Hasil Pendidikan, Pelatihan dan Bursa Kerja bagi Kaum Muda di Indonesia 58916 Naskah Kebijakan Oktober 2010 berpendidikan menjadi lebih lambat. Hampir 70 persen pekerja yang digaji di sektor jasa merupakan lulusan pendidikan menengah atas. Di sektor manufaktur, angka itu lebih rendah, yaitu 40 persen; namun ini masih dua kali lipat persentase lulusan pendidikan menengah atas di sektor pertanian yang hanya 20 persen.1 Meningkatnya peran sektor jasa dalam perekonomian Indonesia dan semakin canggihnya sektor manufaktur diperkirakan akan terus mendorong permintaan akan pekerja yang terampil. Tren yang ada saat ini kiranya akan memastikan terus adanya, dan bahkan meningkatnya, permintaan akan keterampilan dalam perekonomian Indonesia. Pada tingkat ekonomi makro, terbukti adanya permintaan yang berkesinambungan akan pekerja terampil. Akan tetapi, ada tanda-tanda yang memperlihatkan akan ada kesulitan dalam Foto oleh: Arsip foto Universitas Indonesia mengintegrasikan pekerja yang berpendidikan ke dalam bursa Konteks Ekonomi: Pertumbuhan, Transformasi dan kerja. Walaupun angkatan muda yang lebih berpendidikan semakin membanjiri bursa kerja, tingkat pengembalian investasi pendidikan Permintaan akan Keterampilan cenderung tetap konstan selama satu dasawarsa terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan atas pekerja yang berpendidikan Selama dua dasawarsa terakhir, Indonesia mengalami selama ini mampu menyerap pasokan yang terus meningkat tanpa pertumbuhan pesat yang berkesinambungan dan proses menurunkan tingkat pengembalian investasi pendidikan. Namun perlu urbanisasi yang cepat. Kemajuan tersebut secara signifikan diingat bahwa pasokan pekerja yang berpendidikan kemungkinan akan meningkatkan proporsi sumbangsih sektor non-pertanian pada terus meningkat secara signifikan sejalan dengan ekspansi pendidikan. Pendapatan Domistik Bruto (PDB), meskipun terjadi kemunduran Oleh karena itu sangatlah penting untuk memastikan bahwa para selama krisis keuangan tahun 1997. Pencapaian yang diperoleh lulusan baru mampu memperoleh akses ke pekerjaan yang baik. cukup mengagumkan: PDB per kapita naik 160 persen selama dua dasawarsa, sementara sumbangsih sektor pertanian pada PDB menurun Gambar 2: Tingkat Pengembalian Investasi Pendidikan (Relatif dari 20 menjadi 13 persen pada tahun 2006, meskipun terjadi sedikit terhadap Pendidikan Dasar) (1994-2007) kenaikan pada tahun 2008 (mencapai 14 persen). Perbandingan Gaji dengan 1,6 1,4 Pendidikan Dasar 1,2 Gambar 1: PDB per Kapita dan Proporsi Sumbangsih Sektor 1 0,8 Pertanian pada PDB (1990-2006). 0,6 4500 22 0,4 0,2 4000 0 Jumlah bagian Pertanian pada PDB 20 3500 Dasar Menengah Menengah Tersier/Dasar PDB per Kapita US $ Pertama/Dasar Atas/Dasar 3000 18 1994 2001 2007 2500 16 2000 Sumber: Laporan Keterampilan Indonesia 2010, Sakernas 1994-2007 1500 14 Catatan: Hanya mencakup karyawan yang memperoleh gaji 1000 500 12 Setiap tahun, lebih dari 3,3 juta angkatan muda meninggalkan 0 10 sistem pendidikan formal untuk memasuki bursa kerja. Generasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 5 12 16 17 18 9 1 13 14 1 muda saat ini jauh lebih berpendidikan dibandingkan generasi- PDB per kapita, PPP (mata uang asing $) Pertanian (% dari PDB) generasi sebelumnya. Pada tahun 2008, persentase angkatan muda Sumber: Indikator Pembangunan Dunia (1990-2008) yang memasuki bursa kerja dengan