UKM yang dimiliki Wanita di Indonesia: Kesempatan Emas untuk Institusi Keuangan Lokal Studi Penelitian Pasar Maret 2016 BEKERJA SAMA DENGAN IFC Pelepasan Tanggung Jawab IFC, anggota Kelompok Bank Dunia, memberikan peluang bagi masyarakat untuk keluar dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka. IFC mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara berkembang dengan mendukung pengembangan sektor swasta, memobilisasi modal swasta, dan memberikan jasa pendampingan teknis serta mitigasi risiko kepada perusahaan dan pemerintah. Kesimpulan dan penilaian yang terkandung dalam laporan ini tidak dapat dikaitkan dengan, dan tidak mewakili pandangan, IFC atau Dewan Direksi dari IFC, atau Bank Dunia atau Direktur Eksekutif dari Bank Dunia, atau negara-negara yang mereka wakili. IFC dan Bank Dunia tidak menjamin akurasi data dalam publikasi ini dan tidak bertanggung jawab atas segala akibat dari penggunaannya. Ucapan Terima Kasih Studi dan laporan tertulis ini dilakukan untuk International Finance Corporation (IFC) oleh Frankfurt School of Finance & Management, Sonnemannstrasse 9-1160314 Frankfurt a.M. http://www.frankfurt-school.de Tim peneliti ini di International Finance Corporation termasuk: Rubin Japhta, Prashant Murthy, Yopie Fahmi, Anastassiya Marina, Aarti Gupta (Editor) Kontak: Rubin Japhta Senior Operations Officer Financial Institutions Group T +6221 2994 8001 F +6221 2994 8002 RJaphta@ifc.org www.ifc.org Kata Pengantar Untuk bank bank yang mencari pasar yang belum sepenuhnya terlayani namun dengan potensi keuntungan yang menarik, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia merupakan sebuah peluang yang menarik. Pada sektor ini, UKM yang dimiliki perempuan cukup menarik karena memiliki prospek untuk memberikan keuntungan/profit tanpa perlu mengambil resiko yang terlalu tinggi. Seperti dapat dilihat pada pasar-pasar berkembang lainnya, Indonesia memiliki permintaan kredit dari pengusaha perempuan yang cukup besar yang belum dapat terlayani. Bank dapat menangkap peluang tersebut dengan memperkenalkan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan pengusaha perempuan yang unik. Laporan ini menekankan pada peluang pasar yang cukup besar pada sektor UKM di Indonesia. Sektor ini adalah salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan tercepat di Indonesia dan menunjukkan potensi yang besar. Meskipun demikian, sektor ini sudah cukup lama belum terlayani secara baik. Sejalan dengan transisi yang dialami Indonesia dari ekonomi yang berbasis pada padat karya (labor intensive) menjadi padat modal (capital intensive), sektor ini telah siap untuk berkembang. Studi kami menemukan bahwa potensi permintaan pinjaman/kredit dari pengusaha perempuan cukup besar yaitu US$ 6 milyar. Studi kami menjelaskan studi kasus (business case) yang bijaksana bagi bank untuk UKM terutama UKM yang dimiliki perempuan. Komposisi UKM yang dimiliki perempuan hampir setengah dari keseluruhan UKM di Indonesia. Mereka ingin mengambil pinjaman untuk mengembangkan usaha mereka dan mereka biasanya memiliki tingkat gagal bayar (default rate) yang lebih rendah dibandingkan dengan pria. Riset kami juga menunjukkan bahwa pengusaha perempuan menganggap usaha mereka ”sangat menguntungkan dibandingkan dengan pria. Bank perlu berpikir dengan cara yang berbeda dan lebih daripada metode perbankan tradisional untuk menangkap peluang tersebut. Contohnya dengan memberikan alternatif agar perempuan dapat memenuhi persyaratan jaminan/agunan apabila tanah dan bangunan terdaftar atas nama laki-laki. Contoh lainnya misalnya dengan memberikan pelatihan pada staf dan mencari cara- cara pengiriman (delivery channel) yang dapat memenuhi kebutuhan perempuan yang biasanya memiliki waktu yang sedikit karena mereka biasanya harus mengurus keluarga mereka disamping menjalankan usaha mereka. Bank yang melihat peluang tersebut dan dapat menggunakan cara-cara baru untuk menyediakan layanan finansial dan non-finansial kepada UKM yang dimiliki perempuan yang belum sepenuhnya terlayani, dapat menikmati potensi peluang bisnis dengan resiko rendah yang juga membantu pengusaha UKM perempuan mencapai potensi mereka. Menyediakan modal bagi sektor ini juga akan membantu masa depan ekonomi bangsa. Signed, Vivek Pathak IFC Director – East Asia and the Pacific Kata Pengantar Rakyat Amerika berkomitmen untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan dinikmati secara luas di Asia Pasifik yang merupakan wilayah yang memiliki pertumbuhan tertinggi di dunia. Meskipun telah tercapai kemajuan yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan, masih terdapat daerah daerah dimana tingkat kemiskinan sangat akut. Sangat mengherankan bahwa kaum perempuan terus mengalami kemiskinan secara tidak proporsional dan merupakan yang termiskin di antara yang miskin, meskipun bukti-bukti global menunjukkan bahwa apabila perempuan lebih diberdayakan. masyarakat dan ekonomi akan lebih berkembang. Sebagai bagian dari usaha pemerintahan Obama untuk menyeimbangkan investasi pada ekonomi global, pemerintah Amerika bermitra dengan IFC dan sektor swasta untuk secara pro-aktif memecahkan ketidakadilan gender dan kendala-kendala yang menghambat perkembangan investasi kami. Kami sangat percaya bahwa hal ini bukan saja merupakan hal yang “benar” untuk dilakukan namun hal ini merupakan langkah yang cerdas, berkelanjutan, dan pada akhirnya menguntungkan bagi perekonomian dengan potensi dampak yang luas. Penelitian bersama IFC pada UKM yang dimiliki perempuan di Indonesia memberikan kontribusi yang signifikan untuk memahami pemberdayaan ekonomi perempuan dengan memberikan analisa yang menyeluruh yang mencakup data asli (original data). Lebih dari separuh UKM di Indonesia dimiliki oleh perempuan. Meskipun secara teori usaha yang dijalankan oleh perempuan dan laki-laki seharusnya berkontribusi sama besarnya terhadap pertumbuhan ekonomi, namun kenyataannya perempuan menghadapi lebih banyak kendala dalam memulai dan membesarkan usahanya, termasuk dalam mendapatkan pinjaman usaha. Sangat jelas dari laporan ini bahwa reformasi secara signifikan diperlukan untuk meningkatkan iklim usaha bagi perempuan dan lebih penting lagi, untuk meningkatkan akses mereka terhadap pendanaan. Saya mendorong semua pihak untuk mendukung kebijakan dan produk finansial yang mengakui kebutuhan unik pengusaha perempuan Indonesia dan peran penting mereka dalam pertumbuhan ekonomi. Studi ini menunjukkan kasus yang kuat untuk membuat iklim investasi di Asia yang lebih inklusif. Melalui kemitraan, kerja sama publik-swasta, dan berbagi pengetahuan, kita dapat memastikan bahwa UKM yang dimiliki perempuan dapat memiliki akses pendanaan yang lebih baik Agar dapat mengembangkan studi ini, kita harus melakukan usaha usaha untuk mengumpulkan dan menganalisa data data yang dapat membantu kasus komersial untuk integrasinya secara jelas faktor gender pada alokasi modal dan model penilaian resiko (risk assesment model). Saya mendorong semua mitra baik yang berada di sektor swasta, publik, maupun pembangunan untuk menggunakan temuan temuan tersebut untuk ekonomi Asia yang lebih inklusif dan kuat. Signed, JONATHAN STIVERS USAID Assistant Administrator of the Bureau for Asia Daftar Isi Daftar Gambar ................................................................................................................................... viii Daftar Tabel .......................................................................................................................................... ix Daftar Kotak ......................................................................................................................................... ix 1 Pengantar ......................................................................................................................................1 2 UKM dan Lingkungan yang Memungkinkan ...........................................................................3 2.1 Sektor UKM dan Kontribusinya pada Perekonomian..........................................................3 2.2 Kontribusi Wanita pada Perekonomian dan Sektor UKM ...................................................7 2.3 Lingkungan yang Memungkinkan untuk Menjalankan Bisnis ............................................8 2.3.1 Lingkungan Ekonomi Makro .......................................................................................... 8 2.3.2 Lingkungan Hukum ......................................................................................................... 9 2.4 Dukungan Pemerintah kepada UKM ................................................................................ 14 2.4.1 Program-program yang Menawarkan Dukungan kepada UKM.................................... 14 2.4.2 Penggunaan Layanan Dukungan Pemerintah kepada UKM ......................................... 16 3 Penawaran dan Permintaan Jasa Keuangan ...........................................................................19 3.1 Akses terhadap Pembiayaan ..............................................................................................19 3.2 Penawaran dan Permintaan Kredit Bank ...........................................................................23 3.2.1 Penawaran Kredit Bank ................................................................................................. 23 3.2.2 Permintaan Kredit Bank ................................................................................................ 26 3.3 Tabungan dan Saluran Pengiriman ....................................................................................28 3.4 Jasa Keuangan Lainnya .....................................................................................................30 4 Kasus Bisnis UKM Milik Wanita .............................................................................................32 4.1 Perbedaan Kewirausahaan antara Pria dan Wanita ............................................................32 4.1.1 Profil Kewirausahaan .................................................................................................... 32 4.1.2 Profil Bisnis ................................................................................................................... 33 4.1.3 Kesulitan Wanita dalam Memulai Bisnis ...................................................................... 34 4.1.4 Kesulitan Wanita dalam Menjalankan Bisnis ................................................................ 35 4.2 Akses, Penggunaan dan Permintaan Jasa Keuangan .........................................................37 4.3 Harapan UKM milik Wanita dibandingkan UKM milik Pria kepada Perbankan ..............40 4.4 UKM milik Wanita sebagai Segmen Pelanggan Tersendiri ..............................................42 4.5 Memanfaatkan Pengalaman Global dalam Menargetkan UKM milik Wanita ..................44 5 Rekomendasi kepada Pemerintah, BI dan Bank-Bank ..........................................................47 6 Kesimpulan .................................................................................................................................52 Lampiran 1 – Ikhtisar Kebijakan dan Peraturan UKM yang Relevan ..........................................54 Lampiran 2 – Perbedaan UKM milik Wanita per Wilayah .............................................................56 Lampiran 3 – Metodologi Survei ........................................................................................................60 Lampiran 4 – Diskusi Kelompok Fokus .............................................................................................64 Lampiran 5 – Referensi .......................................................................................................................72 Lampiran 6 – Daftar Orang-Orang yang Diwawancarai .................................................................74 Daftar Gambar Gambar 1: Jumlah, karyawan dan hasil perusahaan Indonesia tahun 2013 ............................................ 4 Gambar 2: Produktivitas rata-rata per karyawan ..................................................................................... 5 Gambar 3: Investasi rata-rata per karyawan ............................................................................................ 5 Gambar 4: Formalitas per jumlah karyawan ........................................................................................... 6 Gambar 5: Formalitas per omset tahunan ................................................................................................ 6 Gambar 6: Hambatan utama UKM per status formal .............................................................................. 6 Gambar 7: Formalitas per jenis kelamin pengusaha................................................................................ 7 Gambar 8: Omset per jenis kelamin pengusaha ...................................................................................... 7 Gambar 9: Pertumbuhan rekening nasional ............................................................................................ 8 Gambar 10: Alasan UKM tidak mendaftarkan usaha mereka ............................................................... 12 Gambar 11: Alasan tidak mendaftarkan per jenis kelamin.................................................................... 13 Gambar 12: Penggunaan layanan dukungan pemerintah ...................................................................... 16 Gambar 13: Alasan tidak berpartisipasi dalam layanan dukungan pemerintah..................................... 17 Gambar 14: Partisipasi dalam program dukungan pemerintah per jenis kelamin ................................. 18 Gambar 15: Alasan tidak berpartisipasi dalam program dukungan pemerintah per jenis kelamin ....... 18 Gambar 16: Kredit dan deposito terhadap PDB .................................................................................... 20 Gambar 17: Aset, portofolio kredit dan deposito bank umum .............................................................. 20 Gambar 18: Pangsa portofolio kredit UMKM....................................................................................... 21 Gambar 19: Pangsa sektor-sektor dalam portofolio kredit UMKM tahun 2014 ................................... 21 Gambar 20: Utang perusahaan dari bank umum dalam kaitannya dengan nilai tambah ....................... 21 Gambar 21: Rasio NPL per ukuran perusahaan .................................................................................... 22 Gambar 22: Sumber pembiayaan per ukuran perusahaan ..................................................................... 23 Gambar 23: Tujuan meminjam per ukuran perusahaan ........................................................................ 24 Gambar 24: Jumlah kredit per ukuran perusahaan ................................................................................ 24 Gambar 25: Jatuh tempo kredit per ukuran perusahaan ........................................................................ 24 Gambar 26: Jumlah kredit per status perusahaan .................................................................................. 25 Gambar 27: Agunan yang tersedia per status perusahaan ..................................................................... 26 Gambar 28: Pangsa UKM yang minta dan menggunakan kredit bank ................................................ 27 Gambar 29: Permintaan jumlah kredit per omset .................................................................................. 27 Gambar 30: Tujuan permohonan kredit per omset perusahaan ............................................................. 28 Gambar 31: Penggunaan saluran pengiriman ........................................................................................ 29 Gambar 32: Usia pengusaha per jenis kelamin ..................................................................................... 32 Gambar 33: Pendidikan pengusaha per jenis kelamin ........................................................................... 32 Gambar 34: Pekerjaan dari pasangan .................................................................................................... 33 Gambar 35: Motivasi menjadi pengusaha ............................................................................................. 33 Gambar 36: Sektor kegiatan usaha per jenis kelamin ........................................................................... 33 Gambar 37: Prospek bisnis per jenis kelamin ....................................................................................... 34 Gambar 38: Penggunaan saluran penjualan elektronik ......................................................................... 34 Gambar 39: Tantangan utama dalam memulai bisnis per jenis kelamin ............................................... 34 Gambar 40: Sumber pembiayaan selama periode memulai bisnis per jenis kelamin............................ 35 Gambar 41: Kendala utama dalam menjalankan bisnis per jenis kelamin ............................................ 35 Gambar 42: Sumber informasi perencanaan keuangan ......................................................................... 36 Gambar 43: Sumber pembiayaan per jenis kelamin .............................................................................. 37 Gambar 44: Alasan utama tidak meminjam dari bank .......................................................................... 37 Gambar 45: Agunan yang tersedia per jenis kelamin ............................................................................ 38 Gambar 46: Jumlah kredit per jenis kelamin ......................................................................................... 39 Gambar 47: Kepemilikan tempat bisnis ................................................................................................ 39 Gambar 48: Faktor-faktor negatif utama di perbankan per jenis kelamin ............................................. 41 Gambar 49: Faktor-faktor penting berhubungan baik dengan bank per jenis kelamin ......................... 41 Gambar 50: Omset UKM milik wanita per wilayah ............................................................................. 56 Gambar 51: Prospek bisnis UKM milik wanita per wilayah ................................................................. 56 Gambar 52: Hambatan saat ini terhadap UKM milik wanita per wilayah ............................................ 56 Gambar 53: Penggunaan layanan bank oleh UKM milik wanita per wilayah ...................................... 57 Gambar 54: Sumber pembiayaan UKM milik wanita per wilayah ....................................................... 57 Gambar 55: Penggunaan dan minat pada produk perbankan ................................................................ 58 Gambar 56: Penggunaan saluran pengiriman UKM milik wanita per wilayah ..................................... 58 Gambar 57: Permohonan kredit bank dari UKM milik wanita per wilayah.......................................... 59 Gambar 58: Permohonan jumlah kredit rata-rata dari UKM milik wanita per wilayah ........................ 59 Daftar Tabel Tabel 1: Definisi UMKM di Indonesia ................................................................................................... 3 Tabel 2: CAGR 2009-2013 indikator-indikator sektor UKM ................................................................. 4 Tabel 3: Indikator-indikator ekonomi makro yang terpilih (1) ............................................................... 8 Tabel 4: Indikator-indikator ekonomi makro yang terpilih (2) ............................................................... 9 Tabel 5: Indikator-indikator Menjalankan Bisnis dengan tiga kendala utama ...................................... 11 Tabel 6: Total piutang perusahaan leasing, Kuartal 2 2015 .................................................................. 31 Tabel 7: Total aset perusahaan asuransi, Kuartal 3 2015 ...................................................................... 31 Tabel 8: Produk-produk keuangan yang paling dibutuhkan pengusaha wanita .................................... 50 Tabel 9: Ikhtisar peraturan dan kebijakan yang mempengaruhi UKM ................................................. 54 Tabel 10: Definisi UKM untuk sampel ................................................................................................. 60 Tabel 11: Batas yang ditetapkan pada sektor-sektor untuk pengambilan sampel ................................. 61 Tabel 12: Ringkasan jumlah wawancara yang dilakukan per kota dan kuota ....................................... 63 Tabel 13: Tingkat respon dari sampel ................................................................................................... 63 Tabel 14: Komposisi diskusi kelompok fokus ...................................................................................... 70 Tabel 15: Daftar orang-orang yang diwawancarai ................................................................................ 74 Daftar Kotak Kotak 1: Diskriminasi terhadap wanita berdasarkan undang-undang atau budaya ............................... 10 Kotak 2: Jasa Keuangan Mobile ............................................................................................................ 29 Kotak 3: BLC Bank di Lebanon ............................................................................................................ 45 Kotak 4: Garanti Bank di Turki ............................................................................................................. 46 1 Pengantar Indonesia, sebagai anggota G20 sejak tahun 2008, telah menjadi salah satu perekonomian terbesar di seluruh dunia dan para ahli melihat potensi pertumbuhannya yang besar dalam beberapa dekade mendatang. Dalam rangka mewujudkan potensi ini, pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai kunci untuk meningkatkan pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Memang, UMKM menyumbang 99% dari seluruh bisnis yang ada, mempekerjakan 89% angkatan kerja sektor swasta, dan berkontribusi 57% pada PDB. Jumlah UMKM dan juga lapangan kerja UMKM yang semakin luas dalam beberapa tahun terakhir merupakan pendorong utama bagi penurunan kemiskinan dan peningkatan pendapatan. Pemerintah mendukung UMKM dengan berbagai cara yang berbeda. Khususnya, proliferasi keuangan mikro melalui bank-bank swasta dan terutama bank pemerintah diperkirakan menjadi alasan utama bagi dinamika sektor UMKM. Namun, strategi perekonomian beberapa tahun terakhir ini mungkin segera mengalami keterbatasan yang melekat. Itu disebabkan karena dorongan dalam sektor ini adalah ditujukan pada usaha mikro. Usaha mikro tetap dan masih sangat penting bagi penciptaan lapangan kerja, khususnya di daerah perdesaan, namun meskipun jumlahnya terus meningkat, pertumbuhan dalam produktivitas dan kontribusinya pada PDB sepertinya akan agak terbatas. Jenis dukungan yang ada kepada pemberian kredit mikro umumnya kurang cocok untuk melayani UKM yang lebih besar dan lebih dinamis. Tugas utama Indonesia adalah melakukan penyesuaian terhadap model perekonomiannya agar tetap mampu melayani UKM dengan lebih baik untuk menghindari pertumbuhan ekonomi yang rendah dan PDB per kapita yang stagnan di masa depan, dengan kata lain, perangkap pendapatan menengah. Jelas, usaha kecil dan menengah (UKM) lebih produktif dan memiliki potensi pertumbuhan yang lebih luas. Sejak tahun 2009 saja, jika dilihat dari jumlah, profil lapangan kerja, kontribusi pada PDB, dan investasi maka pertumbuhan UKM lebih pesat dibandingkan dengan usaha mikro ataupun korporasi. Namun, jumlahnya masih sedikit dan perkembangannya juga terbatas. Juga, sejauh ini sebagian besar bank-bank belum mengembangkan strategi khusus dalam menargetkan UKM melainkan memperluas strategi usaha mikro dari bawah atau strategi korporasi dari atas tanpa penyesuaian strategi pemberian bantuan bagi usaha yang berada di tengah. Ini juga termasuk ketergantungan bank yang dominan pada agunan untuk mengakses kredit seperti rumah pribadi, atau tempat usaha dengan nilai 65% dari pinjaman yang diberikan untuk UKM. Lingkungan yang mendukung serta akses keuangan harus ditingkatkan dalam rangka meningkatkan jumlah UKM dan menyadari potensi pertumbuhannya. Sementara peran pemerintah adalah untuk memberikan kepada UKM sebuah lingkungan yang memungkinkannya tumbuh, bank-bank juga harus memberikan dukungan dengan pendanaan. Ini bisa menjadi peluang luar biasa bagi bank, mengingat besarnya jumlah UKM dan kebutuhan mereka akan tingkat pendanaan yang diperlukan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi . UKM yang dimiliki wanita mencakup lebih dari setengah dari seluruh usaha kecil dan sekitar sepertiga dari seluruh usaha menengah, sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang kira-kira sama besarnya dengan yang dikontribusikan UKM yang dimiliki pria. Meskipun kelemahan metrik bisnis sering dikaitkan dengan UKM milik wanita, kinerjanya tidak lebih rendah daripada UKM milik pria. Pandangan kedepan dalam berbisnis sama dengan usaha milik pria dan lebih banyak UKM wanita daripada UKM pria mengatakan bahwa mereka amat menguntungkan. Dibandingkan dengan UKM milik pria, wanita menghadapi kendala tanggung jawab ganda, dari bisnis, di satu sisi, serta keluarga dan rumah tangga, di sisi yang lain. Kurangnya kepemilikan properti, kurangnya pengalaman bisnis sebelumnya, keterbatasan mobilitas dan ketergantungan yang lebih besar pada suami dan keluarga adalah beberapa faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan dari UKM milik wanita. 1 Juga, diketahui bahwa kendala-kendala yang terkait dengan peraturan, akses dan memanfaatkan pembiayaan lebih parah bagi wanita daripada bagi pria. Namun, dalam mengatasi kekurangan ini dibutuhkan pendekatan khusus yang tidak bisa sama terhadap UKM milik wanita dan UKM milik pria. Pemerintah dapat melakukannya dengan menciptakan kebijakan dan lingkungan peraturan yang memungkinkan wanita untuk mengakses jasa keuangan dan mendorong bank agar lebih meningkatkan layanan terfokus kepada usaha yang dimiliki wanita. Bank harus peka terhadap nilai-nilai UKM milik wanita baik sebagai pasar dan pembeda strategis maupun sebagai cara untuk menjangkau segmen pasar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan ini. Bilamana dilihat melalui lensa peluang tersebut, keterbatasan aktual atau dirasakan sebagaimana dijelaskan di atas, dapat diatasi dengan program-program dukungan bank yang dirancang dengan tepat. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemerintah, bank swasta dan bank pemerintah, dan masyarakat internasional tentang kendala-kendala yang sedang dihadapi UKM dan UKM yang dimiliki wanita. Selain itu tujuannya adalah untuk memberi kasus usaha bagi bank untuk membantu mereka mewujudkan potensinya bagi pembangunan ekonomi dan profitabilitas bank dengan layanan kepada sektor tersebut. Semua informasi yang disampaikan di sini terkumpul dengan memanfaatkan data sekunder dan literatur yang ada, wawancara dengan para pakar di Indonesia, serta survei kuantitatif dan kualitatif yang diselenggarakan oleh Frankfurt School of Finance & Management dan Taylor Nelson Sofres Indonesia. Pada bulan Agustus dan September 2015, 600 UKM - dimana 360 dimiliki oleh wanita1 dan 240 oleh pria – telah diwawancarai di 12 kota di seluruh Indonesia (lihat Lampiran 2 untuk metodologi). Selanjutnya, sembilan diskusi kelompok fokus (FGD) dengan 72 orang peserta telah diselenggarakan di Jakarta, Padang dan Denpasar untuk melihat lebih dekat dan mengelaborasi lebih dalam segmen-segmen yang spesifik (lihat Lampiran 3 untuk ringkasan temuan FGD). Bab berikutnya memberikan gambaran tentang sektor UKM dan merangkum temuan kunci dari lingkungan yang memungkinkan. Bab 3 membahas akses terhadap pembiayaan, serta penawaran dan permintaan kredit bank kepada dan dari UKM dan UKM milik wanita, sementara Bab 4 berfokus pada tantangan-tantangan khusus, pola akses, penggunaan dan permintaan jasa keuangan oleh UKM milik wanita. Bab 5 memberikan rekomendasi kepada pemerintah, Bank Indonesia dan bank-bank pada umumnya dan Bab 6 menarik kesimpulan. 1 Sebuah usaha yang dimiliki wanita adalah salah satu di mana: ≥ 51% dimiliki oleh wanita; atau ≥ 20% dimiliki oleh seorang wanita, dan memiliki ≥ 1 wanita sebagai CEO/COO, dan ≥ 30% dari dewan direksi terdiri dari wanita, bilamana ada dewan direksi. 2 2 UKM dan Lingkungan yang Memungkinkan Mirip dengan banyak negara berkembang yang menderita karena apa yang disebut sebagai fenomena ‘menengah yang hilang', dikarenakan institusi jasa keuangan memfokuskan pada kebutuhan usaha yang paling besar dan yang paling kecil. Karenanya UKM di Indonesia juga kurang terwakili dan lemah di bidang produktivitas. Namun demikian, UKM berkembang dengan laju yang lebih pesat daripada usaha mikro atau sektor korporasi. Para peneliti dan praktisi sepakat bahwa UKM akan menjadi kontributor yang sangat penting untuk pertumbuhan perekonomian negara. Namun, sejumlah hambatan masih membatasi potensinya. Informalitas yang disebabkan oleh prosedur birokrasi yang rumit dan kurangnya insentif untuk melakukan pendaftaran, telah menghambat usaha kecil untuk terus tumbuh. Dukungan pemerintah lebih berfokus pada usaha mikro, sedangkan kesadaran UKM terhadap program-program dukungan pemerintah masih terbilang rendah. 