Policy Brief 89221 Mei 2014 Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi “Peran pendidikan bagi saya dan keluarga saya adalah bahwa pendidikan akan mengubah hidup saya dan keluarga saya menjadi lebih baik. Saya tidak ingin seperti keluarga saya sekarang. Saya bangga bahwa orangtua saya dapat menyekolahkan saya ke SMU, tapi saya harus menjadi lebih baik daripada mereka.” (Siswa SMU dari Denpasar) 1. Pendahuluan dan Konteks Akses ke pendidikan tinggi masih menjadi cita- cita bagi sebagian besar siswa di Indonesia, yang menganggapnya sebagai jalan penting yang harus ditempuh untuk mewujudkan harapan masa depan yang lebih baik. Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 Tahun 2012, yang disahkan oleh DPR pada tanggal 13 Juli 2012, bermaksud untuk membantu proses ini. UU ini berpihak pada rakyat miskin (menetapkan bahwa 20% mahasiswa harus berasal dari kuintil populasi dengan status sosial-ekonomi terendah – tidak seperti praktik yang lazim dijalankan, dimana tingkat partisipasi kuintil sosial ekonomi terendah kurang dari 5%), mengamanatkan bantuan dana bagi siswa-siswa termiskin, dan mewajibkan penyediaan layanan bagi siswa dengan kebutuhan Siswa yang paling kecil peluangnya memperoleh pendidikan tinggi di Indonesia khusus. adalah siswa dengan status sosial dan ekonomi yang rendah Untuk memenuhi amanat pro-poor ini, UU Pendidikan Perdebatan tentang di mana dan bagaimana Tinggi membutuhkan rekomendasi kebijakan khusus pemerintah sebaiknya berinvestasi dalam pendidikan untuk meningkatkan kesetaraan akses ke – dan telah berlanjut selama beberapa dekade. Di satu memastikan kesempatan untuk berhasil dalam sisi adalah mereka yang mendukung penguatan – pendidikan tinggi, terutama bagi siswa-siswa pendidikan dasar (biasanya mengarah pada kelompok-kelompok yang biasanya tidak terjangkau pendidikan dasar untuk semua tetapi saat ini juga oleh pendidikan tinggi; rekomendasi-rekomendasi menyerukan adanya pendidikan anak usia dini) untuk berikut dapat menjadi pertimbangan pengembangan menjamin bahwa semua warga memiliki kesempatan peraturan yang akan mendukung pelaksanaan UU yang setara untuk memperoleh dasar yang penting No. 12 Tahun 2012. bagi pembelajaran dan keberhasilan dalam hidup di masa depan. Di sisi lainnya adalah mereka yang Mereka yang menyelesaikan pendidikan dasar menekankan pentingnya meningkatkan investasi selanjutnya menghadapi transisi, yang seringkali dalam pendidikan tinggi untuk memberikan teladan tidak mudah di sekolah menengah pertama (SMP) profesional dan kepemimpinan teknis yang kuat dan sekolah menengah atas (SMU) yang biasanya bagi bangsa ini, dan, memastikan bahwa Indonesia lebih besar, lebih jauh, lebih menuntut, dan lebih memiliki daya saing di era globalisasi. Sementara bersaing. Hal ini, ditambah dengan ketidakmampuan mereka yang mendukung investasi pendidikan keluarga membayar biaya pendidikan (baik formal menengah, baik pendidikan menengah akademis maupun informal), yang biayanya pasti naik seiring maupun kejuruan – juga memiliki alasannya sendiri. meningkatnya jenjang tingkat pendidikan yang lebih tinggi1, berarti siswa-siswa yang tidak beruntung Ada argumen kuat untuk meningkatkan investasi menjadi semakin kurang terwakilkan dalam sistem. pendidikan tinggi yang tidak hanya bertujuan Pada akhirnya, berhubung mereka belum berhasil meningkatkan mutu pendidikan tinggi tetapi juga bertransisi dari tingkat pendidikan yang lebih rendah berkontribusi terhadap peningkatan pemerataan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mereka tidak akses ke pendidikan tinggi dan dengan demikian dapat masuk dan memanfaatkan pendidikan tinggi. berdampak pada peluang untuk meningkatkan mobilitas sosial dan ekonomi di masa depan. Untuk Walaupun Angka Partisipasi Kasar (APK) sekolah dasar mencapai hal ini, diperlukan penyempitan disparitas (SD) di Indonesia kurang-lebih sama di seluruh kuintil tradisional seperti antar jender, antar kelompok sosial-ekonomi, perbedaan antara kuintil tertinggi sosial-ekonomi dan antar suku mayoritas/minoritas, (Q-5) dengan kuintil terendah (Q-1) adalah 20% lebih dan antar daerah. Argumen inilah yang dengan tegas untuk SMP (angka pada tahun 2010), 53% untuk SMU, – dan tidak biasa – mendasari rencana Pemerintah dan 62% untuk program S1. Indonesia untuk pendidikan tinggi. 