Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Anna Hata, Joko Yuwono Ruwiyati Purwana, Shinsaku Nomura Photo: Sony Herdiana / Shutterstock.com 1. Gambaran Umum Tujuan dari Catatan Kebijakan ini adalah untuk meninjau Catatan Kebijakan ini menyajikan rekomendasi kebijakan dan peraturan Pendidikan Inklusif Indonesia, untuk kebijakan berdasarkan tinjauan kerangka mengevaluasi pemberian layanan, dan untuk membahas kebijakan dan praktik pendidikan inklusif di potensi kesenjangan dalam mplementasi kebijakan, dengan Indonesia, praktik baik di tingkat internasional, perhatian khusus pada anak-anak penyandang disabilitas. dan umpan balik penerima manfaat dan Catatan ini merupakan respon atas permintaan dari Pemerintah pemangku kepentingan yang diperoleh melalui Indonesia untuk mengevaluasi pemberian layanan Pendidikan serangkaian diskusi kelompok terfokus (FGD) Inklusif, termasuk rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti dengan Kemdikbud-ristek, dinas pendidikan untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai provinsi dan kabupaten/kota, kepala sekolah dan tujuan untuk memperkuat implementasi Pendidikan Inklusif guru di sekolah penyelenggara pendidikan pada tahun 2024, seperti yang tertuang dalam Rencana inklusif dan sekolah luar biasa, komite sekolah, Strategis Kemdikbud-ristek tahun 2020-2024. orang tua dan peserta didik disabilitas dan tanpa disabilitas. Sementara penilaian berfokus pada Kajian ini menggunakan pendekatan diskusi kelompok terpumpun pemenuhan dan kebutuhan, termasuk (FGD) untuk memahami perspektif pemangku kepentingan dalam keterlibatan keluarga dan masyarakat, juga penyampaian layanan Pendidikan inklusif, dengan perhatian tercakup sebagai bagian dari pemahaman khusus pada kompetensi guru, fasilitas/lingkungan sekolah, pendidikan inklusif yang lebih luas. Perlu dicatat administrasi/ tata kelola dan program pemerintah terkait juga bahwa pandemi COVID-19 diasumsikan telah pendidikan inklusif. Hal ini juga mengacu pada tinjauan ekstensif memperparah kesenjangan dalam pembelajaran, kerangka peraturan, studi tentang kemajuan saat ini, tantangan terutama bagi peserta didik berkebutuhan implementasi pendidikan inklusif dan termasuk tinjauan literatur khusus yang mungkin menghadapi hambatan internasional untuk membandingkan praktik global dan praktik di lain dari konten pembelajaran yang tidak dapat Indonesia. diakses, dan menyusun rekomendasi terkait. Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Photo: Sony Herdiana / Shutterstock.com 2. Ringkasan Temuan dan Rekomendasi Utama Pemerintah Indonesia telah menetapkan kerangka Catatan Kebijakan ini menemukan bahwa meskipun hukum yang jelas untuk Pendidikan Inklusif, Indonesia telah membuat kemajuan yang patut namun dalam implementasinya belum terlaksana diapresiasi dalam membangun kerangka kebijakan secara maksimal. Kerangka peraturan diperlukan Pendidikan Inklusif yang solid, implementasi kebijakan untuk menjamin hak semua anak dapat mengakses tetap menjadi tantangan berat karena menghadapi pendidikan, tetapi kerangka peraturan saja tidak berbagai masalah. Pendidikan Inklusif belum sepenuhnya cukup untuk membuat anak-anak berkebutuhan diutamakan ke dalam sistem Pendidikan, karena tanggung khusus bersekolah dan memberikan pembelajaran jawab yang tidak selaras dalam hal penyampaian layanan, yang berkualitas bagi mereka. Sistem pendidikan penganggaran, dan kapasitas administratif yang terbatas Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan untuk mengimplementasikan kebijakan. Pendidikan Inklusif dan pelaksanaan program pendidikan inklusif. membutuhkan banyak sumber daya untuk menyediakan pelatihan guru