ijazah pendidikan menengah atas atau pendidikan tinggi (mereka yang dianggap "terampil") mencapai lebih dari 50 persen. Ini mengkonfirmasikan tren pencapaian pendidikan Secara umum, tingkat pekerjaan pada suatu sektor ekonomi di masyarakat yang terus meningkat. Tetapi disisi lain, proporsi lapangan tertentu akan mengikuti proporsi sumbangsih sektor tersebut pekerjaan yang membutuhkan tenaga terampil tidaklah tumbuh pada PDB. Namun demikian, karena sektor-sektor yang "padat secepat peningkatan pencapaian pendidikan. pendidikan" seperti sektor manufaktur dan jasa bukanlah sektor yang padat karya dan membutuhkan jumlah pekerja yang sedikit, penciptaan lapangan kerja bagi angkatan muda yang 1 Sumber: Sakernas 1994-2007 1 Jumlah lapangan kerja yang dianggap "terampil"2 memang meningkat Terdapat korelasi yang jelas dan positif antara tingkat pendidikan selama tahun 1990-an. Namun selama dasawarsa terakhir, jumlah dan jenis pekerjaan (formal atau informal); namun demikian, tersebut cenderung konstan, yang mengindikasikan kurang mampunya sulit bagi lulusan sekolah menengah atas untuk memperoleh bursa kerja menyerap lulusan baru sesuai dengan tingkat pendidikan akses ke pekerjaan dengan gaji. Hanya 60 persen dari angkatan mereka. Inilah yang menyebabkan banyaknya pelamar kerja dengan muda lulusan sekolah menengah atas yang memperoleh pekerjaan kualifikasi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan lapangan kerja yang dengan gaji, dan persentase ini semakin menurun seiring dengan usia. tersedia. Transisi dari sekolah ke bursa kerja pun menjadi sulit, terutama Sementara itu, meskipun lulusan sekolah menengah pertama dan bagi lulusan sekolah menengah atas yang merupakan kelompok paling sekolah dasar cenderung memiliki angka pengangguran yang lebih tidak terampil dari populasi pekerja terampil. kecil, kondisi mereka sangatlah buruk jika dilihat dari kualitas pekerjaan. Hanya sepertiga dari lulusan sekolah menengah pertama memperoleh Gambar 3: Proporsi Lapangan Kerja Terampil, Tidak Terampil, pekerjaan dengan gaji. Tetapi meskipun lulusan sekolah menengah dan "Produksi Terampil" (1994-2007) atas berada dalam kondisi yang lebih baik dalam hal ini, secara rata-rata 1 hanya 50 persen dari kelompok ini yang memiliki pekerjaan dengan gaji. Terampil, dan Terampil untuk Produksi Pembagian Pekerjaan Terampil, Tidak 0,9 0,8 0,7 Gambar 5: Persentase Tenaga Kerja yang Memiliki Pekerjaan 0,6 dengan Gaji, berdasarkan Kelompok Usia dan 0,5 Tingkat Pendidikan 0,4 0.9 0,3 0.8 pada Pekerjaan Digaji Bagian Tenaga Kerja 0,2 0.7 0.6 0,1 0.5 0 0.4 1994 1997 1999 2001 2003 2005 2007 0.3 Trampil Produksi trampil Tidak trampil 0.2 0.1 Sumber: Laporan Keterampilan Indonesia Sakernas (2008) 0 Catatan: Hanya mencakup karyawan yang memperoleh gaji 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 Dasar JSS SSS Tersier Sumber: Sakernas 2007 Transisi yang Sulit Menuju Bursa Kerja Di Indonesia, angka pengangguran pada angkatan muda berusia Pendidikan Menengah Atas, Keterampilan, dan 20-24 tahun adalah sekitar dua setengah kali angka pengangguran untuk keseluruhan populasi. Angka pengangguran ini bahkan Pintu Masuk Bursa Kerja lebih tinggi pada angkatan muda yang pendidikannya lebih tinggi, terutama lulusan sekolah menengah atas. Lebih dari 40 persen Selama 15 tahun terakhir, dari populasi pekerja yang memiliki pemuda berusia 15-24 tahun yang memiliki