitanpabuktitertulis,lemahnyaadministrasipertanah ditingkatdesa,dankonflikkarenamemperebutkanwarisan.2 Berbeda dengan konflik yang disebabkan karena gangguan terhadap perempuan, konflik tanahbiasanyatidakmenimbulkankekerasan.3 Halitudapatterjadikarenanilaiyangdipegang olehmasyarakatbahwatanahadalahsoalhartadanadagantinya,sehinggatidakperluterlalu dipermasalahkan dengan kekerasan.4 Sedangkan konflik karena perempuan selalu menimbulkankekerasan(carok)5karenagangguanterhadapperempuanmerupakanbentuk pelanggarantengka (hargadiri)yangtertinggi.6 Dalam konflik tanah, masyarakat sering menggunakan mekanisme resolusi konflik seperti pembagian tanah secara faraid (pembagian warisan menurut hukum Islam), penyelesaian sengketa berdasarkan hukum positif (hukum yang berlaku) atau penyelesaian masalah berdasarkan buku catatan desa (Petok C).7 Kebanyakan kasus tanah cukup diselesaikan di tingkatDesa.Jikatidaktercapaikesepakatanditingkatdesa,makasengketaakanditeruskan 1 Diary Luthfi, Palengaan Daya; Wawancara No. 724, Klebun. 2 Wawancara No. 700, Mantan Pangbahu Orang Luar. 3 Wawancara No. 735, Pamong Desa, Panagguan. 4 Wawancara No. 771, Kyai. 5 Wawancara No. 715, op cit; Wawancara No. 721; Wawancara No. 724. 6 Wawancara No. 728, Pemuda; Wawancara No. 715, Polisi; Wawancara 722, Panbahu. 7 Wawancara No. 761, Mantan Ketua LKMD; Wawancara No. 750, Mantan FD; Wawancara No. 714, Lawan Politik Kleybun. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 16 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari sampaiketingkatCamatdanpengadilan. Olehkarenaitu,konfliktanahadalahjeniskonflik dimasyarakatMadurayangbiasanyatidakberhentiditingkatdesamelainkandapatdilanjutkan ketingkatkecamatanataubahkanpengadilan.8 Dalammekanismeresolusikonfliktanah,KyaidanKlebunmemilikiperanyangsangatsentral. Kyaiberperandalamresolusikonfliktanahdengancaramembagitanahmenurutketentuan agama Islam atau yang dikenal dengan istilah faraid. Sedangkan Klebun berperan dalam resolusikonfliktanahdenganmengandalkankepadakebijakannyasebagaipemimpin. Kyai dihormatiolehmasyarakatkarenakebijaksanaannyadidalampenyelesaianmasalah. Kyai dianggapsebagaiguruyangmemberikanilmukepadamasyarakat.SedangkanKlebunmenurut falsafah orang Madura dianggap sebagai orang tua.9 Sehingga dengan kebijaksanaannya Klebunbertangungjawabmemberikanperlindungankepadarakyatnya. Sehinggatidaklah mengherankankalausalahsatuindikatorkeberhasilanKlebunadalahkemampuannyadalam menyelesaikanmasalah.10 2. Eksplorasi Kasus SengketatanahantaraH.Halim(pemiliktanah,pamongdesa)denganAmir(penggugat,saudara sepupu) terjadi pada tahun 2001 di Desa Panagguan. Orang tua H. Halim danAmir adalah saudara sekandung. Amir mempermasalahkan status sebidang tanah yang dimiliki oleh H. Halim. Amirmelakukanklaimbahwatanahtersebutmasihdimilikiorangtuanya(Bakir)dan seharusnyamenjadiwarisannya. MenurutsejarahnyatanahyangsekarangdimilikiolehH. HalimdulunyaadalahmilikorangtuaAmir,namunsudahdijualataudigadaikankepadaH. Julis(orangtuaH.Halim).11 "Karena waktu itu (tahun 1961) butuh uang, Bakir (ayah Amir) menjual bagiannya (warisan) ke Julis. Sebagian (saksi) mengatakan waktu itu bagian Bakir hanya digadaikan, sedangkan saksi yang lain mengatakan tanah itu dijual. Julis tidak perlu merubah kepemilikan tanah di catatan desa karena masihtetapatasnamanya...OrangtuaBakirdanJulistidakmengiraanaknya akan saling berebut tanah..." Klebun, Panagguan, 8 Juli 2003 Padatahun2001,tanahyangdibelidarisaudaraorangtuanyaH.Halimtanpamenggunakan buktitransaksitersebutditawarorangdenganharga8juta. MendengarberitaituAmrikan, yangbarupulangdariJawa,mulaimempermasalahkanstatuskepemilikantanahnya. 8 Wawancara No. 734, Tokoh Masyarakat. 9 Wawancara No. 748, op cit. 10Wawancara No. 732; Wawancara No. 734. 11Wawancara No. 732, op cit. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 17 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari "Pada tahun 2001, tanah yang saya miliki ditawar orang seharga 8 juta. Padahal tahun 1961 tanah itu dibeli orang tua saya (H. Julis) seharga 60 ribudariBakiryah(ayahAmir). Paratetanggamemfitnahdanmemprovokasi Amri kalau tanah itu sebenarnya dulunya adalah milik orang tuanya. Para keluarga dan tetangga banyak yang memfitnah, menyuruhAmri mengambil kembali tanah itu ... setelah mendapat hasutan dari tetangga kiri-kanan, akhirnya Amri mendatangi orang tua saya. Amri menanyakan soal tanah itu. Oleh ayah saya Amri diberitahu kalau tanah itu sekarang sudah diberikan kepada saya. AkhirnyaAmri mendatangi saya. Amri menanyakan apakah benar tanah itu sudah dibeli dari orang tuanya. Kalau dibeli berapa harganya? Dia menanyakan bukti dari pembelian itu. Saya jawab tidak ada buktinya. Dulu buktinya hanya pohon singkong saja yang ditanam di tengah-tengah sawah. Amri tidak puas dengan jawaban saya. Menurut Amri, paling tidak biasanya khan ada bukti cap jempol. Saya katakan saya tidak punya bukti, tetapi saya ada saksi dari transaksi tanah itu." Pemilik Tanah, Panagguan, 10 Juli 2003 KonfliktanahantaraH.HalimdanAmirdapatmunculkepermukaankarenatidakdilakukan secaratertulismakatidakjelasjenistransaksinya,apakahjualbeliatauhanyasekedargadai. Transaksitanahtersebuttidakmemilikibukti,sehinggaketikadipermasalahkanposisikedua belahpihaksama-samameragukan. Apalagisaksi-saksitransaksitanahtersebutsudahmati, sehinggahanyasaksigenerasikeduadarikeduabelahpihak.12 Menurutinforman,halyangmelatarbelakangiklaimyangdilakukanolehAmribukankarena rasairidanprovokasiorang-orangsekitarnyasaja,melainkanadamasalahpribadiyangmelatar belakanginya. "Kasus tanah muncul karena besanan (hubungan karena perkawinan) antara Bakir dengan H. Jalenani gagal. Kegagalan itu menyebabkan Bakir mengungkit-ungkit masalah lama ... Waktu Amir berkunjung ke rumah saudara sepupunya, dia merasa mendapatkan sambutan yang tidak baik. Ada perkataan-perkataan keluarganya disini yang menyinggung perasaannya. Gara-garaitudiamengungkitmasalalu.Diamulaimengungkit status tanah milik orang tuanya." Klebun, Panagguan, 8 Juli 2003 3. Lokal Wisdom: Masalah Cukup Diselesaikan oleh Klebun KarenatidakmemilikibuktitransaksidanAmirterusmempermasalahkanya,makaH.Halim berinisiatifmelaporkanklaimyangdilakukanolehAmirkepadaKlebununtukmencarikeadilan. Namun,sebelumitubeberapamediasiditingkatdusundilakukanterlebihdahulu. 12Diary Luthfi, Palengaan Daya. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 18 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari Kotak 1: Resolusi Sengketa Tanah Dang Lebar "Karena Amir tidak terima akhirnya saya melapor ke Pak Klebun. Amir mendatangi saya sekali saja. Sebelumnya saya sudah tahu kalauAmir mau mengambil tanah itu. Seminggu kemudian Pak Klebun memanggil saya dan Amir. Pertemuan diadakan di rumah Pak Klebun. Hadir waktu itu kedua belah pihak. Saya membawa saksi H. Ali dan Mubaid. SedangkanAmir membawa Mushar dan Masrik ... Pertemuan di lakukan pada jam 7 pagi di rumah Pak Klebun. Pada pertemuan itu saya menceritakan duduk persoalannya, demikian pula denganAmir. Setelah mendengar penjelasan itu maka Klebun memberikan beberapa pertimbangan dan keputusan. Setelah mendengarkan saksi akhirnya Klebun memutuskan bahwa tanah itu milik saya. Dan pertemuan diakhiri dengan tanda cap jempol sebagai bukti bahwa masalah telah diselesaikan. Yang tanda tangan waktu itu saya, Amir, Klebun dan saksi-saksi." H. Halim/Pemilik tanah, 10 Juli 2003 "Di tingkat bawah (dusun) ada 3 kali pertemuan di rumah H.Ali (kakak H. Halim). Acaranya menjelaskan posisi tanah. Karena dibawah sudah tak teratasi maka masalah dibawa ke tingkat desa.... Untuk menyelesaikan masalah, saya mengacu kepada dokumen yang ada atas nama H. Julis. Amir mempermasalahkan terus warisan yang atas nama H. Julis saja. Bapaknya mustinya juga disebut namanya ... keterangan saksi agak membingungkan. Mereka tidak dapat sepakat dengan satu keputusan. Nampaknya dulu belinya secara tidak transparan. Dulu tanah kelihatannya dijual saat butuh uang dan maunya ditebus lagi kalau ada uang. Waktu itu memang belinya murah. Itu pengakuan pihak Amir. Kalau pengakuan pihak H. Halim transaksinya adalah penjualan ... ada saksi banyak. Saksinya ngambang (penuh kontroversi). Karena kedua belah pihak sama-sama keponakannya ... suasana pertemuan tegang. Amir mengancam carok di forum saya. Lalu saya bagi tanah itu. Sebagian dikembalikan kepada Amir sebagian tidak usah. Anggap dibagi dua. Amir dapat 25 persen. Saya tekan dia. Kalau solusi ini tidak diterima maka tanah akan diambil oleh desa. Mereka takut. Masyarakat banyak mendukung cara itu. Masalah selesai." Klebun Panagguan, 10 Juli 2003 "Dulu masalahnya tidak diselesaikan disini (di rumah Kyai). Masalah itu diselesaikan dengan cara memberikan ganti rugi. H. Halim memberikan sejumlah uang kepada Amir sebagai ganti rugi atas tuntutannya. Agar masalah tidak berkepanjangan, maka oleh Klebun H. Halim diminta membayar ganti rugi kepada Amir. [Yang dimaksudkan dengan kata ganti rugi disini sebenarnya adalah uang kompromi untuk menyelesaikan masalah karena pihak yang menuntut merasa dirugikan haknya atau karena transaksi atas tanah tersebut memang tidak jelas.]" Kyai Desa, Panagguan, 16 Juli 2003 Penyelesaiansoaltanahdimulaiditingkatdusundimanakeduabelahpihakyangbersengketa bertemu. Jikatidakselesaipermasalahan,dibawakeKlebununtukmendapatkanpenyelesaian. Untuk menyelesaikannya, Klebun akan mengacu kepada dokumen yang ada di desa yang Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 19 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari disebut dengan nama buku Petok C (buku catatan kepemilikan tanah).13 Di dalam buku itu tercatatnama-namapemilikdaritanahyangadadidesa. Penyelesaiansemacamitukadang tidakrepresentatifkarenabiasanyanama-namayangtercantumadalahpemiliklama,sedangkan di masyarakat posisi tanah sudah berkali-kali pindah tangan. Namun, karena kebiasaan masyarakat melakukan transaksi tanpa bukti tertulis maka seringkali catatan di desa juga tidak pernah di update. Inilah, yang seringkali menjadi penyebab ruwetnya penyelesaian kasustanah. Jikasudahdemikian,makakebijakanKlebunyangakanmenjadipenentu. 4. Renggangnya Hubungan Persaudaraan Dalam kasus tanah seringkali konflik terjadi antara saudara atau tetangga. Hal itu dapat terjadikarenadalamkasussengketatanahyangsalingberebutbukanlahoranglain,melainkan antar kerabat.14 Dalam konflik tanah yang berhubungan dengan batas tanah, biasanya permasalahanmunculantartetangga,yaitupemiliktanahyangsalingberdekatan.15Jikasudah terlibatkonflik,makahubungankekerabatandanantartetanggapunakanrusak. "Hubungan antar mereka sejak kasus itu mengalami keretakan. Amri kini pun sudah tidak tinggal disini lagi, dia ke Jawa. Kini hubungannya sangat jauh. Hubungan silaturahmi juga mulai tidak ada, misalnya yang dibuktikan dengan tidak saling berkunjung atu berkurangnya pertemuan. Kalau ketemu di jalan memang masih saling menyapa hanya acuh, suasananya sudah tidak seperti sebelumnya." Klebun, Panagguan, 8 Juli 2003 Meskipunkonfliktanahdapatmerusakinteraksisosialdiantarapihak-pihakyangbersengketa, namunjarangsekalikasustanahyangsampaimenimbulkankonflikdengankekerasan. Hal tersebutterjadikarenacarapandangmasyarakatterhadaptanahitusendiri. "[Masalah tanah jarang menimbulkan carok]. Biasanya masalah tanah yang menimbulkan carok itu terjadi di daerah pedalaman. Kalau di daerah yang sudah maju tidak ada karena orang mengerti itu bukan masalah prinsip. Dan biasanya kalau ribut tanah itu khan melibatkan antar keluarga sendiri. Selain itu masalah tanah khan ada batasannya, ada aturannya sehingga cukup diselesaikan Klebun." Pensiunan Guru, Proppo, 26 Juni 2003 13Wawancara 732, op cit. 14Wawancara No. 734, op cit; Wawancara No. 748, op cit; Wawancara No. 746, op cit. 15Wawancara No. 734, op cit; Wawancara No. 748, op cit; Wawancara No. 746, op cit. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 20 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari 5. Kesimpulan Konflik akibat rebutan tanah adalah jenis konflik yang paling sering muncul di kalangan masyarakatMadura. Berbedadengankonflik-konfliklainnya,biasanyakonfliktidaksampai menimbulkankonflikkekerasan. Konflik tanah muncul karena ada perbedaan dalam hal batas tanah, beda pandangan dalam pembagian warisan dan beda pandangan dalam bukti kepemilikan. Konflik dapat terjadi karenalemahnyaadministrasipertanahanditingkatdesa. Jikapermasalahantanahmuncul,makapenyelesaianakandilakukanditingkatdusunterlebih dahulu. JikaselesaimakapermasalahanakandibawakeKlebun. Dalampenyelesaiankonflik tanahKyaiatauKlebunmemilikiperanyangsangatstrategis. Konfliktanahbiasanyamelibatkankonflikantartetanggaatauantarkerabat. Pascakonflik hubunganantarpihakyangbersengketaakanrenggang,tidakperduliapakahmerekamemiliki hubungankeluargaatautidak. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 21 SengketaTanah Dang Lebar Dusun Dang Lebar, Desa Panagguan, Kecamatan Proppo, Kabupatan Pamekasan Penulis: LuthfiAshari Kronologi Kasus: Sengketa Tanah Dang Lebar Waktu Kejadian Keterangan 1961 Bakirmenjual(menggadaikan) BakirdanH.Julisadalahsaudara tanahnyakepadaH.JulissehargaRp. kandung.Penjualan(gadai)tanahtidak 65ribu. disertaibuktitransaksi. 2001 TanahH.HalimditawarRp.8juta. AmirtersinggungdenganperlakuanH. AmirpulangdariJawadan HalimkarenatunangangagalAmir mempermasalahkanstatustanahH. sedangkrisisekonomi. Halim. 2001 H.HalimmelaporkeKlebunsoal Keduabelahpihaksalingmelaporkan tuntutanAmir. sengketatanahnya. PerundingandirumahKlebununtuk Hadir saksi dari kedua belah pihak. menyelesaikansengketa. Bukutanahdesadigunakansebagai acuan. Sengketadiselesaikan. Sengketadiselesaikandengancara membagi tanahdanmemberikanganti rugikepadaAmir. AmirpulangkeJawa.Hubungan antaraH.HalimdanAmirmenjadi renggang. Peneliti: LuthfiAshari and Mohammad Said; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 22 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Warisan Membawa Petaka "Saat itu sudah menjelang sore, mau makan, nasi sudah siap, lalu datang dari utara (desa Poreh) dan berteriak `Carok...Carok...Carok Bai!"1 Sanen, Saksi sengketa tanah Ringkasan Kasus ini merupakan kasus antar individu yang melibatkan keluarga. Namun terbiasa disebut sebagai konflik antar desa hanya untuk memudahkan pembedaan penyebutan pihak yang terlibat karena pihak yang terlibat tinggal di dua desa yang berbeda. Perselisihan mengenai kepemilikan tanah ini sebagai dampak dari proses lama dari para sesepuh dua keluarga yang bertikai. Tidak ada bukti formal yang kuat hanya berdasar cerita dan kesaksian orang yang tua (sepuh; maksudnya adalah orang yang usianya tua), saksi otang tua (sepuh) sudah langka karena umur manusia tidak bisa bertahan ratusan tahun sedangkan urusan tanah akan tetap ada sampai bumi ini hancur. Konflik tanah ini bukan kasus kekerasan tetapi mengarah pada kekerasan karena ketegangan yang terjadi saat dua kelompok keluarga bertemu sudah memuncak tetapi dapat dicegah oleh Pak Klebun Palengaan Daja. Walaupun carok tidak sampai terjadi tetapi konflik ini belum terselesaikan karena setelah ketegangan itu tidak ada lagi proses penyelesaian. Pak Klebun sempat mengundang kembali dua pihak yang terlibat untuk bermusyawarah kembali tetapi selama dua kali undangan untuk musyawarah tidak ada pihak yang hadir akhirnya kasus ini dibiarkan begitu saja. Penyelesaian hanya dilakukan pada tingkat desa baik pemimpin formal maupun pemimpin informal dalam masyarakat dan tidak melibatkan pihak diluar pemerintah desa (Pemerintah diatasnya atau kelompok lainnya). 1. Pengantar: Cermin Fenomena Buruknya Administrasi Pertanahan di Madura "Bumiinibukanuntukkamutetapititipanuntukanakcucumu"2ungkapaninimungkinsangat cocokuntukselaludidengungkanpadasetiaptelingaorangMaduraagarmerekatidakceroboh dalammelakukantransaksitanahmereka,sehinggaanakcucunyatidakmengalamimasalah. 1Carok adalah duel atau tantangan antara dua orang atau lebih, dengan menggunakan clurit sebagai senjata utama mereka Pada beberapa kasus, carok berakibat satu atau lebih pelaku tewas. 2Ungkapan ini bukan diperoleh dari wawancara dengan informan tetapi merupakan pendapat penulis yang disarikan dari nilai-nilai dalam agama penulis. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 23 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Sekarangkalaudapatwarisantanahbukanhanyadapatkankekayaantetapiadakemungkinan akanmendapatpetaka,karenaketidakjelasanstatustanahitu. Berikutinimerupakancermin kecilfenomenajeleknyaadministrasipertanahandiMadurakhususnyadipedesaan. Kotak 1: Administrasi Pertanahan di Madura "Ada hubungannya dengan jual-beli, dijual pada waktu dulu oleh orang bapak-bapaknya, kalau dulu tanah itu bisa ditukar dengan jagung, sekarang oleh anak-anaknya diakui kembali dengan alasan tanah koq hanya ditukar dengan jagung, yang beli tidak rela tanah itu diambil lagi, kalau mau memilikinya beli lagi dengan harga sekarang" "Masalah warisan itu tidak jadi masalah, yang banyak jadi masalah itu karena jual-beli pada waktu dulu, tana sa lokke' eorob jagung saganthe' (tanah satu petak ditukar jagung segenggam), kalau dilihat sekarang harga begitu tidak sebanding, tapi kalau dulu itu sesuai karena disini dulu itu sulit, untuk makan saja susah, sehingga tanahpun ditukar makanan" "Dulu tanah itu tidak berharga, disini dulu sulit, sehingga tanah dua kotak ditukar dengan singkong satu keranjang." "Tanah bisa ditukar kopi, tiap hari minum kopi tidak bisa bayar akhirnya tanahnya diserahkan." Peserta FGD, Laki-laki, 05 Mei 2003 Tanah menjadi salah satu duri dalam kenyamanan hidup bermasyarakat di Madura. Tidak sedikitperselisihanyangterjadikarenaurusantanah. Fenomenainimerupakansebuahbentuk konsekuensi dari kelalaian para orang tua di Madura dulu. Kasus perebutan tanah yang terjadi di Madura merupakan akibat dari jeleknya administrasi pertanahan di pedesaan di Madura.3 Andaikan dulu para sesepuh orang Madura sangat memperhatikan aturan dalam proses pemindahan hak milik atas tanah maka mungkin tidak akan terjadi banyak masalah padagenerasisekarangmengenaihakmilikatastanahmereka. "Keturunan yang memiliki tanah mengklaim kalau tanah itu milik Bapaknya dan dia mempertanyakan bukti kalau si orang yang menempati tanah itu merasa berhak atas tanah itu, si orang yang sekarang menguasai tanha tidak bisa menunjukan buktinya, maka terjadilah sengketa." Abdul Makmur, Tetua Desa, 2 Mei 2003 Setiap ada kasus tanah hampir tidak ada bukti formal yang dapat dijadikan acuan,4 karena biasanya orang Madura melakukan transaksi jual beli tanah hanya berdasar saling percaya dan berdasar saksi hidup. Hal ini merupakan kondisi yang rawan, karena umur manusia bukanratusantahun,kalausaksihidupitumeninggalmakahilangpulabuktitransaksinya.5 3FGDlaki-lakiNo.004,5Mei2003,mengenaibentukkonflikyangseringterjadididesadanpenyebabnya. 4Format Studi Kasus No. 043b. 5Ibid. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 24 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said "Pada jaman Belanda dulu nenek moyang dari orang yang bersengketa tanah melakukan transaksi jual beli namun itu dilakukan atas dasar kepercayaan tanpa bukti" Abdul Makmur, Tetua desa, 2 Mei 2003 2. Awal Pecahnya Konflik Demi Tanah Warisan Tujuhtahunyanglalu(sekitartahun1996)Sammat(daridesaPalengaanDaja)menggugat Sardiman(daridesaPoreh)bahwatanahyangsekarangdikelolaolehSardimanadalahhak miliknya.6 Alasannyaadalahbahwatanahitumerupakanmilikdaribibinyayangtidakmemiliki keturunan. "Latar belakang permasalahan tanah itu dulu ada orang Poreh (orang tua Sardiman) kawin dengan orang Palengaan Daja (bibi dari Sammat), tetapi dari perkawinan itu tidak punya keturunan, kemudian istrinya meninggal. Selama perkawinan itu sang istri memiliki tanah warisan dari orang tuanya. Setelah sang istri meninggal tanah yang asalnya milik sang istri tetap digarap oleh sang suami, kemudian sang suami menikah lagi dengan wanita kedua, punya anak ... sekarang tanah itu mau diambil oleh Sammat (misan istri pertama), tetapi anak istri kedua yang mewarisi tanah itu tidak mengijinkan, karena menganggap itu tanah orang tuanya" Rahmat, saksi, 3 Mei 2003 Sardimanditemanisaudarasepupunya(Jaelani)menolakuntukmemberikantanahitudengan alasanbahwatanahituadalahwarisandariorangtuanya.7 DanmenurutpihakSardimanjuga bahwatanahitudulunyamemangmilikbibinyaSahrawitetapidulukatanyatanahitutelah dijualkepadaorangtuaSardimandengandibelikanseekorsapi.8 Karenadalamkurunwaktu yangdisepakatitidakbisaditebusmakatanahitumenjadihakmilikdariorangtuaSardiman (dari desa Poreh).9 Namun dalam Petok C status dari tanah yang disengketakan itu masih atasnamapihakdariPalengaanDaja,belumadaprosesbaliknamawalaupundulukatanya tanahitupernahdijual.10 "Di Petok C, tanah itu atas nama Palengaan Daja namun dulu katanya sudah dijual tetapi tidak dibaliknamakan. Jadi secara hukum sebenarnya posisinya lebih kuat pihak Palengaan Daja (Sammat)." Marsuid, Klebun, 5 Mei 2003 6 Format Studi Kasus No. 050. 7 Format Studi Kasus No. 050. 8 Ibid. 9 Ibid. 10Format Studi Kasus No. 039b. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 25 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said KarenasaatmenemuiSardimantidakbisamemperolehtanahitu,akhirnyaSammatmelapor kePakKlebunbahwatanahnyayangberadadidusunTengginaDuatelahdirebutolehSardiman (tinggal di desa Poreh).11 Sebelum melapor Sammat sempat memasang patok (batas tanah dengan kayu atau bambu yang ditancapkan) di lokasi sebagai bukti bahwa tanah itu adalah miliknya.12 Setelah pemasangan patok itu terjadi cekcok tetapi tidak sampai bentrok hanya bertengkar mulut.13 "Dulu seperti saat sekarang ini (sekitar pukul 14.00 WIB dan gerimis, ini seperti saat peneliti melakukan wawancara) saya (Sanen) disinggahi Sammat dan Husen (keluarga Sammat) diajak memasang patok dengan bambu yang dicat merah ... setelah itu (pemasangan patok) terjadi cekcok." Sanen, Saksi, 5 Mei 2003 3. Penyelesaian Sengketa Cluritpun Ikut Musyawarah Untukmenyelesaikankasusitukarenasudahadalaporan,PakKlebunmemanggilduapihak yang bertikai tetapi Sardiman tidak pernah hadir memenuhi panggilan itu. Pertemuan direncanakandirumahpakKlebun,dalampertemuanitutidakadapenyelesaian.14 Kemudian pertemuan kedua dilakukan di lokasi tanah yang disengketakan namun juga belum ada kesepakatan, antar dua pihak tidak ada kesepahaman dalam masalah ini.15 "Dalam penyelesaian kasus ini semuanya ada lima kali pertemuan, yang pertama dilakukan dirumah pak Klebun tetapi tidak ada kesepakatan, kemudian pertemuan kedua dilakukan di lokasi karena Pak Klebun langsung turun ke lokasi, tetapi juga tidak diperoleh penyelesaian." Rahmat, Saksi, 3 Mei 2003 UntukprosespenyelesaianberikutnyayaitupertemuanketigadilakukandiDusunTenggina Dua,pertemuandilakukandidusuniniagarduapihakdapathadirdalammusyawarahkarena lokasiinimerupakanlokasitengah-tengahantarapihakPalengaanDajadenganpihakPoreh.16 Pertemuan bertempat di rumah seorang tokoh masyarakat dan juga dulu sebagai Kepala Dusun(HamidPakBahria).17 11Format Studi Kasus No. 050. 12Format Studi Kasus No. 054. 13Ibid. 14Ibid. 15Format Studi Kasus No. 054. 16Format Studi Kasus No. 050 dan No. 039b. 17Ibid. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 26 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said PertemuandirumahPakHamiddilakukansianghari,pihakdariPorehtidaklangsunghadir, baru saat hari sudah sore mereka datang.18 Waktu itu mereka (pihak Poreh) datang saat forum akan makan sore, tiba-tiba mereka datang dengan berteriak-teriak carok.19 Sekitar enamorangdatang,namunsemakinbertambahbanyakdenganmembawacluritmendatangi rumahPakHamid.20 Menurutinformanlainjumlahorangyangdatangmencapai20orang.21 Jumlah ini tidak pasti karena tiap informan berbeda, tetapi dapat disimpukan dari beberapa informasibahwajumlahorangyangterlibatbisamencapai20orangkarenayangmembawa massa itu bukan hanya pihak dari desa Poreh tetapi juga pihak dari Palengaan Daja, sejak siangpendukungdaripihakPalengaanDajaberadadiluarpagarrumahPakHamid.22 Halitu kemungkinan benar karena tidak hanya dari pihak Poreh saja tetapi pihak dari Palengaan Dajajugabanyakjumlahnya.23 "Saat itu sudah menjelang sore, mau makan, nasi sudah siap, lalu datang dari utara (desa Poreh) dan berteriak `Carok...Carok...Carok Bai!'(carok ... carok ... carok saja!), ada sekitar enam orang dengan membawa clurit" Sanen, Saksi, 5 Mei 2003 "... tahu-tahu dari Poreh datang bawa clurit, sekitar 20 orang membawa clurit, massa terus berdatangan dan akhirnya semakin banyak...." Marsuid, Klebun/Mediator, 5 Mei 2003 Dalam pertemuan itu semua pihak yang berselisih saling berbicara dengan suara keras dan nyaring dan dua pihak sudah berhadapan.24 Kalau saja Pak Klebun waktu itu tidak disana dantidaklangsungterjundalamkerumunanduakelompokyangsudahbersitegangitumungkin carok akan terjadi.25 Karena sejak baru datang orang Poreh sudah berteriak-teriak "carok...carok....caroksaja!"26 PakKlebunmemberikanpengertianpadaduabelahpihak danmemintaagartidakmelakukancarokdemikebaikanbersamadanmengajakuntuktetap diselesaikandengandamai.27 PakKlebunmemintaagarcluritdarisemuapihakdiserahkan sebagainiatbaikdanorangnyasemuadimintamembubarkandiri.28 Akhirnyamerekadapat dilerai/dipisahdancarokdapatdicegah. DisinilahnampakbagaimanaKlebunpunyakekuasaan dankewibawaandidepanwarganya. 18Ibid. 19Format Studi Kasus No. 054. 20Ibid. 21Format Studi Kasus No. 039b. 22Format Studi Kasus No. 054. 23Format Studi Kasus No. 039b dan No. 054. 24Format Studi Kasus No. 050. 25Format Studi Kasus No. 039b. 26Format Studi Kasus No. 054. 27Format Studi Kasus No. 039b dan No. 054. 28Format Studi Kasus No. 054 dan No. 039b. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 27 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said "Akhirnya clurit dirampas oleh Pak Klebun dan dibuang ke alas (hutan)." Sanen, Saksi, 5 Mei 2003 "...terus saya lari pergi ke orang yang berkerumun yang akan bercarok ... waktu itu orang dari desa Poreh berhadap-hadapan langsung dengan pendukung dari Palengaan Daja. Sewaktu hampir mau carok saya melompat pergi ke kerumunan orang itu yang berteriak carok-carok. Akhirnya saya ambil senjata tajamnya seperti clurit dan pisau saya amankan" Marsuid, Klebun/ Mediator, 5 Mei 2003 "Setelah saya temui kedua belah pihak akhirnya mereka mau pulang ke rumah masing-masing, carok tidak sampai terjadi, saya kumpulkan semua cluritnya, ada satu tumpuk" Marsuid, Klebun/Mediator, 5 Mei 2003 Dalampertemuanitujugahadirdaripihakkecamatantetapiitubukandiundangsecaraformal, yangdatangwaktuituadalahPakRangga(SekretarisKecamatan).29 MenurutPakKlebun, PakRanggadatanghanyakarenamereka(PakKlebundanPakRangga)temanbaiksehingga PakRanggaikuthadirdalampertemuanwaktuitu.30 "Polisi, Kyai, Camat dan Badan Pertanahan tidak ikut menyelesaikan, hanya diatur oleh desa saja." Rahmat, Saksi, 3 Mei 2003 "Waktu kejadian itu tidak ada polisi." Sanen, Saksi, 5 Mei 2003 Jadidalammekanismepenyelesaiankonflikinibisadikatakantidaksampaimelibatkanpihak kecamatan atau tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.31 Penanganan hanya ditingkat pemerintah desa dan juga melibatkan pemimpin informal desa sebagaiTetua Desa yang dipercayamasyarakatdesasebagaiorangyangtahudanfahamtentangsejarahkepemilikan tanah di desa Palengaan Daja.32 "Tapi kalau urusan peta tanah, Klebun disini tidak tahu yang tahu itu orang-orang yang sudah sepuh (tua), seperti pak Dul Makmur itu yang faham urusan tanah di Angsoka Timur A, Tenggina 1 dan Tenggina 2." Peserta FGD Laki-laki, 5 Mei 2003 29Format Studi Kasus No. 039b dan No. 054. 30Format Studi Kasus No. 039b. 31Format Studi Kasus No. 050 dan No. 054. 32Format Studi Kasus No. 050, pemimpin informal yang dipercaya masyarakat ini adalah Pak Abdul Kramat, yang memang sudah lama (puluhan tahun) menangani urusan pertanahan di desa Palengaan Daja, baik saat sebagai Sekretaris Desa ataupun sampai saat ini tetap sering dimintai bantuannya oleh masyarakat untuk menyelesaikan masalah tanah. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 28 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Setelah kejadian itu tetap diupayakan proses penyelesaian terhadap sengketa tanah itu.33 PakKlebunmasihmelakukanpemanggilanterhadapduapihakuntukmelanjutkanmusyawarah tetapi pihak dari Poreh tidak menanggapi panggilan itu sehingga sampai saat ini belum ada penyelesaian atas kasus.34 Setelah kejadian itu (ketegangan di rumah Pak Hamid) ada dua kaliundangandariPakKlebununtukmusyawarah. "Pertemuan keempat dan kelima tidak terlaksana karena pihak-pihak yang dipanggil tidak mau hadir ... setelah dipanggil dua kali tidak ada yang hadir akhirnya tidak ada apa-apa lagi..." Rahmat, Saksi, 3 Mei 2003 DalampenyelesaiankasustanahinitidakmelibatkanKepalaDesaPorehkarenalokasidari tanahyangmenjadikasuberadadalamwilayahdesaPalengaanDaja,hanyasajaorangatau pihakyangbertikaisalahsatunyabertempattinggaldidesaPoreh. Dankasusinibukankasus pertikaianantardesasehinggatidaksampaimelibatkanduaKepalaDesa.35 Sampaisekarangbelumadapenyelesaian(lihatKotak2),tanahtetapdikuasaiolehpihak desa Poreh (Sardiman) bahkan sekarang ada kabar bahwa tanah itu sudah dibagi dua antaarSardimandengansaudarasepupunya(Jaelani).36 Sammat(daridesaPalengaan Daja)tidakmendapatbagianapapundaritanahitu.37 Kotak 2: Keadaan Konflik Saat Ini "Setelah itu saya tidak menindaklanjuti, kedua belah pihak tidak ada lanjutnya, tahu-tahu tanahnya dikerjakan oleh pihak yang dari Poreh..." "Setelah itu sama sekali tidak ada dari pihak yang bersengketa, kabarnya kemudian tanah itu dibagi dua begitu saja oleh orang Poreh" Marsuid, Klebun Mediator, 5 Mei 2003 "Sampai sekarang sengketa itu belum ada penyelesaian, tanah menjadi milik Saliman" Sanen, Saksi, 5 Mei 2003 33Format Studi Kasus No. 050. 34Format Studi Kasus No. 039b; No. 050; dan No. 054. 35Dari analisa penulis, dengan memperhatikan kontek konflik yaitu bahwa konflik ini terjadi dalam satu wilayah kekuasaan (obyeknya/tanah yang disengketakan), karena informasi dari lapangan kurang mendukung analisa ini. 36Format Studi Kasus No. 039b; No. 050; No. 54. 37Format Studi Kasus No. 039b; No. 050; dan No. 054. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 29 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said "Setelah dipanggil dua kali oleh Pak Klebun tidak ada yang hadir, akhirnya tidak ada apa- apa lagi, tahu-tahu terdengar kabar tanah itu sekarang dibagi dua antara Saliman dengan Ma'enten (sepupu dari Saliman yang ikut membela mempertahankan tanah itu), Sammat tidak mendapat bagian apa-apa, sampai sekarang belum ada penyelesaian...." Rahmat, Saksi, 3 Mei 2003 Sebelumnya (setelah musyawarah ketiga yang terjadi ketegangan) sebenarnya tanah yang menjadisengketasempatdikosongkandandibiarkantidakadapenggarapanlahan.38 Namun itutidakbertahanlamakarenapihakdariPorehsudahmenggaraptanahitulagidanbahkan sudahdibagimenjadiduaantaraSardimandanJaelani(semuanyapihakdaridesaPoreh).39 Proses mediasi yang dilakukan oleh Klebun danTetua Desa tidak berhasil menyelesaikan sengketa tanah ini. Tetapi bukan berarti Klebun danTetua Desa tidak mampu karena kalau kitalihatmemangdariduapihakyangbertikaitidakadatindaklanjutdansaatdirencanakan akandilakukanmusyawarahlanjutanduapihakyangbertikaitidakadayangdatang. Bukan berarti Klebun tidak peduli pada permasalahan yang dihadapi warganya tetapi kalau tidak adaiktikadbaikdankemauandaripihakyangbertikaitidakmungkinseorangKlebunmemaksa warganyauntukpenyelesaiansengketayangdihadapinya. Kalaunantinyapihak-pihakyang bersengketadatangkembalikepadaKlebunmintauntukdiselesaikanmakasengketainiakan dibahaskembali. 4. Kesimpulan Permasalahan tanah di Madura banyak terjadi karena lemahnya administrasi pertanahan khususnya di daerah pedesaan. Hal ini bukan hanya karena badan pertanahan yang patut disalahkantetapijugafaktormanusianyadanmungkinkebiasaanyangmembentukpribadi- pribadiyangtakpedulipadapentingnyaadminstrasipertanahan. Untukpenyelesaianakanselalumengalamikesulitanapabiladilakukandenganberdasarkan buktiformalkarenaakansangatlangkauntukbisamendapatbarangbuktiformalitu. Sejak dulujarangorangpedesaanMaduramelakukantransaksidenganadanyabuktiformal,biasanya hanyadengansalingpercayadansaksihidup. Mungkinsemasasaksihidupituadatidakakan munculbanyakmasalahtetapiumurmanusiatidaksebandingdenganumurgunatanah. Manusia jarangsampaiadayangberumurratusantahun,sedangkanumurgunatanahbisaribuantahun asalkanTuhan belum hancurkan tanah itu atau telah berakhir kontrak bumi untuk menjadi tempatbermainmanusiasebelummenghadapTuhannyalagi. 38Format Studi Kasus No. 039b. 39Format Studi Kasus No. 039b. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 30 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Penyelesaiankasustanahakansulitkalaupihakyangbersengketasalingtidakmengalahdan menyangkuthakmilik. Mungkinakanlebihmudahkalaudiselesaikandenganjalurhokum formal tetapi mungkin jalan ini akan membuat satu pihak menjadi sakit hati. Jalur hukum formal juga akan menyebabkan salah mengambil keputusan karena hanya berdasar bukti formalpadahalorangMaduramemilikitanahbanyakyangtidakpunyabuktiformalwalaupun tanah itu diperoleh secara sah karena dibeli dengan akad kesepakatan. Menurutsayasolusitetapharusdenganpenyelesaianinformalwalaupuniniakansangatsulit danrumitkarenaharusmengurutsejarahdanmengumpulkanbuktiatausaksidariparasepuh (orangyangtua,yangtahusejarahtanahyangdisengketakan). SebuahPRbesarbagipemerhati (pihak yang punya kepedulian) hukum untuk masyarakat miskin di pedesaan. Pencerahan hukumbagimasyarakatdesamerupakansolusijangkapanjanguntukmemutusrantaipetaka pertanahan di pedesaan, khususnya pedesaan di Madura. Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 31 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Kronologi Kasus: Warisan Membawa Petaka Waktu Kejadian Puluhan tahun lalu Terjadi pernikahan dan tanah milik sang istri (warisan dari orang tuanya) diambil sang suami saat sang istri meninggal, dalam pernikahan itu tidak dikaruiai keturunan. Tujuh tahun yang Sammat meminta kembali tanah warisan Bibinya pada lalu Sardiman namun tidak diberikan. Beberapa hari Sammat memasang patok (Tanda batas tanah) pada tanah kemudian yang diklaim sebagai haknya, setelah pemasangan terjadi cekcok (pertengkaran). Satu hari kemudian Sammat melaporkan kepada Pak Klebun kalau tanahnya diambil oleh Sardiman. Rentang waktu Ada musyawarah di rumah Pak Klebun tetapi tidak ada tidak diketahui, kesepakatan penyelesaian. tetapi pasti dalam hitungan hari atau minggu saja Rentang waktu Pertemuan kedua dilakukan di dusunTanggina 2 dekat lokasi tidak diketahui tanah tetapi pihak Poreh (Sardiman) tidak hadir sehingga musyawarah tidak berjalan. Rentang waktu Pertemuan ketiga dilakukan di dusun Tenggina 2 lagi di tidak diketahui rumah Hamid Pak Bahria, dalam pertemuan ini tidak ada tetapi tetap dalam kesepakatan karena pihak Poreh datang dengan mengajak sekitar tujuh tahun kekerasan, tetapi tidak samapi terjadi carok hanya yang lalu karena ketegangan langsung diredahkan oleh Pak Klebun. penyelesaian tidak Akhirnya berakhir tanpa penyelesaian. lebih dari satu tahun sampai terjadinya ketegangan di dalam pertemuan ke tiga Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 32 Warisan Membawa Petaka Desa Palengaan Daja, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan Penulis: Mohammad Said Peta Lokasi Kejadian: D C 9 8 7 6 5 B 11 4 E 1 3 2 A 10 F KETERANGAN : 1 : Dusun Londalem A : Desa Tlambah 2 : Dusun Tareta 1 B : Desa Blu'uran 3 : Dusun Laccaran 4 : Dusun Tareta 2 C : Desa Bulmatet 5 : Dusun Angsoka Barat D : Desa Poreh 6 : Dusun Angsoka Timur A 7 : Dusun Angsoka Timur B E : Desa Pangsanggar 8 : Dusun Tenggina 1 F : Desa Palengaan Laok 9 : Dusun Tenggina 2 : Batas Dusun : Lokasi Tanah Sengketa : Batas Desa Palengaan Daja : Batas Desa Lain Peneliti: Mohammad Said and LuthfiAshari; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 33 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Ketika Inang Tak Lagi Mengayomi Asuhannya: Maka Civil Disobedience-pun Termanifestasi dalam Aksi Pembakaran Hutan Ringkasan Hutan merupakan sumberdaya alam yang rentan menjadi objek konflik, salah satunya dalam kasus pembakaran hutan yang berlangsung di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo. Konflik ini berkaitan dengan kebijakan Perusahaan Hutan Indonesia (Perhutani) dalam penentuan tiga jenis tanaman yang tidak kontekstual dengan karakteristik geografis Desa Dayakan, karena tiga jenis tersebut memberikan dampak negatif kepada lahan warga. Kasus ini menarik karena menyoroti hubungan antara lembaga pemerintahan dengan masyarakat, dan khususnya keterbatasan kemampuan yang dimiliki suatu masyarakat untuk mempengaruhi kebijakan lembaga dan meminta "pelaksanaan pelayanan publik" dengan cara yang produktif dan damai. Konflik ini diperparah karena hubungan yang tidak baik yang berlangsung terus antara Perhutani dengan masyarakat desaserta situasi sosio-politik seputar pemilihan kepala desa (pilkades) tujuh bulan sebelumnya. Tanpa tanggung- tanggung, konflik ini berdampak pada berkurangnya sumber penghidupan alternatif bagi masyarakat Dayakan yang menyandarkan hidupnya pada pertanian lahan kering, serta perusakan sumber daya hutan milik Perhutani. Hingga saat ini konflik masih berlangsung tanpa diketahui siapa aktor pembakaran hutan. 1. Si Inang Harus Dicungkil Dulu Untuk Mendapat Perhatiannya: Pola Relasi Perhutani dan Masyarakat Sekitar Hutan yang Melatarbelakangi Konflik DayakanadalahsebuahdesadiwilayahKecamatanBadegan,KabupatenPonorogo,letaknya diujungselatanberbatasandenganwilayahKabupatenPacitansertaWonogiri. Selainmemiliki karaktertanahyangrelatifkering,DesaDayakanjugameliputiarealhutanyangluas,yaitu 694hektardaritotalarea1.203hektar1,artinyalebihdari50persenwilayahDayakanberupa hutan. Secara ekonomis, keberadaan hutan ini menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakatyangtinggaldisekitarhutan. Tidakdapatdiketahuisecarajelaskapanpenduduk Dayakan mulai menjadikan hutan sebagai salah satu sumber penghidupannya. Pada 1Sesuai data yang terdapat dalam Kecamatan dalam Angka Tahun 1999. Namun dalam Monografi Desa 2001 disebutkan bahwa luas total area Desa Dayakan adalah 1267 hektar. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 34 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini kenyataannyaadabeberapadusunataulingkunganyangletaknyadikelilingiolehhutandan hampirterisolasidaridusunataulingkunganlainnya.2 Kondisiinimemberikanpeluangyang besarbagipendudukDesaDayakanuntukmencaripenghidupandisekitarkawasanhutan. Denganpolapertanianlahankeringyangmengandalkanairhujan,aktivitasbertanilebihbanyak dan lebih produktif dilakukan di musim penghujan. Sebagai alternatif, di musim kemarau sebagian penduduk menyadap getah pohon pinus yang tumbuh di areal hutan.3 Sebagian pendudukyanglainmengolahlahanhutanyanggundul,yaitumenanaminyadenganberbagai tanaman pangan, misalnya singkong, jagung, atau tanaman lainnya yang bisa menunjang kebutuhan pangan cadangan untuk musim kemarau.4 Penduduk lokal menyebut lahan ini denganbaon,yaitulahanbekaslokasipenebanganyangdijadikanladang. Selainitu,penduduk yangmemilikihewanternakmengandalkanhutanuntukmencarikanpakan(makananternak) bagi binatang piaraannya. Hampir setiap hari, biasanya di siang atau sore hari, penduduk mencarirumputdihutanyangtumbuhdibawahpepohonan.5 Bagaimanapun,secarahukum,masyarakatbukanlahpemilikhutan,meskipunsecarahistorio- kulturalmasyarakatyangtinggaldisekitarhutanmemiliki`kedekatan'6dengankawasanyang menjadi salah satu penyangga hidup mereka.7 Secara hukum, hutan di kawasan Dayakan merupakanpropertiPerum(PerusahaanUmum)Perhutani. Berdasarkanstrukturdiatas,kawasanhutandiDesaDayakanberadadibawahpenguasaan ResortPemangkuHutan(RPH)Watubonang,yangsecarastrukturaltermasukdalamKesatuan PemangkuHutan(KPH)Lawu. Secaralangsung,pengelolaanhutandiDesaDayakanditangani oleh PakAli, Kepala RPH Watubonang, yang lebih dikenal dengan sebutan Pak Mantri, dibantuolehbeberapamandor. Dalamtigapuluhtahunterakhir,sejarahDesaDayakanmenggambarkankurangharmonisnya hubunganPerhutanidenganpemerintahdanmasyarakatDesaDayakan. Seoranginforman 2Desa Dayakan terdiri dari 4 dusun, yaitu: Sekarputih, Kliyur, Jurangsempu, danWatuagung. Sekarputih terlatak di wilayah yang datar, Kliyur sebagian wilayahnya datar dan sebagian landai, sedangkan Jurangsempu dan Watuagung sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan dan hutan. Disampaikan oleh Totti (tokoh masyarakat) dalam FGD di Dusun Jurangsempu, Dayakan, (baca Wawancara No. 854). 3Wawancara No. 865 dengan Sardiman (Bayan), Dusun Kliyur dan Juri (masyarakat biasa), Dusun Kliyur (Wawancara No. 881). 4Wawancara No. 865, ibid dan Boinem, masyarakat biasa, Dusun Jurangsempu. 5Wawancara No. 879 denganAli (Mantri Hutan), Dusun Sekarputih. 6Masyarakat tradisional yang tinggal di sekitar hutan memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan hutan secara arif `mengambil hasil hutan sebatas memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari'. Dengan pola hidup yang demikian kebutuhan hidup masyarakat terpenuhi dan forest sustainability terjaga. 7Wawancara No. 837 dengan Tlenik (Guru TK), Dusun Kliyur; dan Wawancara No. 881, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 35 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini menceritakantentangbeberapakasusyangmenunjukkanhubunganyangkurangharmonis ini. Berikutsebuahpetikanyangmenceritakansalahsatukasus,yaitukasustukargulingtanah diwilayahOgal-Agil.8 "Masalah dengan Perhutani memang sulit. Sebelum ijin soal pembangunan jalan itu [maksudnya pembangunan jalan ke Jurangsempu tahun 1998], masyarakat di sini sudah pernah punya masalah dengan Perhutani. Masalahnya adalah tanah di sebelah timur Ogal-agil, dulu mau ditukar dengan tanah milik Perhutani yang ada di bagian bawah ini [sebelah Barat rumah Pak Sardiman di Dusun Kliyur]. Rencana itu sudah ada sejak tahun `70-an tetapi sampai sekarang belum ada surat keterangan yang menyatakan bahwa ada perjanjian antara Perhutani dengan masyarakat. Istilahnya tidak ada ijab kabul (pernyataan perjanjian)-nya. Padahal tahun `70-an sampai sekarang itu kan sudah lebih dari 30 tahun. .... Saya ingat betul saat itu karena saya masih menjadi hansip [Pertahanan Sipil, masyarakat sipil yang dilatih kemiliteran untuk dijadikan tenaga pengamanan di desa], saat itu kepala desanya Pak Saraf. .... Pak Saraf itu [kepala desa] sebelum Pak Karya, setelah Pak Karya baru Pak Kardi [Kepala Desa Dayakan sekarang]. Tanah itu milik desa, tetapi sekarang tidak ada yang menggarap, ya dibiarkan gundul saja. ..." Sardiman, Bayan, Dusun Kliyur, 26 Juli 2003 Kasus Ogal-Agil ini menjadi bibit dari kurang harmonisnya hubungan Perhutani dengan pemerintah maupun masyarakat Desa Dayakan. Kutipan di atas menunjukkan ketidakpercayaanmasyarakatterhadapPerhutanidalammenanganipersoalantukarguling tanah. TawaranPerhutaniuntukmenukartanahdilerenggunungitumenjadisuatupengharapan bagi masyarakat desa yang mata pencaharian utamanya ini bertani.9 Ketidakjelasan implementasitawaraninimembuatmasyarakatpataharang. Yanglebihmembuatsedihadalah, akhirnya,tanahyangakanditukarolehPerhutanitidakdiolahlagiolehpemerintahmaupun masyarakatDesaDayakankarenamerekamasihmenaruhharapanakandigantinyatanahitu dengantanahyanglebihproduktif. BelumlahusaipersoalantukargulingtanahOgal-agil,hubunganPerhutanidenganmasyarakat DesaDayakankembalimerenggangdenganadanyakasuspembukaanjalanmenujuDusun 8 Ogal-agil adalah nama sebuah lingkungan (kampung) di wilayah Dusun Jurangsempu (lihat Peta Desa Dayakan). 9 Lingkungan Ogal-agil ini terletak di kawasan yang bergunung terjal. Lahan pertanian ladangnya terletak di lereng-lereng bukit, sehingga petani seringkali mengalami kesulitan untuk mengolah maupun mengambil dan mengangkut hasil tanamannya. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 36 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Watuagung bagian selatan.10 Kasus kali ini menambah ketegangan antara Perhutani dan masyarakatDesaDayakan,khususnyamasyarakatDusunWatuagungbagianselatan(baca Kotak 1). Kotak 1: Kasus Pembukaan Jalan ke Dusun Watuagung bagian Selatan "Waktu itu kan ceritanya belum ada jalan ke Watuagung kidul (bagian selatan). Kalau mau ke sana harus lewat hutannya Kehutanan [maksudnya Perhutani]. Masyarakat Watuagung sudah lama ingin membangun jalan. Apalagi pernah ada orang mau melahirkan mengalami pendarahan, harus dibawa ke Puskesmas. Wah angel tenan nggawane (wah sulit sekali membawanya), kan harus melewati hutan. Akhirnya masyarakat rundingan (berunding) untuk membuat jalan. Mereka menebangi pohon-pohon Kehutanan. Jalannya lumayan panjang sih, hampir 1 kilometer. Wah, langsung geger (ramai, tegang) itu, Mbak. Bupati, Polres,ADM [Administratur Perhutani] dari Madiun juga datang. Kehutanan merasa kecolongan kayu jati banyak sekali. Beberapa penduduk Watuagung didatangi polisi, ditanya macam-macam. ...sebenarnya sudah ngomong [maksudnya minta ijin], sudah 2 kali, ke Mandor sama Mantri (Hutan). Tapi waktu itu belum diijinkan. Lama sekali ditunggu-tunggu nggak ada keterangan. Padahal itu sebenarnya ijinnya sudah turun di Madiun ... Saya tahunya ya dari ADM itu. Tapi kalau ditanya, mandor sama mantri itu bilang gak tahu apa-apa ... saya sebenarnya paham kenapa mandor dan mantri selak [berdalih, tidak mau mengakui], karena itu kan menyangkut puluhan pohon jati. Ya kalau misalnya atasannya tahu kalau sebenarnya Mandor dan Mantri itu dipamiti, kemungkinan paling baik dia dipindah. Yang paling buruk ya dicopot (dilepas) dari jabatannya. Tapi akibatnya ya masyarakat yang dipersalahkan. Nah, setelah itu masyarakat jadi kurang suka sama Perhutani. Pikirnya masyarakat, wong mereka sudah puluhan tahun tinggal di sekitar hutan. Mau membuka jalan saja kok dipersulit. Sudah ijin baik-baik kok dipersalahkan..." Sardiman, Bayan, Dusun Kliyur, 26 Juli 2003 Dari cerita dalam Kotak 1 terbaca bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan ketegangan antara Perhutani dan masyarakat. Pertama, lambannya respon Perhutani dalam menyikapi kebutuhanmasyarakatakanjalanmenujuwilayahDusunWatuagungbagianselatan. Inisiatif masyarakatuntukmengajukanijinpembukaanjalan,merupakansatuhalpositifyangpatut dicatat. Artinya,masyarakatmemilikikesadaranbahwahutanyangakanmerekabukauntuk jalanituadalahmilikPerhutani. Akantetapi,tindakaninitidakmendapatresponpositifdari Perhutani, si pemilik hutan. Akhirnya, masyarakat tetap membuka jalan tanpa menunggu turunnyaijinPerhutani. 10Penduduk lokal menyebutnya dengan wilayah Watuagung Kidul, yang meliputi lingkungan Spring, Mbecici, dan Krincing. Namun ketiga lingkungan lebih sering disebut dengan namanya masing- masing (Spring, Mbecici, dan Krincing). Berbeda dengan wilayah Watuagung Lor, meski di sana juga terdapat beberapa lingkungan (diantaranya Watuagung, Watu Irung, dan lain-lain), namun orang lebih sering menyebutnya dengan sebutan Watuagung Lor. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 37 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Faktorkedua,masihkuatnyastigmadariaparatbahwamasyarakatsekitarhutanadalahmaling kayu(pencurikayu),mendorongPerhutanimaupunlembagapemerintahanlainnyamengambil tindakanresolusiyangkurangtepat. Halinitermanifestasipadatindakanyangdiambil,baik olehPerhutani,PemerintahDaerah(Pemda)KabupatenPonorogo,maupuninstansikeamanan. Karenamerasakecolongankayupuluhanbatang,11 Perhutanimendatangkanpetugaspolisi dariPolres(KepolisianResort)KabupatenPonorogo,sekaliguspetugasintelejennya. Beberapa pendudukDusunWatuagungbagianselatandiinterogasiolehpolisi. Bahkanseorangwarga DusunKliyuryangberpartisipasidalampembukaanjalanitupundidatangiolehintel. Berikut pengakuaninformantentangpengalamannyadidatangiintel. "... Beberapa penduduk Watuagung didatangi polisi, ditanya macam- macam. Lalu ada intel yang datang ke rumah. Saya kan memang ikut bekerja membuka jalan itu dan bekerja atas nama masyarakat Watuagung. Intelnya itu kan gaya preman; rambut gondrong segini [sambil menunjuk pundaknya], pake jaket, tapi ya tetap beda. Pengamen sama intel itu kan beda cara ngomongnya. Saya agak gugup juga waktu itu. ... Saya tahu dia itu intel dari caranya bertanya, dari yang ngglambyar (nggak fokus) sampai yang njlimet (detail).Apalagi tip (tape recorder)-nya kelihatan. ... Tipnya ditaruh di dalam jaket gitu. Tapi kelihatan. Lha saya kan tambah keder (takut) lagi. Pikir saya, wah saya harus hati-hati ini. Soalnya nanti kan suara saya disetel di kantor polisi. Wah, saya jadi lakon (tokoh utama) betulan. .... [Q: Ditanya apa saja?] `Siapa yang nyuruh?' Saya jawab, `Gak ada, itu keinginan masyarakat Watuagung sendiri untuk membuat jalan.' `Masa?! ' katanya gak percaya. `Saestu (sungguh),' saya bilang. Terus intelnya tanya lagi, `Kayunya dikemanakan?' `Ya dibawa sama penduduk yang ikut bekerja, itung-itung imbalan buat mereka yang kerja bakti'. `Jangan-jangan dijual!' kata intelnya. `Ya, nggak, ya dibawa ke rumah penduduk'. `Siapa saja yang bawa?' Intelnya masih tanya terus. Waduh, kalau di suruh menyebutkan satu-satu ya sulit. Wong itu yang ikut kerja bakti hampir semua penduduk Watuagung. Dan memang kayunya yang ditebang kan banyak sekali. Itu [kayunya] semua dibagi sama penduduk. Mereka, ... ya Bupati, Polisi,ADM; mikirnya kalau kayunya itu dicuri lalu dijual.... " Sardiman, Bayan, Dusun Kliyur, 30 Juli 2003 TindakanPerhutaniyangmendatangkanpolisitelahmenimbulkanefekpsikologistidaknyaman kepadamasyarakatDusunWatuagung. Faktor ketiga yang memperparah situasi konflik ini adalah sikap Mandor dan Mantri yang mengelakkandiribahwamerekatidakpernahmendapatpengajuanijindarimasyarakatDusun 11Informan kesulitan untuk menyebutkan angka pasti berapa jumlah kayu yang ditebang untuk pembukaan jalan tersebut. Dia hanya mengira-ngira jumlah pohon yang ditebang untuk membuka jalan sepanjang hampir 1 kilometer (baca Wawancara No. 866). Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 38 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Watuagunguntukmembukajalan. SikapMandordanMantriinisangatdisesalkanolehseorang wargakarena,akibatnya,masyarakatlahyangdipersalahkan. Haliniberdampakpadasemakin memburuknyahubunganPerhutanidenganmasyarakatDesaDayakan.12 HampirsepuluhtahunberlalusetelahkonflikPerhutanidanmasyarakatDayakandalamkasus Jalan Watuagung, ketika kasus yang hampir sama berulang di tahun 1998 (lihat Kotak 2). SaatitumasyarakatJurangsempuberkeinginanmelebarkanjalansetapakmenujudusunmereka. Kotak 2: Kasus Pelebaran Jalan Menuju Dusun Jurangsempu ".... Jalan ke Jurangsempu itu dari dulu sudah ada, tapi memang cuma jalan setapak. Dulu, lama sebelum PPK sampai ke sini, jalan itu diperlebar oleh masyarakat, swadaya semua itu. Jalan setapak itu dibuat lebarnya menjadi sekitar 2 meter. ...Jalan yang dibuat itu memang di wilayah Perhutani, tetapi karena masyarakat memang sangat membutuhkan maka diusahakan untuk pelebaran. Dulu perangkat desa sudah berusaha meminta ijin dari Perhutani. Akan tetapi setelah ditunggu berbulan-bulan, dana itu tidak turun-turun, kabarnya surat itu ngendon [sudah sampai tetapi tidak segera diberikan/ diberitahukan kepada masyarakat] di Madiun, KPH Madiun. Karena masyarakat sudah tidak sabar menunggu, jadi jalannya tetap diperlebar saja. Jadi waktu itu banyak pohon jati yang ada di tengah jalan. Sebelah kiri dan kanannya sudah dibuat jalan tetapi pohonnya belum ditebang karena masih menunggu ijin dari Perhutani. Masyarakat sering mencongkeli pohon-pohon itu, ya syukur kalau bisa tumbang. Jadi tidak ada alasan Perhutani menyalahkan masyarakat karena masyarakat tidak menebang pohon. Pohon yang tumbang itu dipotong lalu diletakkan begitu saja di tepi jalan depan rumah saya ini. Tidak ada orang yang mau mengambil pohon-pohon itu karena yang dibutuhkan masyarakat memang jalan, bukan pohon. Masyarakat tidak butuh kayu. Melihat banyak pohon yang tumbang itu, akhirnya ijin dari Perhutani keluar..." Sardiman, Kliyur, 26 Juli 2003 Seperti dalam kasus Jalan Watuagung, Perhutani juga lambat dalam memberikan respon terhadappengajuanijinpelebaranjalanmenujuDusunJurangsempu.13 Belajardaripengalaman kasusWatuagung,masyarakattidaklangsungmenebangipepohonanyangmenghalangijalur jalanyangakandibuka. Tapimerekamenggunakancarayanglebihhalus,yaitumencungkili akar pepohonan dengan harapan dia akan tumbang dengan sendirinya. Masyarakat juga bersepakat untuk tidak membawa pulang pohon-pohon yang tumbang itu, mereka hanya membiarkannyaditepijalan.14 Selanjutnyakayu-kayujatiitudiamankanolehMantriHutan dibawa ke kantor RPHWatubonang yang terletak di Dusun Sekarputih. Bagaimana reaksi Perhutaniterhadapaksipemcungkilanpohonjatiitu? "Melihatbanyakpohonyangtumbang 12Wawancara No. 865, op cit. 13Wawancara No. 865, op cit. 14Ibid. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 39 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini itu, akhirnya ijin dari Perhutani keluar..." ungkap Sardiman, Kepala Urusan Umum Desa Dayakan.15 MelihatpolapenangananPerhutanidalamkasusjalanJurangsempuini,tampaknya PerhutanimulaibelajardarikasusWatuagung,dimanatiadanyaresponpositifdariPerhutani menimbulkantindakanbrutalolehmasyarakatdanmerugikanPerhutanisendiri(lihatKotak 2). YangjugamenarikuntukdisimakdarikasuspembangunanjalanmenujuDusunJurangsempu ini adalah tidak terjadinya tindakan kekerasan, berupa penebangan pohon-pohon, seperti yangterjadidalamkasuspembukaanjalankeDusunWatuagungbagianselatan. Meskipun saat itu, tahun 1998, mulai marak dengan gerakan reformasi, namun masyarakat Dayakan tidakserta-mertaterpengaruhuntukmelakukantindakanyangkerasatauanarkhis. Pengalaman psikologisyangtraumatikdarikasusWatuagungmenjadipelajaranpentingbagimasyarakat Jurangsempu,daninimelatarbelekangipilihansikapmasyarakatJurangsempuuntuktidak menebangipepohonandisepanjangjalansetapaksecaraanarkhis. SelainketigakasusyangterjadidiDesaDayakandiatas,adabeberapakasuslaindiKecamatan Badegan yang menunjukkan lemahnya mekanisme resolusi konflik oleh Perhutani. Kasus demonstrasi kayu di Desa Biting, misalnya. Ketidakmampuan RPH Badegan dalam memfasilitasi ketegangan antara pemerintah desa Biting, masyarakat Dusun Kresek, dan masyarakatDusunBrangkaltelahmemberikansumbanganterhadapterjadinyademonstrasi pada tahun 1999.16 Kasus lain yang juga terjadi di Desa Biting adalah ketegangan antara masyarakat Biting dengan pengelola PPK di tingkat kecamatan (Badegan), maupun antara pengelolaPPKditingkatkecamatan(Badegan)denganyangditingkatkabupaten(KMKab). Ketegangan ini bermula dari perdebatan tentang status lahan Perhutani yang akan dipakai sebagai lokasi pengembangan Pasar Wisata Kucur. Ketidaktegasan Perhutani menyikapi pengajuanijinpakaiitutelahmenyebabkankonflikdiantaraaktor-aktoryangdisebutkandi atas.17 Beberapakasusdiatas(Ogal-agil,Watuagung,Jurangsempu,demonstrasikayu,KiosPasar Wisata Kucur) menggambarkan lemahnya tanggung jawab Perhutani dalam memberikan pengayomanterhadapmasyarakatyangtinggaldisekitarhutan. Haliniberbedasekalidengan misiPerhutaniyangbertujuanmelakukankerjasamadanmemberikanpengayomankepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam rangka bersama-sama menjaga kelestarian hutan.18 Inkonsistensiiniternyatamenimbulkankekecewaankepadasebagianmasyarakat DesaDayakanyangmenggantungkanhidupnyakepadahutan. Apakahyangdilakukanoleh masyarakatDayakandengankekecewaannyatersebut? 15Ibid. 16Selengkapnya baca Studi Kasus "Demonstrasi Kayu di Desa Biting". 17Selengkapnya baca Studi Kasus "Kios PPK Kucur". 18Wawancara No. 879, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 40 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini 2. Api pun Menari-nari di Kaki Pohon-pohon Pinus SuatuharidibulanSeptember2002,19sekitarpukul1hingga2siang,masyarakatJurangsempu dan Kliyur dibuat heran oleh panasnya suhu udara siang itu. Beberapa orang keluar dan mencaritahuapayangterjadi.20 DuaorangdariDusunKliyur,SardimandanJohan,melihat alasjaten (hutanjati)diatasrumahnyaterbakar.21 Tapiitutidakberlangsunglama,sebentar saja sudah padam dan tidak menjalar luas. Beberapa saat kemudian Pak Sardiman melihat alaspinesan(hutanpinus)diatasalasjatenpunterbakar.22 Halyangsamajugadiungkapkan oleh Santo yang menyaksikan secara langsung kebakaran hutan tersebut. Berikut petikan kesaksian mereka berdua. ".... Kebakaran tahun kemarin itu [tahun 2002] terjadi waktu ada KKN [Kuliah Kerja Nyata] STAIN [SekolahTinggiAgama Islam Negeri] di sini, sekitar bulan 9 [September]. Waktu itu saya dan mas-mas KKN itu melihat dari jalan di depan sana. Apinya besar sekali, sampai-sampai tempat di sini terasa panas.... Lahan yang terbakar itu sangat banyak, dari bawah sana sampai ke puncak bukit. Kalau diperhatikan dari halaman, pohon- pohon yang terbakar itu sekarang tampak menghitam. .... [Q. Kira-kira jam berapa kejadian itu?] Sekitar jam 1 [siang] atau jam 2 [siang]. Saat itu kan memang sedang musim panas dan banyak angin....." Santo, Jurangsempu, 29 Juli 2003 "Kebakaran terjadi musim panas tahun lalu [2002], kira-kira bulan 9 [September]. Awalnya yang terbakar itu daerah jatenan [hutan jati] di atas itu, tetapi padam. Tidak sampai menjalar lebih luas. Setelah itu kebakaran lagi di atasnya, daerah pinesan [hutan pinus] di atas jatenan. Waktu kebakaran itu kira-kira sama seperti saat ini [saat wawancara jam 13.00 ­ 14.00]. Pinesan itu terbakar, apinya besar sekali, rasa panasnya sampai ke sini. Suaranya seperti truk lewat makadam di sana itu, grudug-grudug [menirukan suara truk yang lewat jalan makadam] seperti itu. Pinesan di atas jatenan itu habis terbakar.... Malamnya pinesan di sebelah timur [dusun] Sekarputih itu juga terbakar. Saya sama Mas Jun [Johan, Community Transformation Agent, PLAN International di desa Dayakan] 19Sebagian informan hanya ingat bahwa itu terjadi di bulan September 2002, tapi lupa tanggal dan hari tepatnya kejadian [Wawancara No. 865, op cit; Wawancara No. 870, op cit]. Sebagian informan yang lain bahkan hanya ingat bahwa itu terjadi tahun 2002 [Wawancara No. 860, op cit]. Namun sebagian informan yang lain menandai bahwa kebakaran hutan sudah terjadi 2 tahun terakhir [Wawancara No. 869, op cit; Wawancara No. 881, op cit,]. 20Diantaranya adalah Sardiman (Bayan) dan Johan (CTA­ Community TransformationAgent) di Desa Dayakan) yang melihat dari arah Dusun Kliyur (Wawancara No. 865, op cit) serta Santo (masyarakat biasa) dan mahasiswa KKN STAIN (Kuliah Kerja Nyata SekolahTinggiAgama Islam Negeri) Ponorogo yang melihat dari Dusun Jurangsempu (Wawancara No. 870, op cit). 21Rumah Sardiman terletak di Dusun Kliyur sekitar 25 meter di sebelah selatan Balai Desa Dayakan. 22Wawancara No. 865, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 41 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini melihat ke ke tengah sawah [di sebelahTimur rumah pak Sardiman]. Apinya tinggi sekali, sampai-sampai sawah di sini ini menjadi terang...." Sardiman, Kliyur, 26 Juli 2003 Kebakaran hari itu terjadi di beberapa lokasi secara bersama-sama. Sudarmo, seorang penggembalahewanternak,menceritakanbahwatahunlaluterjadikebakaransecarabersamaan diGunungGajah(salahsatupuncakpegunungandiwilayahJurangsempuyangbentuknya miripbinatanggajah)danbagiantimurjatenan(hutanjati)dibagiantimurDesaDayakan.23 SelainitukebakaranjugaterjadidibaonyangterletakdiantaraDusunKliyurdanJurangsempu.24 Ternyata kebakaran hutan di pinesan tidak hanya terjadi sekali itu. Beberapa informan menandaibahwakebakaranalaspinesanitusudahterjadisejaksatuhinggaduatahunterakhir, setiapmusimkemarau. Merekamenandainyadenganmulaiberkurangnyacadangansumber airdisekitarJurangsempu. Berikutpenuturanmereka. "Sekarang di ladang sedang ditanami singkong, tetapi hasilnya tidak sebanyak dulu. ...[Q: Kenapa?] Kurang air, Mbak. Sumber air semakin kecil, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. .... [Q: Sejak kapan persediaan air mulai berkurang?] Setahun terakhir, sejak hutan dibakari itu lho, Mbak...." Boinem, masyarakat biasa, Dusun Jurangsempu, 29 Juli 2003 ".... Sejak hutan itu terbakar, sumber air banyak yang hilang. Dulu, walau musim panas tidak seburuk 2 tahun terakhir ini. Jadi air itu tetap ada walaupun kecil. Tetapi sejak kebakaran itu sumber air banyak yang hilang. ...." Juri, Tokoh Masyarakat, Dusun Kliyur, 2 Agustus 2003 3. Pohon-pohon Pinus Itulah Biangnya! Yangmenarikdaripembakaraniniadalah,sebagianbesarkawasanhutanyangdibakaradalah yangditanamipinus. Pertanyaanselanjutnyaadalahadaapadenganpinus? Daripengakuan beberapainforman,berdasarkanpengalamanmereka,pohonpinusmembawadampakyang kurangbagusterhadapcadanganairtanah. Pinustermasukjenispohonyangmenyerapbanyak air25.Mengapademikian? 23Wawancara No. 860, op cit. 24Wawancara No. 869, op cit dan Wawancara No. 873, op cit. 25Wawancara No. 860, op cit; Wawancara No. 865, op cit; dan FGD Jurangsempu, (baca Wawancara No. 871). Namun hal ini dibantah oleh Pak Mantri, menurutnya itu hanya asumsi, masih perlu penelitian lebih lanjut (Wawancara No. 879, op cit). Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 42 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini "...Coba saja dibandingkan, jika dahan pohon jati dipotong maka airnya akan mengucur keluar, tetapi pinus tidak [tidak mengeluarkan air] karena pinus itu mengandung minyak, getahnya itu minyak. Karena mengandung minyak itulah maka pohon Pinus membutuhkan banyak air." Sardiman, Bayan, Dusun Kliyur, 26 Juli 2003 Dengankarakteristiktanamanpinusyangmenyerapbanyakair,akibatnyacadanganairtanah disekitarpinesanberkurang. Sumber-sumberairyangdulunyabesar,sekaranghanyamengalir kecil, bahkan sebagian sumber air itu mati di musim kemarau.26 Persediaan air bersih dari sumberairhanyacukupuntukkebutuhansehari-hari,tetapitidaklagibisamemenuhikebutuhan pengairanpertanian. Akibatnya,hasilpertanianmenurun.27 Menghadapikondisiini,masyarakat Dayakan khususnya sekitar alas pinesan, mengadukan persoalan ini kepada pemerintah desa.28 Merespon pengaduan masyarakat, maka pada tahun 2002 yang lalu pemerintah Desa Dayakan, atas permintaan pemerintah kecamatan dan Perhutani, mempertemukan masyarakatdenganpihakPerhutani,sipemilikhutan.29 Hadir dalam pertemuan itu, antara lain: petugas dari Perhutani Badegan [RPH Badegan], CamatBadegandanstafnya,perangkatDesaDayakan,sertaperwakilanmasyarakat.30 Dalam pertemuanitumasyarakatmengusulkanagarpenghijauandenganpinusdigantidenganjati atau alba.31 Kalau ditanami pohon jati, masyarakat bisa menjamin kelestariannya karena 26Wawancara No. 869, op. cit dan Wawancara No. 881 op cit. 27Wawancara No. 869 op cit. 28Masyarakat memilih untuk mengadukan keluhannya kepada pemerintah desa meskipun saat itu BPD (Badan Perwakilan Desa) sudah terbentuk. BPD merupakan lembaga yang sangat baru di Desa Dayakan, bahkan ketika Pilkades bulan Maret 2002 BPD belum terbentuk. BPD terbentuk setelah pilkades. Selain itu, masyarakat belum terbiasa dengan model representasi dengan lembaga BPD. Masyarakat lebih suka dengan model perwakilan yang lama di mana pemerintah desa melibatkan kepala dusun, ketua RT dan wakil masyarakat lainnya dalam penyelesaian masalah atau pembuatan kebijakan di tingkat desa (Wawancara No. 871, op cit). 29Informan lupa kapan tepatnya tanggal dan hari pelaksanaan pertemuan itu. Pertemuan itu dilaksanakan sebelum terjadinya pembakaran hutan (Wawancara No. 865 op cit). Jika pertemuan ini merespon keluhan masyarakat tentang keringnya sumber air di musim kemarau, secara logika bisa dihitung bahwa keluhan itu disampaikan ketika musim kemarau. Setelah itu baru dilaksanakan pertemuan tersebut. Musim kemarau tahun 2002 jatuh pada bulan April ­ Oktober. Namun bersamaan dengan itu, pada tanggal 13 Maret 2002 dilakukan pemilihan kepala desa dan dilantik pada tanggal 1 Mei 2003 (baca Diary Imron 30 Juli 2003). Untuk melakukan konsolidasi internal pemerintah desa dibutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan. Jika pembakaran hutan terjadi pada September 2002, maka perkiraan waktu yang paling logis atas pelaksanaan pertemuan itu adalah antara bulan Mei ­ Agustus 2002. 30Wawancara No. 865 op cit, 26 Juli 2003. 31Ketika diklarifikasikan kepada Pak Mantri, dia membantah bahwa ada wakil masyarakat yang pernah menanyakan hal ini pada dia. Pak Mantri bahkan berpikir bahwa masyarakat tidak mungkin menanyakan ini karena masyarakat masih bisa memanfaatkan getah pinus yang ada (Wawancara No. 871, op cit). Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 43 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini sumber air juga lestari, bahkan bisa bertambah besar. Selain itu tanah juga tidak rusak jika ditanamijatiataualba. Sebaliknya,jikaditanamipinus,tanahitumenjadigersangsepertiabu. Sumberairjugahabiskarenadihisapolehpinus.32 Mendengar pengaduan masyarakat yang demikian, pada pertemuan di balai desa tersebut pihakPerhutanitidaklangsungmemberikantanggapanpositif. Bahkanmemberikanjawaban yangkesannyamengolok-olok. "... Soalnya di daerah Sarangan hutannya semua pinus, namun, sumber air disana tidak pernah habis..." Ali, Mantri Hutan, Dusun Sekarputih, 1 Agustus 2003 [Q: Sudah pernah disampaikan ke Perhutani tentang hal itu?] Sudah, sudah pernah bilang kalau pinus menyebabkan sumber air mati. ...Tapi malah dijawab, `Danau Sarangan itu juga dikupeng (dikelilingi) pinus, tapi airnya banyak.'" Wagimun, Kepala Dusun, Dusun Jurangsempu, 29 Juli 2003 SalahseorangwakilmasyarakatdariJurangsempu,PakTotti,mengklarifikasiinformasiyang diaterimabahwapenanamanpohonpinusharusmemperhatikanketinggiantanahdiukurdari ataspermukaanlaut(dpl). Jikatidakmemenuhisyaratketinggianini,makapenanamanpinus tidak akan optimal atau bahkan mengganggu cadangan air tanah.33 Dalam wawancaranya, PakMantri,mengakuibahwasebenarnyaketinggiantanahdiwilayahDayakantidakmemenuhi syarat ketinggian untuk tanaman pinus.34 Kualitas terbaik pohon pinus akan didapat jika ditanampadaketinggian500­1000meterdpl. SedangkanwilayahhutanDayakanterletak padaketinggian231meterdpl. LalumengapatanamanpinusmasihdipertahankanjikasebenarnyawilayahDayakantidak memenuhisyaratketinggianideal,disampingtanamanpinustelahmenghabiskansumberairdi Dayakan? Jawabannya adalah, "Itu sudah menjadi kebijakan dari atas [maksudnya dari kantor pusat Perum Perhutani]."35 Kawasan hutan Dayakan yang dibawahi oleh RPH WatubonanginitermasukdalamKPHLawuyangmerupakankelasperusahaanpinus.36 Oleh karenaitudalamwilayahRPHWatubonangwajibditanamipinus,termasuksebagianwilayah di Desa Dayakan. Pak Mantri mengakui bahwa sebenarnya karakter tanah di Dayakan sangatcocokuntuktanamanjati.Akantetapikarenaaturankelasperusahaanitulah,makadi 32Wawancara No. 865 op cit. 33Ibid. 34Wawancara No. 879, op cit. 35Ibid. 36Dalam wawancaranya, Pak Mantri menjelaskan bahwa dalam manajemen Perhutani, terdapat bermacam- macam kelas perusahaan yang menunjukkan jenis tanaman yang wajib ditanam. (Wawancara No. 871). Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 44 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Dayakanditanamipinus.37 AkhirnyapertemuanitumemutuskanbahwaPerhutanibelumbisa mengganti tanaman pinus.Alasannya, selain pohon-pohon pinus itu belum layak tebang, getahnya juga masih bisa diambil.38 Alhasil, pertemuan ini tidak memberikan solusi yang memuaskanataumenyelesaikanpersoalanyangdihadapiolehmasyarakat. SikapyangdiambilolehPerhutanidiatasmenunjukkankurangnyaperhatianpemerintahterhadap kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal. Secara tersirat diakui oleh Pak Mantri bahwa peraturanpenanamanpinusdiwilayahDayakanadalahtidaksesuaidengankaraktertanahnya.39 Akantetapi,pihakPerhutanimemilihbertahanpadaasastaataturan,meskiitutidakkontekstual dengankebutuhanmasyarakatlokal,bahkanmenimbulkandampaknegatifbagimereka. Latar belakanglaindarikebijakanpenanamanpinusiniadalahmengurangitindakanpencuriankayu yang lebih banyak terjadi di kawasan hutan jati. Orang tidak akan terlalu tertarik untuk mencurikayupinus,berbedadengankayujatiyanghargajualnyalebihtinggi. Halinidiakui oleh Pak Mantri yang mengatakan di wilayah RPH Watubonang tingkat pencurian kayu relatifkecilkarenavarietaspohonnyabermacam-macam,tidakhanyahomogenjati.40 4. Siapa? Mengapa? MencariAktor dan Menggali Motif Pembakaran Hutan KurangnyaperhatianPerhutaniterhadapkebutuhandankondisimasyarakatlokalinilahyang didugakuatsebagaipemicupembakaranhutan,terutamadikawasanhutanpinus. Dugaaan sementara yang diajukan adalah pembakaran ini sengaja dilakukan oleh masyarakat yang kecewadengankebijakanPerhutaniuntukmenarikperhatianpihakPerhutani.41 Lebihkhusus lagi,menunjukpadamasyarakatyangtinggaldisekitarpinesan. Dugaaninimunculberdasar observasi lapangan, yaitu mendengarkan pengakuan seorang anak belia dari Jurangsempu yangmengetahui`modusoperandi'pembakarantersebut.42 Disampingitu,upayamasyarakat Jurangsempu yang menutup-nutupi kasus pembakaran ini sedikit menguatkan dugaan atas pelakupembakaranhutanini.43 Hinggasaatini,adatigahalyangdidugasebagaipenyebabterbakarnyahutandiDesaDayakan. Pertama, seperti yang dimunculkan di atas, adalah kekecewaan masyarakat atas kebijakan Perhutani untuk mempertahankan tanaman pinus, meskipun secara nyata terbukti bahwa 37Saat ini, aku Pak Mantri, jenis tanaman yang ditanam campur, antara lain: jati, akasia, mahoni, kayu putih, albasia, dan pinus. Dari total hutan yang dibawahi RPH Watubonang seluas 1500 hektar, hanya 18 hektar saja yang ditanami pinus. 38Wawancara No. 865, op cit. 39Wawancara No. 879, op cit. 40Wawancara No. 879, op cit. 41Ibid. 42Baca Diary Endro tanggal 27 Juli 2003. 43Baca Diary Cici tanggal 29 Juli 2003, Diary Imron 23 Juli 2003, dan Diary Endro 29 Juli 2003. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 45 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini tanaman pinus mengganggu keberlangsungan sumber air dan kehidupan masyarakat yang tinggaldisekitarhutan. Jikadugaannyasepertiini,makabisajadiaktornyaadalahmasyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Mereka melakukan ini sebagai sebuah bentuk protes, civil disobedience,terhadapkebijakanPerhutaniyangtidakmemperhatikanpersoalanlokal. Hallainyangdidugajugamenjadipenyebabkebakaranhutanadalahaktivitasnglagariyang dilakukan oleh para penyadap getah pinus.44 Nglagari merupakan aktivitas membakar sampah-sampahdibawahtanamanpinus,selainuntukpupuk,45jugabertujuansupayaproduksi getahpinuslebihbanyak.46 Berikutbeberapapetikanwawancarayangmenyatakanbahwa penyebab kebakaran itu adalah para penyadap getah pinus. "... Itu kan sebenarnya orang-orang yang nggarap alas (berladang di hutan) yang gak hati-hati. ... Maksudnya mereka itu nglagari (membakari kotoran-kotoran di bawah pepohonan di hutan) tapi terus mrantak (meluas). ... Nglagari itu membakar kotoran-kotoran di bawah hutan untuk dijadikan pupuk. Tapi ya itu tadi, kebablasan (melewati batas), jadinya pohon- pohonnya ikut terbakar. ..." Tlenik, Guru TK, Dusun Kliyur, 30 Juli 2003 "Pembakaran hutan dilakukan oleh orang-orang yang menyadap. Mereka itu sepertinya tidak berfikir kalau pembakaran itu akan merugikan orang banyak. .... Mereka kan awalnya hanya membakar semak-semak di bawah pohon-pohon itu. Kalau lokasinya bersih, penyadapan getah pinus itu kan jadi lebih enak. Katanya getah pinus itu juga jadi lebih banyak setelah pohonnya dibakar." Juri, Tokoh Masyarakat, Dusun Kliyur, 1 Agustus 2003 Berbedadengandugaanbahwahutanpinusdibakar(secarasengaja)karenakecewadengan kebijakanPerhutani,kutipan-kutipandiatasmenunjukkanbahwakebakaranhutanberawal dariaktivitasnglagariparapenyadapgetahpinus. Ketidakhati-hatianparapenyadapdalam membakarsampahdibawahpohon,telahmenyebabkankebakaranyangmeluas. Disinibisa dilihat bahwa tidak ada unsur kesengajaan, yang terjadi adalah membakar sampah dan kebablasan (melewati batas). Halketigayangdidugamelatarbelakangiterjadinyaaksipembakaranhutanadalahperistiwa pemilihankepaladesayangmasihmenyisakankekecewaandipihakpendukungcalonyang kalah. Memangdilihatdalamkerangkawaktu,pembakaranhutaniniterjadi6bulansetelah pilkades. 44Wawancara No. 870, op cit; Wawancara No. 873, op cit, Wawancara No. 881, op cit. 45Wawancara No. 873, op cit. 46Wawancara No. 881, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 46 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini "...Yang namanya pembakaran hutan pasti ada unsur kesengajaannya, jadi bukan karena terbakar dengan sendirinya...Ya dibakar oleh orang mas! ... Di sini [Desa Dayakan] pembakaran hutan yang paling besar terjadi bulan oktober 2002 kemarin bersamaan dengan selesainya pilkades di Dayakan. ...Motifnya dibakar macam-macam, karena jago yang dipilih dalam pilkades sehingga saat taruhan ia kalah banyak, ada juga karena kecemburuan sosial, pegel karo tanggane merga iso tuku wedhus teko hasile (Kesal dengan tetangganya karena bisa membeli kambing dari hasilnya) getah pinus..." Ali, Sekarputih, 1 Agustus 2003 Pemilihan Kepala Desa diberlangsungkan pada bulan Maret 2002, dengan calon Pardi dan Kardi. BasispendukungPardiberadadiDusunJurangsempudanDusunWatuagungbagian selatan(KrincingdanMbecici). SedangkanKardiolehmayoritaspendudukdusunSekarputih danWatuagungbagiantengahdanutara. DanpemilihaninidimenangkanolehKardi. Ketika dugaan pelaku ditujukan pada pendukung calon Kepala Desa yang kalah, maka itu berarti menunjukpadamasyarakatyangtinggaldiDusunJurangsempudanWatuagungbagianselatan (lihatLampiranPetaDesaDayakan). Dariketigalatarbelakangdiatas,jikadianalisalebihjauh,makayangmempunyaipeluang palingkuatuntukmenjadimotifaksipembangkangansipildiDesaDayakaniniadalahfaktor pertama dan ketiga. Faktor kedua kurang cukup kuat menjadi penyebab kebakaran hutan. Berladangdanmenyadapdihutanmerupakanaktivitasyangsudahturun-temurundimasyarakat DesaDayakanyangtinggaldisekitarhutan,daninisudahdilakukanselamaberpuluh-puluh tahun. Artinya, kemampuan masyarakat dalam mengolah, termasuk nglagari, hutan tidak perludiragukanlagi. Kecilkemungkinanparapeladanghutaninimelakukankesalahanatau kecerobohan dalam aktivitas nglagari. Kalaupun itu ­ kecelakaan yang menyebabkan terbakarnya hutan ­ terjadi, skalanya tidak akan luas dan pasti akan segera dipadamkan. Bagaimanapun,hutanitumenjadigantunganhidupsebagianbesarmasyarakatDayakanyang tinggaldipinggiranhutan.47 Seperti diceritakan pada bagian pendahuluan, tiga puluh tahun terakhir sejarah hubungan Perhutani dan masyarakat Dayakan menunjukkan pola relasi yang cenderung negatif. Hal yangpalingmendasaradalahkurangnyaperhatianPerhutaniterhadapkebutuhandankondisi lokal, baik secara sosial maupun geografis. Kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan Perhutani yang telah mengganggu sumber penghidupan mereka yang mendasar, yaitu ketersediaanairbersih,cukupmenjadialasanyangkuatbagimasyarakatlokaluntukmelakukan aksi protes. 47Wawancara No. 873, op cit; Wawancara No. 881, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 47 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Faktor ketiga, kekecewaan pendukung calon Kepala Desa yang kalah, juga bisa menjadi alasan kuat untuk melakukan aksi pembakaran hutan. Ada dua kemungkinan mengapa pendukungcalonyangkalahmelakukanaksiini. Pertama,tindakaninidilakukansebagaiaksi protes terhadap proses pemilihan kepala desa yang dianggap tidak fair.48 Kedua, para pendukungitubenar-benarkecewadaninginmerongrongkewibawaanKepalaDesaterpilih denganmelakukantindakanpengrusakanyangmerugikansebagianpendudukDesaDayakan. Jika pemerintah desa yang dipimpin oleh Kepala Desa terpilih tidak dapat menyelesaikan persoalanini,bukanlahsesuatuyangmustahiljikalegitimasinyamelemah. 5. Pak Mandor Dan Pak Mantri yang Tidak Berkutik Kebakaran hutan ini terjadi di setiap musim kemarau. Namun Mantri Hutan dengan para stafnya tidak bisa melakukan apapun.49 Ketika mengetahui salah satu potensi kebakaran adalah aktivitas nglagari, mandor hutan beberapa kali mengingatkan para penyadap atau peladanghutanuntukberhati-hatidalamnglagarihutan. Namunkenyataannyamerekatetap nglagari danseringkalimeluaskelokasiyangsebenarnyatidakbutuh dilagari.50 Sejak terjadinya kebakaran, pihak Perhutani, terutama Mantri dan Mandor secara proaktif telahmelakukanupayapencarian,baikitumelaluipenyelidikanmaupunbertanyalangsung kepada penduduk yang tinggal di sekitar hutan.51 Menurut beberapa informan, tidak ada orangyangtahusiapapelakunya.52 Merekahanyamendugabahwapelakunyadalamjumlah banyaksebablokasiyangterbakarluassekali,tidakmungkinhanyadilakukanolehsatuatau dua orang/53 Upaya lain yang ditempuh oleh Mantri Hutan adalah melakukan pendekatan dengantokohmasyarakatDesaDayakandenganharapanlebihdiperhatikanolehmasyarakat. "... Saya langsung melakukan pencegahan dini dengan melakukan koordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang ada dan perangkat desa untuk memadamkan api kebakaran. .... Tokoh masyarakat yang biasa saya dekati pak Said [Ketua LKD Dayakan] itu, saya juga sering datang bermain ke rumah masyarakat sekitar hutan untuk memberi pengertian dan mensosialisasikan program dari Perhutani yang ada.... Yang biasa saya lakukan dalam mensosialisasikan program hutan, saya tidak pernah mengenakan baju dinas saya kalau terjun ke masyarakat namun baju biasa 48Selengkapnya baca di Studi Kasus "Bom, Demokrasi ala Dayakan: Ketegangan yang Terjadi dalam Pemilihan Kepala Desa" yang ditulis oleh Endro W. Probo. 49Wawancara No. 869, op cit. 50Wawancara No. 873, op cit. 51Wawancara No. 865, op cit; dan Wawancara No. 870, op cit. 52Wawancara No. 860, op citWawancara No. 869, op cit; Wawancara No. 873, op cit. 53Wawancara No. 860, op cit. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 48 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini agar sama seperti mereka, ya saya kasih rokok walaupun saya sendiri tidak merokok, kalau tidak begitu masyarakat tidak bisa diajak bekerja sama dalam pelestarian hutan...." Ali, Mantri Hutan, Dusun Sekarputih, 1 Agustus 2003 Dari cara yang ditempuh Pak Mantri, tampak bahwa diperlukan suatu kerja sama antara pemimpinformaldaninformaluntukmelakukanpendekatangunameredamkonflikyangterjadi. Selainmenggunakanpendekatanaktor,PakMantrijugamenyentuhmasyarakatmelaluiisu basic needs, bahwa hutan bisa menjadi pendukung kebutuhan pangan mendasar bagi masyarakatsekitarhutan,makasudahselayaknyamasyarakatikutmenjagakelestarianhutan.54 DalammenanganikasuspembakaranhutaniniPerhutanitidakmelibatkankepolisian. Tidak adajawabanyangjelasdariPakMantri,tapidugaanyangterlintasadalahPerhutanibelajar darikasusJalanWatuagung,dimanakehadiranpolisimemperburukcitraPerhutanidimata masyarakat Dayakan. Oleh karena itu, Perhutani meminimalisir dibawanya kasus ini ke kepolisian. DaripihakPemerintahDesaDayakantidakadatindakanproaktifuntukmenanganipersoalan pembakaran hutan ini. Yang pasti, pemerintah desa saat ini masih menghadapi persoalan lemahnyalegitimasikekuasaandimatamasyarakat,terutamadimatapendukunglawanpolitinya padapilkadeslalu. Halinitampakdariungkapanketidakpuasanbeberapawargamasyarakat terhadapkinerjadanpolakepemimpinanLurahKardi.55 Disisilain,pemerintahDesaDayakan juga`membenarkan'tindakanyangdiambilolehmasyarakatkarenacarabaik-baikyangmereka tempuhdenganpertemuantahun2002yanglalutidakmemberikanhasilpositif. 6. Hutanku Terbakar, Hidupku Melayang: Dampak yang Harus Ditanggung di Masa Kini dan Mendatang Satuhalyangmungkintidakdipikirkanolehparapembakarhutanadalahdampakyangtimbul akibat terbakarnya hutan. Sebagian penduduk menyandarkan hidupnya pada pekerjaan penyadapangetahpinus,jikapinus-pinusituterbakardanmati,berartihilanglahkesempatan untuk menyadap getah. Ketika kebakaran itu meluas hingga kawasan baon, berarti rusak pulalah ladang singkong atau jagung yang dikerjakan dengan kerja keras, yang diharapkan bisamenjadicadanganpanganketikamusimkemarautiba(LihatKotak3). 54Ibid. 55Wawancara No. 867 dengan Miseri (ketua RT), Dusun Watuagung, dan FGD Krincing, Dusun Watuagung. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 49 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Kotak 3: Dampak Pembakaran Hutan "Sebenarnya masyarakat rugi dengan pembakaran itu karena mereka tidak dapat lagi menyadap getah pinus. Biasanya musim panas seperti ini baik untuk menyadap getah itu karena tidak tercampur air. Tetapi di sisi lain, bekas kebakaran itu menjadi baon [Lahan bekas hutan yang dipakai untuk bertani, lahan ini biasanya ada setelah pohon- pohon hutan ditebang] yang bisa ditanami ketela, jagung, dan kacang, seperti baon-baon di atas itu." Sardiman, Bayan, Dusun Kliyur, 26 Juli 2003 "[Q: Berarti sekarang orang-orang yang menyadap getah pinus itu tidak bisa bekerja lagi?] Masih bisa, tetapi hasilnya sangat berkurang. Sekarang masih ada pohon-pohon yang tidak ikut terbakar, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Mungkin hasil yang didapat dari sana tidak banyak." Santo, masyarakat biasa, Dusun Jurangsempu, 29 Juli 2003 "....Bahkan saat kebakaran itu terjadi banyak masyarakat desa yang menjual kambingnya karena tidak bisa memberi makan soalnya rumput yang ada di hutan ikut terbakar..." Ali, Mantri Hutan, Dusun Sekarputih, 1 Agustus 2003 "Kerugian ditanggung seluruh masyarakat, sebagian masyarakat pekerjaannya memang menjadi penyadap getah pinus itu, sekarang mereka tidak bisa menyadap getah lagi karena sebagian besar telah terbakar. Selain itu dampak pembakaran itu kan membuat kekeringan semakin buruk, mata air semakin sulit kalau musim kemarau. ...Masalah kekurangan air sekarang ini saya kira pasti berhubungan dengan pembakaran hutan. Sejak hutan itu terbakar, sumber air banyak yang hilang. Dulu, walau musim panas tidak seburuk 2 tahun terakhir ini. Jadi air itu tetap ada walaupun kecil. Tetapi sejak kebakaran itu sumber air banyak yang hilang." Juri, Tokoh Masyarakat, Dusun Kliyur, 1 Agustus 2003 ".... di ladang sedang ditanami singkong, tetapi hasilnya tidak sebanyak dulu. [Q: Kenapa?] Kurang air, Mbak. Sumber air semakin kecil, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. ...." Boinem, masyarakat biasa, Dusun Jurangsempu, 29 Juli 2003 Dalamjangkamenengahdanpanjang,dampakyangjugamulaiterasaadalahberkurangnya sumberairdisekitarhutan. Danartinyainisemakinmenggangguhajathiduplebihbanyak orang lagi. Tanpa kebakaran pun banyak sumber air di sekitar Dusun Jurangsempu dan Krincingyangmati,apalagijikahutanyangberfungsisebagaireservoirhabis,makahabislah airkehidupanitu. Hingga saat ini kasus ini masih mengambang. Upaya mencari pelaku pembakaran belum menemukantitiktemu. KasusinimerupakanPR(pekerjaanrumah)yangbesarbagiPerhutani. Tindakankekerasanyangmenimbulkankerugianmaterialiniharussegeradiatasikarenatelah Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 50 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini mengganggukeberlangsunganhidupmasyarakatlokalyangtinggaldisekitarhutan. Selainitu, jikaketeganganantaraPerhutanidanmasyarakatDayakanyangtinggaldisekitarhutantidak segeradiatasidandicarikansolusi,tidakmustahilkalaukasusyangsamaakanberulangdan menimbulkandampaknegatifyanglebihparahlagi. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 51 Ketika Inang Tak Lagi MengayomiAsuhannya Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupatan Ponorogo Penulis: Novia Cici Anggraini Kronologi Kasus: Ketika Inang Tak Lagi Mengayomi Asuhannya Tanggal Kejadian Sejak tahun 1970an Kasus tukar guling (ruislag) tanah di Ogal-Agil [nama sebuah lingkungan di dusun Jurangsempu] antara pemerintah desa Dayakan dengan Perhutani 1998 Kasus Pembukaan Jalan ke Dusun Watuagung 1998 Kasus Pelebaran Jalan ke Dusun Jurangsempu Maret 2002 Pemilihan Kepala Desa Mei - Agustus 2001 Pertemuan di Balai Desa antara Pemerintah Desa Dayajkan, Perhutani, Pemerintah Kecamatan dan tokoh masyarakat. September 2002 Pembakaran Hutan (Oktober 2002) Setelah Kebakaran Sinder mencari pelaku Mantri Hutan (Polisi Hutan) mencari pelaku. Setelah upaya Pelaku tidak tertangkap, sampai sekarang tidak diketahui pencarian siapa pelakunya. Peneliti: Cici NoviaAnggraini, Imron Rasyid and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 52 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi Tanah Warisan itu Ternyata Telah Terjual: PPK Pemicu Konflik Potensial Ringkasan "Kenapa H. Rusdi1 menolak tanahnya terkena proyek aberan?... menurut saya salah satu sebabnya adalah status kepemilikan tanahnya yang bermasalah. Mungkin dia kuatir kalau proyek tersebut akan membuka sejarah kepemilikan tanahnya yang sebenarnya masih bermasalah...." Armani, Mantan FD Perempuan Ds. Padelegan Pada tahun 2000 Desa Padelegan mendapat dana PPK sekitar Rp.60 juta. Dana tersebut rencananya untuk membangun aberan (plengsengan di pinggir tambak atau pantai) yang membentang di sepanjang jalan kampung antara Dusun Laok Tambak sampai Dusun Muara, serta gorong-gorong di sepanjang jalur tersebut. Pada saat akan dimulai kegiatan pembangunannya, ternyata H. Rusdi, warga Dusun Laok Tambak, menolak tanah tambaknya terkena proyek. Padahal dalam Musbangdes sebelumnya dia ikut hadir dan pada saat itu tidak ada penolakan. Akhirnya lokasi aberan dipindah dari Dusun Laok Tambak ke Dusun Daya Tambak, sedangkan lokasi aberan di Dusun Muara tetap seperti rencana semula. Dibalik penolakan tersebut ternyata ada sejarah kepemilikan tanah yang bermasalah.2 Kasus penolakan pemilik tanah untuk proyek fisik PPK ini sangatlah menarik untuk kita amati karena kasus tersebut memberi pelajaran kepada kita tentang proses-proses musyawarah yang ternyata masih sangat dipengaruhi oleh elite capture. Selain itu, ia juga mengindikasikan betapa pembangunan dapat memicu konflik tanah yang dorman (tidur/tidak aktif) dan betapa sebaliknya pemilikan tanah dapat menghambat kebutuhan pembangunan. 1. Sekilas tentang Desa Padelegan Desa Padelegan terletak di pesisir selatan Pulau Madura; wilayahnya berbatasan langsung dengan Selat Madura di sisi selatan; berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat kecamatan dan sekitar 15 kilometer dari pusat kota kabupaten. Desa Padelegan terdiri dari lima dusun (orang setempat kadang-kadang menyebutnya kampung). Tiga dusun diantaranya (Dusun 1 H. Ramli adalah penduduk asli Desa Padelegan. Dialah yang menolak tanah tambaknya terkena proyek pembangunan aberan. Kebetulan tanah tambak miliknya membentang di sepanjang jalan kampung di Dusun Laok Tambak dimana aberan akan dibangun. 2 Dibanding kasus-kasus yang lain, Kasus Tanah merupakan kasus yang paling menonjol di Desa Padelegan. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 53 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi LaokTambak,DayaTambakdanMuara)beradadidekatpantai;tanahtambakmendominasi pemanfaatan lahan di ketiga dusun tersebut; sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayanataupetambak. Duadusunyanglain(DusunBangkaldanModung)letaknyaagak jauhdaripantai;wilayahnyadidominasisawahatautegaltadahhujan;penduduknyabanyak yang bekerja sebagai petani. Selain nelayan, petambak dan petani sawah/tegal, penduduk Desa Padelegan banyak yang bekerja sebagai pegawai. Pada musim hujan (Oktober­Maret) tanah tambak digunakan untuk memelihara ikan dan padamusimkemarau(April­September)berubahmenjadiladanggaram. Sedangkansawah/ tegaldimanfaatkanuntukmenanampadiataujagungpadamusimhujandanberubahmenjadi ladang tembakau pada musim kemarau.3 Ada sebuah fenomena yang menarik berkaitan dengan siklus kehidupan ekonomi para nelayan di Desa Padelegan sebagaimana yang diungkapkanolehinformanberikutini: "Kalau sedang musim paceklik [tidak ada ikan di perairan sekitar Desa Padelegan] seperti sekarang ini para nelayan pergi ke Dungkek (nama sebuah kawasan nelayan di Kabupaten Sumenep) untuk mencari ikan. Disana mereka menetap 3­4 bulan dan akan balik pulang kalau disini sudah musim ikan lagi ... Makanya sekarang ini kampung sepi, banyak `janda' [sebutan guyonan untuk istri nelayan yang ditinggal pergi suaminya ke Dungkek].... Ada juga yang istrinya ikut ke Dungkek" Armani, Mantan FD Perempuan, 15 Desember 2003 2. Latar Belakang Masalah Tanah: PPK sebagai Pemicu Padatahun2000DesaPadeleganmendapatdanaPPKsebesar60jutarupiah.4 Danatersebut digunakan untuk membangun aberan (plengsengan di pinggir tambak atau pantai) yang membentangdisepanjangjalankampungantaraDusunLaokTambaksampaiDusunMuara.5 Termasukjugauntukmembangun/memperbaikigorong-gorongyangadadisepanjangjalur aberan tersebut. 3 Lihat laporan Demografi Profil Desa Padelegan. 4 Desa Padelegan dua kali mendapat dana PPK, yaitu pada tahun 2000 dan 2001 (PPK tahun kedua dan ketiga di Kecamatan Pademawu). Pada tahun 2000 desa tersebut mendapat dana sekitar 60 juta rupiah untuk pmbangunan aberan (plengsengan di pinggir tambak atau pantai) dan pada tahun 2001 mendapat dana sekitar 79 juta rupiah untuk pengadaan air bersih (pemasangan jaringan pipa untuk air bersih). 5 Wawancara No. 1210, Kepala Desa Padelegan. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 54 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi "Melalui Musbangdes II di Desa Padelegan (tahun 2000) disepakati bahwa prioritas usulan yang akan diajukan ke UDKP II adalah pembangunan aberan dan gorong-gorong di Kampung (Dusun) Laok Tambak dan Muara.... Kedua kampung tersebut berada di tepi pantai, menghadap ke laut.... Rencananya aberan tersebut akan dibangun di sepanjang jalan kampung yang berbatasan langsung tambak/laut... " Armani, Mantan FD Perempuan, 15 Desember 2003 SesuaidenganmekanismeyangberlakudiPPK,pengambilankeputusanditingkatdesatentang berbagaihallainyangberkaitandenganPPKdilakukanmelaluiforumMusbangdes. Begitupun yangberlakudiDesaPadelegan. NamundemikianperanKepalaDesasangatlahmenentukan padakeputusanakhir,sebagaimanayangsecaralugasdisampaikanolehinformanberikutini: "... Usulan tersebut diputuskan oleh Kepala Desa dalam forum Musbangdes, namun sebelumnya masing-masing dusun diminta mengajukan usulannya tetapi kita sosialisasikan bahwa usulan tersebut belum tentu disetujui. Dan kalau tidak disetujui dusun-dusun jangan kecewa.... Terjadi perdebatan seru dalam forum tersebut, lalu kemudian masing-masing dusun menyerahkan keputusan akhir ke Kepala Desa.... Secara prosedur tidak ada perbedaan antara PPK dengan yang biasa dilakukan oleh masyarakat desa dalam pengambilan keputusan, prosesnya semua diambil berdasarkan musyawarah meskipun keputusan akhir di tangan Pak Kades..." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 Desa Padelegan bukanlah satu-satunya tempat dimana peran Kepala Desa begitu dominan dalampengambilankeputusan.Dibanyakdesayanglainhalyangsamajugaterjadi.6 Oleh karenaitubukanlahsuatukebetulanapabilaternyataproyekPPKyangdilaksanakandidesa- desatersebutberlokasidisekitartempattinggalatauberhubungandengankepentinganKepala Desanya. Padatahun2000,misalnya,proyekPPKdiDesaPadeleganadalahpembangunan aberan yang berlokasi di sepanjang jalan di depan rumah Kepala Desa; dan pada tahun 2001 proyek pengadaan air bersih juga berlokasi di sekitar tempat tinggal Kepala Desa. Meskipun untuk masing-masing proyek tersebut ada alasan yang sangat rasional sebagai justifikasi,tapibagaimanapunjugaterpilihnyaproyektersebutsebagaiprioritastidakterlepas dari peran Kepala Desa.7 Orang miskin dan perempuan termasuk kelompok masyarakat yang tidak begitu antusias mengikutiproses-prosesmusyawarahtersebut. Seringkalimerekatidakhadirkarenaberbagai alasan.KomentardarimantanFDberikutinisetidaknyamenggambarkanhaltersebut: 6 Lihat laporan pelaksanaan PPK di beberapa desa di Kecamatan Proppo pada Phase 2B. 7 Lihat Wawancara No. 1217, Tokoh masyarakat. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 55 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi "... Pada awalnya semua warga baik orang miskin maupun perempuan diundang dalam forum Musbangdus maupun Musbangdes, tapi ... orang- orang tersebut tidak datang, akhirnya yang mengundang malas. Mungkin orang miskin atau kaum perempuan tidak hadir dalam forum karena sibuk mencari ikan di laut ..." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 Keenggananorangmiskin,perempuandanwargadesabiasadalamforummusyawarahbukan hanyakarenasibukbekerja. Adanyakecenderunganbahwadalamforum-forummusyawarah seperti itu yang mendominasi pembicaraan dan pengambilan keputusan adalah para elite pemerintah desa dan tokoh masyarakat juga menjadi penyebabnya. Mereka enggan hadir karena toh pada akhirnya yang membuat keputusan adalah para elite desa dan tokoh masyarakatnya. Usulan dari warga desa biasa hanya menjadi catatan dalam notulen musyawarahtanpaadatindaklanjut. Barangkalimerekakemudianberfikir,lebihbaikbekerja sajadaripadamembuang-buangwaktu.8 Kadangkala forum Musbangdes hanya menjadi sarana untuk memperoleh justifikasi atau legitimasidarimasyarakat,karenakeputusan-keputusannyatelahdipersiapkansebelumnya olehsejumlahpihak. KomentardariMantanFDTahunKeduaberikutinidapatmenjelaskan haltersebut: "... Sebelum Musbangdes diadakan, sudah dilakukan pertemuan antara FD, TPK, TTD, dan Kepala Desa untuk mencari pemecahan masalah. Dalam forum Musbangdes hanya menyepakati (hasil-hasil dari) forum yang terjadi sebelumnya." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 Masyarakatikutberpartisipasidalampelaksanaanproyek. Selainsebagaitenagakerja,mereka jugabergotongroyongmembantumengirimkanmakanandanminumanuntukorang-orang yangbekerja. Tidaksemuatenagakerjaberasaldariwargadesasetempat,sebagianberasal dariluardesa,terutamauntuktenagaahlinya(tukang). Materialbangunanberupabatudibeli dariKepalaDesakarenakebetulansaatitudiamenjadipengepulbatuuntukprogramPPK.9 Pelaksanaan PPK di Desa Padelegan ternyata tidak terlepas dari adanya penyelewengan, khususnyadalamhalpenggunaandana. Pernyataan-pernyataandalamKotak1dibawahini sedikit banyak dapat menjelaskan hal tersebut. Pemotongan dana proyek oleh berbagai pihak tampaknya telah menjadi rahasia umum, bahkan dalam konteks tertentu hal tersebut 8 Lihat Wawancara No. 1209, Ketua BPD Padelegan; Wawancara No. 1214, Mantan FD tahun kedua; Wawancara No. 1217, Tokoh masyarakat; Wawancara No. 1218, Kepala Dusun Modung. 9 Ibid. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 56 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi sudahmenjadisemacam`kebiasaanumum'dandianggapsebagaisebuah`kewajaran'bukan lagisebuahkesalahanataupenyelewengan. Melihatpernyataan-pernyataandalamKotak1 di bawah ini kita bisa menyimpulkan bahwa penyelewengan bukan hanya terjadi di Desa Padelegan,tapikemungkinanbesarjugaterjadididesa-desalain. Kotak 1: Penyelewengan Dana PPK yang Sudah Menjadi Rahasia Umum "... Baik PPK atau proyek lainnya sama saja, dana yang diterima masyarakat tidak pernah utuh, selalu terpotong disana-sini ... semuanya minta bagian. Dalam PPK kenyataannya pihak kecamatan maupun FK juga minta bagian...ada `setoran' untuk pihak kecamatan dan FK. Jumlahnya tidak ditentukan pasti....tapi itu tidak dilakukan secara terus terang ... ya kami harus tahu sendirilah. Kalau tidak begitu nanti desa kami tidak akan diberi proyek..." "Sebenarnya hal semacam itu salah, tapi bagaimana lagi ... itu sudah menjadi kebiasaan umum...ya kami khan harus ikut bagaimana kebiasaan umum yang berlaku. Kalau tidak begitu nanti kami sendiri yang akan dipersulit.... Orang disini bilang `Ya tidak apa-apa lah kalau hanya dibuat cuci muka, tapi jangan sampai dibuat mandi' [maksudnya: kalau korupsi sedikit atau kecil-kecilan masih ditolerir, asalkan jangan terlalu besar]" Sardi, Kepala Desa Padelegan, 12 Desember 2003 ".... Perilaku orang-orang Pemda melalui staf-staf Kecamatan itu yang membuat saya bingung untuk melakukan pelaporan penggunaan dana program ... karena orang-orang itu meminta dana siluman [istilah menyebut dana yang tidak jelas pos pengeluarannya, dalam konteks ini dana tersebut digunakan sebagai ilegal fee untuk staf kecamatan] sebesar 3-5% dari total bantuan yang diterima oleh desa, hal tersebut berlaku untuk semua desa di Pademawu, katanya instruksi dari Pemda. Ketika saya tulis dengan fee untuk staf pemda yang datang ke desa, mereka marah dan meminta untuk mengganti dengan menuliskan pos tersebut ke pembelian bahan-bahan material dengan jumlah yang sedikit dilebihkan dari harga yang sebenarnya [mark up].... Saya mencoba minta pendapat Kepala Desa saat itu mengenai dana siluman tersebut, tanggapan Kepala Desa saat itu, "Biarkan saja lah karena kita juga butuh akses orang-orang Kecamatan apabila ada program lagi supaya desa ini menjadi prioritas...." ".... tidak ada yang berani mempertanyakan hal tersebut ke FK karena saya menganggap FK pasti sudah tahu karena FK kan berkantor di kecamatan...." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 "... Pelaksanaan PPK yang kemarin dikenakan pemotongan dana PPK sebesar 3% dari pihak Kecamatan dan dikumpulkan ke Kepala Desa Murtajih, katanya sudah merupakan prosedur yang ditetapkan oleh kecamatan sebelumnya...." "....ada manipulasi pengadaan bahan pondasi.... Mungkin oleh tukangnya yang kerja sama dengan pelaksananya...." Sumina dan Wanda, Pengguna Program, 15 Desember 2003 Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 57 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi Pembangunanaberandangorong-gorongpadaakhirnyamemangbisadiselesaikansesuai denganjadwal,namunwaktuituterjadisebuahpermasalahankrusialyangmenyebabkan pembangunan aberan harus berubah dari rencana. Yang menjadi masalah adalah proyek untuk Dusun LaokTambak. H. Rusdi yang tanah tambaknya akan terkena proyek tiba- tibamenolak.Diatidakbersediakalautanahtambaknyaterkenaproyek. "Tanpa alasan yang jelas H. Rusdi tiba-tiba menolak kalau tanahnya terkena proyek aberan. Padahal tanpa kesediaan H. Rusdi pembangunan aberan yang berlokasi di Dusun Laok Tambak tidak mungkin bisa dilaksanakan, karena lokasinya kebetulan berada di sepanjang tanah milik H. Rusdi ... Saya sendiri tidak tahu apa sebenarnya alasan H. Rusdi menolak..." Sardi, Kepala Desa Padelegan, 13 Desember 2003 3. Pemilik Tanah Menolak, Pembangunan Dialihkan H.RusdiadalahpendudukasliDesaPadelegan. Pekerjaanutamanyaadalahpengepulikan (prebus)10dandiatermasukorangkayadidusunnya. Rumahnyamenghadapjalankampung DusunLaokTambakdimanaaberanakandibangun. Tanahtambakmiliknyaterletakpersis didepanrumahnyamembentangdisepanjangjalankampungDusunLaokTambak,hampir 300meterpanjangnya. DiabertetanggadekatdenganKepalaDesa.Padatahun2000,ketika PPKpertamakalimasukkeDesaPadelegan,yangmanjadiKepalaDesaadalahH.Mahmud (meninggal dunia sebelum masa jabatannya berakhir). Tahun 2001 diadakan Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) dan yang terpilih adalah Sardi. Kedua Kepala Desa tersebut bertempattinggaldiDusunLaokTambakdanrumahnyabertetanggadekatdenganH.Rusdi. PadasaatMusbangdesIIyangantaralainmenyepakatipembangunanaberansebagaiprioritas usulanyangakandiajukankeforumUDKPIIH.Rusdijugaikuthadir. Waktuitutidakada penolakan dari H. Rusdi. Dia tidak keberatan atas rencana pembangunan aberan yang melewati tanah tambak miliknya. Penolakan dari H. Rusdi muncul setelah UDKP II, pada saat dimana sudah ada kepastian bahwa Desa Padelegan akan mendapat dana PPK senilai 60jutarupiahuntukpembangunanaberan. TentusajapenolakanH.Rusdimembuatbingung banyakpihakkarenatanpakesediaanH.Rusdimakatidakmungkinaberan diDusunLaok Tambaktersebutdibangun. "Setelah melalui proses Musbangdes dan UDKP akhirnya disetujui bahwa Desa Padelegan mendapat dana PPK untuk pembangunan aberan dan gorong-gorong. Semula tidak ada masalah dengan rencana pembangunan tersebut.... Ketika tim pelaksana [TPK, TTD dan Tim Verifikasi] mulai 10Istilah prebus digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebut pekerjaan `pengepul ikan' ', yaitu orang yang membeli ikan dari beberapa orang nelayan untuk kemudian dijual ke pabrik pengolahan ikan. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 58 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi melakukan pengukuran, tiba-tiba H. Rusdi menolak/ tidak bersedia kalau tanahnya dilewati proyek aberan.... Padahal katanya waktu Musbangdes dulu H. Rusdi ikut rapat dan tidak mempermasalahkan rencana pembangunan aberan tersebut" Sardi, Kepala Desa Padelegan, 13 Desember 2003 TidakbegitujelasapasesungguhnyaalasanH.Rusdimenolak. Berdasarkaninformasiyang diperolehdaribeberapainforman,setidaknyaadaduakemungkinanyangmenjadipenyebab penolakantersebut:Pertama,H.Rusdimenolakkarenakuatirkalauproyekaberantersebut akanmembukasejarahkepemilikantanahnyayangbermasalah. Apabiladiamenandatangani pernyataanhibahtanahnya,diakuatirhalituakanmemicumunculnyamasalahdenganpara ahliwaristanahyangkinidikuasainya. "Kenapa H. Rusdi menolak tanahnya terkena proyek aberan? ... menurut saya salah satu sebabnya adalah status kepemilikan tanahnya yang bermasalah. Mungkin dia kuatir kalau proyek tersebut akan membuka sejarahkepemilikantanahnyayangsebenarnyamasihbermasalah.... Dalam proyek pembangunan sarana fisik di PPK kan salah satu syaratnya adalah adanya pernyataan hibah atau pernyataan kesediaan dari para pemilik tanah yang terkena proyek, nah disini tampaknya H. Rusdi kuatir kalau pernyataan hibah/pernyataan kesediaan atas tersebut akan diprotes oleh para ahli waris tanah tersebut, karena memang sejarah kepemilikan tanahnya sebenarnya masih bermasalah" Armani, Mantan FD Perempuan, 15 Desember 2003 Kedua,adanyakonfliktentangbatastanahtambakdanjalankampung. Menurutketerangan dari informan, jalan kampung dulunya cukup lebar tapi kemudian terkikis oleh air tambak sehinggamenyempit. Ketikaproyekaberanakandibangunadarencanauntukmelebarkan jalan tersebut seperti kondisinya semula. Pada saat itulah muncul konflik mengenai batas tanahantaratanahtambakdenganjalankampung.H.Rusditidaksepakatdenganpelebaran jalankampungyang­menurutpendapatnya­akanmemakantanahtambaknya. "....(Masalahnya adalah) mengenai batas tanah yang akan dibebaskan untuk proyek aberan [plengsengan]... Dalam Musbangdes disepakati untuk melebarkan jalan yang akan dibangun aberan, karena jalan tersebut sekarang mengecil terkikis oleh air tambak, jadi awalnya mengembalikan luas jalan seperti dulu lagi. Beberapa pemilik tanah yang lain setuju untuk merelakan beberapa bagian tanahnya diurug [ditimbun dengan tanah] untuk memperlebar jalan, namun H. Rusdi tidak setuju karena pasti akan menghabiskan tambaknya.... Saya [FD] sempat bertengkar dengan Paman saya sendiri, H. Rusdi.... Kemudian saya bilang ke H. Rusdi bahwa bukan jalannya yang makan tambak, namun tambaknya yang makan jalan karena jalan tersebut sebelumnya sangat lebar. Mungkin H. Rusdi tersinggung dengan perkataan saya tersebut..." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 59 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi Kalau kita amati penjelasan dari kedua informan di atas, kedua alasan tersebut muncul beriringan dan saling menguatkan. Baik konflik mengenai batas tanah maupun status kepemilikantanahmemicupenolakanH.Rusditerhadappembangunanaberanyangmelewati tanah tambaknya. Permasalahan menjadi krusial karena Desa Padelegan telah dipastikan mendapat dana PPK dan dana tersebut siap untuk dicairkan, sementara itu H. Rusdi tetap bersikeras menolak tanahnya dilewati proyek aberan. Setelah upaya musyawarah dan pendekatanpersonaltidakberhasilmerubahpendirianH.Rusdi,akhirnyalokasipembangunan aberanterpaksadipindahdariyangsemuladiDusunLaokTambakdipindahkeDusunDaya Tambakdengannilaidanvolumebangunanyangsama. Kotak 2berikutinimenggambarkan penolakan pemilik tanah, proses resolusi konflik dan keputusan untuk mengalihkan lokasi pembangunan. Kotak 2: Penolakan Pemilik Tanah dan Pengalihan Lokasi Pembangunan "Para petugas PPK (FD, FK, PJOK, dan TPK) dengan dibantu oleh Kepala Desa dan masyarakat tokoh-tokoh masyarakat setempat berusaha melakukan pendekatan ke H. Rusdi, namun dia tetap menolak...Akhirnya lokasi pembangunan aberan dipindahkan ... dari Kampung (Dusun) Laok Tambak ke Kampung Daya Tambak. Sedangkan untuk yang berlokasi di Kampung Muara tetap seperti semula, tidak ada perubahan" Sardi, Kepala Desa Padelegan, 13 Desember 2003 "Klebun dan para tokoh masyarakat setempat melakukan pendekatan ke H. Rusdi. Mereka memberikan penjelasan dan semacamnya kepada H. Rusdi tentang pentingnya aberan tersebut ... tapi tampaknya upaya itu tidak berhasil. H. Rusdi tetap menolak pembangunan aberan yang mengenai tanah tambaknya... Oleh karena dana PPK sudah terlanjur disetujui dan sudah mulai dicairkan, maka akhirnya pembangunan aberan dialihkan...." Armani, Mantan FD Perempuan, 15 Desember 2003 ".... Akhirnya diputuskan untuk tidak melewati tanah milik H. Rusdi, daripada nanti timbul masalah dengan saudara sendiri. Sehingga proyek melewati [menghindar dari] tanah H. Rusdi dengan harapan suatu saat H. Rusdi akan berubah pikiran setelah melihat keuntungan dari pembangunan proyek tersebut." H. Sukarman, Mantan FD tahun Kedua, 14 Desember 2003 Dengan dialihkannya lokasi pembangunan aberan di satu sisi memang bisa segera menyelesaikanmasalah,namundisisilainhaltersebutmenimbulkangerutuandanketidakpuasan masyarakat. Dusun LaokTambak dan Dusun Muara letaknya berbatasan. Jalan kampung dimana rencananya aberan akan dibangun letaknya lurus bersambung dari arah timur ke barat. Dusun Laok Tambak terletak di sebelah timur Dusun Muara dan merupakan pintu masuk ke Dusun Muara. Oleh karena itu ketika aberan di Dusun LaokTambak tidak jadi dibangun,kondisijalannyatetapsempitdanterkesankumuh,sangatkontrasdengankondisi Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 60 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi di Dusun Muara pasca pembangunan aberan dengan jalan yang lebar dan terkesan rapi. MasyarakatmenyalahkanH.Rusdiyangdianggapsebagaipenyebabkondisitersebut. "... Rencana proyek harus dirubah, karena terputus di depan rumah H. Rusdi. Sehingga hasilnya tidak begitu sempurna..." H. Sukarman, Mantan FD Tahun Kedua, 14 Desember 2003 "Jalan Kampung Laok Tambak dan Muara itukan satu jalur, jadi begitu aberan di Kampung Muara selesai dibangun dan jalan kampungnya kelihatan bersih dan rapi, maka segera tampak kesan kumuh pada pemandangan di Kampung LaokTambak.... Akibatnya masyarakat banyak yang menggerutu dan menyalahkan H. Rusdi yang dianggap sebagai penyebab gagalnya pembangunan aberan di Kampung Laok Tambak...." Sardi, Kepala Desa Padelegan, 13 Desember 2003 Entahkarenasumpekolehgerutuantetangganyaataukerenakepentinganlain,yangjelassatu tahunkemudianH.Rusdidenganbiayapribadimembangun aberandilokasiyangdulunya dia tolak. Kepala Desa Padelegan bercerita bahwa dialah yang mendorong H. Rusdi untuk membangun aberan tersebut. KebetulanH.Rusdiakanmenikahkananaknyayangsedang sekolahkedokterandisebuahuniversitasdiSurabayadenganseorangtarunaakademimiliter, hal itu dijadikan entry point untuk mendorong H. Rusdi segera membangun aberan agar jalan kampung di depannya nanti tidak terkesan kumuh pada saat dia menerima tamu undangannya.RupanyaupayaKepalaDesatersebutcukupefektif. "22Kira-kira satu tahun kemudian H. Rusdi membangun sendiri [dengan biaya pribadi] aberan di sepanjang jalan Kampung Laok Tambak, tepat di lokasi yang dulunya dia tolak .... Dengan dibangunnya aberan tersebut kampung kelihatan bersih dan rapi" Sardi, Kepala Desa Padelegan, 13 Desember 2003 4. Tanah Warisan itu Dijual secara Diam-diam Berkaitan dengan sejarah kepemilikan tanah H. Rusdi yang dianggap bermasalah, Mantan FD Perempuan Desa Padelegan mengatakan bahwa tanah tambak tersebut dulunya adalah tanahwarisankeluarganyadandiatermasuksalahsatuahliwarisnya. Kotak3 dibawahini menjelaskansecarasingkattentangpermasalahantersebut: Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 61 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi Kotak 3: Sejarah Tanah Warisan yang Dikuasai H. Rusdi11 "Tanah milik H. Rusdi itu berpeluang menjadi sengketa tanah di kemudian hari.... Tanah itu dulu milik keluarga saya, jadi saya sebenarnya masih punya hak waris atas tanah itu... Awalnya tanah itu digarap/ dikuasakan kepada keluarga sepupu saya. Setelah sepupu saya itu meninggal, anak-anaknya menyewakan tanah tersebut kepada H. Rusdi" "Saya dengar kabar rupanya anak tertua dari sepupu saya sering meminjam uang kepada H. Rusdi... Dia itu memang pengangguran dan istrinya suka menuntut macam-macam. Mungkin untuk memenuhi tuntutan istrinya itu akhirnya dia sering meminjam uang ke H. Rusdi.... Pada akhirnya hutangnya kan semakin lama semakin besar. Mungkin karena tidak lagi mampu membayar hutangnya, maka tanah tersebut akhirnya sekalian dijual ke H. Rusdi" "Saya sendiri, juga keluarga saya, baru tahu kalau tanah tersebut telah dibeli ke H. Rusdi setelah kasus penolakan pembangunan aberan itu terjadi.... Sebenarnya kakek dulu telah berwasiat agar tanah tersebut tidak dijual, tapi sekarang sudah terlanjur....Anehnya H. Rusdi sekarang ini katanya sudah memiliki sertifikat hak milik atas tanah tersebut, padahal para ahli warisnya, termasuk saya, tidak pernah diberi tahu apalagi memberikan persetujuan untuk penjualan tanah tersebut, bahkan pihak desa juga tidak pernah tahu adanya transaksi jual beli itu... Suatu saat saya pernah bilang ke istrinya H. Rusdi bahwa suatu saat nanti tanahnya akan jadi masalah...dia diam saja" Armani, Mantan FD Perempuan, 15 Desember 2003 MasalahtanahmerupakanmasalahyangpalingbanyakterjadidiDesaPadelegan.12 Penguasaan tanahtambakolehH.Rusdimerupakansalahsatucontohnya. Umumnyapermasalahanmuncul akibatadministrasitanahyangtidakbaik. Tidakjarangorangmelakukantransaksijualbeli tanah atau pengalihan hak atas tanah tanpa dilengkapi bukti-bukti legal, sehingga memicu konflik di kemudian hari, terutama ketika para ahli waris tanah tersebut menuntut haknya. Tidak jarang pula BPN (Badan Pertanahan Nasional) sebagai instansi yang berwenang mengeluarkan sertifikat tanah bertindak gegabah. Mereka mengeluarkan sertifikat tanpa pengecekansejarahtanahyangtelitidilapangan,sehinggaketikasertifikatdariBPNdikeluarkan, justrumemicutimbulnyakonfliktentangstatuskepemilikantanahtersebut. 11Informasi dalam Kotak 3 ini disampaikan oleh Ibu Asmaiyah, Mantan FD Perempuan Desa Padelegan, yang kebetulan adalah salah satu ahli waris dari tanah tambak yang sekarang dikuasai oleh H. Ramli yang dianggap bermasalah tersebut. 12Wawancara No. 1211, Sekretaris Desa Padelegan. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 62 Tanah Warisan ItuTernyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi 5. Kesimpulan · Meskipun proyek pembangunan aberan dan gorong-gorong di Desa Padelegan bisa diselesaikan sesuai dengan jadwal, namun harus berubah dari rencana semula. Lokasi pembangunandialihkandariDusunLaokTambakkeDusunDayaTambakakibatadanya penolakanpemiliktanah. · Adaduaalasanyangmendasaripenolakantersebut,pertamaadanyakekuatiranpemilik tanahkalauproyek aberantersebutakanmembukasejarahtanahnyayangbermasalah. Kedua, akibat adanya konflik mengenai batas tanah tambak dan jalan kampung yang akandilebarkanterkaitdenganpembangunanaberan. · PeranKepalaDesadanelitedesamendominasiprosespengambilankeputusan. Seringkali keputusan sudah diambil di luar forum oleh para elite desa sebelum Musbangdes berlangsung,sehinggaforumMusbangdesterkesanhanyamenjadisaranauntukjustifikasi danlegitimasibagikeputusanparaelitedesa. · Dalam pelaksanaan PPK terjadi penyelewengan-penyelewengan, baik di tingkat desa maupunkecamatan. · PPKmenjadipemicu­bukanpenyebab­terjadikonfliktanah. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 63 Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Desa Padelegan, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan Penulis: Saifullah Barnawi Kronologi Kasus: Tanah Warisan Itu Ternyata Telah Terjual Tanggal Kejadian 2000 Musbangdes mengutamakan aberan sepanjang jalan pantai antara dua dusun 2000 H. Rusdi menolak tanahnya dibangun aberan 2000 Upaya formal dan personal attempts dilakukan untuk meyakinkan H. Rusdi akan keuntungannya, tapi tidak membawa hasil 2001 H. Musdi membangun jalan pada bagian tanahnya sendiri dan dengan biaya sendiri. Peneliti: Saifullah Barnawi and Endro Probo Crenantoro; Koordinator: Rachael Diprose and Saifullah Barnawi 64 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Bukan Sekedar Tanah Ulayat: Konflik Tanah di Desa Golo Meni Ringkasan Konflik Tanah Sekolah dan Tanah Lumbung Desa antara Orang Manus dan Pemerintah Desa Golo Meni, SDK Mukun I, SDK Mukun II dan Gereja sudah berlangsung sejak tahun 1972 dan sampai sekarang belum terselesaikan. Rencana pemindahan lokasi pasar dari Lapangan Bola ke sebelah timur lapangan bola telah memicu Orang Manus untuk melakukan teror dan ancaman pembunuhan terhadap anggotaAMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) yang sedang menyiapkan Lokasi Pasar tersebut pada tahun 1991. Demikian juga pembentukan ForumAdat Mukun yang tidak melibatkan orang Manus pada awal Januari tahun 2003 telah memicu timbulnyaAncaman Perang Tanding antara Orang Manus dan orang-orang Desa Golo Meni tanggal 4 Januari 2003. Ketegangan antara kedua kelompok ini berhasil diredam untuk sementara lewat Mediasi oleh berbagai pihak terutama Gereja Katolik. Namun bila Penyelesaian SecaraAdat dan Damai tidak terwujud maka pertumpahan darah antara sesama saudara "Wau Pat" tidak akan dapat dihindari. 