dan staf tambahan, peningkatan kapasitas Hampir 30 persen anak penyandang disabilitas administrasi, peningkatan anggaran dan data yang tidak memiliki akses pendidikan. Di antara mereka berkualitas tentang anak berkebutuhan khusus. Koordinasi yang memiliki akses ke pendidikan, proporsi anak lintas sektor yang lebih baik juga penting untuk mengatasi perempuan disabilitas lebih rendah daripada anak masalah ini. laki-laki, yaitu 39 persen dari semua anak-anak disabilitas mengenyam pendidikan di sekolah. Korelasi Kesenjangan implementasi sebagian muncul dari negatif antara peserta didik disabilitas dan tingkat pembagian kerja, Kementerian Pendidikan, kehadiran di Indonesia adalah salah satu yang Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud-ristek) tertinggi di antara negara-negara berpenghasilan menetapkan kebijakan dan peraturan, sedangkan rendah dan menengah, kondisi disabilitas mengurangi pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemerintah tingkat kehadiran di sekolah sebesar 61 persen untuk daerah. Pemerintah daerah bertanggung jawab membuat anak laki-laki dan 59 persen untuk anak perempuan. peraturan daerah, menetapkan sekolah penyelenggara Rata-rata lama sekolah di kalangan anak-anak pendidikan inklusif, menyelenggarakan pelatihan bagi guru disabilitas hanya 4,7 tahun, sedangkan rata-rata di sekolah, membangun infrastruktur dan membiayai nasional 8,8 tahun. Tingkat penyelesaian sekolah program pendidikan inklusif. Permendiknas No. 70 Tahun dasar adalah 54 persen untuk anak-anak disabilitas , 2009 menetapkan bahwa kabupaten/kota harus dibandingkan dengan 95 persen untuk anak-anak menyediakan setidaknya satu sekolah penyelenggara disabilitas berkebutuhan khusus. Kesenjangan ini lebih pendidilan inklusif pada setiap kecamatan dan satu guru besar di tingkat sekolah menengah, menunjukkan pembimbing khusus beserta peralatan dan perlengkapan anak-anak disabilitas menghadapi banyak hambatan yang diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan saat tingkat pendidikannya semakin tinggi. anak-anak berkebutuhan khusus. Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Pengawasan yang terbatas semakin berkontribusi ada tidak cukup mengakomodir berbagai kebutuhan anak pada kesenjangan antara kebijakan dan berkebutuhan khusus. Selain itu, kurangnya pemahaman implementasinya. Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang apa yang diharapkan dan kepercayaan diri guru mengamanatkan setiap kabupaten/kota untuk telah menyebabkan keengganan mereka untuk mengajar di mengembangkan pendidikan inklusif. Sekolah kelas inklusif. penyelenggara pendidikan inklusif cenderung terkonsentrasi di pemerintah daerah yang memiliki Direkomendasikan agar Kementerian Pendidikan, kapasitas pelaksanaan dan pendanaan yang relatif Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-ristek) kuat – sebagian besar berada di Pulau Jawa. Di banyak dan Kementerian Agama (Kemenag) mengembangkan pemerintah daerah, tidak ada jaminan bahwa strategi dan rencana implementasi Pendidikan Inklusif. kabupaten/kota memiliki satu sekolah penyelenggara Untuk dimasukkan ke dalam rencana strategis, catatan pendidikan inklusif di tingkat Pendidikan dasar dan kebijakan ini memberikan rekomendasi kebijakan dalam menengah., Menurut data dari Direktorat PMPK, tiga bidang strategis berikut: (1) akses dan pemerataan terdapat 60 kabupaten/kota tidak memiliki sekolah luar pendidikan inklusif, (2) kualitas pengajaran dan biasa. Hal ini akan mempengaruhi akses pendidikan pembelajaran, dan (3) peningkatan tata kelola dan dan jaminan kualitas pengajaran dan pembelajaran pemberian layanan, lihat tabel ringkasan di bawah ini. anak