ijazah sekolah menengah pekerjaan dengan gaji, persentase pekerja yang memiliki ijazah atas tidak memiliki pekerjaan. Meskipun angka pengangguran di pendidikan menengah atas atau yang lebih tinggi telah naik kalangan lulusan sekolah menengah atas ini semakin rendah pada secara signifikan (dari 35 persen ke lebih dari 50 persen). Namun kelompok usia yang lebih lanjut, angka tersebut terus lebih tinggi pertumbuhan pesat ini hanya terjadi selama tahun 1990-an dan daripada angka pengangguran rata-rata di Indonesia sampai kelompok tidak ada perubahan berarti selama satu dasawarsa terakhir. usia 35-39 tahun. Di daerah pedesaan, dimana tingkat pendidikan para Kurangnya mekanisme untuk mengakses informasi tentang bursa pekerjanya lebih rendah dan ketersediaan lapangan kerja yang tidak kerja, tingkat pengembalian investasi untuk tiap jenjang pendidikan, membutuhkan keterampilan lebih banyak, angka penganggurannya dan jenis lapangan kerja yang tersedia, mungkin merupakan alasan pun lebih rendah. Ini mencerminkan adanya dikotomi jenis lapangan utama mengapa lulusan muda sulit mendapatkan pekerjaan. Seiring kerja di daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia. dengan ekspansi pendidikan menengah atas, siswa-siswa baru yang menyelesaikan jenjang pendidikan ini akan cenderung berasal dari Gambar 4: Angka Pengangguran berdasarkan Kelompok Usia latar belakang sosial-ekonomi yang kurang beruntung. Akses mereka dan Tingkat Pendidikan (2007) ke jaringan lapangan kerja pun akan masih kurang; kemungkinan 60% besar mereka memperoleh informasi tentang peluang kerja hanya dari 50% teman-teman mereka saja. Tanpa adanya mekanisme yang efisien untuk 40% memperoleh akses ke informasi tentang lapangan kerja, bisa tercipta 30% ketimpangan dalam bursa kerja sekalipun semua lulusan memenuhi 20% persyaratan keterampilan untuk pekerjaan yang ada. Disamping itu, latar 10% belakang pendidikan orangtua juga membedakan kualitas pendidikan 0% yang diterima para siswa. Menurut PISA,3 keterampilan kognitif rata-rata 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 dalam matematika dan bahasa memang meningkat selama beberapa Dasar JSS SSS Tersier tahun belakangan, namun terdapat perbedaan besar berdasarkan karakter sosial-ekonomi siswa, yang terutama disebabkan oleh latar Sumber: Sakernas (2007) belakang pendidikan orang tua. 2 Definisi lapangan kerja terampil adalah lapangan kerja yang membutuhkan ijazah pendidikan menengah atas atau kualifikasi yang lebih tinggi, misalnya manajerial, profesional, produksi terampil, kantor/administrasi dan penjualan. Pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan meliputi buruh kasar, buruh 3 Program Penilaian Siswa Internasional (Programme for International Student tani, transportasi dan produksi yang tidak memerlukan keterampilan. Assessment) 2 Hasil Survei Keterampilan menurut Pandangan Pemberi Kerja4 Gambar 6: Pendapat Pemberi Kerja Mengenai Kualitas Pekerja baru-baru ini mengkonfirmasikan bahwa keterampilan lulusan dengan Kualifikasi Pendidikan Menengah Atas (%) menengah atas tidak memenuhi harapan pemberi kerja. Seperempat 100 dari pekerja baru yang memiliki ijazah pendidikan menengah atas 90 dianggap memiliki kualitas buruk atau sangat buruk. Hanya tujuh persen 80 70 Sangat baik di antara mereka yang dianggap sangat baik, sementara sebagian besar 60 hanya dianggap "cukup." Meskipun para