1 Sebagaimana dikutip harian The Jakarta Post tanggal 31 Mei 2013 (hal. 4), data dari Kemdikbud menunjukkan bahwa pengeluaran tahunan seorang siswa SD adalah Rp. 910.000; SMP, Rp. 1,39 juta; dan SMU, Rp. 1,66 juta. 2 Policy Brief Tabel 1: APK berdasarkan kelompok penghasilan, menggunakan data Susenas [BPS 2008 dan 2010]2 Kuintil-1 Kuintil-2 Kuintil-3 Kuintil-4 Kuintil-5 APK 2008 2010 2008 2010 2008 2010 2008 2010 2008 2010 SD 106,05% 104,75% 106,05% 103,83% 106,46% 102,23% 105,43% 102,69% 103,93% 99,18% SMP 63,86% 75,33% 79,48% 88,62% 84,94% 92,69% 91,41% 95,63% 89,23% 96,81% SMU 23,21% 36,08% 42,95% 59,13% 57,65% 72,90% 67,16% 84,19% 74,09% 89,09% D1-D2 0,46% 0,28% 0,85% 0,49% 1,51% 1,03% 2,01% 1,79% 2,49% 1,84% D3-D4 0,07% 0,18% 0,61% 1,10% 0,90% 1,61% 2,87% 4,47% 10,34% 9,29% S1 3,76% 2,54% 6,00% 6,37% 11,02% 13,88% 22,54% 28,32% 55,41% 64,66% S2-S3 0,00% 0,05% 0,00% 0,13% 0,20% 0,07% 0,11% 0,21% 1,92% 2,43% Gambar I: Angka Partisipasi Kasar berdasarkan Tingkat Pendidikan, 2010 120% 100% Angka Partisipasi Kasar 80% 60% 40% 20% 0% SD SMP SMU Pendidikan Tinggi Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 20% Terkaya Sumber: Susenas 2010 Dengan demikian, siswa yang paling kecil peluangnya kesempatan yang sama untuk memperoleh akses ke untuk memperoleh akses ke pendidikan tinggi di dan berhasil dalam pendidikan tinggi, Kemdikbud Indonesia adalah siswa dengan status sosial dan dapat mempertimbangkan beberapa tindakan: ekonomi yang rendah; status tersebut juga terkait  menetapkan dan memetakan kelompok- dengan lokasi di daerah pedesaan/keterpencilan, kelompok yang paling sering terkucilkan dari status suku dan bahasa, sistem pendidikan: di mana dan jender yang semakin Pengalaman pendidikan dan kesempatan mereka tinggal, mengapa mengucilkan mereka dari hidup siswa di masa depan akan sangat mereka terkucilkan, dan sistem ini (persoalan akses ke dipengarui oleh pengucilan – yang seberapa berat pengucilan pendidikan tinggi) dan dari kesemuanya berujung pada ketimpangan yang mereka alami proses belajar (persoalan mutu, baik mutu lembaga akses ke, dan keberhasilan dalam, pendidikan memastikan bahwa Sistem pendidikan maupun mutu tinggi. Informasi Manajemen pelajaran yang didapatkan Pendidikan (SIMP) dari lembaga pendidikan tersebut). Dengan kata Kemdikbud mengidentifi kasi kelompok- lain, pengalaman pendidikan dan kesempatan kelompok yang paling terkucilkan dari sistem siswa di masa depan akan sangat dipengaruhi oleh ini, mulai (setidaknya) dengan partisipasi pengucilan – yang kesemuanya berujung pada di pusat pendidikan anak usia dini (PAUD)/ ketimpangan akses ke, dan keberhasilan dalam, taman kanak-kanak (TK); hal ini membutuhkan pendidikan tinggi. 2 pemilahan data pendidikan berdasarkan jenis kelamin, daerah, tingkat pemerintahan, kuintil Untuk menjamin bahwa anak-anak dari semua sosial-ekonomi, dan status suku/bahasa yang kelompok yang tidak beruntung memiliki akurat dengan fokus khusus pada anak-anak berkebutuhan khusus 2 Dikutip dalam Moeliodihardjo, B. Y. 2013. Equity and Access in Higher Education. hal. 10. Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi 3 yang telah memutuskan apakah akan melanjutkan ke pendidikan tinggi atau tidak memiliki hambatan keuangan; 53% responden termasuk kategori terkaya sementara 94-95% responden berada di dua kategori dengan tingkat penghasilan terendah.3,4 Untuk dua kategori penghasilan terendah ini, termasuk mereka yang memiliki kemampuan dan cita-cita tinggi, menghadapi persaingan ketat untuk mendapatkan tempat di universitas-universitas negeri favorit (yang banyak diminati), sehingga lebih sering tersisihkan ke lembaga-lembaga swasta yang lebih murah dengan mutu yang lebih rendah. Oleh karena itu, bantuan pendanaan sangat penting Sistem Informasi Manajemen pendidikan (SIM-P) Kemdikbud perlu untuk meningkatkan akses bagi siswa dengan mengidentifikasi kelompok yang paling terkucilkan dari sistem, mulai dengan status sosial-ekonomi rendah maupun menengah, partisipasi di pusat pendidikan anak usia dini (PAUD/taman kanak-kanak) terutama bagi siswa dengan prestasi akademis rata- rata, terhadap lembaga pendidikan dengan mutu  mengembangkan program untuk mendorong yang lebih baik. Bantuan pendanaan di Indonesia pencakupan di semua tingkat sistem hanya terfokus pada pinjaman pribadi (bukan dari pendidikan (misalnya, untuk anak-anak bank), biasanya dari anggota keluarga, dan beasiswa. dengan kebutuhan khusus, anak-anak yang Skema pinjaman pendidikan di Indonesia, yang tidak memahami bahasa pengantar yang mungkin menargetkan siswa dari kuintil menengah, digunakan ketika mereka masuk sekolah, anak- telah dibahas dan bahkan diujicobakan, tetapi anak yang sangat miskin dan lain sebagainya) merancang metode yang efektif untuk memilih siswa  menetapkan ukuran khusus (termasuk target penerima pinjaman, mengelola calon peminjam, dan pedaftaran dan capaian per kelompok) untuk mengumpulkan pembayaran pinjaman pendidikan meningkatkan akses bagi anak-anak yang setelah siswa lulus terbukti sulit untuk dilakukan. biasanya terkucil dari pendidikan, yang dapat Dengan lebih efisiennya mekanisme pembayaran ini dimulai dengan partisipasi di TK dan berakhir (misalnya, sistem pajak dan pemotongan gaji), upaya dengan kesempatan yang setara untuk masuk untuk mengembangkan skema pinjaman yang lebih dan berhasil di pendidikan tinggi. layak dapat dilaksanakan harus digali lebih lanjut. Tindakan-tindakan ini sangat penting untuk Berhubung pinjaman pribadi tidak selalu menciptakan keseluruhan sistem pendidikan memungkinkan, beasiswa masih menjadi sumber Indonesia yang lebih inklusif. Rekomendasi utama bantuan pendanaan pendidikan tinggi. kebijakan ini akan fokus pada tahap terakhir Program beasiswa BIDIK MISI yang dikelola oleh proses ini – tantangan untuk mendorong Kemdikbud pada tahun 2010 memberikan subsidi kesetaraan dalam pendidikan tinggi termasuk bagi 20.000 siswa. Jumlah penerima BIDIK MISI terus fokus pada kebijakan yang dapat mengatasi meningkat di tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun tantangan-tantangan ini. 2012, 90.000 siswa menerima beasiswa penuh ini. Pada tahun 2013, terdapat tambahan 50.000 penerima baru BIDIK MISI. 2. Menjadikan pendidikan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) juga memiliki beragam skema beasiswa dari yang terjangkau 3 Myriad. 2013. Improving Access and Equity to Indonesian Higher Hambatan besar terhadap akses yang lebih merata Education for Candidates from Economically disadvantage Backgrounds. ke pendidikan tinggi – baik akademis, profesional, 4 Hal ini kerap dikemukakan oleh siswa sekolah kejuruan (yang ataupun teknis – adalah keuangan. Berdasarkan sering merasa lebih mampu dan yakin untuk melanjutkan pendidikan ke akademi komunitas maupun mungkin survei yang baru-baru ini diselenggarakan terhadap politeknik daripada perguruan tinggi) berakreditasi B dan C lebih dari 1.800 siswa SMU dari sembilan provinsi (yang berpikir bahwa politeknik dan mungkin perguruan tinggi menunjukkan bahwa lebih dari 73% dari mereka pada umumnya masih berada dalam jangkauan mereka). 4 Policy Brief menjangkau sekitar 180.000 mahasiswa yang sehingga tidak terlalu membantu kuintil merupakan perpaduan pendanaan beasiswa dengan terendah dari populasi mahasiswa. pihak swasta, filantropi, maupun pemerintah daerah  Pembayaran beasiswa seringkali terlambat, (untuk 90.000 mahasiswa tambahan). Namun skema- mengakibatkan ketidakpastian kapan skema ini pun memiliki masalahnya sendiri: pencairan dana akan tiba – merupakan  Pemahaman mengenai beasiswa yang tersedia masalah serius bagi mahasiswa miskin yang biasanya sangat terbatas, khususnya untuk bergantung pada beasiswa untuk sebagian mahasiswa yang tinggal di pedesaan terpencil besar pengeluaran mereka. dan berasal dari kuintil sosial-ekonomi rendah.  