1. Pengantar: Sejarah dan Hubungan Kekerabatan Pada tahun 1991 ada rencana Kepala Desa Golo Meni untuk memindahkan lokasi Pasar Mukun(yangdiadakansetiapHariJumat)darilapanganbolakesebelahtimurlapanganbola. Rencana tersebut bertepatan dengan kedatangan sejumlah 38 anggotaAMPI dari Kupang yangmaumelaksanakanKerjaBaktiSosial.KepalaDesaGoloMenimemintabantuanmereka untuk membersihkan dan membuat petak atau terasering di lokasi sebelah timur lapangan bola untuk membangun tenda-tenda pasar. Pada hari kedua, ketika mereka sedang bekerja datanglahserombonganbesarorangManus. "Mereka membawa parang, pacul dan skop dan langsung menterror anggotaAMPI dan mengancam akan membunuh mereka kalau melanjutkan pekerjaan. Para anggotaAMPI lari terbirit-birit dan mencari perlindungan. Orang-orang Manus yang datang itu dipimpin oleh Vitalis Jonga dan Tokoh-Tokoh Adat dan Masyarakat Manus seperti Paul Ndarung (ayah dari Vitalis Jonga) danArkadius Patas. Mereka mencaci-maki Kepala Desa Golo Meni, membuat pagar, menanam pisang dan membangun rumah sewa pakai, dan kios-kios, termasuk kios KUD yang masih ada sampai saat ini." Nobert Anggal, Mantan Kepala Desa Golo Meni Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 65 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Untukdapatmemahamiperistiwadiatas,kamiperlumenghadirkanSejarah"WauPat". Wau Patmerupakanempatsukupatrilinealyakni: Ngusu,Manus,MukundanDeruyangberasal darinenek-moyangyangsamayakniMekaLa.KarenakeperkasaanMekaLadalammenolong orang Rembong (Suku Asli) untuk membunuh Lusa dan Lagor, maka orang Rembong menghadiahkantanahuntukMekaLa.1 Keempatwautersebutmendapatkanwilayahkekuasaanmerekamasing-masing. WauNgusu dan Wau Manus mendiami wilayah sebelah timur Kali Wae Mokel atauAtaAwo Wewo sedangkan Wau Mukun dan Wau Deru mendiami wilayah sebelah barat Kali Wae Mokel atauAta Sale Wewo.2 Kotak 1: Tanah Wau Manus Tanah Wau Manus mencakup wilayah mulai dari Wae Ruwuk sebelah timur Wae Mokel lalu masuk Susang Naru di Wae Mokel, terus ke sebelah barat Kali Wae Mokel, masuk Wae Redong dekat Persawahan Keok, Waru Leok, Pong Taga, bagian timur Kampung Ketal, Parimaza, masuk Wae Weer, turun loleng (sepanjang) Wae Weer, sampai Wae Mokel, terus ke sebelah timur Wae Mokel menuju Nengga, Tango, Taor dan mencakup semua Lodok (wilayah tanah suku) MOBONS (Mokel, Bolur, Nangge dan Sewul).3 Dalampembagianwilayahadministrasipemerintahan,KampungManusdanKampungNgusu termasuk dalam wilayah Desa Rana Mbeling. Kampung Rembong dan Kampung Mukun termasuk dalam wilayah Desa Golo Meni. Sedangkan Kampung Deru, Pedak dan Podol masuk wilayah Desa Mokel. Kewargaan ketiga desa administratif ini tidak ditentukan berdasarkanwilayahgeografismelainkankarenaketurunan(klan). KarenaitutindakanSuku Manus di atas akan berhadapan dengan klan Deru dan Mukun serta Desa Golo Meni yang didalamnyatermasukRembong. 2. Tanah Sekolah ­ Tanah Poliklinik ­ Tanah Lumbung Desa Pada waktu Manggarai berbentuk Kerajaan (Raja Bagung), Pemerintah Hindia Belanda bekerjasamadenganGerejaKatolikmulaimerintispembangunanSekolahRakyat(lihatKotak 2). "Sekolah Rakyat tersebut didirikan di Taga dengan gurunya bernama Guru Major;4 namun kemudian dipindahkan ke Songi "demikian Nabor Kelang. Yosef Juni, Ketua BP3, SDK Mukun II, Ketua Forum Adat Mukun 1Wawancara No. 27, Yosef Juni, Ketua BP3 dan ForumAdat Mukan dan Wawancara No. 20, Flavianus Garing, Warga. 2Wawancara No. 27. 3Wawancara No. 20. 4Diary Peter R. Manggut. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 66 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Kotak 2: Pemerintahan Abad 16 Pada kurang-lebih abad 16, ketika Sultan Goa dan Bima menguasai Manggarai, mereka menetapkan sistem dibawah ini: Kerajaan ­ Kedaluan ­ Gelarang ­ Kampung Wilayah Manggarai pada waktu itu dikepalai oleh Raja Todo. Dibawah Raja terdapat 39 Kedaluan yang masing-masingnya diperintah oleh seorang Dalu. Sedangkan Gelarang berada dibawah Kedaluan yang menguasai wilayah tertentu dan bertugas untuk menjembatanikepentinganKedaluandanmasyarakat. DibawahGelarangadalahKampung yang dipimpin oleh seorang Kepala Kampung. Kedaluan Manus pun demikian. Namun sejak tahun 1969 Sistem Kedaluan telah dihapus dan diganti dengan Sistem Desa/ Kelurahan. Dalam tahun 1921 terjadilah penyerahan tanah oleh Suku Manus kepada Dalu Nderas. KarenaitulokasiSRdipindahkandariSongikeMukun. Namun,informanlainmengatakan bahwatanahsekolahinibukanhanyadiserahkanolehWauManusmelainkanolehkeempat Wau (klan): Manus, Ngusu, Mukun dan Deru.5 Penyerahantanahdiatasmenggunakan"UpacaraAdatKepok"denganhukumnya"Rosang: Ito wae ilur toe ngaseng lait kole" (Rosang:Air liur yang sudah dibuang tidak dapat dijilat kembali). ItumerupakanSumpahAdatdansekaliguskutukan,"Seilaitkolengasengmata ribok" (siapa yang menjilatnya kembali akan mati kutuk). Setelah tanah diserahkan baru kemudiansekolahdibangundiatasnya. SekolahRakyatMukunadalahSekolahIndukseluruh KedaluanManus.6 Padatanggal22Apriltahun1956terjadipenyerahantanaholehorangManusuntukmendirikan Poliklinikseluas65mx51myangterletakdisebelahtimurlapanganbola(LihatKotak1). Pada tahun 1957, Dalu Manus (Domi Perenta) memindahkan Kantor Hamente Manus dari Ketalkesebelahtimurlapanganbola. Pada tanggal 19 Mei 1974, Pastor Paroki Mukun, Pater Frans Galis dalam kapasitasnya sebagai Kepala Cabang SUKMA (Yayasan Persekolahan Umat Katolik Manggarai) mengadakan rapat bersama Ketua Dewan Pastoral Paroki, Ande Anggal, Ketua POM (Persatuan Orang Tua Murid) SDK Mukun I, Yan Dima, Ketua POM SDK Mukun II, Pimpinan Health Center Mukun dan Tokoh Masyarakat. Hasil kesepakatan rapat adalah "PenukaranTanahSekolahdanTanahPoliklinikuntukpembangunanHealthCenter."7 5 Wawancara No. 27. 6 Wawancara No. 27. 7 Wawancara No. 20. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 67 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut AlasanpenukarantanahsekolahdantanahpolikliniktersebutadalahkarenaMisionarisJerman membutuhkantanahseluas1hektaruntukmembangunHealthCentersementaratanahyang tersediahanyaberukuran65mx51m.8 KarenaTanahPolikliniktidakjadidigunakansebagai lokasiuntukmembangunHealthCenter,makapadatanggal29Mei1983LKMDDesaGolo Meni mengadakan rapat bersama Pastor Paroki dan 41 orang Pemuka Masyarakat Golo Menidanmenghasilkankeputusanuntukmenjadikantanahyangdiserahkanpadatanggal22 April1956sebagailokasiPasarMukun. DalamrapattersebutdiusulkanagarTanahPoliklinik yang berukuran 65m x 51m itu peruntukannya dibagi dua, yaitu 47m x 45m untuk Lokasi Pasardan45mx18muntukLumbungDesa(KantorDesa)GoloMeni. Namunusultersebut ditolak dan rapat memutuskan agar tanah seluas 65m x 51m itu seluruhnya dijadikan pasar sedangkan Lumbung Desa Golo Meni dipindahkan ke Bukit Golo Meni di samping PUSKESMAS seperti saat ini.9 Tetapiprosespenukarantanahsekolahdantanahuntukpoliklinik,yangkemudiantanahsekolah dijadikan lagi tanah untuk Pasar dan Lumbung Desa tidak melibatkan orang Manus. Inilah yangmelatar-belakangikonfliktanahumumdiDesaGoloMeni! OrangManustidakdilibatkan dalamprosespenukarantanahtersebutkarenasecaraadministratiforangManusadalahrakyat DesaRanaMbelingdanberdomisilidiwilayahDesaRanaMbeling. Merekabukanrakyat Desa Golo Meni walaupun Hak Ulayat mereka mencakup sebahagian wilayah Desa Golo Meni. 3. Konflik Tanah Sekolah, Tanah Lumbung Desa Golo Meni, dan Tanah Pasar Pada tanggal 26April 1991 sejumlah Tokoh Masyarakat Manus yaitu: Yohanes Maras, ArkadiusPatas,AntonMandurdanYosefPatangmenanda-tanganiSuratPenyerahanTanah disebelahtimurlapanganbola(yaitutanahsekolah)untukpasar. Namunpadatanggal4Mei 1991VitalisJonga(AnakSulungdariPaulusNdarung,TuanTanahManus)membuatsurat penolakanataspenyerahantersebutdenganalasanparapenanda-tangantidakmewakiliorang Manus.membuat surat penolakan atas penyerahan tersebut. Hal ini memuncak ketika para anggotaAMPI sedang membersihkan tempat di sebelah timur lapangan bola yang akan dijadikan Lokasi Pasar. Ketika mereka sedang membersihkan tempat tersebut datanglah serombonganbesarorangManus. "Mereka membawa parang, pacul dan skop dan langsung menterror anggotaAMPI dan mengancam akan membunuh mereka kalau melanjutkan pekerjaan. Para anggota AMPI tersebut lari terbirit-birit dan mencari 8 Wawancara No. 23. 9 Wawancara No. 38. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 68 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut perlindungan. Orang-orang Manus yang datang itu dipimpin oleh Vitalis Jonga dan Tokoh-Tokoh Adat dan Masyarakat Manus seperti Paul Ndarung (ayah dari Vitalis Jonga) dan Arkadius Patas. Mereka mencaci- maki Kepala Desa Golo Meni, membuat pagar, menanam pisang dan membangun rumah sewa pakai, dan kios-kios, termasuk kios KUD yang masih ada sampai saat ini". Nobert Anggal, Mantan Kepala Desa Golo Meni, Tokoh Masyarakat Tentangperistiwatersebut,KepalaDesaGoloMenimembuatlaporankeCamatKotaKomba dan meminta Pemerintah Kecamatan untuk menyelesaikan masalah tersebut; namun tidak ada tanggapan. Karena tidak ada tanggapan Kepala Desa Golo Meni kemudian membuat laporanulanganyangkeduadanketigatetapijugatidakadatanggapan. BerdasarkanLaporanCamatKotaKomba,dalamkunjunganPaskah1992,BupatiManggarai, GasparEhok,meninjaulokasikonflik. Setelahpeninjauan,GasparEhoktidakmemberikan komentar apa-apa. Dia hanya berjanji untuk mengutus Camat Kota Komba ke Mukun. KemudianCamatBenLahurdatangkelokasidanhanyamengukurTanahLumbungDesa. "Waktu Barnabas Jangga sebagai PLT (Pelaksana Tugas) Kepala Desa Golo Meni menggantikan Yosef Jama yang sakit, ada dana untuk merenovasi Lumbung Desa. Ketika pekerjaan renovasi Lumbung Desa baru berlangsung, pada tanggal 14 Oktober 2002 datanglah Nyonya Sofia Bro10 bersama orang Manus dan mencegat para tukang yang sedang bekerja dan bahkan melarang para tukang untuk melanjutkan pekerjaan itu" Barnabas Jangga, PLT Kepala Desa Golo Meni Sebagaitindaklanjutdaripencegatan,SofiaBrobersamaorangManusmembanguntembok didepandanberdempetandenganLumbungDesa.11 Menghadapi peristiwa ini, warga masyarakat Golo Meni memberikan reaksi tidak puas terhadaptindakanorangManusdanSofiaBrodanmerekamauberhadapanlangsungsecara fisik dengan orang Manus dan Sofia Bro, tetapi dilarang oleh PLTKepala Desa, Barnabas Jangga.12 PLT Kepala Desa Golo Meni melaporkan tentang pengrusakan dan pembuatan pagar di dalamruanganLumbungDesaolehSofiaBrodanbeberapaorangManus(termasukArkadius 10Janda Almarhum Lambert Landung, putera Sapang yang menanda-tangani penyerahan tanah poliklinik pada 22April 1956 11Barnabas Jangga (PLT Kepala Desa Golo Meni) melaporkan, "Orang Manus dan Sofia Bro juga menumbuk tembok yang sudah dibuat dan membuat pagar di dalam Lumbung Desa." (lihatWawancara No. 22, Barnabas Jangga, PLT Kepala Desa Golo Meni). 12Wawancara No. 22. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 69 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Patas,YanNatasdanAgusJamung)kepadaKAPOLPOSWaeLengga. Berdasarkanlaporan tersebut,KAPOLPOSWaeLengga,SilvinusJerandu,datangmelakukanpemeriksaan. Dalam pertemuandengankeduabelahpihak,KAPOLPOSWaeLenggamengakui, "Betul ada pengrusakan dan pembuatan pagar didalam ruangan Lumbung Desa" Dia juga meminta kedua belah pihak (Desa Golo Meni dan Sofia Bro) menunjukkan surat- surat bukti kepemilikan tanah. Sofia Bro menunjukkan beberapa surat bukti kepemilikan tanah, namun Kepala Desa Golo Meni belum dapat membuktikan bahwa tanah lumbung Desaituadalahtanahuntukkepentinganumumkarena2petaaslipenyerahantanah tanggal 22April 1956 itu masih berada di tangan Niko Patur danAndeAnggal.13 Karena Masalah Tanah Lumbung Desa dan Masalah Tanah Lokasi Pasar yang belum terselesaikanitu,makaBarnabasJanggaberkonsultasidenganparatokohmasyarakatGolo Meni untuk mencari alternatif penyelesaian.14 Dari hasil diskusi itu muncullah ide untuk membentukForumAdatMukundengantujuanuntukmenyelesaikanmasalah-masalahapa sajatermasukmasalahtanahdanmasalahkeluargasecarakekeluargaan. MakaawalJanuari tahun2003terbentuklahForumAdatMukun.15 Namun ForumAdat ini tidak melibatkan orang Manus dan orang Ngusu. Akibatnya orang Manus berkesimpulan, "Ini pasti soal tanah!"16 dan seorang tokoh yang dihormati orang Manus,PaulusNdarungmengatakan, "Pada tanggal 4 Januari 2003 kami hampir ikut cara Lendo.17 Kami sudah siapkan parang, tombak dan senjata lain untuk pergi perang di tanah sengketa. Tapi Orang Manus masih takut Hukum. Mereka tidak sependapat dengan saya [mereka tidak mengikuti ajakan saya untuk berperang]." Paulus Ndarung, Mantan Kepala Desa Rana Mbeling, Tomas dan Tuan Tanah Manus 13Diary, Peter R. Manggut, 6 Mei 2003. 14Wawancara No. 23. 15Susunan Pengurus Forum yaitu: Ketua: Nabor Kelang; Wakil Ketua:Yan Pawo; Wakil Ketua I: David Ngge;Wakil Ketua II: Niko Patur; Sekretaris I: PetrusAlo Dando; Sekretaris II: Dion Din Sait; Bendahara I: Simon Sulu; Bendahara II: Emanuel Darmo; dan dilengkapi Seksi Dana, Seksi Hubungan Masyarakat (HUMAS) dan Seksi Keamanan. (lihat Wawancara No. 27). 16Wawancara No. 23. 17Masalah Tanah Lait-Lendo di Desa Gunung, Kecamatan Kota Komba, pada tanggal 2 November 2001 yang telah diputuskan di Pengadilan, namun kemudian diselesaikan lewat Perang Tanding yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 70 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut SementaraituYosefJunimelaporkan, "Pada hari yang sama [4 Januari 2003] orang Mukun dan Rembong (Desa Golo Meni) dan orang Podol [Desa Mokel] sudah siap [untuk berperang].Kami nekad. Tetapi orang Manus tidak datang." Nabor Kelang, Ketua BP3 SDK Mukun II, Ketua Forum Adat Mukun DemikianpunmasyarakatGoloMeniyangdimotoriolehorang-orangdariKampungRembong mulaibersiap-siagamenghadapiseranganorang-orangManus.18 Merekamengatakan, "Biarkan saja. Nanti pada saat orang Manus datang ukur, baru kami serang." Pater Tarsi Atok SVD, Pastor Pembantu Paroki Mukun, Direktur SMPK Lalupadatanggal6Januari2003orangManusmembuatSuratPernyataanSikapTuaTeno (Penguasa Tanah) danTokoh Masyarakat Manus yang ditujukan kepada Ketua BP3 SDK MukunIdanKetuaBP3SDKMukunIIyangisinyamemerintahkanpembongkaranrumah- rumah BP3 Mukun I dan BP3 Mukun II di atas "tanah milik orang Manus" (bandingkan denganPetaPenyerahan22April1956).19 Bataswaktupembongkaransampaidengantanggal 6 Februari 2003. 4. Upaya Mediasi oleh Gereja KeteganganyangterjadidalambulanJanuari2003antarakelompokMukun,Rembongdan PodoldisatupihakmelawanorangManusdilainpihaktelahmendorongparatokohmasyarakat diDesaGoloMeniuntukmelakukanupaya-upayarapatuntukmencarisolusidamai.20 Selama diskusi, mereka memutuskan untuk mengajak beberapa tokoh masyarakat Mukun untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Hasil diskusi menetapkan agar beberapa tokoh Masyarakat Mukun berangkat ke Manus untuk menemui tokoh masyarakat Manus. Maka berangkatlahtigaorangwakiltokohmasyarakatMukundidampingiPaterTarsiAtokkeManus untukmenemuiPaulusNdarung(pimpinantokohmasyarakatdantokohadatManus). Tiga oranginimenyalamiPaulusNdarungdengantatacaraadat"Kepok". Merekajugaditerima secara adat. PaterTarsi membuka pembicaraan, 18Wawancara No. 23. 19Wawancara No. 38, Paulus Ndarung, Mantan Kepala Desa Rana Mbeling, Tokoh Msyarakat dan Tuan Tanah Manus. 20Wawancara No. 23. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 71 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut "Saya seorang Pastor. Kami ingin tahu apa kemauan orang Manus yang paling dalam." Ande Anggal, Ketua DPP Paroki Mukun, Tokoh Masyarakat Golo Meni MenjawabpertanyaaniniPaulusNdarungdalamwawancaratanggal17Mei2003mengatakan, "Kami hanya ingin agar orang Mukun mengakui Hak Ulayat orang Manus dengan batas-batas yang ditentukan oleh nenek moyang dahulu. Kami ingin tahu mengapa tanah yang nenek moyang kami serahkan untuk umum disalah-gunakan? Yang terakhir, kalau orang Mukun tidak mengakui Hak Ulayatkami,makapadatanggaltertentukamiakanmelaksanakanserangan." Paulus Ndarung, Mantan Kepala Desa, pemimpin masyarakat JawabanPaulusNdarunginimengungkapkan3halpentingyangmenjadikuncipermasalahan tanahdiDesaGoloMeni: Pertama, tanah umum yang diserahkan tahun 1921 merupakan milik Hak Ulayat Orang Manus. Karena itu mengabaikan kehadiran mereka dalam pertemuan dan keputusan yang menyangkuttanahumumitusungguhmerongrongkewibawaanmereka. Kedua,orangManustidaksetujudengankebijakantokohmasyarakatGoloMeniyangtidak menggunakantanahpenyerahansesuaidenganmaksudnya. Iniberartimerekatidaksetuju denganpenukarantanahPUSKESMASdengantanahsekolahyangdijadikanLumbungDesa dan Pasar. Ketiga, Pasar Mukun bukan cuma milik Desa Golo Meni.21 Pater Tarsi Atok kembali ke Mukun dan mengadakan rapat dengan para tokoh Mukun. PaterTarsimemperlihatkansuratPaulusNdarungtertanggal6Januari2003danmenegaskan, "Ini yang diinginkan oleh orang Manus, akui Hak Ulayat mereka!" Ande Anggal, Ketua DPP Paroki Mukun, Tokoh Masyarakat Golo Meni Tidakadadiskusipanjanglebarpadasaatitu.SemuayangberbicaramengakuiHakUlayat OrangManusdankembalikerumahdenganpikiranmasing-masing.22 21Lihat Wawancara dengan Pater TarsiAtok dan Wawancara Informal P.Adam Satu dengan Vitalis Jonga di Ruteng. 22Ibid. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 72 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Langkah selanjutnya, Pater Tarsi, Geradus Radu dan FransAkam pergi menemui Paulus NdarungdiPam(DesaRanaMbeling),untukmenyampaikanbahwa: 1.Orang-orangdiDesaGoloMenimenerimaHakUlayatorangManus. 2.MengenaiRetribusiPasaragardudukbersamauntukdirundingkanlagi. SetelahmendengarbahwaorangGoloMenimengakuiHakUlayatorangManusatastanahdi DesaGoloMeni,PaulusNdarungmenyatakan, "Tanah yang diserahkan Nenek Moyang dahulu untuk kepentingan sekolah hanya berukuran 100m x 75m." Pater Tarsi Atok SVD, Pastor Pembantu Paroki Mukun, Direktur SMPK Denganadanyaperubahantuntutan,PaterTarsilangsungmengatakan,"Sayahanyamenampung tuntutan Bapak, yang menerima atau menolak adalah wewenang Bapak Uskup sebagai PemimpinGerejaLokal."23 PadahariJumattanggal9Mei2003adautusandariPaulusNdarungdatangmenemuiPater TarsidanmenanyakanbagaimanahasilpembicaraandenganpihakKeuskupan. PaterTarsi menjawab,"TunggudulukarenasekarangsayamasihsibukdenganEBTASMP.Sayasudah menyerahkan persoalan tersebut kepada Romo Kanis di SUKMA."24 PaterTarsimenjanjikan,pertemuantersebutakandilaksanakansesudahPaskahApril2003, tetapisampaisekarangbelumdilaksanakan.25 Pada saat ini, orang-orang Manus dapat bepergian ke Golo Meni dengan leluasa, demikian pun sebaliknya. Pada Pesta Paskah 2003 yang lalu tidak tampak tanda-tanda ketegangan lagi. Sampai saat ini orang Manus dan orang Mukun (Golo Meni) masih menanti-nanti pertemuanyangsangatmenentukanberakhiratautidaknyaperseteruanini. Dalampertemuan yangdinanti-nantikanini,tokoh-tokohManusdantokoh-tokohMukundirencanakandapat dudukbersamamemecahkanpersoalantanahumumdantanahsekolahdalam"posisisama- sama menang." 23Lihat Wawancara dengan Pater TarsiAtok dan Wawancara Informal P.Adam Satu dengan Vitalis Jonga di Ruteng. 24Wawancara No. 39. 25Wawancara No. 23. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa andAgus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 73 Bukan Sekedar Tanah Ulayat Desa Golo Meni, Kecamatan Kota Komba, Kabupatan Manggarai Penulis: Peter Manggut Kasus Kronologi: Bukan Sekedar Tanah Ulayat Tanggal Peristiwa 1921 Klen Manus menyerahkan sebagian tanah mereka kepada Dalu Nderas untuk dipergunakan sebagai sekolah. 22 April 1956 Klen Manus menyerahkan sebagian tanah mereka untuk pembangunan pusat kesehatan masyarakat untuk dibangun oleh misionaris Jerman. 19 Mei 1974 Pendeta desa dan kepala Puskemas Mukun serta beberapa orang lainnya bertemu untuk menukar tanah sekolahan dengan tanah puskesmas. 29 Mei 1983 Dewan desa memutuskan menggunakan tanah yang diserahkan pada tahun 1956 untuk dijadikan pasar dan kantor desa. Namun pada akhirnya tanah yang diperoleh pada tahun 1956 itu akan digunakan hanya sebagai pasar, dan kantor desa akan dipindahkan ke sebelah puskesmas. 26 April 1991 Sejumlah tokoh Manus yang terpandang menyerahkan lagi tanah mereka untuk pasar. 4 Mei 1991 Avent Padu, seorang pemimpin adat, menolak pemberian tersebut. Paskah 1992 Bupati Manggarai mengunjungi daerah yang bertikai dan berjanji akan mengirimkan Camat untuk menyelesaikan pertikaian tersebut. Sekitar Sejumlah orang Manus membangun tembok di sekeliling tanah Paskah 1992 yang disengketakan. Sekitar Kepala polisi di Wae Lengga melakukan penyelidikan Paskah 1992 4 Januari 2003 Tokoh-tokoh terpandang di Golo Meni bertemu untuk membicarakan mekanisme alternative untuk menyelesaikan persengketaan. Pertemuan ini dianggap sebagai upaya untuk mengambil tanah orang Manus dan sebagai persiapan untuk berperang. 6 Januari 2003 Pemimpin-pemimpin orang Manus memerintahkan agar tanah sekolahan dihancurkan dalam waktu satu bulan. Januari 2003 Pastor Tarsi Atok mengupayakan mediasi untuk menghindari pertumpahan darah. 9 Mei 2003 Pemimpin Manus meminta status dalam negosiasi kepada Pastor Tarsi., Pastor Tarsi mengatakan mereka harus menunggu sampai dia selesai melaksanakan ujian ebtanas SMA. 17 Mei 2003 Orang Manus meminta hak ulayat mereka diakui. Peneliti: Peter Manggut, Yan Ghewa and Agus Mahur; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 74 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur Padang Mbondei Milik Siapa? Ringkasan Sengketa pemilikan tanah padang Mbondei melibatkan Seminari Pius XII Kisol, sekelompok warga masyarakat kelurahan Tanah Rata yang tergabung dalam HIMASTAN1, dan tuan tanah Suku Motu Poso. Sengketa ini dipicu oleh tindakan anggota HIMASTAN pimpinan Anggalus yang membagi dan menggarap tanah itu pada bulan Juni tahun 2002 tanpa sepengetahuan tuan tanah Suku Motu Poso dan Seminari Pius XII Kisol yang secara fisik menguasai tanah itu sejak tahun 1967 hingga saat ini. Sengketa pemilikan tanah Mbondei tersebut telah menimbulkan keresahan dan rasa tidak aman dalam masyarakat, baik tuan tanah, para penggarap pimpinan Anggalus maupun Seminari Kisol dan warga masyarakat lainnya di kelurahan Tanah Rata. Fungsionaris adat dan pemerintah kelurahan Tanah Rata serta pemerintah kecamatan Kota Komba telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimaksud. Namun, penyelesaian yang dilakukan oleh fungsionaris adat dan pemerintah tersebut tidak memuaskan semua pihak baik Seminari Pius XII Kisol maupun kelompok penggarap dan warga secara luas di Kelurahan Tanah Rata. 1. HIMASTAN: Pembuka Tabir Pemilikan Tanah Mbondei KonflikTanahMbondeidimulaipada2002yangjugamenimbulkandebatmengenaistatus TanahMbondeiyangtelahdiserahkankepadaSeminariPiusXIIKisololehMotuPoso,dan tuan tanah John Sari dan Hubertus Dua pada tahun 1967. PadabulanJunitahun2002dengandirestuituantanahsukuMotuPoso,137oranganggota HIMASTANdansembilanorangwargamasyarakatkelurahanTanahRatalainnyadibawah pimpinanAnggalus melakukan pembagian dan penggarapan tanah padang Mbondei yang sampai saat ini merupakan padang penggembalaan ternak milik Seminari Pius XII Kisol. WalaupunsembilanorangtersebuttidaktermasukanggotaHIMASTANtetapikarenamereka mendapat pembagian tanah dari ketua HIMASTAN,Anggalus, maka ke 9 orang tersebut termasukdalamkelompokAnggalus. Kegiatanmerekamembagidanmengaraptanahtersebut 1 Himastan merupakan akronim dari (1) Himpunan Masyarakat Tani Pencari Keadilan dan Kasih Persaudaraan Kelurahan Tanah Rata; (2) Himpunan Masyarakat Tani Pencari Keadilan; dan (3) Himpunan Masyarakat Tani dan Adat Tanah Rata. HIMASTAN dibentuk pada tahun 2002 dengan susunan pengurus: Ketua, Anggalus; Wakil Ketua, Kanis Samin; dan Sekretaris Vinsen Jiu. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 75 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur tanpakonsultasidansepengetahuantuantanahMbondeiSukuMotuPosodanpihakSeminari Pius XII Kisol yang sejak tahun 1967 menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut untuk menggembalakan ternak milik Seminari Pius XII Kisol. Oleh tuan tanah suku Motu Poso, Tony,kegiatankelompokpenggarappimpinanAnggalustersebutdinilaisudahmelanggarjalur hukumadatdanjalurhukumpemerintah. SedangkanSeminariPiusXIIKisolmengkategorikan kegiatan kelompokAnggalus tersebut sebagai tindakan yang dengan sengaja menyerobot tanahpenggembalaanternakmilikSeminariPiusXIIKisol. Karenaitupadatanggal19Juni tahun 2002 Tony, Romo Albertus Simon, dari Seminari Pius XII Kisol, Anton dan Dus menyuruhparapenggarapuntukmenghentikankegiatannyadankembalikerumahmasing- masing. "hentikan kegiatan dan kembali ke rumah masing-masing; kita akan melakukan pertemuan tanggal 22 Juni 2002, sebab kegiatan kamu sudah melanggar hukum adat dan hukum pemerintah." Tony, Motu Poso, Tuan Tanah dan Sekretaris Lurah Disampinglarangansecaralisantersebut,RomoAlbertusSimon,dariSeminariKisolmelalui suratnya padatanggal25Junitahun2002melaporkan parapenggarappimpinanAnggalus kepadalurahTanahRata(lihatKotak1). DalamsurattersebutRomoAlbertusSimon,selaku ekonomSeminariPiusXIIKisolmelukiskankegiatanyangdilakukanolehwargamasyarakat danharapanSeminariPiusXIIKisolterhadappenyelesaianpersoalantersebut. Kotak 1: Surat tanggal 25 Juni 2002 "Kehadapan bapak selaku kepala wilayah di tingkat kelurahan kami menyampaikan persoalan yang tengah kami alami berkaitan dengan tindakan sejumlah oknum yang dengan sengaja menyerobot tanah penggembalaan ternak milik kami (Seminari Pius XII Kisol) di Bondey. Oknum-oknum tersebut memasang patok di atas tanah penggembalaan ternak kami dan menebang pohon-pohon yang sengaja dibiarkan bertumbuh. Tampaknya kegiatan mereka semakin menjadi-jadi. Kami sendiri belum mau berhadapan langsung dengan oknum-oknum tersebut. Kami percaya bapak selaku orang tua kami semua yang tinggal di wilayah Tanah Rata dapat membantu kami dalam menyelesaikan soal ini Karena itu besar harapan kami kiranya sesegera mungkin kegiatan oknum-oknum tersebut dihentikan. Pendekatan dan tindakan tegas bapak kiranya dapat menyelesaikan masalah ini." Akibatdarikejadian-kejadianini,aktivitasPemberdayaanMasyarakatTanahRatadipegang olehtuantanahMotuPosodanfungsionarisadat "tanah suku Motu Poso; kegiatan kami di Mbondei itu, benar dan salahnya sama saja." Anggalus, ketua HIMASTAN Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 76 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur NamunparapenggarappimpinanAnggalustidakmaudantetapmengerjakantanahtersebut. BahkantahuninimerekatelahmenikmatihasilpanendaritanahgarapanmerekadiMbondei. Halinimendorongwargamasyarakatlainnyaikutmematokdanmembagitanahdipadang Mbondei tersebut. Menurut Muspada bulan Desember tahun 2002 sekelompok warga masyarakat dari dusun Leke kelurahan Tanah Rata ke Mbondei mematok-matok tanah tersebut. KemudianpadabulanMarettahun2003sekelompokwargamasyarakatkelurahan TanahRatalainnyayangberasaldarilingkunganKisoljugamelakukankegiatanyangsama. Berbeda dengan kelompok sebelumnya, kedua kelompok terakhir masih berhubungan keluarga dengan tuan tanah suku Motu Poso dan bahkan ada di antara kedua kelompok tersebut termasuk tuan tanah suku Motu Poso. Di samping itu tidak semua anggota dari kedua kelompok tersebut telah menggarap tanah yang telah dipatoknya.2 Di pihak lain, menurutAnggalus kegiatan mereka di padang Mbondei tersebut karena disuruh oleh tuan tanah Suku Motu Poso,Tony.3 Motivasidantujuandarimasing-masingkelompoktersebut(HIMASTAN,KelompokLeke, dan Kelompok Kisol) mematok dan membagi tanah padang penggembalaan ternak milik Seminari Pius XII Kisol di Mbondei tidak sama. Kelompok Leke dan Kelompok Kisol motivasinya tidak semata-mata untuk memiliki tanah di Mbondei tetapi terutama untuk mencegahpihaklaindiluarkelurahanTanahRatamembagidanmenggaraptanahdiMbondei. Karena itu banyak anggota dari kedua kelompok ini yang hanya sekedar mematok dan membagitanahMbondeitetapisampaisaatinibelumpernahmenggarapataupunmengerjakan tanahyangtelahdipatoknyaitu. DisampingitupematokandanpembagiantanahMbondei oleh kedua kelompok yang terakhir ini (Kelompok Leke dan Kelompok Kisol) adalah karena mereka tidak setuju terhadap tindakan HIMASTAN yang tetap menggarap dan mengerjakan tanah Mbondei walaupun telah dilarang oleh pemerintah kecamatan Kota Komba. Konsekuensi lebih lanjut dari kehadiran berbagai kelompok ini di Mbondei ialah adanyaketegangandankemungkinterjadinyapertumpahandarahantaraberbagaikelompok tersebutdalammemperebutkantanahMbondei. PembagiandanpenggarapantanahMbondeiolehkelompokAnggalusbertujuanuntukmenuntut realisasi Urun Rembuk di RumahAdat Suku Motu Poso tahun 2000. Pada kesepakatan tahun 2000,Tony selaku PemilikTanah Motu Poso mengklarifikasi status tanah Mbondeu sebagaiberikut: "Sekitar tahun tanah 1967 Mbondei diserahkan oleh tetua-tetua adat, John Sari dan Ignas Ingga kepada Seminari Pius XII Kisol dengan status pinjam pakai bukan status pemilikan memngingat tidak ada diskusi yang 2 Wawancara No. 12, WilhelmusAnggal dan Wawancara No. 17, FGD dengan laki-laki. 3 Wawancara No. 12. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 77 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur dilaksanakan dengan dan disetujui oleh masyarakat kampung. Tanah ini akan dibagi-bagi kepada warga untuk Ana-Mbu kita sedhi" [untuk cucu kita]. Jadi tidak salah kalauTanah Mbondei dibagikan kepada masyarakat." DalamUrunRembuktersebutdisepakatimasing-masinganggotapenerimatanahdikenaibiaya pendaftaran sebesar Rp 80.000, dan satu ekor ayam. Akan tetapi kesepakatan pada tahun 2000dimaksudhinggabulanJunitahun2002belumdirealisasikan,padahal21oranganggota HIMASTANtelahmelunasiuangpendaftaran. Kemudianhaltersebutberlawanandengan perkataan pemilik Motu Poso, dalam pertemuan dengan Camat, yang mengkonfirmasi penyerahantanahtersebutkepadaSeminari(lihatKotak2dibawah) Kotak 2: Alasan Anggota HIMASTAN Membagi dan Menggarap Tanah Mbondei. a. Karena pada tahun 2000 sebagian tanah Mbondei dibagikan oleh tuan tanah Suku Motu Poso kepada Warga masyarakat Kota Ndora kecamatan Borong. Mengapa warga masyarakat di luar kelurahan tanah Rata diberi tanah sedangkan kami (HIMASTAN) tidak?4 Menurut Yan Piala penyerobotan tanah padang penggembalaan ternak milik Seminari Kisol di Mbondei ada sangkut pautnya dengan penyerahan tanah milik desa TanahRatakepadaorang-orangdaridesaKotaNdora(kecamatanBorong)olehpegawai Camat (maksudnya Lurah Tanah Rata yang pada saat itu dijabat oleh Karol R).5 b. Tanah yang begitu luas hanya dikuasai pihak Seminari untuk piara sapi, sedangkan kami butuh tanah garapan buat menambah penghasilan keluaarga.6 c. Kami ingin mencari tahu status kepemilikan tanah padang penggembalaan Seminari Kisol, batas-batasnya, diserahkan oleh siapa dan tahun berapa.7 d. Tanggal 9 Januari 2000 kami sudah menghadap tuan tanah Motu Poso atas nama Tony di rumahnya, untuk "kepok" minta tanah dan jawabannya akan diberi sekitar Mbondei, namun sampai dengan sekarang tidak ada realisasinya.8 2. Hak Milik atau Pinjam Pakai? "Tanah ini bukan untuk menjadi milik Seminari, tetapi hanya untuk pinjam pakai dengan jangka waktu: kalau penduduk di sini (Watunggong) sudah banyak, maka tanah ini akan dibagi kepada masysarakat tanpa memandang asal-usul mereka". Tony, pemilik tanah Motu Pos 4Wawancara No. 12. 5Wawancara No. 13. 6Anggalus dalam Notulen Pertemuan Klarifikasi Masalah Penggarapan Tanah Padang Penggembalaan Sapi Milik Seminari Kisol di Mbodei dan sekitarnya, dengan saudaraAnggalus,dkk, tanggal 5Agustus 2002, bertempat diAula Kantor Camat Kota Komba. 7Ibid. 8Vinsen Jiu, dalam Notulen Pertemuan Klarifikasi Masalah Penggarapan Tanah Padang Penggembalaan Sapi Milik Seminari Kisol di Mbodei dan sekitarnya, dengan saudaraAnggalus, dkk, tanggal 5Agustus 2002, bertempat diAula Kantor Camat Kota Komba Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 78 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur "Pada tahun 1967 padang Bondei diserahkan untuk penggembalaan sapi seminari oleh Ignas Ingga dan John Sari secara adat melalui "Kapu Manuk Kele Tuak"9 kepada orang tua kami" TanahPadangdiserahkankepadaSeminariPiusolehtuantanahSukuMotuPosoatasnama JohnSaridanIgnasInggauntukmenjaditempatpenggembalaanternakmilikSeminariPius XII Kisol. Penyerahan tanah padang Mbondei tersebut dilakukan atas permintaan Bruder ArnolyangmewakiliseminariPiusXIIKisoldengancara"KapuManukKeleTuak"kepada tuan tanah suku Motu Poso. BruderArnol meminta pinjam pakai padang Bondei untuk ternaksapidariSeminariPiusXIIKisol(lihatKotak3). Kotak 3: Status Tanah Dipertanyakan Luas tanah untuk lepas ternak dari Seminari sekitar 50 hektar.10 Sedangkan untuk kandang diserahkan seluas satu hektar menjadi milik Seminari. Penyerahannya dilakukan secara adat. Batas-batasnya ditunjuk yaitu, Timur: Alo Wae Lako; Barat: Tingu Mboe; Utara: pinggir Hutan Poco Ndeki; dan Selatan: Laut Sawu."11 ParapihakyangterlibatdalamprosespenyerahantanahMbondeikepadaSeminariPius XIIKisoltahun1967dikemukakanolehYanPialasebagaiberikut: "Saya pada saat itu masih menjabat sebagai dalu Rongga Koe ikut menyaksikan penyerahan tanah secara adat kepada seminari. Dari pihak tuan tanah adalah John Sari. Selain itu hadir juga di padang Mbondei para tokoh masyarakat seperti Dalu Bintang Kepala Desa, Kepala Kampung, tuan tanah Motu Poso dan tuan tanah suku Sui. Anak Rona (Pemberi gadis/perempuan) danAnakWina (Penerima Gadis/perempuan) sama hadir dalam upacara adat itu." Yan Piala RomoLorensSopang mengemukakan: "karena penyerahannya dilakukan dalam secara adat sehingga tidak mungkin ada dokumen tertulis seperti yang dituntut oleh pihak-pihak tertentu. Adat itu di Manggarai masih diakui memiliki kekuatan hukum dan resmi" Romo Loren Sopangs 9 Kapu Manuk Kele Tuak artinya Membawa Ayam dan Tuak untuk menyampaikan permintaan secara adat kepada orang yang dihormati. 10Informan sepertiYan Piala (mantan dalu Rongga Koe yang ikut menyaksikan penyerahan tanah Mbondei kepada seminari tahun 1967), Kasi dan Romo Loresr tidak menyebutkan secara pasti luas tanah yang diserahkan kepada Seminari Pisu XII Kisol tahun 1967. 11Lihat Wawancara No. 12, bandingkan dengan Y.Pandong; Wawancara No. 13; Kasi, Wawancara No. 14; Romo Lorens, Wawancara No. 15; FGD, Wawancara No. 17 dan Tony, Wawancara No. 35. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 79 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur MengenaistatustanahMbondei,Kasi menuturkan: "Tanah Mbondei yang kami tahu dari orang tua kami, diserahkan kepada Seminari oleh orang tua kami untuk pinjam pakai untuk padang gembala sapi. Padang Mbondei bukan saja untuk gembala hewan Seminari tetapi juga untuk gembala hewan dari masyarakat Tanah Rata. Seminari boleh, masyarakat boleh lepas hewan di padang Mbondei. Statusnya Pinjam Pakai bukan menjadi milik Seminari Luas tanah Mbondei kurang lebih 700 hekto are. Tidak mungkin tanah seluas 700 hekto are itu diserahkan untuk menjadimilikSeminari." Kasi BerbedadenganTonydanKasi,YanPialayangikutmenyaksikanpenyerahantanahMbondei kepadaSeminaritahun1967olehtuanTanahsukuMotuPosomenyatakan: "Saya tegaskan kembali penyerahan itu sah. Tidak bisa diganggu-gugat Itu tanah milik Seminari titik." Yan Piala Daripernyataan-pernyataantersebutjelas,bahwastatustanahpadangMbondeisangatpenting baik bagi Seminari Pius XII Kisol maupun bagi anggota HIMASTAN pimpinanAnggalus sertawargamasyarakatkelurahanTanahRatalainnyasepertikelompokLekedankelompok Kisol. Bagi Seminari Kisol bila Penyerahan Tanah tahun 1967 oleh tuan Tanah disertai PenyerahanHakMilikAtasTanahPadangMbondei,makahaltersebutmemberikankekuasaan penuh kepada pihak Seminari untuk memanfaatkan tanah itu tanpa batas waktu dan turun temurun. SebabHakMilikmenurutUndang-UndangNomor5tahun1960tentangPeraturan dasar Pokok-Pokok Agraria merupakan hak yang terkuat dan terpenuh dan tidak dapat diganggugugatolehsiapapun. SebaliknyabagiHIMASTANdanwargamasyarakatlainnya bilastatustanahituadalahPinjamPakaisepertiyangdikemukakanolehTonydanKasi,maka terbuka peluang bagi mereka untuk memiliki dan menggarap tanah tersebut. Hanya saja kapan peluang itu dapat terwujud, tidak dapat dipastikan sebab dalam penyerahan tanah kepada Seminari Pius XII Kisol oleh tuan tanah Suku Motu Poso pada tahun 1967 itu tidak ditentukan jangka waktunyan dan para pelaku penyerahan tanah Mbondei tersebut sudah meninggal. Karena dilakukan secara adat dan tidak disebutkan jangka waktunya. Peluang tersebutsemakinkecildansulitterealisirkarenapenyerahantanahpadatahun1967tersebut sudahdikukuhkankembalisecaratertulisolehparaahliwarissukumotoposopadatanggal7 Agustus tahun 2002. Apalagi bila penyerahan tanah kepada seminari tahun 1967 tersebut adalahpenyerahanhakmilikmakamerekaapapunalasannyatidakdibenarkanuntukmemililki danmenggaraptanahtersebutkecualiatasijinseminariPiusXIIKisol. Disampingitu,untuk membagi tanah tersebut kepada warga masyarakat saat ini agak sulit. Kesulitannya ialah bagaimana membagi tanah-tanah itu kepada masyarakat kelurahanTanah Rata sementara Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 80 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur kelompokHIMASTANtelahmendapatbagiannyadansudahmengerjakannya;sedangkan duakelompoklainnya(LekedanKisol)jugasudahmenentukanbagian-bagiannyamasing- masing. Inilah dilema bagi Seminari Pius XII Kisol untuk mengembalikan tanah tersebut, karena bisa saja terjadi perkelahia antara kelompok-kelompok tersebut dengan warga masyarakat yang belum mendapat bagian tanah dari padang Mbondei itu (lihat Kotak 4 di bawah). 3. Peran Fungsionaris Adat dan Pemerintah dalam Penyelesaian Tanah Mbondei SengketapemilikantanahpadangMbondeiantaraHIMASTANdandankelompokpenggarap lainnyadikelurahanTanahRatadenganSeminariPiusXIIKisoltelahmenimbulkankeresahan danrasatidakamanbaikbagimasyarakatumummaupunbagiSeminariKisol,TuanTanah Suku Motu Poso dan anggota HIMASTAN itu sendiri. Karena itu berbagai pihak seperti fungsionarisadatdanpemerintahbaikpemerintahkelurahanTanahRatapemerintahkecamatan KotaKombamaupunpemerintahkabupatenManggaraitelahberupayauntukmenyelesaikan permasalahantersebut. FungsionarisAdat danTuanTanah Suku Motu Poso pada saat Pemberdayaan Masyarakat Adat tanggal 22 Juni tahun 2002 di balai Kelurahan Tanah Rata meminta supaya para penggarappimpinanAnggalusmembuatsuratpernyataanuntuktidakmelanjutkankegiatan agartanahtersebutbisadiaturpemanfaatannya,tidakditerimaolehparapenggarap. Menurut pertimbangan tuan tanah suku Motu Poso, Tony dan Kasi, dan FungsionarisAdatAnton sertaDus,SuratPernyataanParaPenggarapsangatpentingsebagaipeganganmerekauntuk mengatur tanah tersebut untuk masyarakat dan untuk padang penggembalaan sapi milik Seminari.12 AkantetapidengannadakerasAnggalusmenyatakan,"kamitidakperlumembuat surat pernyataan dan kami kerja terus. Kami tidak mengindahkan larangan lurah dan fungsionarisadatsukuMotuPoso."13 KarenaituTonymenyuruhanggotapenyerobottanah Mbondei,"menghentikankegiatandiMbondeidankelompokpenggarapsilakanangkatkaki dari sana."14 Karenatidakdapatdiselesaikanditingkatkelurahanmakapersoalantersebutditeruskanke Camat Kota Komba (lihat Kotak 4). 12Wawancara No. 35. 13Ibid. 14Ibid. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 81 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur Kotak 4: Langkah-langkah yang Ditempuh Oleh Pemerintah Kecamatan Adalah sebagai Berikut15 Pada tanggal 22 Juli tahun 2002 mengeluarkan surat larangan kepada kelompok penggarap untuk segera menghentikan seluruh kegiatan penggarapan tanah padang penggembalaan milik Seminari Pius XII Kisol sambil menanti penyelesaian lebih lanjut persoalan ini pada tingkat kecamatan. Namun Romo Albertus, melalui suratnya tertanggal 29 Juli tahun 2002 melaporkan bahwa kelompok penggarap tidak mentaati larangan tersebut. Tanggal 5 Agustus melakukan pertemuan dengan kelompok penggarap untuk mengklarifikasi penggarapan tanah Mbondei dan sekitarnya. Tanggal 7Agustus 2002 melakukan pertemuan dengan dengan Pihak Seminari Kisol dan pihak-pihak terkait lainnya seperti tuan tanah suku Motu Poso dan fungsionaris adat kelurahan Tanah Rata. Pada pertemuan tersebut tercapai kesepakatan yang tertuang dalam bentuk Surat PernyataanAhli Waris Tuan Tanah Suku Motu Poso yang menyatakan penyerahan tanah pada tahun 1967. Tanggal 10 Agustus tahun 2002 melakukan pertemuan dengan Seminari Pius XII Kisol, tuan tanah suku Motu Poso dan Fungsionaris adat kelurahan Tanah Rata, yaitu, Tony, Kasi, Frans, Anton, Sekretaris Lurah Tanah Rata, Bene, Klemens, Goris Minggu, Peter, Dus dan kelompok penggarap pimpinanAnggalus Dalam pertemuan tersebut kelompok penggarap membuat surat pernyataan yang isinya: a. Kelompok penggarap patuh terhadap surat larangan camat; b. Tanah dikembalikan pada keadaan semula; c. Kelompok penggarap akan mencari solusi melalui cara-cara yang baik sesuai norma/ prosedur hukum yang berlaku. Namun pernyataan kelompok penggarap tersebut ditarik kembali oleh kelompok penggarap sendiri dengan alasan bahwa pernyataan tersebut dibuat karena dipaksa oleh bapa camat. Selain itu kelompok penggarap juga menolak surat pernyataan pengukuhan penyerahan tanah oleh ahli waris tuan tanah Suku Motu Poso tanggal 7 Agustus tahun 2002. DisampingpemerintahkecamatanKotaKomba,pemerintahkabupatenManggaraijuga telahberusahauntukmenyelesaikanmasalahtanahMbondeiini. PolisiPamongPrajadan StafdaribadanKesatuanBangsadanPerlindunganMasayarakatsertapolisisudah 15Laporan Camat tentang Penanganan Masalah Tanah Padang Penggembalaan MbondeiAntara Seminari Pius XII Kisol vs Anggalus, dkk (Kelompok Penggarap); Notulen Pertemuan Klarifikasi Masalah Penggarapan Tanah Padang Penggembalaan Sapi Milik Seminari Pius XII Kisol di Mbondei dan Sekitarnya, dengan Saudara Anggalus, dkk; Notulen Pertemuan Klarifikasi Masalah Penggaraapan Tanah Padang Penggembalaan Sapi Milik Seminari Pius XII Kisol di Mbondei dan Sekitarnya, dengan Pihak Seminari Kisol dan Pihak terkait lainnya; Notulen Pertemuan Penyelesaian Masalah Tanah Mbondei dan SekitasrnyaAntara Pihak Seminari Kisoil dengan Kelompok Penggarap/SaudaraAnggalus dkk Mus, Wawancara No. 11; Anggalus, Wawancara No.12; Kasi, Wawancara No. 14 dan Tony, Wawancara No. 35. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 82 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur beberapakaliturunkelokasidanbertemudenganpimpinanHIMASTAN,namunhingga kiniparapenggaraptetapsajamengerjakantanahdimaksud. Halinimembukapeluang bagiwargamasyarakatlainnyadikelurahanTanahRatauntukmematokdanmembagi tanahMbondeisesuaidengankeinginannyasendiri. SeminariPiusXIIKisolpunprihatinbahwadengantidakmengusahakanhakmerekauntuk pengembaliantanahtersebut,dapatmunculketegangandankonflikantarwargamasyarakat yang menerima dan tidak menerima lahan. Karena itu tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadi pertumpahan darah. antara berbagaikelompokmasyarakatyangadadikelurahanTanahRata. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 83 Padang Mbondei Milik Siapa? Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Penulis: Agus Mahur Kronologi Kasus: Padang Mbondei Milik Siapa? Tanggal Peristiwa 1967 Seminari Pius XII Kisol mulai menggunakan tanah untuk menggembalakan ternak. 2000 Adat Motu Poso disetujui. Sudah disetujui namun belum dipraktekan. Juni 2002 Anggota LSM HIMASTAN menduduki tanah yang digunakan seminari untuk menggembalakan ternak. 19 Juni 2002 Pastor Albertus Simon dari Seminari Pius XII Kisol, Anton dan Dus memerintahkan para pengguna lahan untuk menghentikan aktivitas mereka dan kembali ke rumah. 22 Juni 2002 Pada Pemberdayaan Masyarakat Adat, pengurus adat dan pemilik tanah Motu Poso meminta pengguna lahan yang dipimpin oleh Anggalas untuk menulis pernyataan bahwa mereka tidak akan melanjutkan aktivitas mereka. Para pengguna lahan menolak ide tersebut. 25 Juni 2002 Pastor Albertus Simon mengirimkan surat kepada Lurah dan mengatakan keberatannya terhadap hal yang dilakukan HIMASTAN. 22 Juli 2002 Pemerintah kecamatan mengeluarkan surat peringatan bagi para petani, meminta para pengguna lahan untuk menghentikan semua aktivitas penggunaan lahan dan menunggu msalah ini diselesaikan di tingkat kecamatan. 5 Agust 2002 Pemerintah kecamatan mengadakan pertemuan untuk mengklarifikasi sengketa tanah. 7 Agust 2002 Seminari Kisol dan pihak-pihak lainnya seperti pemilik tanah Motu Poso dan pengurus adat Tanah Rata mengadakan pertemuan. Pada pertemuan itu diperoleh persetujuan yang menguatkan penyerahan tanah tahun 1967. 10 Agust 2002 Diadakan sebuah pertemuan, termasuk didalamnya semua pihak yang bersengketa, dan pada saat itu diraih persetujuan bahwa para pengguna lahan akan mematuhi surat dari kecamatan. (lihat Kotak 4 di atas). Tidak lama Para pengguna lahan menolak pernyataan yang telah disetujui. setelah Desember Kelompok masyarakat yang lain mulai menandai tanah tersebut 2002 untuk diri mereka sendiri. Maret 2003 Kelompok masyarakat lain juga ikut menandai tanah tersebut. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 84 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Seteru antara Satar Teu dan Kadung: Lingko atau "Hutan Lindung"? "...di hadapan kapolsek, kami [orang Kadung dan Satar Teu] bertengkar keras karena tidak ada [orang Satar Teu] yang dapat menjelaskan sejak kapan lingko Liang Muit1 [milik orang Kadung] itu menjadi hutan tutupan dan [sejak kapan hutan tutupan itu menjadi] lingko WatuAji2 milik Orang Satar Teu..." Anton Sear3 Ringkasan Kasus ini menceritakan mengenai sebuah konflik yang meluas karena sebuah hutan yang membatasi dua kampung dalam suatu desa, Desa Satar Pundaung. Ketika sekelompok petani dari satu desa memindahkan beberapa pepohonan untuk memperluas sawah mereka, muncullah pertanyaan mengenai status tanah dan sumber daya di dalamnya. Pada awalnya konflik berfokus pada status penggunaan hutan tersebut, namun sejalan dengan berbagai upaya menyelesaikan konflik gagal, masalah utamanya berubah menjadi masalah kepemilikan. Berbagai upaya dikerahkan oleh berbagai lembaga yang ada, termasuk kepala desa, gereja, Camat, serta kantor Bupati. Walaupun proses dialog tetap dipertahankan sehingga dapat mencegah kekerasan terbuka, secara umum mereka gagal melihat bias dan kurangnya komitmen pihak yang terlibat serta ketidakmampuan untuk menghadapi kepentingan penggunaan dan kepemilikan dari pihak-pihak yang bertikai. Perselisihan ini tidak sepenuhnya terbagi ke dalam dua masyarakat; karena beberapa warga melihat masalah ini sebagai perselisihan administratif sementara warga lainnya mengidentifikasi kampung mereka dengan asas "kita lawan mereka." Selain itu, konflik inipun telah menimbulkan dampak lingkungan yang negatif, yaitu menyebabkan erosi pada bukit yang terjal antar kampung-kampung itu. 1Lingko Liang Muit adalah tanah komunal di areal hutan lindung yang menurut orang Kadung adalah milikmereka. 2Lingko Watu Aji adalah tanah komunal di areal hutan lindung (sama dengan yang diklaim oleh orang Kadung) yang menurut orang Satar Teu adalah milik mereka. Pemerintah kecamatan Lamba Leda mengakui WatuAji ini sebagai nama hutan lindung di areal yang sama. Dengan kata lain, Lingko Muit, Lingko Watu Aji dan Hutan (Gunung) Watu Aji menunjuk pada obyek dan areal yang sama. 3Wawancara No. B5-515,Anton Sear. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 85 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa 1. Pengantar: Dua Kampung itu Bertetangga Satar Teu dan Kadung adalah dua buah kampung di dusun Wae Rea desa Satar Punda KecamatanLambaLedaKabupatenManggarai.4 KampungSatarTeumembentangsepanjang lembahsuburyangdilewatiruasjalanaspalyangmenghubungkanReoibukotakecamatan Reok, Satar Punda, Dampek, Golo Mangung, Golo Munga dan melewati Benteng Jawa ibukotaKecamatanLambaLeda. SedangkankampungKadung,terletakdipuncaksebuah bukitberkapurkuranglebih2,5kilometerdisebelahbaratkampungSatarTeu. Batasantara keduakampunginiadalahsebuahkalikecilbernamakaliSatarTeu,dimanaadasebuahjalan setapak yang terjal dan curam yangmenghubungkankeduanya. Kotak 1: Lingko Lingko adalah tanah milik bersama (tanah komunal) dari KampungSatarTeumerupakan satu komunitas masyarakat yang (biasanya) tinggal pusat pemerintahan, ekonomi bersama dalam satu kampung. Bidang tanah ini danpendidikanuntukdesaSatar menyerupai lingkaran sedangkan bagian-bagian yang menyerupai jaring laba-laba yang dibagi untuk tiap warga Punda bagian selatan. Kepala disebut moso. Hutan lindung adalah hutan yang karena desa Satar Punda adalah orang tujuan pelestarian atau konservasi hutan itu sendiri, mata Satar Teu, tinggal di Satar Teu air atau satwa, dilarang [oleh pemerintah] untuk ditebang. dan melaksanakan kegiatan pemerintahan desa dari rumah pribadi merangkap kantornya di SatarTeu. Kios-kios yang berjejer sepanjang kiri kanan jalan, dan ramainya suara nyanyian anak sekolah dari SDK (SekolahDasarKatolik)SatarTeumenambahsemaraksuasanaharianwajahkampungini. Sedangkan Kadung adalah sebuah kampung kecil dengan penghuni sekitar 200 jiwa yang tersebar di 40 kepala keluarga. Di kampung ini tidak ada kios dan sekolah karena orang kampungKadungmembelikeperluanmerekadiReodananak-anakmerekasebagianbelajar di SDK Satar Teu dan sebagian lagi di SD di Reo. OrangSatarTeudanKadungmengenalbaiksatusamalain. Merekatidakhanyabertetangga kampungtetapilebihdariitu,merekamempunyaihubungankeluargayangtelahterjalinsejak lama. "...orang Satar Teu dan Kadung akrab sekali. Kalau ada acara adat di Satar Teu,orangKadungdiundangdanmerekamenjadimekaceki[tamuterhormat] nya orang Satar Teu" Katrina Imo, dkk, FGD Perempuan Satar Teu 4 Satar Teu dan Kadung adalah nama kampung. Kata ini juga digunakan untuk merujuk pada warga yang tinggal di kampung tersebut. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 86 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa "...sebab antara orang Kadung dan Satar Teu masih ada hubungan keluarga woe nelu...[hubungan keluarga yang terjalin karena perkawinan]" Deddy Sear Sayang sekali, sejak tahun 1998 keakraban dan kemesraan yang terjalin antara warga dua kampungbertetanggainimendadakpudarkarenaorangKadungtiba-tibamengangkatparang danmenantangorangSatarTeuberkelahi. "kamu[orangSatarTeu]tidakberhakmelarangkamimembukadanmembagi tanah lingko [Liang Muit] ini sebab tempat ini merupakan tanah lingko dari orang Kadung sehingga kami berhak untuk membuka dan membaginya..." Deddy Sear dan Anton Sear SementaraituorangSatarTeujugamengklaimtempatyangsamasebagaimilikmereka. 2. Konteks Historis OrangKadungmenuturkanbahwanenekmoyangmerekaberasaldariTekerdekatBenteng Jawa,ibukotakecamatanLambaLeda. NenekmoyangmerekameninggalkanTekertahun 1918danmenetapdiMencaerbeberapatahunlamanya. Mencaermemangsangatmenjanjikan kehidupanyangsejahteradanmasadepanyanggemilangbaginenekmoyangorangKadung yangtelahlamahidupberdesak-desakandiTeker. Mencaermemilikitanahyangsuburdan wilayahnyaluas. AkantetapimusibahdatangjugakeMencaer. Manusiamatitanpaalasandanternakmusnah takberbekas. Mencaertidakramahlagi,iaterlalu"kolang"(panas).Karenaitunenekmoyang orangKadungmemutuskanuntukpindahkeWatuLempeyangjaraknyahanyasepuluhmenit berjalan kaki ke sebelah barat dari Mencaer. Di Watu Lempe inilah nenek moyang orang Kadungmendirikansebuahkampungyangbaru. Merekamenamakankampung yangbaru ituKadung(yangdiambildarinamasejenispohondamaryangdominanmenutupihamparan WatuLempepadasaatitu). Padasaatini,kampungyangterletakdihamparanWatuLempe itu lebih dikenal dengan nama Kampung Kadung Lama dan tidak berpenghuni lagi karena antaratahun1937-1940-annenekmoyangorangKadungsudahpindahlagikepuncakbukit dimanamerekamendirikankampungbaruyangmerekanamakanKadungjuga. Alasanyang mendasaruntukpindahadalahletaknyayangstrategisditengah-tengahwilayahtanahKadung yangterbentangluasdenganjumlah30buahlingko5sehinggamemudahkanpengawasanatas wilayah itu. Alasan lainnya adalah ternak orang Kadung sering dibunuh oleh orang-orang Satar Teu.6 5 Wawancara No. B5-525,Anton Sear. 6 Wawancara No. B5-525,Anton Sear. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 87 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Sadarakanpentingnyapengawasanwilayah,ditambahlagidenganseringnyaternakmereka dibunuh oleh orang dari kampung SatarTeu, yang pada saat itu secara teritorial berdekatan dengan Kampung Kadung Lama (jarak antara keduanya sekitar 500m) maka. "... nenek moyang [orang Kadung] pun berunding lagi dan memutuskan untuk menetap dan membuat kampung di tengah-tengah wilayah Kadung ..." Anton Sear Sementara itu informan dari SatarTeu menuturkan bahwa pada tahun 1936 nenek moyang orangSatarTeu7meninggalkankampungNawang,desaNamparTabang,kecamatanLamba LedamenujuLaci. DariLacimerekapindahkeWelengdansetelahmenetapbeberapalama di Weleng mereka pindah ke Nderu dan seterusnya ke Satar Teu dan menetap di SatarTeu hinggasekarang. PadatahunyangsamalimaorangnenekmoyangorangSatarTeuitumembeli tanah sawah dari orang Bima yang ada di SatarTeu. "Bagian selatan sawah itu berbatasan langsung dengan hutan [Watu Aji] yang menjadi pembatas antara lingko-lingko yang dimiliki oleh orang Kadung [dan sawah-sawah orang Satar Teu]" Deddy Sear InformanSatarTeujugamenuturkanbahwajauhsebelumtahun1936,nenekmoyangorang KadungbernamaHokkameninggalkanTekerdandatangkeNawanguntukmemintagendang dan lingko di Satar Punda.8 KarenalerenggunungWatuAjiyangditutupihutanitusangatcuram(kemiringannyadapat mencapai75derajatdibeberapabagian)makauntukmencegaherosidanmelindungisumber mata air di dalamnya, pada tahun 1940-an, "...orang Kadung yang diwakili oleh Lopo Pantar dan Lopo Sambu dan orang Satar Teu yang diwakili oleh Hendrik Bagung, YasintusAnok, Lopo Joka dan Yahya Tambo membuat kesepakatan agar hutan Watu Aji yang berbatasan langsung dengan cicing (batas paling luar dari sebuah lingko) milik orang Kadung dan sawah orang Satar Teu menjadi hutan tutupan/ larangan..." Deddy Sear Kesepakataninikemudiandipertegasolehmantri9KehutananKecamatanLambaLedapada tahun 1980-an. Karena itu, sejak saat itu sampai dengan Hendrik Bagung meninggal pada 7 Nama-namanya yaitu Hendrik Bagung, Yasintus Anok, Yahya Tambo, Herry Ambot, dan Lopo Joka 8 Wawancara No. B5-513, Markus Doraemon. 9 mantri kehutanan adalah sebutan untuk petugas pengawas hutan di kecamatan. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 88 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa tahun 1993, kesepakatan melindungi hutanWatuAji dipatuhi dengan tulus oleh Satar Teu maupun Kadung dan hutan itu sama sekali tidak pernah dibuka atau dibagi untuk lahan pertanian. 3. Hutan Watu Aji itu Tinggal Kenangan: Karena Nio Locang? SebuahkawasandilerenggunungWatuAjidesaSatarPundaKecamatanLambaLeda,yang dahulumenghijaubagaiditaburizamrudkarenadibalutrimbunanhutananekavegetasikini telahberubahgundulgersang. Batu-batucadasputihberkilauditimpasangsuryadanjalur- jalurtakteraturdipunggunglerengyangmengangabekasaliranairhujanmusimbaratkini menggantikanhijaurimbunnyapohon-pohonhutantuayangtinggalkenanganitu. Pada zaman dahulu, baik orang Kadung maupun orang Satar Teu tidak pernah menebang pohon-pohonbesardikawasanlerenggunungWatuAjiitukarenamerekamengetahuibahwa air sungai Satar Teu akan kering dan sawah-sawah tak menghasilkan padi kalau pohon- pohon ditebang. Hutan lereng gunung itu telah dilindungi bertahun-tahun guna menjamin kelestarianmataairdidalamnyadanmempertahankanaliranairsungaiSatarTeu. "Hutan WatuAji adalah hutan tutupan milik desa Satar Punda. Penutupan hutan ini dilakukan atas kesepakatan nenek moyang orang Satar Teu dan ... Kadung puluhan bahkan mungkin ratusan tahun lalu" FGD Perempuan Menurut Sem Badui, salah seorang informan dari Satar Teu, dahulu sudah ada konsensus agarpemiliksawahtidakmenebashutandipinggirsawahuntukmencegaherosidankerusakan pada sawah. Pemilik sawah hanya boleh membersihkan semak belukar di pinggir sawah paling jauh sepanjang 100 meter dari pinggir sawah untuk mencegah hama tikus dan babi hutan.10 Tetapipadatahun1998orangSatarTeumulaimelakukanpenebasanhutan(WatuAji)yang orangKadungkatakansebagailingkoMuit,tanahulayatorangKadung,bukanhutantutupan WatuAji. Para pemuka Kadung memberikan reaksi damai terhadap apa yang dilakukan oleh orang Satar Teu pada lingko orang Kadung itu. Pada tahun itu juga tiga orang utusan kampung KadungmenemuituatenoSatarTeudanmemintatuatenoitusupayamemerintahkanwarga 10Wawancara No. B1-511. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 89 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Satar Teu yang telah menebas hutan dan membuka ladang di lingko Muit membayar nio locang(lihat Kotak 2) kepada tua teno Kadung. Tetapi setelah menunggu tiga tahun orang Satar Teu tidak pernah membayar nio locang itu. Karena itu orang Kadung mengambil reaksilain, "...pada tahun 2001 orang Kadung mulai Kotak 2: Nio locang ikut menebang pohon dari arah puncak gunung di Lingko Muit (hutan WatuAji)..." Nio locang adalah kewajiban adat sekaligus Anton Sear bentukpengakuanbahwatanahyangsedang digarap bukan tanah milik peribadi tetapi milik suku. Nio locang biasanya berupa ayam dan OrangSatarTeumenyaksikanorangKadung tuak yang harus diserahkan oleh pemilik sekampung membabat hutan itu dari arah moso (bagian dari tanah lingko yang sudah puncak gunung Watu Aji. Dengan dibagi oleh tua teno kepada perorangan) kepada tua teno. menggunakan kampak dan parang seluruh laki-lakidewasadariKadungmenebaspohon baikbesarmaupunkecildanmembiarkanlerenggunungituterbuka.Penebanganitudipimpin langsungolehtuateno11KadungKornelisKoko. Penebanganhutanituternyatamencemaskan wargaSatarTeuterutamapemiliksawahdikakigunungWatuAji. "Hutan lindung sawah tersebut ditebas oleh orang Kadung dan dijadikan kebun sehingga kami merasa takut sawah kami akan terkena erosi." Michael Dua Setara Wajar kalau orang SatarTeu takut sawahnya terkena erosi. Sawah-sawah orang Satar Teu iniletaknyatepatdikakilerenggunungWatuAjiitusehinggakalauterjadierosimakasawah merekalahyangmenjadisasaran. "...terbukti erosi sudah mulai nampak pada waktu hujan baru-baru ini. Begitu banyak batu yang tertumpuk di pinggir sawah, termasuk milik saya..." Garius Simpul Para pemilik sawah yang gelisah terancam erosi bergegas menghadap tua teno Satar Teu untukmemintapendapatnya. TuatenoSatarTeumenyarankanagarpemiliksawahmelaporkan kasus penebasan hutan tutupan itu kepada kepala desa Satar Punda. 11Tua Teno adalah tokoh adat yang berhak membagi tanah lingko untuk warga. Ia juga bertanggung jawab mewakili warga kampung untuk berhadapan dengan pihak lain (kampung atau pengadilan) dalam urusan tanah lingko. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 90 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa "... kami bertiga pemilik sawah...berembuk dan melaporkan peristiwa penebasan hutan [oleh orang Kadung] kepada kepala desa Satar Punda ..." Markus Doraemon 4. Resolusi untuk Rekonsiliasi: Upaya Pertama Setelahmenerimalaporanitu,kepaladesaSatarPundamengirimkansuratpanggilankepada tuateno Kadungagarmenghadapkepaladesa. Suratpanggilanituberisipermintaankepada tuatenoKadunguntukmemberikanketerangantentangpenebasanhutantutupanolehwarga Kadung, seperti yang dilaporkan oleh pemilik sawah SatarTeu. Pelapor, yaitu orang Satar Teu(yangdituduholehorangKadungmenebashutandanmembuatladangdilingko Liang Muit)sekaliguspemiliksawah(yangterancamerosi)tidakikutdalamperundinganitu. Mereka hanyadiwakiliolehtuatenonyasendirian.SekretarisKepaladesaSatarPundayangdiangkat sebagaifasilitatorperundingantersebutmemintaketerangandarituateno Kadung. Keterangan tua teno Kadung dan tua teno SatarTeu bertolak belakang satu sama lain. Tua teno Kadung menyatakan bahwa orang SatarTeu telah menggarap tanah di lingko Liang Muit, tanah milik orang Kadung. Karena itu tua teno Kadung meminta kepada tua teno SatarTeuagarorangSatarTeupemilikladangmengakuibahwatanahyangorangSatarTeu jadikanladang(dipinggirsawahmereka)ituadalahtanahlingkoorangKadung,dansebagai akibatnya,orangSatarTeuyangmemilikiladangituharusmembayarniolocangkepadatua teno Kadung setiap tahun. Tetapi tua teno Satar Teu membantah dan mengatakan bahwa hutanyangditebangorangKadungituadalahhutantutupansehinggatuatenoKadungwajib memerintahkanwarganyauntukmenghentikanpenebanganitu. Karena kedua belah pihak saling menuding dan tidak ada kesepakatan yang dicapai dalam perundinganitumaka: "Pada akhir pertemuan sekretaris kepala desa memberikan arahan agar jangan lagi menebang hutan tutupan [Watu Aji] karena sudah sejak lama baik orang-orang tua dari Kadung maupun orang-orang tua dari Satar Teu tidak pernah melewati hutan tersebut dan tidak pernah mengganggunya" Garius Simpul Gagalnya upaya damai itu membuat orang Satar Teu semakin gelisah dan orang Kadung semakinberanidanmelanjutkanpenebangankearahutarasehinggaareallerenggunungWatu Ajiyangterbukabertambahluas. OlehkarenaperlakuanorangKadungitumakapadabulan september2001,kepaladesamengirimkansuratkepadaKapolsekLambaLedadiDampek untukmelaporkantindakanpenebanganhutantutupanWatuAjiolehorangKadung. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 91 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa 5. Usaha Kedua KapolsekLambaLedamenulissuratpanggilankepada tuateno Kadungdantuateno Satar Teu dan meminta dua tua teno itu menghadap Kapolsek Lamba Leda di Dampek. Dalam suratnya Kapolsek Lamba Leda juga menyebut nama orang Satar Teu dan orang Kadung yang harus datang bersama tua teno ke Dampek. Maka tua teno Kadung dan enam pendampingnya berangkat ke Dampek, sementara di Dampek sudah menunggu tua teno Satar Teu dengan tiga pendampingnya. Kapolsek Lamba Leda meminta keterangan dari pihakKadungdanSatarTeudenganmengajukanpertanyaan-pertanyaan. Pertanyaanyang diajukan Kapolsek kepada tua teno Kadung adalah mengenai sejarah tanah lingko Liang MuitdandasarorangKadungmenebanghutantutupan. TuatenoSatarTeujugaditanyakan mengenaialasanmerekamencegatorangKadung. TuatenoKadungdidukungpendamping- pendampingnyamenjawabpertanyaanKapolsekdenganmengatakanbahwamerekamembuka lingko LiangMuitkarenamilikorangKadung. "...kami menebang hutan tersebut karena merupakan lingko kami orang Kadung dan kami berhak untuk membagi dan membukanya menjadi kebun kapan saja. Kalau itu merupakan hutan tutupan/larangan, kapan itu ditetapkan, luas dan batas-batasnya di mana, dan siapa yang menetapkan?" Kornelis Koko Kapolsektidakmemberikanreaksiapa-apaterhadapjawabantuatenoKadungtetapiberbalik kepada tua teno Satar Teu. Tua teno Satar Teu menjawab pertanyaan Kapolsek dengan menjelaskan bahwa orang Kadunglah yang telah melakukan penyerobotan terhadap tanah lingko milik orang SatarTeu bernama lingkoWatuAji.12 OrangKadungmembantahkerasjawabanorangSatarTeuini,karenasepanjangpengetahuan mereka tidak ada lingko orang SatarTeu yang bernama lingko WatuAji. Walaupun orang Kadung membantah dengan keras, orang Satar Teu tetap mempertahankan bahwa orang KadungtidaksekedarmembabathutanWatuAjitetapitelahmenyerobottanahlingkomilik orangSatarTeu. KapolsekLambaLedatidakdapatberbuatbanyak. Iahanyamenghimbau agarorangKadungdanorangSatarTeududukbersamadanberundingsecaradamai. Tawaran Kapolsekituditolakmentah-mentaholehorangKadung. "... karena pertengkaran makin hebat, kapolsek melerai kami dan mengajak kami berdamai. Kami dari Kadung tidak mau berdamai, sedangkan Satar Teu diam saja." Garius Simpul and Anton Sear 12Wawancara No. B5-526, Kornelis Koko. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 92 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa DarititikitulahpersoalanantaraSatarTeudanKadungberkembangdaripenebanganhutan tutupan Watu Aji menjadi persoalan mempertahankan lingko. Orang Kadung mempertahankantanah(dimanaterdapathutantutupan)itusebagailingkoLiangMuit,milik Kadung,sedangkanorangSatarTeumempertahankantanah(dimanaterdapathutantutupan) itusebagai lingkoWatuAji,milikSatarTeu. Walaupun gagal mendamaikan orang SatarTeu dan orang Kadung, Kapolsek Lamba Leda masihmenunjukkanitikadbaiknyadenganmembuatkonsepSuratPernyataanDamaiuntuk ditandatangani oleh utusan dari Kadung dan utusan dari SatarTeu. Di hadapan Kapolsek, utusanSatarTeumenandatanganiSuratPernyataanDamaiitu. TetapiorangKadung,sekali lagi menolak dengan tegas upaya damai dan tidak mau menandatangani Surat Pernyataan Damaiitu. "Karena tidak ada kesepakatan, Kalpolsek Lamba Leda menyuruh kami pulang ke kampung kami masing-masing untuk merundingkan peruntukan dan pemanfaatan tanah sengketa...." Kornelis Koko Orang Kadung menerjemahkan himbauan Kapolsek Lamba Leda itu sebagai isyarat untuk melanjutkanpembuatankebunditanahsengketaitu. MakawargaKadungyangmendapat pembagian mosoditanahsengketaitu "...tetap menebas rerumputan dan menebang pepohonan pada lingko [Liang Muit] tersebut" Kornelis Koko Orang SatarTeu bertambah bingung menghadapi tingkah laku orang Kadung yang seperti dirasuk setan membabat, merambah dan terus menebang pohon-pohon di hutan WatuAji sehinggalerenggunungWatuAjidisebelahTimurituhampirgundultotal. Karenaitupada bulan September 2001, Radus Jammy, seorang warga SatarTeu bergegas menuju Dampek dan melaporkan kepada Kapolsek Lamba Leda bahwa sedang terjadi perang tanding di hutanWatuAji. 6. Tampaknya Pertikaian Berlanjut! Mendengar laporan lisan dari warga Satar Teu tersebut, Kapolsek Lamba Leda bersama stafnya segera berangkat menuju hutan WatuAji pada saat itu juga. Ketika tiba di kaki gunungWatuAji,Kapolsekdanstafnyamengeluarkanalarm[tembakanperingatankeudara] tetapitidakadareaksiapapundaridalamhutan. Hanyasuasanasunyisenyapdiselingibunyi kampak beradu dengan pohon. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 93 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Kapolsek menunggu beberapa saat, tetapi suasana semakin senyap. Ia memperhatikan keadaan di sekitarnya tetapi tidak ada tanda-tanda perang tanding. Ia melihat warga Satar Teu bekerja di sawah seperti biasa dan anak-anak sekolah bermain dengan suka cita di halamansekolah. Karenaitudiamemutuskanuntukmasukkedalamhutan. Dilerengcuram gunung WatuAji itu Kapolsek dan stafnya mendapatkan dua orang Kadung yaitu Fancy OdongdanSimonJorrosedangmelakukanpenebangan. KapolsekLambaLedamemanggil keduaorangitumendekatketempatnyaberdiridanbertanya: "katanya ada perang tanding antara orang Kadung dan Satar Teu" "bapak Kapolsek lihat sendiri, di sini hanya kami berdua dan apa yang kamikerjakan." Kornelis Koko Kapolsek Lamba Leda tampak kecewa dan berjalan menuju pondok Fancy Odong dan Simon Jorro untuk berteduh. Kedua orang bapak beranak itu mengikuti Kapolsek dari belakang. Di dalam pondok itu Kapolsek menghimbau agar dua orang bapak beranak itu tidakterhasutuntukikutperangtandingtetapitetapberusahamencarijalandamai. Kemudian Kapolsek dan stafnya kembali ke Dampek. Orang SatarTeu yang menunggu-nunggu apa yang dilakukan oleh kapolsek terhadap dua orang Kadung itu sangat kecewa setelah mendengar ceritera bahwa Kapolsek hanya menghimbaukeduaorangitu. MerekasebenarnyamenginginkanagarKapolsekmenangkap dan kalau perlu menghajar (memukul sampai babak belur) dua orang Kadung itu. Tetapi Kapolsekberpikirlain,diamerasatelahditipudibohongiolehorangSatarTeu. Makasejak saatitutersiarkhabarbahwaKapolsektidakmengambiltindakankerasterhadapduaorang Kadungyangsedangmelakukanpenebanganitukarenadiatelahmenerimasogokdariorang Kadung. Upaya Ketiga: Kepala Desa Mengajukan Kepemilikan Ditransfer ke Pemerintah Sementaraitu,orangKadungmenceriterakanbahwasesudahkembalidariurusandiPolsek Lamba Leda di Dampek, kepala desa Satar Punda menulis lagi surat panggilan kepada tua teno Kadung dan pendampingnya untuk menghadap kepala desa Satar Punda. Tua teno KadungdanpendampingnyamemenuhipanggilanitudansegeradatangmenghadapdiSatar Teu. Di rumah kepala desa Satar Punda itu, tua teno Kadung disodori sekali lagi konsep Surat Pernyataan Damai dari Kapolsek untuk ditandatangani. Dalam surat itu dinyatakan pulabahwatanahlingkoLiangMuititudiserahkankepadapemerintahuntuktetapdijadikan hutantutupan. TuatenoKadungdanlimaorangpendampingnyatetappadapendiriansemula Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 94 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa yaitumenolakberdamaidanseketikaitujugameninggalkanrumahkepaladesauntukkembali kekampungKadung. Kepala desa Satar Punda sangat tersinggung dengan perilaku tua teno Kadung dan orang- orangnya. Sepertiorangkebakaranjenggotdiamengancamuntukmengirimkembaliberkas Surat Pernyataan Damai itu kepada Kapolsek Lamba Leda. Karena itu juga, ketika orang SatarTeuterusmenerusmendesakdiaagarkasusyangmelibatkanorangKadungdanSatar Teuinisegeradituntaskan,kepaladesahanyamenjawabsingkat "...masalah tersebut sudah lepas dari saya ... sudah ditangani Kapolsek, jadi tidak boleh lagi kembali kepada saya." Garius Simpul Mendengar jawaban demikian, orang Satar Teu berangkat lagi ke Polsek Lamba Leda di DampekmenanyakankelanjutanurusanmerekadenganorangKadung. 8. Upaya Keempat: Polsek DengandemikianpadabulanSeptember2001Kapolsekmenulissuratpanggilanlagikepada tuatenoSatarTeudanKadung. TuatenoKadungdanempatorangpendampingnyamewakili orang Kadung berangkat ke Dampek memenuhi panggilan Kapolsek. Sementara itu, tua teno SatarTeu juga berangkat dengan para pendampingnya. Untuk kedua kalinya dua tua tenodanparapendampingnyaituberhadapansatusamalaindidepanKapolsekdalamurusan yangsama. Kaliinipolisitidakmelakukaninvestigasi,tetapimemintatuatenoKadungdan Satar Teu menyampaikan perkembangan bantang dame (perundingan damai) yang dia anjurkandalamurusanpertama.Tuateno SatarTeutetapberpegangpadaanjuranKapolsek yaitu berdamai. Tetapi tua teno Kadung tetap pada pendiriannya.Apa artinya berdamai kalau tua teno Satar Teu tetap tidak mengakui hak orang Kadung atas tanah yang digarap olehorangSatarTeudilingkoLiangMuititu. Makagagallagiperundinganitukarenaorang Kadung tetap menolak untuk berdamai, apalagi menyerahkan tanah lingko Muit tersebut. OlehkarenaituKapolsekLambaLedamempersilahkanorangKadungdanSatarTeuuntuk pulangsajadanmenunggusampaiadaurusanselanjutnya.13 9. Upaya Kelima: Masalah Berlanjut ke Camat Benar, pada minggu terakhir bulan September tahun 2001 tua teno Satar Teu didampingi oleh Philip Demma dan Huber Lokas menulis surat kepada Camat Lamba Leda untuk 13Wawancara No. B2-528, FGD dengan Laki-laki Kadung. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 95 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa melaporkan perlakuan orang Kadung di hutanWatuAji itu. Pada tanggal 1 Oktober 2001 camatmelaksanakanpertemuandenganorangKadungdanorangSatarTeudiBentengJawa ibukotakecamatanLambaLeda. Camatsendirimemimpinpertemuanitu.Sekretariscamat, Kepala seksi pemerintahan kecamatan, Kepala seksi pembangunan masyarakat desa, Kapolsek Lamba Leda, dan Kapospol (Kepala Pos Polisi) Benteng Jawa hadir juga dalam pertemuanitu. Camat membuka pertemuan dan menjelaskan manfaat hutan lindung bagi kehidupan masyarakat. Kemudian camat bertanya kepada orang Kadung mengenai alasan mereka menebanghutantutupanWatuAji. OrangKadungmenjawabpertanyaancamatsepertimereka menjawabpertanyaanKapolsekLambaLedadalampertemuandiDampekdulu. "...kami tidak pernah menebang hutan tutupan, kami hanya menebas rerumputan dan menebang pepohonan pada lingko kami yaitu lingko Liang Muit, dan bila lingko [Liang Muit] tersebut telah menjadi hutan tutupan, siapa dan kapan ditetapkan serta [berapa] luas dan [di mana] batas- batasnya..." Kornelis Koko Camat tidak langsung memberikan tanggapan terhadap jawaban tua teno Kadung, tetapi meminta kepada tua teno Satar Teu untuk memberikan pendapatnya. Tua teno Satar Teu menceriterakankembalikepadacamatbagaimanapadatahun1940-annenekmoyangorang SatarTeudanKadungmembangunkesepakatanuntukmenetapkanhutanWatuAjimenjadi hutan tutupan dan bagaimana orang Kadung dan SatarTeu menjaga hutan tersebut sampai pada saat orang Kadung menebang hutan itu secara besar-besaran. MenurutorangKadung,orangSatarTeujugamemberikanketerangankepadacamatbahwa tanahlingkoyangsedangdigarapolehorangKadungituadalahtanahlingkoWatuAjimilik orang SatarTeu. "persoalannya menjadi berubah bukan lagi soal penebangan hutan tutupan tetapi perebutan lingko antara orang Kadung dan orang Satar Teu" Kornelis Koko 10. Bijakkah Sikap Camat Lamba Leda? CamatmelihatperbedaanpendapatantaraorangSatarTeudanorangKadungmenjadisemakin tajamsehinggadiamengancamuntukmelakukantindakantegasterhadaporangKadungsesuai denganperaturanhukumyangberlaku. OrangKadungyangyakintindakannyabenarsangat kecewadengansikapcamatyangcenderungmemihakorangSatarTeu. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 96 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa "pernyataancamat[LambaLeda] Kotak 3: Isi Surat Pernyataan 1 Oktober itu seakan-akan membenarkan 2001 yang Ditolak itu: bahwa orang Kadung telah melakukan kesalahan menebang (1) Bahwa tanah tersebut yang disengketakan di hutan seperti yang dilaporkan atasnya terdapat hutan lindung secara sukarela oleh kepala desa Satar Punda." diserahkan kepada pemerintah Kecamatan Kornelis Koko Lamba Leda dan selanjutnya menjadi milik pemerintah termasuk peruntukannya selama- Karena itu orang Kadung dengan lamanya, tegasmenolakancamancamatyang (2) Bahwa baik warga kampung Kadung maupun hendak memproses kasus ini warga Kampung Satar Teu tidak akan mengganggu gugat keberadaan tanah tersebut melalui jalur hukum. Sedangkan secara turun temurun, orang Satar Teu mendukung (3) Bahwa untuk satu musim (musim tanam Tahun ancamancamatitudanmenyatakan 2001/2002) lokasi yang disengketakan yang bahwa mereka menerima telah ditebang pepohonannya oleh warga penyelesaian masalah ini melalui kampung Kadung diberikan kesempatan bagi orang Kadung untuk mengolah dan mengambil jalurhukum. manfaat dan atau hasilnnya dan berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu musim tanam Camatmenemuijalanbuntukarena tahun 2001/2002 berakhir [setelah memanen hasil pada tahun 2002 yang diperkirakan pada pihak SatarTeu dan Kadung tetap bulan Agustus 2002] orang Kadung secara padapendiriannyamasing-masing. otomatis melepaskan tanah/lokasi tersebut, Karenaitucamatmempersilahkan dengan demikian lokasi tersebut selanjutnya orang Kadung untuk berunding menjadi milik pemerintah kecamatan Lamba mencari jalan penyelesaian yang Leda, (4) Bahwapepohonanyangmasihtersisadanbelum palingbaik. Limamenitkemudian ditebang oleh warga Kampung Kadung pada orang Kadung kembali ke dalam lokasi yang disengketakan tidak boleh idtebang ruang pertemuan dengan satu lagi, kesepakatan (5) Bahwa untuk kepastian hukum atas tanah/lokasi tersebut akan dilakukan pemasangan pilar batas oleh Pemerintah Kecamatan Lamba Leda pada "...untuk menghindari bulan Oktober 2002. pertumpahan darah dalam arti terjadinya perang tanding [raha dalam bahasa setempat] antara orang Satar teu dan Kadung, maka pada saat itu utusan dari Kadung memutuskan menyerahkan tanah tersebut kepada pemerintah kecamatan untuk mengatur peruntukan dan pemanfaatannya." Kornelis Koko Merekamengambilkeputusanitukarenamerekasudahmendengarceriteratentangbanyak keputusan pengadilan dalam kasus tanah di Manggarai berakhir dengan perang tanding. Merekatidakmaumerekasendiriatausanakkeluarganyamenderitaataumengalamikematian akibatperangtanding. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 97 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Camat menetapkan keputusan orang Kadung ini dalam sebuah Surat Pernyataan yang ditandatanganiolehorangKadungdanorangSatarTeudisaksikanolehcamatbesertastafnya, Kapolsek Lamba Leda dan Kapospol Benteng Jawa. Camat dan orang Satar Teu sangat puas dengan hasil pertemuan yang dicapai hari itu. Sedangkan orang Kadung pulang ke kampungKadunguntukmelaporkankeputusanyangtelahmerekabuatdihadapancamat. "semua warga [Kadung] tidak menyetujui keputusan tersebut. Karena itu warga kampung Kadung membuat surat kepada camat untuk menolak keputusan tersebut dan menarik kembali pernyataan yang telah dibuat dan ditandatangani di hadapan camat dan Kapolsek Lamba Leda tersebut." Kornelis Koko Karena camat Lamba Leda tidak memberikan reaksi atas surat penolakan warga Kadung dan tidak memasang pilar seperti yang ditegaskan dalam butir kelima surat kesepakatan 1 Oktober2001,wargaKadungmenganggappersoalaninisudahselesai. 11. Dua Tahun Kemudian Karenaitupadatanggal11Januari2003orangKadungberamai-ramaiturundarikampung Kadung dan membuat pagar pembatas antara tanah lingko Liang Muit milik mereka dan tanahmilikorangSatarTeu. Kayupagarituditancapkanlangsungdisepanjangpinggirsebelah baratsawahorangSatarTeudandengandemikianladangorangSatarmasukdalamwilayah lingko Muit,milikorangKadung. OrangSatarTeuhanyadapatmenontonorangKadungmencaplokladangmerekadarijarak jauhkarenamasihsibukdenganpenerimaanuskup. Tetapikarenatidaktahandengantingkah lakuorangKadung,tuatenosatarTeumengambilgongdirumahgendang14danmemukulnya berulang-ulang untuk mengundang orang SatarTeu berkumpul. Dalam sekejap mata saja, orang Satar Teu telah memenuhi halaman rumah tua teno Satar Teu. Tua teno Satar Teu menyampaikanpengumumanresmibahwaadaorangyangmengganggutanahmilikorang Satar Teu.15 "...gong dipukul, orang-orang Satar Teu berkumpul diikuti dengan teriakan ayo...mari sama-sama pergi menyerang di sebelah [kampung Kadung]..." Sem Badui 14Rumah gendang adalah rumah tempat tua teno dan pemuka adat melakukan pertemuan adat untu mengambil keputusan-keputusan penting, termasuk keputusan yang menyangkut tanah lingko. 15Wawancara No. B5-513, Markus Doraemon; Wanwacara No. B5-513, Garius Simpul; dan Wawancara No.B5-511,SemBadui. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 98 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Orang Kadung yang sedang menyelesaikan pemancangan pagar pembatasnya langsung menyingkirkearahkampungKadungtepatketikamerekamendengarbunyigongdanteriakan orangSatarTeuuntukmenyerang. Dengandemikianterhindarlahwargadariduakampung inidariperangtanding. OrangSatarTeuyangmerasaberhasilmenghalauorangKadungdariladangmereka,serentak turunkeperbatasandanmencabutsemuapagarpembatasitu. Halinimerekalakukanberulang- ulang. SetiapselesaiorangSatarTeumencabutpagar,orangKadungdatangmemancangnya kembali. Sampaipadasuatuketika,karenasudahputusasadenganulahorangKadungitu, orang SatarTeu membiarkan saja pagar itu tetap berdiri. Melihat suasana yang semakin memanas itu, tiga orang Satar Teu mendesak kepala desa Satar Punda untuk menulis Surat kepada camat Lamba Leda agar turun ke lokasi, melihat apa yang sedang terjadi. Berdasarkan laporan kepala desa itu maka "camat dan Kapolsek [Lamba Leda] turun ke Satar Punda untuk melihat lokasi. Setelah itu mereka [camat dan Kapolsek] pulang, tidak ada reaksi dari mereka [camat dan Kapolsek] padahal mereka [camat dan Kapolsek] turut menandatangani kesepakatan [di Kantor camat Lamba Leda] itu." Garius Simpul Sikap camat dan Kapolsek Lamba Leda yang tidak segera memberikan reaksi terhadap tindakanorangKadung(yangmelakukanpemagarandipingggirsawahorangSatarTeu)ini jugamenimbulkankekecewaandikalangankaumperempuanSatarTeu. "Kalau pemerintah mau sungguh-sungguh, masalahnya [Satar dan Kadung] sebenarnya sudah selesai [tetapi] camat kelihatannya masa bodoh ..." Katrina Imo Sementara itu tiga orang Satar Teu yang tanah ladangnya dipagari oleh orang Kadung mengadakanpertemuandiantaramerekadanmemutuskanuntukmelaporkankepadaBupati Manggaraisemuaupayamediasiyangtelahdilaksanakanuntukmencarisolusidalamsengketa perebutan tanah lingko antara Satar Teu dan Kadung, termasuk upaya mediasi yang telah dilakukan oleh camat Lamba Leda pada tanggal 1 Oktober 2002. Tiga orang itu berangkat kekantorbupatiManggaraidiRutengpadabulanFebruari2003namuntidakdapatbertemu bupati karena dia sedang mengikuti rapat dengan DPR. Karena itu ketiga orang tersebut menemui assisten I Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai dan mengutarakan laporan mereka.Sayangsekali,setelahmendengarlaporanmereka,assistenIyangmenerimamereka memberisaranagarmerekamenemuiKepalaBagianUrusanDesasajakarenadiajugaharus Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 99 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa mengikuti rapat dengan DPR. Seorang staff Bagian Urusan Desa menerima mereka dan memeriksasurat-suratyangmasukdarikecamatanLambaLedatetapitidakadasurattentang sengketatanahantaraSatarTeudanKadung. Dengandemikiantidakadayangdapatdilakukan oleh staff itu. Dia hanya berjanji untuk mengirimkan teleks dan memanggil camat Lamba Leda.16 "Kami akan koordinasikan dengan Kantor Dinas Kehutanan. Kami akan minta Dinas Kehutanan untuk turun ke lokasi karena menyangkut hutan lindung sawah. Bapak boleh pulang. Dalam waktu dekat tim terpadu kami dari Pemerintah Daerah akan turun bersama pihak Kecamatan dan Dinas Kehutanan." Markus Doraemon UntukmenkonfirmasijanjistaffBagianUrusanDesaitumerekamelanjutkanperjalananmenuju KantorDinasKehutanandanbertemudenganwakilKepalaDinasyangsetelahmendengar laporan mereka, berjanji akan turun ke lokasi juga.17 Sesudah itu mereka pulang ke Satar Teudanmenyiapkansegalasesuatuyangdiperlukanuntukmenyambutjanjitimterpaduitu, tetapi "...bukan tim terpadu yang turun melainkan tembusan Surat Perintah Bupati Manggarai kepada camat Lamba Leda untuk turun menangani masalah tersebut. Tetapi sampai hari ini [saat penelitian dilaksanakan] camat belum menggubris [menganggap enteng] surat bupati tersebut ... setelah itu tidak ada reaksi apa-apa dari camat. Dia tidak pernah menyinggung soal itu lagi." Garius Simpul Karenasampaidenganpenelitianinidilaksanakantidakadatanggapanpositifdaripemerintah (tingkatkabupatenmaupunkecamatan)makaketigaorangSatarTeuituberniatmenempuh jalur pidana dengan melaporkan kepada polisi (baik Polsek maupun Polres) tindak pidana penyerobotan ladang milik orang Satar Teu oleh orang Kadung. Tetapi niat baik itu juga kandaskarenakepolisiantidakdapatmemproseskasusitukalauorangSatarTeutidakdapat menunjukkansertifikathakmilikatastanahsengketaitu.18 Pupuslah(tidaadaharapanlagi) sudahupayadamaidariorangSatarTeuini. Merekatidaktahukemanalagimerekamencari keadilan tetapi mereka tetap berharap 16Wawancara No. B5-513, Markus Doraemon. 17Wawancara No. B5-513, Markus Doraemon. 18Wawancara No. B5-513, Markus Doraemon. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 100 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa "...pemerintah segera turun menyelesaikan masalah hutan tersebut. Sebab kalau terlambat nanti salah satu atau kedua belah pihak emosi dan itu sangat berbahaya. Nanti bisa terjadi baku [saling] bunuh..." Markus Doraemon Dengannadaputusasa,kepaladesaSatarPundamenyimpulkanbahwaorang-orangKadung sudah tidak percaya lagi kepada kepala desa Satar Punda karena selain memiliki sawah di lokasi sengketa dan dia sendiri juga orang Satar Teu.19 Dengan cara apa lagi sengketa ini didamaikankarenapastorbahkanuskupRutengjugasudahberusahamenghimbaumelalui mimbargerejadanmengajakmereka(orangKadung)untuktidakmelanjutkanpenebangan hutantetapiorangKadungtidakmenghiraukansuaragereja.20 12. Ketika saling Menampik Damai: Bagaimanakah Keakraban yang Indah itu? OrangSatarTeumenggambarkanhubunganmerekadenganorangKadungselamakonflik berlangsungsebagaiberikut, "Suasana masih biasa-biasa saja karena orang Kadung bukan orang lain. Kami mempunyai hubungan kawin mawin. Mereka mengambil kami punya saudara ... secara pribadi saya [informan dari SatarTeu] baik dengan orang Kadung... " Markus Doraemon "Kenapa takut? Masalah itu di kantor, sedangkan di luar [kantor] kita tetap saudara [karena] orang Satar Teu ada yang kawin dengan orang Kadung, demikian pula sebaliknya." Yeni Helas Ungkapanitumemangmelegakanbanyakorang,tetapiapayangterjadidalammasyarakat Satar Teu dan Kadung menunjukkan hal sebaliknya. Salah satu contoh, pada tanggal 11 Januari2003ketikaYangMuliaUskupRutengMgr.21 EdwardSamuel,SVD22mengunjungi Satar Teu, tidak ada satu orangpun dari Kadung (100% penduduknya beragama Katolik) datang menghadiri misa di kapela Satar Teu, padahal orang Satar Teu dan orang Kadung terhimpun dalam satu Paroki yaitu Paroki Reo. Sebaliknya, pada hari itu orang Kadung membuat pagar pembatas yang hanya beberapa meter saja jaraknya dari Kapela SatarTeu. Demikian pula, penolakan orang Kadung atas undangan orang SatarTeu menghadiri acara 19Wawancara No. B1-530, Garius Simpul. 20Wawancara No. B1-530, Garius Simpul. 21Mgr artinya monsigneur dalam bahasa Latin dan dalam bahasa Indonesia artinya Yang Mulia 22Serikat SabdaAllah Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 101 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa cepa (pestasyukursehabispanen)diSatarTeupadatahun200223 adalahindikasilainbahwa suasana tidak biasa-biasa saja. Sedangkanterhadapsikappemerintahdesakepadamereka,orangKadungmenuturkanbahwa perlakuanpemerintahdesasangatmenyakitkanhatimereka: "Kami orang Kadung seperti anak liar. Pemerintah tidak pernah datang lagikesini,sejakkamimerencanakanlodok[kegiatanmembagitanahlingko] di lingko Liang Muit pada tahun 1999 ... kami tidak juga tidak mendapat jatah beras OPK selama dua periode karena staf desa tidak datang menagih uang di sini [Kadung] ... kepala desa dulu rajin datang ke Kadung [tetapi] sekarang seperti orang asing terhadap kami, mengapa dia memihak orang Satar Teu?..." Anton Sear 13. Pemerintah Sebaiknya ... Dalam pandangan penulis, sikap kepala desa Satar Punda yang terkesan prejudice dan cenderungmempersalahkanorangKadungdansikapcamatLambaLedayangjugacenderung memojokkan orang Kadung dalam pertemuan 1 Oktober 2001 telah menjadi pemicu menguatnya sikap defensif orang Kadung yang mereka (orang Kadung) tunjukkan dengan menolakupayadamai. AndaikatakepaladesaSatarPundadancamatLambaLedabisamemainkanperanmediasi mereka secara lebih bijak dan adil mungkin penolakan kesepakatan 1 Oktober itu tidak terjadi dan sengketa tanah antara SatarTeu dan Kadung sudah selesai. SedangkantindakanpemerintahkabupatenManggarai(BupatidanDinasterkait)yangtidak peduli terhadap laporan orang Satar Teu sama saja dengan menyimpan bom waktu yang dapatmeledaksetiapsaat. Kalaudemikianmakakecemasanakanterjadinyaperangtanding bukanlahsesuatuyangberelebihan. 23Wawancara No. B5-530, Garius Simpul. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 102 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Kronologi Kasus: Sengketa Antara Satar Teu dan Kadung Tanggal Peristiwa Sejak Nenek moyang orang Kadung tinggal di Teker sebuah kampung sebelum dekat Benteng Jawa di kecamatan Lamba Leda. 1918 1918 Ketika terjadi kabote (wabah kolera dan disentri) nenek moyang orang Kadung meninggalkan Teker untuk mencari wilayah yang masih kosong, luas dan ada air karena wilayah kampung Teker saat itu sudah sesak. 1936 -1937 · Orang Kadung dr Teker Lamba Leda ke Laci menghadap kepala Suku Nawang meminta gendang dan lingko di Satar Punda untuk orang Kadung. Suku Nawang mengabulkan permintaan itu. · Hendrik Bagung membeli tanah sawah dari orang Bima di Reo yang sudah leih dulu membuka sawah di dekat tanah sengketa. 1940-4 · Hendrik Bagung, Herry Ambot, dan Tambo melanjutkan pembelian tanah sawah (dekat tanah sengketa) dari orang Bima. · Ada konsensus antara pemilik sawah dan orang kadung bahwa hutan tidak boleh dijadikan sawah atau kebun untuk mencegah erosi dan kerusakan sawah. 1970-an · Sebidang tanah yang di dalamnya ditumbuhi pohon di llokasi Watu Aji dikukuhkan sebagai hutan lindung oleh pejabat Dinas Kehutanan bernama Herman Hatul dan kemudian dikukuhkan kembali pada Tahun 1980-an sebagai hutan lindung oleh Dinas Kehutanan Aloysius Undar karena ada mata air yang mengairi sawah Watu Aji dan untuk menghindari bahaya longsor. 1989 Ketika Fitalis Hemo [orang dari Kadung] melepaskan jabatannya sebagai RT Kadung, orang-orang tua di Kadung meminta kepada tua Teno Kadung agar Lingko Watu Lempe itu dilodok [dibagi-bagi kepada warga] untuk dijadikan kebun. 1989 Orang Kadung melakukan lodok di lingko Watu Lempe. Kepala desa Satar Punda melarang tetapi tidak diindahkan oleh orang Kadung. 1998 orang Satar Teu menebas dari arah bawah [kali Satar Teu]. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 103 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Tahun 1998 Lorens Ladam dan wilhelmus Toto [dari Kadung] pergi bertemu Tua Teno Satar Teu, Deddy Sear agar ia memerintahkan warganya memenuhi kewajiban adat "nio locang" pada tua teno Kadung. Tahun 2001 Karena kesal atas sikap masa bodoh Satar Teu, orang Kadung mulai ikut menebang pohon dari arah puncak gunung di Lingko Muit untuk membuka tanah lingko itu dan menanamnya dengan tanaman pangan dan perdagangan. Tahun 2001 Kepala desa Satar Punda mencegat orang Kadung yang membabat hutan di lingko Muit dengan alasan merusak hutan lindung. Kades Satar Punda memanggil tua Teno dari Kadung dan Satar Teu untuk dimintai keterangan. Tahun 2001 Tua teno Kadung secara resmi membagi tanah lingko Liang Muit itu dalam bentuk perwalang [bidang empat persegi panjang] kepada 6 orang Kadung yaitu Markus Ot, Hubert Lamas, Lorens Ladam, Simon Jerro, Frans Got, dan Nober Sembang. Agustus 2001 4 orang Satar Teu menegur orang Kadung yang membuka hutan dari arah puncak gunung tetapi tidak dihiraukan oleh orang Kadung bahkan orang Kadung mengancam dengan parang sehingga 4 orang Satar Teu itu pulang. 23 Agustus'01 Orang Satar Teu diwakili Bene Raha, dkk [pemilik sawah] mengirim surat ke kades Satar Punda perihal penebangan hutan pelindung sawah oleh tua teno Kadung. 28 Agustus'01 Kades Satar Punda melimpahkan kasus ini ke Kepolisian Sektor Lamba Leda. September Setelah urusan di Polsek, orang Kadung melanjutkan pekerjaan 2001 di tanah masalah itu seperti tidak terjadi apa-apa. September Pada hari yang sama dalam bulan itu, Kapolsek Lamba Leda 2001 berangkat dari Dampek bersama sejumlah stafnya ke tempat yang disebut Remigius Jemeon [dari Satar Teu] sebagai tempat perang tanding. 8 September KAPOLSEK Lambaleda untuk kedua kalinya mempertemukan 2001 Satar Teu dan Kadung di Dampek. 27 Sept 2001 Camat memanggil tua teno Satar Teu dan Kadung dkk. menghadap dlam rangka menyelesaikan persoalan. 11 Januari Orang Kadung membuat pagar di perbatasan dengan sawah- 2003 sawah orang Satar Teu. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 104 SeteruAntara Satar Teu dan Kadung Desa Satar Pundaung, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Penulis: Yan Ghewa Februari 2003 Pemilik sawah berangkat ke Ruteng dan berusaha menghadap bupati Manggarai untuk melaporkan kasus tanah itu tetapi bupati tidak bisa ditemui karena sedang ikut sidang DPR. Kepolisian menjawab bahwa tanpa sertifikat pihak polisi tidak bisa memproses laporan itu. Sejak saat itu kasus perebutan lingko Liang Muit = Lingko Watu Aji = Hutan Tutupan Watu Aji antara Satar Teu dan Kadung belum diproses lagi. Sedangkan ketegangan yang berpotensi perang tanding sangat tinggi. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 105 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Konflik Pemilikan Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa Ringkasan Konflik Pemilikan Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa seluas sekitar ¾ ha melibatkan gereja/Paroki Benteng Jawa YPTL.1 Konflik ini dipicu oleh keinginan kedua belah pihak untuk mensertifikatkan tanah dimaksud pada tahun 2001 serta perbedaan pemahaman terhadap pemisahan tanah misi tahun 1956 menjadi Tanah Sekolah dan Tanah Stasi atau Paroki dan pembagian aset antara SDK (Sekolah Dasar Katolik) dan SLTP St. Paulus Benteng Jawa oleh pastor Paroki Benteng Jawa yaitu Pater Geradus M. Mollen pada tahun 1978. Kepala desa Tengku Leda dan camat Lamba Leda telah berupaya untuk menyelesaikannya persoalan ini. Namun hasilnya belum memuaskan terutama bagi Stefanus D. Asong, mantan ketua badan pengurus YPTL yang dibekukan berdasarkan hasil pertemuan tanggal 14 Januari 2003 yang dipimpin oleh camat Lamba Leda. Dalam konflik ini tidak ada korban jiwa, kecuali dua orang guru yang luka kena pukulan massa di luar kantor camat Lamba Leda pada tanggal 14 Januari 2003. Kasus ini sangat menarik karena menunjukkan betapa kondisi ketidakjelasan pemilikan tanah dapat dimanipulasi dan masuk ke dalam pertarungan dan politik lokal. Dalam kesimpulannya, penulis kasus ini mencatat bahwa perbedaan antara penggunaan hak tanah dan hak pemilikan menjadi sumber ketidakjelasan, dan selanjutnya, sumber konflik. 1. Sertifikasi Tanah Pembuka Tabir Status Tanah SLTP St. Paulus " Tanah diserahkan oleh Bapak UmarAchmad Mbolang tahun 1931. Bapak itu orangnya bijaksana; dia memberi tanah untuk misi. Bagi kami tabu untuk mengungkit-ungkit apa yang telah dilakukan oleh orang tua kami dahulu."2 Achmad Djamal 1Yayasan Pendidikan Tengku Leda 2Bandingkan dengan pernyataan Krispinus M. Modes (Wawancara No. 523) berikut, "Persoalan ini semata-mata antara gereja dan YPTL, sedangkan kami sebagai ahli waris hanya sebagai wasit untuk memperjelas status tanah gereja serta batas-batasnya berdasarkan ceritera orang tua kami; sehingga bagi ahliwaris sebenarnya tidak ada persoalan." Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 106 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Padatahun1931,dalu3LambaLedabernamaUmarAchmadMbolangmenyerahkansecara lisanduabuahlingko(sebidangtanahyangdimilikisatuwa'u4yangtinggaldalamsatugolo ataubeo5)yakniLingkoPongJengokdanLingkoWatangTonggangkepadamisiataugereja. Penyerahan tanah tahun pada 1931 tersebut dikukuhkan kembali secara tertulis oleh dalu yang sama pada tahun 1960 dan disaksikan oleh 18 orang kepala kampung atau gelarang6. Dalamperkembangannyatanahtersebutdimanfaatkanselainuntukkepentingangerejajuga untuk penyelenggaraan pendidikan. Karena itu pada tanggal 26 September tahun 19567 berdasarkanhasilmusyawarahantarawargamasyarakat,pemerintahdangereja/parokiBenteng JawadilakukanpembagiantanahtersebutmenjadiTanahStasi(yangkemudianmenjaditanah Paroki) Benteng Jawa danTanah Sekolah. Konsekuensi dari pemisahan peruntukan tanah misi/gerejapadatahun1956tersebut,adalahpadatahun1967sebagiantanahsekolahseluas sekitar ¾ ha (hekto) dipergunakan untuk penyelenggaraan proses belajar mengajar pada SLTPSt. Paulus Benteng Jawa. Pemanfaatan tanah sekolah oleh SLTPSt. Paulus Benteng JawaituberdasarkankesepakatanantaracamatLambaLeda,PiusMusa(perintisdanpendiri SLTPSt. Paulus Benteng Jawa) dengan pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Petrus Rahmat, danhanyabersifatsementarasambildiupayakantanahbaru.8 Persoalanmulaimuncultatkalapadatahun1978salahsatugedungSDKBentengJawarubuh. Ketua BP3 (Badan Pembina Penyelenggara Pendidikan) SDK Benteng Jawa,Aleksander Muda,mengirimsuratkepadaYPTL­pengelolaSLTPSt.PaulusBentengJawa­meminta kembali gedung milik SDK Benteng Jawa yang dipinjamkan kepada SLTPSt. Paulus pada tahun 1967. Menanggapi surat BP3 SDK Benteng Jawa tersebut, ketuaYPTL, Klemens Kabur justru bersurat kepada Pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M. Mollen untuk memintapembagianasetantaraSDKdenganSLTPSt.PaulusBentengJawa. Berdasarkan suratdariKetuaYPTLitu,PaterGeradusM.Mollenmelakukanpembagianasetyaitutanah dangedung-gedungsekolahantaraSDKdenganSLTPSt.PaulusBentengJawa. Pembagian aset ini menjadi alasan bagiYPTLuntuk mengklaim tanah SLTPSt. Paulus Benteng Jawa sebagaimiliknya(lihatKotak1). 3 Dalu adalah penguasa atas suatu wilayah administrasi pemerintahan pada zaman Bima di bawah Raja dan di atas Gelarang. 4 Wa'u adalah keturunan laki-laki dari nenek moyang yang sama (Robert Lawang, Konflik Tanah di Manggarai, Flores Barat; UI Press, 1999, hal.56). 5 Beo/golo ialah satuan permukiman tradisional Manggarai yang umumnya terdiri atas satu wa'u. 6 Gelarang ialah Kepala wilayah administrasi pemerintahan pada zaman Bima di bawah dalu. 7 Menurut Stefanus D.Asong pemisahan pemanfaatan tanah yang diserahkan oleh dalu Umar Achmad Mbolang menjadi tanah stasi atau gereja dan tanah sekolah dilangsungkan pada tahun 1958. 8 Bandingkan dengan pernyataan Karlos Mbada (Wawancara No. 521), bahwa tanah gereja dan gedung SDK Benteng Jawa milikYASUKMAdipakai sementara untuk kegiatan proses belajar mengajar sambil menanti pembangunan gedung yang khusus untuk SLTP St. Paulus Benteng Jawa. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 107 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Kotak 1: Tindakan Awal Terhadap Pembagian - 1978 Apa yang dilakukan oleh pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M. Mollen itu tidak dipersoalkan oleh BP3 SDK Benteng Jawa, sebab dalam struktur YASUKMA, pastor paroki adalah sekaligus sebagai Kepala Cabang YASUKMA(Yayasan Persekolahan Umat Katolik Manggarai) untuk wilayah parokinya yang bertanggung jawab atas seluruh penyelenggaraan pendidikan pada Sekolah Katolik milik YASUKMA yang ada di paroki tersebut PersoalanpemilikantanahSLTPSt.PaulusBentengJawainimakinmengemukaketikapada tahun 2001 KetuaYPTL, bapak Stefanus D.Asong, melalui suratnya9 mengajukan proses pensertifikatantanahSLTPSt.PauluskepadaBPN(BadanPertanahanNasional)Kabupaten Manggaraidenganalasansebagaiberikut:Pertama,adanyapemisahanperuntukantanahmisi/ gerejayangdiserahkanolehdaluLambaLedatahunpada1931menjadiTanahSekolahdan Tanah Stasi atau Gereja pada tanggal 26 September 195610. Menurut pemahaman Ketua YPTL, Stefanus D.Asong,Tanah Sekolah tidak saja untuk SDK, tetapi juga untuk jenjang pendidikan lainnya, termasuk SLTP. Kedua, pada tahun 1978 pastor paroki Benteng Jawa, PaterGeradusM.MollenmembuatsuratpembagiantanahdangedungantaraParokiBenteng Jawa denganYPTL.11 Dalam surat itu ditegaskan bahwa tanah gereja/misi yang di atasnya adabangunanSLTPSt.PaulusBentengJawaadalahuntukSLTPSt.PaulusBentengJawa.12 Ketiga,padatahun1982FrumensIso(salahsatuahliwarisdaridaluUmarAchmadMbolang) melakukanpemagaranatastanahSLTPSt.PaulusBentengJawadanmengklaimtanahSLTP St. Paulus Benteng Jawa sebagai milik dari orang tuanya. Ketika masalah ini diselesaikan olehcamatLambaLeda,camatmemutuskansupayaYPTLmembayarkepadaFransIsakar sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) sebagai ganti rugi. Keputusan camat tersebut diterima YPTL dengan membayar uang sejumlah Rp. 1.000.000,- kepada Frumens Iso. DenganmembayargantirugikepadaFrumensIsoitu,YPTLmerasamemilikitanahSLTP.St. Paulus Benteng Jawa. Keempat, diundangkannya Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentangYayasan. Undang-undanginimenghendakikejelasandankepastianstatusdariaset- asetyangdimilikiolehsuatuyayasan,termasukstatustanah. Sesuaituntutanundang-undang 9 No. surat adalah No. 433/H 21 10 20/YPTL D B 4/VII/2001. 10Stefanus D.Asong (Wawancara No. 502) mengatakan: "menurut sejarah tanah gereja dan tanah SLTP adalah tanah umum yang mencakup area dari Wae Ngkongo sampai Wae Buka. Tanah tersebut diserahkan oleh dalu Unu (ayah dari Pius Musa ) dalam suratnya tahun 1958. Dalam surat tersebut disebutkan pembagian tanah umum itu untuk tanah sekolah dan tanah stasi atau gereja. Tanah Sekolah adalah untuk SD (Sekolah Dasar) dan SLTP. 11Menurut Rinus Ruba (Wawancara No. 520) surat pembagian aset oleh Pater Geradus M. Mollen tahun 1978 antara SLTP St. Paulus dan SDK Benteng Jawa adalah janggal dan lucu sebab dibuat oleh YPTL dan ditanda-tangani pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M. Mollen tanpa sepengetahuan dan persetujuan BP3 SDK Benteng Jawa sebagai pihak yang meminta kepada YPTL agar gedung yang dipnjamkan kepada SLTP St. Paulus Benteng Jawa tahun 1967 dikembalikan kepada SDK Benteng Jawa. 12Wawancara No. 502, Stefanus D. Asong. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 108 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur tersebut,makapengurusYPTLsebagaipengelolaSLTPSt.PaulusBentengJawaberkeinginan untuk memperjelas status hukum dan batas-batas tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa. Kelima, baik gereja/Paroki Benteng Jawa maupunYPTLingin mengklarifikasi status dan batas-batastanahyangdikuasainyamasing-masing. ProsessertifikasitanahSLTPSt.PaulusatasnamaYPTLitudicegatolehgereja/ParokiBenteng Jawa dengan membuat surat keberatan kepada kepala desa Tengku Leda. Dalam surat itu pihakgereja/parokimenolakpensertifikatantanahSLTPSt.PaulusBentengJawaatasnama YPTLdanmenuntutsupayatanahtersebutdikembalikankepadagereja/parokiBentengJawa karenatanahituadalahmilikgereja/parokiBentengJawa. Tembusansuratitudikirimkepada BPNkabupatenManggaraidiRuteng,camatLambaLedadiBentengJawadanuskupRuteng diRuteng. Keberatandarigereja/parokiterhadappensertifikatantanahSLTPSt.Paulusatas namaYPTLberdasarkan pertimbangan berikut. Pertama, pengertian tanah sekolah dalam pemisahanpemanfaatantanahmisi/gerejatahun1956adalahtanahSDKBentengJawaatau YASUKMAsehingga tetap merupakan aset keuskupan. Kedua, sebagai aset keuskupan, maka pengalihan status tanah tersebut harus disetujui oleh uskup. Karena itu surat Pater Geradus M. Mollen tahun 1978 tentang pembagian aset antara SLTPSt. Paulus dan SDK Benteng Jawa, menurut Romo Lambert Jalang ­ pastor Paroki Benteng Jawa saat itu ­ dan KetuaDPP(DewanPastoralParoki)ParokiBentengJawa,RinusRuba,adalahtidakbenar karenabertentangandenganHukumKanonik(HukumGerejaKatolik).Sedangkanmenurut camatLambaLeda,AndreasEmbong,suratPaterGeradusM.Mollenituadalahcacathukum (lihatKotak2).13 SelanjutnyaStefanusD.Asongmenuturkanbahwadalamsuratkeberatan tersebut, pihak gereja/paroki Benteng Jawa tidak saja menolak pensertifikatan tanah SLTP St.PaulusatasnamaYPTLdanmenuntutpengembaliantanahtersebutkepadagereja/paroki Benteng Jawa, tetapi juga menegaskan agar SLTPSt. Paulus Benteng Jawa ditutup atau dipindahkan. Kotak 2: Surat Pater Geradus M. Mollen mengenai Pembagian Aset Menurut Rinus Ruba, sertfikat yang dibuat oleh Pater Geradus M. Mollen mengenai pembagian aset antara SLTP dan SDK 1978 aneh dan membingungkan karena dibuat oleh YPTL dan ditandatangani oleh Pastor Paroki Benteng Jawa, Pater M. Mollen tanpa persetujuan atau pengakuan dari SDK BP3 Benteng Jawa. SDK BP3 Benteng Jawa adalah pihak yang merekomendasikan YPTL untuk mengembalikan SLTP ke SKD.14 13Wawancara No. 502, Stefanus D. Asong. 14Wawancara No. 520. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 109 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 2. Kolusi dan Nepotisme: Komitmen Terabaikan dalam Pengelolaan YPTL dan SLTP St. Paulus Benteng Jawa "Dalam perjalanannya SLTPSt. Paulus Benteng Jawa dikelola olehYPTL yang pengurusnya silih berganti. Seiring dengan perubahan kepengurusan tersebut, kebijakan dan program YPTL juga berubah." Krispinus M. Modes "Selama Pius Musa menjadi ketua YPTL, tidak pernah mengklaim bahwa tanah yang di atasnya ada SLTP St. Paulus adalah milik YPTL. Karena sebagai pendiri SLTPSt. Paulus Benteng Jawa dia (Pius Musa) tahu persis status tanah tersebut dan keberadaan SLTP St. Paulus Benteng Jawa." Rinus Ruba KontroversiseputarpensertifikatantanahSLTPSt.PaulusBantengJawaantaraYPTLdengan gereja/paroki Benteng Jawa sesungguhnya merupakan akumulasi dari berbagai persoalan dalam pengelolaanYPTLdan SLTPSt. Paulus Benteng Jawa selamaYPTLdipimpin oleh Stefanus D.Asong sejak tahun 1992 hingga tahun 2003. SLTPSt. Paulus Benteng Jawa didirikan atas kerja sama antara pemerintah kecamatan, gereja dan masyarakat.15 Peran misi/gereja dalam pendirian SLTPSt. Paulus Benteng Jawa sangat besar. Pastor Paroki BentengJawa,PaterPetrusRahmattidaksajameminjamkantanahdangedungSDKBenteng Jawa,tetapijugamembantumembanguntigabuahrumahguru. Dalam perjalanannya SLTPSt. Paulus Benteng Jawa dikelola olehYPTLyang didirikan berdasarkanaktenotarispadatahun1974. NamundalamaktependirianYPTLtidaktercantum gereja/paroki Benteng Jawa, pada hal banyak asset gereja/paroki dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan di SLTPSt. Paulus Benteng Jawa; sementaraYPTLhanya bermodalkanakte. Bertolakdarikenyataantersebut,menurutinfoman,KrispinusM.Modes, keluargaahliwaristidakterlalungototuntukmemilikisekolahtersebut. Apalagisetelahbapak PiusMusa(ayahdariKrispinusM.Modes)meninggal,merekatidakpernahterlibatataupun dilibatkandalamkepengurusanYPTL,dankebijakanyangberkaitandenganpenyelenggaraan pendidikandiSLTPSt.PaulusBentengJawa. LebihlanjutKrispinusM.Modesmengatakan: 15Menurut Amis Machmud (Wawancara No. 522), untuk membangun SLTP St. Paulus Benteng Jawa masing-masing warga masyarakat di kecamatan Lamba Leda dipungut biaya sebesar Rp. 25,- yang pembayarannya dicicil selama tiga tahun. Tetapi menurut Yosef Timbuk, Bernadus Radu dan Paskalis Jodat (Wawancara No. 510) bahwa untuk membuka SLTP St. Paulus Benteng Jawa tahun 1967 seluruh masyakat Lamba Leda menyumbang masing-masing uang sebesar Rp. 3500,- , satu batang balok dan satu lembar papan. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 110 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur "Kami tidak berhasrat untuk melibatkan diri dalam kepengurusan YPTL, karena dalam akte pendirian YPTL jelas bahwa YPTL bukan merupakan milik dari segelintir orang tetapi merupakan milik dari seluruh warga masyarakat di kecamatan Lamba Leda. Karena itu kami tahu diri dan tidak merasa memilikiYPTLdimaksud; demikian pula SLTPSt. Paulus Benteng Jawa." Krispinus M. Modes Sementaraitudalamprakteknyaakhir-akhiriniadasejumlahkebijakandaripengurusYPTL pimpinanStefanusD.AsongyangmenyimpangdaritujuanpendirianSLTPSt.PaulusBenteng Jawa tahun 1967. Antara gereja/paroki denganYPTLtidak terjalin kerja sama yang baik. Demikian pula antara pengurusYPTL, pemerintah, masyarakat dan gereja tidak ada sikap salingmenghargaidantidakterjalinkomunikasiyangbaik;bahkansebaliknyasalingcuriga- mencurigaisertaapriori(prasangka)satusamalain. YPTLtidakpernahmelibatkangereja/ paroki dalam setiap kebijakan dan program kerjanya mengenai SLTPSt. Paulus Benteng Jawa,termasukketikaYPTLmaumensertifikatkantanahSLTPSt.PaulusatasnamaYPTL pada tahun2001.16 Informan,AmirMachmudmenegaskan: "Pada saat Stefanus D.Asong menjadi ketuaYPTL, pengelolaan SLTPSt. Paulus Benteng Jawa tidak sesuai lagi dengan kesepakatan dan perundingan awal tahun 1967 yaitu bahwa SLTP St. Paulus Benteng Jawa merupakan milik dari seluruh warga masyarakat kecamatan Lamba Leda yang pengelolaannya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintahkecamatanLambaLeda,gereja/parokiBentengJawadanseluruh warga masyarakat kecamatan Lamba Leda. Seolah-olah sekolah dimaksud menjadi milik pribadi dari keluarga Stefanus D.Asong. Sebagai ahli waris kami merasa tidak puas terhadap kepemimpinan Stefanus D.Asong karena dalam penerimaan guru-guru hanya orang Congkar dan Larantuka saja sedangkan kami tidak diterima." MemperkuatapayangdikemukakanolehAmirMachmudtersebut,RinusRuba, menuturkan sebagaiberikut. "Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, ketua YPTL, Stefanus D. Asong tidak demokratis. Misalnya penerimaan guru-guru atau pegawai YPTL diputuskannya sendiri tanpa berunding dengan pengurus YPTL lainnya. Guru-guru yang diterima tidak sesuai dengan kualifikasi guru yang dibutuhkan dan lebih mengutamakan keluarganya sendiri." 16Karlos Mbada; Wawancara No. 521. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 111 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 3. Penyebab Konflik Antara Gereja dan YPTL KonflikpemilikantanahSLTPSt.PaulusBentengJawabermuladariperpecahandalamtubuh pengurusYPTLyaitu antara Ketua, Stefanus D.Asong dan Sekretaris, Rinus Ruba (yang pada saat yang sama menjabat sebagai Ketua DPP Paroki Benteng Jawa dalam berebut posisi ketuaYPTL. Perebutan Posisi KetuaYPTLini berbuntut pada pemindahan Rinus Ruba dari SDK Benteng Jawa (yang dipimpin oleh MarselinaAsi, famili dari Stefanus D. Asong;sementaraStefanusD.AsongsendiriadalahketuaBP3darisekolahtersebut)keSDI (SekolahDasarInpres)BeaNanga. AkibatnyahubunganantaraRinusRubadanStefanusD. Asongmenjadiburukdantidakharmonis. Konsekuensilebihlanjutdarihaltersebut,menurut StefanusD.AsongialahRinusRubadalamkapasitasnyasebagaiketuaDPPParokiBenteng Jawa, membuat surat kepadaYPTLagarYPTLmengelola SLTPSt. Paulus Benteng Jawa hanyasampaipadatahunanggaran2002/2003sajadanselanjutnyagerejaakanmengambil alihpengelolaanSLTPitu. PernyataanStefanusD.Asongdibantahinformanlainnya,Karlos Mbada,bahwasesungguhnyagereja/parokiBentengJawatidakbermaksuduntukmengambil alih SLTPSt. Paulus Benteng Jawa, tetapi semata-mata untuk menjernihkan status tanah gereja yang di atasnya ada SLTPSt. Paulus Benteng Jawa. UskupRutengdalampertemuannyadengantokohmasyarakatseparokiBentengJawapada tanggal25Oktober2003,sebagaimanadikutipPaulusToda(KepalaSLTPSt.PaulusBenteng Jawa),mengatakan: "inti masalah antara YPTL dan gereja/paroki Benteng Jawa adalah masalah perorangan, sentimen keluarga dan merambat ke masalah tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa"17 Informanlainnya,KarlosMbada,mengemukakan: "sesungguhnya persoalan ini kecil sekali bila ada sikap saling menghargai dan ada komunikasi yang baik antara pengurus YPTL, gereja, pemerintah dan masyarakat."18 KrispinusM.Modesmenegaskan: "persoalaninisemata-mataantaragerejadanYPTL,sedangkankamisebagai ahli waris hanya sebagai wasit untuk memperjelas status tanah gereja serta batas-batasnya berdasarkan ceritera orang tua kami; sehingga bagi ahliwaris sebenarnya tidak ada persoalan."19 17Paulus Toda, Wawancara No. 31 Pra Penelitian. 18Wawancara No. 521. 19Wawancara No. 523. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 112 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 4. Mekanisme Penyelesaian Konflik Berbagai persoalan di atas mengakibatkan terjadi perbedaan pendapat, pertentangan serta salingmengklaimantaragereja/parokidanYPTLmengenaistatusdanpemilikantanahSLTP St. Paulus Benteng Jawa sehingga menimbulkan suasana yang tidak aman dan keresahan dalammasyarakat. Menyikapi persoalan antaraYPTLdengan gereja/paroki Benteng Jawa ini, camat Lamba Leda bersama komponen terkait di tingkat kecamatan Lamba Leda dan DesaTengku Leda melakukanpendekatansecarakekeluargaan. Hasilpendekataniniberupaperundinganantara keduapihakyangbersengketayangdifasilitasiolehkepaladesaTengkuLeda,EdyKomeng, padatanggal2Agustus2001. Perundingantersebutmenghasilkankesepakatanberikutini. Pertama, pihakYPTLmengakui bahwa tanah SLTPSt. Paulus Benteng Jawa adalah tanah milik gereja/paroki. Konsekuensi dari pengakuan tersebut ialah bahwa apabilaYPTLmau membangungedungbarudiatastanahyangbersangkutanharusdikonsultasikandandisetujui olehpemiliktanahyaitugereja/parokiBentengJawa. Kedua,pihakYPTLtidakberkeberatan, apabilatanahtersebutdisertifikatolehagrariaatasnamakeuskupanRutengyangdiperuntukkan bagipenyelenggaraanpendidikanSLTPSt.Paulus Apayangdisepakatipadatanggal2Agustus2001tidakditaatiolehpengurusYPTL.Halini terbuktiketikapadatahun2002adabantuandanaImbalSwadayauntukpembangunangedung ruang kelas baru bagi SLTP St. Paulus senilai sekitar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Padasaatitu ketuaYPTL,StefanusD.Asong,membangungedungtersebutdiatas tanah SLTPSt. Paulus Benteng Jawa milik gereja/paroki tanpa konsultasi dan persetujuan gereja/paroki. Akibatnyaketikabahan-bahanmaterialdidrop,pastorParokiBentengJawa, Romo Lambert Jalang, mencegat mobil truck yang mengangkut bahan-bahan material dimaksud. NamuntindakanpencegatandariRomoLambertJalangitutidakdihiraukanoleh YPTL. BahkanketuaYPTL,tetapmelanjutkanpembangunangedungtersebut. Karenaitu pihak gereja/paroki mengeluarkan surat larangan kepadaYPTLuntuk membangun di atas tanah gereja dan hanya boleh menggunakan tanah gereja/paroki sampai dengan bulan Juli padatahun2003. TetapikarenalarangantersebuttidakdihiraukanolehpihakYPTL,maka pihak gereja/paroki melalui DPP Paroki Benteng Jawa meminta camat Lamba Leda memfasilitasipertemuanantaragereja/parokidanYPTL. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 113 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 5. Peristiwa 14 Januari 2003: Titik Akhir Konflik Antara Gereja dengan YPTL? Berdasarkan permintaan DPP Paroki Benteng Jawa tersebut, camat Lamba Leda melangsungkanpertemuanpadatanggal14Januari2003dikantorcamatLambaLedadalam rangkapenyelesaianpersoalanantaragereja/parokidenganYPTL. Pertemuandipimpinoleh camatLambaLedasendiridandihadiriolehKapolpos(KepalaPolisiPosPelayanan)Benteng Jawa,Babinsa(BintaraPembinaMasyarakat),fungsionarisadat,stafcamat,pengurusYPTL, DPPdanMajelisGerejaParokiBentengJawa,duaoranganggotaDPRD(DewanPerwakilan RakyatDaerah)kabupatenManggaraidarikecamatanLambaLeda,kepalaSLTPSt.Paulus Benteng Jawa dan beberapa guruYPTL, dua orang pastor dari paroki Benteng Jawa serta ahliwarisdaridaluUmarAchmadMbolang. Selainitujugabanyakwargamasyarakatlainnya yangikutmenyaksikanpertemuantersebutdariluarkantorcamatLambaLeda. Dalampertemuantersebut,camatLambaLedamemberikanpengarahandanmengingatkan kembalihasilpertemuanpadatanggal2Agustus2001yangdifasilitasiolehkepaladesaTengku Leda, Edy Komeng. Kemudian camat memberikan kesempatan kepada pihak gereja dan pihakYPTLuntukmenyampaikanpenjelasandanpendapatnyamasing-masing. Pihakgereja/ paroki melalui DPP Paroki Benteng Jawa menyampaikan bahwa tanah di mana di atasnya adabangunanSLTPSt.PaulusBentengJawaadalahmilikgereja/parokiBentengJawadan mengambilkembalitanahdimaksuduntukkepentingangereja/parokiBentengJawa. Sementara ituketuaYPTL,StefanusD.Asong,hanyamembacakanempatbutirpernyataanYPTL,sebagai berikut.Pertama,YPTLhadirsaatinimerupakanperwujudansikaphormatYPTLterhadap undangan Pemerintah Kecamatan Lamba Leda. Kedua, YPTL mempertahankan hasil perjuanganleluhurmendirikanSLTPSt.PaulusBentengJawa. Ketiga,musyawarahhariini YPTLmenolak,denganalasansudahdilakukanmusyawarahsepertiinimenyangkuthalyang sama, namun semua kesepakatan tidak ada nilainya. Keempat, jika ada pihak yang merasa dirugikan dengan kehadiran SLTPSt. Paulus Benteng Jawa, silahkan mengadu lewat jalur hukum. Selesaimembacakanpernyataantersebutdiakeluardariruangpertemuandandiikuti olehduaorangguruyayasanyaituRikusAso(anakdariStefanusD.Asong)danDamiEndok. SikapdanperilakuStefanusD.Asongyangmeninggalkanruangpertemuantersebutsangat disesalkanolehpesertarapatlainnya,AchmadDjamal(salahsatupengurusYPTL)menuturkan: "...saya sangat malu; baru kali ini saya mengalami dalam hidup, seorang pemimpin dengan tingkah laku seperti itu. Dia sama sekali tidak menghargai camat. Saya malu sekali. Tetapi peserta rapat tidak perduli dengan dia (Stefanus D. Asong ), rapat tetap dilanjutkan"20 20Wawancara No. 503. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 114 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Sedangkan suasana ketika Stanis Dani Asan keluar dari ruang pertemuan dilukiskan oleh AchmadDjamalsebagaiberikut: Saya (Achmad Djamal) lihat pengurus lain kebingungan memandang ke arah saya. Saya memutuskan tetap tinggal dalam ruangan. Saya kuatir kalau saya ikut keluar dari ruang pertemuan, keadaan bisa kacau dan pertumpahan darah bisa terjadi. Kekuatiran saya menjadi kenyataan. Beberapa saat kemudian terdengar teriakan di luar ruangan, tepatnya di lapangan depan kantor camat bahwa dua orang guru SLTP St. Paulus kena pukul."21 Informanlain, FerdiManusmenambahkanbahwamendengaradaorangyangdipukul, "Orang- orang sekitar kantor camat berbondong-bondong datang menyaksikan apa yang terjadi. Mereka berteriak-teriak, berlari kesana kemari, sehingga suasana menjadi tegang." RinusRubadanAmirMachmudmenuturkanbahwasetibanyamereka(StefanusD.Asong, RikusAso dan Dami Endok) di luar ruang rapat, mereka dihadang oleh sekelompok warga yang sedang menyaksikan pertemuan itu. Warga masyarakat yang berada di luar kantor camatmemintamerekaagarmasukkembalikedalamruangpertemuantetapimerekatidak mau. Akhirnya antara Dami Endok dan RikusAso dengan warga masyarakat yang ada di luarruangpertemuansalingdorong-mendorongdantolak-menolaksehinggasuasanamenjadi kacau dan terjadi perkelahian. Dua orang guru SLTPSt. Paulus Benteng Jawa yaitu Dami EndokdanRikusAsoterkenapukulanmassa22sehinggamukadanbadanmerekaluka. Bahkan seorangdiantaranyayaituRikusAso,lukanyacukupberatsampaikeluardarahdarihidung. Apa yang dituturkan oleh Rinus Ruba danAmir Machmud tersebut berbeda dengan yang disampaikanDamiEndokberikutini. "Seusai membacakan surat pernyataan yayasan, ketuaYPTL, Stanis DaniAsan keluar dari ruang rapat. Sampai di luar kantor camat, dia (Stefanus D.Asong) dihadang oleh massa. Karena itu saya (Dami Endok) dan pak Sius Doro (Babinsa) keluar dari ruang rapat untuk melerai massa agar tidak memukul bapak Stefanus D. Asong. Tetapi justru saya sendiri yang bernasib sial, saya dipukul massa sampai jatuh."23 21Ibid. 22Menurut Stanis Dani Asan (Wawancara No. 502) bahwa Rikus Aso dan Dami Endok dianiaya dan dipukul oleh massa di luar ruang rapat. Keduanya dipukul sampai bengkak. Pemukulan tersebut ada kaitannya dengan musyawarah yang diprakarsai oleh camat Lamba Leda saat itu. 23Wawancara No. 505. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 115 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Berbeda dengan Rikus Aso, Dami Endok menerima kenyataan ini sebagai suatu nasib dan tidakberniatuntukmembalassertamemprosesnyalebihlanjut. SebaliknyaRikusAsotelah melaporkanperistiwapemukulandanpenganiayaanterhadapdirinyakepadapolisi. Hanya sajasampaisaatinibelumadaprosespenyelesaiannyadansepertinyamasalahinididiamkan sajaolehpolisi. Suasana di luar kantor camat Lamba Leda ini mempengaruhi jalannya pertemuan di dalam ruangankantorcamat,sehinggauntuksementarapertemuandihentikanolehcamat. Kapolpos danBabinsamenasihati,meleraidanmenyuruhwarga masyarakatmenghentikanperkelahian. Pertemuan dilanjutkan setelah suasana keamanan dapat dikendalikan oleh Kapolpos dan Babinsa. DalampertemuanlanjutantersebutakhirnyabaikahliwarisdaridaluUmarAchmad Mbolang maupun pengurus YPTL yang masih ada membuat pernyataan sikap untuk membubarkanbadanpengurusYPTLdibawahpimpinanStefanusD.Asongdanmembentuk caretaker badan pengurus untuk mengelola SLTPST. Paulus Benteng Jawa. Mereka (ahli warisdanpengurusYPTL)tidakpercayalagikepadakepemimpinanketuaYPTL,Stefanus D.Asong karena sikapnya yang tidak menghormati peserta rapat lainnya dan keluar dari ruang pertemuan. Pernyataan sikap dari ahli waris dan pengurusYPTLitu disetujui oleh semuapesertapertemuan. Isi pernyataan sikap dari PengurusYPTLadalah : Pertama, tanah SLTPSt. Paulus Benteng JawaadalahbenartanahmilikParokiSt.YusufBentengJawa,sesuaikesepakatanbersama tanggal 2Agustus 200. Kedua, membubarkan dengan resmiYPTLdan menyatakan tidak berhak lagi untuk mengelola SLTPSt. Paulus Benteng Jawa dan dengan demikianYPTL dinyatakandemisioner.Ketiga,memberikankewenangankepadaPemerintahuntukmenunjuk CaretakergunamengelolakeberlangsunganprosesbelajarmengajarpadaSLTPSt.Paulus Benteng Jawa terhitung hari dikeluarkannya surat pernyataan ini. Pernyataan sikap dari pengurus YPTLdibuat dan ditanda-tangani oleh segenap komponen dalamYPTL yaitu Pelindung,PengawasdanBadanPengurus. Penyataan sikap pengurusYPTLjuga ditunjang oleh pernyataan sikap dari ahli waris Dalu yang isinya: Pertama, tanah SLTPSt. Paulus adalah milik gereja; Kedua, proses belajar mengajar pada SLTP St. Paulus tetap berjalan tetapi harus berada di bawah asuhan misi dengan bekerja sama dengan penjasa; dan Ketiga, segera membentuk caretaker. Keputusan pertemuan pada tanggal 14 Januari 2003 tersebut menurut camat Lamba Leda, AndreasEmbong,KrispinusM.Modes;danAmirMachmudtidaksajaditerimaolehseluruh peserta pertemuan tetapi juga diterima oleh pengurusYPTLserta ahli waris tanah. Hal ini berartikonflikpemilikantanahSLTPSt.PaulusBentengJawadenganYPTLtelahdiselesaikan Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 116 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur secaratuntas,sehinggadengandemikianseharusnyatidakadapersoalanlagimengenaistatus danpemilikantanahtersebut Tetapi menurut Stefanus D.Asong, keputusan hasil musyawarah tanggal 14 Januari 2003 belum merupakan keputusan final. Hal ini berarti konflik mengenai status dan pemilikan tanahSLTPSt.PaulusBentengJawaantaragereja/parokiBentengJawasebenarnyabelum diselesaikansecarabaikdantuntas. Alasannyaialah:(1)tembusansuratkeputusantersebut sampaisaatinibelumdiberikankepadanyasebagaiketuaBadanPengurusYPTL;(2)sampai saat ini belum ada serah terima jabatan antara Stefanus D.Asong dengan ketua caretaker, Krispinus M. Modes. Sikap Stefanus D.Asong tersebut dipertegas lagi dalam suratnya kepada tanggal 15 Mei 2003 perihal Sikap Tidak Terpuji Camat Lamba Leda pada rapat yangdiprakarsainyapadatanggal14Januari2003dalamrangkapenyelesaiankonflikpemilikan tanah SLTPSt. Paulus Benteng Jawa antaraYPTLdan gereja/paroki Benteng (lihat Kotak 3). Kotak 3: Kritik Stefanus D. Asong kepada Camat Surat kepada Bupati mengkritik upaya penyelesaian oleh camat termasuk: 1. Camat tidak bertindak sebagai seorang fasilitator dan penengah yang baik; 2. Camat cenderung berat sebelah yaitu memihak pada kepentingan Dewan Paroki, menyudutkan dan merugikan posisi pihak YPTL, serta tidak berusaha mencari titik temu tercapainya kesepakatan di antara kedua pihak; 3. Camat selalu mempersalahkan pengurus YPTL dalam hal pengangkatan pegawai dan anggota pengurus lainnya; 4. Tanpa alasan yang cukup, camat menilai bahwa semua surat dan dokumen yang dipegang YPTL adalah cacat hukum; 5. Camat bersikap masa bodoh terhadap peristiwa penganiayaan dua orang guru SLTP St. Paulus Benteng Jawa yaitu RikusAso dan Dami Endok di luar kantor camat Lamba Leda pada pertemuan tanggal 14 Januari 2003 yang diprakarsai dan dipimpin oleh camat sendiri; 6. Tanpa melalui proses aturan yang wajar telah membubarkan kepengurusan YPTL dan membentuk kepengurusan sementara (Caretaker). TembusansuratStefanusD.Asong,dikirimkepadaKepalaDinasPendidikandanKebudayaan kabupatenManggaraidiRutengdankepadaYangMuliaUskupRutengdiRuteng.Sampai sekarang baik Bupati, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai maupun Uskup Ruteng belum memberikan tanggapan terhadap surat Stefanus D.Asong tersebut.DengandemikianpersoalanpemilikantanahSLTPSt.PaulusBentengJawaantara gereja/paroki Benteng Jawa sebenarnya belum diselesaikan secara baik dan tuntas, dalam artiditerimaolehsemuapihakyangterlibatdalamkofliktersebut. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 117 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 6. Dampak Konflik Konflikiniberdampakpadakurangharmonisnyahubunganantaraparokidengankeluarga Stefanus D.Asong dan beberapa guru SLTPSt. Paulus Benteng Jawa. Beberapa guru dan keluarga Stefanus D.Asong saat ini jarang ke gereja. Dalam doa kelompok dan kegiatan lainnya dalam kelompok, keluarga Stefanus D.Asong jarang hadir. Tidak itu saja, sejak peristiwa14Januari2003,sebagaipegawainegeripadakantorcamatLambaLeda,Stefanus D.Asong tidak pernah masuk kerja lagi. Akibatnya gajinya sampai saat ini ditahan dan belum dibayar. Sebaliknya proses belajar mengajar pada SLTPSt. Paulus Benteng Jawa tidak terganggu dengan persoalan ini dan berjalan seperti biasa. Guru-guru tetap mengajar seperti biasa, kecualiRikusAso.RikusAso,hinggasaatinitidakpernahmengajarlagidiSLTPSt.Paulus BentengJawa. Mengenai hubunganantaraketuaDPPParokiBentengJawa,RobertBoedengankeluarga StefanusD.Asong,RinusRubamenuturkan: "Hubungan keluarga saya (Rinus Ruba) dengan keluarga Stefanus D. Asong akhir-akhir ini sangat jelek; pada hal antara keluarga saya dengan keluarga Stefanus D.Asong masih mempunyai hubungan keluarga. Kami (maksudnya keluarga Asan dan keluarga Rinus Ruba) tidak saling mengunjungi, dan mereka (keluarga Stefanus D.Asong) tidak mengundang saya (Rinus Ruba) ketika ada acara penting dalam keluarga mereka, pada hal sebelumnya saya dianggap yang dituakan. Mereka menganggap saya sebagai pembuat skenario atau biang keladi persoalan tanah antara YPTL dengan gereja/paroki, karena saya adalah ketua DPP Paroki Benteng Jawa. Saya sering diteror, dicaci maki serta dianggap sebagai orang yang belum berpengalaman [Tekur cai Retuk lawo cai bao artinya tekukur dan tikus yang baru lahir; maksudnya belum berpengalaman]."24 Lebih jauh dari itu konflik ini telah menimbulkan polarisasi dalam masyarakat, tidak saja terhadap masyarakatumumtetapijugaparaahliwaris. Adayangmendukunggereja/paroki dan ada pula yang mendukungYPTL. Karena itu apa yang akan terjadi sangat bergantung padatanggapandariBupatiatassuratdariStanisDaniAsanpadatanggal15Mei2003. Kita lihatsaja. 24Wawancara No. 520, Rinus Ruba. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 118 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 7. Kesimpulan: Membedakan Hak Penggunaan dan Pemilikan Menurut penulis, untuk menyelesaikan kasus ini secara baik, tuntas dan memuaskan perlu mendalamiapamaknadaripemisahanperuntukantanahmisi/gerejamenjaditanahsekolah dan tanah stasi atau gereja/paroki pada tahun 1956 dan pembagian aset antara SDK dan SLTPSt. Paulus Benteng Jawa oleh pastor paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M. Mollen pada tahun 1978. Makna apa yang terkandung dalam kedua peristiwa itu memberikan kepastiantentangsiapayangmempunyaihakmilikatastanahSLTPSt.PaulusBentengJawa; apakahgereja/parokiatauYPTL. Kepastianmengenaisiapayangmempunyaihakmilikatas tanahSLTPSt.PaulusBentengJawainisangatkrusialdanmenentukanprosespenyelesaian kasus ini secara tepat dan benar. PemisahanperuntukanTanahmisi/gerejapadatahun1956menjadiTanahSekolahdanTanah Stasiatauparokimengandungminimalduamaknadengankonsekuensihukumyangberbeda. Makna yang pertama, ialah hanya mengenai peruntukan tanah tersebut. Konsekuensinya ialahbahwasatu-satunyapemeganghakatastanahtersebuthanyalahmisiataugereja. Makna yangkeduaialahbahwapemisahanitubukanhanyamengenaiperuntukantanahtetapijuga menyangkutpemilikannya. Konsekuensinyaialahbahwa tanahmisiitusetelahdipisahkan menjaditanahsekolahdantanahstasiataugereja/parokimakapemeganghakataupemiliknya adalah sekolah dan stasi atau gereja/paroki. Karena itu baik sekolah maupun gereja atau parokimempunyaihakuntukmensertifikatkantanahtersebut. Hanyasajaapayangdimaksud dengansekolahtetapmerupakanpersoalan. ApakahhanyaSDKataukahjugaSLTP? Tetapi bilakitalihatdalamprakteknyaselamainidanpembagianasetantaraSDKdanSLTPSt.Paulus BentengJawaolehpastorParokiBentengJawa,PaterGeradusM.Mollenpadatahun1978, dapat disimpulkan bahwa pemisahan tanah misi/gereja tahun 1956 itu hanya mengenai peruntukantanahdanbukanmengenaipemilikannya. Pemiliknyatetapsatuyaitumisiatau gereja/parokiBentengJawa. Sepertihalnyapemisahantanahmisitahun1956,pembagianasetantaraSDKdanSLTPSt. Paulus Benteng Jawa, oleh pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M.Mollen pada tahun1978jugamengandungduamakna. Maknayangpertamaialahpembagianituhanya mengenai pemanfaatan aset tersebut yaitu untuk SDK dan SLTPSt. Paulus Benteng Jawa. Akibatnyahanyagereja/parokiBentengJawayangmempunyaihakmilikatasasettersebut, termasuktanahSLTPSt.PaulusBentengJawa,sedangkanYPTLtidak. KarenaYPTLtidak mempunyaihakmilikatastanahSLTPmakaiatidakberwenanguntukmensertifikatkannya. Maknayangkeduaialahbahwapembagianituselainmengenaipemanfaatanasetjugamengenai pemilikannya. Konsekuensinya baik pengelola SDK yaitu gereja/paroki atauYASUKMA maupunpengelolaSLTPSt.PaulusBentengJawayaituYPTLsama-samamempunyaihak milikatasasetnyamasing-masing. ArtinyapengelolaSDKmempunyaihakmilikatasaset Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 119 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur SDKtermasuktanah yangdimanfaatkanolehSDKsajadanbukanatasseluruhtanahsekolah sebagaimana ditetapkan pada tahun 1956. Sebaliknya pengelola SLTPSt. Paulus Benteng JawamempunyaihakmilikatasasetyangdibagikanPaterGeradusM.Mollen tahun1978 kepadaYPTLtermasuk tanah SLTPSt. Paulus Benteng Jawa. Sayang sekali apa makna pemisahan peruntukan tanah misi/gereja pada tahun 1956 dan pembagian aset antara SDK dan SLTPSt. Paulus Benteng Jawa pada tahun 1978 tersebut tidak dapat dipastikan oleh peneliti, karena dokumen tersebut tidak diperoleh oleh peneliti. Disamping itu yang dapat memastikanmaknadaripembagianasettahun1978ituhanyalahPaterGeradusM.Mollen sendiri. Karena itu untuk penyelesaian kasus ini secara baik, tuntas dan memuaskan perlu memintaketerangandankesaksiandaribeliau. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 120 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur Kronologi Kasus: Konflik Pemilikan Tanah SLTP Tahun Kegiatan/Peristiwa 1931 Dalu Lamba Leda Unu Abdullah Mbuka menyerahkan secara lisan dua bidang tanah yaitu Lingko Watang Tonggang dan Lingko Pong Jengok kepada misi/gereja 26 Sept 1956 Pemisahan peruntukan tanah misi yang diserahkan oleh dalu UmarAchmad Mbolang pada tahun 1931 menjadi Tanah Sekolah dan Tanah Stasi atai gereja/parokigereja (versi Rinus Ruba). Versi Stefanus D. Asong pemisahan perutukan tanah misi ini terjadi pada tahun 1958. 1958 VersiAchmad Djamal: pengukuhan penyerahan tanah tahun 1931 secara tertulis oleh dalu Umar Achmad Mbolang.Versi Stefanus D. Asong: Dua lingko yang diserahkan untuk misi/gereja dipisahkan peruntukannya menjadi Tanah Sekolah. 1960 Pengukuhan penyerahan tanah secara tertulis yang ditanda tangani oleh dalu Umar Achmad Mbolang dan 18 gelarang di kecamatan Lamba Leda (Rinus Ruba dan Amir Machmud). 1967 SLTP St. Paulus Benteng Jawa didirikan/dibangun. 1974 Akte Pendirian YPTL dibuat dengan pengurus terdiri dari: Pelindung, Camat Lamba Leda; Badan Pengawas dan Badan Pengurus. 1978 · BP3 SDK Benteng Jawa menyurati YPTL untuk menyerahkan kembali gedung SDK Benteng Jawa yang dipakai oleh SLTP St. Paulus Benteng Jawa kepada BP3 SDK Benteng Jawa. · YPTL menjawab surat BP3 SDK Benteng Jawa itu dengan membuat surat kepada pastor Paroki, Pater Geradus M. Mollen untuk meminta pembagian aset antara SDK dan SLTP St. Paulus Benteng Jawa. · Pastor Paroki Benteng Jawa, Pater Geradus M. Mollen menanda-tangani surat pembagian aset antara SDK dan SLTP St. Paulus Benteng Jawa yang konsepnya dibuat oleh YPTL. 1980 Pastor Paroki Benteng Jawa, Romo Dalo Manggung, menyampaikan keinginannya kepada YPTL untuk mengelola SLTP St. Paulus Benteng Jawa tetapi tidak disetujui oleh YPTL. 1982 · Frans Isakar, salah seorang ahli waris, membuat pagar dan sekaligus menggugat tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa kepada camat Lamba Leda. · Berdasarkan keputusan camat Lamba Leda.YPTL membayar sebesar Rp.1.000.000,- kepada Frans Isakar. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 121 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur 1992 · Stefanus D. Asong diangkat menjadi ketua badan pengurus YPTL menggantikan Mikael Bolong yang telah meninggal dunia. Sejak saat itu Kolusi dan Nepotisme berkembang dalam tubuh YPTL, dalam rangka melanggengkan hubungan antar pengurus YPTL pimpinan Stefanus D. Asong. · Terjadi perpecahan antara ahli waris: sebagian ahli waris menjadi anggota atau pengurus YPTL dan sebagiannya tidak. 1999 Ahli waris dan DPP Paroki Benteng Jawa meminta camat mengundang YPTL untuk mendiskusikan masalah pengelolan SLTP St. Paulus Benteng Jawa. 2000 · DPP (Dewan Pastoral Paroki) dan Majelis Gereja menulis surat kepada YPTL untuk mengembalikan tanah SLTP St.Paulus Benteng Jawa kepada gereja/paroki.Ketua YPTL, Stefanus D. Asong mengemukakan bahwa tanah tempat SLTP berdiri adalah milik YPTL. 2001 · YPTL mengirim surat kepada BPN (Badan Pertanahan Nasional) meminta supaya tanah SLTP disertifikatkan melalui Prona atas nama YPTL. · DPP Benteng Jawa membuat surat keberatan kepada Kepala Desa Tengku Leda terhadap proses pensertifikatan tanah SLTP St.Paulus Benteng atas nama YPTL. Tembusan surat keberatan DPP tersebut dikirim kepada BPN dan uskup Ruteng. 2 Agustus 2001 Kepala desa Tengku Leda Elias Komi memfasilitasi pertemuan antara YPTL, DPP, Majelis Gereja dan Pastor Paroki Benteng Jawa mengenai persoalan tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa. Hasil: (1) Tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa adalah milik gereja/paroki; (2) YPTL tidak keberatan tanah itu disertifikat atas nama gereja/paroki tetapi penggunaannya adalah untuk SLTP ST. Paulus Benteng Jawa. Oktober 2001 SLTP St. Paulus Benteng Jawa mendapat dana Imbal Swadaya untuk membangun satu ruang kelas baru sebesar sekitar Rp.30.000.000,-. 2002 · Pastor paroki Benteng Jawa, Romo Lambert Jalang berusaha mengganggu pembangunan. · Guru-guru SLTP St. Paulus Benteng Jawa mengadakan rapat sebagai reaksi atas tindakan Romo Lambert Jalang tersebut. · YPTL merencanakan mengadakan rapat untuk membicarakan status tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa, tetapi batal. · Rapat di kantor camat Lamba Leda antara pastor paroki, YPTL, dan camat. · Undangan rapat kilat yang diumumkan lewat mimbar gereja untuk membicarakan status tanah SLTP St. Paulus. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 122 Konflik Pemilikan Tanah SLTP. St. Paulus Benteng Jawa Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai, Flores Penulis: Agus Mahur · YPTL menjawab: YPTL tidak mengklaim tanah gereja dan mari kita runding baik-baik. · Kepala Dinas Pendidikan dan Kabudayaan kabupaten Manggarai datang ke SLTP St. Paulus Benteng Jawa dan dalam buku tamu menginstruksikan: "laksanakan pemanfaatan dana sesuai proposal." 25 Oktober `02 Uskup Ruteng datang ke Benteng Jawa dan bertemu dengan umat, DPP, Majelis Gereja, tokoh masyarakat dan ahli waris Dalu. Desember `02 Sebelum dan sesudah Natal DPP membuat surat kepada camat untuk mengadakan rapat gabungan guna membicarakan status SLTP St. Paulus Benteng Jawa. 14 Januari `03 · Rapat di kantor camat yang dihadiri: Pemerintah, DPP dan Majelis gereja, YPTL, para guru YPTL, fungsionaris adat, dua anggota DPRD kabupaten Manggarai, Kapolpos Benteng Jawa, Babinsa dan pastor paroki dalam rangka menyelesaikan sengketa tanah antara YPTL dan gereja/paroki Benteng Jawa. · Dua orang guru SLTP St. Paulus Rikus Aso dan Dami Endok luka kena pukulan massa di luar ruang pertemuan. · Ahli waris dan pengurus YPTL, kecuali Stefanus D. Asong membuat pernyataan sikap. · Rapat memutuska : membubarkan badan pengurus YPTL pimpinan Stefanus D.Asong dan membentuk Care Taker untuk mengelola SLTP St. Paulus Benteng Jawa. 15 Januari `03 · Stefanus D. Asong menghadap pastor paroki Benteng Jawa dan menyatakan dukungan dan persetujuan atas keputusan rapat pada tanggal 14 Januari 2003. · Pastor paroki Benteng Jawa ke SLTP St. Paulus Benteng Jawa memberikan peneguhan kepada Care Taker YPTL, Kepala Sekolah dan guru-guru serta siswa/i supaya menjalankan tugas seperti biasa. 15 Mei 2003 Stefanus D. Asong menulis surat kepada Bupati Manggarai tentang sikap tidak terpuji camat Lamba Leda pada tanggal 14 Januari 2003 dalam rangka penyelesaian masalah tanah SLTP St. Paulus Benteng Jawa. Peneliti: Agus Mahur, Peter Manggut, Yan Ghewa; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 123 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Siapa Berhak Memilikinya? Kontroversi Tanah Tak Bertuan Ringkasan Ketika meninggal dunia, Maria Pingga, janda tanpa anak, tidak pernah memberi wasiat kepada siapapun untuk memiliki tanah persawahan yang pernah ia miliki semasa hidupnya. Tanah yang tak bertuan lagi ini kemudian menjadi medan sengketa ketika Mateus Jogha, menantu dari adiknya Mingga dan Fransiska Kora, cucu Mingga mengklaim bahwa tanah itu adalah milik mereka. Ketika berakhir dengan kekerasan, kedua belah pihak melaporkan kepada tentara dan polisi, tetapi mereka menolak terlibat dalam kasus tanah sipil. Kasus ini pada awalnya muncul di desa, dan melibatkan elemen pemerintah dan sistem adat. Tetapi ketika masalah ini sampai di pengadilan di Kupang, Mateus Jogha-lah yang ditunjuk sebagai pihak yang berhak memilikinya. Yang menarik, menurut hukum adat tidak satu pun dari mereka yang berhak atas tanah tersebut selain anak angkat yang sudah meninggalkan desa itu. 1. Latar Belakang Magepanda,salahsatudesadarikecamatanNitaadalahsebuahbentangandataranpertanian yang terletak kira-kira 27 kilometer dari ibukota kabupaten Sikka, Maumere. Wilayah ini ditempati oleh masyarakat dari berbagai etnis yaitu etnis Lio, sebagai etnis terbesar yang dikenal dengan sebutan orang asli; etnis Krowe, yaitu orang-orang Maumere, etnis Bugis yangberasaldariSulawesiSelatandanberbagaietnislainyangjumlahnyatidakterlalubesar, seperti Manggarai, Ngada, Flotim dan Sabu dari pulau Sabu yang menetap karena alasan kawin-mawin. Secarahistoriswilayahinisebenarnyamerupakanwilayahresettlementkarena sebelumtahun1960-an,daerahinimerupakanwilayahperburuhanhewandantempattinggal kerbauliar.1 Dalamjangkawaktu1967­1975,banyakmasyarakatdariwilayahpegununganyaituMboa, Jitabewa, Woloara, Lelebata, Wualadu dan Kojabewa turun ke dataran Magepanda atas perintahpemerintahandesa. Selainitu.masyarakatKroweyaitudariNita,TilangdanKoting juga ikut datang ke tempat tersebut. Pada tahun 1968, empat puluh keluarga Bugis dari kabupatenWajo,SulawesiSelatanmelarikandirikewilayahinikarenaketidak-amanansituasi 1 Pada tahun 1972-1973, proyek resettlement dari pemerintah kabupaten Sikka terlaksana di dataran ini dengan pembangunan 72 rumah sangat sederhana bagi masyarakat yang berasal dari wilayah pegunungan. Bandingkan dengan Format Studi Kasus No. 606 dan No. 629. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 124 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus disanasebagaiakibatdaripemberontakanKaharMuzakar.2 Migrasimassalpendudukdari wilayah lain ke dataran Magepanda sempat dituturkan juga oleh Romanus Sawe, seorang mantan kepala desa pertama, 1966 desa gaya baru Magepanda waktu itu. "Awalnya itu sekitar 1967 ini, ada pendekatan dengan ria bewa (tua adat) dan sosialisasi dengan masyarakat. Kita (aparat desa) berulang kali bicara dan bersama (ria bewa dan aparat) turun ke lapangan (kampung Woloara- Lelebata), kita sosisalisasikan pentingnya pindah ke desa baru (Magepanda), tentang tertib lingkungan di kampung. Ada warga yang diajak turun dari gunung ke Magepanda untuk lihat dulu, lalu kita punya tanah diukur. Masyarakat juga ikut ukur (tanah) dan diberi batas dengan kayu-kayu dan bambu panjang sehingga dari kejauhan orang bisa lihat." Romanus Sawe, mantan Kades Magepanda Orang-orang yang tidak memiliki tanah dan rumah dari wilayah pegunungan ini dan juga beberapa wilayah lain di luar kabupaten Sikka, yang dalam adat Lio disebut fai walu ana kalo3diberilahangarapanmasing-masingolehriabewa4sebagaitempatmerekamemperoleh nafkahhidup. Lahanyangdiberiolehparatuaadatinikemudianmenjadihartamiliksipenerima sendirisampaiditurunkankepadaanakcucumereka. DiantarasekianbanyaktransmigranyangdatangkedataranMagepanda,MariaPinggaadalah salah seorang penduduk yang ikut dalam gelombang eksodus dari kampung Woloara, di wilayahpegunungan. DiMagepandaiamendapatpembagiantanahatasnamanyasendiridan membukasertamengolahlahanitumenjadisawahsebelumorang-oranglaindikampungnya mulaimembukapersawahan. 2 Kahar Muzakar adalah pemimpin sebuah gerakan dari Sulawesi Selatan yang menuntut Republik Indonesia untuk menerima kelompoknya yaitu pejuang kemerdekaan Indonesia untuk menjadi satu divisi tersendiri dari TNI (Tentara Nasional Indonesia). Tuntutan ini ditolak sehingga Kahar Muzakar mulai memberontak tahun 1950 dan memproklamasikan gerakannya pada tahun 1953 sebagai bagian dari upaya pembentukan Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwirjo di Jawa Barat yang sering dikenal dengan DI/TII. Pada masa ketika pemberontakan itu terjadi, situasi Sulawesi Selatan menjadi tidak stabil. Bandingkan juga dengan format FGD komunitas Bugis Bajo, kode 622. 3 Secara literer, fai walu ana kalo berarti janda dan anak yatim piatu. Tetapi secara simbolik fai walu ana kalo berarti rakyat jelata yang tidak mempunyai kedudukan dalam istitusi adat, tidak memiliki tanah dan pada umumnya para pendatang. Bandingkan dengan Wawancara No. 625 dan Wawancara No.650. 4 Ria bewa adalah istilah bahasa Lio yang merujuk pada pemimpin adat tertinggi dan sekaligus tuan tanah di wilayah Lio. Ria bewa biasanya diangkat oleh para mosalaki (para tua adat) untuk menjadi koordinator bagi mereka. Seluruh proses pembagian tanah di wilayah Lio biasanya selalu disertai restu ria bewa. Bandingkan dengan Wawancara No. 650; Wawancara No. 625; Wawancara No. 607; dan Wawancara No. 608. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 125 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus "Sebelumnya mama Maria Pingga biasa bantu tanam dan ketam padi dengan kami. Dia lihat kami punya hasil berasnya bagus, jadi dia juga minta supaya buka petak (sawah) untuk dia. Waktu itu suami saya buka empat petak yang besar-besar, hanya petak-petak sawah dia punya saja yang ada di situ. Sebelah barat, timur, selatan, utara belum ada yang buka sawah waktu itu. Jadi waktu hakim tanya apakah saya tahu batas-batas tanah dengan siapa, saya jawab saya tidak tahu karena memang semuanya masih hutan di sekitarnya waktu itu." Rosa Sina, Magepanda, 25 Juni 2003 SebagaiorangyangdatangberkelompokdarigunungMariaPinggatinggalbersamakeluarga adiknyaMinggasertaMateusJogha,mantudariMingga,dalamsatukeluargabesarditempat yangbernamadusunKampungBaru. KetikaituadiknyaMinggatelahmeninggaldiWoloara daniasendirisemakinberanjaktua. KeluargabesarMinggayangtinggalbersamawaktuitu adalahThresdansuaminyaMateusJogha,AngelinadancucunyaFransiskasertaPatrisdan nenekMariaPinggaitusendiri. Lahansawahyangsudahdibukanyaitudigarapnyabersama AngelinadanFransiskasertaPatrissedangkanMateusJoghabesertakeluarganyamenggarap tanahnya sendiri yang langsung berbatasan dengan tanah milik nenek Maria Pingga (lihat Kotak1). Relasi Keluarga Maria Pingga dan Mateus Jogha Nenek Moyang Penga (alm) x Mingga (alm)-----Maria Pingga (alm) x Seto (alm) Ambo (L) x Angelina Dhesa (P) Thres (P) x Mateus Jogha (L) ........x Katharina Dhasi (P) Yohanes Sare (L) x Yustina (P) Patris (L) Fransiska Kora (P) Elisabeth (P) Ardianus (L) Tentangtinggalbersamadirumahnyaini,MateusJoghamempunyaikesaksiantersendiri. "Sayajugapeliharamerekasampaimerekamati.Yangsayapeliharatermasuk Rida (Fransiska Kora) dan mamanya (Dhasi). Dulu semua mereka tinggal bersama saya tapi sekarang mereka berbalik (melawan saya lagi)."5 Mateus Jogha, Magepanda, 19 Juni 2003 5 Wawancara No. 606, bandingkan juga dengan Wawancara No. 627. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 126 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus 2. Ketika Pemilik Tanah Telah Tiada Mateus Jogha yang merasa sebagai penanggung jawab seluruh keluarga besar termasuk Angelina,Katharina,FransiskaKoradanPatris,mulaimengambilalihseluruhmanajemen keluargatermasuktanahpersawahanyangdimilikiolehMariaPinggayangsemasahidupnya dikerjakanolehMariaPinggasendiribesertaAngelinadanFransiskaKorasicucukecil. Dia mulai dengan menyuruh anaknyaYohanes Sare dan istrinyaYustina menggarap tanah milikMariaPinggasedangkanAngelinaDhesa,FransiskadanPatrisdisuruhnyabekerjapada tanahmiliknya. Initerjadisepertibertukarkebun.Atastindakanini,seorangwargaMagepanda pernahmemberikananalisanya. "Sewaktu nenek Maria Pingga sudah meninggal, Mateus menyuruh Fransiska Kora menggarap lahannya sedangkan anak kandungnya Yohanes Sare disuruh menggarap tanahnya Maria Pingga. Saya lihat Mateus Jogha sudah buat tipu muslihat dengan teknik seperti itu untuk ambil tanahnya Maria Pingga. Mateus Jogha lalu menggadai tanah yang digarap oleh anaknya Lera itu (tanah Maria Pingga) dan kemudian merampas kembali tanah miliknya yang sedang dikerjakan oleh Fransiska Kora. Fransiska Kora mau kerja lagi di tanah Maria Pingga sudah tidak bisa lagi karena Mateus sudah gadai." Darius Siku, Wakil Ketua BPD Magepanda, 18 Juni 200) 3. Mateus Tak Lagi Setia Mengayomi Padatahun1990,MateusmenggadaitanahmilikMariaPinggakepadaseorangBugisyang bernama MadaAli.6 Dengan digadainya tanah ini makaYohanes Sare danYustina tidak memilikitanahgarapanlagi. DengansendirinyaMateusmengambilkembalitanahmiliknya yang sedang digarap olehAngelina dan anaknya Fransiska serta Patris agar ia sendiri dan anaknyaPhilipussertaYustinadapatmemilikipetaksawahlagi.Masalahmulaitimbuldisini karena Fransiska yang mulai hidup berkeluarga tidak mau menerima cara perebutan tanah yangsepertiini. "Masalah sudah ada sejak 1993, ada pertemuan di desa untuk menetapkan bahwa tanah dibagi oleh tuan tanah untuk cucunya nenek Maria Pingga (yaitu Fransiska) dan anaknya Mateus Jogha (Yohanes Sare)." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 6 Lihat Wawancara No. 613, Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 127 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Sepanjangtahun1998sampai1999,MateusdanFransiskasudahseringbertengkardikebun. Mateus sering datang ke kebun lalu mengusir Fransiska dan Patris tetapi kedua bersaudara itutidakmaumenggubris.MelihatketegaranFransiskadanPatris,Mateusakhirnyamelibatkan aparatmiliterdidesayaitubabinsa.7 "Tahun1999,waktuitusekitar5Februari,dia(Mateus)kirimbabinsadatangi kami (Fransiska dan Patris saudaranya). Mereka datang dan paksa serahkan tanah kepada Mateus Jogha. Kami tidak mau. Ini tanah usaha kami punya. Babinsa itu, Pak Feliks mulai tendang dan pukul Patrisius. Ia (Patris) bengkak, luka di muka dan kaki." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 CampurtanganmiliterdengankekerasaninijugadikeluhkanolehPatrisiuskorbanpemukulan waktuitu. "Kami ini orang bodoh, tidak punya modal. Orang bisa pukul kami. Dia (Pak Feliks) pukul sampai 31 kali, saya masih ingat. Tanggal 7 Februari karena takut dipukul lagi kami lapor sampai ke pos kodim (lembaga militer di Maumere). Waktu datang kami diberi obat dan petugas berusaha mendamaikankami. Merekabilanginimasalahperdatabukanmerekapunya hak. Petugas juga kasih uang mobil (ongkos angkutan umum) untuk kami pulang." Patrisius Ngura, Saudara dari Fransiska, 19 Juni 2003 Setelahmendengarbahwamilitertidakdapatmenyelesaikanmasalahini,makaFransiskadan PatriskembalikeMagepandadanmelaporkannyakepadapemerintahandesa. "Sekitar 30 Februari 1999, kepala desa ajak kami (kedua pihak) makan untuk berdamai di rumahnya (rumah kepala desa). Kita ini semua masih keluarga, kita harus bagi (tanah tersebut). Ini tanah nenek punya. Sudah mau pertemuan, mereka tidak hadir (Mateus dan keluarga tidak hadir)." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 MengapaMateusmenolakhadirdalampertemuanyangdiselenggarakanolehpemerintahan desa,iamenuturkandemikian: "Pernah ada urusan dan pertemuan di desa tapi saya tidak mau ikut (dalam pertemuan itu) karena mereka (kepala desa dan tua-tua adat) mau membagi tanah itu. Saya tidak setuju". Mateus Jogha, 4 Juli 2003 7 Babinsa adalah unit terkecil dalam institusi militer yang menetap di desa-desa. Unit militer ini sekarang sudah banyak dihapus dari desa-desa di Indonesia. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 128 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus SejakperistiwapemukulandanpengusiranolehPakFeliksterhadapFransiskadansaudaranya PatrismakapetaksawahMariaPinggaitukemudiandikerjakanolehMateusJogha,Yohanes SaredanYustina. 4. Tangan Fransiska Sampai Berdarah-darah... Karena tidak puas terhadap jalan penyelesaian yang menguntungkan Mateus Jogha, maka pada tahun 2000, Fransiska memberanikan diri untuk membajak petak sawah yang sudah diambil oleh Mateus Jogha tersebut. Sayang sekali bahwa sesudah dibajak malahan yang menanamadalahYustinadengandibantubapakmantunyaMateusJogha. Fransiskamarah, lalusaatpanenterjadilahperkelahianyangmenyebabkandiaterluka.8 Peristiwa perkelahian antara dirinya danYustina di petak sawah Maria Pingga ini sempat diceritakannnyadengangamblang. "6Mei2000,kami(FransiskadanYustina)bertengkardipetaksawahtentang padi yang ditanam. Kami bertengkar, lalu Carolina Yustina potong tangan saya sampai robek. Saya dibawa ke puskesmas Magepanda, dijahit di tangan sekitar 9cm. Lalu kami lapor ke polisi Nita, setelah lapor juga ke pos polisi Ndete. Polisi tidak datang. Tidak turun ke bawah. Mereka datang hanya ambil barang bukti (alat potong/sabit)." Fransiska Kora, korban terluka, 19 Juni 2003 Terhadapperistiwaperkelahiandisawahini,Yustinamemberikanpengakuannyasendiri. "Kemudian (sewaktu panen) kira-kira tahun 2000, mereka (Fransiska dan lima anggota kelompoknya) datang sabit (potong padi), juga bikin rusak satu petak sawah, hanya tebas dan kasih tinggal (dihambur begitu saja). Ada enam petak sawah, tetapi mereka lima orang datang. Waktu itu saya pulang dari pasar. Saya pi (pergi) ke sawah, tahu-tahu mereka sudah sabit potong lepas (hambur-hambur) satu petak sawah. Mereka juga mau pukul saya sampai saya berkelahi.... Waktu itu bukan saya potong (tangan Fransiska), tapi saya takut mereka bawa sabit. Saya tarik sabit ke bawah, ke tanah tapi (waktu tarik itu) kena dia punya tangan. Saya tidak punya sabit. Mereka malah lapor saya potong tangan dia padahal itu bukan karena saya mau potong (tidak sengaja)" Carolina Yustina, 24 Juni 2003 Fransiska kemudian melapor kepada polisi pos Ndete dan sampai juga ke pos Nita. Polisi hanyamengurusmasalahperkelahiannyaitudengancaramenanyaikeduapihakmengenai 8 Wawancara No. 627. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 129 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus apayangterjadidanmendamaikanmerekadikantorpolisitetapitidakmaumengurusmasalah tanah itu. Mereka mengembalikan lagi masalah itu untuk diurus di desa sebab masalah ini menyangkutmasalahperdatabukankriminalmurni.9 Ketikakembalilagikedesa,FransiskadanPatrismemutuskanuntukmenyelesaikanperkara inidipengadilan. FransiskakemudianmenggugatMateusJoghadiPengadilanNegeriMaumere pada bulan Desember 2000. "Karena dua kali dipukul dan dipotong begitu, akhirnya kami mulai lapor ke pengadilan. Karena kami tidak puas. Biarpun kami hanya punya SK (Surat Keputusan tentang pembagian tanah) saja tapi ini SK tanah dari (departemen) Agraria. Tuan tanah itu (Paulus Soka) saksi untuk saya, bapak desa (Petrus Mbako) juga saksi untuk saya. Juga bapak Markus Kota (mantan kepala desa) jadi saksi. Sidang mulai tahun 2000 sampai dengan 2001. Hampir seminggu sekali. Sidang mungkin 30 kali selama dua tahun." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 Sidangberlangsungsebanyak19kaliuntukkonvensi(gugatan)dan19kalilagiuntukrekonvensi (tanggapan pihak tergugat terhadap gugatan pengugat). Pada tahun 2001 ada pemeriksaan lokasiolehtigahakimdaripengadilantinggiMaumeredanMateusJoghamembayarduajuta untuk pemeriksaan itu. Pada tahun 2002 pengadilan memutuskan untuk menolak gugatan FransiskaKoradanFransiskakemudianmelakukanbandingkepengadilantinggiKupang. Disanapunkeputusanmenyatakanbahwamerekamengukuhkankeputusandaripengadilan negeriMaumere. 4. Menang Jadi Abu Kalah Jadi Arang Apaartinyakemenanganbilabesarnyapengorbananuntukkemenanganitutaktertanggungkan olehsipemenang? BagiMateusdankeluarganya,keputusanpengadilanyangmemenangkannya bisa menjadi kepuasan batin tersendiri. Tetapi apakah secara material dia tidak mengalami kerugianyangbesar? "Biaya untuk perkara itu sebesar sepuluh juta lebih; untuk urus surat- surat dan bayar pengacara. Untuk pengacara saya beri uang bensin saja karena dia punya sepeda motor. Dia juga cari hidup. Saya gadai tanah 9 Polisi jarang mau terlibat dengan pertikaian tanah karena mereka merasa sulit untuk memutuskan sebab dokumen tertulis atas pemilikan tanah memang jarang. Pemilikan tanah diberikan dan ditransfer atas perjanjian secara verbal saja (tidak tertulis). Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 130 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus untuk dapat uang itu. Semua uang yang saya dapat (hasil dari gadai tanah) saya pakai untuk perkara, sehingga rumah ini juga sekarang baru mulai dikerjakan lagi." Mateus Jogha, 19 Juni 2003 LainlagidenganFransiskadanwargalainnyadiMagepanda. Keputusanituterasatidakadil karenaadanyaberbagaialasan. DariseluruhlapisanpemerintahandesamulaidariRTsampai kepala desa, Mateus Jogha dinyatakan tidak berhak atas tanah tersebut dan oleh karena itu tanahtersebutharusdibagisupayaterasaadil. TetapimengapaMateusJoghatetapmenang dipengadilan? Fransiska telah mencoba menarik kesimpulan sederhana berkaitan dengan kekalahannya. Dalampandangannya,kekalahanitubukankarenaiamemangbenar-benartidakberhakatas tanahtersebuttetapikarenaketeledoranadministratifsaja. Iamerasamasihpunyapeluang asalkanbiayasidanglanjutancukuptersedia. "Hasil pengadilan: hakim menolak gugatan kami. Karena SK [Surat Keputusan] ini hanya foto kopi, maka Pak hakim (Laurensius Sibarani) tidak bisa terima fotokopi. Yang asli di Kupang, karena di kantor pertanahan Maumere tidak ada. Jadi kami kalah ... Kami tergugat rekonvensi tidak bisa menang karena surat tidak asli, sehingga hasil itu tergugat yang menang dan penggugat (Fransiska) kena denda.... Kami mau naik banding (kasasi) tapi harus bayar biaya Rp. 1000.000. Sementara untuk pengadilan (2 tahun) sudah keluar biaya lebih dari enam juta; untuk transport, administrasi bikin surat, dan lain-lain. Saya dengar Mateus sudah gadai tanah itu ke Paulus Polce sebesar Rp. 21.000.000." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 Sementaraitukeputusanpengadilanyangdemikian,turutjugamengundangbanyakinterpretasi negatifdariberbagaikalanganyangmenyatakanbahwaMateusmenangkarenamenyogok dengan uang. Hal ini sempat dibeberkan oleh riabewa. "Kami sudah omong di RT, di dusun dan kantor desa. Menurut sejarah dan menurut adat, Mateus Jogha tidak punya hak. Tetapi dia keras kepala, tidak mau menerima pendapat kami. Dia tetap garap tanah itu. Akhirnya mereka urus di pengadilan. Mateus menang. Saya heran. Saya hanya terka-terka saja. Dia menang mungkin karena uang ada. Kita doi ho'a, kalah, demi doi bhondo menang (kita yang tidak punya uang kalah, kalau punya uang banyak menang)." Paulus Soka, 4 Juli 2003 Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 131 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus DalamkonteksiniIbuRosaSinajugamenyatakankeheranannya. "Sekarang saya dengar bahwa Mateus Jogha menang. Bagaimana caranya dia bisa menang?... Maria Pingga ini punya cucu sendiri yang selalu sama- sama dengan dia, kenapa kok Mateus Jogha yang menang? Saya heran kok dia menang? Saya tidak tahu hasil dari sidang yang naik banding di Kupang atau di Jakarta itu. Saya juga sudah lama tidak ikuti kasus ini soalnya saya kerja kebun di Mautenda, Kabupaten Ende sana." Rosa Sina, 25 Juni 2003 BapakMarkusKota,salahseorangmantankepaladesaMagepandajugaturutmenyesalkan sikapkeraskepaladariMateusJoghasehinggamasalahinisampaidibawakepengadilan. "Mateus menang di pengadilan, tetapi menurut saya dia rugi besar. Dia gadai tanah untuk urus perkara ini. Sekarang dia sudah tidak punya banyak tanah lagi. Selain itu Mateus juga tidak bisa minta bantuan Fransiska lagi kalau dia ada kekurangan-kekurangan. Parahnya Mateus ini gadai tanah dengan ambil uang sepuluh sampai belasan juta dari orang lain. Kapan dia bisa bayar lagi? Lama-lama orang ambil semua dia punya tanah." Markus Kota, 4 Juli 2003 Penyesalan yang sama juga diungkapkan olehYustina salah seorang pelaku yang terlibat dalamperkelahiandenganFransiska. "Dulu-dulu kami bersatu sekali (rukun) sekarang ini jadi retak, itu saya menyesal.." Carolina Yustina, 24 Juni 2003 5. Perdamaian Masih di Tangan Bayang-bayang Demikianlah kasus ini terjadi antara dua warga di sebuah desa yang senyap, Magepanda. Keputusanpengadilantelahmenyelesaikankasusiniuntuksementara. Walaudemikianmasih juga ada ketidakpuasan yang tersisa di batin masing-masing pihak. Hubungan keluarga di antaramerekamenjadirenggangdansampaikinibelumadapihakyangberanimenyatukannya kembali. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 132 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus "Sampai sekarang, keluarga Fransiska dan keluarga Mateus Jogha tidak saling bicara. Fransiska juga sudah tidak mempunyai tanah garapan lagi karena di pengadilan Mateus yang menang ... Secara ekonomis Fransiska dan Mateus sama-sama sudah mengorbankan banyak uang walaupun di sisi lain Mateus mengorbankan lebih banyak daripada Fransiska." Darius Siku, 18 Juni 2003 KeputusanpengadilanternyatasemakinmenorehlukapadapihakFransiskasampaiibulima anakyangbersuamikanseorangsopirinimengambilsebuahkeputusanradikal. "Sekarang kami tidak mau lagi bicara dengan keluarga Mateus. Apalagi saya punya paman (saudara ibunya) sudah mati. Nenek juga sudah mati (2001). Mungkin nenek mati karena pengaruh tekanan dan pikiran. Mereka sudah jilat kita punya darah jadi tidak bisa (berbaikan) lagi." Fransiska Kora, 19 Juni 2003 MateusJogha,sipemenangperkaradipengadilanpunmengakuibahwahubungannyadengan Fransiskatelahmembeku. "Hubungan di antara kami, saya dan Fransiska biasa saja; sudah jauh dan kami tidak saling menegur atau berbicara kalau ketemu satu sama lain di mana saja." Mateus Jogha, 19 Juni 2003 Entah kapan kebekuan hubungan itu dapat dicairkan kembali tidak ada orang yang tahu. Kini Mateus Jogha, duda berumur 70 tahun, hidup di rumah semi permanen yang telah dibangunnyadengansusahpayahwalaupunjendeladanpintunyamasihditutupikaingorden untuk sementara. Ketika ditanya mengenai rumahnya yang belum selesai, beliau hanya termenungsambilberkatauangnyabanyakhabiswaktuurusperkara.10 10Lihat Diary Stanis, 19 Juni 2003 dan bandingkan Wawancara No. 606. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 133 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Kronologi Kasus: Kontroversi Pemilikan Tanah Waktu Kejadian 1966 Kepala Desa Pertama, Petrus Mbako terpilih untuk memimpin desa gaya baru waktu itu. 1969 - 1975 Ada sosialisasi perpindahan masyarakat dari wilayah pegunungan ke dataran luas Magepanda. Pada 1970, Maria Pingga mendapat pembagian tanah dari tuan tanah dan membuka sawahnya sendiri. Maria Pingga menggarap tanah tersebut bersama Yohana dan Fransiska cucunya sampai dia meninggal dunia. 1980-an Maria Pingga meninggal. Fransiska dan Yohana menggarap tanah Maria Pingga. 1985 Mateus Jogha menyuruh anaknya Yohanes Sare dan Yustina menggarap tanah dari Maria Pingga dan Fransiskamenggarap tanah miliknya. Ini terjadi seperti bertukar kebun. 1990 Mateus Jogha menggadai tanah Maria Pingga tersebut kepada Mada Ali secara diam-diam. 1993 Masalah timbul karena Mateus Jogha dan anaknya Yohanes Sare mau mengambil tanah yang digarap Fransiska. Pertemuan di kantor desa, sepakat damai dan tanah itu tetap dimiliki oleh Mateus Jogha dan Fransiskamasing-masing. Tetapi Mateus Jogha tidak menyetujui keputusan itu. 1993 - 1998 Fransiska dan Patris saudaranya tetap menggarap tanah Maria Pingga tetapi terus-menerus diusir oleh Mateus Jogha dari kebun Maria Pingga. 5 Februari Babinsa, karena laporan Mateus Jogha datang ke sawah tersebut 1999 dan memukul serta mengusir Fransiskadan Patris dari sawah. 7 Februari Fransiska dan Patris melapor kepada kodim di Maumere tetapi 1999 kemudian disuruh pulang (diberi ongkos mobil) untuk diurus di kantor desa lagi. Sekembalinya ke desa, mereka langsung melapor kepada kepala desa. 30 Februari Kepala desa Magepanda, Petrus Mbako, mengurus penyelesaian 1999 tanah tersebut dengan menyelenggarakan makan bersama tetapi Mateus Jogha tidak mau hadir. 6 Mei 2000 Terjadi perkelahian antara Fransiskadan Yustina, istri dari Philipus anak Mateus Jogha di sawahnya Maria Pingga. Perkelahian ini mengakibatkan terlukanya tangan Fransiska. Fransiskadiantar ke puskesmas Magepanda dan melapor ke pos polisi Ndete sampai dengan polsek Nita. Polisi mendamaikan mereka untuk masalah perkelahian berdarah itu tetapi mengenai kasus tanah, polisi menyerahkan kembali penyelesaiannya ke desa. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 134 Siapa Berhak Memilikinya? Desa Magepanda, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Beberapa Fransiska menggugat Mateus di pengadilan negeri Maumere. minggu Untuk sidang menggugat (konvensi) sebanyak 19 kali dan sidang kemudian tanggapan terhadap gugatan (rekonvensi) sebanyak 19 kali juga. Sidang ini terjadi sepanjang tahun 2000 ­ 2002 5 Februari Pengadilan Negeri Maumere memutuskan untuk menolak gugatan Fransiska 2002 yang sama artinya kemenangan untuk Mateus Jogha. 22 Februari Pengadilan Tinggi Kupang menguatkan keputusan pengadilan Negeri 2003 Maumere yaitu menolak gugatan Fransiska. Ini artinya Fransiska kalah lagi dan Mateus Jogha berhak untuk terus menggarap tanah tersebut sampai sekarang. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 135 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di Koting A Ringkasan Konflik batas desa yang terjadi antara warga dusun Gere, desa Koting A dan warga dusun Poma desa Takaplager telah mengundang berbagai macam tanggapan dan keterlibatan berbagai pihak dalam penyelesaiannya. Selama bertahun-tahun konflik ini seakan tertidur dalam damainya suasana dusun Gere. Tetapi ia tiba-tiba meledak dalam suatu pengerahan massa yang terjadi pada tanggal 23 Mei 2001 terhadap beberapa keluarga yang tidak mau masuk menjadi warga dusun Gere, yang kebetulan juga sebagiannya adalah para pendatang. Mereka ini kebanyakan tinggal di wilayah perbatasan dua desa. Kebetulan saja sejumlah keluarga adalah pendatang baru yang akibatnya dipolitisasi dan diperkenalkan terhadap dinamika identitas tersebut. Ada beberapa pihak yang terlibat dalam upaya penyelesaian pertikaian, termasuk Camat, Bupati dan pastur setempat, yang malahan cenderung memperumit masalah yang ada dibandingkan saling mengisi satu sama lain. Studi kasus ini menceritakan kesulitan meyakinkan batas tetap yang disetujui, yang dibutuhkan untuk sistem pendaftaran tanah yang "modern". Selain itu, kasus ini menunjukkan betapa mudahnya identitas yang diberikan (ascribed status) dimanipulasi untuk membangkitkan konflik. 1. Latar belakang Bagi kebanyakan masyarakat Kabupaten Sikka, pemekaran desa bukan hanya membawa beberapadampakpositifsepertilebihdekatnyapelayananadministratifkepemerintahandesa danlebihbesarnyaporsidanapembangunanyangdiperolehmasyarakatsetempattetapijuga membawamasalah-masalahlainsepertimasalahpembagianwilayah,masalahstatuspenduduk danmasalahbatasdesaitusendiri. Selainituorang-orangyangmenetapdiwilayahperbatasan punseringdipaksakanuntukmasukkedesayangmungkinmenjadiasingbagimereka.Masalah iniseringdiperparahlagiolehadanyapemekaranbeberapadesasekaligusdalamsuatuwilayah yangkecil. Inimenyebabkanbataswilayahdesamenjadikurangjelas. Masalahpemekaran desainijelasdiungkapkanolehsalahseorangkepaladesayangsedangmemimpindesabaru. "Saya rasa pemekaran desa memang ada (nilai) positifnya tetapi kalau tidak dipersiapkan dengan mantap mengenai pembagian wilayah maka Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 136 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus akan ada banyak hal negatif yang timbul. Ketika desa dimekarkan saya malah dilimpahkan kasus seperti ini." Gerardus Goli, kepala desa Takaplager, 17 Mei 2003 SelainitumasalahpemekarandesainijugadikeluhkanolehmantanrektorSeminariTinggi Ledalero, Pater JohnAria, SVD. "Seperti kami ini (komunitas biara Ledalero), kami dihimpit oleh tiga desa yang saling berdekatan yaitu Ribang, Takaplager dan Koting A. Batas- batasnya menjadi kurang jelas dan jelas ada kepentingan merebut masyarakat."1 Informan ini menambahkan juga bahwa bukan hanya pemekaran desa yang jadi masalah tetapipembagianwilayahkecamatanjugaseringmenyebabkanmasalahbagiparapenduduk yangtinggaldiwilayahbatasdesa. "Memang agak aneh karena kecamatan Maumere yang kantor camatnya jauh sampai di sana (Nele) kok mencakupi desa KotingAyang dekat dengan camat Nita ini." John Aria, Mantan Rektor Seminari Tinggi Ledalero, 21 Mei 2003 Dari sisi jaraknya, KotingAmemang selayaknya masuk ke kecamatan Nita karena jarak antara kedua wilayah ini hanya sekitar 2 km sedangkan ke kantor camat Maumere kurang lebih8km. Selainmasalahpembagianwilayah,pemekarandesajugaseringmemberiimbaspadaperebutan wargamasyarakatuntukmasukkedesatertentuyangkadangmenyebabkanjugaperselisihan antar desa. "Kepala desaTakaplager paksa diri mendaftar mereka supaya cocok dengan laporan awalnya tentang jumlah penduduk agar bisa genap. Kalau tidak begitu penduduknya kurang." Yoseph, warga biasa, 17 Mei 2003 Beberapa pandangan ini menunjukkan bahwa pemekaran wilayah desa sebenarnya bisa membawaberbagaimasalahlanjutanyangbukansajaberhubungandenganurusanadministratif desa tetapi juga dengan proses sosial yang berkembang dalam masyarakat di wilayah perbatasanitusendiri. Kasuswilayahperbatasandanstatuskependudukansebelaskeluarga yangsudahberlarut-larutantaradesaKotingAdanTakaplageryangkinitelahmempengaruhi 1 Wawancara No. 62. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 137 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus juga beberapa sisi kehidupan lain masyarakat mungkin bisa menjadi contoh dari dampak negatifpemekarandesayangkurangdipersiapkandenganbaik. 2. Ketika tanah mau diukur... Proyek Nasional (PRONA) sertifikasi tanah warga desa pada tahun 2001 telah dibuat di berbagaidesadiKabupatenSikka. DesaTakaplageradalahsalahsatudesayangmendapat bantuanpronatersebut. KepaladesaTakaplagermemanfaatkansecarabaikproyekiniuntuk membantuwarganyamendapatkansertifikattanah. SebelaskeluargawargadesaTakaplager yangtinggaldiwilayahKotingAjugamendaftarkandiriuntukpengukurantanahmerekadi dusun Gere. Di antara sebelas keluarga ini, tujuh keluarganya adalah para pendatang dari kabupatenNgada,FloresTimurdanLembata,termasukdidalamnyasaturumahkontrakan mahasiswaSTFKLedalero,sedangkanempatkeluargalainnyaadalahorangKotingAsendiri. Pada tahap pertama kepala desa Takaplager ingin mengukur tanah dari tiga keluarga (di antara 11 KK itu) lebih dahulu. Tetapi pada saat pengukuran tanah itu baru dimulai warga dusunGeredatangsecaramassaldanmelarangpelaksanaanpengukuranitu. Peristiwa 23 Mei 2001 nampaknya merupakan peristiwa yang terus membekas di dalam ingatankepaladesaTakaplageryanghendakmembantuwarganyamengukurtanahdiwilayah dusunGere. "Pernah terjadi aksi pengerahan massa di Gere pada bulan Mei 2000 ketika kami lakukan pengukuran tanah dari ketiga kepala keluarga tersebut ... Karena tiga warga saya yang tinggal di sana meminta untuk juga mengukur tanah milik mereka di sana maka saya bersama empat petugas dari dinas agraria datang ke sana. Saya lalu menemui kepala dusun Gere untuk meminta agar kami bisa lakukan pengukuran tanah milik warga saya yang ada di wilayah mereka. Beliau tidak memberi izin. Waktu itu sampai terjadi pertengkaran antara kepala dusun Gere dan kepala dusun Poma berkaitan dengan boleh tidaknya mengukur tanah di Gere. Karena tidak mendapat izinan maka saya bersama beberapa petugas itu dan kepala dusun Poma, ketua RT masuk ke rumah salah seorang warga saya untuk minum teh dan kopi. Kepala dusun Gere pun pulang ke rumahnya. Tetapi tiba-tiba kami mendengar beberapa kali bunyi gong dan massa berdatangan ke depan rumah sambil membawa pisau, parang, kayu, tombak dan batu serta kepala dusun berada di depan mereka. Mereka berteriak-teriak: Gere bisa jadi Kalimantankedua.(waktuituperistiwaSampit-Maduradikalimantanmasih terjadi). Kami lalu pergi ke rumah bapak Theodorus untuk makan siang. Ketika kami makan, massa yang berdatangan jauh lebih banyak lagi, ditambah dengan mobil Wulandari beserta orang-orang yang diangkut di dalam mobil. Sesudah makan kami pulang ke jalan utama (jalan Ende- Maumere). Dalam perjalanan ke jalan utama melalui jalan tanah di dusun Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 138 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Gere, massa memalang jalan dengan bambu-bambu dan mobil tersebut berlari kencang ke arah kami. Tetapi tiba-tiba Pater Andreas Sawu, SVD datang dengan mengendarai sepeda motornya lalu parkir persis di tengah jalan sehingga mobil tersebut tidak bisa maju lebih jauh dan terpaksa berhenti. Kami kemudian bisa pulang dengan aman dan melanjutkan pengukuran di wilayah desa kami sampai sekitar jam tujuh malam. Pada sore harinya massa memagar semua halaman rumah dari ketujuh warga saya dan menyuruh mereka agar tidak boleh keluar rumah ataupun merusak pagar tersebut. Saya akhirnya menyuruh bapak Herman Heri untuk menginformasikan ke polisi Nita tentang situasi yang terjadi ini di Gere. Mereka pergi dan menginformasikannya kepada polisi tetapi bukan melapor sebagaimana saya sarankan. Pada malam harinya polisi berpatroli di Gere. Keadaan agak tenang sampai dengan datangnya surat dari PMD (sekarang BPM) untuk mengadakan pertemuan di balai dusun Gere." Gerardus Goli, Kepala Desa Takaplager, 17 Mei 2003 Kotak 1: Sertifikasi Tanah Penduduk Sertifikasi tanah merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat jaman sekarang. Sertifikat tanah merupakan bukti bahwa pemilikan terhadap suatu bidang tanah adalah sah secara hukum. Oleh karena itu sertifikat tanah sering juga digunakan untuk menjadi jaminan atau bukti bila seseorang mau meminjam uang di bank atau di kantor penggadaian. Proyek nasional (PRONA) 2001 mengenai sertifikasi tanah penduduk yang dilakukan oleh dinas pertanahan Kabupaten Sikka adalah satu langkah yang sangat membantu masyarakat desa untuk memperoleh sertifikat tanah. Selain karena biayanya murah yaitu hanya Rp. 30.000 per bidang tanah, juga prosesnya mudah karena warga hanya mendaftarkan dirinya pada kepala desa masing-masing.2 Bagi masyarakat dusun Gere, desa KotingA, peristiwa pengerahan massa ini merupakan akumulasikejengkelanyangmerekaalamiterhadapbeberapawargayangtinggaldiwilayah dusunGeretetapitidakmaumengakuistatuskependudukannyasebagaiwargadusunGere desa KotingA. Mereka melarang pelaksanaan pengukuran tanah terhadap beberapa warga tersebut. "Masalah domisili. Masalah ini yang sudah lama sekali, mulai tahun 1997 (sensus untuk pemilu) tetapi belum juga selesai-selesainya. Ada pribadi- pribadi yang tinggal di wilayah Koting A tetapi mati-matian tidak mau gabung. Mereka tetap pertahankan sebagai warga desa Takaplager kecamatan Nita." Petrus Pengo, Tokoh Masyarakat Gere, 17 Mei 2003 2 Wawancara No. 50 Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 139 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Sedangkan beberapa warga Gere lainnya mengalami kekecewaan karena alasan lain sebagaimanadiungkapkanjugaolehBapakkepaladusunGere,MateusNira: "Dulu kira-kira tahun 1989, ada kerja bakti di dusun Gere. Tapi warga tersebuttidakmauikut.Merekadiamsajadidalamrumah(tidakmembantu). Kami warga (dusun) jengkel dengan sikap itu. Tapi kami diam saja. Tidak buat apa-apa." Mateus Nira, kepala dusun Gere, 14 Mei 2003 NamunberbedadenganpandanganbeberapawargadusunGeretersebut,keluarga-keluarga yangmendapatlaranganpengukurantanahnyamerasabahwamasalahitubarumunculpada saatitu. "Masalah timbul karena ada pengukuran tanah itu (program prona dari pertanahan tahun 2001). Kalau tidak ukur semua hanya diam-diam saja (tidak ada ribut-ribut)." Markus Soba, Ketua BPD Takaplager, 19 Mei 2003 Senada dengan ungkapan di atas, seorang warga dusun Poma desaTakaplager yaitu Bapak AmbrosiusSoijugaberujar: "Dari dulu saya urus semua (administrasi) di desa Nita. Tidak ada masalah. Soal wilayah ini (batas desa) urusan pemerintah dengan pemerintah.Warga dulu baik-baik saja. Tidak urus soal batas." Ambrosius Soi, Tokoh Masyarakat, 19 Mei 2003 PerasaanyangsamajugadiungkapkanBapakKonsalesDasa: "Dari dulu biasa-biasa. Kami biasa bertemu warga lain. Kalau ada acara saling mengunjungi." Konsales Dasa, warga biasa, 15 Mei 2003 3. Mereka Punya Alasan Sendiri! Ketikaditanyakanmengapamereka(sebelaskeluarga)tidakmaumasukmenjadiwargadusun Gere, desa KotingA, kecamatan Maumere dan lebih memilih bertahan di desaTakaplager, karenasudahbertahun-tahunmerekabergabungdengandesaTakaplager,kecamatanNita. "Saya pendatang awalnya (tinggal) di Nita, sekitar tahun 1980, cari kerja. DulunyasayadariEndelalupindah. Sayawiraswasta,jahitsendiri(menjahit Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 140 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus pakaian dan berbagai jenis tas). Tahun 1982 baru beli tanah dari orang Koting di sini (tunjuk rumahnya). Di depan itu batas Takaplager (tunjuk jalan di depan rumahnya). Tahun 1985 saya bangun rumah ini. Karena dari dulu tinggal di desa Nita (kontrak rumah) saya sudah terbiasa urus semua di Nita ... Kenapa kami tidak ikut Koting? Karena pelayanan dari awal lebih mudah. Sudah puluhan tahun (di Nita) jadi itu susah ya. Kantor (desa) KotingAlebih jauh dari sini." Konsales Dasa, warga biasa, 15 Mei 2003 SelainbapakKonsalesdiatas,ternyataadaseorangkepalakeluargajugayangmengungkapkan pengalamannya. "Dulu (penduduknya) belum padat. Ini (Gere) dulu masih kebun (kosong hanya untuk kebun). Jalan belum ada, sekolah belum ada, listrik belum. Kami punya usaha dulu hingga listrik masuk, ada fasilitas air. Kami mau menyatu dengan mereka." Maximus Kango, warga biasa, 19 Mei 2003 4. Sesuatu di Balik Kejadian itu PeristiwasingkatyangterjadidibulanMei2001ituternyatamengundangberbagaimacam tanggapan dari berbagai pihak.Tindakan pemagaran yang dilakukan hanya terhadap tujuh rumah pendatang itu telah menimbulkan interpretasi yang berbeda dari berbagai kalangan. Salahseorangkorbanyangrumahnyadipagarberujar: "Kami ini orang kecil. Kami pendatang, mau berontak tidak bisa. Kemudian kepala dusun buat pagar dengan bambu, buat seperti pintu. Tetapi hanya di depan tujuh rumah yang pendatang semua. Kami tidak tahu kenapa begitu?" Konsales Dasa, warga biasa, 15 Mei 2003 SelainituseorangwargadusunPomajugamenyampaikanpendapatnya: "Saya menduga, karena kami rata-rata pendatang. Dari segi ekonomi agak baik, rata-rata baik.Ada yang punya kios, ada punya usaha ini, itu (macam- macam usaha).... Persoalannya semangat kerja, kemauan. Walaupun saya punya tanah tapi tidak ada kemauan kerja, percuma. Walaupun pendatang, tidak punya tanah, karena (ada di) daerah lain maka mereka (pendatang) kerja semangat." Markus Soba, Ketua BPD Takaplager, 19 Mei 2003 Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 141 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Masih sependapat dengan sentimen tuan tanah atas pendatang ini, P. JohnAria, SVD juga mempertanyakan: "Mengapa kios-kios pendatang banyak yang dibongkar, dicuri sementara kios tuan tanah aman-aman saja. Ada apa...(motifnya)?"3 Tetapi berbeda dengan pandangan para pendatang, seorang bapak dari dusun Gere menyatakan bahwa ia sering juga membantu kesebelas keluarga itu dalam menyelesaikan masalah-masalahmereka. "Yang saya lihat selama ini, saya banyak selesaikan masalah-masalah mereka tetapi mengapa mereka belum masuk ke KotingA? Juga kita masih usahakan. Pernah terjadi pada tanggal 7 November 1997, ada persoalan orang baku pukul dengan Marianus Kasa, tetapi kami dari dusun Gere yang urus. Begitu juga Om Meus (Konsales Dasa). Dia lapor ke sini kalau ada masalah pencurian di rumahnya." Petrus Pengo, tokoh masyarakat, 17 Mei 2003 SelainpernyataanpositiftentangsikaporangGereini,adajugaungkapanyanglebihekstrim lagidarikepaladusunGereyangmenyatakanbahwalangkahyangdiambilwarganyamasih cukupbaikdalammenghadapikesebelaskeluargaitu. "Kalau ada kematian dan sembayang bersama mereka datang dan kami juga. Kalau bukan dusun Gere pasti orang sudah baku bunuh, apalagi mereka bukan (orang) asli di sini." Mateus Nira, Kepala Dusun Gere, 17 Mei 2003 5. Perdamaian yang Coba Disiasati SetelahancamanmassadaridusunGereyangmenimbulkankerengganganhubungansosial antaraparapendatangdenganwargadusunGereini,makaP.JohnAria,SVD,rektorSeminari TinggiLedaleromengambillangkahuntukmengirimsuratkepadakepaladusunGere.Bapak kepaladusunGeresempatmenceritakanhaltersebut. "Ada surat untuk kepala desa Koting A dan tembusan kepala dusun, dari Pater Rektor Ledalero, Pater John Aria, isinya minta pemerintah desa ciptakan suasana aman. Masih pada hari yang sama, polisi dari Nita datang karena 11 KK itu yang lapor. Tapi polisi datang hanya lihat-lihat saja. Mateus Nira, Kepala Dusun Gere, 14 Mei 2003 3 Wawancara No. 62. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 142 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Kotak 2: Mengapa Pater Konrad Peduli? Beberapa keluarga yang terlibat dalam masalah status kependudukan di Gere itu adalah juga karyawan Seminari Tinggi Ledalero. Selain itu, salah satu unit biarawan yang merupakan mahasiswa STFK Ledalero juga terletak di dusun Gere. Unit biara itu sering disebut dengan unit Efrata. Pengerahan massa yang dilakukan pada tanggal 23 Mei 2001 adalah untuk menentang pengukuran tanah dari keluarga-keluarga ini yang termasuk di dalamnya beberapa karyawan Ledalero. BukanhanyaPaterKonradyangpedulidengansituasididusunGere,melainkanjugapihak pemerintahanpadatingkatanyanglebihtinggiyaitupemerintahandaerah. MelaluiSaudaraYosephdanVincentdarikantorSospolmerekacobamenginisiatifipertemuan antarpihak-pihakyangterkait. Padatanggal6Juni2001,pertemuanitujadidilaksanakandi balaidusunGere. BeberapaorangyanghadirdalampertemuanituadalahcamatMaumere, sekretariskecamatanNita,kepaladesaKotingA,kepaladesaRibang,kepaladesaTakaplager, polisisertabeberapakeluargayangrumahnyadipagariolehmassa. KepaladesaTakaplager yanghadirpadasaatitumengatakan: "Isi pertemuan waktu itu selain berbicara tentang masalah yang sudah terjadi, juga melebar ke masalah perbatasan antar kecamatan Maumere dan kecamatan Nita. Untuk ketujuh KK itu saya katakan bahwa saya menyerahkan pilihan kepada mereka sendiri. Mau masuk ke Takaplager saya terima atau mau masuk ke Koting Asaya rela.4 Gerardus Goli, Kepala Desa Takaplager, 17 Mei 2003 AkhirnyapadasaatitujugaadatigakeluargayangmaumasukdesaKotingAyaituHerman HeridariLarantuka,BeidariBajawadanFeliksberasaldariNele. Keluarga-keluargayang lainhanyadiamsajaketikaditanya. NamuntentangmasuknyatigakeluargakeKotingAiniadawargaPomayangberpendapat lain. "Ada KK yang masuk, hanya karena takut. Mereka merasa terancam.Ada 3 KK yang terpaksa masuk wilayah KotingA... Mereka masuk pada waktu pertemuan kira-kira dua minggu setelah kejadian. Ada surat dari desa Koting A untuk buat perdamaian. Saya sengaja tidak hadir karena saya tidak salah apa-apa. Kok saya hadir? Jadi kami tidak mau datang. Mereka tiga KK ada yang hadir." Maximus Kango, warga biasa, 19 Mei 2003 4 Wawancara No. 54. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 143 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus 6. Pertemuan tentang Penertiban Penduduk Sepuluh hari kemudian, tepatnya tanggal 16 Juni 2001, pertemuan diadakan lagi di kantor bupati oleh asisten I. Yang hadir pada saat itu adalah kades KotingA, kades Nita, kades Takaplager,petugasBPN(BadanPertanahanNasional),kepalakantorpendaftaranpenduduk, kesbanglimas, kades Ribang, kepala dusun Poma, kepala bagian di kantor camat Nita dan kepala dusun Gere. Pada saat ituAsisten I bupati,Viator da Silva menyatakan: "Untukorang(masyarakat)yangmemilikiKTPdesaNitadanmasihberlaku, tetap dipakai dan dilayani sampai selesai masa berlaku KTP. Setelah itu (selesainya masa berlaku KTP), mereka harus mengurus/membuat KTP di tempat baru yaitu desa Koting A." Viator da Silva, Asisten I Bupati Sikka, 19 Mei 2003 SayangnyamenurutasistenImasyarakatmenanggapipernyataaninidenganmengatakanbahwa asistenImengijinkanmerekauntukbisatetapmenjadiwargadesaNita(sekarangdimekarkan menjadidesaTakaplager)danbolehtinggaldiwilayahKotingA. 7. Beberapa Keluarga itu Masih Memilih Takaplager Sampai kini beberapa keluarga yang tidak mau bergabung ke desa KotingAtetap memilih menjadi warga desa Takaplager.Alasan mereka bertahan di desa Takaplager tetap sama yaituagarpelayananpemerintahanlebihcepatditerima.Walaupunkeyakinanmerekademikian tetapi pada kenyataannya pelayanan tidak mudah lagi diperoleh sekarang.Ada kesan salah seorang warga cukup putus asa. "Di sini (desa Takaplager) pelayanan dekat. Kalau di Koting A itu jauh. Kalau malam (hari) itu biayanya banyak. Kalau di sini pelayanan cepat, apalagi kalau perlu penting. Tapi sekarang kalau di Nita orang tolak ke sana, di Koting A tolak lagi ke sini. Kalau begini saya tidak usah urus semua-semua.... Saya bagaimanapun tidak akan masuk ke desa KotingA, karena ini berat. Karena masalah keamanan itu berat. Tidak perlu kendaraan kalau mau cepat (ke kantor polisi)." Marianus Kasa, warga biasa, 19 Mei 2003 NiatmerekauntuktetapbertahandidusunPoma,desaTakaplagerternyatamemangdibuktikan sampaisekarang.PadasaatkepaladusunGeremaumendaftarkanpendudukuntukdilaporkan kepada desa dan camat keluarga-keluarga ini tetap tidak mau. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 144 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus "Saya(kepaladusunGere)datangkerumah11KK(wargaitu)tetapimereka tidak mau dicatat. Ada Theodorus dan Om Matheus yang bilang mereka belum diserahkan kadesTakaplager ke kepala desa KotingA(masih merasa warga desa lain bukan desa KotingA). Jadi saya laporkan 11 KK itu tidak mendaftar ke kepala desa." Mateus Nira, Kepala Dusun Gere, 14 Mei 2003 Pada bulanApril 2003 lagi-lagi beberapa keluarga ini menyatakan bahwa mereka sudah mengikuti sensus di desaTakaplager untuk pemilihan umum 2004 nanti.5 Mereka merasa masalah status penduduk tersebut terjadi juga di desa Ribang (desa tetangga) dan desa Takaplager. Ada warga desa Takaplager yang menetap di desa Ribang tetapi bisa dapat sertifikatnyadariTakaplager. "Kami dengar Om Donatus tinggal di desa Ribang, bisa urus di Takaplager. Kenapa kami tidak bisa? Kami perlu keadilan." Bartolomes, warga desa, 15 Mei 2003 PendapatkepaladesaTakaplagerpunmengungkapkanhaltersebut. "Masalah seperti ini bukan hanya terjadi antara KotingAdan Takaplager. Tetapi terjadi juga dengan Koting B, Koting C dan desa Ribang.Ada juga warga Koting A yang tinggal di desa saya (Takaplager) yaitu di Napung Kabor: keluargaAli, keluargaAgu, keluarga Udin dan keluarga Neri. Selain itu ada juga dua keluarga di Habi Tedang yaitu Rofinus dan Yoseph." Gerardus Goli, kepala desa Takaplager, 17 Mei 2003 NamunmenanggapipilihanbeberapawargayanginginbertahandidesaTakaplagerini,kepala dusunGeremengatakan: "Kita juga tidak paksa. Kalau tidak mau tinggal, lebih baik keluar (tapi) tanah tetap di sini. Mereka tidak boleh tinggal di sini." Mateus Nira, Kepala Dusun Gere, 14 Mei 2003 Sedangkan Bapak Petrus Pengog yang ikut hadir dalam wawancara itu dengan tegas mengungkapkankemarahannya. "Mereka beli kintal (tanah) orang Koting punya. Semua tanah dari Koting. Reaksi orang kampung (Gere) kalau mereka (11 KK) tidak ikut (aturan), berartiperaturantidakadaguna. Kami(wargaGere)tidakmauikutperaturan (lagi), kalau bupati (pemerintah) tidak tegaskan (kepada) mereka untuk ikut (aturan). Kalau tidak, kita bunuh saja mereka. Petrus Pengog, tokoh masyarakat, 8 Mei 2003 5Idem Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 145 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Sampai saat ini konflik terbuka antara warga desa KotingAdan warga desa Takaplager belumterjadilagi.Walaupundemikiankonfliklatenyangberkaitandenganisuinimasihtetap adaapalagiwargasudahkehilangankepercayaanterhadappemerintahkarenabersikaptidak tegasdalamkasusini. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 146 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus Kronologi Kasus: Gejolak di Perbatasan Tanggal Peristiwa 1970 Theodorus Nowa pegawai Ledalero sudah mulai kerja di Ledalero. 1980 Bartolomeus Basa (orang Ngada) sudah pindah ke desa Nita. 1982 Oom Bartolomeus beli tanah di dusun Gere dari orang Koting. 1983 Oom Dorus beli tanah di gere. 1985 Bartolomeus sudah bangun rumah di dusun gere. 1989 Ada kerja bakti di dusun gere, dari 11 KK domisili tidak mau keja bakti. Orang dusun Gere marah dengan sikap itu tapi diam saja. 1997 Masalah domisili (11 KK tidak mau ikut dusun Gere). 24 Sept 1997 Kadus Gere & Pak Yan Nusa cabut papan batas wilayah yang dipasang oleh Nita. 1999 Kades Takaplager laporkan kadus Gere kepada kantor camat Nita (bahwa kadus Gere merusak papan batas). 15 Februari Pertemuan di Gdg Paroki Wairpelit dengan asisten 1 Bupati (Vasco da 1999 Gama) dengan: Kepdes Nita, Kepdes Koting A, Camat Nita, Camat Maumere diadakan di kantor Camat Maumere. 22 Mei 2001 Malam ada gangguan terhadap warga 11 KK domisili (Oom Dorus). 23 Mei 2001 Ada petugas BPN datang untuk ukur tanah dengan kades Takaplager. Pengerahan massa dusun Gere untuk menolak ukur tanah itu. Hal rumah 7 KK dipagar oleh warga dusun Gere. Warga 7 KK lapor ke polisi Nita. 25 Mei 2001 Ada surat dari Pater Konrad Kebung (Rektor Ledalero) ke Kadus Gere, tembusan Kades. Polisi datang lihat pagar, tapi tidak dibongkar. 26 Mei 2001 Pr. Markus datang ke Kadus Gere untuk informasikan bahwa sore pertemuan di kantor Camat Nele. Pertemuan dengan camat Nele & Camat Nita, rencana di kantor desa Koting A, tapi Camat Nita tunggu di kadus Gere. Karena lama menunggu tidak jadi pertemuan..Sore itu juga dari PMD datang ke desa Gere untuk minta cabut pagar, tapi kadus bilang bahwa warga tidak setuju. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 147 Gejolak di Perbatasan: Studi Kasus Masalah Kependudukan di KotingA Desa Koting A, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka Penulis: Stanis Didakus 2 Juni 2001 Dari sospol (Kab), Blasius & Vincent Huler datang ke rumah kadus untuk sampaikan tanggal 6 Juni akan ada pertemuan di balai dusun Gere. 6 Juni 2001 Pertemuan di Balai Gere; kepdes takaplager, kepdes koting, camat Maumere, Sekcam Nita, Polisi, beserta 7 KK. Agenda: tentang 7 KK & batas desa. Hasil pertemuan: 3 desa masuk ke desa koting A dan 4 KK diam saja waktu ditanya. 16 Juni 2001 Pertemuan di kantor Bupati yang diadakan oleh Asisten 1 Bupati yang dihadiri oleh: kades Koting A, Kades Nita, Kades Takaplager, petugas BPN, Kepala Kantor pendaftaran penduduk, kesbanglimas, Kades Ribang, Kadus Poma, Kabag Camat Nita, Kadus Gere. Agenda: penertiban penduduk. 4 Juli 2001 Penyuluhan Proda di Koting A dari kantor pertanahan. 15 Juli 2001 Program dusun Gere, Kadus Gere mau daftar/laporkan ke desa/dusun tapi dua warga (dari 7 KK) tidak mau didaftarkan. Awal 2003 Rm.Ansel ­ minta Fr. Trisno tanya untuk tugas kuliah ke kadus Gere, soal apakah warga Gere tidak suka pendatang. Kadus tidak suka pertanyaan itu. April 2003 Warga 7 KK (yang domisili itu) tidak ikut desa KotingA tapi ikut desa Takaplager. Peneliti: Don dela Santo, Stanis Didakus and Olin Monteiro; Koordinators: Adam Satu and Jessica Gilmore 148 Referensi Aragon,LorraineV.(2001),`CommunalViolenceinPoso,CentralSulawesi:WherePeople Eat Fish and Fish Eat People', Indonesia, Vol. 72, pp. 45 ­ 79. Asia Foundation (2001), `Citizens'Perception of the Indonesian Justice Sector'. Jakarta: AsiaFoundation. Barron,Patrick,RachaelDiprose,DavidMadden,ClaireQ.Smith,andMichaelWoolcock (2004),`DoParticipatoryDevelopmentProjectsHelpVillagersManageLocalConflicts:A Mixed MethodsApproach toAssessing the Kecamatan Development Project, Indonesia'. CPR Working Paper No. 9. Washington, D.C.: World Bank. Barron,PatrickandDavidMadden(2004),`Violence&ConflictResolutionin"Non-Conflict" Regions: The Case of Lampung, Indonesia'. Indonesian Social Development Paper No. 2. Jakarta:World Bank. Barron,Patrick,ClaireQ.Smith,andMichaelWoolcock(2004),`UnderstandingLocalLevel ConflictPathways:Theory,Evidence,andImplicationsfromIndonesia'.CPRWorkingPaper No. 19. Washington, D.C.: World Bank. Barron, Patrick, Kai Kaiser, and Menno Pradhan (2004), `Local Conflict in Indonesia: Measuring Incidence and Identifying Patterns'. Policy Research Working Paper No. 3384. Washington,D.C:WorldBank. Barron,PatrickandJoanneSharpe(forthcoming),`CountingConflicts:UsingNewspapers toRecordViolenceinIndonesia'.Mimeo.Jakarta:WorldBank. Bertrand, Jacques (2004), Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia. Cambridge: CambridgeUniversityPress. Bowen, John R. (2003), Islam, Law and Equality in Indonesia: An Anthropology of Public Reason.Cambridge:CambridgeUniversityPress. Deininger, Klaus (2003), Land Policies for Growth and Poverty Reduction. Washington, D.C:WorldBank/OxfordUniversityPress. Fitzpatrick,Daniel(1997),`DisputesandPluralisminModernIndonesianLandLaw',Yale Journal of International Law, Vol. 22, p. 171. Fitzpatrick, Daniel (2002), Land Claims in East Timor. Canberra:Asia Pacific Press. 149 Edmunds,DavidandEvaWollenberg(2002),`DisadvantagedGroupsinMultistakeholder Negotiations'.ProgrammeReport.Bogor:CIFOR. Homer-Dixon,Thomas (2001), Environment, Scarcity and Violence. Princeton: Princeton UniversityPress. HRW(1997),`CommunalViolenceinWestKalimantan'.AsiaReport,NewYork. HRW(2002),`Breakdown:FourYearsofCommunalViolenceinCentralSulawesi'.Vol.14, No. 9C, New York. ICG(2000),`Indonesia'sMalukuCrisis:TheIssues'.IndonesiaBriefing.Jakarta/Brussels. ICG(2001),`CommunalViolenceinIndonesia:LessonsfromKalimantan'.AsiaReportNo. 19.Jakarta/Brussels. ICG (2002), `Indonesia: Resources and Conflict in Papua'.Asia Report No. 39. Jakarta/ Brussels. ICG (2003), `Indonesia: Managing Decentralization and Conflict in South Sulawesi'.Asia Report No. 60. Jakarta/Brussels. vanKlinken,G.(2002),`Indonesia'sNewEthnicElite'.InHenkSchulteNordholtandIrwan Abdullah (eds.) Indonesia in Search of Transition.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Markakis,John(1998),ResourceConflictintheHornofAfrica.London:SagePublications. McCarthy,John(2004),`ChangingtoGray:DecentralizationandtheEmergenceofVolatile Socio-Legal Configurations in Central Kalimantan, Indonesia', World Development,Vol. 32, No. 7, pp. 1199 ­ 1223. Peluso, Nancy Lee and MichaelWatts (eds.) (2001), Violent Environments. Ithaca: Cornell UniversityPress. Prior, John Mansford (2003), `The Church and Land Disputes: Sobering Thoughts from Flores'.Mimeo.Maumere:CandradityaResearchCentrefortheStudyofReligionandCulture. Rinaldi,Taufik (2003), `When Natives become Guests in their own Land:ACase Study on LandDisputesinLampung'.InternalMimeo.JusticeforthePoor.WorldBank:Jakarta. Ross,MarkHoward(1995),`InterestsandIdentitiesinNaturalResourceConflictsInvolving Indigenous People', Cultural Survival, Vol. 19, No. 3, pp. 74 ­ 76. 150 Salih, Mohamed (1999), Environmental Politics and Liberation in Contemporary Africa. Dordrecht:KluwerAcademicPublishers. Smith,ClaireQ.(forthcoming),`TheRootsofViolenceandProspectsforReconciliation:A Case Study of Ethnic Conflict in Central Kalimantan, Indonesia'. Mimeo. Jakarta: World Bank. de Soto, Hernando (2000), The Mystery of Capital. NewYork: Basic Books. Stephens,Matt(2002),`IndonesianLandLaw'.InternalMimeo.JusticeforthePoor.Jakarta: WorldBank. Swain,Ashok(1993), Environment and Conflict:Analysing the Developing World. Report No. 37. Department of Peace and Conflict Research, Uppsala University. Varshney,Ashutosh,RizalPanggabeanandMohammadZulfanTadjoeddin(2004),`Patterns ofCollectiveViolenceinIndonesia(1990­2003)'.WorkingPaper04/03.Jakarta:UNSFIR Wijardjo, Boedhi and Herlambang Perdana (2001), Reklaiming dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta:YLBHIandRACAInstitute. World Bank (2004a), Village Justice in Indonesia: Case Studies on Access to Justice, Village Democracy and Governance. Justice for the Poor. Jakarta. World Bank (2004b), `Modes of Conflict Resolution in the Minangkabau Nagari'. Internal Mimeo. Justice for the Poor. Jakarta. WorldBank(2004c),`BacktotheFuture:RegionalAutonomyandanUncertainAdatRevival'. Internal Mimeo. Justice for the Poor. Jakarta. WorldBank(2003),`LandManagementandPolicyDevelopmentProject­Indonesia'.Jakarta, availableatwww.worldbank.or.id. 151