berkebutuhan khusus. Pengembangan guru, Catatan: Aksi jangka pendek dimaksudkan untuk 3-5 tahun kurikulum dan pedagogi belum dikembangkan sesuai ke depan dan aksi jangka panjang untuk 5-10 tahun ke dengan kebijakan pendidikan inklusif. Kurikulum yang depan. PERENCANAAN STRATEGIS KESELURUHAN Temuan Rekomendasi Indonesia telah menetapkan kerangka kebijakan [Jangka Pendek] Mengembangkan strategi dan yang solid tentang pendidikan inklusif tetapi rencana implementasi pendidikan inklusif yang implementasi kebijakan tersebut tetap menjadi mencakup tiga bidang strategis di bawah ini. tantangan tersendiri. 1 Akses dan Pemerataan Pendidikan Inklusif Temuan Rekomendasi Sekolah dan fasilitas Jumlah sekolah penyelenggara pendidikan inklusif [Jangka Pendek] Meningkatkan jumlah sekolah secara keseluruhan tidak mencukupi dan sangat penyelenggara pendidikan inklusif, dengan tidak merata di berbagai pemerintah daerah memastikan setidaknya terdapat satu sekolah meskipun terdapat peraturan yang mewajibkan penyelenggara pendidikan inklusif pada setiap jenjang setidaknya satu sekolah penyelenggara pendidikan pendidikan di setiap kecamatan pada kabupaten/kota inklusif untuk setiap tingkat di setiap yurisdiksi. sesuai dengan Permendiknas No. 70/2009. Penting untuk memastikan setiap kabupaten/kota memiliki Banyak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif setidaknya satu sekolah penyelenggara pendidikan yang tidak memiliki fasilitas untuk mendukung inklusif pada setiap jenjang pendidikan dengan guru, pelaksanaan pendidikan inklusif. staf terlatih dan sumber daya yang memadai untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi anak berkebutuhan khusus. Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Temuan Rekomendasi Peralatan dan standar operasi Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif tidak [Jangka pendek] Mengembangkan standar minimum semuanya memiliki peralatan dan bahan yang untuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, memadai untuk menampung anak berkebutuhan termasuk guru, kepala sekolah yang terlatih, kapasitas khusus, dan sistem pemantauannya tidak jelas. untuk mengidentifikasi dan membuat akomodasi yang layak bagi anak berkebutuhan khusus. Pedoman nasional tentang akomodasi yang layak untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah [Jangka Panjang] Mengembangkan sistem data untuk penyelenggara pendidikan inklusif dan sistem pemetaan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif evaluasi belum memadai, membuat banyak sekolah yang memenuhi standar minimum akan mempermudah inklusi tidak terawasi. dalam perencanaan intervensi di masa depan. Identifikasi disabilitas Identifikasi anak berkebutuhan khusus secara [Jangka pendek] Memperkuat identifikasi anak memadai jarang dilaksanakan, terutama di sekolah berkebutuhan khusus dan pelibatan masyarakat penyelenggara pendidikan inklusif, dan dukungan sebagai bentuk dukungannya. guru yang berkelanjutan diperlukan agar mereka dapat mempraktikkan pengetahuan yang mereka [Jangka Pendek] Melatih guru dan kepala sekolah miliki. untuk mengatur dan melakukan identifikasi. Mekanisme identifikasi memerlukan dukungan dari [Jangka Pendek] Memperkenalkan instrumen asesmen sekolah luar biasa dan berbagai tenaga profesional bagi anak berkebutuhan khusus. terkait, dan tidak berjalan di banyak bidang karena terbatasnya kerjasama. [Jangka Pendek] Mengembangkan mekanisme kerjasama antara sekolah, klinik, dan administrasi untuk memberikan dukungan yang komprehensif kepada anak berkebutuhan khusus. [Jangka Pendek] Menjelajahi pendekatan inovatif untuk identifikasi, seperti penggunaan teknologi. 