Banyak perguruan tinggi belum  Pemberian beasiswa lebih sering didasarkan mengejawantahkan “kesetaraan” yang pada prestasi dan bukannya pada kebutuhan diamanatkan dalam UU No. 12/2012 sebagai dana, sehingga pemberian beasiswa ini dimensi yang penting dalam visi dan misi tidak menargetkan kuintil populasi terendah mereka. Akibatnya, banyak perguruan tinggi dan dengan demikian tidak meningkatkan yang tidak memiliki unit khusus dengan kesetaraan akses dalam pendidikan tinggi. sumber daya profesional yang bertanggung jawab mengelola program-program beasiswa  Beasiswa biasanya hanya berlaku untuk serta memantau dan membantu penerima mengganti sebagian biaya pendidikan tinggi beasiswa. (misalnya, membayar biaya kuliah atau memperbesar tunjangan hidup mahasiswa) Rekomendasi kebijakan:  DIKTI, perguruan tinggi, dan SMU harus memberikan informasi yang lebih lengkap kepada calon mahasiswa tentang beragam opsi bantuan dana yang tersedia.  Perguruan tinggi harus memasukkan pentingnya pemerataan pendidikan dalam visi dan misi (dan menerapkannya bukan hanya sebagai upaya untuk mematuhi UU No. 12/2012) untuk mengembangkan program bantuan pendanaan yang lebih baik dan lebih efektif.  Lembaga-lembaga ini harus membentuk satu unit khusus yang mengelola program-program beasiswa, dengan prasarana organisasi, pendanaan, sumber daya manusia, dan kewenangan yang memadai. Fungsi unit ini antara lain adalah untuk menyebarkan informasi mengenai beasiswa ke SMU-SMU setempat, memilih penerima berdasarkan kriteria beasiswa, menetapkan jumlah bantuan per siswa, mengembangkan rencana tahunan untuk pengelolaan beasiswa, dan memantau perkembangan akademis penerima beasiswa.  Satu unit serupa juga perlu dibentuk di DIKTI untuk merencanakan dan melaksanakan berbagai skema beasiswa yang ada dengan cara yang lebih sistematis, dengan fokus mendorong kesetaraan akses ke pendidikan tinggi. Unit ini berfungsi memastikan bahwa pimpinan- pimpinan universitas memasukkan kebutuhan untuk mendorong pemerataan pendidikan, mendanai, dan membangun kompetensi unit-unit beasiswa di masing-masing perguruan tinggi. Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi 5 3. Proaktif membantu rakyat yang sangat miskin untuk memperoleh akses ke pendidikan tinggi Untuk sungguh-sungguh mengatasi persoalan akses yang tidak setara ke pendidikan tinggi, terutama  tidak tersedianya program afirmatif yang secara di antara anak-anak yang sangat miskin, masih proaktif menjaring dan membina siswa-siswa dibutuhkan berbagai upaya proaktif. Upaya-upaya yang menjanjikan dari kuintil sosial-ekonomi tersebut sudah harus dimulai paling lambat semenjak terendah SMU.5 Anak-anak dengan potensi akademis, tetapi  keterbatasan sebagian besar skema beasiswa kinerja yang relatif rendah dibandingkan dengan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa yang sudah teman-teman mereka yang lebih beruntung, biasanya masuk ke pendidikan tinggi, sehingga dana yang cenderung menyerah sebelum mencoba kesempatan tersedia untuk membantu pendaftaran siswa apa pun untuk masuk ke pendidikan tinggi. Ada yang lebih miskin, dan berhasil bertransisi ke, beberapa alasan yang melatar belakanginya: pendidikan tinggi masih kurang.  mutu pendidikan dasar Satu pengecualian dari dan menengah mereka berbagai kendala tersebut Namun, masih ada keraguan sejauh diatas adalah keberhasilan biasanya di bawah rata- mana beasiswa Bidik Misi benar- skema “Bidik Misi” yang rata; misalnya SD yang terlalu banyak siswa, benar menjangkau siswa Q-1, dan inovatif dari DIKTI, baik untuk staf yang tidak memadai skema ini tampaknya belum berhasil program S1 maupun D3, yang jumlahnya, sumber menyeimbangkan penerima beasiswa menargetkan siswa SMU dari daya yang kurang dari Jawa dan Sumatera dengan penerima keluarga miskin sebelum kompeten, dan sekolah beasiswa dari wilayah timur Indonesia. mereka lulus. Permohonan menengah dengan guru dapat diajukan secara daring yang kurang kompeten, (online), adapun verifikasi belum disertifikasi serta keterbatasan sarana data yang terkait dengan penghasilan keluarga dapat (perpustakaan dan laboratorium) dilakukan dengan kunjungan ke rumah pemohon.  