pemberi kerja prihatin dengan Cukup 50 kualitas lulusan baik dari sekolah kejuruan maupun dari sekolah umum, 40 Miskin jenis keterampilan dan pekerjaan lulusan dari kedua jenis sekolah 30 tersebut cukup berbeda. Sekolah kejuruan (SMK) lebih diarahkan 20 Sangat miskin pada keterampilan yang spesifik dengan lapangan kerja tertentu. Para 10 lulusannya dibekali dengan keterampilan yang dibutuhkan untuk 0 masuk ke bursa kerja secara cepat dan efektif. Sementara sekolah umum Rata-rata SMA SMK menengah atas (SMA) bertujuan menyiapkan siswanya untuk pendidikan lebih lanjut.5 Sumber: Survei Keterampilan menurut Pandangan Pemberi Kerja (2008) Walaupun terdapat perbedaan antara keterampilan yang Sementara itu, laki-laki lulusan SMK cenderung mendapatkan upah yang diberikan oleh kedua jenis sekolah, angka pengangguran lulusan bahkan lebih rendah lagi, khususnya laki-laki yang memiliki kemampuan SMA dan SMK yang tidak melanjutkan ke pendidikan yang lebih rendah (diukur dari nilai ujian sekolah). Lebih rendahnya upah laki- lanjut tetap tinggi dan hampir tidak berbeda satu sama lain (30 laki lulusan SMK ini semakin kentara di beberapa tahun terakhir ini. persen). Pada dasarnya, SMK diarahkan untuk memberikan keterampilan Rendahnya upah bagi laki-laki lulusan SMK dibandingkan lulusan profesional yang dibutuhkan untuk memasuki bursa kerja, sementara lainnya semakin parah selama tahun-tahun belakangan ini. SMA memberikan pendidikan yang lebih umum dan merupakan dasar Fenomena ini bisa mengindikasikan memburuknya kualitas laki- bagi pendidikan selanjutnya. Dengan demikian, jika permintaan akan laki lulusan SMK, atau menurunnya permintaan atas keterampilan keterampilan spesifik itu tinggi, lulusan SMK akan lebih sesuai untuk mereka. bursa kerja pada awal-awal tahun setelah mereka lulus sekolah. Akan tetapi, pada kenyataannya angka pengangguran lulusan SMA dan Dengan membandingkan kiprah lulusan SMA dan SMK di bursa SMK yang berusia antara 20-24 tahun belakangan ini sangat tinggi (30 kerja, tidak disarankan untuk melakukan ekspansi secara drastis persen), dengan angka pengangguran lulusan SMK hanya sedikit lebih dalam penerimaan murid baru di SMK. Lebih disarankan untuk rendah. Secara keseluruhan, angka pengangguran lulusan SMK di masa memprioritaskan perbaikan kualitas kedua jenis sekolah dan lalu memang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan angka memperhatikan kesetaraan akses. pengangguran lulusan SMA, namun sekarang angka pengangguran untuk lulusan kedua jenis sekolah sudah hampir sama. Gambar 7: Angka Pengangguran Lulusan SMA dan SMK, Usia Memenuhi Permintaan akan Keterampilan 20-24 (1991-2007) Keterampilan kognitif memainkan peran yang lebih penting Angka Pengangguran Lulusan (%) 36 34 daripada jenis pendidikan yang diperoleh seseorang dalam 32 30 menentukan besarnya pendapatan di kemudian hari. Keterampilan 28 kognitif yang lebih baik memiliki korelasi dengan upah yang lebih 26 tinggi ­ terutama bagi lulusan SMA. Ujian akhir di sekolah menengah 24 22 pertama (SMP) bisa memprediksi dengan baik besarnya pendapatan 20 seseorang di kemudian hari. Hal ini mengindikasikan bahwa dasar 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 pengetahuan yang kuat dalam keterampilan kognitif dasar sangatlah SMA SMK berpengaruh pada keberhasilan di jenjang pendidikan yang lebih tinggi, Sumber: Sakernas (1991-2007) dan akhirnya di bursa kerja. Tetapi perlu diingat bahwa keterampilan kognitif biasanya berkorelasi dengan latar belakang sosial-ekonomi Dalam hal pendapatan, lulusan SMA menerima upah yang seseorang, dan berdampak pada pilihan pendidikan di kemudian hari sedikit lebih besar dibandingkan lulusan SMK, terutama jika (siswa dengan keterampilan kognitif yang lebih baik cenderung memilih mempertimbangkan angka transisi yang lebih tinggi untuk untuk masuk SMA). Oleh karena itu, beragamnya tingkat keterampilan melanjutkan ke pendidikan yang lebih lanjut.6 Angka transisi ke kognitif antar siswa yang diindikasikan oleh nilai PISA perlu ditanggapi pendidikan yang lebih lanjut bagi lulusan SMA lebih tinggi dibandingkan melalui intervensi spesifik yang menargetkan siswa berprestasi rendah dengan lulusan SMK (30 persen dibandingkan dengan 15 persen). Dan di kelas-kelas awal. ini berarti "gaji yang disesuaikan" yang diperoleh lulusan SMA menjadi lebih besar jika dibandingkan lulusan SMK, karena mempertimbangkan Sejalan dengan besarnya pendapatan yang diamati, pemberi kerja tingkat pengembalian investasi pendidikan tinggi yang sangat tinggi. menilai keterampilan matematika dasar dan membaca sangat penting. Namun mereka mengeluhkan keterampilan umum yang 4 Hasil survei ditelaah lebih lanjut di dalam laporan Bank Dunia 2010. Laporan kurang memadai, yang tampaknya merupakan salah satu alasan Keterampilan Indonesia: Tren pada Permintaan, Selisih dan Pasokan Keterampilan utama dari kesulitan transisi ke bursa kerja.7 Permintaan akan di Indonesia. Jakarta: Bank Dunia. keterampilan inti sangat tinggi, terutama matematika dasar dan membaca, 5 Kurikulum kedua jenis sekolah ini memang berbeda, kecuali untuk beberapa serta keterampilan berpikir dan berperilaku, yang merupakan landasan mata pelajaran dasar (Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia). Jika SMA menawarkan tiga jurusan, SMK menawarkan tujuh jurusan untuk keterampilan 7 Lihat Laporan Keterampilan Indonesia (Indonesia Skill Report) untuk dan/atau sektor yang spesifik. diagnostik lengkap sehubungan dengan kekurangan keterampilan dan tren 6 Lihat Newhouse dan Suryadarma (2009). keterampilan yang dibutuhkan. 3 bagi pendidikan umum. Hanya sedikit pemberi kerja yang merasa bahwa jelas bahwa sektor produktif menilai pelatihan sambil bekerja lebih para karyawan mereka memiliki kekurangan yang signifikan dalam hal penting daripada pelatihan teori, terutama karena teori dianggap sulit keterampilan dasar. Di lain pihak, 40 persen pemberi kerja merasa bahwa beradaptasi secara cepat mengikuti perubahan permintaan di pasar. karyawan mereka kurang terampil dalam hal berpikir dan berperilaku. Hal ini menunjukkan perlunya usaha untuk memperkuat pembekalan Sistem pelatihan kejuruan non-formal yang kuat harus memiliki keterampilan umum/kecakapan hidup bagi lulusan sekolah di Indonesia. dua tujuan: mengajarkan keterampilan yang nyata bagi pekerja Para pekerja juga dianggap kurang menguasai keterampilan kejuruan yang tidak terampil (mereka yang putus sekolah) dan memenuhi yang bisa dialihkan antar pekerjaan, seperti keterampilan menggunakan permintaan yang terus meningkat akan pelatihan industri yang komputer dan kemampuan berbahasa Inggris. spesifik bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan formal. Efektivitas dari sistem ini akan tergantung pada penyediaan pelatihan Sekalipun keterampilan kejuruan yang bisa dialihkan antar yang berkualitas, penjalinan hubungan yang kuat dengan sektor produktif pekerjaan sudah selayaknya menjadi bagian dari kurikulum dan, idealnya, interaksi dengan sektor pendidikan formal. Interaksi sekolah kejuruan, sektor pendidikan tidak mungkin dituntut antara pendidikan non-formal dengan pendidikan formal akan dapat untuk mengajarkan semua keterampilan yang dibutuhkan untuk memungkinkan siswa putus sekolah kembali ke jalur pendidikan formal melakukan semua pekerjaan di sektor produktif. Perusahaan swasta setelah memperoleh kompetensi dasar dari pelatihan yang disediakan harus ikut serta dalam mengajarkan keterampilan kerja yang spesifik bagi pendidikan non-formal. Saat ini, standar untuk beragam pelatihan dan para karyawannya, baik melalui pelatihan sambil bekerja maupun melalui penyedia pelatihan belum terbentuk dan sistem penjaminan mutu pelatihan yang diselenggarakan lembaga eksternal yang biayanya bisa masih pada tahap yang sangat dini. Sumber daya untuk pelatihan masih ditanggung bersama. Dari survei yang dilakukan pada pemberi kerja, kurang memadai dan koordinasi antar instansi masih terbatas. Rekomendasi · Fokus pada pencegahan putus sekolah dini dan perbaikan mutu pendidikan dasar. · Tingkatkan keterampilan kognitif siswa sebelum mereka mencapai jenjang pendidikan menengah atas, dan pastikan pasokan sekolah pada jenjang pendidikan menengah atas yang memadai untuk tiap jenis sekolah (SMA atau SMK) yang diinginkan siswa. · Ada kebutuhan untuk lebih mengkaji pasokan dan permintaan akan pendidikan menengah atas, dengan penekanan khusus pada ketersediaan sekolah menengah atas negeri. · Jangan merencanakan ekspansi pendidikan kejuruan yang didorong oleh pasokan; lebih baik fokus pada perluasan dasar keterampilan dan perbaikan kualitas. · Telusuri cara-cara alternatif untuk menyediakan pendidikan kejuruan, dengan meningkatkan pelatihan praktek dan hubungan dengan sektor swsta. · Tingkatkan kapasitas sistem pelatihan non-formal untuk mengimbangi kurangnya keterampilan, dan berikan pelatihan bagi pekerja yang tidak terampil dengan cara yang sesuai, serta latih kembali dan tingkatkan keterampilan pekerja yang berpendidikan. · Perkuat mekanisme penjaminan mutu melalui pembentukan standar berbasis kompetensi dan mekanisme akreditasi yang jelas dan bisa diimplementasikan. · Program kewirausahaan bisa membantu kaum muda untuk memperbaiki prospek pendapatan mereka. Tapi program kewirausahaan bukanlah pengganti penyediaan keterampilan yang memadai dan relevan bagi bursa kerja. Penyusunan dokumen ini didanai sebagian oleh Komisi Eropa dan pemerintah Belanda di bawah pengawasan Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang dijabarkan dalam dokumen ini tidak secara otomatis mencerminkan pandangan pemerintah Indonesia, pemerintah Belanda atau Komisi Eropa. Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Mae Chu Chang, mchang@worldbank.org atau Sheila Town, stown@worldbank.org. Sektor Pembangunan Manusia Disiapkan oleh Unit Pendidikan, Bank Dunia Indonesia Kantor Bank Dunia Jakarta Berdasarkan Cerdán-Infantes, Pedro at al, 2010 Gedung Bursa Efek Jakarta "Hasil Pendidikan, Pelatihan dan Bursa Kerja bagi Angkatan Tower 2, lt. 12 Muda di Indonesia", Bank Dunia, Jakarta, Indonesia Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53. Telpon: (021) 5299 3000 Faks: (021) 5299 3111