2.1 Sektor UKM dan Kontribusinya pada Perekonomian Pengembangan sektor UMKM Indonesia menjadi prioritas utama pemerintah dalam upaya menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.2 Namun, dalam segmen UMKM fokusnya lebih pada usaha mikro daripada pada UKM. Usaha mikro mencakup 99% dari seluruh usaha yang ada dan mempekerjakan 89% angkatan kerja sektor swasta (Tabel 1). Oleh karena itu usaha mikro memiliki peran sangat penting dalam menciptakan lapangan kerja. Namun demikian, kontribusinya pada pertumbuhan perekonomian masih agak terbatas.3 Tabel 1: Definisi UMKM di Indonesia4 Aset (tidak termasuk Penjualan tahunan Jumlah Lapangan tanah dan bangunan) (2013) kerja (2013) Mikro < 50 juta Rp < 300 juta Rp 57.189.393 104.624.466 Kecil 50 – 500 juta Rp 300 juta – 2,5 miliar Rp 654.222 5.570.231 Menengah 500 juta – 10 miliar Rp 2,5 miliar – 50 miliar Rp 52.106 3.949.385 Korporasi > 10 milyar Rp > 50 miliar Rp 5.006 3.537.162 Sumber: UU UKM 20/2008, Kementerian Koperasi dan UKM Untuk Indonesia agar bisa lolos dari perangkap pendapatan menengah, yaitu, tidak terbentur penghalang pembangunan ekonomi setelah periode konvergensi ke pendapatan lebih tinggi, maka 'menengah yang hilang' harus dijembatani, yaitu dengan meningkatkan jumlah UKM dan produktivitasnya. UKM telah diakui secara luas sebagai kontributor utama dalam meningkatkan pendapatan suatu negara, dan dapat - sama-sama dalam kasus Indonesia, - menjadi faktor penting untuk menyesuaikan model perekonomiannya dari berbasis tenaga kerja menjadi lebih berbasis modal. Sejauh ini, usaha mikro yang berbasis buruh murah mendominasi gambaran perekonomian Indonesia dengan jauh lebih banyak usaha mikro daripada UKM. Selanjutnya, kontribusi UKM pada PDB tetap agak rendah dibandingkan dengan korporasi.5 Sementara 5.000 korporasi memberikan kontribusi 38% pada PDB, kontribusi 700.000 UKM hanya setara dengan 22% (Gambar 1). Untuk mengatasi perangkap pendapatan menengah ini, usaha mikro harus tumbuh menjadi segmen ukuran kecil dan menengah dan UKM harus 2 Lihat misalnya Strategi Pertumbuhan Komprehensif Indonesia yang disiapkan pada Rapat G20 di Australia tahun 2014. 3 Pertumbuhan segmen ini terutama berasal dari peningkatan angka dan bukan peningkatan produktivitas karyawan. 4 UKM dalam penelitian ini didefinisikan dengan menggunakan definisi IFC (kecil: 5-19 karyawan, menengah: 20-99 karyawan). Definisi UKM secara nasional meliputi penjualan tahunan dan aset (Lihat Tabel 1). Mengelompokkan perusahaan yang disurvei berdasarkanpenjualan tahunan dan menerapkan definisi nasional maka survei meliputi usaha mikro yang lebih atas, usaha kecil, dan usaha menengah yang lebih bawah. 5 Beberapa peneliti, misalnya Hsieh dan Olken (2014), berpendapat bahwa tidak ada 'menengah yang hilang' di Indonesia karena tidak hanya UKM tetapi juga korporasi kurang banyak dalam jumlah. 3 meningkatkan produktivitasnya agar mampu membayar upah lebih tinggi dan membentuk kelas pendapatan menengah yang luas. Gambar 1: Jumlah, karyawan dan hasil perusahaan Indonesia tahun 2013 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM Dalam beberapa tahun terakhir ada beberapa kemajuan dalam meniadakan 'menengah yang hilang'. Jumlah UKM tumbuh lebih dinamis daripada usaha mikro dan korporasi. Demikian pula, jumlah karyawan dan kontribusinya pada PDB telah meningkat dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada usaha mikro dan dalam kebanyakan kasus lebih pesat daripada korporasi (Tabel 2). Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 rata-rata jumlah karyawan usaha mikro tetap konstan (1.8). Secara rata-rata jumlah karyawan usaha kecil tumbuh dari 6,4 menjadi 8,5 dan usaha menengah dari 65,6 menjadi 75,8. Kapasitas investasi UKM juga lebih tinggi daripada kapasitas investasi usaha mikro atau korporasi. Secara rata-rata, usaha kecil menginvestasikan 71% dan usaha menengah menginvestasikan 69% hasil mereka ke dalam perusahaan, sementara rasionya adalah 27% untuk korporasi dan hanya 6% untuk usaha mikro.6 Tabel 2: CAGR 2009-2013 indikator-indikator sektor UKM Jumlah perusahaan Jumlah karyawan PDB (harga Investasi (harga konstan) konstan) Mikro 2,3% 3,8% 4,3% 3,2% Kecil 4,6% 12,2% 11,2% 6,8% Menengah 6,0% 9,8% 6,0% 16,7% Korporasi 1,7% 7,1% 6,6% 3,8% Catatan: CAGR = Compound annual growth rate. Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, Frankfurt School of Finance & Management Pada saat yang sama, produktivitas UKM agak kurang apabila dibandingkan dengan korporasi. Secara rata-rata, seorang karyawan korporasi 5,2 kali lebih produktif daripada seorang karyawan perusahaan kecil dan 3,3 kali lebih produktif daripada seorang karyawan perusahaan menengah. Selanjutnya, produktivitas per karyawan tahun 2009-2013 telah menurun secara keseluruhan (Gambar 2). Sementara pada tahun 2013 seorang karyawan korporasi kurang produktif 1,6% dibandingkan pada tahun 2009, perusahaan kecil kehilangan 3,5% dan perusahaan menengah kehilangan 13,3% produktivitas per karyawan. Alasannya adalah peningkatan lebih tinggi dari penambahan angkatan kerja daripada penambahan modal, yang berarti bahwa meskipun investasi meningkat di tingkat sektor tersebut, investasi menurun bilamana diukur terhadap jumlah karyawan. Dengan demikian, sebagaimana Gambar 3 menunjukkan, total produksi menjadi lebih padat karya dalam beberapa tahun terakhir.7 Meskipun positif bagi penciptaan lapangan kerja, ini tidak mengurangi perangkap pendapatan menengah, yang membutuhkan produktivitas lebih tinggi per karyawan dalam rangka meningkatkan pendapatan rata-rata. 6 Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tentang total investasi dan produk domestik bruto UKM. 7 Investasiper karyawan perusahaan kecil (-4,7% per tahun CAGR) dan korporasi (-3,0% per tahun CAGR) jatuh sedangkan investasi per karyawan perusahaan menengah meningkat 6,2% pa antara tahun 2009 dan 2013. Namun, lebih banyak perusahaan menengah yang memperbesar jumlah tenaga kerja. 4 Gambar 2: Produktivitas rata-rata per karyawan Gambar 3: Investasi rata-rata per karyawan Catatan: Produktivitas diukur sebagai PDB dalam jutaan rupiah dengan harga konstan 2000 per karyawan. Sumber: Catatan: Investasi per karyawan dalam jutaan rupiah dengan Kementerian Koperasi dan UKM, Frankfurt School of harga konstan 2000. Sumber: Kementerian Koperasi dan Finance & Management UKM, Frankfurt School of Finance & Management Salah satu alasan ‘menengah yang hilang’ adalah bahwa UKM Indonesia beroperasi dalam perekonomian yang dibayang-bayangi kendala peraturan dan birokrasi yang parah. Survei kami8 memperkirakan ada 52,5% usaha informal9 diantara UKM perkotaan.10 Di antara perusahaan kecil, yang diukur per jumlah karyawan (Gambar 4), maka pangsa usaha informal adalah lebih tinggi (60%). Namun perusahaan menengah juga sering informal (23%). Menyandingkan status formal dengan omset perusahaan yang disurvei maka dapat dilihat bahwa perusahaan dengan omset tahunan Rp 1 miliar cenderung akan melakukan formalisasi (Gambar 5). Angka ini juga bisa ditafsirkan sebaliknya, yang berarti bahwa formalisasi akan memungkinkan pertumbuhan omset di atas Rp 1 miliar. Faktanya, banyak perusahaan menengah akan memformalkan diri sampai batas tertentu - dengan hanya menerapkan status kepemilikan tunggal (UD), status hukum atau izin usaha. Pangsa formalisasi hanya melebihi 70% untuk perusahaan dengan omset tahunan yang melampaui Rp 2,5 miliar. Karena risiko hukum yang akan berakibat denda, hukuman atau penutupan usaha, banyak pengusaha enggan menampilkan keberadaannya sehingga tidak bersedia melakukan investasi yang lebih besar.11 8 Survei kami mengklasifikasikan UKM per jumlah karyawan, menerapkan definisi BPS (kecil: 5 - 19 karyawan, menengah: 20-99 karyawan). 480 usaha kecil dan 120 usaha menengah telah disurvei. Membandingkan data survei dengan definisi resmi UKM, 29,5% perusahaan yang disurvei masuk dalam kategori mikro, 60% kecil dan 6,5% menengah. Perusahaan mikro memiliki antara 5 dan 21 karyawan (rata-rata: 6,8), yang sebagian besar (83%) cukup atau sangat menguntungkan, dan banyak (38%) memperkirakan adanya pertumbuhan dalam dua tahun ke depan. Lihat Lampiran 1 untuk penjelasan tentang metodologi. 9 Usaha informal adalah perusahaan yang belum mendaftarkan usahanya dan tidak memiliki izin usaha. Usaha semi formal didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki lisensi atau telah terdaftar. Usaha semi formal selanjutnya adalah perusahaan yang telah terdaftar sebagai perusahaan kepemilikan tunggal (UP, PD) yang sesuai bagi usaha mikro tetapi bukan status hukum yang direkomendasikan kepada UKM. UKM dianjurkan mendaftar sebagai PT yang juga diperlukan oleh bank untuk pengajuan kredit yang lebih besar. Berdasarkan desain kuesioner beberapa UKM dengan status UP atau PD mengaku sebagai informal. Oleh karena itu sebagian UKM yang diklasifikasikan sebagai informal sebenarnya adalah semi-formal. 10 Hal ini konsisten dengan perkiraan lainnya. Misalnya ILO (2012) memperkirakan bahwa 60% lapangan kerja bukan pertanian adalah di sektor informal. 11 Berdasarkan temuan diskusi kelompok fokus (FGD). 5 Gambar 4: Formalitas per jumlah karyawan Gambar 5: Formalitas per omset tahunan Catatan: Kecil = 5-19 karyawan. Menengah = 20-99 Catatan: Informal = Tidak memiliki status hukum dan karyawan: Informal = Tidak memiliki status hukum dan lisensi. Semi formal = Memiliki status hukum atau lisensi. lisensi. Semi formal = Memiliki status hukum atau lisensi. Formal = CV atau PT atau UD dengan lisensi. 100% tidak Formal = CV atau PT atau UD dengan lisensi. ada: Tanpa jawaban. Informalitas bisa juga menjadi penghalang kerjasama antara perusahaan besar dengan UKM, dengan mengeluarkannya dari partisipasi aktif rantai nilai sebagai produsen, pemasok, dan penyedia jasa. Selain itu, UKM informal terhambat untuk mendapatkan order dari pemerintah. Penghalang besar adalah informalitas, bank juga dapat membatasi akses terhadap kredit bank. Pembatasan akses terhadap fasilitas finansial dinyatakan oleh banyak studi sebagai kendala utama pengembangan UKM.12Juga, dalam survei ini juga disebutkan bahwa 15% UKM mengatakan bahwa kurangnya pembiayaan sebagai salah satu dari tiga tantangan utama dalam bisnis (Gambar 6). UKM Informal (19%) jelas lebih terpengaruh tetapi UKM semi formal (10%) dan UKM formal (11%) juga menghadapi kendala ini. Perusahaan dengan omset lebih rendah mengalami kendala lebih besar dalam kaitannya dengan akses terhadap pembiayaan. Pada saat menerapkan definisi nasional UKM berdasarkan penjualan tahunan seperti tercantum di Tabel 1, 20% usaha mikro, 15% usaha kecil, dan 5% usaha menengah menyebutkan pembatasan akses terhadap pembiayaan sebagai salah satu dari tiga hambatan utama dalam menjalankan bisnis . Hambatan lebih berat daripada akses terhadap pembiayaan bagi UKM adalah persaingan (66%), biaya material atau tenaga kerja yang tinggi (37%), sewa tempat/kurangnya tempat bisnis (22%) dan disamping kurangnya staf ahli/terampil atau kesulitan dalam mempertahankan staf ahli/terampil (23%). Produktivitas rendah juga berakibat pada biaya tinggi dan lemahnya daya saing, sedangkan kurangnya tempat usaha dan kurangnya staf yang berkualitas juga merupakan faktor yang mempengaruhi produktivitas. Gambar 6: Hambatan utama UKM per status formal 12 Dalam survei IMK 2013 dari BPS, 28% melaporkan akses terhadap pembiayaan sebagai kendala utama. Dalam survei tentang perusahaan (yang meliputi perusahaan menengah selain perusahaan mikro dan kecil), ini adalah 14%. Dalam Laporan Daya Saing Forum Ekonomi Dunia 2014, 11% UKM menyebutkan akses terhadap pembiayaan sebagai faktor kendala yang paling parah. 6 2.2 Kontribusi Wanita pada Perekonomian dan Sektor UKM Data statistik berdasarkan pemilahan jenis kelamin tidak diterapkan di Indonesia yang mengarah pada kurangnya bukti nyata tentang proporsi pengusaha wanita dalam UKM dan kontribusi mereka pada perekonomian. Namun, ektrapolasi dapat digunakan untuk menetapkan proporsi pengusaha wanita. Menurut Laporan IFC tahun 2011 “Strengthening Access to Finance for Women-Owned SMEs in Developing Countries (Meningkatkan Akses Finansial bagi UKM milik Wanita di Negara Negara Berkembang)13” menunjukkan bahwa rasio formal lapangan kerja wanita berkorelasi dengan proporsi UKM milik wanita diantara jumlah UKM. Pada tahun 2009, Survei tentang Perusahaan oleh Bank Dunia menemukan bahwa 42,8% UKM formal dimiliki oleh wanita. Pada saat yang sama, lapangan kerja formal wanita adalah 46,7%.14 Dengan rasio lapangan kerja formal 47,0% pada tahun 2013, karena itu diperkirakan bahwa 43% UKM formal di Indonesia adalah milik wanita. Sebagaimana halnya di banyak negara lain, wanita Indonesia cenderung memiliki usaha kecil. Dalam menerapkan definisi nasional UKM, survei kami15 menjumpai bahwa 52,9% usaha mikro, 50,6% usaha kecil dan 34,0% usaha menengah di daerah perkotaan dimiliki oleh wanita (Gambar 8).16 Dengan asumsi bahwa proporsi ini tidak berubah selama periode 2013-2015, usaha kecil milik wanita berkontribusi sebesar Rp 443 triliun (USD 36,5 miliar) dan usaha menengah milik wanita sebesar Rp 421 triliun (USD 34,6 miliar) pada PDB Indonesia tahun 2013, atau 9,1% secara keseluruhan.17 Gambar 7: Formalitas per jenis kelamin pengusaha Gambar 8: Omset per jenis kelamin pengusaha Catatan: Jumlahnya tidak mencapai 100% karena pembulatan. 13 Lihat IFC (2011), Gambar 1.6, halaman 19. 14 Data BPS tahun 2009. 15 Survei menerapkan kuota tentang ukuran perusahaan dan jenis kelamin pengusaha, tetapi tanpa kuota silang. Pengumpulan data dilakukan secara terus menerus sehingga misalnya tidak perlu mencari sebuah perusahaan ukuran menengah milik wanita yang akan membuat perkiraan ini mengandung prasangka. Namun prasangka karena kuota tidak dapat dikesampingkan. 16 Survei Perusahaan Bank Dunia (2009) memperkirakan bahwa wanita memiliki 44,1% usaha kecil, 35,0% usaha menengah dan 27,7% usaha besar. Definisi WBES dan yang diterapkan di sini berbeda dalam hal bahwa perusahaan yang dimiliki wanita menurut WBES adalah perusahaan yang memiliki setidaknya seorang wanita sebagai pemegang saham, sementara kita memerlukan kepemilikan saham minimal 20%. Untuk kasus Indonesia definisinya serupa karena sebagian besar perusahaan, khususnya yang kecil, memiliki satu orang pemegang saham saja. 17 IFC (2011) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam produktivitas antara UKM milik wanita dengan UKM milik pria pada saat menjalankan perusahaan dan kegiatannya. Wanita (23%) kurang sering terlibat dalam manufaktur daripada pria (33%), yang biasanya merupakan sektor yang lebih produktif. Namun, angka produktivitas per sektor tidak tersedia. Kontribusi usaha menengah yang dimiliki wanita karena itu bisa lebih rendah. Di sisi lain, pangsa UKM milik wanita diantara perusahaan kecil mungkin lebih tinggi bilamana juga mencakup UKM perdesaan. 7 2.3 Lingkungan yang Memungkinkan untuk Menjalankan Bisnis 2.3.1 Lingkungan Ekonomi Makro Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam beberapa tahun terakhir yang membuatnya menjadi perekonomian terbesar peringkat 16 di dunia. Namun, tingkat pertumbuhannya mulai menurun sejak tahun 2011 (Tabel 3). Untuk tahun 2015, tingkat pertumbuhan PDB diprediksi sekitar 5%. Ini umumnya dianggap terlalu rendah untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi pertumbuhan penduduk dan untuk menghindari perangkap pendapatan menengah.18 Tabel 3: Indikator-indikator ekonomi makro yang terpilih (1) 2010 2011 2012 2013 2014 Perubahan PDB riil dari tahun ke tahun* 6,2% 6,5% 6,3% 5,7% 5,1% PDB, saat ini (triliunan Rp)* 6.864 7.832 8.616 9.525 10.553 PDB, saat ini (miliaran USD)* 755 893 919 912 889 PDB per kapita, saat ini (USD)* 3.178 3.703 3.759 3.680 3.533 PDB per kapita, KPS (USD)** 8.433 9.009 9.587 10.129 10.641 Angka kemiskinan, garis kemiskinan 13,3% 12,5% 12,0% 11,4% 11,3% nasional** Inflasi, rata-rata harga konsumen* 5,1% 5,3% 4,0% 6,4% 6,4% Utang umum pemerintah bruto (% dari PDB)* 24,5% 23,1% 23,0% 24,9% 25,0% Pinjaman umum pemerintah bersih (% dari -1,2% -0,6% -1,6% -2,0% -2,2% PDB)* Sumber: *=IMF, **=Bank Dunia Penurunan tingkat pertumbuhan dibahas secara luas dalam penelitian terbaru, namun sebagian besar dijelaskan oleh dua faktor.19 Pertama, penurunan harga pasar dunia sekitar 30% terhadap komoditas ekspor utama Indonesia pada tahun 2012 telah menempatkan neraca perdagangan Indonesia dalam keadaan negatif (Tabel 4). Kedua, bersama dengan penurunan produktivitas rata-rata per karyawan, pertumbuhan pembentukan modal tetap menurun dari 10% pada tahun 2012 menjadi 4% pada tahun 2014 (Gambar 9). Sejak belanja pemerintah tetap rendah, pertumbuhan PDB akhir-akhir ini terutama didasarkan pada pertumbuhan konsumsi pribadi yang stabil, yang memberikan kontribusi 57% pada PDB tahun 2014.20 Gambar 9: Pertumbuhan rekening nasional Sumber: IMF (2014). 18 Bank Dunia (2014) memperkirakan bahwa pertumbuhan rata-rata 6-7% sampai tahun 2020 akan diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja yang cukup bagi penduduk pekerja yang jumlahnya terus meningkat. Untuk menghindari perangkap pendapatan menengah maka diperlukan tingkat pertumbuhan rata-rata 9% per tahun hingga tahun 2030. Zhou (2011) memperkirakan bahwa potensi pertumbuhan Indonesia adalah 8% per tahun. 19 Lihat IMF (2015) atau Bank Dunia (2015a, 2015b). 20 IMF (2015). 8 UKM sebagian besar melayani kebutuhan pasar lokal dan menarik manfaat dari kondisi ekonomi makro yang stabil, peningkatan pendapatan domestik, dan konsumsi.21 Di sisi lain korporasi lebih terpengaruh oleh penurunan harga komoditas. Korporasi juga tampak lebih rentan daripada UKM karena penurunan perekonomian Tiongkok, yang merupakan pembeli asing terbesar barang dan jasa Indonesia. Adalah wajar untuk mengasumsikan bahwa UKM akan tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja pada tahun- tahun mendatang. Namun, UKM tidak terlepas dari tantangan-tantangan yang harus dihadapi. Kejutan eksternal dapat menurunkan pertumbuhan konsumsi pribadi yang berpengaruh pada pertumbuhan pendapatan atau menyebabkan ekspektasi negatif. Juga, Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC/MEA), yang akan sepenuhnya terbentuk pada tahun 2016, mungkin secara negatif mempengaruhi UKM Indonesia yang saat ini kurang kompetitif dan lebih terlindungi daripada UKM lain di wilayah ini.22 Oleh karena itu penting bagi UKM untuk meningkatkan investasi dan produktivitas untuk mendapatkan daya saing dan keuntungan dari perdagangan bebas. Di sisi positif, UKM akan mendapatkan keuntungan dari inflasi yang stabil,23 meningkatnya pendapatan, pertumbuhan impor yang lebih rendah, dan peningkatan investasi pemerintah dalam infrastruktur. Tabel 4: Indikator-indikator ekonomi makro yang terpilih (2) 2010 2011 2012 2013 2014 Arus masuk FDI bersih (% dari PDB) 1,6% 1,4% 1,6% 1,6% 1,9% Saldo rekening giro (% dari PDB) 0,7% 0,2% -2,7% -3,2% -3,0% Investasi bruto 32,9% 33,0% 35,1% 34,0% 33,8% Tabungan nasional bruto 33,6% 33,2% 32,3% 30,7% 30,9% Volume impor (% perubahan) 17,8% 15,4% 15,5% 0,3% -1,0% Volume ekspor (% perubahan) 2,7% 5,8% 2,9% 2,7% 2,0% Nilai tukar Rp/USD, akhir periode 8.979 9.075 9.638 12.171 12.435 Sumber: IMF 2.3.2 Lingkungan Hukum Sejak tahun 2004, pemerintah Indonesia secara strategis mempromosikan UMKM sebagai mesin pertumbuhan yang berkelanjutan dan pro-orang miskin. Dalam konsultasi dengan semua kementerian dan instansi terkait, pemerintah meluncurkan reformasi kebijakan ekonomi yang komprehensif yang disebut Paket Kebijakan Ekonomi Baru 2007 dan 2008. Paket-paket ini meliputi kebijakan untuk memperbaiki lingkungan investasi, sektor keuangan dan infrastruktur, dan memperkuat sektor UMKM. Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan UU No.20/2008 (UU UKM) yang memberikan definisi nasional tunggal yang akan diterapkan oleh seluruh otoritas pemerintah dan Bank Indonesia (Tabel 1). Inisiatif lainnya yang berdampak terhadap UKM termasuk UU LKM (UU No.1/2013) dan Strategi Nasional bagi Inklusi Keuangan untuk Indonesia yang diumumkan pada tahun 2012. Yang terakhir bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pembiayaan bagi UMKM serta meningkatkan koordinasi diantara berbagai instansi pemerintah. Sehubungan dengan akses terhadap pembiayaan dan persyaratan yang terkait dengan bisnis, tidak ditemukan diskriminasi antara UKM milik pria dengan UKM milik wanita, karena 21 Mourougane (2012) memperkirakan bahwa hanya 1,6% usaha kecil dan 14,2% usaha menengah yang terlibat dalam mengekspor secara langsung atau tidak langsung, dibandingkan dengan 55,3% usaha besar. Berdasarkan survei kami ini mencapai 3,3% secara keseluruhan. 22 Lihat misalnya Sato (2013). 23 Inflasi meningkat pada tahun 2013 karena konsumsi yang lebih tinggi sebelum pemilu dan pada tahun 2014 karena reformasi program subsidi BBM pemerintah. Sementara ada tekanan inflasi karena meningkatnya harga pangan, khususnya beras, diprediksi bahwa inflasi akan turun kembali dalam target inflasi BI sebesar 4% ± 1%. 9 sebagian besar undang-undang tidak membedakan jenis kelamin. Namun ada norma norma sosial yang diskriminatif terkait dengan kedudukan sosial wanita dalam masyarakat dimana keluarga lebih membatasi wanita dibandingkan pria (lihat Kotak 1). Semua ini, sebagaimana ditunjukkan oleh temuan-temuan yang diuraikan dibawah, secara tidak langsung berdampak terhadap pola akses oleh wanita, penggunaan dan permintaan akan layanan keuangan. Kotak 1: Diskriminasi terhadap wanita berdasarkan undang-undang atau budaya Transisi menuju demokrasi, yang dimulai pada tahun 1998 termasuk masa reformasi politik, sosial dan ekonomi yang secara keseluruhan berdampak positif terhadap wanita dan membuat kemajuan menuju kesetaraan gender. Reformasi ini meliputi ratifikasi perjanjian internasional dan pembentukan kebijakan dan program kelembagaan yang menangani kebutuhan khusus wanita. Sebuah keputusan presiden tahun 2000 mewajibkan semua instansi pemerintah untuk mengarusutamakan gender dalam kebijakan dan program mereka dan menghilangkan diskriminasi gender.24 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional secara khusus mengidentifikasi gender sebagai isu lintas sektoral.25 Kesenjangan utama dalam kerangka hukum termasuk kurangnya undang-undang atau tidak memadainya undang-undang - yang mendiskriminasikan wanita dalam keluarga dan pernikahan. Juga, buruknya penegakan hukum terus berlangsung yang menghambat kesetaraan gender. Misalnya, Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 menyatakan bahwa pria adalah kepala rumah tangga, memungkinkan poligami, dan menetapkan 16 tahun sebagai usia minimum perkawinan untuk anak perempuan. Karena ada pemahaman universal bahwa pria adalah kepala rumah tangga, di kebanyakan keluarga tradisional di Indonesia wanita tidak dapat mengambil keputusan secara pribadi atau keputusan ekonomi termasuk mengenai pendirian bisnis, penjualan aset pribadi, dan pengajuan kredit untuk rumah atau bisnis tanpa izin dari pria. Poligami, serta rendahnya usia minimum untuk menikah, menyebabkan ketidak-seimbangan gender dalam rumah tangga. Komnas Perempuan, Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, telah mengidentifikasi 154 peraturan daerah diskriminatif yang membatasi kemampuan wanita untuk menggunakan hak mereka dalam masyarakat, termasuk aturan tentang pakaian wanita, moralitas dan agama. Misalnya, ada peraturan yang mewajibkan wanita Muslim untuk berhijab, dan lain-lain yang melarang wanita keluar rumah setelah gelap tanpa disertai dengan pasangan atau kerabat laki-laki. Aturan-aturan yang tidak adil ini serta kewajiban-kewajiban wanita terhadap rumah dan keluarga tidak hanya membatasi jam dimana mereka dapat berkontribusi terhadap bisnis, tetapi juga mencegah mereka melakukan perjalanan ke tempat yang jauh untuk menyelenggarakan transaksi pribadi dan bisnis, dan memaksa mereka untuk mengandalkan kerabat pria. Desentralisasi administratif - di mana wewenang telah didelegasikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah - dan kebangkitan fundamentalisme agama merupakan faktor-faktor yang terkait dengan lemahnya penegakan hukum berdasarkan undang-undang dasar. Diberlakukannya peraturan daerah, yang mengesampingkan pemerintah pusat, telah semakin membatasi kebebasan wanita dan melanggar hak asasi mereka. Pada saat ini, statistik PBB26 menunjukkan bahwa kurang dari 54% wanita mengambil bagian dalam angkatan kerja dibandingkan dengan 86% pria, dan pengangguran tetap tinggi dengan lebih banyak wanita daripada pria yang menganggur atau mereka terlibat dalam pekerjaan berisiko dan rentan di sektor informal, dengan upah yang lebih rendah. Upah rendah dan pengangguran tampaknya menjadi pendorong utama untuk bermigrasi keluar. Pada tahun 2009, diperkirakan 4,3 juta orang merantau keluar negeri dimana 78% adalah wanita, yang terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dalam kondisi yang tidak menentu tanpa perlindungan hukum atau sosial. Bekerja sendiri dan kewirausahaan merupakan alternatif terhadap bermigrasi ke luar negeri untuk tujuan bekerja, dan telah menjadi strategi yang diperdebatkan oleh pemerintah dan badan pembangunan untuk memungkinkan orang keluar dari lingkaran kemiskinan. Laporan Bank Dunia tentang Doing Business 2015 mengumumkan peringkat Indonesia masih lebih rendah daripada negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina serta rata-rata 24 PBB Lembar Fakta Perempuan Indonesia. 25 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas. 26 UNDP (2013). Laporan Pembangunan Manusia. Tabel 4: Indeks Ketidaksetaraan Gender. 10 regional untuk Asia Timur dan Pasifik.27 Dalam perjalanan proses desentralisasi setelah tahun 1998 dan sebagai akibat dari otonomi yang baru diperoleh,28 kemudian banyak pemerintah daerah cenderung memperlakukan UKM sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah daerah. Berbagai izin dan biaya yang dikenakan oleh peraturan daerah kebanyakan tidak memberikan perhatian khusus kepada potensi keberlanjutan dan pertumbuhan UMKM. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, ada sekitar 400 peraturan daerah yang berpotensi menghambat pengembangan UKM sejak bulan Agustus 2010.29 Ketiga indikator yang ditampilkan dalam Tabel 5 - pendaftaran usaha, pembayaran pajak, pendaftaran properti - tetap merupakan keprihatinan utama bagi UKM di Indonesia. Tabel 5: Indikator-indikator Menjalankan Bisnis dengan tiga kendala utama Bidang Peringkat Prosedur Hari Biaya Implikasi 2015 Izin 155 10 53 21% dari  Enggan menjadi resmi pendaftaran pendapatan per  Membatasi pertumbuhan usaha kapita  Membatasi akses pembiayaan Pembayaran 160 65 254 jam 31% dari laba  Enggan menjadi resmi pajak pembayaran  Mengurangi pertumbuhan per tahun Pendaftaran 117 5 27 11% dari nilai  Enggan dengan kepemilikan properti properti resmi  Risiko kehilangan properti  Membatasi akses pembiayaan Catatan: Peringkat dari 189 negara. Sumber: Bank Dunia (2014b). Penyajian bukti pendaftaran usaha dan lisensi UKM dipersyaratkan oleh bank untuk keperluan mengajukan permohonan kredit dan oleh pemerintah untuk berpartisipasi dalam program dukungan pemerintah. Selanjutnya, tanpa adanya izin yang tepat maka bisnis menghadapi risiko penutupan. Disebut di FGDs bahwa pejabat2 pemerintah seringkali mendatangi usaha usaha informal dan meminta uang untuk pengabaian izin yang tidak ditemukan. Namun prosedur pendaftaran bisnis adalah kompleks dan memakan waktu.30 Jadi untuk mendirikan sebuah Perseroan Terbatas (PT), sebagai badan hukum yang paling umum di Indonesia, terlebih dahulu pemohon wajib melakukan pendaftaran (melalui notaris) kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mendapatkan persetujuan akta pendirian. Setelah akta pendirian disetujui, langkah berikutnya adalah mendapatkan Sertifikat Domisili Perusahaan dari Kelurahan. Setelah itu Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari kantor dinas pemerintah daerah yang membawahi perdagangan dapat dimohonkan.31 Pendaftaran pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan adalah wajib untuk bisnis dengan jumlah karyawan lebih dari sepuluh orang atau pembayaran gaji lebih dari 1 juta rupiah per bulan. Semua bisnis juga harus mengajukan permohonan asuransi kesehatan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Akhirnya, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan NPPKP harus diperoleh. Survei kami mengungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan tidak menghadapi masalah yang besar dalam mendaftarkan usaha mereka (73%). Proses yang menyita waktu (14%) 27 Indonesia menempati peringkat 114 sedangkan Malaysia, Tiongkok, dan Filipina peringkat 18, 90 dan 95 dari 100, masing- masing. Sumber: Bank Dunia (2015b). 28 Setelah sangat terpusatnya negara di bawah desentralisasi Suharto adalah tujuan utama bagi pemerintahan baru setelah tahun 1998. Selain alasan politik, desentralisasi dimaksudkan untuk memajukan pembangunan ekonomi di daerah perdesaan. 29 Hingga tahun 2012 Laporan Doing Business dibedakan di antara beberapa kota di Indonesia, yang menunjukkan bahwa waktu dan biaya untuk memperoleh lisensi, izin, dll dapat berbeda sampai 100% diantara kota-kota. 30 Menurut Bank Dunia (2014), prosedur ini membutuhkan 52,5 hari di Jakarta. Ini bisa membutuhkan waktu lebih lama di kota-kota lain. 31 SIUP ada tiga klasifikasi: kecil untuk bisnis dengan aset lebih dari 50 juta rupiah, menengah (lebih dari 500 juta rupiah) dan besar (lebih dari 10 miliar rupiah). 11 tampaknya, setidaknya untuk UKM perkotaan, bukan masalah yang besar. Namun, sebagian (11%) lebih suka menyuruh orang lain untuk menghindari berurusan sendiri dengan proses tersebut. Pembayaran tidak resmi hanya disebutkan oleh 1% sebagai masalah yang lebih besar ketika mendaftar. Namun, perlu dicatat bahwa para peserta FGD menyebutkan pembayaran tidak resmi dan biaya tersembunyi lainnya ketika berurusan dengan pihak berwenang. Untuk para peserta survei, bagaimanapun, pembayaran tidak resmi tidak dianggap sebagai kendala melainkan sebagai bagian dari pengulangan biaya bisnis. Meskipun sebagian besar UKM tidak mempertimbangkan proses pendaftaran sebagai sangat memberatkan, harus diingat bahwa 52,2% dari UKM yang disurvei untuk penelitian ini merupakan UKM informal (Gambar 4 di atas). Sebagian besar bisnis informal menganggap proses pendaftaran sebagai rumit (33%) serta mahal (9%, Gambar 10). Alasan lain untuk tetap informal adalah bahwa bisnis tidak menganggap formalisasi sebagai menguntungkan (27%); keputusan ini juga dipengaruhi oleh teman-teman yang tidak mendaftarkan diri (16%). Secara khusus, perusahaan menengah yang informal tidak melihat keuntungan dari mendaftarkan bisnis dalam kaitannya dengan biaya peluang dari waktu yang dihabiskan untuk melakukannya. Gambar 10: Alasan UKM tidak mendaftarkan usaha mereka Biasanya, sebuah bisnis baru yang berkelanjutan akan mendaftarkan diri setelah beroperasi selama satu sampai dua tahun atau saat mencapai omset Rp 1 miliar. Omset UKM milik wanita yang lebih rendah adalah salah satu alasan dari proporsi usaha informal yang tinggi. Satu alasan lagi adalah bahwa, karena tanggung jawab rumah tangga, wanita mempunyai waktu lebih sedikit untuk berurusan dengan dokumentasi dan urusan administrasi yang menyita waktu. Penghasilan yang lebih rendah mungkin semakin meningkatkan kesulitan dalam mendaftarkan properti dan bisnis. Selanjutnya, Asia Foundation (2013) menemukan bahwa proporsi lebih tinggi dari wanita dibandingkan pria (41% sampai 32%) mempersepsikan pembayaran informal sebagai masalah besar ketika berhadapan dengan pihak berwenang. Juga, para wanita dalam FGD mengeluhkan pembayaran informal. Meskipun tidak ada bukti bahwa wanita harus membayar pungutan lebih tinggi, ini bisa menunjukkan bahwa wanita memiliki sumber daya lebih sedikit untuk pembayaran tersebut atau merasa kurang nyaman dalam melakukannya, yang mencegah mereka mendaftarkan usaha atau tanah mereka. Setidaknya untuk UKM perkotaan yang dimiliki wanita, proses pendaftaran tidak bermasalah (75% mengatakan tidak, pria: 72%). Lebih sedikitnya jumlah wanita dibandingkan pria yang tidak mendaftarkan bisnis adalah karena kekhawatiran akan menghadapi prosedur yang rumit (Gambar 11). Namun, lebih banyak wanita daripada pria yang tidak melihat keuntungan dari pendaftaran bisnis mereka (28% vs 24%). Menimbang keuntungan dari pendaftaran terhadap biaya yang berkaitan dengan prosedurnya, wanita lebih sering mengatakan bahwa pendaftaran dianggap kurang layak diupayakan. Selain itu, fakta bahwa teman-teman atau rekan-rekan di komunitas yang sama juga tidak mendaftarkan diri, menambah keengganan wanita dibandingkan dengan pria (19% vs 13%). Ini juga bisa menunjukkan kurangnya model peran positif bagi wanita yang menunjukkan manfaat 12 dari pendaftaran usaha. Selain itu, jenis bisnis yang cenderung dijalankan wanita mungkin mempengaruhi keputusan untuk tidak mendaftarkan bisnis mereka. Gambar 11: Alasan tidak mendaftarkan per jenis kelamin Selain prosedur pendaftaran yang panjang dan mahal, pajak juga mencegah UKM untuk mendaftarkan secara resmi. Perusahaan referensi Doing Business (2015), yang merupakan perusahaan ukuran menengah, akan membayar 31,4% pajak dari labanya dan menghabiskan 253,5 jam per tahun untuk pengajuan dan pembayaran pajak. Perusahaan-perusahaan dengan kurang dari 4,8 miliar Rupiah penjualan per tahun - yaitu, perusahaan paling kecil - dikenakan pajak penghasilan final (PPH final) 1% dari omset mereka.32 Pajak penghasilan final merupakan beban lebih rendah bagi perusahaan kecil dibandingkan dengan perusahaan menengah dan besar yang membayar antara 12,5% dan 25% dari laba mereka tetapi, tergantung pada margin, masih bisa sangat tinggi. Selain itu, semua perusahaan membayar iuran jaminan sosial dan kesehatan untuk karyawan, dengan jumlah pembayaran keseluruhan 10,2% dari gaji bruto. Untuk memudahkan pendaftaran usaha dan meningkatkan formalitas, Indonesia telah menghapuskan lisensi-lisensi tertentu, mengurangi biaya, dan menyederhanakan proses permohonan sejak tahun 2010, misalnya, memperoleh lisensi perdagangan bersama dengan proses pendaftaran usaha. Indonesia juga telah memperkenalkan Pelayanan Satu Atap selama tujuh tahun terakhir. Asia Foundation (2013) menyimpulkan bahwa ini membuat memperoleh informasi tentang pendaftaran usaha relatif lebih mudah. Namun menurut sumber yang sama, prosedurnya masih tetap rumit sehingga banyak bisnis (59%) masih membutuhkan bantuan dan mempekerjakan agen untuk memenuhi formalitas. Juga pembayaran informal masih umum (54%).33 Dalam rangka meningkatkan proporsi perusahaan formal, Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No 98 Tahun 2014, yaitu izin satu halaman untuk usaha mikro dan kecil, status badan hukum yang baru yang dapat dimohonkan melalui prosedur yang disederhanakan dengan biaya yang lebih rendah. Peraturan Presiden ini diikuti oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 83 Tahun 2014 yang menetapkan pedoman penerbitan izin untuk UMKM. Gagasan yang mendasari peraturan ini adalah pendelegasian penerbitan izin usaha dari Kabupaten/Kota kepada Kecamatan untuk mempercepat proses dan mengurangi biaya.34 Selain ketiga kementerian pelaksana - koperasi dan UKM, dalam negeri, dan perdagangan - beberapa bank diundang untuk berpartisipasi dalam inisiatif ini dan mereka mengakui izin satu halaman tersebut sebagai pembuktian badan hukum. Sejauh ini hanya Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang berpartisipasi dan menawarkan kartu debit (Kartu IUMK) untuk setiap usaha mikro dan kecil yang telah diberikan izin satu halaman oleh pemerintah. Selanjutnya, izin satu halaman 32 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 33 Survei Usaha menemukan bahwa pada tahun 2009 15% dari jumlah responden membayar pungutan liar; KPPOD dan Asia Foundation (2011) menemukan bahwa 20% membayar pungutan liar dan lebih dari 50% mengatakan bahwa korupsi merupakan masalah yang berat atau sedang. 34 Sejauh ini hanya 70 dari 514 Kabupaten/Kota yang telah mengeluarkan Perda (peraturan daerah) untuk memfasilitasi Peraturan Presiden tersebut. 13 ini akan memudahkan usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan kredit dari BRI dan bank- bank lainnya dan untuk berpartisipasi dalam program dan layanan dukungan pemerintah. Beberapa dari mereka dijelaskan secara singkat di bawah ini. Dalam rangka meningkatkan penggunaan agunan bergerak, pada bulan Februari 2013, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan peraturan (Permenkumham 9/2013) yang mengimplementasikan pendaftaran online untuk perjanjian Fidusia. Undang- undang Fidusia (No. 42 Tahun 1999) meliputi benda bergerak yang berwujud dan tidak berwujud (piutang). UU ini menetapkan bahwa kepemilikan sebuah objek dapat dialihkan kepada kreditur dengan kendali atas objek tersebut tetap berada di tangan debitur. Dengan sistem online yang baru ini, pendaftaran agunan bergerak dilakukan melalui sistem on-line yang dapat diakses melalui notaris, sehingga menghilangkan kebutuhan untuk mengunjungi Kantor Pendaftaran Fidusia. Dalam sistem on-line ini, Sertifikat Fidusia juga dikeluarkan oleh notaris. 2.4 Dukungan Pemerintah kepada UKM 2.4.1 Program-program yang Menawarkan Dukungan kepada UKM Pemerintah Indonesia serta Bank Indonesia menawarkan sejumlah layanan dukungan yang bertujuan mengembangkan sektor UMKM dengan meningkatkan pengetahuan dan jaringan dan mengurangi hambatan dalam mengakses pembiayaan. Namun, sebagian besar program menargetkan kebutuhan usaha mikro daripada UKM. Selain itu, tidak ada program yang secara eksplisit menargetkan UKM milik wanita. Program bantuan pendanaan pada umumnya melalui tiga instansi. Sementara pemerintah, yang biasanya diwakili oleh Kementerian Koperasi dan UKM atau Kementerian Perindustrian, bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam melaksanakan program. BI bebas meluncurkan programnya sendiri yang dilaksanakan oleh kantor pusat atau 16 kantor wilayahnya. Selanjutnya, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) adalah wajib untuk diterapkan oleh semua badan usaha milik negara; banyak korporasi swasta juga memiliki program seperti itu yang menargetkan UMKM. Beberapa program utama tersebut dijelaskan di bawah ini. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam rangka untuk lebih baik melayani kebutuhan pembiayaan UMKM, Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan KUR pada tahun 2007. KUR adalah sebuah program kredit yang khusus didedikasikan kepada UMKM, dan dilaksanakan oleh tiga bank pemerintah yaitu BRI, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI). Pemerintah memberikan jaminan 70% dari seluruh kredit kepada bank yang menyalurkan kredit kepada UMKM berdasarkan skema tersebut. Ada dua jenis KUR yaitu KUR Mikro dan KUR Retail. Untuk KUR Mikro, ukuran kreditnya hingga Rp 25 juta dan untuk KUR Retail ukuran kreditnya antara Rp 25 juta dan Rp 500 juta. Agunan tidak dipersyaratkan untuk KUR Mikro. Sejak bulan Juli 2015, pemerintah juga menyediakan subsidi bunga untuk KUR, dengan mengurangi suku bunga untuk peminjam akhir dari 22% menjadi 12% per tahun. KUR dirancang untuk membuat UMKM layak untuk diberikan fasilitas kredit oleh bank-bank meskipun tidak mampu menyediakan agunan. Umumnya UMKM hanya boleh mengajukan permohonan satu kali saja dan sesudah itu harus menggunakan kredit bank biasa. Antara tahun 2007 dan 2014 jumlah penyaluran KUR adalah Rp 153 trilyun, dan menjangkau 10.991.580 peminjam yang sebagian besar tinggal di Jawa (56%).35 Per Desember 2014 rasio NPL KUR adalah 4,2%. Target yang ditetapkan pemerintah untuk penyaluran KUR tahun 2015 adalah Rp 30 triliun.36 35 Kementerian Koperasi dan UKM. 36 Utumi (2014). 14 Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT KUMKM) PLUT KUKM diprakarsai oleh Kementerian Koperasi dan UKM untuk membantu UMKM. Pada saat ini ada 42 pusat PLUT KUKM di 16 propinsi di seluruh Indonesia. Pusat-pusat tersebut mendapatkan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan layanan yang diberikan kepada UKM adalah:  Konsultasi bisnis (pengembangan SDM, peningkatan kualitas produk, hak kekayaan intelektual, manajemen bisnis, dll.)  Mentoring (penyediaan mentor bisnis)  Membantu UMKM dalam mendapatkan akses terhadap pembiayaan (menghubungkan dengan bank, membantu dalam menyiapkan proposal kredit, dll.)  Pemasaran dan promosi (pameran produk, menghubungkan dengan supermarket, kemasan lebih baik, dll.)  Pelatihan bisnis (pelatihan teknis, akuntansi dan pembukuan, perpajakan, dll.)  Jaringan (memfasilitasi jaringan dengan perusahaan lebih besar dan lembaga lainnya). Pusat Dukungan UMKM tergolong sebagai penyedia dukungan yang paling aktif kepada UMKM, dengan menawarkan kisaran layanan yang sangat luas. Namun, sebagaimana ditunjukkan dalam bab berikut, kesadaran UMKM terhadap layanan dukungan ini masih agak rendah. Pemanfaatan yang masih terbatas mungkin disebabkan oleh masih sedikitnya pusat dukungan dan rendahnya kapasitas untuk melayani UMKM yang membutuhkan pelatihan atau mentoring berkualitas tinggi. SMESCO dan Pameran Pada tahun 2007 pemerintah membentuk Lembaga Usaha Kecil dan Menengah dan Koperasi (Small and Medium Enterprises and Cooperatives/SMESCO) Indonesia. Tujuannya adalah mempromosikan produk-produk UKM Indonesia. Lembaga ini beroperasi di Galeri UKM pada Menara UKM di Jakarta dimana UKM dapat menampilkan berbagai produk mereka. Sejak tahun 2015, Galeri UKM telah melayani 560 UKM dari 19 propinsi dan menawarkan 124 jenis produk yang berbeda.37 Setiap pemerintah daerah juga menyelenggarakan pameran UMKM secara rutin di propinsi atau kabupaten mereka. Beberapa contoh pameran pemerintah daerah adalah Jawa Barat Expo, NTB Expo, dan Bogor Expo. Pameran lainnya lebih tematik seperti : Indonesia Fashion Week, dan Indonesia Fashion, Accessories, and Craft (IFAC) Expo. Prakarsa Bank Indonesia untuk mendukung UMKM Berbeda dengan pemerintah, BI dapat memperkenalkan program secara langsung. Beberapa program yang saat ini dilaksanakan BI adalah:  Lembaga Pemeringkat UKM: Salah satu masalah yang dihadapi bank dalam memberikan kredit kepada UMKM adalah kurangnya pengetahuan petugas bank ketika perlu menilai bisnis UMKM. Untuk mengatasi masalah ini, BI telah memprakarsai pembentukan dan penggunaan Lembaga Pemeringkat Kredit UMKM. Lembaga Pemeringkat Kredit UMKM adalah lembaga pemeringkat yang mengkhususkan diri dalam menilai tingkat kesehatan dan kelayakan kredit UMKM.  Lembaga Penjaminan Kredit Regional: BI mendorong dibentuknya Lembaga Penjaminan Kredit Regional di semua propinsi di Indonesia. Namun pembentukan lembaga-lembaga ini berada dibawah yurisdiksi pemerintah propinsi. 37 http://smescoindonesia.com/index.php/halaman/18/ukm-gallery 15  Sistem Resi Gudang: BI mendorong digunakannya sistem resi gudang sebagai agunan kredit dari bank. Sayangnya biaya tinggi yang dibebankan oleh gudang membuatnya tidak layak untuk sebagian besar UMKM untuk memanfaatkan layanan semacam ini.  Peraturan BI untuk meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM: Dalam rangka memfasilitasi pemberian kredit dari bank kepada UMKM, maka pada tahun 2012 BI mengeluarkan peraturan (Nomor 14/22 / PBI / 2012) yang mewajibkan bank untuk meningkatkan porsi pemberian kredit kepada sektor UMKM secara bertahap hingga 20% dari total portofolio kredit pada tahun 2018. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Program CSR di Indonesia dilaksanakan oleh baik perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara, dimana partisipasi oleh badan usaha milik negara adalah suatu keharusan dan setiap badan usaha milik negara diwajibkan menyisihkan 2% dari laba bersih tahunannya untuk pemenuhan CSR. Program CSR badan usaha milik negara dikenal sebagai Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL). Program ini biasanya memulai proyek di bidang pendidikan (beasiswa), lingkungan hidup, bantuan bencana alam, pelatihan & peningkatan kapasitas, produksi peralatan/donasi fasilitas dan pengembangan UMKM secara umum serta kredit bunga rendah untuk UMKM,38 antara lain. Beberapa contoh program yang telah diluncurkan oleh bank swasta atau bank pemerintah adalah:  Pelatihan pembukuan bagi pelanggan UMKM oleh BNI  Program Wirausaha Mandiri yang mendorong dan membantu pengusaha muda dalam mendirikan perusahaan. Ini termasuk pelatihan dan lokakarya serta Penghargaan Wirausaha Muda tahunan. 2.4.2 Penggunaan Layanan Dukungan Pemerintah kepada UKM Pameran dagang dan juga pelatihan keterampilan dan program kredit pemerintah seperti KUR merupakan layanan dukungan yang paling populer dimanfaatkan oleh UKM. Beberapa UKM berpartisipasi dalam beberapa program dukungan pemerintah. Namun, mayoritas (76%) UKM yang disurvei tidak memanfaatkan layanan dukungan pemerintah sama sekali. UKM informal jarang berpartisipasi dengan pengecualian program kredit (Gambar 12). UKM informal mungkin enggan untuk mengajukan permohonan pelatihan atau pameran tanpa memiliki status hukum yang tepat. Usaha kecil (78%) dan usaha menengah (71%) juga kurang sering berpartisipasi dalam layanan dukungan pemerintah selama dua tahun terakhir Gambar 12: Penggunaan layanan dukungan pemerintah Memang, usaha kecil dibandingkan dengan usaha menengah lebih sering mengatakan bahwa layanan dukungan tersebut tidak begitu cocok bagi mereka (Gambar 13). Namun, sebenarnya alasan utama untuk tidak berpartisipasi adalah kurangnya informasi tentang program dukungan pemerintah. Secara khusus usaha kecil kurang memiliki informasi tentang penawarannya atau 38 Dalam rangka PKBL, perusahaan milik negara dapat memberikan pinjaman bunga rendah kepada usaha mikro dan kecil yang memiliki aset kurang dari Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan tempat usaha), penjualan kurang dari Rp 1 miliar, dan telah beroperasi selama lebih dari satu tahun. 16 bagaimana mengajukan permohonan (49%). Usaha menengah biasanya lebih mengetahui namun sering merasa kurang mempunyai waktu (38%). Proses atau biaya permohonan tidak mencegah UKM untuk berpartisipasi. Dalam rangka meningkatkan penggunaan layanan dukungan pemerintah, mereka harus lebih tepat sasaran dengan kebutuhan usaha kecil. Misalnya, UKM dibandingkan dengan usaha mikro kurang membutuhkan pelatihan tentang melek keuangan tetapi membutuhkan pelatihan lebih canggih tentang akuntansi dan pengendalian keuangan. Ini juga akan mempermudah mempromosikan UKM dengan lebih efektif. Gambar 13: Alasan tidak berpartisipasi dalam layanan dukungan pemerintah Namun, perlu dicatat bahwa wanita bisa mengambil manfaat yang lebih besar daripada pria dari layanan dukungan pemerintah seperti pelatihan, pameran dan peluang jaringan.39 Lebih banyak wanita daripada pria yang berpartisipasi dalam layanan dukungan pemerintah, pameran dagang dan pelatihan keterampilan, tetapi kurang sering dalam program kredit (Gambar 14). Asia Foundation (2013) juga menemukan bahwa rasio partisipasi wanita adalah lebih tinggi.40 Ini berarti bahwa wanita memiliki kebutuhan yang lebih besar terhadap layanan dukungan pemerintah atau lebih terbuka dalam menerima dukungan. Juga, mayoritas wanita dalam FGD merasakan bahwa dukungan lebih besar diperlukan dan diinginkan. Namun demikian, jumlah perusahaan milik pria dan wanita yang tidak berpartisipasi dalam program tersebut cukup signifikan dalam dua tahun terakhir (75%). Meskipun wanita tampaknya lebih tanggap dalam mencari informasi daripada pria, 46% masih kekurangan informasi tentang ketersediaan program layanan dukungan pemerintah atau bagaimana mengajukan permohonan (Gambar 15). Alih-alih merasa kekurangan informasi, wanita lebih sering mengatakan daripada pria bahwa mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk menghadiri pameran atau pelatihan dan bahwa layanan tersebut kurang relevan bagi bisnis mereka. Jelas bahwa karena kendala waktu yang ketat maka wanita lebih selektif dalam mengevaluasi dan mengakses layanan dukungan pemerintah. 39 Indeks Peluang Ekonomi Wanita, EIU (2010, 2012) menempatkan peringkat Indonesia di nomor 76 dari 113 negara dalam hal ketersediaan, biaya dan akses wanita terhadap dukungan dan pelatihan UKM. Secara keseluruhan Indonesia berada di peringkat 82. 40 Dalam survei Asia Foundation (2013), 58% wanita pemilik usaha berpartisipasi dalam pameran dagang dibandingkan dengan 39% pria pemilik usaha dan sekitar 45% wanita berpartisipasi dalam program pelatihan keterampilan dibandingkan 30% pria. 17 Gambar 14: Partisipasi dalam program dukungan Gambar 15: Alasan tidak berpartisipasi dalam pemerintah per jenis kelamin program dukungan pemerintah per jenis kelamin Kemungkinan wanita sama besarnya dengan pria untuk menjadi anggota dari sebuah jaringan bisnis formal atau informal atau asosiasi (15%). Demikian pula, wanita lebih tanggap dalam mendapatkan informasi tentang layanan yang tersedia dan mengambil manfaat lebih besar dari layanan tersebut. Banyak asosiasi atau jaringan menyelenggarakan pelatihan atau berbagi nasihat atau informasi antar pengusaha. Misalnya, 75% wanita anggota asosiasi memanfaatkan konsultasi tentang mendapatkan kredit dibandingkan 44% pria yang sebagian besar tidak menyadari adanya layanan tersebut. Wanita juga lebih mungkin menghadiri pertemuan rutin untuk berbagi informasi dan pengetahuan atau menggunakan jaringan untuk mengakses pelanggan dan pemasok baru. Baik wanita maupun pria menghargai penyebaran informasi yang lebih baik tentang layanan dukungan pemerintah, khususnya pelatihan atau saran tentang peraturan, program dukungan pemerintah dan akuntansi.41 41 Misalnya 23% pria dan 28% wanita merasa tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang program-program pemerintah dari asosiasi atau kelompok jaringan mereka. 18 3 Penawaran dan Permintaan Jasa Keuangan Sementara akses terhadap kredit bank terutama diberikan kepada UKM, sesungguhnya penggunaannya masih agak rendah, meskipun UKM mampu menyerap dan mempertahankan tingkat hutang yang jauh lebih tinggi. Prosedur yang rumit dan tingkat bunga yang tinggi adalah alasan utama mengapa UKM lebih memilih untuk menggunakan laba yang ditahan atau meminjam dana dari keluarga atau teman dan bukan dari bank. Jika UKM meminjam dana dari bank, jumlah kreditnya agak kecil dan tidak ditujukan untuk investasi. Pada saat yang sama, pemberian kredit oleh bank kepada UKM hanya sebagian kecil dari potensinya. Bank-bank yang secara historis berfokus pada baik usaha mikro atau korporasi sering kurang memiliki kapasitas untuk melayani beragam kebutuhan UKM secara efektif. 3.1 Akses terhadap Pembiayaan Pada tahun 2015, ada 119 bank umum, dimana empat terdiri dari bank pemerintah, yang beroperasi dengan sekitar 20.000 kantor cabang.42 Selain itu, bank syariah, BPR, LKM, koperasi dan lain-lain juga menyediakan jasa keuangan; namun, mereka kecil dalam skala dan berfokus pada pelanggan atau wilayah geografis tertentu. Sementara kesenjangan dalam infrastruktur perbankan masih bertahan di daerah perdesaan, wilayah perkotaan dianggap sudah cukup terjangkau dengan akses luas terhadap jasa keuangan. Selain itu, beberapa bank menawarkan jasa keuangan mobile banking dan telah mulai mengembangkan jaringan agen yang akan meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan penggunaan jasa bank lebih lanjut. Total kredit domestik dari sektor keuangan mencapai 49% dari PDB pada tahun 2015 (Gambar 16). Bank umum memberikan kredit senilai 36% dari PDB. Sementara penawaran kredit terus meningkat sejak tahun 2009, nilai tersebut masih rendah jika dibandingkan secara internasional. Perbandingan kredit domestik terhadap PDB, misalnya, mencapai 51,9% di Filipina, 142,6% di Malaysia dan 173,3% di Thailand. Selanjutnya, pada tahun 2014 hanya 13% dari jumlah penduduk dewasa meminjam dari lembaga keuangan, sedangkan 49% mengambil pinjaman dari sumber-sumber lain termasuk keluarga, teman atau rentenir informal.43 Pada saat yang sama, tercatat 860 rekening tabungan per 1.000 orang dewasa dan 36% dari jumlah penduduk memiliki rekening tabungan pada lembaga keuangan. Pada tahun 2013, pangsa deposito terhadap PDB mencapai 40%, yang melebihi jumlah kredit dari bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa akses terhadap layanan perbankan umumnya sudah terbentuk, meskipun akses dan penggunaan rekening kredit dan tabungan masih dapat ditingkatkan. 42 Bank umum diklasifikasikan sebagai bank pemerintah (37% dari total aset bank umum), bank umum devisa (39%), bank umum bukan devisa (3%), bank pembangunan daerah (8%), bank patungan (5%), dan bank asing (8%).Kedua bank terbesar, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri, yang dua-duanya milik negara, menguasai 27% dari total aset bank umum. Bank umum diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Basel 2.5 sudah dilaksanakan sepenuhnya dan Basel III saat ini sedang dalam pelaksanaan. 43 Global Findex Database. 19 Gambar 16: Kredit dan deposito terhadap PDB Source: IMF Secara keseluruhan, bank berada dalam posisi yang tepat untuk meningkatkan pemberian kredit. Total aset bank umum mencapai 5.615 triliun rupiah per Desember 2014 (Gambar 17). Rasio kredit terhadap aset mencapai 66% dan rasio kredit terhadap deposito 89%. Rasio kredit terhadap deposito terus meningkat (2010: 75%, 2005: 60%). Pada saat yang sama, rasio aset cair menurun dari 27% pada tahun 2010 menjadi 16% pada tahun 2014. Ini mengikuti kenaikan rasio kredit terhadap PDB sedangkan rasio deposito terhadap PDB tetap stabil. Meskipun bank masih cukup cair untuk meningkatkan aktivitas perkreditan, dalam jangka menengah meningkatkan basis deposito bisa menjadi persoalan.44 Selanjutnya, NPL yang rendah (1,8% - 2,4% antara tahun 2011 dan 2014), menunjukkan prinsip manajemen risiko yang sehat namun juga selera risiko yang agak rendah dari bank. 45 Gambar 17: Aset, portofolio kredit dan deposito bank umum Dalam triliunan Rupiah. Sumber: BI Sejak akhir tahun 2013, pertumbuhan kredit melambat: dari 23% pada tahun 2013 menjadi 12% pada tahun 2014 dan CAGR mencapai 9% dalam tujuh bulan pertama tahun 2015.46 Penurunan dalam pertumbuhan kredit dapat dilihat pada semua tujuan penggunaan kredit. Per akhir 2014, kredit konsumen berkontribusi 27.6% pada total portofolio kredit, kredit modal kerja 47.8% dan kredit investasi 24.6%. Kredit investasi meningkat sebesar 4% sejak tahun 2011 sementara kredit konsumen menurun 2% dan kredit modal kerja menurun 1%. Meskipun pertumbuhan portofolio kredit investasi positif, proporsinya dari total portofolio kredit masih terlalu rendah jika dibandingkan secara internasional. Menurut Beck et al. (2008), di negara-negara berkembang kredit investasi rata-rata berkontribusi 40-50% kredit pada bisnis dan di negara maju sekitar 70%. 44 Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 19,6% pada bulan Desember 2014, Modal Inti 18,0%. IMF (2015a) menganggap likuiditas dan modal penyangga cukup baik dan membuktikan bahwa sistem perbankan Indonesia secara umum sehat. 45 Sejak bulan Desember 2014, NPL meningkat dari 2,2% menjadi 2,7% pada bulan Juli 2015 karena eksposur bank yang tinggi terhadap komoditas yang tidak menguntungkan. 46 Perhitungan didasarkan pada data BI. 20 Pemberian kredit kepada UKM bukan merupakan bisnis utama dari bank umum Indonesia. Pada bulan Desember 2014, portofolio kredit kepada UMKM mencapai 18,3% (Gambar 18). Secara keseluruhan ada 10,9 juta peminjam UMKM pada akhir tahun 2014. Meskipun portofolionya telah berkembang secara absolut sebesar 10% sampai 15% per tahun dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014, pangsanya dari total portofolio kredit mengalami penurunan sekitar 3%. Dalam tujuh bulan pertama tahun 2015 pertumbuhan portofolio kredit UMKM menurun lebih lanjut hingga CAGR sebesar 11%. Di segmen UMKM, bank berfokus pada usaha menengah yang menyumbang 49% dari portofolio UMKM pada tahun 2014. Usaha kecil menyumbang 30% dan usaha mikro 21%. Sektor perdagangan grosir dan ritel menerima sebagian besar kredit (Gambar 19) yang menjelaskan tingginya pangsa kredit modal kerja (73%) dalam portofolio kredit UMKM. Dalam hal distribusi regional, sebagian besar kredit UKM (15,2%) dialokasikan ke Jakarta, yang diikuti Jawa Timur (13,1%) dan Jawa Barat (12,8%). Gambar 18: Pangsa portofolio kredit UMKM Gambar 19: Pangsa sektor-sektor dalam portofolio kredit UMKM tahun 2014 Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Sektor UKM belum cukup mendapatkan layanan perbankan dan ini ditandai dengan tingkat utang yang relatif rendah. Pada tahun 2013 usaha menengah memiliki utang sebesar 24,5% dari nilai tambah mereka (Gambar 20). Utang usaha kecil 21,3% sedangkan korporasi 46,3% setelah kenaikan tingkat tersebut sejak tahun 2011 (31,5%). Meskipun produktivitas UKM lebih rendah daripada korporasi, UKM tetap mampu menyerap dan mempertahankan jumlah utang yang lebih tinggi mengingat profitabilitas dan kesediaan untuk berinvestasi dalam perusahaan mereka seperti ditunjukkan di bawah ini dalam Bab 3.2 dan 4.1.2. Ini menawarkan peluang bisnis yang sangat menguntungkan bagi bank untuk memasuki pasar UKM. Gambar 20: Utang perusahaan dari bank umum dalam kaitannya dengan nilai tambah Sumber: BI, Kementerian Koperasi dan UKM, Frankfurt School of Finance & Management Pada tahun 2015, BI mengeluarkan peraturan baru yang menetapkan pangsa minimal kredit UMKM dalam total portofolio kredit bank. Mulai tahun 2015, bank umum wajib memiliki 21 portofolio kredit UMKM sebesar 5%, tahun 2016 - 10%, tahun 2017 - 15%, dan 20% pada tahun 2018 dan seterusnya. Sementara sebagian besar bank akan mampu memenuhi kriteria 5%, banyak bank harus bekerja lebih keras meningkatkan upaya dan kredit UMKM mereka pada tahun 2016 dan seterusnya dalam rangka menyesuaikan diri dengan peraturan baru. Sementara pemberian kredit UMKM oleh bank pemerintah sudah mencapai 25,8% dari total portofolio kredit mereka - dan menghadapi tekanan yang lebih sedikit - bank umum swasta hanya memiliki pangsa 13,6%.47 Ini berarti bahwa pangsa pasar kredit UMKM dari bank pemerintah adalah 51% dan bank umum swasta 41,5%. Bank umum swasta, yang banyak memberikan kredit korporasi, sebagian besar terkonsentrasi pada pemberian kredit kepada UMKM yang lebih besar dengan usaha menengah menyumbang 76% dari portofolio kredit UMKM mereka. Bank pemerintah, khususnya BRI dan Bank Mandiri, di sisi lain, lebih terfokus pada usaha mikro (31%) dan usaha kecil (40%). Sektor UKM yang lebih rendah sejak lama dianggap terlalu berisiko oleh bank umum swasta dan, memang, rasio NPL secara keseluruhan adalah yang paling tinggi untuk usaha kecil diikuti oleh usaha menengah (Gambar 21). Alasan-alasan lain mengapa bank swasta secara khusus menjauhkan diri dari pemberian kredit kepada UKM adalah karena mereka menganggap bahwa laba yang diperoleh akan lebih rendah dibandingkan kredit korporasi besar dan kredit konsumen yang menghasilkan keuntungan lebih tinggi, selain mahalnya investasi yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan pemberian kredit kepada UKM seperti produk, saluran pengiriman dan kapasitas karyawan. Namun, risiko segmen UKM sangat berkorelasi dengan kemampuan dari bank untuk menilai kelayakan kredit UKM yang belum tentu merupakan risiko pasar yang bersifat umum. Rasio NPL bank umum swasta dalam pemberian kredit kepada usaha menengah adalah 2,3% yang jauh lebih rendah daripada rasio NPL bank pemerintah (4,8%), dimana bank pemerintah mencapai tingkat NPL yang jauh lebih rendah untuk pemberian kredit kepada usaha mikro (1,7% dibandingkan dengan 3,1%) dan usaha kecil (4,1% dibandingkan dengan 5,4%) daripada bank umum swasta.48 Dengan diterapkannya prosedur manajemen risiko dan teknologi pemberian kredit yang tepat, setiap sub segmen UKM dapat menjadi peluang pasar yang menguntungkan bagi bank. Tekanan peraturan dan segmen korporasi yang semakin jenuh dan berisiko dapat mendorong bank swasta untuk mengembangkan mandat yang jelas terhadap UKM. Selain itu, bank swasta dan bank pemerintah bisa saling belajar dalam segmen-segmen khusus mereka. Gambar 21: Rasio NPL per ukuran perusahaan Sumber: BI 47 Didefinisikan sebagai bank umum devisa, bank patungan dan bank asing. Khususnya bank asing dan bank patungan selama ini berfokus pada kredit konsumen dan harus meningkatkan portofolio kredit UMKM mereka. 48 Perhitungan sesuai dengan data dari BI. 22 3.2 Penawaran dan Permintaan Kredit Bank 3.2.1 Penawaran Kredit Bank Akses ke bank pada umumnya cukup baik. Secara keseluruhan, 76% UKM perkotaan yang disurvei menggunakan beberapa jenis layanan perbankan, yang menegaskan penyediaan akses terhadap bank secara umum. Namun akses terhadap kredit masih terbatas dengan 39% usaha kecil dan 50% usaha menengah yang menggunakan layanan bank untuk mendapatkan pembiayaan (Gambar 22). 46% UKM yang disurvei pernah mengambil kredit dari bank untuk kegiatan operasional; 29% saat ini sedang mengambil kredit atau pernah mengambil kredit dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan definisi nasional UKM, 20% usaha mikro perkotaan, 33% usaha kecil perkotaan dan 41% usaha menengah perkotaan memiliki kredit dari bank. Sebagian besar bisnis membiayai diri sendiri dari laba ditahan atau meminjam dari teman atau anggota keluarga. Koperasi juga dapat menjadi sumber pembiayaan yang penting dan digunakan oleh 9% usaha kecil. Leasing/anjak piutang atau investor swasta menyediakan pembiayaan untuk usaha menengah namun kurang relevan bagi usaha kecil. Gambar 22: Sumber pembiayaan per ukuran perusahaan Produk kredit perbankan untuk UKM biasanya meliputi Plafond Rekening Koran untuk menyediakan pengelolaan likuiditas jangka pendek dan kredit modal kerja serta kredit angsuran. Plafond rekening Koran biasanya diberikan untuk jangka waktu satu tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kinerja pembayaran yang memuaskan dari peminjam. Bank akan menilai kapasitas pembayaran kembali UKM setiap tahun sebelum memperpanjang plafond rekening koran. Para peminjam yang hanya membutuhkan bantuan likuiditas sementara menganggap produk ini lebih menguntungkan daripada kredit angsuran, karena dibebani bunga hanya kalau mereka memanfaatkan plafond. 21% dari UKM yang disurvei mengatakan bahwa mereka secara teratur menggunakan plafond rekening koran. Namun, jika peminjam membutuhkan pinjaman jangka panjang, lebih murah untuk mengambil kredit angsuran karena bunga plafond rekening koran biasanya lebih tinggi. Banyak bank memberikan kredit angsuran kepada UKM untuk jangka waktu tiga sampai lima tahun atau lebih, yang digunakan oleh 37% UKM yang disurvei. Meskipun sebagian besar bank akan menawarkan kedua jenis kredit, beberapa bank hanya menawarkan plafond rekening koran kepada UKM. UKM sebagian besar meminjam untuk kebutuhan modal kerja, yang mencerminkan pangsa kredit modal kerja dalam portofolio kredit bank . 43% UKM menggunakan kredit mereka untuk membeli persediaan dan 9% membayar persediaan dengan uang tunai daripada menggunakan pembiayaan dari pemasok (Gambar 23). Menggunakan kredit untuk investasi dalam peralatan (16%), real estate (5%), pengembangan produk (3%) atau pemasaran (9%) juga umum untuk usaha menengah namun kurang sering daripada sebagai modal kerja untuk usaha kecil daripada usaha menengah.dimana kebutuhannya terutama adalah untuk modal kerja. 23 Banyak UKM menggunakan kredit untuk beberapa tujuan. Kebanyakan kredit digunakan untuk mendukung bisnis secara langsung dengan kurang dari 7% untuk membayar kembali utang dan kurang dari 4% untuk kebutuhan keluarga. Gambar 23: Tujuan meminjam per ukuran perusahaan Dengan sebagian besar kredit untuk melayani kebutuhan modal kerja maka jumlah kredit agak kecil dengan mayoritas antara Rp 20 juta dan Rp 500 juta (Gambar 24). Hanya perusahaan menengah yang mengambil kredit lebih besar dari Rp 1 miliar. Tidak ada kredit yang lebih besar dari Rp 10 miliar.49 Rata-rata kredit memiliki tanggal jatuh tempo yang agak panjang mengingat bahwa sebagian besar digunakan untuk keperluan modal kerja. Kredit jangka pendek kurang dari satu tahun hanya mencakup 18%, sedangkan 33% kredit memiliki tanggal jatuh tempo antara tiga sampai lima tahun (Gambar 25).50 Usaha menengah lebih sering mengambil kredit jangka panjang, meskipun juga tersedia untuk usaha kecil. Namun, jatuh tempo kredit khususnya bagi usaha menengah bisa lebih panjang karena penggunaan plafond rekening koran tanpa pembedaan tanggal pembayaran kembali. Gambar 24: Jumlah kredit per ukuran Gambar 25: Jatuh tempo kredit per ukuran perusahaan perusahaan Sebagian besar bank menggunakan besarnya jumlah kredit untuk mengklasifikasikan pelanggan UKM. Biasanya seorang pelanggan UKM adalah seseorang yang mengajukan permohonan kredit antara Rp 200 juta dan Rp 20 miliar. Untuk kredit tersebut bank biasanya membebani tingkat bunga pada kisaran 13% - 19% per tahun efektif. Di bawah Rp 200 juta adalah kredit mikro dengan jatuh tempo yang lebih pendek (1-3 tahun) dan tingkat bunga lebih tinggi antara 21% dan 30% per tahun efektif, yang sering dibebankan sebagai tingkat bunga flat bulanan antara 0,5% dan 1,5%.51 49 Temuan ini mungkin dipengaruhi oleh desain dan fokus terhadap usaha menengah yang lebih kecil. Bank-bank memiliki jumlah lebih tinggi kredit dalam jumlah lebih besar daripada sepuluh miliar dalam portofolio mereka yang diklasifikasi sebagai kredit untuk usaha menengah. 50 Karena banyak UKM menggunakan plafond rekening koran, yang tidak memiliki tanggal jatuh tempo yang jelas, jatuh tempo kredit mungkin bias ke atas. 51 Berdasarkan wawancara dengan bank dan ulasan website bank. 24 Karena jumlah kredit untuk usaha kecil sebagian besar di bawah Rp 200 juta, bank menganggap mereka sebagai pelanggan mikro dengan perbedaan dalam kredit dan layanan pelanggan yang ditawarkan. Juga banyak perusahaan menengah masih diklasifikasikan sebagai nasabah mikro. UKM yang disurvei rata-rata membayar 14,89% dan mediannya adalah 13%. Usaha menengah (15,3%) membayar sedikit lebih tinggi daripada usaha kecil (14,76%) dan usaha informal (15,08%) sedikit lebih tinggi daripada usaha formal (14,66%).52 Kredit yang dijamin dengan kendaraan (17%) atau peralatan (17,8%) lebih mahal daripada kredit yang dijamin real estate (15,3%) atau barang-barang pribadi (13,1%). Namun, banyak sekali responden (40%) tidak ingat atau tidak siap untuk mengungkapkan tingkat bunga yang mereka bayar, sehingga angka- angka ini harus disikapi dengan hati-hati. Pada umumnya surat keterangan pendaftaran usaha dan izin usaha harus diperlihatkan pada saat mengakses kredit. Namun demikian, bank-bank tampaknya bersikap cukup fleksibel terhadap UKM yang tidak memiliki dokumen-dokumen ini, karena jumlah perusahaan informal yang mengajukan permohonan kredit dan mendapatkannya, cukup signifikan. 48% perusahaan informal pernah mencoba untuk mendapatkan kredit dan 80% dari mereka berhasil memperolehnya;53 sedangkan 22% saat ini sedang mengambil kredit. Oleh karena itu, kenyataannya perusahaan informal bisa memperoleh kredit. Namun, jumlah kredit kepada perusahaan informal secara substansial lebih rendah dengan maksimal Rp 100 juta (Gambar 26). Juga, jatuh temponya rata-rata lebih pendek daripada untuk perusahaan formal. Hanya dalam kasus yang luar biasa maka kepada perusahaan informal diberikan kredit di atas Rp 100 juta untuk jangka waktu lima tahun. Gambar 26: Jumlah kredit per status perusahaan Agunan adalah suatu keharusan untuk mengakses kredit. Hanya 1% kredit yang diberikan tanpa agunan. Agunan yang lebih disukai adalah properti, terutama properti di lokasi yang bagus. Bank juga sangat teliti mengenai kepemilikan sertifikat tanah dari properti. Hak atas tanah yang paling disukai adalah Sertifikat Hak Milik (SHM).54 Surat keterangan dari kepala desa, yang masih sangat umum di banyak daerah di Indonesia, biasanya tidak dapat diterima. Secara keseluruhan, 65% kredit untuk UKM didukung agunan tidak bergerak, baik rumah pribadi dari pemilik bisnis atau tempat usaha (Gambar 27). Meskipun proses untuk mendaftarkan agunan bergerak lebih mudah (Pendaftaran Fidusia, sebagaimana disebutkan di atas), bank masih enggan untuk menerima agunan bergerak karena alasan-alasan sebagai berikut:  Layak jual dan likuidasi: agunan bergerak seperti mesin atau persediaan lebih sulit untuk dilikuidasi dalam kasus gagal bayar dibandingkan dengan tanah & bangunan. Misalnya 52 Korporasi biasanya membayar suku bunga pada kisaran 10-13% dan usaha mikro 21% sampai 30%. 53 Untuk perusahaan formal, 95% bisa memperoleh kredit. 54 Sertifikat hak milik diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional dan memberikan kepada pemegangnya kepemilikan penuh atas tanah dan hak-hak yang terkait. Tidak seperti sertifikat tanah lainnya maka sertifikat hak milik tidak memiliki periode kadaluwarsa. 25 mesin-mesin dalam satu industri tertentu kemungkinan besar hanya dapat dijual kepada pelaku lainnya dalam industri yang sama (untuk industri tekstil misalnya);  Penyusutan: agunan bergerak seperti persediaan, mesin dan kendaraan dikenakan penyusutan sedangkan tanah tidak dikenakan penyusutan;  Kemungkinan penjaminan ganda: masih ada kasus yang dihadapi bank di mana satu objek/agunan dijaminkan lebih dari satu kali kepada bank-bank yang berbeda. Kemungkinan penjaminan ganda jauh lebih kecil kemungkinannya pada agunan tanah & bangunan karena pemeriksaan yang lebih ketat;  Risiko yang dirasakan lebih tinggi karena agunan dapat dipindahkan: agunan bergerak dianggap oleh bank memiliki risiko yang lebih tinggi. Ada kasus di mana debitur menjual persediaan, atau pekerja pabrik mencuri mesin ketika debitur gagal bayar. Namun, 16% kredit dijamin dengan kendaraan. Agunan yang juga umum adalah barang-barang pribadi seperti emas atau perhiasan (18%). Jenis agunan lainnya seperti mesin, piutang, atau stok barang dagangan jarang diterima oleh bank. Secara umum, bank lebih berhati-hati ketika menyetujui pemberian kredit kepada perusahaan informal dan biasanya menuntut agunan 'keras'. Gambar 27: Agunan yang tersedia per status perusahaan 3.2.2 Permintaan Kredit Bank Lebih sedikit dari setengah (54%) dari semua UKM merasa tertarik untuk mendapatkan kredit di masa depan, dibandingkan dengan 46% yang pernah mengambil kredit. Mereka yang pernah mengambil kredit, sedikitnya 66% ingin meminjam dana lagi di masa depan. Yang patut diperhatikan adalah bahwa 30% pengusaha belum pernah meminjam dana tetapi berminat meminjam dana di masa depan. Sebaliknya, sekitar sepertiga dari semua UKM belum pernah meminjam dana dari bank dan tidak merasa tertarik untuk meminjam dana. Menganalisis hasil survei kami dalam hal definisi nasional UKM terungkap bahwa 51% usaha mikro, 57% usaha kecil dan 67% usaha menengah akan merasa tertarik untuk meminjam dana (Gambar 28). Secara rata-rata, UKM ingin meminjam sebesar Rp 339 juta sedangkan angka penengahnya menjadi Rp 200 juta. Perusahaan informal (Rp 150 juta) ingin meminjam dana kurang daripada perusahaan semi-formal (Rp 221 juta) atau perusahaan formal (Rp 638 juta). Dalam hal definisi nasional UKM, rata-rata usaha mikro ingin meminjam sebesar Rp 130 juta; usaha kecil ingin mendapatkan kredit sebesar Rp 308 juta; dan usaha menengah ingin meminjam dana sebesar Rp 1.057 juta (Gambar 29). Ini berarti bahwa permintaan pasar potensial adalah sebesar Rp 113 triliun atau USD 8,4 miliar untuk pemberian kredit kepada usaha kecil dan Rp 36 triliun atau USD 2,7 miliar untuk segmen lebih bawah dari usaha menengah. Angka-angka ini menunjukkan bahwa terutama perusahaan dengan omset kurang dari Rp 300 26 juta (usaha mikro) menghadapi kendala dalam mengakses kredit. Jumlah pengusaha yang ingin meminjam dana melebihi jumlah pengusaha yang pernah meminjam dana dan jumlah kredit yang diminta melebihi jumlah kredit yang saat ini tersedia bagi mereka. Alasan-alasan untuk tidak meminjam dana adalah tingkat bunga yang terlalu tinggi (27%) dan agunan yang tidak mencukupi (15%), meskipun 37% mengatakan bahwa mereka tidak membutuhkan pendanaan eksternal. Namun, dengan mengatasi kendala ini akan selain memungkinkan usaha mikro untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar dan membiarkan mereka tumbuh menjadi usaha kecil, akan mendorong usaha yang ragu untuk mengambil pinjaman dari luar. Sebagian besar usaha kecil pernah meminjam dana di masa lalu dan, rata-rata, berhasil mendapatkan jumlah kredit yang mereka minta. Alasan utama sepertiga dari semua usaha kecil untuk tidak merasa tertarik meminjam dana sama sekali, baik di masa lalu atau di masa depan, adalah karena mereka tidak membutuhkan (54%), sedangkan persyaratan agunan (7%) atau tingkat bunga tinggi (14 %) dianggap tidak terlalu memberatkan. Hal serupa berlaku juga untuk usaha menengah. 69% usaha menengah yang tidak merasa tertarik untuk meminjam dana mengatakan bahwa mereka tidak membutuhkan. Namun, usaha menengah juga menghadapi beberapa keterbatasan dalam mengakses jumlah kredit yang diminta. UKM tampaknya lebih terkendala menggunakan kredit secara produktif daripada mengaksesnya. Gambar 28: Pangsa UKM yang minta dan Gambar 29: Permintaan jumlah kredit per omset55 menggunakan kredit bank Ada perbedaan besar antara persyaratan pembiayaan yang diharapkan UKM dengan yang ditawarkan oleh bank, yang menunjukkan besarnya potensi bagi bank untuk mengkalibrasi ulang dan melakukan penyesuaian dalam segmen tersebut. Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka ingin membayar tingkat bunga rata-rata sekitar 12 persen, yaitu 3 persen di bawah tingkat bunga yang saat ini dibebankan oleh bank. Menurunkan tingkat bunga bisa membantu mendorong permohonan kredit baru. Jatuh tempo yang diminta umumnya sejalan dengan yang saat ini ditawarkan (Gambar 20). Masa tenggang waktu rata-rata 4,2 bulan diminta oleh 69% UKM dibandingkan dengan rata- rata 3,7 bulan masa tenggang waktu yang saat ini diterima oleh 40% dari bisnis dalam survei kami. Menawarkan masa tenggang waktu lebih sering dan dengan jangka waktu lebih panjang dapat membantu peminjam untuk mengambil kredit dalam jumlah lebih besar dan menggunakannya 55 UKM-UKM yang disurvei ditanya tentang rentang jumlah kredit yang mereka peroleh sebagaimana ditampilkan pada Gambar 19. Penawaran lebih bawah menyediakan jumlah kredit rata-rata tertimbang jika semua UKM akan memperoleh jumlah lebih bawah dari kisaran. Penawaran lebih atas karenanya adalah rata-rata tertimbang jumlah kredit jika semua UKM akan menerima jumlah lebih atas dari kisaran. Jumlah kredit rata-rata sesungguhnya akan terletak di antara keduanya. 27 untuk proyek investasi dengan keuntungan yang biasanya dapat direalisasikan dalam beberapa bulan. Produk yang lebih disukai adalah kredit angsuran (89% ingin menggunakannya atau terus menggunakannya) diikuti fasilitas plafond rekening koran (56%). Agunan yang dapat disediakan untuk kredit di masa depan secara umum sangat mirip dengan agunan yang disediakan untuk kredit saat ini. Namun, lebih banyak UKM bisa menyediakan mesin atau peralatan (10%), piutang (6%) atau stok barang dagangan (7%) daripada yang mereka sediakan saat ini. Lebih fleksibel dengan agunan bergerak bisa meningkatkan jumlah peminjam potensial. Tujuan penggunaan kredit dalam banyak hal adalah serupa, yaitu sekitar 50% untuk modal kerja, 40% untuk investasi, dan 10% untuk membayar hutang atau memenuhi kebutuhan keluarga. Tetapi ada perbedaan berdasarkan ukuran perusahaan. Perusahaan dengan omset lebih tinggi, yaitu perusahaan yang tergolong kecil atau menengah sesuai dengan definisi nasional, akan menggunakan kredit lebih sering untuk tujuan investasi daripada usaha mikro yang membutuhkan kredit terutama untuk pembiayaan modal kerja (Gambar 30). Dengan demikian, peningkatan jumlah kredit yang tersedia bagi UKM, bersama dengan penurunan suku bunga dan fleksibilitas tertentu dalam hal agunan alternatif, akan membantu memenuhi permintaan yang saat ini belum terpenuhi untuk pembiayaan UKM. Selanjutnya, memberikan kredit lebih besar dengan tingkat bunga lebih rendah bisa membuat investasi lebih dimungkinkan bagi UKM dan dengan demikian mendukung peningkatan produktivitas dan pertumbuhannya. Gambar 30: Tujuan permohonan kredit per omset perusahaan 3.3 Tabungan dan Saluran Pengiriman Hampir semua UKM memiliki rekening tabungan.56 Namun, 23% tidak pernah menggunakannya sama sekali atau sangat jarang dan 42% hanya menggunakannya satu bulan sekali. Rekening tabungan digunakan secara rutin oleh 36% UKM. Deposito berjangka yang menghasilkan suku bunga lebih tinggi hanya digunakan oleh 22% responden. 39% merasa tertarik menggunakan rekening deposito berjangka. Sebagian besar dari angka-angka ini serupa untuk seluruh UKM. Alasan utama tidak menggunakan rekening tabungan atau deposito berjangka adalah karena pengusaha lebih suka menyimpan uang tunai (58%), sedangkan 21% mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup uang untuk menabung, dan 11% mengatakan bahwa kantor cabang bank terdekat terlalu jauh untuk dikunjungi secara rutin. Sebagian besar pengusaha secara rutin mengunjungi kantor cabang bank, dan 90% setidaknya satu bulan sekali (Gambar 31). Yang paling populer adalah ATM yang digunakan oleh 94% pengusaha. Mereka yang memiliki rekening tabungan menggunakan ATM satu minggu sekali. Sistim elektronik di tempat penjualan kurang relevan bagi sebagian besar bisnis. 56 Pemerintah sedang mempromosikan akses terhadap rekening bank, misalnya dengan program TabunganKu. 28 Wanita menggunakan kantor cabang dan ATM sedikit lebih sering daripada pria (kantor cabang: 91% berbanding 89%; ATM: 94% berbanding 93%), tetapi, karena keterbatasan waktu, menggunakannya lebih jarang, yaitu kurang sering dari setiap minggu tetapi lebih sering dari sekali setiap bulan. Waktu tunggu yang lama dan layanan yang buruk dianggap sebagai faktor negatif terutama oleh wanita. Saluran penyampaian alternatif adalah menarik bagi UKM jika nyaman dan menghemat waktu. Wanita dan pria menggunakannya dan sama-sama merasa tertarik. 48% wanita dan 51% pria menggunakan internet banking sedangkan 15% wanita dan 12% pria juga akan merasa tertarik menggunakan internet banking. Sekitar 50% menggunakan mobile banking. Para peserta FGD dan responden survei memahami mobile banking sebagai melakukan semua transaksi dengan bank melalui perangkat mobile, termasuk menginstruksikan transaksi dengan menelepon call center bank, yang sangat populer di Indonesia. Layanan mobile uang tunai - yaitu mengirim dan menerima uang elektronik tanpa (secara langsung) mengakses rekening bank - sedang diperkenalkan di Indonesia tetapi belum dioperasikan (Lihat Kotak 2). Untuk layanan ini biasanya perlu jaringan agen. Jaringan agen saat ini jarang sekali digunakan dan responden juga tidak merasa tertarik pada sarana ini, namun ini bisa berubah setelah layanan uang mobile tersedia. Secara keseluruhan mobile banking tampaknya sangat menarik bagi 63% UKM. Secara khusus, para pengusaha akan merasa tertarik dengan layanan uang mobile untuk mentransfer uang (56%) dan menerima uang transfer (57%),57 memproses pembayaran tagihan (51%), menerima uang dari pelanggan (48%) atau membayar pedagang dan pemasok (35%). Gambar 31: Penggunaan saluran pengiriman Mobile banking digunakan oleh 49% wanita dan 52% pria dengan tambahan 13% wanita dan 12% pria yang berminat mengunakan mobile banking jika ditawarkan kepada dan dapat diakses oleh mereka. Perlu dicatat bahwa mobile banking merupakan saluran pengiriman satu-satunya yang lebih sering digunakan wanita daripada pria. Selanjutnya, wanita merasa lebih tertarik menggunakan layanan keuangan mobile untuk melakukan pembayaran dan transaksi sedangkan pria lebih memilih menggunakannya untuk komunikasi dengan bank. Meningkatkan layanan mobile banking akan secara proporsional menguntungkan wanita dan bisa membuat mereka lebih banyak menggunakan layanan perbankan karena mengakses bank akan menjadi jauh lebih nyaman dan lebih cepat dalam memanfaatkan keterbatasan waktu yang tersedia. Kotak 2: Jasa Keuangan Mobile Jasa Keuangan Mobile diihat oleh banyak orang sebagai instrumen kunci untuk meningkatkan akses keuangan di Indonesia dan juga peluang bisnis yang besar. Disebabkan oleh faktor geografis dan proporsi yang luas dari perekonomian informal maka sekitar 60% jumlah penduduk tidak memiliki akses terhadap layanan perbankan formal. Tetapi juga UKM sebagai pelanggan tetap yang sudah dikenal baik oleh bank bisa mendapatkan keuntungan, misalnya menghemat waktu tidak perlu 57 Dari para pengusaha yang disurvei 72% menerima atau mengirim uang. 29 mengantri panjang di kantor cabang bank. Khususnya kaum wanita dianggap sebagai pasar potensial yang lebih layak dan pendorong utama bagi layanan keuangan mikro (TNP2K 2014).58 Meskipun banyak bank di Indonesia menawarkan layanan mobile banking, sejauh ini, jasa keuangan mobile masih kurang dikenal. Salah satu kendala adalah kurangnya peraturan yang tepat. Meskipun BI telah menerbitkan lisensi e- money sejak tahun 2009 kepada 20 bank, beberapa perusahaan telekomunikasi dan penyedia pihak ketiga, m-wallet yang ditawarkan belum melampaui tahap percontohan. Pembatasan utama yang dikenakan peraturan saat ini adalah jenis layanan keuangan mikro yang diperbolehkan serta agen-agen untuk dikontrak, khususnya, larangan menutup kontrak dengan agen yang tidak terdaftar. Sebuah peraturan baru dari OJK dari tahun 2014 bersama dengan program Laku Pandai meringankan beberapa persyaratan namun menciptakan beberapa inkonsistensi dengan menjadi peraturan ditempat kedua. Sementara perusahaan telekomunikasi dan penyedia pihak ketiga wajib menerapkan peraturan BI secara ketat, bank-bank kecil menerapkan peraturan OJK sedangkan bank-bank besar dapat memilih salah satu peraturan. Selanjutnya, berdasarkan OJK, bank-bank besar diizinkan untuk menutup kontrak dengan agen informal. Empat bank pemerintah dan dua bank swasta mengambil bagian dalam Laku Pandai yang mengikuti model yang dipimpin bank secara jelas melalui mana para pelanggan dapat mengakses rekening bank formal mereka melalui para agen untuk mendapatkan layanan dasar seperti tabungan, kredit mikro dan asuransi mikro. Sebuah kendala lainnya adalah besarnya investasi yang dibutuhkan untuk membangun sebuah jaringan agen yang mencakup sebagian besar wilayah negara. Kedua produk jangkar, transfer P2P untuk pengiriman uang dalam negeri dan transfer G2P membutuhkan jaringan luas agar dapat disampaikan secara efektif, namun hanya memberikan keuntungan kecil bagi bank dari setiap transaksi. Peraturan yang ada menghambat bank atau perusahaan telekomunikasi untuk berbagi agen sehingga setiap penyedia harus menanggung investasinya sendiri, dengan demikian secara efektif kurang mendukung penggunaan lisensi e-money. Bank yang mampu berinvestasi - dengan memanfaatkan basis pelanggan yang besar, jika perlu - adalah dua bank pemerintah yaitu Bank Mandiri dan BRI, yang juga diidentifikasi oleh KPMG (2015) sebagai para pemenang dari susunan peraturan baru. Memang, BRI sudah melakukan investasi besar-besaran dalam agen-agen, yang mencapai sekitar 35.000 pada bulan Agustus 2015. Untuk semua bank yang berpartisipasi, OJK berencana memiliki 128.000 agen aktif pada tahun 2016. Bagaimanapun, meskipun kantor cabang dan ATM merupakan saluran pengiriman yang paling sering digunakan, perbankan agen, internet dan perbankan mobile banking merupakan alternatif berpotensi tinggi. Karena layanan mobile money secara teknologi terhubung dengan rekening bank maka layanan ini dapat meningkatkan jumlah tabungan dan penggunaan rekening tabungan. Namun demikian, hasil temuan survei ini dan FGD, serta pengalaman dari negara- negara lain, menunjukkan bahwa pendidikan nasabah sangat penting untuk dapat meluncurkan layanan mobil money dengan sukses. 3.4 Jasa Keuangan Lainnya Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh bank-bank yang menguasai sekitar 75% dari seluruh aset yang dipegang lembaga keuangan. Oleh karena itu pembiayaan selain kredit bank, dengan beberapa pengecualian, tidak mudah diakses oleh UKM. Pembiayaan sepeda motor dan mobil oleh perusahaan pembiayaan/leasing adalah sangat umum di Indonesia. Perusahaan leasing biasanya membebani suku bunga lebih tinggi daripada bank namun mereka mampu bersaing dengan menawarkan pemrosesan yang lebih cepat. Adalah hal yang biasa bagi perusahaan leasing untuk memproses dan menyelesaikan permohonan leasing dalam hanya satu atau dua hari sedangkan biasanya dibutuhkan waktu lebih lama bagi bank untuk memproses permohonan tersebut.59 Namun, leasing lebih umum bagi orang pribadi dan 58 Dalam survei kami pria dan wanita menyebutkan dalam proporsi yang sama layanan yang menarik bagi mereka. Sedikit lebih banyak wanita merasa tertarik pada pengiriman uang dan pembayaran elektronik lainnya sedangkan lebih banyak pria merasa tertarik pada mobil banking untuk berinteraksi dengan bank mereka (menerima rekening koran atau mengelola rekening bank melalui telepon seluler). 59 Para peserta FGD melaporkan bahwa waktu tunggu khas antara permohonan dan pencairan kredit bank adalah 30 hari. 30 kurang umum bagi UKM, karena hanya 2% UKM yang menggunakan leasing. Leasing mesin atau peralatan lainnya adalah khas untuk korporasi daripada UKM. Tabel 6: Total piutang perusahaan leasing, Kuartal 2 2015 Jenis Piutang (dalam triliunan Rp) Pembiayaan Konsumen (sebagian besar mobil dan 249 sepeda motor) Leasing alat berat, kendaraan dan mesin 110 Anjak piutang 9 Kartu kredit 0,05 Sumber: OJK Sistem resi gudang tidak pernah mampu berkembang pesat di Indonesia. Biaya yang dikenakan oleh sistem resi gudang, seperti biaya sertifikasi atau biaya pemrosesan membuat sistem ini sangat mahal bagi UMKM untuk dapat memanfaatkan layanan ini. Di sektor asuransi, asuransi jiwa mendominasi sebelum adanya jaminan sosial. Total aset sektor asuransi adalah sekitar 7,3% dari PDB. 38% UKM menggunakan asuransi sejenis dan 32% lainnya merasa tertarik untuk menggunakannya, yang mengindikasikan adanya kebutuhan dan permintaan terhadap peningkatan cakupan asuransi. Tabel 7: Total aset perusahaan asuransi, Kuartal 3 2015 Jenis Total Assets (in trillion IDR) Asuransi jiwa 328 Asuransi sosial (jaminan sosial) 217 Asuransi umum dan Reasuransi 127 Asuransi wajib 104 Sumber: OJK Kementerian Koperasi dan UKM bekerjasama dengan OJK dan Asosiasi Asuransi Indonesia memperkenalkan asuransi untuk usaha mikro pada tahun 2015. Asuransi ini menutupi kerugian yang disebabkan oleh bencana alam (gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dll.). Asuransi ini dimaksudkan untuk segmen masyarakat berpenghasilan rendah. Premi asuransi Rp 40.000 per tahun dan cakupan maksimumnya Rp 5 juta. Asuransi ini dapat digunakan bagi perlindungan tempat usaha, persediaan, dan peralatan usaha. Di Indonesia, perusahaan swasta wajib mendaftarkan para karyawan mereka pada dana pensiun melalui BPJS Ketenagakerjaan. Baik perusahaan maupun karyawan diwajibkan membayar iuran bulanan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pada kuartal kedua tahun 2015 total aset dana pensiun di Indonesia mencapai Rp 198 triliun atau sekitar 1,9% dari PDB. Para pengusaha hampir tidak pernah menggunakan dana pensiun (12%), tetapi 46% berminat menggunakannya. 31 4 Kasus Bisnis UKM Milik Wanita Hampir setengah dari jumlah seluruh UKM di Indonesia dimiliki oleh wanita, namun mereka rata-rata berukuran lebih kecil dan lebih sering berstatus informal. Kewajiban rumah tangga dan keluarga membatasi waktu yang dapat mereka gunakan untuk menjalankan dan mengembangkan bisnis. Wanita juga lebih jarang meminjam dana dari bank dan, ketika mereka lakukan, in adalah untuk jumlah yang lebih rendah, yang lebih lanjut menghambat pertumbuhan mereka. Ketergantungan pada pasangan, kurangnya properti, dan kepekaan yang lebih tinggi terhadap hubungan perbankan adalah alasan utama mengapa wanita menghindari kredit dari bank. Meskipun adanya kendala-kendala yang disebutkan, profitabilitas usaha serta permintaan kredit mereka adalah sama dengan pria. Menargetkan wanita dan menangani kebutuhan mereka bisa menjadi peluang bisnis yang sangat besar bagi bank dan dukungan kuat terhadap pertumbuhan bisnis wanita. 4.1 Perbedaan Kewirausahaan antara Pria dan Wanita 4.1.1 Profil Kewirausahaan Profil pengusaha wanita mirip dengan profil pengusaha pria. Misalnya, struktur usia serupa dengan usia rata-rata 41 tahun. Namun, proporsi pengusaha muda sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria (Gambar 32). Juga tingkat pendidikan sangat mirip (Gambar 33) dan secara umum tinggi untuk kedua jenis kelamin. Gambar 32: Usia pengusaha per jenis kelamin Gambar 33: Pendidikan pengusaha per jenis kelamin Sebagian besar pengusaha sudah menikah (89% pria, 88% wanita) namun, sementara pria tidak menikah dan sebagian besar lajang (8%), sebagian besar wanita adalah janda atau sudah bercerai (6%). Ukuran rumah tangga juga mirip untuk kedua jenis kelamin dengan rata-rata 5,8 untuk pria dan 5,9 untuk wanita. Rata-rata jumlah anak dalam rumah tangga adalah 1,4 untuk pengusaha pria dan 1,5 untuk pengusaha wanita. Pasangan seorang pengusaha pria dalam kebanyakan kasus (44%) adalah ibu rumah tangga, bekerja di tempat lain (28%) atau bekerja di bisnis suami (26%). Jika wanita yang memiliki perusahaan maka suaminya kebanyakan bekerja di tempat lain (69%). Tetapi sejumlah besar (35%) juga bekerja untuk istri dalam bisnis mereka. Selain kerja keras (71%) dan semangat kewirausahaan (58%) maka dukungan keluarga (56%) berlaku untuk kedua jenis kelamin di sebagai faktor keberhasilan. Motivasi untuk menjadi seorang pengusaha berbeda dengan lebih banyak wanita daripada pria membuka usaha untuk tujuan wirausaha atau untuk menghasilkan uang (Gambar 35). Pria yang fokus pada karirnya lebih sering daripada wanita. Ini mungkin sedikit menjelaskan proporsi 32 wanita yang lebih tinggi dalam memulai bisnis dengan hampir tidak ada pengalaman kerja sebelumnya (20% banding 17%) daripada pria. Namun, sebagian besar memiliki sedikitnya pengalaman satu sampai dua tahun (masing-masing 28%) sedangkan mayoritas dari kedua jenis kelamin memiliki pengalaman lebih dari dua tahun. Gambar 34: Pekerjaan dari pasangan Gambar 35: Motivasi menjadi pengusaha 4.1.2 Profil Bisnis Di antara pengusaha wanita yang memiliki UKM, pengusaha wanita lebih sering memiliki usaha kecil daripada pria tetapi kurang sering memiliki usaha menengah. Secara rata-rata, jumlah karyawan lebih sedikit dengan 10,3 untuk wanita dan 12,2 untuk pria. Terkait dengan ukuran barangkali adalah fakta bahwa bisnis wanita lebih banyak informal daripada bisnis pria (Gambar 7) dan bahwa omset mereka lebih rendah (Gambar 8). Faktor lainnya mungkin adalah bahwa wanita lebih sering aktif dalam sektor perdagangan atau jasa dan kurang aktif dalam sektor manufaktur, kecuali makanan, tekstil dan produksi garmen (Gambar 36).60 Ekspor kurang memainkan peranan bagi pria (96%) atau wanita (97%). Gambar 36: Sektor kegiatan usaha per jenis kelamin Terlepas dari kenyataan bahwa bisnis yang dimiliki wanita berukuran lebih kecil, persentase pria dan wanita yang sama (99%) menunjukkan bahwa bisnis mereka sama-sama menguntungkan dalam 12 bulan terakhir. Lebih banyak wanita daripada pria yang melaporkan bahwa bisnis mereka sangat menguntungkan (16% banding 12%). Pertumbuhan jumlah karyawan selama 12 bulan terakhir adalah serupa untuk pria dan wanita dengan pengusaha sama-sama mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang konstan (75%) atau meningkatkannya (24%). Selanjutnya, prospek bisnis untuk sebagian besar perusahaan adalah positif atau stabil dengan pria merasa sedikit lebih optimistis (Gambar 37). Salah satu perbedaan yang berhasil diamati adalah penggunaan teknologi, misalnya komputer. Wanita lebih jarang menggunakan komputer daripada pria dan lebih banyak wanita yang tidak menggunakannnya sama sekali (40% banding 47%). Namun, jaringan sosial dan website 60 Sebagian besar (50%) bisnis produksi pangan adalah kecil dengan kurang dari 8 karyawan dan omset kurang dari Rp 300 juta dan lebih sesuai diklasifikasikan sebagai jasa daripada produksi. 33 lainnya yang dapat digunakan untuk memasarkan produk mereka sama-sama digunakan oleh pria dan wanita (Gambar 38): secara keseluruhan 38% menggunakannya. Gambar 37: Prospek bisnis per jenis kelamin Gambar 38: Penggunaan saluran penjualan elektronik 4.1.3 Kesulitan Wanita dalam Memulai Bisnis Hampir semua perusahaan (77%) didirikan oleh pengusaha; 19% bisnis diwarisi dan dalam hanya 3% dari kasus-kasus tersebut maka pria atau wanita menjadi pemegang saham dari bisnis pasangannya. Oleh karena itu, sebagian besar pengusaha menghadapi tantangan dalam mendapatkan pembiayaan untuk mengembangkan bisnis mereka. Akses terhadap modal awal bisa menjadi penghalang potensial bagi keberhasilan bisnis baru. Selanjutnya, ini dapat mencegah perusahaan untuk mulai menjalankan kegiatan operasional. Karena bank tidak membiayai bisnis yang lebih muda dari dua atau tiga tahun, memulai bisnis harus dibiayai oleh tabungan, atau pinjaman dari kerabat atau teman. Kekurangan pembiayaan selama tahap memulai bisnis dengan demikian merupakan salah satu dari tiga tantangan utama yang dihadapi 44% responden, nomor dua sesudah kesulitan mencari pelanggan (43%). Kesulitan menemukan tempat bisnis dan karyawan yang tepat serta kurangnya rasa percaya diri adalah tantangan signifikan lainnya yang lebih besar dirasakan oleh wanita daripada oleh pria dalam memulai bisnis (Gambar 39). Gambar 39: Tantangan utama dalam memulai bisnis per jenis kelamin Pengusaha wanita dalam jumlah yang lebih sedikit daripada pengusaha pria menyebut kurangnya pembiayaan sebagai tantangan utama. Namun ini tidak harus dikaitkan dengan kurangnya permintaan dari pengusaha wanita melainkan pada ketergantungan generik yang tinggi terhadap dukungan eksternal. Data survei menunjukkan bahwa wanita lebih sering mengandalkan pinjaman dari kerabat daripada pria (28% wanita, 21% pria), dan tabungan mereka sendiri (81% wanita, 76% pria) (Gambar 40). Hampir semua wanita dalam FGD selanjutnya menunjukkan bahwa suami dan orang tua adalah sumber utama dari modal awal mereka. 34 Jika suami atau anggota keluarga menolak untuk mendukung mereka, wanita kurang memiliki peluang untuk membangun bisnis mereka sendiri, atau, jika mereka berhasil, dalam membuatnya berkelanjutan. Bank, LKM dan koperasi menyediakan sebagian pembiayaan untuk memulai bisnis, mungkin sebagai kredit konsumen dan terhadap agunan keras, tetapi jarang kepada wanita daripada kepada pria. Akhirnya karena kurang dibatasi oleh tanggung jawab rumah tangga dan keluarga seperti wanita, pria mendapatkan keuntungan dari jaringan yang lebih luas dan mobilitas yang lebih tinggi untuk menjangkau sumber pembiayaan diluar keluarga dan teman. Gambar 40: Sumber pembiayaan selama periode memulai bisnis per jenis kelamin 4.1.4 Kesulitan Wanita dalam Menjalankan Bisnis Secara keseluruhan wanita menghadapi tantangan yang sama seperti pria dalam menjalankan bisnis (Gambar 41). Sebagian besar tantangan terkait dengan persaingan serta biaya dalam menjalankan bisnis, sewa, dan permasalahan mencari dan mempertahankan karyawan yang berkualitas. Selama FGD, pajak ditegaskan sebagai kendala utama oleh wanita, karena kurangnya kejelasan tentang berbagai jenis pajak, tingkat pajak, dan aturan pajak. Selanjutnya, sementara persaingan adalah tantangan besar bagi dua-duanya, wanita secara eksplisit menyebutkan tangguhnya persaingan dengan pria dalam industri yang didominasi pria seperti konstruksi dan perdagangan. Gambar 41: Kendala utama dalam menjalankan bisnis per jenis kelamin Tantangan khusus wanita dibahas bersama dengan wanita dan pria dalam FGD. Tantangan yang dihadapi wanita termasuk kendala yang dialami di tingkat pribadi, rumah tangga dan sosial. Wanita pertama dan terutama terkendala tekanan untuk menyeimbangkan tanggung jawab mereka di rumah dan kebutuhan untuk fokus pada bisnis. Para pebisnis wanita yang sudah mapan dalam kelompok fokus mengakui bahwa dukungan keluarga, suami dan anak-anak adalah faktor kunci menuju keberhasilan; namun mereka tunduk pada kecaman masyarakat. Pengusaha wanita dengan anak-anak lebih kecil menanganinya dengan merekrut pekerja rumah tangga dan pengasuh anak, dan dengan mengelola waktu secara lebih efisien. Mereka mengganggap diri mereka sebagai subyek tekanan lebih besar karena merasa harus menyeimbangkan bisnis dengan tanggung jawab di rumah. Pria merasa tidak 35 wajib melibatkan diri dalam pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak, dan mempunyai waktu lebih banyak untuk bisnis dan hiburan. Selanjutnya, wanita menyisihkan porsi yang signifikan dari pendapatan bisnis untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, yang membatasi investasi dalam bisnis mereka. Pria cenderung menginvestasikan porsi tabungan lebih besar kedalam bisnis, terutama jika istri mereka berkontribusi pada pengeluaran rumah tangga. Sebagai kepala rumah tangga maka pria mengambil semua keputusan penting, terutama yang berkaitan dengan persoalan keuangan, dan wanita memiliki kebebasan dan kendali yang jauh lebih sedikit atas sumber daya ekonomi dan pengambilan keputusan. Sementara sebagian besar wanita memiliki kebebasan untuk mengambil keputusan bisnis yang rutin, suami menentukan tentang proporsi pendapatan yang digunakan untuk rumah tangga dan kebutuhan bisnis serta keputusan investasi lebih besar yang bisa mempengaruhi kekayaan rumah tangga. Temuan survei menegaskan kekuatan pengambilan keputusan dari pria yang mempengaruhi keputusan pengusaha wanita. Sebagian besar responden wanita (54%) mengatakan bahwa pasangan dan keluarga ikut terlibat secara kuat dalam perencanaan keuangan (Gambar 42). Gambar 42: Sumber informasi perencanaan keuangan Wanita juga terkendala oleh kekhawatiran dan kurang rasa percaya diri. Para peserta wanita dalam FGD mengatakan bahwa mereka sering dikritik keluarga dan anggota masyarakat lainnya karena kurang memprioritaskan rumah dan keluarga. Mayoritas wanita dalam kelompok fokus berbicara tentang rasa takut akan gagal dan dampaknya, termasuk kehilangan muka, kritik dari keluarga dan masyarakat, dan yang paling penting adalah kemungkinan hilangnya aset yang telah diajukan sebagai agunan. Karena wanita merasakan tanggung jawab yang lebih besar terhadap rumah dan keluarga, mereka mengalami tekanan lebih besar daripada suami mereka mengenai pembayaran kembali kredit dan arus kas dengan tepat waktu. Wanita juga merasa dibatasi budaya dan masyarakat termasuk pembatasan kebebasan bergerak (lihat Kotak 1). Secara khusus, mereka yang tinggal di daerah perdesaan mengalami kesulitan dalam mengakses kantor pemerintah dan layanan terkait bisnis lainnya yang jauh dari komunitas mereka. Seringkali mereka tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan sendiri atau tidak memiliki waktu atau uang. Wanita juga mengungkapkan ketidaknyamanan ketika berhadapan dengan pejabat yang kebanyakan pria. Persepsi pria tentang pengusaha wanita bervariasi tergantung pada usia dan latar belakang responden. Para responden muda pria di FGD Jakarta dan Denpasar yang berasal dari pusat perkotaan yang relatif modern, memiliki pandangan positif tentang wanita dalam berbisnis. Para pria di FGD Padang, Sumatera Barat, salah satu daerah Indonesia yang paling ortodoks, secara tegas bersikap negatif tentang gagasan wanita sebagai pengusaha, dan menyatakan pendapat mereka bahwa wanita sebaiknya fokus pada peran tradisional mereka sebagai istri dan ibu, dan membiarkan pria untuk fokus mencari nafkah. Di sisi lain, sekitar sepertiga pria di Jakarta dan Denpasar memiliki pasangan yang bekerja atau wirausaha. 36 4.2 Akses, Penggunaan dan Permintaan Jasa Keuangan Para wanita dalam FGD menunjukkan preferensi yang jelas untuk mengakses pembiayaan. Pertama, mereka akan menggunakan keuntungan dari bisnis. Kedua, mereka akan melikuidasi aset atau meminjam uang dari pegadaian yang dapat menyediakan akses terhadap likuiditas yang cepat tanpa persyaratan banyak dokumen dan, menurut mereka, dengan tingkat bunga wajar, biasanya 2% per bulan. Jika tersedia, mereka akan menggunakan kredit dari pemasok atau menuntut uang muka dari pelanggan. Ketiga, mereka akan meminjam dari kerabat atau teman. Keempat, meminjam dari bank menjadi pertimbangan jika mereka membutuhkan pembiayaan lebih besar daripada yang dapat diperoleh dari kerabat atau teman. Sementara pria mengikuti strategi serupa, dan umumnya wanita dan pria memanfaatkan sumber pembiayaan yang sama (Gambar 43), pria dapat lebih sering mengandalkan keuntungan dari bisnis mereka. Karena tanggung jawab menutupi biaya keluarga, misalnya pendidikan anak- anak, keuntungan wanita seringkali kurang mencukupi dibandingkan dengan pria untuk membiayai bisnis sendiri. Di sisi lain, wanita lebih sering meminjam dari kerabat dan teman, sedangkan pria lebih sering meminjam dari bank. Secara keseluruhan, jumlah wanita dan pria sama banyaknya yang meminjam dari bank setidaknya satu kali (54% wanita, 53% pria) dan 29% wanita dan pria saat ini sedang mengambil kredit dari bank. Gambar 43: Sumber pembiayaan per jenis kelamin Alasan utama untuk tidak meminjam dari bank adalah tingkat bunga yang tinggi, prosedur yang rumit, dan kurangnya kebutuhan (Gambar 44). 38% wanita dan 33% pria dapat mengandalkan pada keuntungan atau dukungan keluarga dan teman dan dengan demikian tidak membutuhkan kredit dari bank. Juga, jika dibandingkan dengan pinjaman dari kerabat atau teman, banyak orang menganggap kredit bank terlalu mahal. Perbedaan terbesar menurut pengamatan adalah rumitnya prosedur yang dirasakan lebih merepotkan oleh wanita daripada pria (28% pria, 40% wanita). Gambar 44: Alasan utama tidak meminjam dari bank 30% pria dan 24% wanita menyebutkan agunan sebagai alasan utama untuk tidak meminjam dari bank. Namun, angka-angka ini harus dilihat dengan lebih hati-hati. Pertama, pria selaku 37 kepala rumah tangga biasanya menguasai semua aset utama, khususnya rumah. Umumnya wanita tidak memiliki properti atas nama mereka sendiri kecuali mewarisinya dari keluarga, atau membeli properti atas nama mereka sendiri.61 Mereka harus meminta suami ikut menandatangani perjanjian kredit atau memberikan surat keterangan gaji atau laporan keuangan suami kepada bank sebagai referensi lebih lanjut. Sementara para wanita dalam FGD mengatakan bahwa tidak merupakan masalah untuk mendapatkan tanda tangan suami, ketergantungan pada kepala rumah tangga pria adalah lebih kuat di daerah perdesaan (berbeda dengan para peserta FGD dari daerah perkotaan) dan tergantung pada pengaturan rumah tangga. 14% UKM wanita yang disurvei percaya bahwa wanita lebih sering kekurangan agunan dibandingkan dengan pria, dan karena itu kurang sering memperoleh pinjaman. 16% pria yang disurvei sepakat dengan hal ini. Kedua, wanita tidak begitu sering memiliki tempat bisnis dan karena itu harus menyediakan rumah pribadi sebagai agunan (Gambar 45). Namun, para wanita mengatakan bahwa mereka sangat enggan untuk meminjam dengan mengagunkan rumah pribadi. Mereka takut kehilangan rumah jika tidak mampu membayar kembali kredit dengan tepat waktu; ini bisa menyebabkan tidak meminjam atau hanya meminjam jumlah yang lebih kecil. Setengah dari semua wanita peserta FGD mengatakan bahwa salah satu alasan untuk tidak meminjam dari bank adalah kurangnya rasa percaya diri pada kemampuan mengelola pembayaran kembali dengan tepat waktu. Ketiga, wanita lebih sering dibandingkan dengan pria meminjam dengan agunan kendaraan atau barang-barang pribadi. Meskipun agunan bergerak diatur undang-undang dan sebuah sistem pendaftaran online sudah berlaku, bank masih enggan untuk memanfaatkannya dan memberikan kredit terhadap agunan bergerak atau akan membatasi jumlah kredit yang diberikan (Lihat Bab 3.2.1.). Ini lebih mempengaruhi UKM milik wanita daripada UKM milik pria. Gambar 45: Agunan yang tersedia per jenis kelamin Angka-angka survei menunjukkan bahwa wanita meminjam dalam jumlah yang lebih kecil. 56% peminjam wanita memiliki jumlah kredit dibawah Rp 100 juta dibandingkan dengan 43% pria dan hanya 7% memiliki kredit diatas Rp 1 miliar dibandingkan dengan 17% pria (Gambar 46). Juga, jatuh tempo kredit lebih pendek dengan 45% wanita memiliki kredit untuk kurang dari dua tahun (pria: 30%). Ini dapat dijelaskan dengan jumlah kredit yang lebih kecil, namun, bilamana melihat kredit yang lebih besar daripada Rp 100 juta lebih sedikit wanita (64%) mendapatkannya daripada yang didapatkan pria (68%) untuk lebih dari tiga tahun. Di sisi lain, tingkat bunga lebih rendah sedikit untuk wanita daripada untuk pria (14,2% banding 15,9%). 61 Meskipun undang-undang tidak melarang wanita untuk mewarisi, membeli dan memiliki properti dan wanita di seluruh Indonesia telah diberikan hak untuk mewarisi properti, hak ini tidak selalu jelas, dan sebagian besar diatur oleh hukum adat. Berdasarkan tradisi di Indonesia, keturunan pria mewarisi tanah, sedangkan wanita mewarisi kekayaan lainnya seperti emas, perhiasan, ternak dll. 38 Gambar 46: Jumlah kredit per jenis kelamin Sejumlah peserta FGD wanita mengambil tindakan untuk membeli aset atas nama mereka sendiri untuk mendapatkan tingkat kemandirian ekonomi. Pertama mereka akan membeli kendaraan; pelaku bisnis wanita yang lebih mapan akan membeli tempat bisnis. Meskipun demikian, beberapa orang wanita mengindikasikan bahwa mereka membutuhkan izin dari suami jika ingin mengajukan aset mereka sebagai agunan atau melikuidasi aset untuk modal. Secara keseluruhan, 35% wanita dalam survei kami telah mendapatkan kepemilikan tempat usaha mereka, pada tingkat yang lebih rendah daripada pria, 43% (Gambar 47). Selanjutnya, wanita lebih sering berbagi kepemilikan dengan pasangan mereka daripada pria (18% banding 10%). Dengan demikian, wanita kurang dapat menggunakan tempat bisnis daripada pria (47% banding 61%) sebagai agunan namun harus mengandalkan rumah pribadi (69% banding 55%), dimana, sebagaimana dinyatakan diatas, wanita merasa enggan untuk menawarkannya sebagai agunan. Kurangnya agunan atau jenis agunan yang tepat, serta rasa percaya diri yang lebih rendah dan metrik bisnis yang lebih kecil, menyebabkan wanita meminjam jumlah kredit yang lebih kecil. Gambar 47: Kepemilikan tempat bisnis Dengan jumlah kredit dan jatuh tempo kredit yang lebih terbatas maka wanita lebih sering daripada pria menggunakan kredit untuk membiayai modal kerja (45% banding 40%). Namun, ketika mempertimbangkan pinjaman di masa depan, lebih banyak wanita daripada pria ingin melakukannya untuk investasi dalam perusahaan mereka. Dibandingkan dengan 40% pria, 44% wanita berminat menggunakan pinjaman mereka untuk membeli mesin atau peralatan atau menginvestasikan dalam pengembangan produk atau pemasaran. Persentase yang mirip dari wanita dan pria (19% banding 18%) menggunakan pinjaman untuk menutupi kebutuhan keluarga atau membayar utang. Secara keseluruhan proporsi wanita dan pria yang sama - yaitu 54% - berminat meminjam dari bank di masa depan. Secara rata-rata, wanita ingin meminjam jumlah kredit lebih kecil daripada pria (Rp 302 juta banding Rp 396 juta), lebih baik untuk jangka waktu lebih dari dua tahun. Namun, angka ini menjadi bias oleh lebih banyaknya usaha mikro dikalangan wanita. Membandingkan jumlah kredit yang diminta berdasarkan jenis kelamin sesuai dengan definisi nasional UKM mengungkapkan bahwa UKM milik wanita menuntut jumlah kredit yang lebih 39 besar daripada UKM milik pria. Secara rata-rata usaha mikro milik wanita mengajukan permohonan kredit sebesar Rp 140 juta dan usaha mikro milik pria - Rp 120 juta, usaha kecil milik wanita - Rp 312 juta dan usaha kecil milik pria - Rp 306 juta. Akhirnya, usaha menengah milik wanita rata-rata mengajukan permohonan Rp 1,46 miliar dibandingkan dengan Rp 1,05 miliar yang diminta pria.62 Secara keseluruhan, usaha kecil milik wanita mengajukan permohonan sebesar Rp 65,7 triliun atau USD 4,9 miliar dan usaha menengah milik wanita - Rp 13,6 triliun atau USD 1 miliar, yang mencerminkan masing-masing 57,6% dan 37,2% total permintaan dari segmen ini.63 4.3 Harapan UKM milik Wanita dibandingkan UKM milik Pria kepada Perbankan Meskipun tingkat bunga, prosedur yang rumit, dan agunan ditunjukkan sebagai alasan utama untuk tidak meminjam dana, ini juga paling sering disebutkan sebagai faktor negatif utama meminjam dana dari bank (Gambar 48). Wanita menyebutnya lebih sering daripada pria. Wanita dalam FGD menyoroti kurangnya pemahaman tentang kebijakan dan prosedur, serta syarat dan ketentuan dari produk-produk tertentu. Mereka juga merujuk pada kesenjangan dalam kapasitas dari petugas bank. Kadang- kadang petugas bank kurang mampu menjelaskan syarat dan ketentuan kredit, yang sering membuat wanita mendapatkan informasi yang kurang lengkap dan kurang akurat. Dengan demikian 10% wanita yang disurvei mengatakan bahwa umumnya wanita lebih enggan menghubungi bank daripada pria. Selanjutnya, 9% wanita mengatakan bahwa bank memperlakukan mereka berbeda daripada pria. Kurangnya pengetahuan keuangan di pihak wanita dianggap sebagai bukan alasan untuk perlakuan yang berbeda, karena hanya 7% wanita yang disurvei berpikir bahwa pelaku bisnis wanita di Indonesia kekurangan pengetahuan dibandingkan dengan pria dan hanya 8% berpikir bahwa wanita kurang memiliki pengalaman manajerial umum (13% wanita dan 16% pria berpikir demikian). Para peserta FGD menyarankan perbaikan dalam pelatihan petugas bank khususnya di bidang hubungan pelanggan. Rupanya perluasan jaringan perbankan telah menyebabkan kesenjangan dalam mutu para petugas dan sering mereka belum cukup terlatih untuk melayani pelanggan baru dengan tingkat kesabaran yang diperlukan. Para peminjam untuk pertama kali mungkin mengalami kesulitan dengan prosedur permohonan kredit, penyiapan dokumentasi latar belakang dan mendapatkan dokumen legalitas yang diminta. Terutama memenuhi persyaratan agunan, yang berarti mendapatkan dokumen legalitas yang diperlukan tentang kepemilikan dan persetujuan suami membuat meminjam menjadi rumit. Membandingkan prosedur permohonan kredit, persyaratan dokumen legalitas, dan tingkat bunga bank dengan pinjaman dari kerabat dan teman membuat meminjam dari bank kurang menarik. Hanya 55% wanita dan 47% pria merasa benar-benar puas dalam berhubungan dengan bank. Angka ini berkorelasi dengan rasio 55% pelanggan bank sebagai peminjam bank ulangan. Banyaknya peminjam wanita berbanding peminjam pria yang sudah merasa puas agaknya terkait dengan tingkat kesabaran dan kesetiaan lebih tinggi kepada bank daripada tidak merasakan adanya kendala. 62 Tingkat bunga yang ingin dibayar oleh wanita adalah sama dengan yang ingin dibayar pria. 63 Perhitungannya hanya berupa perkiraan dan didasarkan pada angka-angka sebagai berikut: jumlah kredit rata-rata yang diminta sesuai dengan temuan survei dan diuraikan di bagian 3.2.2., proporsi dari usaha milik wanita diantara UKM sebagaimana dihitung di bagian 2.2, dan jumlah UKM pada tahun 2013 sebagaimana disajikan pada Tabel 1. 40 Gambar 48: Faktor-faktor negatif utama di perbankan per jenis kelamin Baik pria maupun wanita menginginkan layanan yang berkualitas baik, respon cepat dan petugas bank yang senang membantu (Gambar 49). Faktor-faktor yang sifatnya lunak pada umumnya lebih penting bagi kedua jenis kelamin daripada berbagai produk yang ditawarkan atau persyaratannya. Namun, perbedaan signifikan antara pria dan wanita bisa diamati dalam memahami layanan pelanggan yang baik. Peserta FGD wanita secara khusus mengulas kinerja analis kredit dan manajer hubungan pelanggan. Lebih banyak wanita daripada pria dalam FGD menekankan pentingnya layanan yang bersifat premium, termasuk jalur khusus untuk UKM, dan petugas kredit yang setia. Demikian pula, bank-bank mengatakan bahwa masalah besar yang mereka hadapi adalah bagaimana mempertahankan manajer hubungan pelanggan yang baik. Bilamana mereka pindah ke bank lain sebagian besar pelanggan mereka akan ikut dibawa pindah. Keluhan lainnya adalah tentang bagaimana menangani pengaduan. Sekitar setengah dari jumlah peserta FGD, yang meliputi pria dan wanita, menunjukkan ketidakpuasan dengan cara bagaimana permasalahan mereka ditangani, termasuk kecepatan dan kualitas layanan. Semua peserta menunjukkan perlunya memperbaiki layanan call center. Banyak yang harus mengunjungi kantor cabang dan menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan permasalahan. Selanjutnya, semua peserta FGD mengeluhkan panjangnya antrian di kantor cabang bank dan menegaskan perlunya menyediakan layanan lebih baik kepada pelanggan lama, termasuk pengadaan jendela khusus UKM dan penawaran jasa perbankan prioritas kepada pelanggan lama. Pemeliharaan ATM dan kecukupan pasokan uang tunai terutama pada akhir pekan dan hari besar juga dianggap bermasalah. Para pelanggan juga menunjukkan preferensi terhadap layanan perbankan tanpa kantor cabang, termasuk tidak saja lebih banyak ATM, layanan mobile phone dan internet banking, tetapi juga kualitas layanan yang lebih baik daripada yang sudah ada. Internet dan mobile phone banking juga perlu ditingkatkan untuk mengurangi kesalahan pesan, keterlambatan transfer dan pembayaran jasa. Gambar 49: Faktor-faktor penting berhubungan baik dengan bank per jenis kelamin 41 Meskipun layanan dianggap lebih penting, penawaran produk juga penting. Semua peserta FGD yang sudah berhubungan dengan bank setidaknya memiliki rekening pada tiga bank yang berbeda, sebagian bahkan memiliki lima rekening. Juga, 24% responden merupakan pelanggan lebih dari satu bank. Secara umum, wanita dan pria sama-sama memiliki informasi yang baik tentang penawaran produk dan memilih bank yang menawarkan nilai terbaik untuk uang, memberikan kepada mereka akses terhadap berbagai produk yang lebih luas dan fleksibilitas yang lebih besar. Penawaran promosi juga populer, termasuk penawaran produk atau jasa tambahan tanpa biaya dan potongan bilamana membayar dengan kartu kredit tertentu dan pada toko tertentu. Kartu kredit semakin populer diantara pemilik UKM, tetapi ada kebutuhan untuk mendidik pemilik UKM wanita tentang manfaat dan kerugian menggunakan kartu kredit. Pendidikan keuangan juga dibutuhkan untuk pemilik bisnis wanita yang perlu memahami manfaat produk seperti leasing, asuransi dan dana pensiun. Produk gabungan juga diminati pria dan wanita. Lebih banyak wanita daripada pria pelanggan bank merasa tertarik pada produk kredit yang diberikan bersama dengan kartu debet atau kartu kredit gratis (dengan bebas biaya untuk waktu tertentu), produk asuransi bebas biaya selama masa percobaan, atau kartu pra-bayar atau poin kartu ritel yang dapat ditebus di toko ritel. Para peserta FGD wanita juga beranggapan bahwa bank perlu lebih fokus pada penyesuaian produk dan jasa yang ada dan mendesain produk-produk baru yang memenuhi kebutuhan khusus pemilik UKM wanita. Idealnya, ini digabungkan dengan pendidikan keuangan dan seminar pelatihan yang bervariasi. 4.4 UKM milik Wanita sebagai Segmen Pelanggan Tersendiri UKM yang dimiliki wanita, khususnya di negara berkembang, secara historis kurang memiliki akses terhadap produk dan jasa. Diperkirakan bahwa lebih dari 70% UKM yang dipimpin wanita di setiap wilayah belum terlayani atau belum cukup terlayani secara keuangan. 64 IFC menunjukkan bahwa pengusaha wanita hanya menjangkau 2% sampai 10% pembiayaan dari bank umum, dan bahwa ada permintaan yang belum terpenuhi secara signifikan dari UKM milik wanita.65 Pada saat yang sama, menurut Bank Dunia (2012), wanita mewakili 40% angkatan kerja, mengendalikan lebih dari sepertiga kekayaan global dan menghabiskan USD 20 triliun dolar per tahun. Mengingat angka-angka ini, jelas sudah adanya peluang bisnis yang luas bagi bank untuk menargetkan UKM milik wanita. Sementara ukuran segmen tidak meragukan lagi, anggapan tentang profitabilitas lebih rendah dari UKM yang dipimpin oleh wanita tampaknya menjadi faktor kunci yang membatasi bank dalam menargetkan UKM milik wanita. Beberapa penelitian menegaskan perbedaan jenis kelamin dalam hasil usaha bagi pengusaha wanita dan pria, baik melalui contoh-contoh yang mewakili perusahaan maupun segmen segmen kecil yang spesifik dalam bisnis .66 Bisnis milik wanita biasanya lebih kecil dan ditandai volume penjualan lebih rendah, kinerja keuangan lebih rendah dan tingkat pertumbuhan lebih rendah daripada bisnis milik pria. Pada saat yang sama, penelitian juga menunjukkan bahwa wanita cenderung terlibat dalam bisnis ritel atau jasa dengan tingkat pertumbuhan yang agak terbatas.67 Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa perbedaan gender dalam tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan tampaknya marginal atau bahkan hilang saat penyusunan data berdasarkan industri dan ukuran.68 Sebagaimana dibuktikan oleh penelitian Bank Dunia di Sub 64 IFC (2011). 65 IFC (2013). 66 Lihat misalnya Du Rietz and Henrekson (2000), Kalleberg and Leicht (1991), Rosa at al. (1996), atau Ruane and Sutherland (2007). 67 Robb and Wolken (2002). 68 Du Rietz and Henrekson (2000). 42 Sahara Afrika, tidak ditemukan adanya perbedaan dalam kinerja bilamana perusahaan pria dan wanita beroperasi berdasarkan ketentuan yang sama.69 Dengan demikian, konsentrasi kepemilikan dan pekerjaan wanita dalam sektor sektor yang kurang menguntungkan, kecil, adalah lebih kompetitif dan padat karya daripada karya yang menyumbang pada bias dalam kinerja usaha milik wanita dibandingkan dengan usaha milik pria.70 Pokoknya, IFC (2014) misalnya tidak menjumpai perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkat pembayaran kembali kredit untuk segala jenis usaha. Indonesia tampaknya tidak banyak berbeda dalam hal keganjilan gender sebagaimana disebutkan diatas. UKM milik wanita lebih sering informal atau semi formal. Wanita lebih sering aktif dalam sektor jasa atau menjalankan usaha manufaktur kecil. Pada saat yang sama mereka menunjukkan kinerja serupa dan tumbuh bersama dalam hal jumlah karyawan dan profitabilitas. Namun, kendala tertentu yang membatasi pertumbuhan lebih parah bagi bisnis milik wanita daripada bisnis milik pria. Kurangnya rasa percaya diri dan aspek budaya, seperti kehilangan muka atau peran pria sebagai kepala rumah tangga, dapat mencegah wanita dari mengambil risiko terlalu besar. Pada saat yang sama, kritik dari keluarga dan masyarakat karena tidak memprioritaskan rumah tangga atas bisnis, khususnya ketika sudah sukses sebagai pebisnis wanita, dapat mencegah wanita dari menginvestasikan waktu, upaya dan uang kedalam bisnis dan dengan demikian dari menumbuhkan bisnis mereka. Dilihat dari perspektif berbeda, ini dapat berakibat pada kurang berisikonya bisnis wanita bagi bank, karena usaha mereka tidak akan terlalu berkembang bagi pengusahanya, sehingga tidak akan gagal dalam pengelolaan yang lebih baik. Meskipun kebijakan dan prosedur perkreditan yang diterapkan bank sifatnya netral dalam hal gender, mereka secara otomatis merugikan pengusaha wanita mengingat relatif lemahnya posisi mereka dalam kriteria kelayakan kredit seperti riwayat kredit, agunan dan pengalaman bisnis sebelumnya.71 Namun, bilamana dilihat sebagai peluang, keterbatasan aktual atau dirasakan sebagaimana dimaksud diatas dapat diatasi dengan program dukungan bank yang sudah dirancang dengan baik. Tantangan yang dihadapi pengusaha wanita bisa ditangani bank demi keuntungan mereka sendiri. Seiring dengan waktu, bank-bank seperti Royal Bank of Canada (Kanada), Westpac (Australia), Royal Bank of Scotland (Skotlandia), Garanti Bank (Turki) dan beberapa bank lainnya telah menjadi pelopor di negara-negara mereka sendiri dengan memasuki pasar perbankan wanita pada tahap awal perkembangannya. Laporan terbaru dari Women’s World Banking untuk European Bank of Reconstruction and Development mengidentifikasi lebih dari 100 program pada 89 lembaga di seluruh dunia. Meskipun jumlah bank yang khusus menangani UKM milik wanita masih sedikit, semakin banyak bank telah mengidentifikasi kasus bisnis bagi UKM milik wanita untuk diri mereka sendiri, karena mengakui pengaruh pola khusus gender pada desain produk, saluran distribusi dan penentuan posisi pasar dari lembaga keuangan mereka, yang menghasilkan pertumbuhan dalam pangsa pasar perbankan dan profitabilitas UKM. Situasi ini juga berubah karena tekanan eksternal terhadap bank-bank dalam memposisikan diri mereka secara strategis untuk secara proaktif menangkap basis pelanggan baru. Lingkungan bisnis perbankan di banyak negara berubah dengan cepat dengan lembaga keuangan bukan bank juga mengakses pasar UKM dan/atau persaingan antar bank yang sangat ketat. Meskipun sebelumnya bank-bank lebih fokus pada para pelanggan bernilai tinggi dan berisiko rendah, ada peningkatan dalam konsensus bahwa pasar UKM bisa menjadi sebuah segmen yang menguntungkan untuk bank dan lebih tangguh dalam menghadapi kemerosotan perekonomian. 69 World Bank (2012). 70 Golden Sachs (2014). 71 OECD (2013). 43 Dalam konteks ini, bisnis wanita yang tidak terlayani dan belum cukup terlayani dapat mewakili segmen yang menguntungkan potensi pasar UKM. OECD (Exploring bank financing for women entrepreneurs in MENA region) (2013) menunjukkan untuk wilayah MENA (Middle East and North Africa) bahwa beberapa bank menghargai investasi dalam bisnis yang dipimpin oleh wanita dalam kerangka strategi ekspansi mereka serta sarana untuk mengembangkan keahlian untuk segmen kecil spesifik dan untuk diversifikasi risiko. Bank-bank lainnya, sebagaimana telah ditunjukkan EBRD (2014) menyajikan pendekatan mereka kepada UKM pimpinan wanita yang didorong oleh misi dan tujuan sosial mereka seperti tanggung jawab sosial perusahaan dan kewarganegaraan korporasi. Di Indonesia, dengan adanya peraturan baru yang mewajibkan portofolio kredit UMKM sebesar 20% pada tahun 2018 telah menciptakan tekanan eksternal untuk melihat komposisi pasar UMKM dengan lebih cermat. Fokus pada UKM yang dimiliki oleh wanita dapat menjadi strategi berisiko rendah bagi bank dan memungkinkan mereka untuk melampaui target yang telah ditetapkan. 4.5 Memanfaatkan Pengalaman Global dalam Menargetkan UKM milik Wanita Banyak dari bank-bank yang disebutkan diatas dan dalam Kotak 3 dan 4 telah mengidentifikasi potensi dari UKM milik wanita dengan cara mereka sendiri yang spesifik. Beberapa bank memasuki pasar melalui fasilitas kredit yang diberikan atau insentif yang disediakan oleh donor dan IFI, dan bank-bank lainnya dengan lebih dulu memasuki pasar dan mendapatkan keuntungan sebagai ‘penggerak pertama’. Bagaimanapun, berinvestasi dalam UKM milik wanita sebagai sebuah peluang bisnis yang strategis dapat menghasilkan keuntungan untuk bank selain juga menguntungkan perusahaan milik wanita. Peluang ini juga terbuka untuk semua bank di Indonesia. Bank-bank dapat mendiversifikasi risiko mereka dengan memperluas portofolio yang mencakup lebih banyak UKM yang dipimpin wanita dan menuai keuntungan dari penjualan silang sambil menawarkan produk gabungan spesifik kepada wanita yang, sebagaimana penelitian menunjukkan, dapat menjadi pelanggan setia setelah mereka mendapatkan berbagai produk dari bank.72 Sebagaimana wawancara dengan bank-bank di Indonesia dan ditempat lain membuktikan, wanita cenderung lebih disiplin dalam membayar kembali kredit dan rasio NPL mereka umumnya lebih rendah daripada rasio NPL UKM yang dimiliki pria Penggunaan secara cerdas saluran pengiriman dan upaya pemasaran yang inovatif bisa membantu menjangkau segmen yang kurang aktif dalam mencari jasa keuangan atau yang terkendala persoalan budaya dan sosial. Sebagaimana hasil survei untuk Indonesia menunjukkan, wanita tampaknya sangat prihatin tentang penggunaan secara efektif dari waktu yang tersedia untuk bisnis mereka dan menghargai layanan yang cepat tetapi berkualitas tinggi melalui berbagai saluran pengiriman. Secara keseluruhan, fokus pada keragaman dan inklusi dapat meningkatkan posisi bank terhadap para pelanggan dan investor secara eksternal dan para karyawan secara internal. Tak pelak lagi, untuk mengembangkan sebuah proposisi nilai individual bagi UKM milik wanita maka perubahan tertentu pada organisasi, penyesuaian model bisnis, dan penyelarasan internal akan diperlukan. Tergantung pada tujuan strategis dan sumber daya bank maka dapat dirancang tindakan tersendiri. Langkah pertama dan terpenting untuk belajar tentang peluang pasar dan wanita sebagai segmen pelanggan adalah penelitian tentang pasar dan segmentasi pelanggan. Adalah penting untuk memvalidasi tantangan spesifik dan seringkali tantangan tambahan yang sedang dihadapi pengusaha wanita. Penelitian ini telah mengungkapkan 72 Goldman Sachs (2014). 44 beberapa perbedaan yang dapat digunakan sebagai sebuah titik awal. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa wanita dan pria kemungkinan memiliki prioritas yang sangat berbeda dalam berbelanja dan menabung, dan kebutuhan akan arus kas pada berbagai tahap dari siklus kehidupan mereka, dan juga perbedaan sikap terhadap risiko dan investasi.73 Contoh bank-bank lain dari seluruh dunia yang menargetkan UKM wanita dapat menyediakan informasi lebih lanjut yang berharga. Kebiasaan terbaik perbankan UKM telah menunjukkan bahwa kebutuhan keuangan bisnis dan kebutuhan keuangan pribadi saling jalin menjalin secara erat dalam bisnis yang dipimpin oleh wanita. Bank-bank yang mengakui keganjilan ini telah menggabungkan keduanya dalam penawaran produk mereka74 dengan menggabungkan rekening kredit dengan rekening tabungan untuk anak-anak, dana pensiun, kartu kredit, dll., atau menawarkan produk-produk khusus wanita. Dalam konteks “We Initiative”, BLC Bank di Lebanon, misalnya, telah mendesain rekening tabungan anak, yang dapat dibuka oleh ibunya atas namanya sendiri tanpa pemberitahuan kepada anggota-anggota keluarga lainnya. Biasanya, tanda tangan persetujuan dari suami atau anggota keluarga laki-laki lainnya diperlukan. Kotak 3: BLC Bank di Lebanon Beroperasi melalui sebuah jaringan yang terdiri dari 55 kantor cabang di seluruh Lebanon dan Siprus. Sejalan dengan misinya untuk menjadi sebuah lembaga keuangan yang inovatif, BLC Bank pada tahun 2012 menjadi bank pertama di wilayah MENA yang telah membentuk sebuah unit yang didedikasikan untuk pengusaha wanita. Unit ini memiliki tugas untuk melaksanakan sebuah program yang belum pernah ada sebelumnya yang ditujukan kepada pemberdayaan kaum wanita dengan judul We Initiative. Pada tahun 2015, BLC Bank melayani lebih dari 31.000 pelanggan wanita dengan portofolio kredit sebesar USD 180 juta dan deposito sebesar USD 750 juta. We Initiative merupakan program pertama dan holistik satu-satunya yang didedikasikan kepada pemberdayaan keuangan wanita di Timur Tengah. Program ini menargetkan wanita sebagai pengusaha, profesional, ibu, dan yang dalam kehidupan sehari-hari, berupaya menemukan solusi terhadap tantangan dan keperihatinan dan ditujukan untuk mengembangkan potensi mereka. Selain itu, inisiatif ini memungkinkan kaum wanita untuk meningkatkan kehidupan profesional dan pribadi mereka melalui produk dan jasa yang didedikasikan termasuk sebuah platform yang unik dan inovatif www.we-initiative.com yang memungkinkan mereka saling terhubung, membentuk jaringan dan berkembang. BLC menyatakan telah menghasilkan keuntungan investasi lebih dari 30%. Melalui program ini BLC Bank berusaha untuk menjadi majikan pilihan wanita dan bank referensi bagi wanita. Bank ini merupakan bank pertama di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara yang telah bergabung dengan Aliansi Perbankan Global untuk Wanita dan berkomitmen terhadap UN Global Compact / UN Women Empowerment Principles (Prinsip-prinsip Pemberdayaan Wanita PBB), yang diakui sebagai pedoman yang penting bagi setiap bisnis yang sukses. Beberapa bank menyesuaikan metodologi penilaian kredit lebih lanjut pada pemberian kredit berdasarkan arus kas dan/atau bentuk agunan alternatif. Misalnya, Garanti Bank di Turki memperkenalkan program Kredit Dijamin Emas, yang memungkinkan wanita menggunakan emas sebagai agunan untuk mendapatkan kredit. Mengakui bahwa pada umumnya para wanita kurang memiliki agunan ‘keras’, bank memanfaatkan komitmen emosional terhadap emas yang para wanita di Turki kumpulkan dari lahir. Juga bukti dari Amerika Latin dan Afrika menunjukkan bahwa penerapan model penilaian risiko kredit yang sudah disesuaikan menyebabkan penolakan lebih sedikit terhadap UKM milik wanita karena alasan kurang layak kredit, dibandingkan jika menggunakan model tradisional yang mengandalkan pada riwayat kredit dan ketersediaan agunan. Kendala waktu dan mobilitas yang mempengaruhi kemampuan wanita untuk berinteraksi dengan bank dapat diatasi dengan penawaran campuran saluran pengiriman kepada wanita. Terlepas dari apakah sengaja atau sebagai cerminan revolusi digital di wilayah MENA, 65% 73 EBRD (2014). 74 EBRD (2014). 45 dari bank-bank yang disurvei oleh OECD (2013) menggunakan internet, media sosial dan mobile banking sebagai saluran pemasaran dan distribusi untuk berhubungan dengan para pemilik bisnis wanita.75 Para wanita juga dapat dijangkau melalui saluran pengiriman yang ada dengan membangun kerjasama dengan asosiasi bisnis serta agen ditempat-tempat yang sering dikunjungi wanita (pasar, salon kecantikan, dll.). Beberapa bank seperti BPR di Rwanda menyadari bahwa menugaskan petugas pelanggan wanita di kantor-kantor cabang sangat berguna. Kurangnya pengetahuan keuangan atau kurang rasa percaya diri yang dirasakan atau yang sebenarnya sewaktu mengakses layanan bank oleh wanita dapat diatasi melalui jasa bukan keuangan spesifik seperti pelatihan UKM dengan berbagai topik seperti keuangan, bisnis dan keterampilan penjualan, serta mentoring dan program-program (jaringan) kegiatan dan sumberdaya pengetahuan. Bank-bank dengan kebiasaan terbaik menawarkan jaringan online (misalnya BCI di Mozambique dan BLC bank di Lebanon menggunakan toolkit UKM dari IFC sebagai dasar untuk jaringan mereka), serta penghargaan untuk memotivasi dan mengakui pengusaha wanita (Sandtander Banefe di Chili, Wells Fargo di Amerika Seriikat, Garanti Bank di Turki). Kotak 4: Garanti Bank di Turki Garanti Bank adalah bank swasta terbesar kedua di Turki dengan total aset sebesar USD 94 miliar. Didirikan pada tahun 1946, bank ini memandang dirinya sebagai bank yang berorientasikan pembangunan dan selalu berfokus pada melayani para pengusaha karena peran penting mereka dalam pertumbuhan perekonomian Turki. Portofolio UKM Garanti Bank telah berkembang terus menerus selama periode 2007-2014. Pada akhir tahun 2014 bank ini memiliki total volume perbankan sebesar USD 15,6 miliar yang mewakili sekitar 10% dari pasar kredit UKM Turki. Salah satu faktor keberhasilan dari Garanti Bank adalah fokusnya pada para pengusaha wanita. Garanti mengembangkan sebuah proposisi khusus untuk wanita berdasarkan dua konsep utama. Yang pertama adalah Paket Dukungan Pengusaha Wanita khusus yang telah memungkinkan 9.500 orang wanita untuk menerima pinjaman. Paket ini mencakup berbagai produk, termasuk pinjaman berulang jangka pendek, spot atau angsuran sesuai dengan kebutuhan modal kerja usaha selama masa produksi, serta rekening overdraft (cerukan), dan kartu Bonus Usaha untuk pembayaran seluruh pengeluaran bisnis yang terkait. Proposisi kedua berfokus pada Pertemuan Pengusaha Wanita dengan mana bank telah menjangkau lebih dari 3.000 orang wanita dengan menciptakan sebuah platform untuk saling tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman tentang pemasaran, manajemen dan teknologi. Kedua inisiatif ini telah membantu bank ini untuk meraih reputasi sebagai bank yang ramah terhadap wanita sehingga berhasil meningkatkan basis pelanggan setianya. Para pelanggan pengusaha wanita Garanti menggunakan produk bank lebih banyak daripada rekan-rekan pria mereka dan lebih menguntungkan bagi bank. Per akhir tahun 2014 pemberian kredit kepada para pengusaha wanita mencapai USD 900 juta. Hal ini dan contoh-contoh lainnya dari kebiasaan terbaik bank umum menunjukkan bahwa ada cara untuk memanfaatkan kendala khusus wanita dengan mengubahnya menjadi peluang. Jelas, sebagaimana ditunjukkan oleh hasil survei, para wanita di Indonesia akan menghargai penggabungan produk dan jasa bukan keuangan untuk mengatasi keterbatasan waktu mereka dan juga melakukan penyesuaian tertentu terhadap syarat dan ketentuan kredit dan persyaratan agunan untuk mengatasi metrik bisnis dan persoalan kepemilikan properti mereka. Para wanita ingin dilayani secara berbeda. Para petugas pelanggan yang terlatih melayani UKM yang dipimpin wanita bisa membantu para wanita mengatasi kurangnya rasa percaya diri. Oleh karena itu bank-bank di Indonesia didorong menggunakan temuan survei ini untuk tujuan informasi mereka. 75 OECD (2013). 46 5 Rekomendasi kepada Pemerintah, BI dan Bank-Bank Pemerintah dan Instansi Pemerintah Meningkatkan iklim investasi melalui insentif pendaftaran usaha dan penyederhanaan pajak UKM: Peraturan pemerintah untuk meningkatkan formalitas dan mempermudah prosedur pendaftaran yang diperkenalkan pada tahun 2010 dan tahun 2014 (Peraturan Presiden tentang izin satu halaman) adalah inisiatif yang konstruktif dan tepat waktu. Namun, efektivitas dan dampaknya sering terkikis oleh kurangnya didorong dengan kemudahan tambahan (leverage). Mematuhi kewajiban pajak dan persyaratan pendaftaran perlu dipermudah dalam waktu dekat agar lebih transparan dan dengan instruksi untuk memperkecil potensi adanya biaya tersembunyi, khususnya untuk UKM. UKM yang dimiliki wanita akan mendapatkan keuntungan dari reformasi ini karena akan mempermudah proses menjalankan bisnis. Beban pajak untuk memulai bisnis harus minimal untuk mempromosikan formalisasi dari perusahaan. Pendaftaran satu halaman, yang masih membutuhkan waktu untuk mendapat pengakuan dan pelembagaan, menawarkan beberapa keuntungan, tetapi ini saja mungkin belum mencukupi. Ini dapat dilengkapi dengan penyederhanaan prosedur pajak termasuk pembebasan pajak untuk jangka waktu satu atau dua tahun. Beberapa insentif langsung bagi UKM untuk mendaftarkan diri juga perlu dipertimbangkan. Meningkatkan relevansi program dukungan pemerintah dan memastikan promosi yang efisien: Program-program dukungan UKM seperti pameran dagang, pelatihan keterampilan dan program kredit banyak digunakan oleh bisnis formal tetapi hanya oleh mereka yang memiliki informasi mengenai program-program tersebut. Relevansi yang rendah dari layanan dan promosi yang terbatas sering dikutip sebagai alasan utama untuk tidak memanfaatkan mereka. Otoritas pemerintah dianjurkan untuk menilai efektivitas program-program yang ada dan mengubah konten dan penyampaiannya, jika perlu, dengan dukungan penasihat eksternal. Adalah sangat penting untuk memastikan dilakukannya promosi yang lebih tepat melalui representasi lokal di tingkat kabupaten dan kecamatan. Portal informasi yang lengkap dengan informasi dan sumber daya tentang pendaftaran, mendirikan badan hukum, dan mendapatkan lisensi dan izin serta tentang topik-topik seperti pembiayaan, biaya, hibah, pinjaman, pajak, dan insentif harus disediakan dan secara aktif dipromosikan oleh pemerintah. Program dukungan pemerintah pada umumnya dan kepada para wanita khususnya akan lebih efektif jika ditargetkan terhadap segmen tertentu, misalnya kaum muda. Program tersebut dapat menawarkan insentif bagi pria dan wanita muda dengan mempertimbangkan sektor non- tradisional seperti teknologi informasi (TI). Program yang spesifik juga bisa menawarkan alternatif memulai bisnis bagi wanita dan orang muda yang tidak merasa tertarik dalam mengejar profesi untuk mendapatkan upah dan lebih memilih kewirausahaan. Insentif pajak untuk investasi: Pemerintah bisa memperkenalkan insentif pajak bagi UKM yang melaksanakan proyek investasi seperti pembelian mesin atau real estate. Sejauh ini insentif pajak (tax holiday, peraturan penyusutan) sudah ada untuk perusahaan yang membayar pajak perusahaan dan investor asing. Perusahaan dengan penjualan kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun - dengan demikian seluruh UKM - diwajibkan untuk membayar pajak flat sebesar 1% dari omset. Sebuah aturan yang memungkinkan pemotongan biaya investasi dari penjualan tahunan, segera atau dari waktu ke waktu, dapat mengurangi biaya investasi UKM dan mendorong lebih banyak investasi. Meningkatkan pendaftaran agunan bergerak: Pemerintah dapat meningkatkan pendaftaran agunan bergerak (pendaftaran Fidusia) sehingga dapat menghilangkan kemungkinan penjaminan ganda. Penekanan khusus perlu diberikan terhadap objek yang tidak memiliki sertifikat kepemilikan resmi seperti mesin. 47 Bank Indonesia Mengembangkan program kredit pemerintah untuk UKM: Keberhasilan program KUR menunjukkan bahwa dukungan pemerintah yang dirancang dengan tepat dapat secara signifikan meningkatkan akses terhadap pembiayaan bagi usaha mikro. Program ini dapat diterapkan selagi pasar UKM sedang beranjak dewasa dan bank-bank harus mempelajari kebutuhan spesifik UKM dan potensi investasi mereka. Namun, sementara itu tingkat bunga tampaknya menjadi satu-satunya alat bagi bank untuk mengurangi risiko yang terkait dengan segmen UKM. Program ini harus tersedia untuk bank umum swasta yang juga wajib mematuhi peraturan BI yang baru tentang batas minimal UMKM sebesar 20% pada tahun 2018. Selain itu, perlu pembentukan dana UKM dengan bekerjasama dan dengan partisipasi organisasi donor internasional sebagai pemegang saham untuk mempromosikan pembiayaan UKM diantara bank-bank melalui pemberian fasilitas kredit khusus disertai komponen bantuan teknis. Keberhasilan program KUR dapat di leverage lebih lanjut dalam rangka mendukung usaha mikro dengan potensi untuk naik kelas menjadi UKM dan juga mendukung UKM yang baru lahir yang belum memiliki riwayat kredit dengan bank formal, dan dapat mengambil manfaat dari entry level produk kredit. Kerjasama antara BI dan kementerian-kementerian lainnya dan sektor swasta dapat menggiatkan promosi UKM yang baru lahir dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh "menengah yang hilang". Melaksanakan pengumpulan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin dan mempromosikan indikator-indikator kinerja gender: Kurangnya data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin telah membatasi kemampuan untuk mempromosikan jasa keuangan inklusif dan memantau dampak dari inisiatif tersebut. BI dapat mengambil inisiatif dalam meningkatkan kesadaran bank-bank di Indonesia untuk mengumpulkan data yang terpilah berdasarkan jenis kelamin untuk memahami lebih baik kekhususan dari UKM yang dipimpin oleh wanita. Kasus bisnis untuk melayani UKM yang dipimpin wanita sudah ada, namun bank- bank perlu mengumpulkan informasi penting yang terpilah berdasarkan gender tentang kelayakan kredit dan risiko dari para peminjam potensial untuk membuktikan bahwa mengembangkan proposisi nilai yang berbeda bagi wanita adalah layak. Selanjutnya BI dapat mendorong bank-bank untuk meningkatkan kepentingan mereka dalam perusahaan yang dimiliki wanita dengan menyebarluaskan informasi tentang bagaimana menargetkan dan melayani UKM milik wanita untuk memenuhi kebutuhan menyeluruh peningkatan porsi UMKM dalam total portofolio bank. Dalam rangka pengumpulan data yang terpilah berdasarkan gender, indikator-indikator tertentu mungkin dibutuhkan sebagai bagian dari pelaporan rutin. Sebagai tolok ukur, BI dapat menggunakan indikator-indikator ukuran gender Women’s World Banking (Dunia Perbankan Perempuan) atau Global Banking Alliance for Women (Aliansi Perbankan Global untuk Perempuan). Mempromosikan kesadaran akan manfaat dari UKM yang dimiliki wanita: Bank-bank di Indonesia tampaknya menunjukkan sedikit kesadaran tentang kendala dan peluang yang dihadapi oleh bisnis yang dijalankan oleh wanita, seperti keterbatasan mobilitas, kecenderungan lebih tinggi untuk membangun hubungan dengan bank, penghargaan kualitas layanan, dan waktu yang terbatas, yang semuanya dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengakses pembiayaan. BI dapat memainkan peran aktif dalam mempromosikan kesadaran akan kebutuhan tertentu yang mungkin memerlukan pendekatan inovatif, mengadaptasi produk yang sudah ada atau menciptakan produk yang baru. Dalam hal ini, lokakarya-lokakarya sensitif gender yang melibatkan manajemen bank dapat diprakarsai oleh BI dengan dukungan IFI. Lokakarya-lokakarya ini dapat diselenggarakan 48 dalam sebuah proyek percontohan yang memiliki sebagai tujuannya promosi kesadaran akan UKM yang dipimpin wanita dan desain khusus dari paket bantuan teknis untuk bank-bank yang berminat mengembangkan program dan produk yang disesuaikan dan ditujukan untuk usaha yang dipimpin wanita. Meningkatkan kerangka peraturan untuk pembayaran elektronik dan saluran pengiriman alternatif (mobile banking): Perbankan tanpa kantor cabang yang dikombinasikan dengan mobile banking memiliki potensi besar dalam meningkatkan akses terhadap pembiayaan serta membuat perbankan lebih nyaman bagi UKM. Akses yang lebih mudah terhadap rekening bank dan perkenalan m-money dapat meningkatkan penggunaan pembayaran elektronik dan peningkatan jumlah deposito. Para wanita khususnya dapat mengambil manfaat. Namun dualisme peraturan antara BI dan OJK telah mencegah bank-bank atau operator jaringan seluler untuk memasuki pasar dalam skala besar. Peraturan-peraturan tersebut perlu diubah untuk meningkatkan persaingan antar sistem dengan mengurangi kendala untuk memasuki pasar bagi bank swasta dan harus memungkinkan kerjasama antar bank yang lebih luas dalam hal mengembangkan jaringan agen. Mendukung Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah, khususnya usaha wanita. Fokus Bank Indonesia saat ini terutama pada sektor agribisnis dan pertanian mengingat dampak dari sektor tersebut terhadap stabilitas perekonomian; namun, BI perlu berfokus pada sub-sektor sub-sektor lainnya dengan kehadiran luas dari kaum wanita. Juga, BI dapat memainkan peran yang penting dengan mendukung Kementerian Koperasi dan UKM yang saat ini berfokus pada usaha mikro, melalui koperasi produsen, terutama sektor kerajinan dan produksi; namun, masih kurang menawarkan dukungan kepada segmen usaha kecil dan menengah. Terdapat kebutuhan akan sektor swasta dan kemitraan publik-swasta untuk mengisi kesenjangan dukungan kepada sektor UKM. Bank Menargetkan UKM sebagai sebuah kelompok pelanggan yang terpisah dan strategis: UKM merupakan sebuah segmen yang berbeda secara substansial daripada sektor mikro dan korporasi dalam kebutuhan keuangan dan operasionalnya dan membutuhkan layanan yang lebih canggih. Pada saat yang sama, segmen ini tumbuh jauh lebih pesat daripada segmen usaha mikro dan kurang terlayani dibandingkan dengan sektor korporasi. Memahami UKM dan menargetkan pasar dengan sebuah strategi khusus dapat mendatangkan keuntungan bagi bank. Strategi seperti itu harus mencakup penyederhanaan prosedur permohonan kredit dan persyaratan dokumentasi. Namun yang paling penting adalah perlunya meningkatkan pengetahuan dan kapasitas dalam melayani beragam kebutuhan UKM pada umumnya dan kebutuhan spesifik wanita khususnya yang sentris pelanggan dan diintegrasikan ke dalam penawaran layanan pelanggan yang rutin. Pelatihan kepekaan gender untuk para petugas bank, terutama mereka yang berhubungan langsung dengan pelanggan adalah sangat penting. Layanan pelanggan yang lebih baik, terutama kepada UKM wanita dapat tercapai melalui mekanisme insentif karyawan yang tepat, termasuk penghargaan uang dan bukan uang atau pujian kepada petugas bank yang telah memenuhi target, misalnya keberhasilan menarik para pelanggan wanita, penjualan silang produk kepada para pelanggan wanita, dll. Meningkatkan metodologi penilaian kredit UKM: Penelitian ini mengungkapkan bahwa kapasitas bank untuk menilai UKM pada saat ini agak rendah. Pada saat bekerjasama dengan UKM, bank harus menggunakan teknologi pemberian kredit yang berbeda dibandingkan dengan yang digunakan terhadap usaha mikro dan korporasi. Persyaratan pembiayaan UKM terlalu luas bagi keuangan mikro tetapi terlalu kecil untuk secara efektif diterapkan oleh model bisnis korporasi. Dengan demikian, bank perlu memahami bagaimana cara UKM beroperasi dan, karenanya, meningkatkan kapasitas untuk mengidentifikasi dan menilai risiko pasar 49 sasaran ini secara efektif. Pendekatan inovatif pada agunan (seperti menerima agunan bergerak atau piutang) serta penjaminan yang efektif diperlukan untuk mengelola risiko kredit dengan tepat. Penekanan pada peningkatan kapasitas karyawan untuk melakukan penilaian kredit dan manajemen risiko dapat mengatasi sikap menghindari risiko dari petugas kredit terhadap UKM wanita. Strategi pengembangan sumber daya manusia bank juga dapat mencakup pelatihan kepekaan gender dan pelatihan sub-sektor untuk meningkatkan kualitas analisis kredit dari bisnis wanita yang secara tradisional kurang memelihara catatan keuangan yang baik, rencana bisnis, dll. Selain itu, layanan pelanggan dan manajemen hubungan yang lebih baik akan membantu untuk bereaksi cepat terhadap tunggakan dan penanganan kredit bermasalah sebelum mengakibatkan kerugian. Menyesuaikan penawaran produk dan metodologi pemberian kredit untuk mengakomodasi kebutuhan spesifik wanita: Bank-bank disarankan untuk mengeksplorasi cara dalam beradaptasi dan mereposisi diri untuk menjangkau UKM yang dipimpin wanita sebagai sebuah segmen yang berbeda dan sangat menguntungkan. Kebijakan yang diadaptasi dalam batas paparan, persyaratan agunan dan penetapan harga adalah penting untuk memastikan profitabilitas dari segmen ini. Reformasi produk kredit juga dapat mencakup fleksibilitas dalam jangka waktu kredit, yaitu jangka waktu lebih panjang untuk kredit yang lebih besar untuk mengurangi beban angsuran, dan penggunaan produk KUR untuk mengatasi kesenjangan dari agunan, dan menghubungkan peminjam pertama kali dalam sistem perbankan formal dengan pendidikan keuangan baik melalui meja khusus dalam bank, atau rujukan pada program pemerintah atau LSM yang menawarkan layanan yang diperlukan. Bank-bank juga dapat mempromosikan produk-produk kredit lainnya seperti batas kredit, penjaminan kredit, dan produk leasing, untuk meningkatkan dampak jasa keuangan terhadap UKM wanita. Investasi dalam penggabungan produk tertentu, termasuk jasa bukan keuangan, selanjutnya mungkin menarik bagi UKM yang dimiliki wanita. Ini tidak selalu melibatkan biaya tinggi. Seringkali, sebagaimana dibuktikan oleh bank-bank dengan kebiasaan terbaik, bahkan investasi kecil dalam penyesuaian terhadap produk dan inisiatif spesifik untuk wanita (platform tukar menukar informasi, penghargaan) dapat menghasilkan dampak tinggi. Selain menyesuaikan penawaran produk dan metodologi pemberian kredit, bank-bank perlu mengeksploitasi cara untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menjangkau UKM yang dipimpin wanita yang masih belum cukup terlayani. Tabel 8: Produk-produk keuangan yang paling dibutuhkan pengusaha wanita Prioritas Produk Deskripsi Penggunaan dan kredit potensi: 1. Kredit Dengan jumlah kredit lebih besar dan suku bunga lebih Penggunaan: 36% angsuran rendah, idealnya dengan tenggang waktu minimal 6 bulan, Potensi tambahan: 29% untuk memungkinkan UKM milik wanita melakukan investasi lebih besar dalam bisnis mereka. Penerimaan lebih luas dari agunan bergerak bisa lebih meningkatkan jumlah kredit. 2. Fasilitas Untuk memudahkan akses terhadap modal kerja. Harus Penggunaan: 22% cerukan ditawarkan sebagai tambahan dari kredit angsuran dan Potensi tambahan: 21% bukan sebagai gantinya. Sebagai agunan, persediaan atau piutang perlu dipertimbangkan. 3. Deposito Sebagai perbandingan rekening tabungan yang jarang Penggunaan: 22% berjangka digunakan. Namun bunga yang dibayarkan lebih tinggi dan Potensi tambahan: 39% lebih cocok dimanfaatkan untuk investasi bisnis atau keperluan pribadi (uang sekolah, perumahan, dll.) 4. Asuransi Pengusaha diasuransikan terlampau rendah dalam hal Penggunaan: 38% penggunaan dan cakupan. Karena risiko terhadap Potensi tambahan: 30% perusahaan dan para karyawannya, pengusaha perlu memiliki asuransi kesehatan, idealnya termasuk pendapatan 50 terdahulu selama beberapa periode. Khususnya asuransi untuk wanita bisa bermanfaat karena melindungi keluarga secara keseluruhan. 5. Pensiun Para pengusaha jarang menabung untuk masa pensiun Penggunaan: 13% mereka tetapi semakin mampu dan dituntut untuk Potensi tambahan: 19% menabung. 6. Kartu kredit Menjadi semakin populer dan cara yang baik untuk Penggunaan: 25% meningkatkan penggunaan uang elektronik dan Potensi tambahan: 22% memungkinkan untuk mengambil pinjaman dalam jumlah kecil jika dibutuhkan. Namun, kartu kredit juga terbukti sebagai alasan memiliki utang terlalu banyak. Melek secara financial harus menjadi syarat untuk menerima kartu kredit. Memperkuat dan merampingkan jasa bukan keuangan: Bank dapat meningkatkan pendekatan terhadap UKM yang dipimpin oleh wanita dengan mengatasi hambatan-hambatan akses seperti kedekatan fisik dengan bank, keterjangkauan, kelayakan, fitur-fitur produk yang berguna, serta hambatan penggunaan seperti biaya transaksi tinggi, biaya kredit formal dibandingkan dengan sumber pembiayaan informal, dan dokumentasi yang memberatkan. Alat lain adalah menawarkan atau memperkuat jasa bukan keuangan. Mengingat preferensi yang tinggi pada sumber pembiayaan informal, bank harus membantu wanita untuk memahami pilihan-pilihan pembiayaan yang terbuka bagi mereka, persyaratan agunan dan dokumentasi yang diperlukan, serta biaya dan risiko yang terkait dengan berbagai pilihan tersebut. Menawarkan jasa bukan keuangan seperti pelatihan pendidikan keuangan, penyiapan media elektronik dengan konten yang disesuaikan bagi wanita, mentoring dan jasa konsultasi tentang pengembangan bisnis dan peluang jaringan yang disesuaikan akan mendorong dan mendidik wanita dan memperkuat rasa percaya diri mereka. Mengambil langkah ini dan langkah-langkah lainnya untuk mendukung UKM dan UKM milik wanita di Indonesia akan menciptakan peluang bisnis yang luar biasa bagi bank dan negara pada umumnya. Upaya gabungan dari bank, instansi pemerintah, dan para pemangku kepentingan lainnya akan membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat. 51 6 Kesimpulan Sektor UKM Indonesia agak kecil jika dibandingkan dengan sektor usaha mikro dan jauh kurang produktif daripada sektor korporasi. Namun, UKM akan memainkan peran sangat penting dalam menghasilkan pendapatan yang jauh lebih besar jika negara dapat menghindari perangkap pendapatan menengah. Sektor UKM telah tumbuh lebih dinamis pada tahun-tahun yang lalu dibandingkan dengan usaha mikro atau sektor korporasi. Menghilangkan kendala- kendala tertentu dan meningkatkan akses terhadap pembiayaan dapat meningkatkan pertumbuhannya lebih lanjut. Sementara jumlah UKM dan jumlah karyawan telah meningkat dengan cepat namun dalam hal investasi agak tertinggal dibelakang sehingga produktivitas rata-rata per karyawan menurun. Memang, pertumbuhan pembentukan modal tetap telah menurun tajam dan dianggap bertanggung jawab atas tingkat pertumbuhan PDB yang lebih rendah. Sementara sebagian besar UKM mengevaluasi prospek bisnis mereka pada umumnya sebagai positif, mereka enggan mendapatkan pembiayaan untuk tujuan investasi. Ada tiga bidang utama yang perlu segera ditangani oleh pemerintah dan sektor keuangan dalam rangka memperkuat UKM dan kontribusi mereka pada perekonomian. Pertama, sekitar setengah dari seluruh UKM memiliki status informal atau semi-formal, yang sebagian besar disebabkan oleh formalitas administrasi dan biaya yang tinggi untuk mendapatkan status formal. Hanya UKM dengan omset di atas Rp 1 miliar yang mendorong dilakukannya formalisasi. Status informal membuat UKM tidak memenuhi syarat untuk sejumlah peluang pengembangan bisnis, misalnya, mengecualikan mereka dari partisipasi aktif dalam rantai nilai sebagai produsen, pemasok, penyedia jasa, dan sering mengharuskan mereka menjalin hubungan dekat dengan bisnis yang lebih besar. Kedua, investasi membutuhkan pendanaan jangka panjang. Sebagian besar UKM memanfaatkan pembiayaan jangka pendek untuk menutupi kebutuhan likuiditas melalui sumber-sumber yang paling mudah diakses, yaitu penggunaan laba ditahan dan pinjaman dari keluarga atau teman. Dengan demikian, penawaran kredit investasi dari bank jarang dimanfaatkan (11% UKM yang disurvei), terutama karena pinjaman dari sumber informal menghasilkan rasio biaya berbanding manfaat dan kenyamanan yang lebih baik daripada yang ditawarkan oleh bank. Ketiga, tidak hanya UKM tetapi khususnya UKM yang dipimpin oleh wanita merupakan kontributor yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Mereka perlu menerima penawaran peluang pertumbuhan yang lebih baik. UKM yang dimiliki wanita mencakup hampir setengah dari pasar. Mereka berstatus formal tetapi paling sering informal dan usaha mereka berukuran lebih kecil, meskipun tidak lebih lemah dalam hal kinerja. Beberapa tantangan dirasakan dan dialami lebih kuat oleh wanita daripada oleh pria: karena keterbatasan waktu, mobilitas dan sumber daya serta aspek budaya dan sosial. Pada saat yang sama, wanita lebih sering daripada pria merasa tertarik dalam berbagi nasihat, pelatihan dan informasi dan lebih menuntut dalam hal kualitas dari layanan yang diberikan bank atau melalui program dukungan pemerintah. Dalam rangka memastikan tingkat pertumbuhan UKM yang lebih tinggi maka lingkungan untuk menjalankan bisnis di Indonesia harus ditingkatkan. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan formalitas. Juga, akses yang lebih luas dan kualitas lebih tinggi dari layanan dukungan pemerintah dapat membantu UKM dalam meraih pengetahuan baru atau mengakses pasar yang baru. Dibandingkan dengan program-program yang sedang dilaksanakan, bagaimanapun, fokus yang lebih kuat harus ditujukan pada kebutuhan spesifik dari UKM. Pada gilirannya, bank-bank harus secara strategis mereposisi diri mereka sendiri untuk 52 melayani segmen UKM dengan menerapkan model bisnis yang berbeda daripada yang digunakan terhadap usaha mikro dan korporasi. Selain itu, melayani UKM milik wanita yang belum pernah mendapatkan layanan bank dapat menjadi bidang fokus yang baru bagi bank. Menerima agunan bergerak atau menerapkan pemberian kredit berdasarkan arus kas sebagai ganti pemberian kredit berdasarkan neraca bisa meningkatkan akses terhadap kredit dari bank. Meningkatkan jumlah kredit yang tersedia bersama dengan tingkat bunga yang kompetitif akan membantu memenuhi permintaan yang saat ini belum terpenuhi bagi pembiayaan UKM. Tingkat suku bunga yang lebih rendah bisa membuat meminjam juga lebih menarik untuk jumlah kredit yang lebih besar, yang membuat lebih banyak investasi layak bagi UKM dan dengan demikian mendukung peningkatan dalam produktivitas dan pertumbuhan mereka. Penggabungan produk dalam 'paket-paket UKM', dengan mengkombinasikan produk keuangan dengan akses terhadap informasi dan jaringan, dapat meningkatkan penggunaan produk bank dan kesetiaan sambil mendukung pertumbuhan UKM. Prosedur yang sudah disederhanakan dan saluran pengiriman alternatif bisa merangsang lebih lanjut penggunaan layanan bank oleh UKM milik pria dan UKM milik wanita. Bank-bank berada dalam posisi yang tepat untuk meningkatkan pemberian kredit kepada UKM. Tingkat utang UKM jauh lebih rendah dan kebutuhan akan investasi lebih tinggi daripada korporasi. Dibandingkan dengan usaha mikro, UKM dapat menyerap jumlah kredit jauh lebih besar. Survei ini menunjukkan bahwa 54% UKM merasa tertarik untuk mendapatkan kredit dari bank di masa depan, yang menggarisbawahi belum terpenuhinya kebutuhan akan kredit yang dapat dimanfaatkan oleh bank. 53 Lampiran 1 – Ikhtisar Kebijakan dan Peraturan UKM yang Relevan Tabel 9: Ikhtisar peraturan dan kebijakan yang mempengaruhi UKM Peraturan Judul Garis besar UU No.20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Definisi UMKM dan kewajiban pemerintah untuk Menengah mempromosikan sektor UMKM UU No.7/1992 dan UU No.10/1998 (revisi) tentang Peraturan tentang bank-bank Perbankan Keputusan Presiden No.2/2008 tentang Lembaga Peraturan tentang penjaminan kredit dan lembaga Penjaminan penjaminan ulang Peraturan Pemerintah No.222/2008 dan No.99/2011 Peraturan tentang penjaminan kredit dan lembaga tentang Lembaga Penjaminan dan Lembaga Penjaminan penjaminan ulang (Kementerian Keuangan) Ulang UU No.17/2012 tentang Koperasi Peraturan tentang koperasi UU No.1/2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro Peraturan tentang lembaga keuangan mikro (LKM) Peraturan Presiden No.9/2009 tentang Lembaga Peraturan tentang lembaga keuangan bukan bank Pembiayaan (LKBB) UU No.8/1996 tentang Pasar Modal Peraturan tentang pasar modal Peraturan Bapepam No.IX.C.7 Definisi UKM di pasar modal Regulator dan pembuat kebijakan Bank Indonesia (BI) Mengatur dan mengawasi bank-bank (hingga tahun 2014) Akses UKM terhadap pembiayaan dan kebijakan inklusi keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Didirikan pada tahun 2011 Mengatur dan mengawasi LKBB dan pasar modal Mengatur dan mengawasi semua bank (sejak tahun 2014) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bertanggung jawab atas pengelolaan program KUR Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Mengatur dan mengawasi koperasi (UKM) Kebijakan dan program untuk mendukung koperasi dan UKM Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kebijakan dan strategi inklusi keuangan (TNP2K) Kebijakan Judul Entitas penanggung Garis besar jawab Rencana Kegiatan MCMSE Meningkatkan produktivitas UMKM, lapangan kerja, Pengembangan UMKM 2006- ekspor, kontribusi pada PDB, kewirausahaan, dll. 2009 Kantor Presiden Republik Pemerintah Paket-paket kebijakan ekonomi lengkap yang disiapkan Indonesia No.6/2007 dan oleh semua kementerian/instansi di bidang ekonomi. No.5/2008 (Paket Kebijakan 1. Akses terhadap pembiayaan (penguatan dana bergulir, Ekonomi Baru jlid 1 dan 2) lembaga penjaminan kredit, LKM, pelaksanaan KUR secara efektif, pengembangan skema pembiayaan UMKM, pengembangan produk syariah, dll.). 2. Akses terhadap pasar 3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia 4. Deregulasi Keputusan Bersama tentang BI 1. Database LKM informal Strategi Promosi LKM (2009) MCSME 2. Formalisasi LKM Informal Kemenkeu 3. Pengembangan sumber daya manusia Kemendagri 4. Memperkuat pengawasan 5. Dukungan kepada LKM formal Rencana Induk Pasar Modal Kemenkeu 1. Mudah diakses, efisien, dan sumber dana yang dan Industri Keuangan Bukan kompetitif. Bank 2010-2014 (2010) 2. Iklim investasi yang kondusif dan menarik. 54 3. Industri yang stabil, tangguh dan cair. 4. Kerangka peraturan yang adil dan transparan, yang menjamin kepastian hukum Strategi Nasional Inklusi Pemerintah Meningkatkan akses masyarakat terhadap jasa Keuangan (2012) keuangan di antara seluruh lapisan penduduk. 1) Masyarakat miskin berpenghasilan rendah 2) Pekerja miskin/UMKM 3) Masyarakat hampir miskin 55 Lampiran 2 – Perbedaan UKM milik Wanita per Wilayah Dibawah ini yang dianalisis adalah perbedaan UKM milik wanita per wilayah. Umumnya, hasil analisis harus diperlakukan dengan hati-hati, karena untuk beberapa pertanyaan jumlah responden per wilayah terlalu sedikit dan karena itu tidak dapat dianggap mewakili wilayah bersangkutan. Hanya pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh setidaknya 15 orang responden per wilayah dapat dipertimbangkan untuk analisis di bawah ini. Perbedaan dalam ukuran dan hambatan UKM milik wanita berbeda dalam ukuran per wilayah. Proporsi usaha mikro lebih atas dan usaha kecil lebih bawah (berdasarkan definisi resmi) cukup tinggi di Jawa Timur. Bali, Sumatera Barat, Jakarta dan khususnya Sulawesi Selatan memiliki porsi tinggi dari usaha kecil yang lebih atas dan usaha menengah yang lebih bawah (Gambar 50). Perusahaan-perusahaan di Sumatera Barat dan Kalimantan Timur adalah yang paling sedikit menguntungkan dengan 23% perusahaan sedikit meraih keuntungan atau mengalami kerugian (Gambar 51). UKM yang dimiliki wanita di Bali dan Sulawesi Selatan adalah yang paling menguntungkan. Prospek bisnis serupa dengan porsi tertinggi UKM milik wanita di Sulawesi Selatan juga mengharapkan pertumbuhan bisnis mereka. Sumatera Barat dan Bali memiliki proporsi perusahaan tertinggi yang mengharapkan adanya pertumbuhan namun juga proporsi bisnis tertinggi yang menduga adanya penurunan. Sebagian besar bisnis di Jakarta, Jawa Timur dan Kalimantan Timur mengharapkan stabilitas dalam dua tahun ke depan. Gambar 50: Omset UKM milik wanita per wilayah Gambar 51: Prospek bisnis UKM milik wanita per wilayah Persaingan adalah tantangan terbesar di semua wilayah, tetapi khususnya cukup ketat di Bali (Gambar 52). Kekurangan staf ahli merupakan kendala besar di Sulawesi Selatan di mana ada bisnis-bisnis yang lebih besar. Kurangnya pendanaan disebutkan paling sering di Jawa Timur dan Sumatera Barat dan paling kurang sering di Jakarta. Gambar 52: Hambatan saat ini terhadap UKM milik wanita per wilayah 56 Sumber pembiayaan dan penggunaan bank Mayoritas UKM milik wanita di semua wilayah menggunakan beberapa jenis layanan bank. Di Jakarta, Sulawesi Selatan dan juga Jawa Timur sebagian besar UKM milik wanita sudah mendapatkan layanan bank (Gambar 53). Di Kalimantan Timur dan Bali ada potensi untuk meningkatkan jumlah UKM milik wanita yang menjadi pelanggan bank. UKM milik wanita dari Sulawesi Selatan dan Jawa Timur serta Sumatera Barat paling sering memanfaatkan bank untuk membiayai bisnis mereka, sedangkan tingkat pembiayaan bank paling rendah ada di Bali (Gambar 54). Koperasi masih memainkan peran penting dalam pembiayaan bisnis di sana. Laba ditahan dan teman dan keluarga merupakan kontributor yang penting untuk pembiayaan di semua wilayah, terutama di Jakarta dan Kalimantan Timur. Gambar 53: Penggunaan layanan bank oleh UKM Gambar 54: Sumber pembiayaan UKM milik milik wanita per wilayah wanita per wilayah UKM milik wanita di Sulawesi Selatan paling sering memanfaatkan kredit bank di masa lalu (83%), sedangkan sekitar setiap detik UKM milik wanita pernah menggunakan kredit bank di semua wilayah lainnya. Pada saat ini, jumlah kredit yang belum dibayar lunas mencapai 48% di Sulawesi Selatan, 43% di Sumatera Barat, 25% di Jawa Timur, 22% di Bali dan Kalimantan Timur, dan hanya 17% di Jakarta. Rekening tabungan digunakan oleh hampir semua UKM milik wanita di semua wilayah. Demikian pula, mengirim dan menerima kiriman uang merupakan layanan yang sering digunakan. Namun, ini kurang relevan di Bali, dengan hanya 22% yang menggunakannya namun 63% berminat menggunakan layanan ini. Deposito berjangka juga sangat diminati di Bali (Gambar 55). Kredit angsuran sering diminta di Jakarta, Jawa Timur dan Bali, tetapi tidak di Sumatera Barat dan Kalimantan Timur. Di Sulawesi Selatan kredit angsuran sudah sering digunakan, demikian pula fasilitas cerukan. Fasilitas yang terakhir disebut juga sangat diminati di Bali. Asuransi paling sering digunakan di Sulawesi Selatan, Jakarta dan Sumatera Barat dengan pemanfaatan lebih besar oleh UKM milik wanita di Bali, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Minat terhadap dana pensiun juga tinggi di semua wilayah, khususnya di Bali dan Sulawesi Selatan. Hanya Sumatera Barat dan Kalimantan Timur tampaknya kurang menunjukkan minat. 57 Gambar 55: Penggunaan dan minat pada produk perbankan Kantor cabang dan ATM sering digunakan di semua wilayah kecuali di Bali dimana kantor cabang kurang sering dikunjungi (Gambar 56). Perbankan agen sudah dibentuk di Bali dan Jakarta di mana penggunaan mobile banking juga cukup tinggi. Di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur, di mana mobile banking juga digunakan, perbankan agen dianggap kurang begitu menarik. Di Sumatera Barat minat terhadap mobile banking, internet banking dan bank tanpa cabang pada umumnya sangat rendah. Gambar 56: Penggunaan saluran pengiriman UKM milik wanita per wilayah Permintaan kredit bank Di Sulawesi Selatan, di mana perusahaan-perusahaan yang dimiliki wanita terbesar dapat dijumpai, 87% perusahaan berminat mengambil kredit dari bank (Gambar 57) rata-rata sebesar Rp 480 juta (Gambar 58). Jawa Timur menunjukkan permintaan tertinggi kedua baik dari segi jumlah perusahaan maupun rata-rata jumlah kredit yang diminta. Di Jakarta minat terhadap kredit dari bank adalah paling rendah tetapi rata-rata jumlah kredit yang diminta adalah Rp 210 juta ditengah kisaran antara Rp 150 juta di Sumatera Barat dan Rp 480 juta di Sulawesi Selatan. UKM yang dimiliki wanita Bali juga menunjukkan minat tinggi terhadap kredit bank tetapi rata-rata hanya untuk jumlah yang relatif kecil (Rp 160 juta). Di Sumatera Barat dan Kalimantan Timur permintaan kredit bank adalah yang paling rendah baik dari segi jumlah perusahaan yang berminat maupun rata-rata pengajuan permohonan jumlah kredit. 58 Gambar 57: Permohonan kredit bank dari UKM Gambar 58: Permohonan jumlah kredit rata-rata milik wanita per wilayah dari UKM milik wanita per wilayah Alasan utama dari kurangnya minat untuk meminjam adalah "tidak perlu" di semua wilayah. Meskipun di Jakarta 70% perusahaan tidak membutuhkan kredit dan hanya 14% yang enggan membayar tingkat suku bunga yang sangat tinggi, lebih banyak wanita (23% -25%) mengeluh tentang tingginya tingkat suku bunga di Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Di Bali "tidak perlu" disebutkan oleh hanya 31% dan tingkat suku bunga oleh 15%; agunan yang kurang mencukupi, bagaimanapun, adalah masalah utama bagi 31% responden wanita yang kurang berminat mendapatkan kredit. 59 Lampiran 3 – Metodologi Survei Tujuan Tujuan survei kuantitatif ini adalah untuk mengumpulkan data rinci tentang UKM perkotaan milik wanita dan UKM perkotaan milik pria dalam rangka menganalisis perbedaan dalam profil pengusaha dan bisnis dan menilai aspek akses terhadap pembiayaan pada umumnya dan terhadap UKM milik wanita pada khususnya. Untuk tujuan ini, dilakukan pengambilan sampel UKM-UKM di Indonesia berdasarkan definisi UKM dan definisi pengusaha wanita/pria dari IFC (lihat di bawah). Wawancara tatap muka struktural dilakukan dengan 600 orang pengusaha yang memenuhi syarat, dimana 360 adalah wanita dan 240 adalah pria; 480 adalah perusahaan kecil dan 120 adalah perusahaan menengah. Alat Survei Alat survei adalah kuesioner yang terdiri dari 67 pertanyaan yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Profil pengusaha (kedudukan & kepemilikan, jenis kelamin, usia dan pendidikan, dll.) 2. Profil bisnis (formalitas, sektor, jumlah karyawan dan usia bisnis, dll.) 3. Tahap memulai bisnis (pendanaan, motivasi & faktor kunci keberhasilan, tantangan, dll.) 4. Status bisnis saat ini (fasilitas & teknologi, dukungan dari asosiasi & program pemerintah, omset & profitabilitas, hambatan umum & khusus untuk wanita, dll.) 5. Hubungan dengan Lembaga Keuangan (konsultasi keuangan & sumber pembiayaan, faktor positif & negatif dari perbankan di Indonesia, dll.) 6. Penggunaan produk perbankan (alasan untuk memberikan dan tidak memberikan kredit, tujuan kredit, proses permohonan kredit & karakteristik kredit, perbedaan perbankan untuk pria dan wanita, penggunaan dari dan minat terhadap produk-produk bank lainnya dan saluran pengiriman, dll.) 7. Penggunaan masa depan produk perbankan (permohonan kredit dan karakteristik yang lebih disukai, harapan kepada bank, dll.) Kriteria Kelayakan dan Definisi Para responden yang memenuhi syarat adalah pengusaha wanita atau pengusaha pria yang menjalankan perusahaan kecil atau menengah dan masuk ke dalam definisi sebagai berikut. Pengusaha Wanita: Sebuah perusahaan milik wanita adalah perusahaan di mana >=51% dimiliki oleh seorang wanita/wanita-wanita atau >=20% dimiliki oleh seorang wanita/wanita- wanita dan memiliki >=1 wanita sebagai CEO/COO. Pengusaha Pria: Sebuah perusahaan milik pria adalah perusahaan di mana >=51% dimiliki oleh pria/pria-pria atau > =80% dimiliki oleh seorang pria/pria-pria dan tidak memiliki >=1 wanita sebagai CEO/COO. Tabel 10: Definisi UKM untuk sampel Jenis Jumlah karyawan Kelayakan Perusahaan mikro 1-4 Tidak Perusahaan kecil 5 - 19 Ya Perusahaan menengah 20 - 99 Ya Korporasi >100 Tidak Pemilihan responden Perusahaan kecil: Para responden dipilih dengan menggunakan metode acak per wilayah. 60 Kota-kota dipecah menjadi lima wilayah (Pusat, Utara, Timur, Selatan dan Barat). Di masing- masing wilayah lima titik awal dipilih secara acak. Pewawancara mendatangi perusahaan terdekat dengan titik awal untuk melaksanakan wawancara. Jika pengusaha bersedia tetapi berhalangan maka janji untuk wawancara ditetapkan lagi dan pewawancara akan kembali di lain waktu. Jika pengusaha tidak bersedia untuk diwawancarai, tidak dapat dijumpai di tempat, tidak memenuhi syarat atau tidak cocok dengan kuota, atau bilamana wawancara sudah pernah dilakukan, pewawancara melewatkan tiga rumah berikutnya dan mendatangi perusahaan berikutnya. Ini berlanjut sampai dua perusahaan kecil yang memenuhi syarat berhasil diwawancarai. Perusahaan-perusahaan kecil tersebut harus berasal dari dua sektor yang berbeda. Perusahaan menengah: Dipilih secara acak dari daftar perusahaan berdasarkan data BPS tahun 2014 yang mencakup perusahaan menengah dan korporasi, sedangkan korporasi tidak diwawancarai. Perusahaan-perusahaan yang terpilih dihubungi dan janji untuk wawancara disepakati. Di kota-kota di mana tidak mungkin untuk mengatur jumlah wawancara yang memadai berdasarkan kuota yang telah ditetapkan, penerapan dari metodologi terhadap perusahaan kecil akan dilakukan. Pengambilan sampel Para responden yang memenuhi syarat diambil secara acak dari populasi survei dengan menggunakan pendekatan yang dijelaskan di atas dan berdasarkan kuota sebagai berikut:  Kuota wilayah: data dikumpulkan dari dua kota besar dan sekitarnya dari enam propinsi Indonesia. 50 wawancara dilakukan di setiap kota.  Kuota jenis kelamin: 60% wanita dan 40% pria.  Kuota ukuran bisnis: 80% perusahaan kecil dan 20% perusahaan menengah.  Kuota sektor: Jumlah minimum dan maksimum responden dari berbagai sektor ditetapkan untuk memastikan cakupan luas dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang berbeda. Plafondnya dihitung sebagai bagian dari kontribusi pada PDB sebesar ±50%. Tabel 11: Batas yang ditetapkan pada sektor-sektor untuk pengambilan sampel PDB nominal Pangsa Lebih Lebih Minimum Maksim Minimum Maksimum (triliunan Rp) bawah atas kecil um kecil menengah menengah Perdagangan grosir 1.410.932,0 21,9% 10,9% 32,8% 53 158 13 39 dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor TI 368.943,0 5,7% 2,9% 8,6% 14 41 3 10 Hotel dan restoran 330.672,4 5,1% 2,6% 7,7% 12 37 3 9 Jasa lainnya 624.112,8 9,7% 4,8% 14,5% 23 70 6 17 Manufaktur 2.215.753,6 34,4% 17,2% 51,6% 83 248 21 62 Konstruksi 1.041.949,5 16,2% 8,1% 24,3% 39 116 10 29 Transportasi dan 450.600,0 7,0% 3,5% 10,5% 17 50 4 13 penyimpanan di gudang Representasi Pengumpulan data menghasilkan dua sampel representatif dari UKM perkotaan milik wanita dan UKM perkotaan milik pria yang dapat diperbandingkan (asumsi: distribusi Student-t):76  Survei terhadap para pengusaha wanita mewakili UKM perkotaan Indonesia pada tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 6%. 76 Sesuai pembatasan yang diberlakukan terhadap pemilihan responden: UKM perkotaan dan UKM yang dapat dijumpai para pewawancara 61  Survei terhadap para pengusaha pria mewakili UKM perkotaan Indonesia pada tingkat kepercayaan 90% dan margin of error 6%.. 62 Tabel 12: Ringkasan jumlah wawancara yang dilakukan per kota dan kuota Wilayah Sumatera Barat DKI Jakarta Jawa Timur Bali Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Total Kota Padang Bukittinggi Jakarta Bodetabek Surabaya Malang Denpasar Singaraja Balikpapan Samarinda Makassar Parepare - Jumlah 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 600 wawancara Kuota ukuran bisnis Kecil 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 480 Menengah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 120 Kuota jenis kelamin UKM 60 60 60 60 60 60 360 wanita UKM pria 40 40 40 40 40 40 240 Tabel 13: Tingkat respon dari sampel Jumlah Wawancara tidak sukses Jumlah wawancara No. Kota wawancara Responden menolak Dikesampingkan (tidak Dihentikan (kuota Tingkat Respon tidak sukses sukses diwawancarai memenuhi syarat) penuh) 1 Jakarta 50 14 93 6 113 31% 2 Bodetabek 50 19 104 11 134 27% 3 Surabaya 50 15 81 12 108 32% 4 Malang 50 16 71 12 99 34% 5 Denpasar 50 12 48 12 72 41% 6 Singaraja 50 18 41 8 67 43% 7 Padang 50 11 46 9 66 43% 8 Bukttinggi 50 22 37 8 67 43% 9 Samarinda 50 12 46 7 65 43% 10 Balikpapan 50 15 48 6 69 42% 11 Makassar 50 12 52 17 81 38% 12 Parepare 50 22 73 21 116 30% TOTAL 600 1057 36% 63 Lampiran 4 – Diskusi Kelompok Fokus Ikhtisar  Sebanyak sembilan FGD diselenggarakan dengan delapan peserta per kelompok.  Para responden direkrut oleh TNS Indonesia, berdasarkan kriteria kelayakan yang disiapkan oleh FS berkonsultasi dengan IFC, BI dan USAID. FGD direkam secara audio dan video. Kriteria Kelayakan dan Rekrutmen Sampel-sampel responden mencakup penampang bisnis-bisnis berdasarkan sektor dan ukuran yang berbeda, dan pengusaha-pengusaha yang berbeda berdasarkan usia, pengalaman manajemen, dll, dengan setidaknya 50% dari semua responden memiliki pengalaman berhubungan dengan bank (kriteria: mengambil kredit bank dalam dua tahun terakhir) dan sekitar 20% dari semua responden berasal dari perusahaan menengah. Tiga FGD diselenggarakan di masing-masing dari tiga wilayah: Jakarta (Jawa Barat), Padang (Sumatera Barat), dan Denpasar (Bali). Dua FGD diselenggarakan dengan para pengusaha wanita saja dan satu FGD dengan para pengusaha pria saja. Di masing-masing wilayah salah satu dari kedua FGD diselenggarakan dengan para wanita termasuk wanita yang merupakan pelanggan bank dan satu FGD dengan para wanita yang tidak mengambil kredit dari bank (dalam 12 bulan terakhir). FGD dengan para pria di masing-masing wilayah mencakup pelanggan yang memiliki kredit bank dan juga para pengusaha pria yang mungkin pelanggan bank tetapi tidak mengambil kredit bank dalam 12 bulan terakhir. Silakan mengacu pada pedoman fasilitator dan rencana program FGD untuk rincian. Ringkasan Profil Peserta  67% dari jumlah peserta adalah pengusaha wanita dan 23% pengusaha pria. Setengah dari jumlah pengusaha wanita dan setengah dari jumlah pengusaha pria pernah mengambil kredit dari bank dalam 12 bulan terakhir.  Mayoritas (42%) peserta berada dalam kelompok usia 30 hingga 39 tahun, 32% dalam kelompok usia 40 hingga 49 tahun. Sekitar 31% wanita berusia 30 hingga 39 tahun dan 25% dalam kelompok usia 40 hingga 49 tahun.  Mayoritas (35%) peserta memiliki pendidikan menengah dan 31% memiliki pendidikan universitas. Mayoritas pengusaha wanita memiliki pendidikan universitas (Sarjana) atau pendidikan sekolah menengah atas.  Mayoritas peserta (96%) sudah menikah. Semua wanita sudah menikah. Dua orang pria masih lajang dan satu orang pria sudah bercerai.  Sekitar 53% peserta memiliki ukuran rumah tangga di atas lima orang, termasuk pasangan yang sudah menikah dengan anak-anak dan tanggungan lainnya. 47% peserta berada dalam kategori ukuran rumah tangga beranggotakan satu sampai empat orang, termasuk suami/istri dan dua anak. Tidak ada perbedaan nyata antara responden pria dengan responden wanita.  Mayoritas peserta (46%) bergerak di sektor jasa, 36% di sektor perdagangan/ritel dan sekitar 17% di sektor manufaktur/produksi. Sektor jasa terutama mencakup layanan makanan, pakaian, salon kecantikan dan konstruksi. Sebagian besar peserta yang terlibat dalam perdagangan bergerak di bidang produk makanan atau pakaian. Industri dan bisnis produksi terutama mencakup pengolahan makanan, perabot, dan beberapa jenis kerajinan tangan. Baik para responden pria maupun para responden wanita tertutama bergerak di sektor jasa diikuti dengan perdagangan dan ritel. Sekitar 31% wanita bergerak di bidang jasa, 25% dalam perdagangan/ritel, dan hanya 10% di bidang manufaktur. 64  Hampir sepertiga dari semua responden (63%) mempekerjakan 19 karyawan. Sekitar 32% memiliki lebih dari 20 karyawan, namun tidak ada yang memiliki lebih dari 30. Tidak ada perbedaan besar antara bisnis pria dengan bisnis wanita. Temuan Motivasi mendirikan bisnis terutama adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Sekitar seperempat dari semua responden didorong oleh teman dan keluarga atau mewarisi bisnis dari orang tua. Sejumlah kecil telah memulai bisnis sebagai hobi tetapi tidak benar-benar berkomitmen. Bisnis lebih dari sekedar sumber pendapatan: Bisnis telah membantu mereka memperoleh kepercayaan diri, menjadi mandiri, mengembangkan keterampilan, dan mendapatkan eksposur. Semua pria mengatakan bahwa sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga dan kepala rumah tangga maka kebutuhan ekonomi adalah motivator utama. Namun, mereka yang pernah bekerja sebelumnya mengatakan bahwa pergeseran kepada kewirausahaan dimotivasi oleh keinginan untuk menjadi mandiri, dan beberapa orang menyebutkan bahwa mereka telah memilih untuk berbisnis demi jam kerja yang fleksibel untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga. Strategi pembiayaan untuk memulai bisnis umumnya sama untuk pria dan wanita. Hampir semua pria telah menabung terlebih dahulu agar sudah memiliki cukup modal untuk memulai bisnis. Beberapa orang mendapatkan dukungan dari teman dan keluarga. Hampir tidak ada yang meminjam dana dari lembaga keuangan formal. Beberapa pria dan wanita meminjam dana dari pegadaian dan dua orang mengatakan bahwa mereka meminjam dana dari koperasi dengan tingkat bunga yang rendah. Tidak ada yang meminjam dana dari bank untuk tujuan memulai bisnis. Meminjam dana dari bank dilakukan setelah memiliki dua sampai tiga tahun pengalaman bisnis dan arus kas yang lebih handal. Keengganan meminjam dana oleh para responden dipengaruhi oleh tiga faktor - ketersediaan sumber daya pribadi dan akses terhadap dana dari keluarga dan teman, akses terhadap pinjaman dari sumber-sumber alternatif seperti pegadaian dan koperasi yang menawarkan pinjaman dengan tingkat bunga yang lebih rendah, kecil atau tanpa dokumentasi serta syarat dan ketentuan yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bank. Beberapa responden mengatakan bahwa mereka menggunakan kredit pemasok dan uang muka dari pelanggan untuk pembelian bahan baku dalam memenuhi kebutuhan modal kerja mereka. Para responden menunjukkan preferensi kepada pegadaian untuk mendapatkan pinjaman. Sekitar setengah dari semua responden menunjukkan keengganan mereka untuk meminjam dana dari bank karena kurangnya rasa percaya diri dengan kemampuan melakukan pembayaran kembali dengan tepat waktu. Prosedur bank yang rumit dan dokumentasi yang dipersyaratkan bank adalah faktor- faktor lainnya yang disebutkan oleh para peserta. Para pelanggan memiliki kesadaran tinggi terhadap produk keuangan termasuk pinjaman usaha, pinjaman pribadi, kartu kredit, leasing, fasilitas kredit, fasilitas cerukan, serta berbagai produk asuransi. Semua responden menggunakan berbagai jenis produk, termasuk kartu plastik, layanan pembayaran dan transfer, online dan mobile phone banking. Permohonan kredit terutama adalah untuk tujuan bisnis. Tidak ada satupun dari para responden yang mengatakan pernah meminjam dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau sosial. Para pengusaha pernah memanfaatkan kredit mikro dan juga kredit pribadi untuk tujuan bisnis, dan beberapa pengusaha pernah mengambil kredit usaha. Tiga wanita mengatakan mereka menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) - dua wanita pernah meminjam dana dari Bank BRI dan satu orang dari Bank Mandiri - pada tahap awal bisnis mereka. Sebagian besar meminjam dana dari Bank BRI. Ada bias yang kuat terhadap jenis produk kredit dari pegadaian - dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari 2% per bulan, tanpa agunan, syarat dan ketentuan yang fleksibel, dokumentasi yang relatif sedikit, prosedur yang sederhana dan persetujuan dan pencairan yang cepat dan mudah. Produk gabungan juga disukai. Hampir 65 semua responden, pria dan wanita menunjukkan preferensi untuk memiliki rekening pada lebih dari satu bank demi fleksibilitas yang lebih besar dan pilihan yang lebih luas. Produk kredit ideal yang dijelaskan oleh responden berkisar antara 10 sampai 500 juta rupiah dengan jangka waktu sampai dengan lima tahun (saat ini sebagian besar bank hanya memberikan kredit untuk periode tiga tahun sehingga angsuran menjadi terlalu besar untuk kenyamanan bisnis musiman atau keluarga dengan penghasilan yang kurang teratur). Sementara wanita kebanyakan menggunakan produk kredit usaha atau kredit prbadi yang standar, beberapa pria memanfaatkan fasilitas cerukan, pinjaman online, kartu kredit dan produk leasing, selain produk kredit dan tabungan yang standar. Insentif untuk meminjam dana dari bank tergantung pada ketersediaan modal. Sebagian besar wanita mengatakan bahwa mereka memiliki sumber daya pribadi yang cukup karena bisnis mereka menguntungkan. Sebagian besar mengatakan bahwa mereka melikuidasi aset, termasuk emas atau menjual sepeda motor dan mobil. Dalam hal mereka membutuhkan tambahan modal, para wanita ini dapat meminjam dana dari keluarga dan teman. Para wanita ini juga mengindikasikan penggunaan pinjaman dari pegadaian. Satu-satunya alasan pengusaha akan mempertimbangkan meminjam dana dari bank adalah jika mereka kekurangan likuiditas, dan jika mereka tidak dapat memperoleh dana dari keluarga dan teman. Akses terhadap jasa keuangan tidak dianggap sebagai kendala utama baik oleh responden pria atau responden wanita. Akses telah membaik dari waktu ke waktu menurut semua responden dengan jumlah bank yang lebih banyak dan jaringan kantor cabang yang luas di daerah perkotaan. Daerah perdesaan sudah terlayani dengan baik oleh Bank BRI dan bank-bank pemerintah lainnya, serta bank pembangunan daerah dan bank koperasi. Mekanisme perbankan tanpa kantor cabang, termasuk ATM, kartu debit dan kartu kredit, perbankan melalui telepon dan internet banking telah menambah kenyamanan tingkat tinggi dan mengurangi biaya transaksi bagi pelanggan. Membuka rekening tabungan dianggap relatif mudah, dan semua responden - pria dan wanita - memiliki setidaknya tiga rekening tabungan dan beberapa responden lagi memiliki lebih dari lima rekening pada bank-bank yang berbeda, termasuk rekening-rekening untuk keperluan bisnis dan pribadi. Akses terhadap kredit juga tidak dianggap sebagai sebuah tantangan besar selama pemohon mempunyai identifikasi yang relevan, dokumen, bukti penghasilan untuk menunjukkan kemampuan membayar cicilan dan memiliki agunan. Akses lebih mudah bagi mereka yang mempunyai kenalan di bank karena mereka dapat memberikan arahan dan mempercepat proses. Biro Kredit Bank Indonesia dapat menyediakan catatan riwayat perkreditan dari calon pelanggan. Tidak satu pun dari para responden pernah mengalami penolakan oleh bank. Responden-responden yang belum memiliki kredit dari bank juga yakin bahwa permohonan kredit mereka akan disetujui apabila mengajukan permohonan kepada bank. Mereka sedang dikejar bank-bank yang membujuk mereka untuk meminjam dana. Para responden yang sedang mengambil kredit merasa yakin bahwa bank akan menawarkan penggunaan ulang kredit kepada mereka. Para responden mengatakan bahwa mereka mengunjungi kantor cabang sebulan sekali atau kurang dari itu. Mengunjungi ATM lebih sering, mulai dari kunjungan harian hingga rata-rata dua sampai tiga kunjungan per minggu. Baik pria maupun wanita lebih memilih untuk melakukan transaksi melalui telepon dan internet, dan menghindari kunjungan ke kantor cabang karena harus mengantri panjang. Pria dan wanita lebih suka memiliki rekening pada lebih dari satu bank agar memiliki pilihan layanan dan pilihan harga yang lebih luas. Minat terhadap pengambilan ulang kredit ditunjukkan oleh sekitar sepertiga dari semua pelanggan termasuk wanita, tergantung pada syarat dan ketentuan dan penetapan harga. Para pelanggan lainnya berminat mengambil ulang kredit jika merasa bahwa sumber daya mereka 66 belum mencukupi. Minat terhadap produk dan jasa baru tergantung pada jenis produk, manfaat yang ditawarkan, dan penetapan harga. Riwayat kredit juga bukan sebuah masalah karena semua responden memiliki rekening bank. Semua responden memiliki rekening tabungan dan mereka yang sedang meminjam pernah meminjam sebelumnya. Beberapa responden pria mengatakan bahwa akses terhadap kredit telah menjadi lebih mudah sejak Biro Kredit BI terbentuk yang memungkinkan bank-bank untuk memeriksa riwayat kredit pelanggan mereka. Sebagian besar pria dan wanita sadar akan adanya layanan Biro Kredit BI. Ini karena semua dari mereka memiliki setidaknya satu (beberapa orang memiliki lebih dari lima) rekening tabungan, semuanya memiliki catatan kredit yang meningkatkan akses mereka terhadap kredit. Kendala-kendala utama mencakup kurangnya pemahaman tentang berbagai kebijakan dan prosedur, serta syarat dan ketentuan dari produk-produk spesifik serta adanya kesenjangan kapasitas dari para petugas bank. Perluasan jaringan perbankan telah menyebabkan kesenjangan dalam peningkatan kapasitas petugas bank, dan seringkali mereka tidak cukup terlatih untuk menangani para pelanggan baru dengan tingkat kesabaran yang diperlukan. Terkadang para petugas bank tidak mampu menjelaskan syarat dan ketentuan secara tepat, yang mengarah pada kesalahpahaman. Para peminjam untuk pertama kali mungkin juga mengalami kesulitan dengan prosedur permohonan kredit, menyiapkan dokumentasi latar belakang, dan mendapatkan semua dokumen yang dipersyaratkan. Persyaratan agunan tidak dianggap sebagai penghalang utama. Sebagian besar wanita mengatakan bahwa mereka harus menunjukkan surat keterangan gaji suami mereka. Sumber penghasilan lainnya dapat dipertimbangkan dan buktinya harus diserahkan. Dokumentasi yang dipersyaratkan untuk mengajukan permohonan kredit meliputi akta pernikahan, surat keterangan gaji atau bukti penghasilan dan catatan keuangan, termasuk rekening koran dengan bank-bank lain. Bukti kepemilikan properti untuk diserahkan sebagai agunan tidak dianggap sebagai kendala utama karena para responden telah mendirikan bisnis mereka sebelum meminjam dana. Mereka yang tidak memiliki agunan yang cukup memadai dapat memanfaatkan program KUR, dan meminjam dana berdasarkan program KUR dari Bank BRI dan Bank Mandiri. Meskipun sebagian besar aset adalah atas nama pria, para responden wanita mengatakan bahwa suami- suami mereka umumnya bersedia untuk bertindak sebagai penjamin dan menawarkan properti mereka sebagai agunan. Setelah berhasil mendirikan bisnis, para pengusaha wanita melakukan investasi dalam aset untuk diserahkan sebagai agunan untuk keperluan pemberian kredit. Beberapa orang wanita mengatakan bahwa mereka telah mewarisi properti dari orang tua, dan yang lain-lain telah membeli aset atas nama mereka sendiri, termasuk real estate dan kendaraan. Meskipun properti yang ada adalah atas nama pria, properti tersebut dapat digunakan sebagai agunan oleh salah satu pihak, dan dua-duanya harus menandatangani perjanjian kredit tanpa menghiraukan jenis kelamin debitur. Pelanggan mendefinisikan bank yang baik sebagai sebuah bank yang memiliki reputasi yang baik; berfokus pada layanan pelanggan; menyediakan transaksi yang efisien, mudah dan murah dengan prosedur yang sederhana; dan dokumentasi yang terbatas. Fleksibilitas dan tingkat bunga kredit yang rendah, yang sebaiknya dihitung atas saldo menurun juga dianggap penting. Para pelanggan menghargai apabila penyelesaian setiap masalah dapat diselesaikan dengan cepat - sebaiknya hanya melalui telepon tanpa perlu berkunjung ke kantor cabang. Kepuasan pelanggan secara keseluruhan adalah positif dalam kaitannya dengan berbagai produk yang ditawarkan. Sementara para pelanggan merasa bahwa layanan semua bank kurang lebih adalah sama, adalah penting untuk mengeksplorasi pilihan bagi penetapan harga dan layanan yang lebih baik. Bank-bank terus-menerus menawarkan produk dan promosi baru. Beberapa contoh perbaikan ditunjukkan dalam kasus Bank Mandiri yang menawarkan kredit pribadi dan kredit usaha, dengan tingkat bunga lebih rendah dan prosedur yang lebih sederhana. 67 Bank ini menawarkan produk leasing sebagai alternatif untuk produk kredit. BCA menawarkan kredit pribadi untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan telah meningkatkan internet banking selama 12 bulan terakhir. Para wanita memperoleh penawaran produk khusus, termasuk poin kartu belanja ritel, dan kartu kredit dengan pengabaian biaya tahunan, dan kartu kredit atau kredit yang digabungkan dengan asuransi secara gratis. Tantangan yang dihadapi wanita termasuk kendala-kendala yang dialami di tingkat pribadi, rumah tangga dan sosial. Para wanita pertama dan terutama dibatasi oleh tekanan untuk menyeimbangkan tanggung jawab mereka di rumah dan kebutuhan untuk fokus pada bisnis. Para responden wanita mengatakan bahwa mereka sering dikritik oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya karena kurang memprioritaskan rumah dan keluarga mereka. Para wanita dikritik apabila mereka sukses dalam berbisnis karena dianggap mendominasi suami mereka. Jika mereka menghadapi kesulitan dalam berbisnis, mereka dianggap gagal dan kurang mendapatkan dukungan atau dorongan. Para wanita pebisnis yang sudah mapan dalam kelompok fokus mengakui bahwa dukungan dari keluarga, suami dan anak-anak adalah faktor- faktor kunci dari keberhasilan mereka; namun mereka tetap mendapatkan kecaman dari orang- orang lain dalam masyarakat. Para pengusaha wanita yang memiliki anak-anak kecil mengatasi hal ini dengan mempekerjakan pembantu tumah tangga dan pengasuh anak, sehingga dapat mengelola waktu mereka dengan lebih efisien. Kebutuhan untuk mengelola waktu secara efisien adalah alasan utama mereka untuk juga menuntut layanan perbankan yang efisien dan nyaman, seperti smart phone banking, internet banking dan ATM. Pria di Indonesia dianggap kepala rumah tangga dan pembuat keputusan utama sehingga mengharuskan wanita untuk mendapatkan izin suami untuk semua keputusan yang penting, terutama di bidang keuangan. Sebagai perbandingan, pria memiliki kebebasan yang lebih besar, dan kendali atas sumber daya mereka. Pria sebagai kepala rumah tangga memiliki semua aset utama, khususnya rumah. Para wanita pada umumnya tidak memiliki properti atas nama mereka sendiri, kecuali telah mewarisi dari keluarga, atau membeli properti atas nama mereka sendiri. Sejumlah responden wanita telah memutuskan untuk membeli aset atas nama mereka sendiri untuk mendapatkan tingkat kemandirian ekonomi, meskipun sebagian mengakui bahwa mereka tetap membutuhkan izin dari suami apabila ingin menggunakan aset sebagai agunan atau menjual aset untuk memenuhi kebutuhan akan modal kerja. Para wanita umumnya terkendala oleh ketakutan mereka sendiri dan kurangnya rasa percaya diri. Mayoritas wanita dalam kelompok fokus berbicara tentang takut gagal, dan akibatnya, termasuk kehilangan muka, kritik dari keluarga dan masyarakat, dan yang paling penting kemungkinan hilangnya aset yang diserahkan sebagai agunan. Karena wanita merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap rumah dan keluarga, mereka mengalami lebih banyak stres daripada suami mengenai pembayaran kembali kredit dengan tepat waktu dan juga arus kas. Persepsi pria tentang pengusaha wanita bervariasi tergantung pada usia dan latar belakang responden. Para responden pria muda di Jakarta dan Denpasar, yang relatif merupakan pusat perkotaan modern, bersikap cukup positif tentang peran wanita dalam berbisnis. Para pria dalam FGD di Padang, Sumatera Barat, salah satu wilayah Indonesia yang paling ortodoks, secara tegas bersikap negatif tentang gagasan wanita sebagai pengusaha, dan menyatakan pendapat bahwa para wanita sebaiknya fokus pada peran tradisional mereka sebagai istri dan ibu dan membiarkan pria untuk berfokus pada mencari nafkah. Di sisi lain, sekitar sepertiga dari semua responden pria di Jakarta dan Bali memiliki pasangan yang bekerja atau wiraswasta. Pria juga merasakan beberapa keuntungan yang dimiliki pengusaha wanita. Para responden pria berpendapat bahwa wanita lebih unggul daripada pria karena umumnya adalah komunikator yang lebih baik, dan karena itu cocok untuk bisnis dalam sub-sektor jasa dan perdagangan. Juga, wanita cukup handal dalam melakukan pemasaran dan negosiasi. Karena mereka 68 umumnya lebih giat menabung, dibandingkan dengan pria, wanita mengelola keuangan lebih baik dan menyisihkan uang lebih banyak untuk keluarga dan kebutuhan investasi bisnis mereka. Responden pria percara bahwa pengusaha wanita lebih unggul karena mereka lebih fokus, berorientasikan detail, dan merupakan komunikator yang efektif. Bank menganggap wanita sebagai pelanggan yang baik karena mereka enggan memikul risiko terlalu besar, berhati-hati dengan uang, dan lebih besar kemungkinannya membayar kembali kredit dengan tepat waktu, dan karena mereka lebih disiplin daripada pria. Pria juga merasakan bahwa bank lebih percaya kepada wanita daripada pria, dan bahwa wanita mendapatkan persetujuan lebih cepat, karena mereka mematuhi syarat dan ketentuan lebih baik dan umumnya tidak bermasalah. Wanita cenderung berprestasi baik dalam jenis-jenis usaha tertentu seperti pengolahan makanan, mode, salon kecantikan, dan sektor jasa, mengingat keterampilan dan kemampuan bawaan mereka. Media mendukung pengusaha wanita. Juga, dengan teknologi baru, wanita lebih efisien di tempat kerja, dan menggunakan peralatan untuk mengurangi beban pekerjaan rumah tangga mereka. Pria sepakat bahwa wanita juga memiliki beberapa kekurangan. Para wanita umumnya mengalihkan sebagian besar pendapatan bisnis mereka untuk kebutuhan rumah tangga, yang membatasi investasi dalam bisnis. Pria cenderung menginvestasikan sebagian besar tabungan mereka ke dalam bisnis, terutama jika istri mereka berkontribusi pada pengeluaran rumah tangga. Sebagai kepala rumah tangga, pria membuat semua keputusan penting, terutama dalam persoalan keuangan dan wanita memiliki jauh lebih sedikit kebebasan dan kendali atas sumber daya ekonomi dan pengambilan keputusan. Wanita menghadapi tekanan lebih besar karena mereka harus menyeimbangkan bisnis dengan tanggung jawab di rumah. Pria tidak wajib terlibat dalam pekerjaan rumah tangga atau mengasuh anak, dan memiliki waktu lebih banyak untuk bisnis dan hiburan. Karena wanita umumnya tidak agresif, mereka mungkin menghadapi tantangan lebih besar bilamana persaingan semakin ketat di pasar, atau pada saat terjadi konflik dengan pelanggan atau penyedia jasa. Responden pria mengakui bahwa wanita juga dikecam masyarakat dan dikritik keluarga mereka: mereka dianggap rentan, lemah dan kurang mampu mengatasi kegagalan yang mengecilkan hati dan menurunkan motivasi mereka, dan dianggap mendominasi jika mereka sukses. Wanita harus berjuang lebih keras daripada pria dalam memerangi semua prasangka ini. Persaingan negatif di kalangan wanita juga merupakan masalah: pria tidak merasa terlalu kompetitif kepada satu sama lain. Sebagaimana dikatakan seorang responden pria: "Wanita kurang begitu ramah kepada satu sama lain". Wanita terutama dipengaruhi kurangnya rasa percaya diri, seringkali terlalu sensitif, dan kurang mampu menghadapi kegagalan. Pengusaha yang sukses harus mampu menghadapi kegagalan dengan tenang. Industri adalah bidang yang didominasi kaum pria, sehingga kaum wanita di bidang konstruksi, real estate, dan sektor-sektor lainnya yang secara tradisional bukan bidang mereka, akan menghadapi kesulitan lebih besar. Namun mereka yang memiliki tekad dan kemauan yang keras biasanya tetap sukses. Struktur hukum mencakup PT, SIUP, CV dan UD. Dua atau tiga merupakan PT dengan sebuah bisnis bersiap-siap bertransformasi dari CV menjadi PT. Pendaftaran usaha bukan hambatan utama dan prosedurnya cukup sederhana. Jumlah pajak, biaya tersembunyi dan korupsi menghambat para pengusaha untuk memformalkan bisnis mereka. Akses terhadap informasi untuk mendukung pengembangan bisnis. Para wanita terutama merasa tertarik untuk mendapatkan informasi tentang vendor, pasar yang baru, dan informasi lainnya untuk meningkatkan penjualan. Sebagian besar peserta mengandalkan sumber daya mereka sendiri, termasuk jaringan dalam masyarakat. Sumber informasi utama bagi wanita mencakup teman-teman, keluarga, para pelaku bisnis wanita lainnya, dan juga kelompok tabungan informal. Wanita juga mengandalkan televisi dan media cetak termasuk brosur, majalah, surat kabar, dan window shopping. Wanita umumnya juga lebih fasih dalam mencari 69 informasi melalui internet. Lebih banyak wanita daripada pria yang menyebutkan penggunaan media sosial, internet dan website untuk mempromosikan bisnis. Beberapa orang menganggap bahwa partisipasi dalam jaringan bisa berbahaya mengingat persaingan dan potensi dari pengkhianatan. Permintaan untuk pelatihan pengembangan kewirausahaan dan mentoring. Meskipun sebagian besar wanita tidak menunjukkan kebutuhan akan mentoring atau pelatihan, beberapa wanita menunjukkan minat mereka, untuk meningkatkan pengetahuan dalam sektor dan pengembangan keterampilan, dan belajar tentang teknologi baru. Sekitar sepertiga dari semua wanita merasa bahwa mereka agak lemah dalam manajemen keuangan dan akuntansi, dan bisa mengambil manfaat dari pelatihan. Sebagian besar wanita mengindikasikan bahwa mereka memiliki staf profesional untuk mendukung pekerjaan mereka. Pria lebih berminat melakukan kunjungan lapangan dan perjalanan untuk menambah pengenalan lebih luas (exsposure). Para peserta kurang bersedia membayar mahal dalam mendapatkan jasa bukan keuangan; baik pria maupun wanita lebih menyukai layanan bebas biaya. Beberapa peserta bersedia membayar untuk mendapatkan pelatihan dan jasa bukan keuangan yang sudah disesuaikan, yang tergantung pada manfaat dan kualitasnya Relevansi asosiasi perdagangan dan jaringan tergantung pada jenis bisnis. Secara umum, minat terhadap asosiasi perdagangan terbatas pada mereka yang terlibat di sektor-sektor tertentu, misalnya konstruksi, mode dan salon kecantikan. KADIN, asosiasi konstruksi, disebutkan berguna dalam memberikan informasi tentang proyek, tender dan perizinan, dan menawarkan seminar dan pelatihan. HARPI/Melati - Asosiasi Rias Pengantin menawarkan seminar, pameran dagang dan menyediakan akses terhadap informasi tentang bahan-bahan baru, peluang pelatihan dan informasi lainnya yang relevan yang dapat membantu meningkatkan pengembangan bisnis, dengan penawaran beberapa layanan bebas biaya. Kementerian Koperasi dan UKM dari waktu ke waktu menyelenggarakan pameran dagang, dan memberikan informasi tentang bahan dan harga untuk beberapa industri. Kualitas dan layanan yang ditawarkan oleh Asosiasi Wanita Bisnis bervariasi berdasarkan wilayah. Pemberian izin untuk tujuan bisnis dianggap sebagai tantangan besar di sektor-sektor tertentu. Misalnya, para wanita dalam bisnis yang berhubungan dengan makanan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan sertifikasi produk makanan (misalnya label SNI) dan label Halal BPPOM sangat bertele-tele, rumit, seringkali mahal, dan mengandung biaya tersembunyi. Label halal khususnya merupakan sebuah proses yang sangat panjang karena melibatkan pengajuan sampel makanan, survei, hingga waktu tunggu yang lama untuk mendapatkan persetujuan dan sertifikasi akhir. Ketidakjelasan dan kompleksitas dalam berbagai kebijakan dan prosedur pemerintah berakibat pada oknum-oknum pejabat pemerintah untuk menambahkan biaya diatas biaya sebenarnya. Infrastruktur. Meskipun akses terhadap aliran listrik dan air tawar bukan merupakan kendala utama, biaya layanan dan, yang lebih penting, pasokan rutin tanpa gangguan masih merupakan isu utama di kota-kota, terutama di Denpasar. Para responden menunjukkan biaya-biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli generator, tangki bahan bakar untuk menyimpan air, dan pembelian air tawar dari tanker. Tabel 14: Komposisi diskusi kelompok fokus JAKARTA PADANG DENPASAR TOTAL GP 1 GP GP3 GP GP GP GP1 GP GP 2 1 2 3 2 3 PESERTA Peserta 8 8 8 8 8 8 8 8 8 72 Wanita 8 8 0 8 8 0 8 8 0 48 (67%) Pria 0 0 8 0 0 8 0 0 8 24 (23%) RENTANG USIA 70 20-29 0 0 3 0 1 2 1 0 5 T=12 (17%) W= 2 M=10 30-39 3 3 4 2 1 3 5 8 1 T=30 (42%) W=22 (31%) M=8 (11%) 40-49 2 5 1 5 4 2 2 0 2 T=23 (32%) W=18 (25%) M=5 (7%) 50-59 1 0 0 1 1 1 0 0 0 T=3 (4%) W=2 M= 1 Tanpa penentuan 2 0 0 0 1 0 0 0 0 T=3 W=3 usia STATUS PENDIDIKAN Sekolah dasar 0 0 0 0 0 4 0 4 1 T=9 (13%) W= 8 M= 1 Sekolah menengah 0 0 0 1 1 4 8 4 7 T=25 (35%) pertama W=14 M= 11 Sekolah menengah 2 1 1 4 5 0 0 0 0 T=13 (18%) atas W=12 M=1 Universitas 6 7 4 3 2 0 0 0 0 T=22 (31%) W=18 M=4 Akademi 0 0 3 0 0 0 0 0 0 T= 3 M=3 STATUS PERNIKAHAN Lajang 0 0 0 0 0 1 0 0 1 2 Menikah 8 8 7 8 8 7 8 8 7 69 (96%) Janda atau 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 Duda/Bercerai UKURAN RUMAH TANGGA 1 to 4 4 4 3 3 4 3 2 6 5 T=34 (47%) W=23 M=11 5 to 7 4 4 5 5 4 5 6 2 3 T=38 (53%) W=25 M=13 RIWAYAT KREDIT 12 BULAN TERAKHIR Wanita dengan 8 0 0 8 0 0 8 0 0 24 kredit Pria dengan kredit 0 0 4 0 0 4 0 0 4 12 SUB-SEKTOR DISTRIBUSI BISNIS Jasa 4 4 5 5 6 4 1 2 2 T=33 (46%) W=22 (31%) M=11 (15%) Perdagangan/ritel 2 4 2 2 0 2 5 5 4 T=26 (36%) W=18 (25%) M=8 (11%) Manufaktur/ 1 0 1 1 2 2 2 1 2 T=12 (17%) produksi W=7 (10%) M=5 (7%) KARYAWAN YANG DIGAJI Dibawah 19 orang 2 4 4 4 7 6 5 5 8 T=45 (63%) W=27 (36%) M=6 (8%) Diatas 19 orang 4 4 4 3 0 2 3 3 0 T=23 (32%) W=17 (24%) M=6 (8%) Informasi tidak 2 0 0 1 1 0 0 0 0 T=4 tersedia W=4 Catatan: Persentase dihitung berdasarkan jumlah peserta secara keseluruhan. 71 Lampiran 5 – Referensi Asia Foundation (2013). Access to Trade and Growth of Women`s SMEs in APEC Developing Countries – Evaluation the Business Environment in Indonesia. APEC and The Asia Foundation, San Francisco and Jakarta. Beck, Thorsten, Asli Demirgüc-Kunt and Maria Soledad Martinez-Peria (2008): Bank Financing for SMEs around the World – Drivers, Obstacles, Business Models and Lending Practices. Policy Research Working Paper 4785. The World Bank. Du Rietz, A. and M. Henrekson (2000). Testing the Female Underperformance Hypothesis. In: Small Business Economics, Volume 14, pp. 1–10. EBRD (2014). Global best practices in banking for women-led SMEs. European Bank for Reconstruction and Development and Women`s World Banking. London. EIU (2010, 2012). Women`s Economic Opportunity. Economist Intelligence Unit, London.. G20 (2014). Comprehensive Growth Strategy: Indonesia. Golden Sachs (2014). Giving credit where it is due – How closing the credit gap for women- owned SMEs can drive global growth. Goldman Sachs Global markets Institute, February 28, 2014. Hsieh, Chang-Tai and Benjamin Olken (2014): The Missing “Missing Middle”. In: Journal of Economic Perspectives, Volume 28, Number 3, pp. 89-108. IFC (2011): Strengthening Access to Finance for Women-Owned SMEs in Developing Countries. International Finance Corporation and Global Partnership for Financial Inclusion. Washington, D.C. IFC (2013), Closing the Credit Gap for Formal and Informal Micro, Small and Medium Enterprises. International Finance Corporation. Washington, D.C. IFC (2014). Women-owned SMEs: a Bussiness Opportunity for Financial Institutions. International Finance Corporation. Washington, D.C. ILO (2012): Statistical Update on Employment in the Informal Economy. ILO Department of Statistics. IMF (2015): Indonesia Article IV Consultation. IMF Country Report No. 15/74. Washington, D.C. Kalleberg, A.L. and K.T. Leicht (1991). Gender and Organizational Performance: Determinants of Small Business Survival and Success. In: Academy of Management Journal, Volume 34, Issue 1, pp. 136–161. KPPOD and Asia Foundation (2011). Local Economic Governance – A Survey of Business Operations in 245 Districts/Municipalities in Indonesia. Komite Permantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah and The Asia Foundation, Jakarta. Mourougane, Annabelle (2012): Promoting SME Development in Indonesia. Economics Department Working Paper No. 995, Organisation for Economic Co-operation and Development. Robb, A. and J. Wolken (2002). Firm Owner and Financing Characteristics; Differences between Female- and Male-Owned Small Businesses. Finance and Economics Discussion Series 2002-18. Board of Governors of the Federal Reserve System. Washington, D.C. Rosa, P., S. Carter and D. Hamilton (1996). Gender as a determinant of small business performance: Insights from a British study. In: Small Business Economics, Volume 8, pp. 463-478. 72 Ruane, F. and J. Sutherland (2007). Firm Performance Characteristics and Gender Ownership in a Globalised Economy. Institute for International Integration Studies, IIIS Discussion Paper 200. Trinity College, Dublin. Sato, Yuri (2013): Development of Small and Medium Enterprises in the ASEAN Economies. In: Sukma, Rizal and Yoshihide Soeya (eds.): Beyond 2015: ASEAN-Japan Strategic Partnership for Democracy, Peace, and Prosperity in Southeast Asia. Japan Center for International Exchange. Tokyo. Tambunan, Tulus (2014): Trade Facilitation and Enabling Trade: A Study on SMEs in Indonesia. Center for Industry, SME and Business Competition Studies (USAKTI). Jakarta. OECD (2013). Exploring bank financing for women entrepreneurs in MENA region. A preliminary analysis of survey data on the financing practices of MENA banks. Working Draft – for Discussion. Organization for Economic Co-operation and Development. World Bank (2012). World Development Report 2012: Gender Equality and Development. Washington. D.C. World Bank (2014a): Indonesia: Avoiding the Trap. Development Policy Review 2014. Jakarta. World Bank (2014b). Doing Business 2015 – Going Beyond Efficiency. Washington, D.C. World Bank (2015a): High Expectations. Indonesia Economic Quarterly March 2015. Jakarta. World Bank (2015b). Slower Gains. Indonesia Economic Quarterly July 2015. Jakarta. World Economic Forum (2014). The Global Competitiveness Report 2014-2015. World Economic Forum, Geneva. Utumi, Suci Sedya (2014). Pemerintah Bakal Stop Penyaluran KUR Bagi Bank yang Miliki NPL Tinggi. Metrotvnews.com 8 December 2014. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/12/08/329290/pemerintah-bakal-stop-penyaluran- kur-bagi-bank-yang-miliki-npl-tinggi Zhou, Sarah (2011): Estimating Indonesia`s Potential Growth Rate. In: IMF (2011): Indonesia: Selected Issues. IMF Country Report No. 11/310. Washington, D.C. 73 Lampiran 6 – Daftar Orang-Orang yang Diwawancarai Tabel 15: Daftar orang-orang yang diwawancarai Lembaga Orang-orang yang Ditemui Asia Foundation Erman A. Rahman, Senior Director for Programs Asosiasi Bantuan Usaha Kecil untuk M. Firdaus, Deputi Direktur Perempuan Commonwealth Bank Widjojo, Head of SME Banking Bank Danamon Amalia Safitri, Kepala Manajemen Portofolio - Manajemen Risiko Terpadu, Pasar Wirausaha Umum Bank Mandiri Sumedi, Kepala Bagian Perbankan Agen Mikro - Grup Perbankan Mikro BNI Siwi Peni, Kepala Divisi UKM & Divisi Risiko Bisnis Komersial Nurwidya Subijantara, Asisten Wakil Presiden BRI Agus Rachmadi, Kepala Kerjasama Internasional Keuangan Mikro BRI Razaq Manan Ahmad, Spesialis Keuangan Mikro BTPN Tjhiu Fen, Kepala Pengembangan Bisnis UKM Vonny, Kepala Hubungan Nasabah UKM Bank Indonesia Noviarsano M, Kepala Divisi Implementasi Program UMKM Yufrizal, Pemimpin Tim, Divisi Koordinasi & Kerjasama UMKM Meliana Rizka, Manajer, Departemen Pengembangan UKM Bappenas Leonardo A.A. Teguh Sambodo, Wakil Direktur Sistem Pendukung UKM Asosiasi UMKM Depok Ridwan, Petugas UMKM Pusat IFC Rubin Japhta, Senior Operations Officer Yopie Fahmi, Operations Officer Nyoman Yogi, Operations Officer Prashant Murthy, Associate Operations Officer Inotek Setyowati Rahayu, Business Development Manager Ivi Anggraeni, Program Officer Kementerian Koperasi dan UKM Tamim Saefudin, Asisten Deputi Program Keuangan Pristiyanto, Staf PLUT KUMKM, Kementerian Koperasi Wahyudi, PLUT Officer & UKM Oxfam Henny Soelistyowati, Value Chain and Enterprise Development Coordinator TNP2K Michael Joyce, Penasihat Mobile Banking Universitas Indonesia, Eugenia Mardanugraha, Direktur Pusat UKM Eko Budi W, Manajer Pengembangan Masyarakat Universitas Trisakti, Tulus Tambunan, Kepala Pusat Penelitian Industri, UKM & Pusat Penelitian Industri dan UKM Persaingan Usaha USAID Anastasia de Santos, Economist Thomas J. Cody III, Senior Alliance Builder Morgan Courtney, Alliance Builder Maureen Laisang, Gender Specialist 74