kurangnya dorongan dari orangtua dan anggota Sementara, dana diberikan baik untuk mengelola keluarga yang mungkin tidak memahami proses seleksi penerima hingga penempatan siswa pentingnya pendidikan tinggi atau tidak memiliki dari daerah-daerah terpencil di universitas masing- informasi yang cukup mengenai beragam pilihan pendidikan tinggi maupun ketersediaan bantuan masing. Dibutuhkan IPK minimum 3,0 untuk pendanaan untuk memasuki pendidikan tinggi mempertahankan beasiswa tersebut. Pada tahun 7 (dalam penelitian yang dilakukan baru-baru ini, 2013, hampir 140.000 siswa menerima beasiswa ini. misalnya, memperlihatkan kesenjangan prioritas Namun, masih ada keraguan sejauh mana beasiswa yaitu sekitar 20% -- dari 78% sampai 58% -- dari ini benar-benar menjangkau siswa Q-1, dan skema siswa sekolah menengah terkaya hingga termiskin ini tampaknya belum berhasil menyeimbangkan tentang pentingnya meraih gelar pendidikan penerima beasiswa dari Jawa dan Sumatera dengan tinggi6) penerima beasiswa dari wilayah timur Indonesia.  langkanya panutan lulusan universitas lokal yang berhasil sebagai referensi 5 Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sudah melakukan hal ini di tingkat sistem yang lebih rendah tetapi pendanaan dan cakupannya perlu diperluas, memperbaiki metode penetapan sasaran dan mungkin memberikan bonus transisi; misalnya membebaskan 100 persen biaya bagi semua siswa miskin dari SD sampai SMU, dan memberikan bonus transisi bagi mereka yang naik dari SD ke SMP dan dari SMP ke SMU. Hal ini akan memastikan bahwa biaya tidak menjadi alasan siswa putus sekolah. 6 Myriad. 2013. Improving Access and Equity to Indonesian Higher 7 Harian The Jakarta Post op.cit. Mendikbud mengindikasikan Education for Candidates from Economically Disadvantaged bahwa anggaran skema Bidik Misi akan dinaikkan menjadi Rp. Backgrounds 53,4 juta dalam tahun anggaran berikutnya. 6 Policy Brief Data jender dalam pendidikan (akses/partisipasi dan pencapaian) harus dipilah untuk mengidentifikasi belum tercapainya kesetaraan jender pada segala bentuk dan tingkat layanan pendidikan tinggi. Rekomendasi kebijakan:  Untuk meningkatkan jumlah calon pendaftar yang diterima di pendidikan tinggi dari kelompok penghasilan Q-1 dan Q-2, mereka harus menjadi target utama program beasiswa penuh yang telah diperluas. Sementara untuk skema beasiswa lainnya perlu memfokuskan siswa dari kelompok berpenghasilan lebih tinggi , misalnya dari Q-2 dan Q-3.  Terkait dengan jumlah anggaran yang tersedia, skema Bidik Misi dapat diperluas dengan pemantauan yang ekstensif terhadap dampak dan cakupannya pada siswa Q-1 dan Q-2 dan dengan penelitian yang menelusuri keterbatasan/ketidak beruntungan administrasi yang dihadapi para siswa dari wilayah timur Indonesia. Jika mereka memang tidak beruntung, perlu dipertimbangkan rekomendasi kebijakan untuk mencapai keseimbangan representasi daerah yang lebih baik.  Jangkauan skema ini harus diperluas untuk juga mencakup siswa yang baru masuk SMU (Kelas 10); sekolah-sekolah ini harus bekerja sama dengan staf dinas kabupaten/kota untuk mengidentifikasi siswa dengan potensi akademis dan motivasi masa depan (bukan hanya prestasi akademis saat ini) dan memberikan dukungan untuk menerima pelajaran tambahan dari “tempat les” atau LPTK setempat. Perguruan tinggi harus bekerja sama dengan dinas kabupaten/kota untuk mencari dan membantu siswa dengan potensi tinggi.  Informasi yang memadai tentang semua kesempatan pendidikan tinggi (termasuk akademi komunitas dan politeknik serta universitas) dan opsi pendanaan harus disediakan untuk masyarakat, terutama untuk anak-anak yang memiliki potensi tinggi tetapi berasal dari kelompok berpenghasilan rendah; hal ini dapat didukung dengan kampanye informasi publik yang ditujukan kepada keluarga dari kelompok penghasilan yang lebih rendah untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang kemungkinan anak-anak mereka memperoleh akses ke pendidikan tinggi. 4. Mengatasi hambatan lain terhadap akses pendidikan Keterbatasan keuangan hanya merupakan salah satu sekolah) budaya, tradisi, dan keyakinan agama faktor yang menyebabkan ketidaksetaraan akses ke yang menetapkan peran yang berbeda bagi dan pengucilan dari pendidikan tinggi. Masih banyak anak perempuan dan anak laki-laki berpotensi hambatan lain terhadap akses tersebut termasuk mempersempit pilihan pendidikan untuk anak yang berikut ini: perempuan. Bahkan jika tingkat partisipasi untuk program sarjana setara (atau lebih tinggi untuk 1. Jender. Walaupun statistik agregat nasional anak perempuan), disparitas mungkin akan terlihat tidak memperlihatkan disparitas yang signifikan pada angka kelulusan atau ketersediaan kursus- dalam akses ke pendidikan berdasarkan jender kursus professional (atau yang terbuka) bagi anak perpaduan antara faktor eksternal seperti jender, perempuan, maupun dalam kesempatan untuk lokasi terpencil, (lebih berisiko untuk pergi ke gelar yang lebih tinggi. Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi 7 Rekomendasi kebijakan:  Data yang terkait dengan persoalan jender dalam pendidikan (yaitu, akses/partisipasi dan pencapaian) harus dipilah berdasarkan lokasi, kesukuan, status sosial-ekonomi, dan lain-lain untuk mengidentifikasi belum tercapainya kesetaraan jender pada segala bentuk dan tingkat layanan pendidikan tinggi.  Pengembangan langkah-langkah untuk mengurangi disparitas (termasuk yang tidak berpihak pada laki-laki). 2. Wilayah pedesaan/terpencil/daerah kurangnya informasi mengenai peluang dan opsi Hampir 58% dari mereka yang masuk ke yang terbuka bagi mereka. Hal ini diperparah, oleh universitas dari kuintil terendah berasal dari terisolirnya siswa dari lokasi geografis di wilayah daerah-daerah pedesaan. Tetapi siswa dari daerah- timur Indonesia dan berada pada posisi yang daerah pedesaan dan terpencil menghadapi tidak beruntung. Tabel 2 menunjukkan bahwa masalah khusus – bukan hanya kurangnya jumlah persentase penerima beasiswa dari wilayah timur perguruan tinggi di lokasi sekitar (yang, jika ada, Indonesia cenderung turun sedangkan persentase merupakan perguruan tinggi swasta dengan penerima beasiswa dari Jawa terus meningkat. mutu yang kurang baik) melainkan juga karena Tabel 2: Sebaran penerima beasiswa [DIKTI-a 2012 dan DIKTI-b 2012]8 Tahun pendaftaran masuk 2010 2011 2012 Sumatera 26.3% 22.1% 18.9% Jawa 43.8% 48.8% 54.0% Kalimantan 7.0% 7.8% 8.6% Sulawesi 12.9% 13.3% 11.2% Bali 3.9% 2.7% 2.7% Maluku 2.5% 2.5% 1.9% NTT + NTB 2.3% 1.8% 1.5% Papua 1.2% 1.1% 1.2% 8 Moeliodihardjo, B. op.cit. hal. 20-21 Rekomendasi kebijakan:  Dibutuhkan upaya khusus untuk memastikan bahwa siswa SMU di daerah-daerah pedesaan/ terpencil/tidak beruntung memiliki informasi yang memadai tentang pendidikan tinggi dan opsi beasiswa.  Memprioritaskan peningkatan mutu lembaga swasta bermutu rendah di daerah terpencil dan di wilayah timur Indonesia yang memiliki mahasiswa dari kelompok yang tidak beruntung dalam jumlah yang besar. 8 Policy Brief Pengenalan AK melalui kemitraan dengan pemerintah daerah dan penyedia layanan pendidikan swasta berpotensi memperluas akses dan menjangkau lebih banyak mahasiswa dalam pendidikan tinggi 3. Status suku/bahasa Meskipun ada lebih dari 700 bahasa yang digunakan Indonesia. Angka tinggal kelas dan, pada akhirnya, di Indonesia, termasuk beberapa bahasa yang angka putus sekolah anak-anak tidak berbahasa digunakan oleh jutaan orang, hampir tidak ada Indonesia di rumah biasanya jauh lebih tinggi pemerintah atau kelompok masyarakat yang daripada anak-anak yang menggunakan bahasa tertarik untuk mendorong pendidikan baca-tulis Indonesia di rumah. Hal ini mempersempit dasar dan penggunaan bahasa ibu (bahasa asli daerah). kelompok bahasa minoritas yang pada akhirnya Meskipun guru dari kelompok bahasa minoritas menguasai Bahasa Indonesia dan dengan demikian mungkin akan diprioritaskan untuk memperoleh dapat diterima di universitas. Selanjutnya mereka pekerjaan di tingkat kabupaten/kota, hal ini tidak yang berhasil masuk universitas mungkin akan langsung berarti bahwa bahasa setempat akan mendapati bahwa terlepas dari pemahaman Bahasa digunakan dalam instruksi formal dan baca-tulis Indonesia, perbedaan antara budaya di rumah/suku dasar. mereka dengan budaya di universitas, yang seringkali dikaitkan dengan status sosial-ekonomi yang lebih Anak-anak yang ketika di rumah menggunakan rendah, dapat menjadi rintangan untuk dengan bahasa selain Bahasa Indonesia, mengalami kesulitan mudah bertransisi ke, dan pada akhirnya berhasil untuk menguasai keahlian baca-tulis dalam bahasa dalam, pendidikan tinggi. Rekomendasi kebijakan:  Dalam jangka pendek, perguruan tinggi perlu mempertimbangkan sejauh mana mahasiswa yang berasal dari daerah-daerah yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari tidak diuntungkan secara akademis dan menginstruksikan langkah-langkah remedial.  Dalam jangka yang lebih panjang, Kemdikbud harus berupaya untuk mengidentifikasi program- program yang ada yang dapat mendorong penggunaan bahasa asli pada tahap baca-tulis dasar, mengkaji dampaknya pada penguasaan Bahasa Indonesia, serta menggali kemungkinan untuk mengembangkan lebih banyak program untuk memastikan penguasaan Bahasa Indonesia yang lebih baik. Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi 9 Selain rekomendasi-rekomendasi khusus di atas, ada untuk meningkatkan keahlian akademis beberapa strategi kunci9 yang umumnya bertujuan atau memungkinkan calon mahasiswa untuk untuk mendorong pencakupan dan meningkatkan mengerjakan ujian untuk menentukan potensi akses ke pendidikan tinggi. Strategi-strategi kunci ini akademis mereka. meliputi:  Progam penjangkauan dapat dikembangkan  Akademi komunitas (AK) menawarkan satu oleh perguruan tinggi dan dirancang bagi opsi baru – yang tidak membutuhkan biaya siswa di semua tingkat pendidikan, mulai terlalu besar dan tidak terlalu kompetitif dari SD sampai SMU. Mayoritas kursus – untuk mendukung siswa yang kurang dirancang untuk menyadarkan siswa yang beruntung. Belum banyak masyarakat yang kurang mengetahui atau sama sekali tidak mengetahui tentang AK. Oleh karena itu, mengetahui apapun mengenai pendidikan pengenalan AK melalui kemitraan dengan tinggi. Beberapa program penjangkauan pemerintah daerah dan penyedia layanan (seperti program penjangkauan oleh pendidikan tinggi swasta menawarkan potensi Universitas Binus di Jakarta) memberikan untuk memperluas akses dan menjangkau kepada siswa kursus persiapan (dengan kredit lebih banyak mahasiswa baru dalam akademis) bahkan sebelum mendaftar ke pendidikan tinggi. AK juga menawarkan universitas. kemungkinan untuk memberikan kesempatan  Pendidikan kesetaraan telah diatasi melalui kedua bagi orang dewasa dan mendukung Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia anak muda maupun orang dewasa untuk (KKNI), dan hal ini perlu diperluas untuk mengembangkan beragam keahlian untuk juga mencakup kesetaraan dan pengakuan pekerjaan mereka, pendidikan lanjutan dan pembelajaran sebelumnya bagi siswa yang pelatihan. ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi  Program pengganti yang memberikan poin dan masuk melalui AK. Penerimaan Paket tambahan untuk skor akademi siswa. Sasaran C program Pendidikan Komunitas dari siswa dapat meliputi kelompok-kelompok Kemdikbud yang setara dengan sertifikat tidak beruntung yang disebutkan di atas – pendidikan SMU juga akan membantu proses khususnya mereka yang bersekolah di lokasi kesetaraan ini. terpencil dan pedesaan di daerah-daerah  Pembelajaran terbuka jarak jauh dengan angka kemiskinan yang tinggi. melalui, misalnya, Universitas Terbuka, juga  Program kesempatan kedua menawarkan memberikan kesempatan kepada individu kepada orang dewasa kesempatan untuk (banyak di antaranya sudah bekerja) untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi dan memperoleh sertifikasi universitas. memberikan kursus dasar atau kursus lainnya 5. Lebih dari sekedar akses menuju keberhasilan Tercakup dalam pendidikan tinggi dengan daerah pedesaan dan terpencil, maupun daerah memperoleh9 akses terhadap sistem hanyalah miskin seringkali sulit untuk bertransisi ke daerah satu bagian kecil dari tantangan ini. Memastikan perkotaan, yang kosmopolitan dan heterogen, yang bahwa siswa yang tidak beruntung juga dijangkau membutuhkan gaya hidup yang jauh lebih mandiri, dalam pembelajaran dan memperoleh jenis maupun bertransisi ke kampus yang lebih besar, pendidikan yang mereka butuhkan juga sangat secara akademis lebih kaku dan lebih kompetitif, penting. Siswa dari wilayah-wilayah yang jauh, juga membutuhkan adaptasi dalam belajar dan kemandirian. 9 Diadaptasi dari Gale dkk (2010). 10 Policy Brief Rekomendasi Kebijakan:  Program dukungan, dari dinas kabupaten/kota dan/atau dari perguruan tinggi setempat, harus dikembangkan guna membantu siswa dari kelompok-kelompok yang tidak beruntung agar berhasil bertransisi ke pendidikan tinggi. Program-program tersebut harus dimulai dengan memberikan informasi yang memadai mengenai opsi-opsi pendidikan tinggi dan skema- skema beasiswa. Program-program ini juga perlu mempertimbangkan pembinaan, orientasi, pengembangan keahlian akademis dan strategi lainnya – mungkin dimulai bahkan di kelas 10 atau 11 bagi siswa yang memiliki potensi akademis.  Program dukungan juga harus meliputi kegiatan-kegiatan yang bersifat “menjembatani” atau kegiatan orientasi di perguruan tinggi (durasinya beragam dari beberapa hari hingga beberapa bulan) yang mengenalkan siswa dengan lingkungan universitas, sarana, mata pelajaran, serta penguatan keahlian bagi yang membutuhkannya (khususnya dalam hal bahasa). Program- program seperti ini juga dapat membantu mengidentifikasi siswa yang terancam gagal dengan menambahkan bantuan yang dibutuhkan.  Dukungan seperti ini harus terus diberikan selama masa belajar mahasiswa di universitas untuk memastikan keberhasilan studi mereka dan bahwa mereka mendapatkan sebanyak mungkin pengalaman yang dibutuhkan.  Lembaga pendidikan perlu mengembangkan berbagai strategi untuk memastikan bahwa kesinambungan mutu belajar-mengajar dan tidak terpengaruh oleh heterogenitas mahasiswa. Guru dan dosen perlu mengembangkan keahlian untuk memahami kebutuhan mengajar siswa yang beragam dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Daftar Pustaka Jan Edwards, (2012). Access and Equity in Higher Education in Indonesia. World Bank: Jakarta Gale, T., S. Sellar, S. Parker, R. Hattam, B. Comber, D. Tranter dan D. Bills (2010) Interventions early in school as a means to improve higher education outcomes for disadvantaged (particularly low SES) students. Penelitian yang ditugaskan oleh Department of Education, Employment and Workplace Relations. Commonwealth of Australia. Helen Keller International (2012) Indonesia. Diakses tanggal 29 Juli 2012. http://www.hki.org/working- worldwide/asia-pacific/indonesia/ Moeliodihardjo, B. Y. 2013. Equity and Access in Higher Education. World Bank: Jakarta. Steff, M, R Mudzakir dan Andayani (2010) Equity and access to Tertiary Education for students with disabilities in Indonesia. Washington D C: World Bank. Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi 11 Sebagai bagian dari dukungan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia, DFAT (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, dahulu disebut AusAID) melalui Bank Dunia telah mendanai penelitian untuk mendukung perencanaan strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan masukan kebijakan yang dibutuhkan. Temuan, interpretasi dan kesimpulan yang disajikan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Republik Indonesia maupun pemerintah Australia. Sektor Pembangunan Manusia Kantor Bank Dunia Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2, Lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52- 53 Tel: (021) 5299 3000 Faks: (021) 5299 3111 www.worldbank.org/id/education