2 Kualitas Belajar Mengajar Temuan Rekomendasi Guru Kurangnya pelatihan bagi guru di sekolah [Jangka Panjang] Pelatihan pra-jabatan wajib tentang penyelenggara pendidikan inklusif – baik dari segi Pendidikan Inklusif untuk semua guru akan kuantitas maupun kualitas – menjadi tantangan meningkatkan jumlah dan kualitas guru terlatih di utama. sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Kualitas pelatihan juga penting, karena banyak [Jangka Pendek] Standar nasional kompetensi guru guru di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam pendidikan inklusif dan insentif standar untuk tidak percaya diri untuk mengajar anak guru di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif berkebutuhan khusus bahkan setelah menerima diperlukan untuk membuat sistem pendidikan inklusif pelatihan. lebih berkelanjutan. [Praktik yang baik - Vietnam: kerangka kompetensi pendidikan inklusif digunakan Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Kepala sekolah juga memiliki kebutuhan dalam pelatihan pra-jabatan, evaluasi dalam jabatan pelatihan yang belum terpenuhi dan seringkali terhadap praktik profesional para guru terkait tidak mampu memfasilitasi kerjasama antara pendidikan inklusif.] sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan sekolah luar biasa. [Jangka Pendek] Memperkuat hubungan antara pelatihan guru dalam jabatan dan dukungan guru Kurangnya sistem pelatihan guru yang tingkat sekolah, melalui pendampingan, pengajaran terstandarisasi ditambah dengan lemahnya bersama, dan jaringan peer-to-peer (kelompok kerja kapasitas pemerintah daerah telah menyebabkan guru), memanfaatkan teknologi kurangnya kesempatan pelatihan bagi guru di sekolah penyelenggara Pendidikan Inklusif. [Jangka Panjang] Dukungan teman sebaya (sesama murid) dapat meningkatkan hasil akademik dan sosial. Asesmen Guru di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif [Jangka pendek] Mengembangkan mekanisme terus menghadapi kesulitan karena kurangnya asesmen yang inklusif untuk memperkuat hubungan dukungan guru, kurangnya sistem asesmen yang antara identifikasi awal anak berkebutuhan khusus memadai untuk pendidikan inklusif, dan kurangnya dan asesmen formatif (berkelanjutan). panduan yang berguna untuk asesmen di sekolah. Lemah atau tidak adanya mekanisme asesmen tingkat sekolah untuk anak berkebutuhan khusus menghambat guru dalam mendukung pembelajaran anak berkebutuhan khusus, dan kurangnya pedoman yang mudah digunakan menghambat mereka dalam melaksanakan asesmen. Dukungan Teknologi Bantu Perundungan (bullying), sikap diskriminatif dan [Jangka pendek] Memperkenalkan teknologi bantu ke kurangnya pengetahuan orang tua di sekolah dan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk di rumah. membantu guru dan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar (yaitu, kelompok spesifik pada anak Biaya dan aksesibilitas menjadi perhatian orang tua berkebutuhan khusus) untuk dukungan dan penilaian dari anak berkebutuhan khusus. belajar mereka. Pandemi COVID-19 telah menyoroti masalah lain [Jangka Pendek] Mengikuti pembelajaran di rumah di yang dihadapi anak-anak berkebutuhan khusus, masa COVID-19 membutuhkan perhatian yang termasuk kesulitan melaksanakan kegiatan Belajar berbeda untuk anak berkebutuhan khusus. [Praktik di Rumah (BDR) ditambah dengan menurunnya yang baik - Rwanda: memperkenalkan program TV dan dukungan pendidikan dan kesehatan. radio inklusif menggunakan prinsip-prinsip desain pembelajaran yang universal (Universal Design for Learning). Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal 3 Tata Kelola dan Pemberian Layanan Temuan Rekomendasi Penganggaran untuk Pendidikan Inklusif Sistem penganggaran untuk pendidikan inklusif [Jangka pendek] Memastikan adanya alokasi anggaran belum terintegrasi di tingkat pemerintah pusat, dan yang memadai . masih kurangnya koordinasi antar direktorat di tingkat kementerian pendidikan yang menangani [Jangka Pendek] Memperkenalkan pendanaan per sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. kapita, seperti alokasi tambahan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau sumber daya Tidak adanya sistem pendanaan yang berkelanjutan lainnya, untuk anak berkebutuhan khusus. [Praktik yang untuk pendidikan inklusif dari Kemdikbud-ristek baik - AS: identifikasi anak berkebutuhan khusus terkait kemungkinan akan menjadi disinsentif bagi dengan alokasi dana yang memadai untuk setiap anak pemerintah daerah dan sekolah untuk berkebutuhan khusus.] melaksanakan pendidikan inklusif. Kepala sekolah kurang memahami bagaimana mereka dapat melaksanakan dan mendanai pendidikan inklusif. Sekolah diharapkan mengembangkan program pendidikan inklusif secara proaktif, namun tidak ada sistem alokasi anggaran yang jelas terkait dengan anak berkebutuhan khusus atau pendidikan inklusif. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dan Kepemimpinan Sekolah Sebagian besar pemerintah daerah tidak memiliki [Jangka Pendek] Membentuk unit yang bertanggung peraturan daerah untuk menerapkan pendidikan jawab atas pengelolaan, koordinasi, dan alokasi inklusif meskipun peraturan tersebut diwajibkan anggaran pendidikan inklusif di setiap dinas berdasarkan kerangka peraturan nasional saat ini. pendidikan setempat untuk meningkatkan akuntabilitas dan koordinasi. Keterbatasan aksesibilitas dan kualitas sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sebagian [Jangka Pendek] Semua kepala sekolah di sekolah disebabkan oleh ambiguitas peran antara penyelenggara pendidikan inklusif perlu mendapatkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. pelatihan tentang pendidikan inklusif. Tidak adanya data tentang anak yang [Jangka Pendek] Penguatan sistem monitoring dan berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas yang evaluasi serta pengumpulan data dasar sangat dapat diandalkan, demikian juga data tentang hasil diperlukan. pendidikan dan pengalaman siswa. Koordinasi dan Kemitraan Koordinasi yang lemah antar direktorat terkait di [Jangka pendek] Memperkuat koordinasi yang Kemendikbud-ristek dan kurangnya akuntabilitas dipimpin oleh Direktorat PMPK di (i) berbagai mengakibatkan implementasi pendidikan inklusif direktorat dalam Kemdikbud-ristek dan (ii) berbagai menjadi kurang optimal. tingkat administrasi. Catatan Kebijakan Pendidikan Inklusif – Ringkasan Temuan Awal Koordinasi multisektor perlu dikembangkan, [Jangka Pendek] Mengembangkan kerjasama antara terutama antara sektor pendidikan, kesehatan dan Kemendikbud-ristek, Kemenag, Kemensos, Kemenkes, layanan sosial. Kemendagri, Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) dan LSM bidang anak berkebutuhan khusus. [Jangka Panjang] Membina kemitraan antar sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan inklusif. [Praktik yang baik - Inggris: bertukar pengetahuan dan pengalaman di antara guru dan kepala sekolah pendidikan inklusif untuk menyelesaikan masalah pendidikan inklusif [Jangka Panjang] Memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan masyarakat. [Jangka Pendek] Membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) di setiap dinas pendidikan kabupaten/kota, sebagai unit utama dalam mendorong keterlibatan pemangku kepentingan. [Praktik yang baik – Indonesia, kota Solo: ULD memainkan peran penting dalam memperkuat koordinasi untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif]