71905 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif PKDSP UNIBRAW BAPPEPROV JATIM Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II, Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Jakarta – 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Faks (+6221) 5299 3111 Laporan ini dicetak pada Bulan April 2012 Foto kiri atas, dan kanan atas pada halaman sampul merupakan Hak Cipta © Bank Dunia, foto pada kiri bawah halaman sampul merupakan Hak Cipta © REDI. Foto pada halaman dalam merupakan Hak Cipta © Bastian Zaini untuk foto pada halaman Ringkasan Eksekutif, Hak Cipta © REDI untuk foto pada halaman Bab 1 dan Bab 5, Hak Cipta © Bank Dunia untuk halaman Bab 2, Bab 4, dan Bab 7, Hak Cipta © Indira Hapsari untuk halaman Bab 3, Hak Cipta © Sigit Yuwono untuk halaman Lampiran, dan foto pada halaman Bab 6 merupakan Hak Cipta © Governance and Decentralization Survey 2. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011. Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif merupakan kerjasama tim peneliti PKDSP Universitas Brawijaya, Pemerintah Daerah Jawa Timur, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia, maupun pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada tiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini, silahkan hubungi Bastian Zaini (bzaini@worldbank.org). Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Ucapan Terima Kasih Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW) dan Bank Dunia. Apresiasi yang tinggi disampaikan kepada tim peneliti yang diketuai oleh Dwibudi Santosa, dengan tenaga ahli Prof. Munawar, Prof. Maryunani, Prof. Djumilah, dan Prof. Ahmad Erani Yustika, dengan peneliti Ferry Prasetyia, Devanto SP, Putu Mahardika, Dadan S. S dan Wawan Sobari, serta dukungan penuh tim data, yaitu Anorti Ika W, Ping Pradhana, Diaz Satria, Almuizzudin, dan Anorda Satria. Tim Bank Dunia dipimpin oleh Fahmi Wibawa dan Bastian Zaini, dibantu oleh Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Ihsan Haerudin, Diding Sakri dan Adrianus Hendrawan. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Project Management Committee (PMC) yang secara aktif dan responsif berkontribusi sejak proses penelitian sampai dengan proses penulisan laporan. Terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap SKPD di lingkungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur atas dukungannya. Secara khusus, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai ketua PMC, Bapak Hadi Prasetyo dan Bapak Zainal Abidin, dan Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Timur sebagai sekretaris PMC, Bapak Budi Setiawan dan Bapak Jumadi, serta Bapak Arief Tri Hardjoko yang memfasilitasi secara langsung penelitian ini. Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Gregorius D.V. Pattinasarany. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Shubham Chaudhuri, William E. Wallace, Cut Dian Rahmi Agustina, Ahmad Zaki Fahmi, Dwi Endah Abriningrum, Ahya Ihsan, serta rekan-rekan dari Bank Dunia atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami sampaikan kepada Maulina Cahyaningrum atas bantuan dalam proses produksi laporan dan Sarah Sagitta Harmoun dan Sigit Yuwono atas dukungan logistiknya. Laporan ini juga mendapat sumbangan yang berharga dari hasil survei Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan oleh Syahrir Cole. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 iv Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Kata Pengantar Jawa Timur dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, terutama dalam aspek perekonomiannya. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur stabil diatas rata-rata nasional, dengan sektor pertanian dan indutri pengolahan sebagai pendorong utama perekonomian daerah. Dengan dukungan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan potensi sumber daya fiskal yang tersedia, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Jawa Timur memiliki peluang besar untuk mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan pembangunan yang merata. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, berbagai hambatan pembangunan perlu dibenahi. Dari sisi pengelolaan keuangan daerah, masih diperlukan perbaikan komposisi belanja publik pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kualitas infrastruktur perlu ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan kabupaten/kota yang dibutuhkan untuk menjamin keterhubungan antar wilayah. Dan yang tidak kalah penting, peningkatan kualitas SDM melalui Program Wajib Belajar 9 tahun dan sekolah menengah 12 tahun. Tantangan pembangunan terbesar bagi Pemerintah Daerah di Jawa Timur adalah bagaimana APBD dapat menjadi instrumen untuk mempercepat tercapainya sasaran-sasaran pembangunan di berbagai sektor, yang mampu mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan mengurangi angka kemiskinan, dan pada akhirnya dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Laporan ini merupakan upaya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan pada akhirnya mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan Universitas Brawijaya (PKDSP UNIBRAW), dengan dukungan CIDA, AusAID dan Bank Dunia. Bappeda Provinsi Jawa Timur berperan penting dalam menfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini. Kami berharap laporan ini dapat memberikan kontribusi bagi Pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur, pemerintah daerah di daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai referensi dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah pada khususnya serta pembangunan daerah pada umumnya. Surabaya, April 2012 Jakarta, April 2012 M.Hu Dr. H. Soekarwo, M.Hum. Stefan G. Koeberle b Gubernur Provinsi Jawa Timur Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia v Daftar Isi Ucapan Terima Kasih iv Kata Pengantar v Daftar Isi vi Daftar Istilah xii Ringkasan Eksekutif 1 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur 9 1.1 Demografi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan 12 1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif 20 Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan 27 2.1 Gambaran Umum 28 2.2 Pajak Daerah 31 2.3 Dana Bagi Hasil 32 2.4 Dana Alokasi Umum 33 2.5 Dana Alokasi Khusus 33 2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi 34 Bab 3 Belanja Daerah 37 3.1 Gambaran Umum 38 3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi 40 3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor 41 3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur 41 3.5 Belanja Perkapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur 42 3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi 43 3.7 Hubungan Belanja dan Gender 45 3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi 46 Bab 4 Analisis Sektoral 49 4.1 Sektor Infrastruktur 50 4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 56 4.2 Sektor Pendidikan 57 4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi 62 4.3 Sektor Kesehatan 63 4.3.1 Pelayanan Kesehatan 65 4.3.2 Belanja Kesehatan 65 4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 69 4.4 Sektor Pertanian 69 4.4.1 Gambar Umum Sektor Pertanian 69 4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani 72 4.4.3 Belanja Sektor Pertanian 73 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 vi Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 79 5.1 Pendahuluan 80 5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 81 5.3 Perencanaan dan Penganggaran 82 5.4 Pengelolaan Kas Daerah 83 5.5 Pengadaan Barang dan Jasa 84 5.6 Akuntansi dan Pelaporan 85 5.7 Internal Audit 85 5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi 86 5.9 Pengelolaan Aset 87 5.10 Audit Eksternal 88 5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010 89 5.12 Rekomendasi 92 Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik 95 6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur 96 6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur 96 6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat 99 6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi 101 Bab 7 Pengarusutamaan Gender 105 7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur 106 7.2 Perkembangan Pembangunan Gender 107 7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) 108 Daftar Pustaka 117 Lampiran 119 Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur? 120 Lampiran B. Catatan Metodologi 121 Lampiran C. Matriks Temuan, Rekomendasi dan Rencana Aksi 132 Lampiran D. Budget Master Table 141 Daftar Gambar Gambar 1.1. Profil wilayah Jawa Timur 11 Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi 12 Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik daripada kabupaten 13 Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah 13 Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan 14 Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010 15 Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur 15 Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka 16 Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010 17 Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur. 18 Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur 18 Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010 19 vii Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010. 20 Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia 21 Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010 21 Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010 22 Gambar 1.17. Ukuran geografis (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB) 23 Gambar 1.18. Tingkat inflasi di Jawa Timur bervariasi 24 Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 28 Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006 – 2010 28 Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 29 Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 29 Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp) 30 Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 30 Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota) 30 Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 32 Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 32 Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009 32 Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010 32 Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri dan DAU yang diterima kabupaten/kota di Jawa Timur, 2009 33 Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009 33 Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010 38 Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010 39 Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur, 2006-2010 39 Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur berdasarkan klasifikasi ekonomi, 2006-201040 Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan klasifikasi ekonomi, 2006-2010 40 Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi berdasarkan sektor, 2006-2010 41 Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010 41 Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010 42 Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 43 Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja daerah Jawa Timur, 2006-2010 43 Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur 46 Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional 51 Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur 51 Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia 52 Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen 52 Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir 53 Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah 54 Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur 55 Gambar 4.8. Perbedaan yang signifikan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang 55 Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB Jawa Timur 56 Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA 57 Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki 58 Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki 58 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 viii Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi 59 Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi 59 Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai 60 Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah 61 Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi 62 Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH 63 Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010 64 Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota 64 Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional 65 Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan 65 Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota 66 Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga 66 Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD 67 Gambar 4.26. Klasifikasi ekonomi belanja kesehatan 68 Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat 68 Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional 70 Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian 70 Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya. 71 Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi 71 Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100 72 Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti. 73 Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten 74 Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan) 74 Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal 75 Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010 75 Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur 80 Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur Dirinci Berdasarkan 9 Bidang 80 Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka Peraturan Daerah 81 Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran 82 Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas Daerah 83 Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan Barang dan Jasa 84 Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan 85 Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit 86 Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, dan Investasi 87 ix Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset 88 Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal 89 Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 89 Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat. 96 Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Golongan tahun 2010 96 Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010 97 Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010 100 Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010 101 Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009/2014 106 Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa Timur 106 Gambar 7.3. Grafik IPM dan IPG di Jawa Timur Tahun 2006-2008 107 Gambar 7.4. Grafik IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur 107 Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi TKW 108 Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010 108 Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010 109 Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri. 110 Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010. 111 Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010 111 Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI 112 Daftar Tabel Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010 40 Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009 44 Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009 45 Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan 67 Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010 72 Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya 73 Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang 81 Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang 83 Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang 84 Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang 85 Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang 86 Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang 87 Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang 88 Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang 88 Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010 90 Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010 91 Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur 92 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 x Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur 123 Tabel D.1.1. Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Rupiah) 141 Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Rupiah) 143 Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah) 144 Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah)146 Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 146 Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifikasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah) 147 Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah) 148 Daftar Kotak Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw 91 Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur 98 Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur 99 Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah 100 Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal 110 Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah 112 Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW 113 xi Daftar Istilah AHH Angka Harapan Hidup AKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian Ibu AMH Angka Melek Huruf APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APK Angka Partisipasi Kotor APM Angka Partisipasi Murni APS Angka Partisipasi Sekolah ASB Analisa Standar Biaya Bakosurtanal Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bappeprov Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Bawasda Badan Pengawasan Daerah BKB-Posyandu-PADU Bina Keluarga Balita – Pos Pelayanan Terpadu – Pendidikan Anak Dini Usia BPK Badan Pemeriksa Keuangan BPS Badan Pusat Statistik BUMD Badan Usaha Milik Daerah CEDAW Convention on The Elimination of All Forms of Discriminations Against Women DAK Dana Alokasi Khusus DAU Dana Alokasi Umum DBH Dana Bagi Hasil Dekon/TP Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Dispenda Dinas Pendapatan Daerah DJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan DPA Dokumen Pelaksanaan Anggaran DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DRSP Democratic Reform Support Program FGD Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) Gerbangkertasusila Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan HDI Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 xii Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif HPS Harga Perkiraan Sendiri IDG Indeks Pemberdayaan Gender IPG Indeks Pembangunan Gender IPM Indeks Pembangunan Manusia atau HDI Jatim Jawa Timur JPIP The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi KUA – PPA(s) Kebijakan Umum Anggaran – Plafon Penggunaan Anggaran (sementara) LAKIP Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah LHP Laporan Hasil Pemeriksanaan LKPJ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LPJ Laporan Pertanggungjawaban LPPD Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah LQ Location Quotient LSM Lembaga Swadaya Masyarakat MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan NTB Nusa Tenggara Barat NTP Nilai Tukar Petani NTT Nusa Tenggara Timur PAD Pendapatan Asli Daerah PBB Pajak Bumi dan Bangunan PDB Produk Domestik Bruto PDRB Produk Domestik Regional Bruto Pemda Pemerintah Daerah Pemkot Pemerintah Kota Pemprov Pemerintah Provinsi Perda Peraturan Daerah Perpu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PEA Public Expenditure Analysis PEACH Public Expenditure and Capacity Harmonization Perkada Peraturan Kepala Daerah PFM Public Financial Management (Pengelolaan Keuangan Publik) PIP Pusat Investasi Pemerintah PJTKI Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia xiii Daftar Istilah PKB Pajak Kendaraan Bermotor PKD Pengelolaan Keuangan Daerah PNS Pegawai Negeri Sipil Pokja Kelompok Kerja Polindes Pos Persalinan Desa Posyandu Pusat Pelayanan Terpadu PP dan PA Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak PPK Pejabat Penatausahaan Keuangan PPL Petugas Penyuluh Lapangan PU Pekerjaan Umum PUG Pengarusutamaan Gender PUJA Public Sector Jatim Award Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Pustu Puskesmas Pembantu RAD Rencana Aksi Daerah Renstra Rencana Strategis RKA Rencana Kerja dan Anggaran Rp Rupiah RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RS Rumah Sakit RSUD Rumah Sakit Umum Daerah RT Rumah Tangga RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Sakernas Survei Tenaga Kerja Nasional Samsat Sistem Administrasi Satu Atap SD Sekolah Dasar SDA Sumber Daya Alam SISMIOP Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak SKPD Satuan Kerja Pemerintah Daerah SKPKD Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 xiv Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Daftar Istilah SMA Sekolah Menengah Atas SMK Sekolah Menengah Kejuruan SMP Sekolah Menengah Pertama SOTK Susunan Organisasi dan Tata Kelola SPD Surat Penyediaan Dana SPM Standar Pelayanan Minimum Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional oleh BPS TA Tahun Ajaran TKI Tenaga Kerja Indonesia TKW Tenaga Kerja Wanita TMP Tidak Memberikan Pendapat TPT Tingkat Pengangguran Terbuka TW Tidak Wajar UKG Unit Kerja Gubernur UMR Upah Minimum Regional VOC Vereenigde Oostindische Compagnie WB World Bank (Bank Dunia) WDP Wajar Dengan Pengecualian WISMP Water Resource Irrigation Sector Management Program WTP Wajar Tanpa Pengecualian xv Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Jawa Timur merupakan sebuah provinsi besar yang memiliki berbagai keunggulan dan potensi. Provinsi ini terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota yang tersebar di wilayah pegunungan, pesisir, dan kepulauan. Populasinya hampir mencapai 16 persen dari populasi Indonesia yang mendiami 2,5 persen dari wilayah Indonesia. Secara geografis, wilayah Jawa Timur terletak pada jantung penghubung antara kawasan barat dan timur Indonesia. Secara ekonomi, Jawa Timur menyumbang hampir 15 persen dari perekonomian nasional. Besarnya kegiatan ekonomi yang juga disebabkan oleh tingginya arus barang dan perdagangan di provinsi ini menyebabkan Jawa Timur memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Secara demografis, Jawa timur merupakan wilayah dengan populasi kedua terbesar di Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk yang relatif rendah. Rasio ketergantungan menunjukkan bahwa satu penduduk usia non produktif bergantung pada dua orang penduduk usia produktir. Namun sumber daya manusia yang tersedia ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena karena kualitas SDM masih relatif rendah. Pada tahun 2009, lebih dari 55 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-D3 dan Universitas) tidak lebih dari 5 persen. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi 25 30 1999 2010 PDRB 2000 Per Kapita (2000=100), (Juta Rp) PDRB 2010 Per Kapita (2000=100), (Juta Rp) 25 20 20 15 Jawa 15 Timur Nasional Jawa Nasional 10 (15) (13) Timur (24) (26) 10 5 5 - - Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 1999 dan 2010); PDRB per kapita (BPS, 2000 dan 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementerian Keuangan, 2008); Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir setelah dimulainya desentralisasi Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja daerah. Sejak desentralisasi, pemekaran yang terjadi di Jawa Timur hanya pemekaran satu kota. Seperti daerah lain, belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, dari Rp 5,8 juta per orang (2000) hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang (2010) dengan angka pertumbuhan sebesar 7,12 persen di semester pertama tahun 2011. Realisasi belanja yang mencakup seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan yang signifikan. Secara riil belanja daerah per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu (2000) menjadi Rp 985 ribu (2010); meskipun masih di bawah rata-rata realisasi belanja per kapita pada tingkat nasional yang pada tahun 2010 telah mencapai angka Rp. 1,8 Juta (2010). Dalam kurun waktu tersebut pula terjadi penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen (1999) menjadi 15 persen (2010). Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 2 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Ringkasan Eksekutif Namun demikian, masih terdapat tantangan yang perlu diatasi baik pada tingkat agregat maupun internal wilayah. Pada tingkat agregat, Jawa Timur merupakan provinsi dengan populasi penduduk miskin terbesar di Indonesia. Pada tingkat internal, ada dua persoalan yakni adanya kantong-kantong kemiskinan dan rendahnya perdagangan antar wilayah di Jawa Timur. Diketahui bahwa kemiskinan ternyata berkantong di daerah yang sebagian besar penduduknya perempuan, daerah yang perekonomiannya bergantung pada pertanian, serta daerah yang terletak di wilayah kepulauan dan pesisir utara. Pada aspek perdagangan, hanya sebagian kecil dari total nilai perdagangan yang terjadi di dalam wilayah Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan adanya ketimpangan wilayah dalam hal kemampuan produksi, konsumsi, dan penyediaan komoditas yang komplemen. Secara agregat, realisasi pendapatan pemerintah daerah di Jawa Timur mengalami peningkatan. Agregat realisasi pendapatan Jawa Timur tumbuh rata-rata pada tingkat 6,7 persen pertahun (2006-2010), dimana Provinsi tumbuh sedikit lebih tinggi daripada Kabupaten/Kota yakni 7,5 persen berbanding 6,5 persen. Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki perbedaan dalam komponen penyumbang pendapatan daerah. Bagi Provinsi, PAD merupakan komponen terbesar yang proporsinya relatif stabil pada periode 2006-2010 (rata-rata 72,3 persen). Bagi Kabupaten/Kota, komponen terbesar adalah DAU (55,3 persen pada tahun 2010) namun proporsinya terus menurun yang disebabkan oleh meningkatnya komponen PAD dan pendapatan daerah lainnya, walaupun secara perlahan yang masing-masing telah mencapai angka 10,3 dan 18,9 persen pada 2010. Dengan demikian, ada peluang bagi Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk dapat mengurangi ketergantungannya pada dana transfer dari pusat maupun dari tingkat provinsi. Pada periode 2006-2010, realisasi belanja daerah Jawa Timur tumbuh secara riil rata-rata sebesar 11 persen. Namun demikian, total realiasi belanja daerah perkapita Jawa Timur masih di bawah rata-rata nasional dan bahkan berada pada urutan keempat terendah. Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifikan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan kepada daerah bawahan yang diperuntukkan bagi sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya (44 persen pada 2010). Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan kepada belanja pegawainya (56 persen pada 2010). Infrastruktur Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif serta penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI1 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan, setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur memberikan perhatian cukup tinggi kepada sektor infrastruktur seperti ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Namun demikian, yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, proporsi belanja infrastruktur terhadap PDRB selalu berada di bawah 1 persen dan tingkat pertumbuhannya pun relatif lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB. 1 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa. 3 Ringkasan Eksekutif Pendidikan Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia, salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktifitas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka partisipasi murni (APM) sekolah yang semakin menurun pada tingkat SMP dan SMA. Provinsi Jawa Timur menjawab tantangan utama pendidikan dengan memprioritaskan pembangunan pendidikan yang menekankan pada peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas. Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifikan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan, baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifikan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut. Namun demikian, masih diperlukan inovasi lebih lanjut tentang pola terbaik dalam realisasi belanja sektor pendidikan. Dalam kurun waktu 2006-2010, belanja pegawai tidak langsung (yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD) mendominasi realisasi belanja, bahkan pada tahun 2009 telah mencapai lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah sektor pendidikan. Di sisi lain, pada periode 2006-2010, biaya pendidikan yang ditanggung oleh 20 persen rumah tangga termiskin di Jawa Timur terus meningkat dari Rp 304 ribu menjadi Rp 496 ribu per tahun. Secara rata-rata, belanja pendidikan rumah tangga di Jatim meningkat dari Rp 1,06 juta menjadi 1,69 juta di periode yang sama. Dengan demikian ada pertanyaan tentang kemampuan realisasi belanja APBD untuk menurunkan rata-rata biaya pendidikan yang harus ditanggung rumah tangga, khususnya rumah tangga termiskin. Kesehatan Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH Jawa Timur berubah dari 68,5 tahun pada 2005 ke 71,79 pada tahun 2010, namun tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifikan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan. Dari sepuluh Kabupaten/Kota dengan AKB tertinggi, 7 di antaranya merupakan daerah dengan cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan ketiganya memiliki AKB tertinggi. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa AKB dapat ditekan dengan meningkatkan cakupan imunisasi dan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan. Peningkatan alokasi belanja kesehatan baik yang bersumber dari APBN, maupun APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ternyata belum mampu menekan peningkatan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh 20 persen rumah tangga termiskin. Dalam periode 2006 hingga 2010, belanja rumah tangga untuk kesehatan mengalami peningkatan secara riil hampir dua kali lipat, dari Rp 347 ribu menjadi Rp 740 ribu per tahun. Untuk rumah tangga termiskin, dalam periode yang sama belanja kesehatannya meningkat lebih dari satu setengah kali, dari Rp 120 ribu menjadi Rp 188 ribu. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 4 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Ringkasan Eksekutif Pertanian Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik. Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan besar di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa Timur secara rata- rata lebih rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (contoh: pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani. Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp. 1,8 triliun pada periode 2005-2010. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun. Pengelolaan Keuangan Daerah Ada kesenjangan kinerja pengelolaan keuangan daerah antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya memiliki kinerja pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu kabupaten/kota dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya, seperti Kota Batu yang baik dalam bidang pengelolaan kas daerah tetapi kurang baik dalam pengelolaan aset kabupaten/kota dapat saling belajar dengan daerah lain yang berkondisi sebaliknya seperti Kabupaten Tulungagung. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah. Birokrasi Pengelolaan jumlah PNS secara efisien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fluktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik. Gender Pengarusutamaan gender dalam pembangunan di Jawa Timur masih terbatas pada level kebijakan, belum terimplementasi dalam program dan kegiatan yang konkrit. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009–2014 serta program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Namun demikian, komitmen tersebut belum terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan. 5 Ringkasan Eksekutif Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengadakan program dan kegiatan yang mendukung TKW mulai dari pengiriman sampai kembali ke tanah air. Hal ini dapat menjadi salah satu bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan dan pengarusutamaan gender yang dilakukan secara simultan Agenda Pembangunan dan Arah Kebijakan Fiskal Jawa Timur Mengacu pada potensi dan tantangan yang dihadapi, maka berikut ini adalah beberapa agenda pembangunan serta arah kebijakan fiskal yang perlu dikembangkan oleh Jawa Timur di masa depan. Ada empat agenda utama pembangunan Jawa Timur yang perlu dikembangkan: 1. Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mengoptimalkan potensi geografis Jawa Timur sebagai penghubung lalu lintas manusia dan barang antar wilayah, serta memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap berbagai pelayanan dasar dan ekonomi. 2. Memperbaiki kualitas SDM dengan meningkatkan jenjang pendidikan khususnya bagi penduduk usia produktif yakni sampai minimal tingkat SLTA. Hal ini agar mayoritas penduduk Jawa Timur yang berusia produktif dapat bersaing mengisi kebutuhan lapangan kerja. 3. Pengentasan kemiskinan khususnya di daerah-daerah kantong kemiskinan yakni daerah yang berpenduduk mayoritas perempuan, daerah pertanian, kawasan kepulauan dan pesisir utara. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya program khusus yang membidik kawasan kantong kemiskinan tersebut. 4. Mengoptimalkan arus komoditas dan perdagangan intra-wilayah di dalam provinsi Jawa Timur dengan meningkatkan hubungan input-output antar industri lokal serta meningkatkan konsumsi lokal yang dipasok dari produksi lokal. Untuk dapat menjalankan keempat agenda pembangunan dengan baik, maka diperlukan kebijakan fiskal yang lebih inovatif. Hal ini agar instrumen fiskal dapat benar-benar dimanfaatkan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi serta memeratakan kesejahteraan. 1. Dari sisi pengeluaran, pemerintah daerah perlu lebih mensiasati pertumbuhan jumlah pegawai dan belanja pegawai karena pertumbuhannya terus mengurangi kemampuan daerah dalam mengalokasi belanja APBD untuk sektor-sektor strategis dan pelayanan publik dasar. Meskipun jumlah PNS menjadi salah satu variabel dalam penentuan alokasi DAU, namun daerah hendaknya tidak terjebak untuk merekrut PNS sebanyak-banyaknya karena hal ini hanya akan menjadi beban pembiayaan pembangunan daerah. 2. Mengoptimalkan peluang peningkatan pendapatan daerah dari PAD agar daerah tidak tergantung pada transfer fiskal dari pusat. Namun demikian, hal ini harus disertai penelitian yang mendalam untuk menentukan subjek PAD agar tidak membebani rakyat khususnya kelompok miskin yang jumlahnya masih cukup besar. 3. Dengan terbatasnya ruang gerak fiskal dan belum optimalnya pemanfaatan sumber-sumber PAD, maka pemerintah daerah perlu lebih inovatif dalam mengoptimalkan komposisi belanjanya, khususnya di sektor-sektor strategis yang berdampak besar terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Belanja sektoral sebaiknya diprioritaskan untuk sektor pelayanan dasar seperti peningkatan akses pendidikan SMP dan SMA, pelayanan kesehatan preventif (seperti imunisasi), pelayanan kesehatan pada masa kehamilan, persalinan yang dibantu tenaga terlatih, dll; serta untuk sektor yang menjadi isu utama pembangunan daerah seperti agribisnis, irigasi, pemeliharaan jalan, dll. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 6 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Ringkasan Eksekutif 4. Belanja pada sektor infrastruktur harus menjadi agenda pembangunan prioritas mengingat keberadaannya yang sangat vital bagi perdagangan antar dan intra wilayah serta memudahkan warga dalam mengakses berbagai layanan publik seperti akses ke sarana pendidikan dan kesehatan. Belanja daerah untuk pemeliharaan infrastruktur harus terus ditingkatkan. 5. Belanja daerah pada sektor pendidikan dan kesehatan harus terus diarahkan untuk dapat meningkatkan indikator capaian dan pada saat yang sama berusaha menjaga tingkat kontribusi belanja pendidikan dan kesehatan di tingkat rumah tangga khususnya rumah tangga miskin. Hal ini diperlukan karena masih tingginya jumlah penduduk yang miskin. Di sisi lain, harus ada evaluasi mengenai efektivitas dari belanja pendidikan dan kesehatan terhadap kualitas pendidikan. 7 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Sejarah Jawa Timur dimulai sejak abad ke delapan. Di wilayah inilah terdapat kerajaan yang terbentuk pada abad ke delapan, yaitu kerajaan Mataram Kuno. Sejak itu terdapat beberapa kerajaan yang berdiri setelahnya, yaitu Medang, Kediri, Singasari, Majapahit, Demak-Pajang, dan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri hingga pertengahan abad ke-18. Pada masa Kerajaan Mataram Islam pula, ditandai dengan masuknya VOC dan berubah menjadi Hindia Belanda diawal abad 19 dan diikuti oleh pendudukan Jepang pada tahun 1942. Setelah kemerdekaan Indonesia ditahun 1945, Provinsi Jawa Timur adalah satu dari delapan provinsi yang pertama kali terbentuk2. Walaupun Provinsi Jawa Timur sempat terpecah menjadi Negara Jawa Timur dan Negara Madura dibawah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)3 setelah Konferensi Meja Bundar dengan Belanda ditahun 1949, tak lama kemudian berdasarkan desakan rakyat Jawa Timur, kedua negara bagian tersebut membubarkan diri dan menyerahkan kembali kekuasaannya ke Negara Republik Indonesia. Pada tahun 1950, Jawa Timur kembali menjadi Provinsi Jawa Timur. Hingga kini, Provinsi Jawa Timur memiliki 8418 desa dan 637 kecamatan, yang tersebar di 29 kabupaten dan 9 kota. Posisi Provinsi Jawa Timur merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia. Lokasinya secara strategis berada diujung wilayah kawasan Barat yang berbatasan langsung dengan kawasan Timur Indonesia. Provinsi Jawa Timur berbatasan dengan Selat Bali di bagian Timurnya, Samudra Indonesia di bagian Selatan, Laut Jawa di Utara, dan Provinsi Jawa Tengah di bagian Baratnya. Provinsi Jawa Timur memiliki luas wilayah daratan sebesar 47 ribu km2 dan 111 ribu km2 wilayah lautan yang mencakup 229 pulau. Wilayah Jawa Timur memiliki kondisi yang beragam. Selain Pulau Madura dan pulau-pulau lainnya di bagian utara, wilayah daratan Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi tiga zona, yaitu (i) bagian utara yang terdiri atas wilayah dataran rendah dan tinggi yang memiliki tanah cukup subur (Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso) dan wilayah utara yang relatif tandus (Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Madura); (ii) bagian tengah yang terdiri dari rangkaian pegunungan berapi; dan (iii) bagian selatan yang terdiri dari rangkaian perbukitan dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, hingga Malang. Wilayah Jawa Timur adalah wilayah yang tergantung pada pertanian. Berdasarkan pola tata ruang Jawa Timur yang ditetapkan tahun 2005, sebesar 88 persen dari wilayahnya adalah kawasan budidaya. Secara keseluruhan, 74 persen dari wilayah Jawa Timur diperuntukkan bagi budidaya pertanian dan 14 persen untuk budidaya non-pertanian. Berdasarkan hal ini, maka arahan pengembangan wilayah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur adalah menuju pengembangan kawasan yang berorientasi agrobisnis. 2 Setelah kemerdekaan, Indonesia terbagi menjadi delapan provinsi, yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. 3 Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas 9 negara bagian, yaitu: Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatera Selatan, dan Negara Jawa Timur. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 10 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.1. Profil wilayah Jawa Timur Tuban Sumenep Bangkalan Bangkalan Sampang Pamekasan Lamongan Bojonegoro Gresik KOTA SURABAYA KOTA Ngawi MOJOKERTO Sidoarjo Madiun KOTA Nganjuk Jombang KOTA Mojokerto PASURUAN Magetan KOTA MADIUN PROBOLINGGO Pasuruan KOTA KOTA KOTA Situbondo KEDIRI KEDIRI BATU Probolinggo Kediri Kediri KOTA Bondowoso Ponorogo MALANG KOTA Pacitan Trenggalek BLITAR Lumajang Tulungagung Malang Blitar Jember Banyuwangi 0 50 100 kilometers Luas Wilayah : 47.922 km2 Populasi : 37.476.011 (Sensus penduduk 2010) Angka Kemiskinan : 15,26% (BPS, 2010) PDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000) : Rp 20,77 juta Jumlah kabupaten dan kota : 29 Kabupaten dan 9 Kota Catatan : Kepulauan Bawean, yang merupakan bagian dari Kabupaten Gresik, serta Kepulauan Kangean dan Kepulauan Masalembu yang merupakan bagian dari Kabupaten Sumenep, tidak ditampilkan didalam peta dan presentasi data. Desentralisasi memiliki dampak yang terbatas terhadap administrasi pemerintah daerah di Jawa Timur. Seiring dengan proses desentralisasi lebih dari satu dasawarsa yang lalu, terdapat pergeseran kewenangan dan fungsi dari yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Selain itu salah satu karakteristik dari desentralisasi di Indonesia adalah terbentuknya pemerintah- pemerintah daerah baru atau pemekaran. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar dan jumlah pemerintah daerah terbanyak di Indonesia, justru pemekaran yang terjadi di Jawa Timur terbatas pada pemekaran satu pemerintah daerah. Hanya Kota Batu yang mengalami pemekaran dari Kabupaten Malang yang terjadi di tahun 2001. Di sisi lain, Jawa Timur mengalami peningkatan kinerja setelah desentralisasi. Belanja pemerintah daerah mengalami peningkatan yang pesat dan kinerja ekonomi mengalami kemajuan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang secara riil mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dalam lebih dari satu dekade setelah desentralisasi, dari Rp 5,8 juta per orang hingga menjadi Rp 9,1 juta per orang. Peningkatan belanja pemerintah daerah Jawa Timur secara keseluruhan yang mencakup Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan yang signifikan yaitu secara riil per kapita meningkat delapan kali lipat dari Rp 123 ribu perorang menjadi Rp 985 ribu perorang. Dalam kurun waktu tersebut pula, peningkatan perekonomian dan belanja pemerintah daerah juga diikuti oleh penurunan angka kemiskinan, dari 26 persen menjadi 15 persen di tahun 2010. 11 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Namun masih ada catatan yang harus diperhatikan dari perkembangan Jawa Timur selama lebih dari satu dasawarsa. Tren perkembangan Jawa Timur berusaha mengimbangi perkembangan nasional. Secara per kapita, perekonomian Jawa Timur hampir dapat mengimbangi rata-rata nasional. Demikian juga dengan penanggulangan kemiskinan walaupun masih berada di bawah rata-rata nasional. Dalam lebih dari satu dasawarsa, Jawa Timur dapat menurunkan angka kemiskinannya sebanyak sebelas poin, dari 26 persen ke 15 persen dimana secara nasional penurunan angka kemiskinan juga mengalami penurunan 11 poin. Diperlukan usaha yang keras untuk mengejar ketertinggalan Jawa Timur dari rata-rata nasional. Dilain sisi, studi menunjukkan bahwa walaupun perekonomian Jawa Timur mengalami perkembangan yang pesat, namun masih belum dapat mencapai tingkat yang telah dicapai oleh Jawa Timur pada masa sebelum Krisis Moneter di tahun 1997-1998 (Gambar 1.2).4 Gambar 1.2. Kinerja Jawa Timur meningkat selama 10 tahun desentralisasi 25 30 1999 2010 PDRB 2010 Per Kapita (2000=100), (Juta Rp) PDRB 2000 Per Kapita (2000=100), (Juta Rp) 25 20 20 15 Jawa 15 Timur Nasional Jawa Nasional 10 (15) (13) Timur (24) (26) 10 5 5 - - Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008). Ada kesenjangan pembangunan yang terlihat di Jawa Timur. Dari 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur, dapat terlihat bahwa ada perbedaan kinerja antara kabupaten/kota tersebut. Secara umum dapat terlihat bahwa daerah-daerah perkotaan memiliki kinerja yang cenderung lebih baik dari pada daerah pedesaan. Daerah kabupaten di Jawa Timur memiliki belanja per kapita dibawah Rp 1,5 juta dan PDRB per kapita dibawah Rp 50 juta. Angka kemiskinan di wilayah kabupaten juga cenderung lebih besar dibandingkan wilayah kota, walaupun belum tentu demikian dari sisi jumlah penduduk miskin. Pemerintah kota memiliki sumber daya fiskal yang lebih besar dibandingkan wilayah kabupaten. Hal ini terlihat dari nilai perkapita yang lebih tinggi dari wilayah Kabupaten. Apabila dilihat dari kinerja perekonomiannya, tidak terlihat ada pola tertentu dimana sebagian besar Kota memiliki PDRB per kapita yang relatif sama dengan wilayah kabupaten. Pengecualian untuk perekonomian hanyalah Kota Surabaya dan Kota Kediri dengan industri tembakaunya (Gambar 1.3). 1.1 Demografi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan Jawa Timur memiliki jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang rendah. Dengan jumlah penduduk hampir mencapai 37,5 juta jiwa (BPS, 2010), provinsi ini adalah provinsi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia. Sebagian besar penduduknya adalah masyarakat etnis Jawa dan sebagian kecil terdiri dari etnis Madura, Tengger dari kawasan Bromo, serta Samin, dan Osing dari kawasan Banyuwangi. Secara rata-rata, pertumbuhan penduduk Jawa Timur tergolong sangat rendah, hanya 0,81 4 Diagnosa Pertumbuhan Provinsi Jawa Timur (The World Bank, 2011). Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 12 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur persen dalam kurun waktu 1991-2010. Rendahnya angka pertumbuhan tersebut konsisten selama periode tersebut, berbeda dengan daerah-daerah lain yang memiliki pertumbuhan penduduk yang bervariasi antara satu periode dengan yang lain. Gambar 1.3. Wilayah kota memiliki kinerja yang lebih baik dari pada kabupaten 250 Kota Kediri 200 PDRB Riil Per Kapita (dalam Juta Rp) 150 100 Kota Surabaya 50 Kota Probolinggo Kota Mojokerto Kota Malang Kota Madiun Kota Kota Blitar Kota Batu Pasuruan - Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka Kemiskinan (BPS, 2010); PDRB per kapita (BPS, 2010); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008). Gambar 1.4. Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Timur tergolong rendah 3% 2,37% 3% 1,88% 2% 2,03% 1,94% 1,58% 2% 1,09% 1% 0,90% 0,81% 1% 0% -1% -1% -2% -2% Sumber: BPS, 2010. Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk terbesar dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Surabaya. Dari 37,5 juta penduduk Jawa Timur, 41 persen tinggal di daerah perkotaan dan 59 persen di daerah pedesaan. Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kota Surabaya dengan 2,7 juta jiwa atau 7,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Sedangkan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Mojokerto dengan 120 ribu jiwa atau 0,3 persen dari total penduduk Jawa Timur. Kepadatan penduduk di wilayah Kota cenderung jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten. Walaupun demikian, itu tidak berarti bahwa populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan populasi kabupaten. Terdapat 7 wilayah kota yang memiliki populasi terkecil di Jawa Timur diluar Kota Surabaya dan Kota Malang. Hal ini menunjukkan 13 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur bahwa walaupun terdapat beberapa wilayah kota yang dapat menjadi pusat perekonomian, konsentrasi jumlah penduduknya belum cukup tinggi untuk dapat merangsang pergerakan perekonomian wilayahnya lebih jauh, kecuali Kota Kediri dan Kota Surabaya (Gambar 1.5). Gambar 1.5. Kepadatan penduduk terpusat di daerah perkotaan 3000 9000 8000 Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 2500 Ppopulasi (dalam ribuan) 7000 2000 6000 5000 1500 4000 1000 3000 2000 500 1000 0 0 Bojonegoro Banyuwangi Tuban Blitar Ngawi Bondowoso Kota Batu Kota Surabaya Malang Jember Sidoarjo Pasuruan Kediri Jombang Lamongan Probolinggo Sumenep Mojokerto Lumajang Tulungagung Bangkalan Sampang Ponorogo Kota Malang Pamekasan Madiun Situbondo Magetan Pacitan Kota Kediri Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Madiun Kota Blitar Kota Mojokerto Gresik Nganjuk Trenggalek Populasi 2010 (Dalam ribuan jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) 9000 250 Kapadatan Penduduk (jiwa/km2) PDRB Per Kapita (Juta Rp) 8000 7000 200 6000 150 5000 4000 100 3000 2000 50 1000 0 0 Kab. Bondowoso Kab. Bojonegoro Kab. Ngawi Kab. Banyuwangi Kab. Situbondo Kab. Pacitan Kab. Sumenep Kab. Lumajang Kab. Tuban Kab. Madiun Kab. Probolinggo Kab. Ponorogo Kab. Lamongan Kab. Malang Kab. Sampang Kab. Jember Kab. Blitar Kab. Magetan Kab. Bangkalan Kab. Tulungagung Kab. Pamekasan Kab. Pasuruan Kab. Jombang Kab. Kediri Kota Batu Kab. Mojokerto Kab. Sidoarjo Kota Probolinggo Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Pasuruan Kota Malang Kota Mojokerto Kota Surabaya Kab. Gresik Kab. Trenggalek Kab. Nganjuk Kepadatan Penduduk PDRB per kapita Sumber: BPS Jawa Timur, 2010. Proporsi jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada penduduk laki-laki. Pada tahun 2010, rasio jenis kelamin penduduk Jawa Timur adalah sebesar 97 persen, yang berarti jumlah penduduk perempuan tiga persen lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. Dengan kata lain, setiap 100 perempuan terdapat 97 laki-laki. Sidoarjo, Malang, Kediri, dan Kota Batu, merupakan daerah dengan sex-ratio di atas 100 yang menunjukan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuannya. Sedangkan, Ponorogo, Blitar, Mojokerto, Kota Blitar, Kota Mojokerto dan Kota Kediri memiliki jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang berimbang. Untuk kabupaten/kota lainnya, jumlah penduduk perempuannya cenderung lebih banyak dari pada laki-laki, seperti kabupaten/kota di Pulau Madura. Dengan jumlah penduduk perempuan yang lebih besar, maka pemberdayaan perempuan di Jawa Timur juga merupakan salah satu isu sentral pembangunan. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 14 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.6. Jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan di Jawa Timur, 2010 Sex Ratio Ratio laki-laki/perempuan (SP 2010) Sex Ratio > 100 Sex Ratio = 100 Sex Ratio < 100 Sumber: Peta Wilayah Administrasi BAKOSURTANAL 2007, Sensus Penduduk 2010. Mata pencaharian terbesar di Jawa Timur adalah pertanian. Hal ini sesuai dengan pemanfaatan lahan di Jawa Timur yang tiga perempatnya dimanfaatkan untuk pertanian. Hampir setengah dari tenaga kerja di Jawa Timur bergantung pada sektor pertanian, dari 46 persen di tahun 2006 hingga 44 persen ditahun 2010 dengan jumlah tenaga kerja sekitar 8 juta jiwa. Ini juga mencakup kegiatan agrobisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Oleh sebab itu, arah kebijakan pertanian di Jawa Timur mengarah pada pengembangan agrobisnis yang tidak hanya mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam yang ada sebagai keunggulan komparatifnya, tapi juga secara bertahap akan terus dikembangkan untuk pengembangan agrobisnis. Gambar 1.7. Keterkaitan antara sektor basis pertanian dengan tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur 30 Sumenep Bangkalan Sampang Pamekasan Tuban 25 Ngawi Lamongan Nganjuk Pacitan Bojonegoro Trenggalek 20 Madiun Kediri Bondowoso Pasuruan Probolinggo Tingkat Kemiskinan (%) Malang Lumajang Situbondo Gresik Ponorogo Jombang 15 Mojokerto Magetan Blitar Jember Kota Pasuruan Tulungagung Banyuwangi Kota Mojokerto Kota Probolinggo 10 Sidoarjo Kota Surabaya Kota Kediri Kota Blitar Batu Kota Madiun 5 Kota Malang y = 0,4x 3 -3 ,5x 2 + 11,5x + 6,9 R² = 0,6 0 00 ,5 11 ,5 22 ,5 33 ,5 Indek Peranan Sektor Pertanian Dalam Struktur Ekonomi Sumber: BPS Jawa Timur, 2010. 15 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Daerah dengan sektor pertanian sebagai basis ekonominya memiliki kecenderungan tingkat kemiskinannya tinggi. Sampang, Sumenep dan Pamekasan, misalnya, adalah kabupaten dengan basis pertanian, memiliki jumlah penduduk miskin terbesar. Di sini, Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator basis aktivitas ekonomi, jika suatu daerah dengan nilai LQ untuk pertanian lebih besar dari satu, maka daerah tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah yang aktivitas ekonominya berbasis pada sektor pertanian. Daerah perkotaan umumnya basis aktivitas ekonominya bukan di sektor pertanian. Penduduk miskin ternyata banyak terdapat di daerah yang basis ekonominya pertanian. Oleh karena itu, isu pembangunan sektor pertanian merupakan satu bagian dari isu pengentasan kemiskinan di Jawa Timur. Tenaga kerja di sektor jasa terus meningkat seiring dengan turunnya angka pengangguran. Dalam lima tahun terakhir terlihat bahwa tenaga kerja yang masuk ke sektor jasa terus meningkat. Dalam kurun waktu tersebut, penyerapan sektor jasa meningkat sebesar 3 persen menjadi 38 persen, yang mencapai lebih dari 1,1 juta tenaga kerja. Sektor industri cukup stabil penyerapan tenaga kerjanya, sedikit dibawah 20 persen. Dilain pihak, terlihat adanya penurunan angka pengangguran terbuka yang relatif besar dalam periode Februari 2009 hingga Februari 2011 dari 5,85 persen menjadi 4,18 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan sektor jasa berperan dalam menyerap tenaga kerja sehingga memiliki dampak terhadap penurunan angka pengangguran terbuka. Gambar 1.8. Tenaga kerja per sektor dan berdasarkan struktur di Jawa Timur dan menurunnya angka pengangguran terbuka 20.000.000 7 5,9 6 5,1 4,9 15.000.000 35% 36% 36% 37% 38% 5 4,3 4,2 19% 20% 19% 18% 18% 4 10.000.000 Persen 3 46% 45% 45% 44% 44% 5.000.000 2 1 - 2006 2007 2008 20092 010* 0 Pertanian Industri Jasa Feb 2009 Agust 2009 Feb 2010 Agust 2010 Feb 2011 Sumber: BPS Jawa Timur, 2010. Potensi sumber daya manusia adalah salah satu penggerak perekonomian di Jawa Timur. Jumlah penduduk yang cukup besar di Jawa Timur bisa menjadi penggerak perekonomian bila tenaga kerja tersebut bekerja dengan produktivitas atau di sektor yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Bisa dilihat bahwa ada pergeseran penyerapan tenaga kerja ke sektor jasa. Sebagai salah satu cara untuk menanggulangi kemiskinan di Jawa Timur, perlu dipikirkan strategi agar proses transisi ini bisa difasilitasi, dan pada saat yang sama juga meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta mempromosikan pekerjaan untuk non-tani di pedesaan seperti industri pertanian dan industri pedesaan skala kecil untuk membantu petani-petani yang memiliki kemungkinan kecil (misalnya karena usia yang sudah lanjut dan pendidikan yang rendah) untuk pindah ke sektor non- pertanian (Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur, The World Bank- 2011). Angkatan kerja di Jawa Timur sebagian besar masih memiliki latar belakang pendidikan yang relatif rendah, yang merupakan salah satu penyebab provinsi ini memiliki tingkat upah minimum dan rata- rata upah bulanan paling rendah dibanding provinsi lain di Indonesia. Pada tahun 2010, lebih dari 52 persen angkatan kerja di Jawa Timur hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sementara angkatan kerja berpendidikan lanjutan (D1-3 dan Universitas) dan tidak lebih dari 5 persen. Karena pendidikan yang rendah maka keterampilan pekerja juga cenderung rendah sehingga tingkat upah relatif rendah. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 16 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.9. Angkatan kerja per pencapaian pendidikan di tahun 2010 Indonesia Banten Jawa Timur DI Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Barat DKI Jakarta Sumber: Diolah dari Sakernas dan BPS, 2010. Rendahnya akses terhadap pendidikan menengah merupakan salah satu faktor rendahnya capaian pendidikan di provinsi tersebut. Terdapat kesenjangan yang besar antara penduduk dari kelompok pengeluaran rendah dengan kelompok pengeluaran tinggi, dan juga antara penduduk pedesaan dan perkotaan dalam hal akses terhadap pendidikan menengah. Akses yang timpang ini dapat disebabkan oleh terbatasnya jumlah sekolah menengah, distribusi sekolah yang tidak merata dan relatif tingginya biaya pendidikan menengah. Di tingkat kabupaten/kota, banyak kabupaten/kota mencatat Angka Partisipasi Murni sekolah dasar di atas 90 persen. Akan tetapi variasi angka partisipasi yang lebih besar dapat dijumpai pada tingkat menengah pertama dengan rentang antara 45 persen sampai 85 persen dan pada tingkat menengah atas dengan rentang antara 18 persen sampai 80 persen di tahun 2009. Kecenderungan perempuan yang menganggur menurun dengan proporsi pengangguran perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 2006, terdapat 54 persen dari tenaga kerja laki-laki di Jawa Timur yang tidak bekerja, dan meningkat 10 persen pada tahun 2009. Rendahnya tingkat pengangguran terbuka perempuan ini mengindikasikan adanya peningkatan partisipasi perempuan dalam perekonomian Jawa Timur. Namun jika dikaji lebih jauh, khususnya terkait dengan tingkat kualitas sumber daya manusia, maka terdapat indikasi bahwa perempuan di Jawa Timur lebih mudah mengakses lapangan kerja dibandingkan dengan pekerja laki-laki adalah karena adanya disparitas upah, dimana pekerja laki-laki cenderung menerima upah lebih tinggi dari pada pekerja perempuan. Hal ini dapat dilihat dari IPG yang lebih rendah daripada IPM, karena perbedaan kedua indeks tersebut mengindikasikan adanya perbedaan tingkat pendidikan, kesehatan dan pendapatan yang diterima antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, berdasarkan jenis pekerjaannya, penduduk perempuan lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan perdagangan yang berkarakteristik mempunyai nilai tambah rendah dan cenderung penduduknya miskin. 17 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.10. Pengangguran dan pembangunan manusia berdasarkan gender di Jawa Timur. Pengangguran Terbuka Berdasarkan Gender Perkembangan IPM dan IPG *) Jawa Timur 75 100% 70 80% 46 46 36 48 indeks 65 Terbuka 60% 60 40% 54 54 64 55 52 20% 50 0% Rata-Rata Pekerja Berdasarkan Gender , 2007-2010 50 Persentase Pekerja (%) 40 30 20 10 0 Sumber: BPS, Inmakro, 2010. Catatan: *) Kementerian PP&PA, Pembangunan Berbasis Gender 2006, 2007, dan 2008. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar pembangunan di Jawa Timur. Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Indonesia, pengentasan kemiskinan adalah salah satu tantangan pembangunan terbesar di Jawa Timur. Dengan angka kemiskinan yang sedikit diatas rata-rata nasional, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur adalah yang tertinggi di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk miskin dan dikombinasikan dengan karakter wilayah yang beragam di 38 kabupaten/kota membuat upaya pengentasan kemiskinan menghadapi tantangan koordinasi yang lebih besar dibandingkan dengan provinsi lain. Gambar 1.11. Pengentasan kemiskinan adalah tantangan besar bagi Jawa Timur 40 7.000.000 Populasi Masyarakat Miskin (jiwa) 35 6.000.000 Masyarakat Miskin (%) 30 5.000.000 25 4.000.000 20 3.000.000 15 10 2.000.000 5 1.000.000 - - Nanggroe Aceh Darussalam Kalimantan Timur Kepulauan Riau Sumatera Utara Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Bengkulu Gorontalo DKI Jakarta Bali Jambi Kalimantan Selatan Kepulauan Bangka Belitung Kalimantan Tengah Banten Riau Kalimantan Barat Sulawesi Utara Sumatera Barat Jawa Barat Sulawesi Selatan Indonesia Sulawesi Barat Jawa Timur Sumatera Selatan Jawa Tengah D I Yogyakarta Sulawesi Tengah Lampung Nusa Tenggara Barat Maluku Papua Barat Papua Angka Kemiskinan 2010 Populasi Masyarakat Miskin Sumber: BPS 2010. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 18 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Kemiskinan di wilayah kepulauan dan pesisir utara cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Kabupaten yang terletak di Pulau Madura dan kepulauan di sekitarnya adalah daerah yang memiliki angka kemiskinan lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan publik maupun kurang berkembangnya kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Selain daerah kepulauan, beberapa daerah di pesisir utara tergolong lebih miskin dibandingkan daerah lainnya. Apabila dibandingkan dengan wilayah pesisir selatan dan wilayah pegunungan yang memiliki akses terbatas, justru daerah tersebut memiliki angka kemiskinannya yang cenderung lebih tinggi. Mengingat daerah tersebut dilalui oleh jalan lintas utara pulau Jawa yang merupakan urat nadi perekonomian disepanjang pesisir utara, perlu diteliti lebih lanjut apa yang menjadi penyebab tingkat kemiskinannya lebih tinggi tersebut. Gambar 1.12. Peta tingkat kemiskinan di kabupaten/kota di Jawa Timur 2010 Angka Kemiskinan 2010 (%) Sumber: BPS 2011 Diatas 25% 20 - 25 15 - 20 10 - 15 Dibaw ah 10% Sumber: Diolah dari data Provinsi Jawa Timur dan BPS, 2008. Pada tahun 2010, daerah dengan populasi perempuan lebih besar daripada laki-laki ternyata merupakan daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur. Secara umum, populasi perempuan di Jawa Timur lebih besar daripada populasi laki-laki. Sehingga, sebagian besar daerah dengan penduduk miskin terbesar di Jawa Timur, seperti Bangkalan dan Sumenep, memiliki populasi perempuan yang lebih besar daripada populasi laki-laki, yaitu sekitar delapan sampai sembilan persen lebih banyak penduduk perempuannya. Demikian juga, Pamekasan, Sampang, Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Ngawi dan Pacitan adalah daerah kantong kemiskinan di Jawa Timur yang dihuni sebagian besar oleh perempuan. Sebaliknya, Batu dan Sidoarjo adalah daerah dengan penduduk miskin rendah dan populasi laki-laki lebih besar daripada populasi perempuan. Oleh karena itu, isu kemiskinan di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan isu pemberdayaan perempuan. 19 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.13. Kemiskinan dan populasi perempuan di Jawa Timur, 2010. 30 Bangkalan Sampang 25 Tuban Pamekasan Bojonegoro Sumenep Lamongan Tingkat Kemiskinan (%) Ngawi 20 Pacitan Trenggalek Jawa Timur Nganjuk Kediri Bondowoso Lumajang Pasuruan Madiun o Jombang Situbondo 15 Gresik Ponorogo Magetan Mojokerto Malang Probolinggo Blitar Jember Kota Kediri Kota Pasuruan Kota Probolinggo 10 Tulungagung Kota Mojokerto Sidoarjo Banyuwangi Kota Blitar Kota Surabaya 5 Kota Madiun Kota Malang Batu 0 90 92 94 96 98 100 102 Sumber: Diolah dari BPS, Inmakro, 2010. 1.2 Perekonomian dan Pertumbuhan Inklusif Jawa Timur memiliki posisi strategis, baik dari aspek ekonomi maupun dari sisi demografisnya. Secara ekonomi, provinsi ini merupakan penghubung antara kawasan Timur dan Barat Indonesia, khususnya sebagai pintu gerbang perdagangan antar pulau dan daerah. Pada tahun 2010, Jawa Timur mempunyai porsi perdagangan sebesar 52 persen dengan wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua dan 47 persen dengan wilayah Indonesia bagian barat seperti Sumatra dan Jawa. Sementara dari aspek demografi, jumlah penduduk Jawa Timur adalah yang kedua terbesar di Indonesia setelah Jawa Barat. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Timur adalah sebesar 37,4 juta jiwa atau 16 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Kontribusi Jawa Timur terhadap perekonomian Indonesia selalu stabil. Jawa Timur memiliki kontribusi terbesar kedua terhadap perekonomian Indonesia setelah DKI Jakarta. PDRB Jawa Timur dalam sepuluh tahun terakhir menyumbang secara konsisten 15 persen dari PDB Indonesia. Kontribusinya hanya lebih kecil dibandingkan kontribusi seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan DKI Jakarta. Data menunjukkan bahwa kontribusinya sekitar 150 persen dari kontribusi seluruh Kawasan Timur Indonesia dan seluruh provinsi di Pulau Kalimantan. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 20 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.14. Jawa Timur memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia 25% 20% 15% 10% 5% 0% 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumatra Kalimantan Kawasan Timur Indonesia DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Sumber: Diolah dari BPS, 2010. Gambar 1.15. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan nasional, 2010 8 7,12 6,68 7 6,28 6,01 6,5 5,83 5,84 5,8 6 6,11 5,01 6,1 4,78 5,6 5 5,48 5,94 4,5 5,05 3,76 4,78 4,55 Persen 4 3,8 3,64 3 2 1 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* Nasional Jawa Timur Sumber: BPS Pusat dan Jawa Timur, 2010. Dalam sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat dengan stabil. Sejak krisis moneter di tahun 1997-1998 dimana Provinsi Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang terkena dampaknya karena perkembangan sektor industrinya, Provinsi Jawa Timur terus berusaha meningkatkan kinerja perekonomiannya. Dari 3,64 persen tingkat pertumbuhan di tahun 2001, data sementara di semester I tahun 2011 menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,12 persen. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selalu dapat mengimbangi pertumbuhan nasional, bahkan selalu lebih tinggi sejak tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perekonomian Jawa Timur lebih tinggi daripada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Arus komoditas yang masuk ke Jawa Timur didominasi oleh barang konsumtif dan bahan mentah untuk produksi. Arus perdagangan komoditas di Jawa Timur mencapai 6 juta ton dimana dua pertiganya adalah arus barang masuk ke Jawa Timur. Namun dari sisi nilai, komoditas keluar dari Jawa Timur memiliki nilai lebih tinggi dari pada nilai komoditas masuk. Sebagai provinsi dengan dengan populasi yang tinggi, arus komoditas yang masuk adalah barang-barang konsumtif yang dibutuhkan oleh masyarakat maupun bahan mentah yang dibutuhkan oleh industri di Jawa Timur. Itulah sebabnya mengapa arus barang yang keluar memiliki nilai lebih tinggi yang mencerminkan nilai tambahnya dari komoditas yang diproduksi di Jawa Timur. 21 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Perdagangan antar daerah merupakan fokus Jawa Timur. Hanya 1 persen dari nilai seluruh perdagangan Jawa Timur yang terjadi antara daerah di Provinsi Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 1 triliun. Selebihnya merupakan perdagangan antar daerah di Indonesia. Nilai perdagangan terbesar adalah dengan tujuan Pulau Sumatera yang menyumbang lebih dari sepertiga perdagangan Jawa Timur dengan nilai sekitar Rp 58 triliun. Ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan domestik di Indonesia. Gambar 1.16. Kontribusi PDRB Jawa Timur dan perdagangan antar pulau, 2010 70 5 100 60 Nilai Perdagangan (Rp Triliun ) 4 80 50 Dalam Rp Triliun Dalam Juta Ton 3 60 40 30 2 40 20 1 20 10 0,06% 10% 12% 19% 21% 37% 0 0 0 Antar Antar Bali dan Sulawesi, Kalimantan Sumatera Bongkar Muat Daerah di Provinsi di Nusa Maluku, Jawa Timur Jawa Tenggara Papua Volume Perdagangan (Juta Ton) Nilai Perdagangan (Rp Triliun) Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, 2011. Pola pertumbuhan ekonomi dilihat dari sisi kewilayahan di Jawa Timur menunjukkan adanya wilayah yang sangat maju dan wilayah yang masih tertinggal. Pertumbuhan yang tinggi terpusat di perkotaan seperti Kota Surabaya dan sekitarnya (Sidoarjo dan Gresik), serta Kota Malang dan Kabupaten Malang. Kota-kota tersebut merupakan pusat aktivitas ekonomi di Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 50 persen terhadap total ekonomi Jawa Timur pada tahun 2010. Kajian Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur (The World Bank, 2011) mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang ini tidak memerlukan intervensi khusus untuk memindahkan kegiatan ekonomi ke daerah-daerah tertinggal. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa aglomerasi di daerah perkotaan memiliki efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi jika ditunjang dengan fasilitas dan infrastruktur yang tepat. Sehingga yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menerapkan program pembangunan yang bersifat umum dan netral secara spasial, seperti misalnya dengan meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan untuk memungkinkan penduduk daerah tertinggal memaksimalkan manfaatnya dan bergerak ke arah peluang yang lebih baik serta diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang menghubungkan secara spasial untuk meningkatkan arus barang, orang, dan informasi ke pusat-pusat ekonomi. Peningkatan infrastruktur tersebut juga dapat memperluas perdagangan antar- dan dalam provinsi. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 22 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1.17. Ukuran geografis (area) dan peta kegiatan ekonominya (PDRB) PDRB Per Kapita 2008 (Rp) Diatas 16.000.000 8.000.000 - 16.000.000 6.000.000 - 8.000.000 4.000.000 - 6.000.000 Dibaw ah 4.000.000 Ukuran Ekonominya (PDRB) Sumber: Diolah dari BPS, 2010. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diatas rata-rata nasional, tingkat inflasi masih relatif terkendali. Perkembangan tingkat harga di Jawa Timur yang diukur dari perkembangan tingkat harga di tujuh kabupaten/kota menunjukkan bahwa sebagian besar masih mengalami perkembangan harga dibawah angka nasional. Perkembangan harga terkecil justru dialami oleh Kabupaten Sumenep yang terdiri dari bagian terjauh di Pulau Madura dan pulau-pulau disekitarnya. Perkembangan harga tertinggi justru dialami oleh Kota Madiun dan Kota Probolinggo yang terletak dibagian pegunungan. Ini menunjukkan bahwa arus barang dan jasa ke pulau Madura dan Kepulauan disekitarnya cukup baik sehingga tidak memiliki dampak terhadap harga. Sebaliknya, arus barang dan jasa untuk daerah pegunungan, seperti Kota Madiun dan Kota Probolinggo justru memiliki dampak terhadap terhadap harga. Akses terhadap barang dan jasa serta kualitas infrastruktur jalan berpotensi terhadap perkembangan harga tersebut. 23 Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur Gambar 1. 18. Tingkat inflasi di Jawa Timur bervariasi 135 Madiun Probolinggo 130 NASIONAL 125 Sumenep 120 115 110 105 100 95 Sep-07 Sep-08 Sep -09 Sep-10 Sep-11 Jan-07 Mar-07 Jan-08 Mar-08 Jan-09 Mar-09 Jan-10 Mar-10 Jan-11 Mar-11 Nov-07 Nov-08 Nov-09 Nov-10 May-07 May-08 May-09 May-10 May-11 Jul-07 Jul-08 Jul-09 Jul-10 Jul-11 CPI: NASIONAL CPI: Jember CPI: Sumenep CPI: Kediri CPI: Malang CPI: Probolinggo CPI: Madiun CPI: Surabaya Sumber: Diolah dari Bank Indonesia, berbagai tahun. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 24 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 1 Sekilas Tentang Provinsi Jawa Timur 25 Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan 2.1 Gambaran Umum5 Jawa Timur membutuhkan sumber daya keuangan yang cukup untuk dapat mengatasi beberapa tantangan penting agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi seperti yang diuraikan sebelumnya. Bagian ini akan membahas tentang perkembangan sumber daya fiskal yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal utama yang akan dilihat adalah pendapatan daerah di Jawa Timur, sumber–sumber pendapatan yang berkontribusi cukup signifikan, serta ruang fiskal pemerintah untuk dapat mengalokasikan dana tersebut bagi peningkatan kualitas infrastruktur, pendidikan dan pertanian. Selama lima tahun terakhir, pendapatan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur secara riil meningkat stabil dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 6 persen dari Rp. 33,3 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 42,2 triliun pada tahun 2010. Dari pendapatan daerah tersebut, secara riil komponen DAK meningkat cukup tinggi sekitar 14 persen per tahunnya, dari Rp. 1,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 1,7 triliun pada tahun 2010. Komponen PAD mengalami pertumbuhan yang stabil dengan rata-rata 7 persen per tahunnya dari Rp. 7,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,4 triliun pada tahun 2010 (perubahan). Kota Batu merupakan kota dengan pertumbuhan PAD tertinggi selama 2006- 2010, dengan rata-rata pertumbuhan 23 persen per tahun. Sebaliknya Kabupaten Sumenep mengalami penurunan dalam PAD pada periode yang sama, dengan penurunan terbesar pada tahun 2010 sebesar 18 persen. Komponen Dana Bagi Hasil juga meningkat sebesar 10 persen dari Rp. 3,1 triliun pada 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun pada 2010. Komponen pendapatan daerah lainnya mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu kurang lebih 42 persen secara rata-rata per tahun dari Rp. 1,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 6,4 triliun pada tahun 2010. Dana DAU mengalami penurunan secara riil semenjak tahun 2009 dari Rp. 21,2 triliun tahun 2008 menjadi Rp. 20,8 triliun pada tahun 2009 dan Rp. 19,9 triliun pada tahun 2010. Ini disebabkan karena penurunan DAU untuk kabupaten/kota khususnya pada tahun 2010 dimana hampir seluruh kabupaten/kota mengalami penurunan DAU kecuali Kota Batu. Kota Surabaya merupakan kota yang mengalami penurunan DAU terbesar secara riil kurang lebih 20 persen pada tahun 2010. Penurunan DAU di kabupaten/kota disebabkan karena variabel PAD yang turut diperhitungkan dalam formula perhitungan DAU mengalami peningkatan pada tahun tersebut6. Gambar 2.1a. Pendapatan daerah Pemerintah Gambar 2.1b. Komponen pendapatan daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006- Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Jawa 2010 Timur, 2006 – 2010 40.000 45.000 35.000 40.000 33.949 27.101 35.000 30.000 8.424 9.065 9.474 30.000 7.571 25.000 7.100 Miliar Rp Miliar Rp 25.000 20.000 20.000 15.000 15.000 10.000 6.179 8.262 21.203 21.279 10.000 20.105 20.882 19.920 5.000 5.000 0 0 20062 0072 008 2009 2010 2006 2007 2008 20092 010 Provinsi Kabupaten/Kota DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fiskal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fiskal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Angka mengunakan angka riil (2009=100). 5 Analisis anggaran dan belanja yang dilakukan mengacu Database PEA yang disusun oleh Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Otonomi (JPIP). Lihat lampiran B.1 untuk keterangan metodologi lebih lanjut. 6 suarasurabaya.net, 14 Agustus 2010, diakses melalui http://kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414 ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 28 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Sebagian besar pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berasal dari dana DAU, namun kecenderungan dalam lima tahun terakhir menunjukkan semakin besarnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah. Porsi DAU dalam pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur turun dari 60 persen pada tahun 2006 menjadi 47 persen pada 2010. Besar kontribusi DAU ini berbeda antara provinsi dan kabupaten/kota. Di tingkat provinsi, secara rata-rata selama 2006-2010, lebih dari 70 persen pendapatan provinsi bersumber dari Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar Rp. 4,4 triliun tahun 2006 dan Rp. 5,9 triliun tahun 2010. Porsi pendapatan bagi hasil mengalami peningkatan dari 11 persen menjadi 12 persen pada periode yang sama. Porsi DAU pada pemerintah provinsi mengalami penurunan walaupun secara nominal mengalami peningkatan. Porsi ini turun dari 16,1 persen tahun 2006 (Rp. 993 miliar) menjadi 14 persen tahun 2010 (Rp. 1,1 triliun). Sementara itu, jumlah DAU pemerintah kabupaten/kota secara keseluruhan mengalami penurunan walaupun masih merupakan komponen terbesar pendapatan daerah pemerintah kabupaten/kota. Porsi DAU menurun dari 70 persen pada tahun 2006 (Rp. 19,1 triliun) menjadi 55 persen pada tahun 2010 (Rp. 18,7 triliun). Porsi PAD meningkat dari 9 persen pada tahun 2006 menjadi 10 persen pada tahun 2010. Porsi DAK meningkat dari 4 persen pada tahun 2006 menjadi 5 persen pada tahun 2010. Porsi Dana Bagi Hasil mengalami peningkatan dari 9 persen menjadi 10 persen pada periode yang sama. Porsi pendapatan daerah lainnya mengalami peningkatan paling tinggi dari 6 persen (2006) menjadi 18 persen (2010). Gambar 2.2a. Porsi pendapatan daerah Gambar 2.2b. Porsi pendapatan daerah Pemerintah Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 100% 100% 6,4 6,3 6,8 11,3 90% 90% 9,7 9,7 18,9 10,1 10,4 80% 80% 9,3 9,9 9,9 10,3 10,2 70% 70% 72,6 70,1 72,9 72,2 10,4 60% 73,7 60% 50% 50% 40% 40% 70,5 69,0 67,3 30% 30% 61,5 55,3 10,9 13,5 12,2 12,9 20% 11,0 20% 10% 16,1 15,8 10% 14,5 14,3 13,7 0% 0% 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya DAU DAK Bagi Hasil PAD Pendapatan Daerah Lainnya Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Terdapat perbedaan yang besar dalam jumlah pendapatan daerah per kapita yang dimiliki oleh kabupaten/kota di Jawa Timur. Kelompok dengan pendapatan daerah cukup tinggi terdapat pada daerah perkotaan mencakup Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, dan Kota Batu dengan pendapatan fiskal per kapita sekitar Rp 2-3 juta. Sebagian besar kabupaten/kota lain di Jawa Timur, termasuk Kota Surabaya dan Kota Malang, memiliki pendapatan fiskal per kapita rendah sekitar Rp. 500 ribu – 1 juta. Kawasan Gerbangkertasusila (kecuali Kota Surabaya), pendapatan per kapita daerah yang rendah walaupun mempunyai kebutuhan sumber daya keuangan yang cukup tinggi karena cukup tingginya populasi di kawasan tersebut. 29 Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Gambar 2.3. Pendapatan per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 (Rp) 3.500.000 3.000.000 2.500.000 Miliar Rp 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 - Kota Batu Kab. Bondowoso Kab. Bojonegoro Kota Mojokerto Kota Blitar Kota Madiun Kota Pasuruan Kab. Magetan Kota Surabaya Kab. Tulungagung Kab. Situbondo Kota Malang Kab. Ngawi Kab. Blitar Kab. Pamekasan Kab. Sumenep Kab. Lamongan Kab. Tuban Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Lumajang Kab. Banyuwangi Kab. Bangkalan Kab. Sampang Kota Kediri Kab. Pasuruan Kab. Jombang Kab. Malang Kab. Madiun Kab. Pacitan Kota Probolinggo Kab. Ponorogo Kab. Kediri Kab. Probolinggo Kab. Jember Kab. Trenggalek Kab. Nganjuk Kab. Gresik DAU DAK Revenue Sharing Own-Source Revenue Others Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Pemerintah provinsi mempunyai ruang fiskal7 sebesar 40 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 3 triliun) sementara pemerintah kabupaten/kota mempunyai ruang fiskal sebesar 31 persen dari pendapatan daerahnya (atau sebesar Rp. 10,1 triliun) pada tahun 2009. Ruang fiskal ini sedikit lebih kecil dari ruang fiskal nasional sebesar 42 persen dari pendapatan. Dari seluruh kabupaten/ kota di Jawa Timur, Kota Mojokerto mempunyai ruang fiskal terbesar yaitu 50 persen dari total pendapatan daerah Kota Mojokerto tahun 2009. Sebaliknya Kabupaten Ngawi mempunyai ruang fiskal terkecil yaitu sebesar 19 persen dari pendapatan daerah Kabupaten Ngawi tahun 2009. Selama lima tahun terakhir, ruang fiskal pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota mengalami penurunan. Ruang fiskal pemerintah provinsi mengalami penurunan cukup signifikan pada tahun 2008 dan 2010 yang berasal dari peningkatan belanja bagi hasil ke daerah bawahan yang cukup besar. Ruang fiskal pemerintah kabupaten/kota semakin kecil, dari Rp. 11,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 7,6 triliun pada tahun 2010. Penurunan ini terjadi paling besar pada tahun 2010, karena semakin meningkatnya belanja pegawai. Gambar 2.4a. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi Gambar 2.4b. Ruang Fiskal Kabupaten/Kota dan Kabupaten/Kota Jawa Timur, 2006-2010 Tahun 2009 (Persen Terhadap Total Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota) 60 Kab. Kab. Lamongan Ngawi; Kab. Situbondo 19,13 50 Kab. Lumajang Kab. Ponorogo Kab. Sumenep 40 Kab. Banyuwangi Kab. Kediri Kab. Bangkalan 30 Kota Madiun Miliar Rp Kab. Madiun 20 Kab. Probolinggo Kab. Jombang Kab. Pamekasan 10 Kab. Pasuruan Kota Probolinggo Kab. Gresik Kota - Mojokerto; Kota Malang Kota Batu 50,58 2006 2007 2008 2009 2010 Kota Mojokerto Provinsi Kabupaten/kota - 10 20 30 40 50 60 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. 7 Ruang fiskal (fiscal space) menunjukkan proporsi dari anggaran pemerintah yang dapat digunakan untuk keperluan pembangunan setelah dikurangi dengan anggaran untuk keperluan yang wajib dipenuhi dan pendapatan yang sudah diatur peruntukkannya (earmarked). Dalam hal ini ruang fiskal di definisikan sebagai Total Pendapatan Pemerintah dikurangi dengan belanja gaji, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, belanja bunga, dan pendapatan dana alokasi khusus. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 30 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Realisasi pendapatan daerah Jawa Timur pada lima tahun terakhir selalu lebih besar dari anggarannya baik pada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Perbedaan antara realisasi dan anggaran ini semakin besar selama 2006-2010. Kondisi tersebut dapat mengindikasikan adanya dua kemungkinan. Pertama, adanya peningkatan efektivitas dalam pengumpulan pendapatan daerah yang lebih tinggi dari target pendapatan yang direncanakan. Namun kondisi tersebut juga dapat memberikan makna yang sebaliknya, yaitu adanya kelemahan data dasar yang berkaitan dengan potensi pendapatan daerah, dimana target yang ditetapkan cenderung lebih rendah dari realisasinya. Jika hal ini yang terjadi, maka perbedaan antara realisasi dan rencana yang cenderung meningkat dapat mengindikasikan semakin lemahnya perencanaan dalam penyusunan target pendapatan daerah. Alasan umum yang mengemuka adalah tingkat keakuratan informasi, baik karena lambatnya pembaruan data (updating) maupun alasan cepatnya perubahan objek pajak. 2.2 Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur sebagian besar berasal dari Pajak Daerah. Pada pemerintah provinsi, selama 2006-2010, secara rata-rata lebih dari 80 persen PAD provinsi berasal dari Pajak Daerah. Komponen kedua terbesar dalam PAD propinsi disumbangkan oleh pendapatan daerah lainnya yang sebagian besarnya terdiri dari keuntungan perusahaan besar. Secara rata- rata kontribusi PAD lainnya pada PAD provinsi mencapai 6 persen selama periode 2006-2010. Sumber PAD provinsi lainnya adalah retribusi daerah (4 persen) serta hasil kekayaan daerah yang dipisahkan (3 persen). Di tingkat kabupaten/kota, sumber PAD mayoritas berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Porsi kedua komponen PAD ini hampir sama yaitu rata-rata 36 persen untuk pajak daerah dan 35 persen untuk retribusi daerah selama 2006-2010. Di masa yang akan datang Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki peluang untuk semakin meningkatkan pendapatan pajak daerahnya dengan optimalisasi pengelolaan pajak bumi dan bangunan, namun hal tersebut memerlukan kebijakan pengelolaan yang baik. Salah satu contoh praktik yang baik dalam inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunan adalah seperti yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Setelah diberlakukannya undang-undang yang melimpahkan kewenangan pengelolaan PBB-nya ke kabupaten/kota8, pemerintah segera melakukan beberapa inisiatif untuk mengelola pajak bumi dan bangunannya. Kota Surabaya membangun sistem SISMIOP (Sistem Informasi dan Manajemen Objek Pajak dan Prosedur Operasional Standar (SOP)). Kebijakan ini menujukkan kemajuan yang positif walaupun masih banyak memerlukan perbaikan khususnya dalam hal kapasitas kelembagaan dan kriteria hukum. Namun, proses implementasi kebijakan ini cukup mengalami hambatan seperti misalnya persetujuan dari Kementerian Keuangan yang memakan waktu dan kurangnya staf terampil untuk menjalankan sistem pajak yang baru ini. Beberapa usulan seperti kriteria pajak yang jelas serta pelatihan kepada para pegawai pajak untuk mengoperasikan sistem SISMIOP dapat membantu implementasi kebijakan ini berjalan secara optimal. Pendapatan Asli Daerah per kapita di Jawa Timur cukup beragam khususnya dengan 8 kota dan 2 kabupaten dengan PAD per kapita terbesar. Kabupaten dan kota tersebut adalah Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Blitar, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo, Kabupaten Sidoardjo, Kabupaten Gresik, dan Kota Malang. Kota Kediri merupakan kota dengan PAD per kapita terbesar, sebesar Rp. 325 ribu pada tahun 2009. Sebagian besar PAD ini berasal dari komponen PAD lainnya. Kota Surabaya merupakan kota dengan pendapatan Pajak Daerah terbesar. Kawasan Gerbangkertasusila mempunyai PAD per kapita yang cukup tinggi (kecuali Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Lamongan), yang sebagian besar komponennya berasal dari Pajak Daerah maupun Retribusi Daerah. 8 Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects, The World Bank, July 2011 31 Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Gambar 2.5a. Komponen PAD Pemerintah Gambar 2.5b. Komponen PAD Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2006-2010 Kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2010 6.000 1.400 5.000 1.200 1.000 4.000 800 MIliar Rp 3.000 MIliar Rp 600 2.000 400 1.000 200 0 0 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 Pajak Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Lain -lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Gambar 2.6. DIstribusi Pendapatan Asli Daerah per kapita kabupaten di Jawa Timur, 2009 350.000 300.000 250.000 Rupiah 200.000 150.000 100.000 50.000 - Kota Surabaya Kab. Bondowoso Kota Blitar Kab. Blitar Kota Mojokerto Kab. Sidoarjo Kota Malang Kab. Jombang Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Pacitan Kota Batu Kab. Situbondo Kab. Ponorogo Kab. Madiun Kota Kediri Kab. Tulungagung Kab. Kediri Kab. Pamekasan Kab. Gresik Kab. Bangkalan Kota Madiun Kota Pasuruan Kab. Pasuruan Kab. Ngawi Kab. Magetan Kota Probolinggo Kab. Tuban Kab. Sumenep Kab. Probolinggo Kab. Sampang Kab. Nganjuk Kab. Lumajang Kab. Bojonegoro Kab. Lamongan Kab. Trenggalek Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan Lain- lain Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. 2.3 Dana Bagi Hasil , Dana Bagi Hasil provinsi dan kabupaten/kota di Gambar 2.7. Pendapatan dana bagi hasil provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan dari Rp. 3,1 dan kabupaten/kota di jawa timur, 2006-2010 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,5 triliun 5.000 pada 2010. Hampir seluruh pendapatan bagi hasil 4.500 pemerintah provinsi dan kabupaten/kota Jawa 4.000 Timur berasal dari bagi hasil pajak. Porsi bagi hasil 3.500 pajak ini secara rata-rata mencapai 98 persen dari ( Miliar Rp ) 3.000 seluruh pendapatan bagi hasil selama 2006-2010, 2.500 meningkat dari Rp. 3,1 triliun pada tahun 2006 2.000 menjadi Rp. 4,5 triliun pada tahun 2010. Porsi 1.500 bagi hasil sumber daya alam di Jawa Timur sangat 1.000 minim, secara rata-rata sebesar 2 persen dari total 500 Bagi Hasil SDA Jawa Timur. 0 2006 2007 2008 2009 2010 Pendapatan bagi hasil kabupaten/kota di Jawa Pajak Pa SDA Timur cukup bervariasi. Sebagian besar daerah Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa yang mempunyai pendapatan bagi hasil tertinggi Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. merupakan kota-kota yaitu Kota Kediri, Kota Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 32 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Pasuruan dan Kota Malang. Pendapatan bagi hasil kota-kota ini hampir seluruhnya berasal dari bagi hasil pajak. Sebaliknya, hanya beberapa daerah di Jawa Timur yang menghasilkan dana bagi hasil SDA. Pada tahun 2008 dana bagi hasil SDA ini meningkat cukup tinggi dari Rp. 75 miliar menjadi Rp. 383 miliar yang sebagian besar berasal dari dana bagi hasil SDA untuk minyak di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro (LKPP, 2008). 2.4 Dana Alokasi Umum DAU untuk kabupaten/kota di Jawa Timur cukup Gambar 2.8. Sebaran jumlah pegawai negeri beragam. Secara per kapita, Kota Mojokerto memiliki dan DAU yang diterima kabupaten/kota di DAU terbesar, mencapai Rp. 2 juta. Hal ini disebabkan Jawa Timur, 2009 karena Kota Mojokerto memiliki populasi terendah 1.200 diantara kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebaliknya, Kab. Malang Kota Surabaya dengan populasi tertinggi di Jawa 1.000 Timur, memiliki DAU per kapita terendah yaitu sebesar 800 Rp. 291 ribu. Milyar Rp Kab. Bojonegoro Kota Surabaya 600 Semakin banyak jumlah pegawai sipil di Jawa Kab. Pacitan Timur maka semakin besar DAU yang diterima. 400 Sebaran DAU dan jumlah pegawai negeri menunjukan 200 keterkaitan dengan arah yang positif. Jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi memiliki DAU yang tinggi 0 pula. Kota Surabaya, memiliki DAU yang cukup tinggi dan jumlah pegawai negeri yang cukup tinggi Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan pula. Namun, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Bojonegoro memiliki DAU yang cukup tinggi walaupun jumlah pegawai sipilnya merupakan yang terendah di seluruh Jawa Timur. Implikasinya, DAU yang tidak digunakan sebagai belanja pegawai seharusnya dapat digunakan untuk belanja program-program yang sesuai dengan prioritas daerahnya. Lebih dari separuh DAU digunakan untuk belanja pegawai kabupaten/kota di Jawa Timur. Pada tahun 2009, Kota Mojokerto sebagai penerima DAU tertinggi, juga memiliki tingkat diskresi DAU yang terbesar yang dapat digunakan untuk belanja sektor strategis di daerahnya. Sebesar 55 persen dari DAU di Kota Mojokerto digunakan untuk belanja pegawai, sehingga masih ada 45 persen DAU yang dapat dialokasikan untuk belanja lain. Sebaliknya, Kabupaten Tulungagung memiliki diskresi DAU terendah karena 92 persen DAU tersebut sudah dialokasikan untuk belanja Gambar 2.9. Alokasi DAK untuk Jawa Timur, 2009 pegawai. 1% 0% 0% 0% Pendidikan 0% 3% Kesehatan 2.5 Dana Alokasi Khusus 5% Demogra 5% Jalan Porsi DAK, sebagai sumber daya keuangan 4% Irigasi lain untuk pembangunan infrastruktur dan pertanian, sekitar 4 persen dari total Air pendapatan Jawa Timur. Walaupun DAK 12% Perikanan tumbuh dengan rata-rata 15 persen per tahun, 51% Pertanian dari Rp. 1 triliun menjadi Rp. 1,7 triliun, namun Pemerintahan Umum 2% nilai ini mungkin kurang memadai untuk dana Lingkungan pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Secara 17% Kehutanan rata-rata setiap kabupaten/kota di Jawa Timur menerima DAK sebesar Rp. 44 miliar (jika Desa menggunakan data 2010). Sebagian besar atau Perdagangan sekitar 51 persen dana DAK dialokasikan untuk Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. 33 Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan pendidikan. Porsi DAK untuk sektor infrastruktur di Jawa Timur hanya sebesar 20 persen dan hanya 5 persen untuk sektor pertanian, atau jika dihitung dari rata-rata per kabupaten/kota sebesar maka nilainya Rp. 9 miliar untuk infrastruktur dan Rp. 2,1 miliar untuk sektor pertanian. 2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Setelah menganalisis pendapatan daerah Jawa Timur, dapat dilihat bahwa sumber daya fiskalnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ruang fiskal memperlihatkan kecenderungan yang menurun, khususnya di tingkat provinsi, karena komponen belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan yang mengalami peningkatan. Dana DAU memperlihatkan kecenderungan yang menurun karena adanya komponen PAD sebagai komponen perhitungan DAU mengalami peningkatan. Ini berarti Jawa Timur mempunyai potensi untuk meningkatkan PAD-nya dimasa depan dan mengurangi keterantungan pendapatan pada transfer. Rekomendasi  Mekanisme estimasi penganggaran yang lebih baik sehingga dapat memperkecil perbedaan antara realisasi dan anggaran yang dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan mempercepat pembaharuan data yang digunakan dalam asumsi-asumsi penganggaran tersebut. Selain itu, pembaharuan data mengenai objek pajak juga harus lebih sering dilakukan sehingga data yang digunakan untuk penganggaran tersebut merupakan data terkini.  Kualitas pengelolaan PBB yang akan diserahkan ke daerah hendaknya ditingkatkan. Seperti kasus di Kota Surabaya, adanya pelatihan pegawai pajak dalam implementasi sistem pengumpulan pajak serta kriteria pajak yang jelas merupakan potensi besar untuk peningkatan pendapatan daerah.  Alokasi DAK hendaknya perlu dilihat lebih lanjut. Sebagian besar DAK ditujukan untuk sektor pendidikan. Namun hal ini perlu dikaji kembali, apakah memang alokasi yang besar ini sudah menghasilkan pencapaian-pencapaian yang signifikan di sektor pendidikan.  Pemerintah juga dapat meningkatkan sumber daya finansialnya melalui skema-skema pembiayaan alternatif seperti kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership). Kondisi fiskal yang relatif sehat juga memungkinkan beberapa pemerintah daerah untuk mengakses pembiayaan pinjaman baik dalam negeri (seperti municipal bond, dan pinjaman ke pemerintah pusat) maupun luar negeri. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 34 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 2 Pendapatan Daerah dan Pembiayaan 35 Bab 3 Belanja Daerah Bab 3 Belanja Daerah 3.1 Gambaran Umum Pengalokasian sumber daya keuangan ikut menentukan arah pembangunan ekonomi di Jawa Timur. Bagian sebelumnya telah membahas mengenai ketersediaan sumber daya keuangan yang ada di Jawa Timur, sementara bagian ini akan melihat bagaimana sumber daya ini dialokasikan. Pertama- tama dapat dilihat gambaran belanja daerah serta trendnya secara umum, yang diikuti dengan komposisi belanja tersebut baik berdasarkan klasifikasi ekonominya maupun berdasarkan sektoral secara umum. Pembahasan belanja sektoral pada isu-isu utama seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian akan dielaborasi secara lebih dalam di bagian selanjutnya. Tingkat belanja daerah perkapita Jawa Timur tergolong cukup rendah, yang juga tercermin oleh pendapatan daerah per kapita yang cukup rendah dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Belanja daerah per kapita di Jawa Timur berada di bawah tingkat nasional Indonesia. Pada tahun 2010, belanja daerah per kapita di Indonesia mencapai Rp. 1,8 juta, sedangkan belanja daerah per kapita Jawa Timur hanya mencapai Rp. 1 juta. Namun dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa, belanja daerah per kapita Jawa Timur relatif tinggi dibandingkan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten. Hampir seluruh provinsi dengan belanja daerah terendah berada di Pulau Jawa dikarenakan tingginya populasi di pulau ini. Oleh karena itu perlu dianalisis lebih dalam apakah pelayanan publik di Pulau Jawa ini sudah dapat menjangkau dan melayani penduduknya secara keseluruhan atau belum. Gambar 3.1. Belanja daerah per kapita provinsi di Indonesia, 2010 12.000.000 10.000.000 8.000.000 Rupiah 6.000.000 4.000.000 2.000.000 - DKI Jakarta Maluku Utara Sulawesi Utara Sumatera Utara DI Yogyakarta Kalimantan Timur Sulawesi Tenggara Bengkulu Kalimantan Selatan Gorontalo Jambi Lampung Maluku Jawa Timur Kepulauan Riau Nanggroe Aceh Darussalam Riau Sumatera Barat Sulawesi Barat Bali Jawa Barat Papua Barat Bangka Belitung Kalimantan Barat Nusa Tenggara Timur Sumatera Selatan Sulawesi Selatan Nusa Tenggara Barat Nasional Banten Papua Sulawesi Tengah Jawa Tengah Kalimantan Tengah Sumber: Diolah dari APBD 2010, DJPK, Kementerian Keuangan RI. Secara keseluruhan, belanja publik di Jawa Timur, mencakup pusat, provinsi dan kabupaten/kota mengalami peningkatan. Pertumbuhan belanja tersebut cukup stabil secara rill secara rata-rata pertahun sebesar 11 persen dari Rp. 34 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 50,2 triliun tahun 2010. Belanja publik di Jawa Timur 74 persen dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi masing-masing hanya mengelola 8 persen dan 18 persen. Belanja pemerintah pusat relatif berubah-ubah dibandingkan belanja provinsi maupun kabupaten/ kota yang cenderung meningkat. Pada tahun 2007 belanja pemerintah pusat mengalami penurunan dari Rp. 3,2 triliun menjadi Rp. 1,4 triliun sebelum mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi Rp. 6 triliun. Sebaliknya, belanja provinsi mengalami peningkatan dari Rp. 6,2 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 9,8 triliun pada tahun 2010 dengan pertumbuhan yang paling besar terjadi pada tahun 2010. Belanja pemerintah kabupaten/kota juga mengalami peningkatan dari Rp. 24,6 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 37,8 triliun pada tahun 2010 dengan peningkatan paling tinggi juga terdapat pada tahun 2010. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 38 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 3 Belanja Daerah Gambar 3.2. Belanja daerah Jawa Timur oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan pusat, 2006-2010 40.000 37.857 35.000 30.000 Miliar Rp 25.000 24.672 20.000 15.000 10.000 6.203 9.824 5.000 048 6.0 3 .1 6 3 3.181 447 1.4 0 2006 2007 2008 2009 2010 Provinsi Kabupaten/kota Dekon dan TP Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Dari sini dan selanjutnya, data fiskal tahun 2006-2009 menggunakan data realisasi sedangkan data fiskal tahun 2010 menggunakan data anggaran perubahan. Semua angka mengunakan angka riil (2009=100). Seluruh komponen belanja daerah Jawa Timur Gambar 3.3. Belanja provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan klasifikasi ekonomi mengalami di Jawa Timur, 2006-2010 peningkatan. Belanja Pegawai meningkat secara 25.000 riil dari Rp. 13,2 triliun tahun 2006 menjadi Rp. 23,2 triliun pada tahun 2010. Belanja pegawai provinsi 20.000 meningkat secara riil dengan rata-rata 12 persen per tahun dan belanja pegawai kabupaten/kota 15.000 meningkat secara riil sebesar 15 persen pada periode yang sama. Belanja modal mengalami 10.000 peningkatan secara rata-rata sebesar 11 persen 5.000 per tahun selama 2006-2010 sedangkan belanja barang dan jasa tumbuh paling rendah sebesar 2 0 persen pada periode yang sama. Belanja lain-lain 2006 2007 2008 2009 2010 secara riil tumbuh paling tinggi dari Rp. 4,6 triliun Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya menjadi Rp. 8,8 triliun. Sebagian besar peningkatan Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa belanja lain-lain ini berasal dari belanja bagi hasil Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. serta bantuan keuangan kepada daerah bawahan. Secara umum, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Jawa Timur telah mempunyai metode penganggaran yang baik sehingga perbedaan antara anggaran belanja dan realisasinya tidak terlalu besar. Namun, pada tahun 2008, anggaran belanja pemerintah Jawa jauh lebih besar dibandingkan realisasinya. Sebagian kelebihan anggaran ini berasal dari anggaran belanja kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp. 49 triliun dengan realisasi Rp. 30 triliun atau sebesar 62 persen dari total anggarannya. Hal ini dapat mengindikasikan masalah dalam penyerapan anggaran sehingga realisasi belanja pemerintah kabupaten/kota jauh lebih rendah. Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh lambatnya pencairan anggaran dari pusat sehingga dana baru dapat digunakan pada semester kedua pada saat beberapa program sudah berjalan. Hal ini terjadi pada sektor pertanian, dimana tertundanya bantuan pupuk bagi petani dalam bentuk subsidi pertanian yang sebenarnya sangat dibutuhkan pada saat musim tanam dapat mengakibatkan turunnya produksi pertanian. 39 Bab 3 Belanja Daerah Tabel 3.1. Anggaran versus Realisasi Belanja Pemerintah Jawa Timur, 2006-2010 Provinsi Kabupaten/kota Total Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 2006 5.784 6.203 23.741 24.672 29.525 30.875 2007 5.734 5.992 26.485 28.044 32.219 34.036 2008 8.893 7.144 49.954 30.060 58.847 37.204 2009 6.314 7.602 33.784 32.990 40.098 40.592 2010* 7.315 9.824 32.353 37.857 39.668 47.681 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah. 3.2 Belanja Daerah Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Porsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan jasa pemerintah provinsi hampir sama pada tahun 2009 masing-masing sebesar Rp. 1,5 triliun dan Rp. 1,9 triliun. Porsi belanja pegawai pada belanja pemerintah provinsi stabil sebesar 20 persen selama periode 2006-2010. Porsi belanja barang dan jasa pemerintah provinsi sempat mengalami penurunan cukup signifikan pada tahun 2007 dan setelah itu stabil kurang lebih 25 persen total belanja provinsi. Belanja barang dan jasa provinsi naik dari Rp. 2 triliun menjadi Rp. 2,5 triliun. Sebagian besar belanja pemerintah provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk belanja lain-lain, yaitu sebesar 45 persen pada tahun 2010. Belanja lain-lain ini meningkat cukup signifikan dari Rp. 2,1 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 4,4 triliun pada tahun 2010. Hampir seluruh belanja lain-lain pemerintah provinsi ini dialokasikan untuk belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan (kabupaten/ kota) untuk sektor-sektor pelayanan publik seperti sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Sebagian besar belanja pemerintah kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai. Porsi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota ini juga mengalami peningkatan dari 48 persen pada tahun 2006 menjadi 56 persen pada tahun 2010. Secara absolut, belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota juga meningkat hampir dua kali lipat dari Rp. 12 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 21,3 triliun pada tahun 2010. Seiring dengan peningkatan porsi belanja pegawai, porsi belanja barang dan jasa pemerintah kabupaten/kota mengalami penurunan dari 23 persen pada tahun 2006 menjadi 14 persen pada tahun 2010 walaupun secara absolut penurunan belanja ini tidak terlalu besar dari Rp. 5,7 triliun menjadi Rp. 5,5 triliun. Porsi belanja modal pada tahun 2010 kurang dari seperlima total belanja pemerintah kabupaten/ kota. Porsi ini turun dari tahun sebelumnya, sebesar 22 persen (Rp. 7,3 triliun) menjadi 14 persen (Rp. 6,5 triliun). Gambar 3.4a. Porsi belanja Pemerintah Provinsi Gambar 3.4b. Porsi belanja Pemerintah Jawa Timur berdasarkan klasifikasi ekonomi, Kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan 2006-2010 klasifikasi ekonomi, 2006-2010 60 60 50 50 40 40 30 30 20 20 10 10 0 0 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya Pegawai Barang dan Jasa Modal Lainnya Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 40 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 3 Belanja Daerah 3.3 Belanja Daerah Berdasarkan Sektor Belanja administrasi umum merupakan belanja terbesar pemerintah provinsi. Belanja ini naik dari Rp. 7,7 triliun pada tahun 2006 menjadi Rp. 10,9 triliun pada tahun 2010. Namun, sebagian besar belanja ini berasal dari belanja bagi hasil dan bantuan keuangan ke daerah bawahan serta belanja hibah/subsidi pada urusan pemerintahan umum, yang mencapai lebih dari 50 persen dari total belanja administrasi umum ini. Belanja terbesar kedua pemerintah provinsi Jawa Timur merupakan belanja kesehatan yang meningkat dari 11 persen (Rp. 2 triliun) pada tahun 2006 menjadi 14 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2010. Belanja infrastruktur merupakan belanja terbesar ketiga yaitu sebesar 10 persen pada tahun 2010. Pemerintah kabupaten/kota mengalokasikan belanja daerahnya sebagian besar untuk sektor pendidikan. Porsi belanja ini mengalami peningkatan dari 33 persen (Rp. 8,6 triliun) pada tahun 2006 menjadi 41 persen (Rp. 15,7 triliun) pada tahun 2010. Namun, perlu dianalisis lebih lanjut mengenai alokasi belanja pendidikan ini agar dapat memperbaiki kualitas pelayanan pendidikan di Jawa Timur. Porsi belanja infrastruktur tidak terlalu besar dan mengalami penurunan signifikan dari 16 persen (Rp. 3,8 triliun) pada tahun 2006 menjadi 11 persen (Rp. 4,9 triliun). Porsi belanja pertanian juga merupakan porsi belanja terkecil diantara sektor-sektor pelayanan publik lainnya, yaitu sekitar 2 persen dari total belanja pemerintah kabupaten/kota. Gambar 3.5a. Porsi belanja pemerintah provinsi Gambar 3.5b. Porsi belanja pemerintah berdasarkan sektor, 2006-2010 kabupaten/kota berdasarkan sektor, 2006-2010 70 45 40 60 35 50 30 40 25 30 20 15 20 10 10 5 0 0 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 Admin Umum Infrastruktur Pendidikan Admin Umum Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Pertanian Lainnya Kesehatan Pertanian Lainnya Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. 3.4 Belanja Pemerintah Pusat di Jawa Timur Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur mencakup tiga jenis: Belanja Dekonsentrasi, Belanja Tugas Pembantuan dan Belanja Instansi Vertikal. Menurut Peraturan Pemerintah No.106/2000, Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan belanja pemerintah pusat di daerah yang kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan melalui wakil pemerintah pusat di daerah tersebut. Kewenangan Belanja Dekonsentrasi dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi dan dilaksanakan oleh dinas provinsi. Sedangkan untuk Belanja Tugas Pembantuan kewenangannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan desa dengan pertanggungjawaban kepada pemerintah pusat. Sedangkan Belanja Kantor Daerah merupakan belanja pemerintah pusat melalui kantor-kantor vertikalnya yang berada di daerah tersebut. 41 Bab 3 Belanja Daerah Sebagian besar belanja pemerintah pusat Gambar 3.6. Belanja Pemerintah Pusat di Jawa didaerah dialokasikan untuk sektor pendidikan. Timur untuk 4 sektor strategis, 2006-2010 Secara rata-rata dari tahun 2006, lebih dari 50 18.000 persen belanja pemerintah pusat di Jawa Timur 16.000 dialokasikan untuk pendidikan, kecuali pada 14.000 tahun 2007 dimana porsi belanja sektor tersebut 12.000 turun menjadi 27 persen. Pada tahun 2006, 10.000 sebesar Rp. 4,5 triliun dari Rp. 8,6 triliun belanja pemerintah pusat di Jawa Timur digunakan untuk 8.000 sektor pendidikan. Sektor kesehatan mendapat 6.000 alokasi sebesar Rp. 576 miliar; sektor pertanian 4.000 mendapatkan alokasi Rp. 519 miliar dan sektor 2.000 infrastruktur mendapat alokasi relatif paling kecil 0 diantara 4 sektor tersebut, sebesar Rp. 196 miliar. 2006 2007 2008 2009 2010 Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya Pendidikan Kesehatan Pertanian Infrastruktur Lainnya sebesar Rp. 2,9 triliun sebagian besar dialokasikan untuk ketertiban dan keamanan, khususnya Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. pada sub-fungsi kepolisian. Pada tahun 2010, Rp. 7,3 triliun belanja pemerintah dialokasikan untuk sektor pendidikan, diikuti oleh belanja infrastruktur sebesar Rp. 326 miliar, belanja pertanian sebesar Rp. 267 miliar dan belanja kesehatan sebesar Rp. 185 miliar. Belanja pemerintah pusat untuk sektor lainnya pada tahun ini sebesar Rp. 4,5 triliun, sebagian besar dialokasikan pada fungsi pelayanan umum, khususnya untuk sub-fungsi Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Urusan Luar. Sumber belanja pemerintah pusat lebih banyak disalurkan dalam bentuk belanja kantor daerah, kecuali untuk sektor pendidikan yang didominasi oleh Belanja Dekonsentrasi. Pada tahun 2009, untuk sektor pendidikan, Dana Dekonsentrasi paling besar disalurkan pada sub-fungsi Pendidikan Dasar sebesar Rp. 3,5 triliun. Alokasi dana pendidikan terbesar memang ditujukan kepada sub-fungsi pendidikan dasar. Untuk sektor kesehatan, belanja tugas pembantuan merupakan sumber belanja pemerintah pusat terbesar. Belanja ini dialokasikan terbesar untuk sub-fungsi pelayanan kesehatan perorangan. 3.5 Belanja Per kapita Kabupaten/Kota di Jawa Timur Serupa dengan pendapatan daerah, belanja daerah per kapita Jawa Timur cukup timpang diantara kabupaten/kotanya. Kota-kota di Jawa Timur seperti Kota Mojokerto, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Madiun, Kota Batu, serta Kota Probolinggo berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif tinggi, berkisar antara Rp. 1,8 juta – Rp. 3,5 juta. Sedangkan kelompok kabupaten, Kota Surabaya serta Kota Malang berada di kelompok belanja daerah per kapita yang relatif rendah, yaitu antara Rp. 570 ribu – Rp. 1,2 juta. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 42 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 3 Belanja Daerah Gambar 3.7. Belanja per kapita daerah kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2009 Belanja Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp) Datab ase PEA Jawa Timur Diatas 1.970.000 1.060.000 - 1.970.000 850.000 - 1.060.000 730.000 - 850.000 Dibaw ah 730,000 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka dalam Rupiah. 3.6 Analisis Anggaran vs. Realisasi Secara umum, pemerintah Jawa Timur telah Gambar 3.8. Anggaran versus realisasi belanja mampu membelanjakan seluruh anggaran daerah Jawa Timur, 2006-2010 daerah mereka, baik pemerintah provinsi 70.000 maupun kabupaten/kota. Kecuali pada tahun 60.000 2008, realisasi belanja daerah Jawa Timur tidak 50.000 berbeda jauh dari anggaran mereka. Namun, perlu diperhatikan bahwa nilai realisasi belanja Jawa 40.000 Timur selalu lebih besar dari anggarannya. Jika 30.000 analisis lebih lanjut, seluruh komponen belanja 20.000 ekonomi di Jawa Timur mempunyai realisasi lebih 10.000 besar dibandingkan nilai anggarannya. Selama ini, banyak daerah melakukan perencanaan 0 anggaran menggunakan hasil tahun sebelumnya -10.000 2006 2007 2008 2009 dengan asumsi besaran anggaran dapat dirubah -20.000 pada anggaran perubahan. Namun demikian, realisasi pengeluaran pemerintah daerah yang -30.000 melebihi rencana akan menjadi beban bagi Plan Realisasi Gap APBD selanjutnya. Oleh karena itu perencanaan Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa penganggaran APBD perlu diefektifkan untuk Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. mencapai hasil yang lebih sesuai. 43 Bab 3 Belanja Daerah Realisasi belanja daerah pemerintah provinsi secara umum lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan klasifikasi ekonominya, terlihat bahwa tingkat realisasi belanja modal pemerintah provinsi semakin tinggi semenjak tahun 2007 hingga tahun 2009. Pada tahun 2008, tingkat realisasi belanja ini sangat rendah dibandingkan nilai perencanaannya. Sebagian besar belanja yang tidak terealisasi berasal dari pemerintah kabupaten/kota, khususnya pada belanja barang dan jasa serta belanja lain yang terdapat dalam bentuk bantuan ke daerah bawahan. Namun perbedaan nilai realisasi dengan perencanaan tidak terlalu besar. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya anggaran perubahan yang cukup besar sehingga terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara nilai perencanaan dan perubahan. Akan tetapi, hal ini perlu mendapat perhatian khusus karena dapat mengakibatkan perencanaan yang kurang baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Tabel 3.2. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur, 2006-2009 2006 2007 2008 2009 Provinsi Pegawai 101,8 109,8 93,9 114,2 Barang dan Jasa 107,1 105,2 105,0 116,6 Modal 112,4 105,5 112,2 154,3 Lainnya 109,1 100,9 65,9 119,1 Total 107,2 104,5 80,3 120,4 Kabupaten/Kota Pegawai 100,2 110,1 74,8 96,4 Barang dan Jasa 105,7 100,8 51,3 99,3 Modal 100,0 104,2 88,8 101,2 Lainnya 116,6 99,1 24,9 95,0 Total 102,9 105,9 60,2 97,6 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka dalam persen. Belanja per bidang pemerintah provinsi secara rata-rata juga relatif lebih tinggi dibandingkan pemerintah kabupaten/kota. Untuk beberapa bidang, nilai realisasi belanja cukup besar, hingga 3 kali lipat dibandingkan nilai anggaran/rencana, seperti pada bidang perindustrian dan perdagangan pemerintahan provinsi pada tahun 2007 atau pada bidang perhubungan pemerintahan provinsi tahun 2009. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada saat penganggaran/perencanaan anggaran dilakukan, pemerintah melakukan estimasi berdasarkan belanja sebelumnya. Namun pada saat anggaran perubahan dilakukan, terjadi penyesuaian anggaran yang cukup besar dibandingkan nilai perencanaannya. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 44 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 3 Belanja Daerah Tabel 3.3. Tingkat realisasi belanja provinsi dan kabupaten/kota Jawa Timur berdasarkan sektor, 2006-2009 Provinsi Kabupaten/Kota Bidang 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009 Bidang Administrasi Umum 107,6 101,0 67,7 118.6 103.1 103.9 27.1 94.7 Pemerintahan Bidang Pertanian 105,7 106,0 202,7 91,1 112,0 106,7 111,0 95,0 Bidang Perikanan Dan Kelautan 108,0 124,7 115,9 219,2 105,3 120,2 93,0 93,7 Bidang Pertambangan Dan Energi 108,6 100,0 94,5 124,4 122,5 170,1 247,8 188,2 Bidang Kehutanan Dan Perkebunan 105,7 115,0 98,7 99,4 122,6 106,7 133,3 93,3 Bidang Perindustrian Dan 106,4 379,8 121,4 122,8 105,1 133,5 158,8 101,2 Perdagangan Bidang Perkoperasian 106,0 117,9 123,3 183,6 102,2 109,9 114,9 109,0 Bidang Penanaman Modal 105,8 124,7 105,1 136,6 96,0 150,6 79,6 90,9 Bidang Ketenagakerjaan 104,6 96,8 99,7 94,8 109,1 112,0 101,2 98,5 Bidang Kesehatan 106,2 86,7 105,0 111,9 105,5 112,0 111,1 108,5 Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan 106,2 112,2 98,1 102,3 102,5 115,1 135,8 97,6 Bidang Sosial 105,4 102,5 95,4 95,5 115,5 115,0 103,6 91,6 Bidang Penataan Ruang 0,0 0,0 0,0 0,0 103,8 8,8 41,7 55,2 Bidang Permukiman 109,1 117,6 155,4 100,0 95,2 69,6 86,8 135,9 Bidang Pekerjaan Umum 108,1 109,3 102,4 99,4 109,9 102,0 103,8 105,4 Bidang Perhubungan 107,4 115,5 170,3 341,1 99,7 93,1 84,5 105,8 Bidang Lingkungan Hidup 106,5 100,3 107,1 97,2 87,8 87,5 96,9 85,3 Bidang Kependudukan 105,5 103,4 93,7 0,0 104,5 102,2 97,8 98,3 Bidang Olah Raga 106,2 140,8 115,0 120,3 97,5 446,9 115,0 87,7 Bidang Kepariwisataan 105,9 113,5 105,7 0,0 108,1 120,9 168,8 126,6 Bidang Pertanahan 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 45,8 263,7 67,0 Bidang Lain-Lain 0,0 0,0 0,0 0,0 87,7 0,0 0,0 0,0 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka dalam Persen. 3.7 Hubungan Belanja dan Gender Alokasi belanja pemerintah provinsi Jawa Timur untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak baru dimulai pada tahun 2009; namun angka ini kemudian menurun cukup signifikan pada tahun 2010. Belanja pegawai untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2009, sebesar Rp. 3,8 miliar turun menjadi Rp 2,8 miliar pada tahun berikutnya. Sementara belanja barang dan jasa turun Rp 2,4 miliar dari Rp 10 miliar di tahun 2009, menjadi Rp. 7,6 miliar di tahun 2010. Hal yang sama terjadi pada belanja modal, dimana terjadi penurunan lebih dari 50 persen, dari Rp 1,5 miliar menjadi Rp 655 juta di tahun 2010. Penyebab utama penurunan adalah berpindahnya alokasi program Keluarga Berencana dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2009, ke alokasi belanja Dinas Keluarga Berencana pada tahun 2010. Sementara itu Dinas Keluarga Berencana sendiri baru memiliki anggaran belanja pada tahun 2010. Belanja barang dan jasa mendapatkan alokasi belanja tertinggi, 45 Bab 3 Belanja Daerah mengingat kegiatan-kegiatan pengarusutamaan gender yang sarat akan pelatihan-pelatihan, penguatan kelembagaan serta pengembangan model-model operasional. Gambar 3.9. Belanja Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur lingkaran dalam = 2009 20,0 70% 0,7 60% 1,5 2,8 15,0 50% 3,8 40% 10,0 30% 20% 5,0 10% 10,0 0,0 0% 7,6 2009 2010 Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Pegawai % Belanja Pegawai Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal % Belanja Modal % Belanja Barang dan Jasa Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan: Angka dalam Miliar Rupiah. Dari dua tahun keberadaan alokasi belanja daerah untuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hanya 3 (tiga) program yang terlihat konsisten selama dua tahun itu, yaitu program Pelayanan Administrasi Perkantoran, program Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak serta program Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan. Sementara program-program lain seperti peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah, keserasian kebijakan peningkatan kualitas anak dan perempuan, serta pengembangan model operasional BKB-Posyandu-PADU hanya dialokasikan untuk satu tahun. Gambaran diatas menunjukkan prioritas Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mengimplementasikan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional masih belum terlihat. Pengarusutamaan Gender yang merupakan lintas bidang pembangunan, memang sudah terintegrasi di beberapa sektor seperti pendidikan dan kesehatan. Namun di sektor lain seperti infrastruktur dan pertanian, hal ini belum bisa dilihat secara jelas. Belanja pengarusutamaan gender yang paling jelas terlihat adalah belanja dinas dan badan yang langsung berhubungan dengannya, yaitu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keluarga Berencana dan Setda (Pemerintahan Umum). Dalam hal ini, Provinsi Jawa Timur baru mengalokasikan belanja terkait pengarusutamaan gender pada tahun 2009, sementara untuk dinas Keluarga Berencana baru dimulai tahun 2010, dan belanja PUG pada Setda tidak terlihat sama sekali. 3.8 Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur, terlihat bahwa tidak terjadi perubahan yang cukup signifikan pada komposisi belanja sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebagian besar dananya melalui belanja bagi hasil dan bantuan keuangan bagi daerah bawahan untuk sektor-sektor sosial, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Di tingkat kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan untuk belanja pegawainya. Belanja pendidikan merupakan sektor utama alokasi belanja pemerintah kabupaten/ kota. Namun, perlu diteliti lebih lanjut alokasi belanja pendidikan yang cukup besar dan meningkat di kabupaten/kota. Alokasi belanja daerah untuk sektor infrastruktur masih minim, khususnya di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota perlu mengkaji lebih lanjut alokasi belanja sektoral, khususnya untuk sektor infrastruktur, sebagai salah satu sektor yang menjadi isu utama di Jawa Timur. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 46 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 3 Belanja Daerah Rekomendasi:  Belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi, khususnya ditingkat kabupaten/kota perlu dikaji lebih mendalam. Belanja pegawai menempati porsi yang cukup besar sedangkan belanja modal maupun barang dan jasa masih minim. Untuk lebih menunjang pembangunan ekonomi di Jawa Timur, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih pada isu utama di Jawa Timur yaitu masalah infrastruktur. Pembangunan jalan yang menjadi penghubung antar titik-titik ekonomi di Jawa Timur membutuhkan modal yang cukup tinggi sehingga dapat mengatasi salah satu masalah konektivitas di Jawa Timur.  Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja sektoralnya. Belanja pemerintah yang cukup besar di sektor pendidikan cukup kontras dengan kecilnya belanja infrastruktur, yang justru merupakan salah satu hambatan utama di Jawa Timur. Untuk itu, alokasi belanja sektoral perlu lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang selama ini menjadi isu utama dalam masalah pembangunan Jawa Timur, seperti misalnya sektor infrastruktur.  Pemerintah pusat masih berperan besar dalam sektor strategis dan terdesentralisasi seperti pendidikan, melalui belanja dekonsentrasinya. Seharusnya peran pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota lebih besar dari pemerintah pusat. Koordinasi pembagian tugas antara pusat dan daerah perlu lebih ditingkatkan sehingga dana yang ditujukan untuk berbagai sektor pelayanan kepada masyarakat tidak tumpang tindih dan terkonsentrasi di satu sektor saja.  Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja pendidikan di Jawa Timur. Dana untuk sektor pendidikan di Jawa Timur sudah cukup besar. Namun perlu dikaji lebih mendalam alokasi di sektor tersebut. Masalah utama pendidikan di Jawa Timur adalah rendahnya populasi pendidikan tingkat menengah serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan non-formal dan kejuruan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang lebih terampil (Diagnosa Pertumbuhan Jawa Timur, The World Bank, 2011). Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberi dukungan dan bantuan lebih pada pendidikan tingkat menengah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal serta kejuruan sehingga lebih aktif berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur. 47 Bab 4 Analisis Sektoral Bab 4 Analisis Sektoral 4.1 Sektor Infrastruktur Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan di Jawa Timur membutuhkan tersedianya infrastruktur.9 Ketersediaan infrastruktur yang dibutuhkan adalah yang dapat menunjang kegiatan perekonomian yang menjadi tulang punggung provinsi, khususnya pertanian dan industri. Setiap tingkatan daerah memiliki peranannya masing-masing dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur. Pemerintah kabupaten/kota memiliki wewenang untuk memenuhi kebutuhan sarana jalan kabupaten/kota, yang dapat memberikan akses ke wilayah-wilayah yang merupakan pusat pelayanan publik dan sentra kegiatan ekonomi/produksi. Pemerintah provinsi bertugas untuk memenuhi kebutuhan akan jalan provinsi yang pada dasarnya bertujuan untuk menghubungkan kabupaten/kota antara satu dan lainnya sehingga sentra- sentra tersebut dapat terhubung dan memenuhi skala ekonomisnya. Pemerintah pusat berperan dalam menghubungkan daerah-daerah tersebut dengan provinsi lainnya. Jawa Timur memegang peranan penting dalam MP3EI10 dimana pembangunan infrastruktur merupakan salah satu langkah utama yang diambil oleh Provinsi Jawa Timur untuk mendukung strategi nasional tersebut. Peranannya dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa. Salah satu kendala utama bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan adalah ketersediaan infrastruktur yang mempengaruhi iklim investasi. Dengan alasan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan. Kebijakan infrastruktur mengarah pada (i) infrastruktur sosial yang berkaitan dengan sumber daya air; (ii) percepatan infrastruktur penunjang pertanian dan wilayah pedesaan; (iii) infrastruktur yang menunjang pemerataan pembangunan; dan (iv) kerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur publik dan komersil. Sejauh ini, kinerja pemerintah daerah di Jawa Timur dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar dapat mengimbangi daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagai provinsi yang memiliki beban pembangunan yang besar, dalam arti populasi yang tinggi dan cakupan daerah administratif yang banyak, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota memiliki peran penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Secara umum, pemerintah daerah di Jawa Timur dapat mengimbangi daerah lain. Secara umum pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar cukup memadai. Upaya pemenuhan akses terhadap sanitasi dapat mengimbangi daerah lain secara rata-rata. Dalam upaya pemenuhan akses terhadap air bersih, Provinsi Jawa Timur berada sedikit di bawah rata-rata nasional. Untuk pemenuhan akses terhadap listrik, Jawa Timur bersama dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa telah melampaui rata-rata nasional. 9 Yang dimaksud dengan infrastruktur adalah sarana dan prasarana yang terkait Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan infrastruktur dasar yang terkait dengan pemukiman. 10 Jawa Timur memegang peranan penting dalam Koridor Ekonomi Pulau Jawa sebagai pendorong industri nasional dan pelayanan jasa dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satunya adalah dengan pembangunan jalur Trans Jawa dan Jalur Lintas Selatan untuk menghubungkan Jawa Timur dengan Jawa Tengah dan Provinsi lain di Pulau Jawa. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 50 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.1. Penyediaan infrastruktur dasar dapat mengimbangi rata-rata nasional 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009 2005 2006 2007 2008 2009 Akses terhadap sanitasi Akses terhadap air bersih Akses terhadap listrik DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Banten Nasional Sumber: Diolahdari BPS, 2011. Akses terhadap infrastruktur dasar perumahan yang Gambar 4.2. Akses Rumah Tangga yang dimiliki rumah tangga yang dikepalai perempuan di Dikepalai Perempuan Terhadap Air Bersih, Jawa Timur masih bervariasi. Akses terhadap air bersih Sanitasi dan Listrik di Jawa Timur menduduki tempat terendah, atau dibawah 50 persen. 120% Dari 14 persen rumah tangga yang dikepalai perempuan di provinsi Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010, hanya 98,4% 98,6% 100% sebesar 45,2 persen yang memiliki akses langsung ke air bersih di tahun 2009. Angka ini menurun pada tahun % 79,9% % 77,9% berikutnya menjadi 42,3 persen. Sementara akses terhadap 80% sanitasi yang layak juga mengalami sedikit penurunan, dari 79,9 persen di tahun 2009, menjadi 77,9 persen di tahun 60% 2010. Namun akses perempuan terhadap listrik mengalami % 45,2% % 42,3% peningkatan sebesar 0,2 persen, dari 98,4 persen di tahun 40% 2009, menjadi 98,6 persen di tahun 2010. Ini berarti, masih dibutuhkan program pemerintah untuk meningkatkan akses perempuan terhadap air bersih dan sanitasi 20% yang berdampak sangat besar pada tingkat kesehatan perempuan tersebut dan seluruh anggota rumah tangga 0% yang dikepalainya. 2009 2010 Kebutuhan akan sarana dan prasarana infrastruktur di Jawa Timur sangat besar. Sebagai Provinsi dengan Air Bersih Sanitasi Listrik kegiatan ekonomi terbesar kedua di Indonesia (setelah DKI Sumber : Diolah dari Susenas, 2009 dan 2010. Jakarta); provinsi dengan jumlah penduduk terbesar; dan provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak, infrastruktur di Jawa Timur cukup tersedia. Dalam hal ketersediaan jalan, data menunjukkan bahwa Jawa Timur adalah salah satu provinsi yang memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia. Pada tahun 1998, Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia dengan hampir 22 km, jalan nasional sepanjang 1.899,21 km, jumlah jembatan 1.501 buah/20.650,16 m, jalan provinsi sepanjang 2.000,98 km, jumlah jembatan 1.184 buah/12.795,98 m. Total jalan di Jawa Timur sepanjang 26.606,817 km. Dalam satu dasarwarsa, jumlah jalan tersebut meningkat 12 persen menjadi kurang lebih 30.000 km dan menghubungkan 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. 51 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.3. Provinsi Jawa Timur memiliki jalan kabupaten/kota terpanjang di Indonesia 30000 140 1999 2008 Persen 120 25000 100 20000 Panjang jalan (km) 80 Persen 15000 60 40 10000 20 5000 0 -20 Sumber: Data Kementerian Pekerjaan Umum, 2009. Tantangan utama yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah bagaimana mempertahankan infrastruktur yang ada untuk menjamin keterhubungan domestik (domestic interconnectivity). Sebagai sebuah provinsi yang memiliki 38 kabupaten/kota dan populasi tertinggi, keterhubungan antar daerah adalah aspek penting dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Bagi pertumbuhan ekonomi, sangatlah penting untuk dapat menghubungkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra pertumbuhan dengan wilayah pendukungnya (hinterland), tempat dimana input untuk produksi tersedia. Dilain pihak, pusat-pusat pertumbuhan dibutuhkan untuk dapat menggairahkan dan mendukung kegiatan ekonomi di wilayah sekitarnya. Bagi pemerataan pembangunan, arus barang, jasa dan orang yang lancar dari daerah pendukung ke pusat pertumbuhan akan mengurangi kesenjangan dengan memberikan akses kepada penduduk di daerah pendukung untuk memanfaatkan peluang di sentra-sentra pertumbuhan. Sebagian besar wilayah pedesaan di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan, namun kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Secara umum desa-desa di Jawa Timur telah terhubung dengan jalan permanen. Namun ada beberapa daerah yang tertinggal dibandingkan dengan yang lain. Daerah yang masih memiliki desa-desa yang tidak terhubung dengan jalan adalah Bondowoso dan Sumenep. Bondowoso disebabkan oleh wilayah geografisnya yang berada di daerah pegunungan sedangkan Sumenep karena sebagian daerahnya merupakan wilayah kepulauan. Gambar 4.4. Secara umum, sebagian besar desa telah memiliki akses ke jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya sebesar 20 persen Persentase Desa yang memiliki Akses Jalan Untuk Kendaraan Roda 4 sepanjang tahun; Podes 2008 (%) Diatas 95 persen 90 - 95 85 - 90 Dibaw ah 85 persen Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 52 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Persentase Jalan Permanen yang Rusak (%) Kementerian Pekerjaan Umum (2009) 40 persen keatas (3) 30 to 40 (9) 20 to 30 (4) 10 to 20 (10) Dibaw ah 10 persen (12) Sumber: Diolah dari data BPS dan Kementerian Pekerjaan Umum, 2010. Mempertahankan kualitas infrastruktur jalan adalah tantangan yang dihadapi oleh sebagian besar kabupaten/kota. Ketersediaan akses jalan bukan berarti bahwa permasalahan infrastruktur yang dihadapi oleh kabupaten/kota telah selesai. Jalan yang tersedia tersebut harus dapat dipelihara dan dipertahankan kualitas sehingga dapat digunakan. Ini berarti bahwa kabupaten/kota harus dapat menyediakan anggaran yang memadai untuk dapat menjaga kualitas jalan tersebut. Di Jawa Timur terlihat bahwa kabupaten/kota mengalami kesulitan untuk menjaga kualitas jalannya. Secara rata-rata, hampir 20 persen dari seluruh jalan kabupaten/kota berada dalam kondisi rusak atau rusak berat. Diperlukan komitmen lebih untuk menjaga kualitas infrastruktur yang ada pada tingkat kabupaten/kota. Belanja pemerintah pusat di Jawa Timur menyebabkan belanja infrastrukturnya berfluktuasi. Secara riil, belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung konstan walaupun ada variasi disetiap tahunnya. Hal ini cukup berbeda dengan yang dialami oleh daerah-daerah lain, khususnya di Indonesia bagian Timur yang mengalami peningkatan belanja infrastruktur yang cukup signifikan. Hal ini antara lain disebabkan Provinsi Jawa Timur tidak banyak membangun infrastruktur baru untuk pemekaran wilayah, seperti di daerah-daerah tersebut. Secara keseluruhan, belanja infrastruktur yang berasal dari belanja pusat dan daerah konsisten berada di atas 10 persen, kecuali di tahun 2010 yang menggunakan angka APBN dan APBD Perubahan. Namun, apabila dilihat besarannya secara riil, terlihat bahwa belanja pemerintah pusat cenderung meningkat hingga tahun 2009 hingga mencapai Rp 1,6 triliun, namun ditahun berikutnya turun menjadi Rp 373 miliar. Gambar 4.5. Belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur cenderung stabil namun mengalami penurunan proporsi dalam 5 tahun terakhir 8.000 20% 14% 15% 6.000 13% 15% 12% 10% Miliar Rp 4.000 10% 2.000 5% 0 0% 53 Bab 4 Analisis Sektoral Belanja Infrastruktur Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 289,000 to 435,000 182,000 to 289,000 124,000 to 182,000 75,000 to 124,000 42,000 to 75,000 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Ada variasi yang cukup besar dalam belanja infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota. Data menunjukkan bahwa kota cenderung memiliki angka belanja infrastruktur per kapita yang lebih tinggi dari pada kabupaten. Dengan jumlah populasi yang lebih tinggi, ini berarti bahwa ada perbedaan yang cukup besar dalam ukuran anggaran untuk infrastruktur di daerah urban daripada daerah rural. Belanja per kapita tertinggi (Rp 435 ribu) bisa mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan belanja perkapita terendah (Rp 42 ribu). Belanja infrastruktur terendah dialami oleh Kabupaten Lumajang dan Lamongan. Sebagian besar belanja pemerintah daerah untuk infrastruktur di Provinsi Jawa Timur digunakan untuk belanja modal. Tren belanja pemerintah daerah dari 2005 hingga 2010 menunjukkan bahwa secara konsisten belanja modal merupakan komponen terbesar dari tahun ke tahun. Pada realisasi 2009 bisa terlihat bahwa pemerintah provinsi membelanjakan hampir separuh untuk belanja modal dan pemerintah kabupaten/kota membelanjakan hampir 75 persen untuk belanja modal. Gambar 4.6. Komposisi belanja infrastruktur pemerintah daerah 8.000 6.000 2% Pegawai langsung 11% 3% % 19% 4.000 Pegawai tidak % 13% langsung % 48% 2.000 barang dan jasa 30% 0 74% modal 2006 2007 2008 2009 2010* Pegawai Pegawai langsung Modal Pegawai tidak langsung Barang dan jasa Lain-lain Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Besarnya belanja modal untuk infrastruktur pada tingkat kabupaten/kota menyebabkan alokasi belanja untuk pemeliharaan menjadi terbatas. Ini adalah salah satu penyebab utama mengapa kualitas jalan kabupaten/kota kurang terpelihara secara optimal. Ini menjadi hal yang mendesak, mengingat bahwa pada tingkat kabupaten/kota, hanya 13 persen belanja yang dialokasikan untuk belanja barang dan jasa, dimana didalamnya terdapat belanja barang dan jasa, belanja perjalanan dinas, dan belanja operasional dan pemeliharaan. Memang pemeliharaan juga tercakup dalam belanja dekonsentrasi dari pemerintah pusat, namun melihat belanja dekonsentrasi yang sangat fluktuatif, sulit bagi pemerintah kabupaten/kota untuk bergantung pada belanja dekonsentrasi untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur yang telah terbangun. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 54 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.7. Belanja program infrastruktur Pemerintah Provinsi Jawa Timur 600 76% 80% 250 500 56% 49% 60% 200 400 46% Miliar Rp 300 40% 150 Miliar Rp 200 20% 100 100 0 0% 50 2007 2008 2009 2010* Pembangunan jalan dan jembatan Rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan Perhubungan Irigasi, rawa, dan jaringan pengairan % belanja 4 program terhadap total belanja infrastruktur provinsi Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Pada tingkat provinsi, belanja infrastruktur difokuskan pada empat program utama, yaitu pembangunan jalan dan jembatan, rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, perhubungan, dan irigasi serta sistem pengairan. Keempat program ini merupakan 76 persen dari belanja infrastruktur pemerintah provinsi di tahun 2009. Dari keempat program ini terlihat program pembangunan jalan dan jembatan mengalami penurunan belanja sejak tahun 2005. Dilain pihak, program dukungan untuk sistem perhubungan mengalami peningkatan yang stabil. Program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan cenderung stabil namun ada penurunan drastis di tahun 2010. Perbandingan antara daerah yang kinerjanya berbeda menunjukkan bahwa komposisi belanja masing-masing daerah bisa sangat berbeda. Perbandingan dilakukan antara Kota Surabaya sebagai daerah yang memiliki beban dan belanja infrastruktur terbesar dengan Kabupaten Lumajang, yang memiliki belanja infrastruktur per kapita terendah di Jawa Timur. Perbedaan mendasar antara keduanya adalah proporsi belanja pegawai tidak langsung dan belanja modal. Kota Surabaya yang memiliki total belanja infrastruktur 15 kali lipat dibandingkan Lumajang, hanya mengalokasikan 5 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Lumajang mengalokasikan 28 persen dari belanjanya untuk belanja pegawai tidak langsung. Apabila dilihat dari total belanja pegawai tidak langsungnya, Kota Surabaya tidak mencapai tiga kali lipat dari Lumajang (Rp 33 miliar berbanding Rp 12 miliar). Ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi belanja lebih tinggi di Kota Surabaya dibandingkan Lumajang. Dari sisi belanja program terlihat perbedaan yang mencolok antara keduanya yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik. Gambar 4.8. Perbedaan yang signifikan antara belanja Kota Surabaya dan Kabupaten Lumajang 5% 180 80% 4% 68% 160 Pembangunan jalan 70% 59% dan jembatan 28% 15% 140 60% Rehabilitasi dan 120 pemeliharaan jalan Miliar Rp 50% dan jembatan 100 Pembangunan 58% 3% 40% 80 Gorong-royong 11% 30% Irigasi dan sistem 60 pengairan 76% 20% 40 Perhubungan 20 10% % dari belanja - infrastruktur Belanja pegawai tidak langsung Belanja pegawai langsung - 0% Lumajang Kota Surabaya Belanja barang dan Jasa Belanja modal Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. 55 Bab 4 Analisis Sektoral Jawa Timur menghadapi tantangan Gambar 4.9. Investasi pemerintah daerah dalam infrastruktur yang besar di masa yang akan infrastruktur masih dibawah 1 persen dari PDRB datang. Walaupun ketersediaan infrastruktur dan Jawa Timur kinerjanya menunjukkan hasil yang memadai, 400 0,9% 0,9% 1,0% 0,8% tren pertumbuhan belanja infrastruktur Jawa 0,8% 0,7% Timur (provinsi, kabupaten/kota, pusat) tidak 0,8% dapat mengimbangi pertumbuhan PDRB Jawa 300 Timur. Dengan kata lain, kemampuan pemerintah 0,6% Triliun Rp dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur akan 200 tertinggal oleh pertumbuhan ekonomi. Secara 0,4% rata-rata, belanja infrastruktur di Jawa Timur hanya sekitar 0,8 persen dari PDRBnya. Dengan 100 tingkat belanja infrastruktur tersebut, sangat 0,2% sulit bagi pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan infrastruktur yang dapat menopang - 0,0% pertumbuhan ekonominya. Dibutuhkan 2006 2007 2008 2009 2010* sumber-sumber pendanaan lain yang dapat membantu pembiayaan infrastruktur di Jawa Real PDRB Jatim (triliun) Timur. Pembiayaan ini dapat berasal dari sumber- Belanja infrastruktur di Provinsi Jatim (triliun) sumber kerjasama dengan pihak swasta atau Belanja infrastruktur (% dari PDRB) melalui mekanisme-mekanisme inovatif lain Sumber: Diolah dari Database BPS dan database PEA, Universitas yang tersedia, misalnya melalui surat berharga Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. daerah (local bonds) maupun pinjaman baik ke pemerintah pusat melalui fasilitas PIP atau pinjaman. 4.1.1 Kesimpulan dan Rekomendasi  Infrastruktur adalah sektor yang memegang peranan penting untuk pertumbuhan yang inklusif. Secara ekonomi, dan secara penyediaan akses terhadap pelayanan publik. Hal ini ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus meningkat secara riil walaupun secara proporsi mengalami penurunan. Yang patut diperhatikan dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun ke tahun. Lebih jauh lagi, selain tingkat belanja infrastruktur yang jauh dibawah dari kontribusi PDRB, tingkat pertumbuhannya pun relatif rendah dibandingkan pertumbuhan PDRB.  Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata nasional namun masih memiliki tantangan dalam infrastruktur jalan. Walaupun sebagian besar desa telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar mengalami kerusakan setidak-tidaknya seperlima dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan secara optimal.  Untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif, kualitas infrastruktur harus ditingkatkan, khususnya infrastruktur jalan yang memiliki peran penting dalam upaya penyediaan akses terhadap pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Selain itu, infrastruktur jalan juga dibutuhkan untuk menghubungkan daerah-daerah yang merupakan sentra-sentra produksi dan daerah-daerah terpencil atau kantung-kantung kemiskinan.  Perlu adanya konsistensi belanja yang digunakan untuk pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur. Menurunnya kualitas infrastruktur, khususnya infrastruktur jalan, menunjukkan bahwa kualitas pemeliharaan sarana dan prasarana masih harus ditingkatkan lebih jauh. Kebutuhan pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur merupakan kebutuhan yang rutin dilakukan secara berkala sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan yang konsisten dan tidak terlalu berfluktuasi. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 56 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral  Peningkatan investasi infrastruktur diperlukan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sebaran pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran infrastruktur menunjukkan suatu pola yang saling terkait. Jika pengeluaran infrastruktur relatif rendah, maka pertumbuhan ekonominya cenderung relatif rendah pula. Meskipun pembangunan infrastruktur tidak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi namun sebagai pendorong untuk peningkatan investasi. Oleh karena itu peningkatan infrastruktur bagi daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah diharapkan dapat menjadi stimulus dalam peningkatan investasi daerah yang dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya. 4.2 Sektor Pendidikan Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Arah kebijakan tersebut diantaranya adalah menata sistem pembiayaan pendidikan yang berprinsip keadilan, efisien, transparan dan akuntabel, serta peningkatan anggaran pendidikan mencapai 20 persen APBD, untuk melanjutkan upaya pemerataan dan penyediaan layanan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas, memberikan akses lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini kurang dapat terjangkau oleh layanan pendidikan yang murah dan berkualitas. Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Seperti halnya provinsi-provinsi lain di Indonesia, Angka Partisipasi Murni SD Jawa Timur hampir mencapai angka 100 persen yang berarti hampir seluruh anak usia SD telah berada di sekolah dasar, baik di sekolah negeri, swasta, maupun madrasah yang setingkat. Tantangan berikut yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Timur adalah menuntaskan program Wajib Belajar 9 tahun. Dengan APM SD yang mendekati sempurna, APM SMPnya masih relatif rendah. Untuk tingkat SMA, angka ini menjadi semakin rendah dimana hanya sekitar setengah dari anak usia SMA berada di sekolah. Gambar 4.10. Tantangan pemerintah daerah di Jawa Timur adalah meningkatkan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMP dan SMA 100 APM SMP 100 APM SMA 90 Kelompok pengeluaran terendah (1) 90 80 80 70 2 70 Persen Persen 60 60 50 3 50 40 40 30 4 30 20 20 Kelompok pengeluaran 10 10 tertinggi (5) 0 0 DKI Jawa Jawa Banten Nasional DKI Jawa Jawa Banten Nasional Jakarta Barat Timur Jakarta Barat Timur Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun. Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil. Data menunjukkan bahwa angka APM terendah di Jawa Timur adalah di Kabupaten Bangkalan dan Sampang, dua dari Kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur. 57 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.11. Pada 27 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMP 2010) perempuan lebih rendah dari pada laki-laki 90 80 0,0 69,8 70 60 50 40 30 20 10 0 Kab. Ponorogo Kab. Pacitan Kab. Magetan ro Kab. Lumajang Kota Surabaya Kab. Blitar Kab. Situbondo o okerto Kab. Kediri Kab. Pamekasan Kab. Jombang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Batu o okerto Kab. Pasuruan Kab. Ngawi Kab. Sumenep Kab. Madiun Kab. Malang Kab. Lamongan Jawa Timur o onegoro Kab. Tulungagung Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Madiun Kab. Banyuwangi Kab. Jember Kab. Probolinggo Kab. Tuban Kab. Bondowoso Kab. Sampang Kab. Bangkalan Kab. Gresik Kab. Nganjuk Kab. Trenggalek Kab. Sidoarj Kab. Moj Kota Moj Kab. Boj Laki-Laki Perempuan Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010. APM SMP (data tahun 2010) secara rata-rata tingkat provinsi sepertinya cukup berimbang pada level 70 persen (laki-laki) dan 69,8 persen (perempuan). Namun demikian, sebenarnya APM SMP perempuan lebih rendah daripada laki-laki di sebagian besar kabupaten/kota. Gambar 4.12. Pada 26 dari 38 kabupaten/kota, APM (SMA 2010) perempuan lebih rendah daripada laki-laki 100 90 80 70 51,3 60 45,1 50 40 30 20 10 0 Kota Madiun Kota Surabaya ro Kota Blitar o okerto o okerto Kota Kediri Kota Pasuruan Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Tulungagung Kota Malang Kab. Ngawi Kota Batu Kota Probolinggo Kab. Sumenep Kab. Kediri Jawa Timur Kab. Ponorogo Kab. Pamekasan Kab. Pacitan Kab. Lamongan Kab. Tuban Kab. Pasuruan Kab. Jember o onegoro Kab. Probolinggo Kab. Jombang Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Blitar Kab. Malang Kab. Situbondo Kab. Bangkalan Kab. Lumajang Kab. Sampang Kab. Nganjuk Kab. Gresik Kab. Trenggalek Kab. Sidoarj Kab. Moj Kota Moj Kab. Boj Laki-Laki Perempuan Sumber: Diolah dari Susenas dan BPS, 2010. Kesenjangan APM antara perempuan dan laki-laki lebih tegas terlihat pada level SMA (data 2010). Rata-rata Provinsi Jatim menunjukkan angka APM SMA 51,3 persen untuk laki-laki dan 45,1 persen untuk perempuan. Ketimpangan APM SMA antara laki-laki dan perempuan secara meyakinkan terjadi di 26 kabupaten/kota di Jawa Timur. Mayoritas angkatan kerja di Jawa Timur berpendidikan rendah. Pada tahun 2009, lebih dari setengah (55 persen) dari angkatan kerja di Jawa Timur hanya lulusan SD atau lebih rendah, termasuk sekitar 21 persen dari total angkatan kerja yang belum pernah ke sekolah atau tidak menyelesaikan sekolah dasar. Hanya sekitar 6 persen dari angkatan kerja menikmati pendidikan sekolah pasca SLTA.11 11 East Java Growth Diagnostic, The World Bank, 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 58 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.13. Sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah yang disebabkan oleh dorongan faktor ekonomi Angka Partisipasi Murni SMP Susenas (2009) Diatas 73 64 - 73 55 - 64 Dibaw ah 55 Sumber: Diolah dari Susenas, 2009. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dapat menjadi salah satu kendala untuk produktivitas tenaga kerja di Jawa Timur. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dapat meningkatkan kesempatan masyarakat miskin untuk mengakses peluang ekonomi secara lebih luas, sementara kapasitas yang lemah dapat menghambat kesempatan mereka untuk sepenuhnya meraih manfaat dari pertumbuhan. Kapasitas manusia itu sendiri bergantung pada dua faktor dasar utama, pencapaian dan akses kepada pendidikan. Pemerintah Daerah di Jawa Timur terus meningkatkan belanja pendidikannya. Belanja pendidikan tersebut didorong oleh belanja pemerintah kabupaten/kota yang merupakan ujung tombak dalam penyediaan jasa publik pendidikan. Secara rata-rata, belanja pendidikan kabupaten/kota selalu merupakan komponen belanja terbesar yang diikuti oleh belanja pemerintah pusat melalui data dekonsentrasi, tugas pembantuan, maupun kementerian/lembaga. Di tahun 2009, data realisasi menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten/kota menyumbang 63 persen dari seluruh belanja pendidikan dan diikuti oleh belanja pemerintah pusat sebesar 36 persen. Rasio belanja pendidikan pemerintah daerah di Jawa Timur juga mengalami peningkatan dari 28 persen di tahun 2006 menjadi 33 persen di tahun 2009. Gambar 4.14. Belanja pendidikan terus meningkat secara riil, namun pada tingkat kabupaten/kota masih bervariasi 25000 33% 34% 33% 20000 31% 32% 30% 31% Provinsi 15000 30% Miliar Rp 29% Kabupaten/Kota 29% Dekon/TP/KL 10000 28% % pendidikan dari total APBD 28% 5000 27% 26% 0 25% 2006 2007 2008 2009 2010* 59 Bab 4 Analisis Sektoral Belanja Pendidikan Pemerintah Daerah Perkapita (Rp) Datab ase PEA Jawa Timur Diatas 550,000 450,000 - 550,000 350,000 - 450,000 250,000 - 350,000 Dibaw ah 250,000 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Malang, Jember, dan Banyuwangi adalah daerah-daerah yang memiliki belanja pendidikan terendah. Secara per kapita, masing masing daerah membelanjakan kurang dari Rp 250.000 untuk pendidikan di tahun 2009. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama, tingkat populasi sangat mempengaruhi belanja pendidikan yang terbatas. Penjelasan ini relevan untuk daerah yang cenderung padat penduduknya seperti Gresik, Sidoarjo, dan Malang. Penjelasan yang kedua adalah keterbatasan belanja pendidikan karena adanya prioritas-prioritas lain, khususnya untuk daerah-daerah yang cukup jauh seperti Jember dan Banyuwangi. Selain itu, perlu diteliti lebih jauh apakah rendahnya belanja pendidikan juga disebabkan oleh terbatasnya distribusi guru atau tenaga pengajar di Jember dan Banyuwangi. Gaji untuk guru dan pegawai menghabiskan sebagian besar dari belanja pendidikan pemerintah daerah. Dalam kurun waktu 2005 hingga 2010, belanja pendidikan pemerintah daerah meningkat 40 persen secara riil. Belanja pegawai merupakan komponen terbesar, khususnya belanja pegawai tidak langsung yang mencakup belanja guru dan pegawai dinas pendidikan. Ditahun 2009, belanja guru dan pegawai Dinas Pendidikan menghabiskan 84 persen dari total belanja kabupaten/kota dan 17 persen dari belanja provinsi. Pada tingkat kabupaten/kota, belanja pegawai langsung, yang umumnya digunakan untuk membayar guru honorer, tergolong kecil, hanya 2 persen. Lain halnya dengan pada tingkat provinsi dimana belanja pegawai langsung mencapai hampir seperempat dari belanja pemerintah provinsi. Gambar 4.15. Sebagian besar belanja pendidikan tingkat kabupaten/kota dialokasikan untuk belanja pegawai 18.000 10% 2% 16.000 4% 14.000 6% 12.000 24% 10.000 8.000 6.000 53% 17% 4.000 2.000 0 84% 2006 2007 2008 2009 2010* pegawai Pegawai langsung Pegawai tidak langsung barang dan jasa modal lain-lain Pegawai langsung Pegawai tidak langsung barang dan jasa modal Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 60 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Belanja program lebih banyak dilakukan pada tingkat provinsi, sesuai dengan fungsi pemerintah provinsi yang strategis. Selain bertugas memberikan pelayanan pendidikan tingkat menengah atas, pemerintah provinsi memiliki fungsi koordinasi dan pengawasan terhadap kabupaten/kota di kawasannya. Belanja program pemerintah provinsi, sekitar 40 persen dari belanja pendidikan provinsi, belanja program terbesar adalah untuk program peningkatan mutu pendidikan, yang sebagaian besar digunakan untuk peningkatan kapasitas guru dan pegawai. Sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan dituangkan dalam dokumen perencanaannya, pemerintah provinsi telah membelanjakan anggaran untuk penuntasan program Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah. Selain itu peningkatan mutu pendidikan telah mendapat perhatian setiap tahunnya dengan alokasi belanja program yang terbesar di dua tahun terakhir. Gambar 4.16. Belanja program pendidikan provinsi berfokus pada peningkatan mutu dan pendidikan menengah 200 60% 49% 60 50% 40% 41% 150 38% 50 40% 40 Miliar Rp 100 30% Miliar Rp 20% 30 50 10% 20 0 0% 2007 2008 2009 2010* 10 PAUD 0 Wajar 9 tahun PAUDW ajar 9 tahun Pendidikan Peningkatan Pendidikan Menengah Menengah Mutu Peningkatan Mutu Pegawai Barang/jasa Modal % dari total belanja pendidikan Provinsi Sumber: Diolah dari Susenas 2009, Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Secara rata-rata, biaya pendidikan yang ditanggung oleh rumah tangga di Jawa Timur terus meningkat. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2010, biaya yang ditanggung oleh rumah tangga dalam satu tahun menjadi sekitar dua kali lipat secara riil, dari Rp 887 ribu menjadi Rp 1,7 juta. Di satu pihak ini menunjukkan bahwa pertumbuhan biaya pendidikan yang ditanggung oleh masyarakat lebih tinggi dari pada pertumbuhan belanja pendidikan pemerintah daerah secara per kapita. Ini dapat dilihat sebagai beban yang ditanggung masyarakat menjadi lebih besar. Dilain pihak, hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan daya beli masyarakat akan pendidikan. Masyarakat menyadari bahwa pendidikan itu penting sehingga mampu mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan pendidikan. Untuk rumah tangga miskin, peningkatan belanja pendidikan yang dikeluarkan konsisten dengan peningkatan belanja pemerintah daerah. Hal ini konsisten dengan peruntukkan pelayanan pendidikan untuk kelompok masyarakat miskin. Sasaran berikutnya bagi pemerintah kabupaten/kota adalah penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Tingginya tingkat partisipasi sekolah pada tingkat SD, dapat menjadi pertimbangan untuk mengalokasi belanja pendidikan pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMP dan SMA, sesuai dengan kebijakan sektor pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dengan porsi belanja pendidikan yang cukup besar di tingkat kabupaten/kota, yaitu sekitar 40 persen dari total belanja, ini merupakan peluang untuk memperluas akses ke pendidikan menengah utk meningkatkan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan yang akhirnya bisa meningkatkan tingkat kesejahteraan pekerja di Jawa Timur. 61 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.17. Biaya pendidikan di Jawa Timur semakin meningkat, khususnya untuk kelompok pengeluaran tinggi Belanja Pendidikan RT (2009) 2.000.000 5.000.000 1.800.000 1.600.000 4.000.000 1.400.000 1.200.000 3.000.000 1.000.000 800.000 2.000.000 600.000 400.000 1.000.000 200.000 - - Jawa National Jawa Banten DKI 2006 2007 2008 2009 2010* Timur Barat Jakarta Belanja Pendidikan Per Kapita Biaya RT untuk Pendidikan (Jatim) Kel. Pengeluaran terendah (1) 2 Biaya RT untuk Pendidikan (Nasional) Biaya RT untuk Pendidikan (RT miskin di Jatim) 3 4 Kel. Pengeluaran tertinggi (5) Sumber: Diolah dari Susenas, berbagai tahun . 4.2.1 Kesimpulan dan Rekomendasi  Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memprioritaskan pembangunan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi masyarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009 - 2014. Kebijakan sektor pendidikan provinsi adalah penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan Pendidikan Menengah 12 Tahun. Salah satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil.  Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifikan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifikan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut. Lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai tidak langsung, yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD terkait.  Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan dari rendahnya angka partisipasi sekolah tingkat SMP/SMA dibandingkan dengan tingkat Sekolah Dasar. Sebagian besar dari tenaga kerja tersebut masuk ke dunia kerja hanya dengan pendidikan sekolah dasar.  Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 62 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral 4.3 Sektor Kesehatan Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi pada tingkat menengah dalam hal pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH). Indeks AHH merupakan salah satu indikator IPM yang terkait dengan kesehatan. Peningkatan IPM sangat dipengaruhi oleh peningkatan dalam AHH ini. Pada tahun 2010, provinsi Jawa Timur masih berada pada urutan menengah dalam indeks AHH, yakni hanya sedikit diatas rata-rata nasional (71,7% Jawa Timur vs. 70,9% rata-rata nasional). Peningkatan indeks harapan hidup sangat dipengaruhi oleh indikator Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan hasil estimasi BPS 2008, data perbandingan antar provinsi menunjukkan semakin rendah AKB, semakin tinggi AHH, dan sebaliknya (lihat gambar 4.18a)12. Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi. Provinsi Jawa Timur berada pada urutan ke-11 tertinggi dalam AHH, dan ke 11 terendah dalam AKB. Korelasi AHH dan AKB juga tercermin dalam peningkatan AHH Jawa Timur pada periode 2005- 2010 yang seiring dengan penurunan AKB. Peningkatan tertinggi AHH Jawa Timur terjadi tahun 2007, seiring dengan penurunan signifikan AKB pada tahun tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam upaya peningkatan IPM melalui peningkatan indeks kesehatan (AHH), pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian pada penurunan AKB. Gambar 4.18. Penurunan AKB berpotensi meningkatkan AHH (b) Perkembangan AHH dan AKB Provinsi Jawa Timur (a) Angka Harapan Hidup (AHH) VS Angka Kematian Bayi (2005-2010) (AKB) antar Provinsi (2008) 36,7 71,7 78 72,0 37 71,4 DKI Jakarta 71,5 35,3 71,2 36 Angka Harapan Hidup (Tahun) 76 71,0 71,0 35 74 70,5 34 wa Timur 32,9 32,6 32,4 72 70,0 33 70 69,5 32 69,0 68,5 68,6 30,0 31 68 NTB 68,5 30 66 68,0 29 64 2005 2006 2007 2008 2009 2010 0 10 20 30 40 50 Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup) Angka Harapan Hidup (Tahun) (Axis Kiri) Angka Kematian Bayi (Per Seribu Kelahiran Hidup) (Axis Kanan) Sumber: Diolah dari data BPS dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, berbagai tahun. Catatan: Data AKB pada Gambar 4.18.(a) berdasarkan estimasi BPS; Karena tidak tersedianya data AKB antar-waktu yang bersumber dari BPS, Gambar 4.18.(b) menggunakan Data AKB antar-waktu dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur; Data AHH seluruhnya bersumber dari BPS. Meskipun pada tingkat provinsi sudah menunjukkan penurunan, angka AKB antar kabupaten/kota masih menunjukkan kesenjangan yang cukup tajam. Dari 38 daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, hampir setengahnya masih memiliki AKB diatas rata-rata provinsi. Kabupaten Probolinggo adalah daerah dengan AKB tertinggi (65,5 per 1000 kelahiran hidup), dan Kota Blitar adalah daerah dengan AKB terendah (20,9 per 1000 kelahiran hidup). Perhatian provinsi untuk mendorong penurunan AKB di 9 daerah dengan AKB tertinggi berpotensi membantu pencapaian angka AHH provinsi secara signifikan. 12 Berdasarkan hasil estimasi BPS, pada tahun 2008, Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AHH tertinggi dan AKB terendah, sebaliknya Provinsi NTB merupakan provinsi dengan AHH terendah dan AKB tertinggi. 63 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.19. Kesenjangan AKB antar kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup tinggi, 2010 70 60 Angka Kematian Bayi 50 40 30 20 20.9 22.5 22.8 23.1 23.5 23.9 24.3 24.3 24.3 24.6 25.4 27.3 27.9 27.9 28.0 28.3 29.0 29.1 29.9 30.5 32.1 32.1 32.3 34.6 37.0 38.3 39.4 39.7 42.0 49.9 53.3 53.7 55.7 56.5 56.6 57.7 58.9 65.5 10 0 Blitar Kota o okerto Kota Tulungagung Pacitan Magetan Madiun Kota Surabaya Blitar ro Kediri Kota Malang Kota o okerto Jombang Probolinggo Kota Ponorogo Ngawi Kediri Batu Madiun Malang Lamongan Tuban Banyuwangi o onegoro Lumajang Pasuruan Kota Sumenep Pasuruan Pamekasan Bangkalan Situbondo Bondowoso Jember Sampang Probolinggo Trenggalek Gresik Nganjuk Sidoarj Moj Boj Moj Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup (IMR) Angka Kematian Bayi JATIM Sumber: Diolah dari data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2010. Posisi menengah Jawa Timur dalam hal AKB tidak terlepas dari cakupan imunisasi dan persentase kelahiran ditolong tenaga yang juga berada pada posisi menengah. Hampir sama dengan posisi AHH provinsi Jatim yang berada pada tingkat menengah, indikator cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan juga berada sedikit diata rata-rata nasional. Sepuluh daerah kabupaten/kota dengan AKB tertinggi merupakan salah satu dari 7 daerah dengan cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah. Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Pamekasan misalnya, merupakan 3 kabupaten dengan cakupan imunisasi dan angka kelahiran ditolong tenaga kesehatan terendah, dan termasuk salah satu dari 10 daerah dengan AKB tertinggi. Tiga kabupaten tersebut juga merupakan kabupaten dengan cakupan imunisasi terendah. Gambar 4.20. Cakupan imunisasi dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan cukup baik pada tingkat provinsi, tapi masih menyisakan kesenjangan antar kabupaten/kota Antar - Provinsi (2009) Tujuh Kab/Kota dengan Angka Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan dan Cakupan Imunisasi Terendah di 85,0 90% Jatim (2009) 80% 70% 80,0 60% 50% Cakupan Imunisasi (%) 40% Jawa Timur 30% 75,0 55.1% 68.9% 70.0% 70.9% 71.1% 73.1% 76.0% 77.2% 52% 55% 58% 61% 67% 68% 69% 72% 20% a -rata Rata 10% Nasional 0% 70,0 Jember Sampang Sumenep Sampang Sumenep Bangkalan Bangkalan Situbondo Situbondo Pamekasan Pamekasan Bondowoso Bondowoso Probolinggo Probolinggo Kota Pasuruan 65,0 60,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0 Kelahiran ditolong tenaga Cakupan Imunisasi kesehatan Persentase Kelahiran Ditolong Tenaga Kesehatan (%) Sumber : Diolah dari Susenas, 2009. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur hanya sedikit dibawah rata-rata nasional. Jika dibanding rata- rata nasional, angka kesakitan penduduk di Jawa Timur sedikit lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terbanyak, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan derajat kesehatan masyarakat yang cukup baik. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 64 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.21. Angka Kesakitan penduduk Jawa Timur sedikit lebih rendah dari rata-rata nasional 48% 47% 43% 43% 41% 40% 38% 38% 38% 38% 38% 37% 37% 36% 36% 36% 36% 35% 34% 33% 33% 33% 32% 32% 32% 32% 32% 30% 30% 29% 29% 28% 28% 27% NTT Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sumatera Utara Maluku Utara Sulawesi Utara Kepulauan Riau Sulawesi Tengah Sulawesi Barat DI Yogyakarta Bengkulu Lampung Bangka Belitung Jambi Riau Papua Barat Sulawesi Selatan Jawa Timur Jawa Barat Sumatera Selatan Jawa Tengah Papua Kalimantan Barat Rata-rata Nasional Sumatera Barat NAD Sulawesi Tenggara Maluku DKI Jakarta Banten Bali NTB Kalimantan Selatan Gorontalo Sumber: Diolah dari Susenas, 2009. 4.3.1 Pelayanan Kesehatan Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun cakupannya masih lebih rendah dari rata-rata nasional. Penerima fasilitas kesehatan gratis sebagian besar sudah berpihak pada kelompok masyarakat termiskin, miskin, dan menengah secara berturut-turut. Namun demikian, jika dibandingkan dengan rata-rata nasional, cakupan kelompok termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis di Jawa Timur masih lebih rendah. Sebagai perbandingan, di Aceh, Gorontalo, dan NTT, cakupan fasilitas kesehatan gratis secara berturut-turut sudah mencapai 73 persen, 71 persen, dan 69 persen penduduk termiskin, sementara di Jawa Timur masih sebesar 40 persen. Namun demikian, tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan di Jawa Timur termasuk paling rendah di Indonesia. Gambar 4.22. Targeting fasilitas kesehatan gratis sudah cukup baik, namun perlu peningkatan cakupan 25% 26% 26% 5% 7% 7% 7% 7% 7% 5% 5% 6% 5% 40% 20% 14% 46% 35% 25% 17% 7% 7% Sumber: Diolah dari Susenas, 2009. 4.3.2 Belanja Kesehatan Belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk Sektor Kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan dengan proporsi terbesar disumbang oleh belanja kesehatan kabupaten/kota. Belanja kesehatan di Jawa Timur secara riil terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun secara proporsional terhadap total belanja relatif stagnan pada kisaran 10 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan belanja kesehatan di Jawa Timur sangat dipengaruhi oleh atau seiring dengan peningkatan belanja pemerintah secara total. Sesuai dengan fungsinya sebagai penyedia langsung layanan kesehatan, belanja kesehatan pemerintah kabupaten/kota memberikan sumbangan terbesar (lebih dari 70%) dari belanja kesehatan di Jawa Timur, sementara provinsi maksimal hanya sebesar 26 persen. Sumbangan pemerintah pusat pada tahun 2006 pernah mencapai 18 persen, namun cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir hingga hanya sebesar 3 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur tahun 2010. 65 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.23. Belanja Kesehatan secara riil meningkat dan didominasi oleh belanja kesehatan kabupaten/kota 6.000 10% 11% 12% 10% 10% 9% 100% 3% 7% 6% 5.000 10% 18% 14% 90% 4.000 8% 80% 70% 3.000 6% 71% 5.380 60% 4.820 73% 74% 2.000 4% 50% 62% 70% 3.611 3.861 3.259 40% 1.000 2% 30% 0 0% 20% 2006 2007 2008 2009 2010 10% 21% 26% 16% 19% 19% Belanja Riil Kesehatan 0% (Prov+Kab/Kota+Dekon/TP) 2006 2007 2008 2009 2010 Persentase terhadap Total Belanja Provinsi Kab/Kota Dekonstrasi/TP Pemerintah Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita paling rendah adalah juga daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah. Beberapa daerah seperti Kota Malang, Batu, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Bangkalan dan Pasuruan merupakan 7 daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Jawa Timur, yakni dibawah Rp 65.000 per kapita per tahun. Angka ini tidak sampai setengah dari belanja kesehatan per kapita rata-rata kabupaten/kota di Jawa Timur yang mencapai Rp 148.000 per kapita per tahun, dan jauh lebih rendah lagi dari Kota Mojokerto dengan belanja kesehatan per kapita tertinggi sebesar Rp 1,1 juta per kapita per tahun. Jika dilihat dari proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja, ketujuh daerah tersebut memiliki proporsi belanja kesehatan yang relatif rendah dibanding rata-rata kabupaten/ kota di Jawa Timur sebesar 10 persen. Pemerintah Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Situbondo secara berturut-turut bahkan hanya mengalokasikan 2 persen, 3 persen dan 5 persen dari belanjanya untuk sektor kesehatan. Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita rendah, sesungguhnya masih dapat meningkatkan proporsi belanja kesehatannya setidaknya sama dengan rata- rata kabupaten/kota di Jawa Timur. Gambar 4.24. Tujuh daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang terendah juga Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah Perkapita 2009 (Rp) Datab ase PEA Jawa Timur Diatas 440,000 220,000 - 440,000 90,000 - 220,000 65,000 - 90,000 Dibaw ah 65,000 Masih ada 15 kabupaten/kota yang belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan13 yang mewajibkan daerah untuk mengalokasikan minimal 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan. Kota Mojokerto, Kota Blitar, dan Kota Kediri berturut-turut menjadi kota dengan realisasi 13 UU No. 36 Tahun 2009 pasal 171 ayat 2 berbunyi “Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen (sepuluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji.� Dalam laporan ini ditafsirkan sebagai rasio antara total Belanja Urusan Kesehatan terhadap total APBD. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 66 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral belanja terbesar yakni masing-masing 24 persen, 21 persen, dan 20 persen. Sedangkan Kota Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Banyuwangi adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan terendah yakni masing-masing 4 persen, 5 persen, dan 7 persen. Adapun Pemprov Jawa Timur sendiri telah merealisasikan belanja kesehatan sebesar 14 persen dari total APBD tahun 2010. Gambar 4.25. Masih ada 15 kabupaten/kota yang belanja urusan kesehatannya kurang dari 10 persen total APBD 25% 24% 20% 21% 20% 15% 10% 10% 14% 9% 9% 8% 8% 5% 8% 7% 9% 9% 8% 8% 7% 7% 7% 5% 4% 0% Kab. Tulungagung Kota Probolinggo Kab. Probolinggo Kab. Jombang Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Sampang Kab. Trenggalek Kab. Banyuwangi Kab. Situbondo Kab. Ponorogo Kab. Nganjuk Kab. Bojonegoro Kab. Sumenep Kab. Bangkalan Kab. Bondowoso Provinsi Jatim Kab. Ngawi Kota Surabaya Kab. Jember Kab. Tuban Kab. Sidoarjo Kab. Pamekasan Kota Pasuruan Kota Malang Kab. Pasuruan Kab. Malang Kota Kediri Kab. Pacitan Kab. Magetan Kota Madiun Kab. Kediri Kota Batu Kab. Madiun Kab. Gresik Kota Mojokerto Kota Blitar Kab. Mojokerto Kab. Blitar Belanja Urusan Kesehatan (Realisasi APBD 2010) Ketentuan UU36/2009 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya untuk kesehatan dibanding kabupaten/kota. Secara rata-rata, pemerintah provinsi membelanjakan sekitar 11,5 persen dari belanjanya untuk kesehatan. Sementara itu, meskipun kabupaten/kota merupakan kontributor belanja kesehatan terbesar, namun kabupaten/kota sebenarnya mengalokasikan lebih kecil dari belanjanya untuk kesehatan, yakni rata-rata hanya sebesar 9,5 persen. Proporsi belanja kesehatan dekonsentrasi/TP/KD pernah mencapai 12 persen dari total belanja dekon/TP di Jawa Timur, namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 menurun hanya sekitar 2 persen. Tabel 4.1. Belanja Kesehatan berdasarkan tingkat pemerintahan   2006 2007 2008 2009 2010 Belanja Kesehatan Provinsi (Riil, 2009=100) Pegawai 274 254 367 416 534 Barang dan Jasa 178 181 237 367 655 Modal 30 158 141 153 209 Lainnya 190 0 0 0 0 Total 672 594 745 937 1,397 % terhadap belanja Provinsi 10.8 9.9 10.4 12.3 14.2 Belanja Kesehatan Kabupaten/kota (Riil, 2009=100) Pegawai 1,029 1,243 1,394 1,604 1,772 Barang dan Jasa 598 693 751 1,002 1,269 Modal 374 590 686 984 757 Lainnya 11 0 0 0 0 Total 2,012 2,526 2,831 3,590 3,798 % terhadap belanja Kabupaten/Kota 8.2 9.0 9.4 10.9 10.0 Dekonsentrasi/TP (Riil, 2009=100) Kesehatan 576 491 285 293 185 Total 5,748 4,004 7,942 12,614 8,134 % terhadap total Dekonsentrasi/TP sektor strategis 10 12 4 2 2 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Catatan : Angka dalam miliar Rp. 67 Bab 4 Analisis Sektoral Lebih dari sepertiga belanja kesehatan di Provinsi Jawa Timur dialokasikan untuk gaji, dan 10 persen untuk honor pegawai. Pada tahun 2010, belanja tidak langsung (gaji pegawai) di sektor kesehatan mencapai Rp 1,7 triliun atau sebesar 34 persen dari total belanja kesehatan di Jawa Timur. Sementara itu, belanja langsung (untuk program/kegiatan) mencapai Rp. 3,4 triliun atau sebesar 65 persen dari total belanja kesehatan. Dari 65 persen belanja langsung tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk barang dan jasa (37%), disusul oleh belaja modal dan terakhir belanja pegawai. Hal ini mengindikasikan bahwa prioritas belanja kesehatan tahun 2010 lebih diarahkan pada operasional pelayanan kesehatan, sementara untuk investasi kesehatan baik berupa fasilitas atau alat-alat kesehatan hanya hanya 19 persen. Pemerintah Provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanja kesehatan-nya untuk belanja langsung (program kegiatan) dibanding kabupaten/kota. Pada tahun 2010, provinsi hanya mengalokasikan 22 persen dari belanja kesehatannya untuk belanja tidak langsung (gaji pegawai), sementara sisanya (78%) untuk belanja program/kegiatan. Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, hampir 40 persen dialokasikan untuk belanja gaji pegawai. Namun demikian, dari sisi komposisi ekonomis belanja langsung, pemerintah kabupaten/kota terlihat lebih efesien secara alokatif, karena mampu membelanjakan lebih besar dari belanja langsungnya untuk barang dan jasa serta modal. Gambar 4.26. Klasifikasi ekonomi belanja kesehatan Konsolidasi Prov+Kab/Kota Provinsi (2010) Kab/Kota (2010) (2010) Pegawai Pegawai 10% Pegawai 8% Belanja 16% Belanja Belanja Belanja Barang Tidak Barang Langsung Tidak Belanja Barang Tidak Belanja dan Langsung & Jasa Langsung Langsung dan Jasa Langsung Jasa 34% 65% 37% Langsung 22% 78% 47% 61% 33% 39% Modal Modal Modal 19% 15% 20% Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Belanja Kesehatan per kapita di Jawa Timur yang terus meningkat belum berpengaruh terhadap penurunan biaya RT untuk Kesehatan. Jika dibanding rata-rata nasional, belanja rumah tangga untuk kesehatan di Jawa Timur jauh lebih tinggi dengan pertumbuhan yang juga lebih cepat. Di sisi lain, belanja kesehatan per kapita juga terus meningkat. Hal ini mengindikasikan peningkatan belanja kesehatan per kapita belum mampu menurunkan, atau setidaknya menahan laju pertumbuhan belanja rumah tangga untuk kesehatan. Untuk rumah tangga miskin, walaupun peningkatannya jauh dibawah peningkatan rata- rata yang di dorong oleh peningkatan kelompok rumah tangga berpengeluaran lebih tinggi, biaya yang dikeluarkannya tetap lebih tinggi dari belanja kesehatan perkapita pemerintah daerah di Jawa Timur. Gambar 4.27. Belanja rumah tangga untuk kesehatan tetap tinggi meskipun Belanja Kesehatan per Kapita juga meningkat 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - 2006 2007 2008 2009 2010* Belanja Kesehatan Per Kapita Biaya RT untuk Kesehatan (Jatim) Biaya RT untuk Kesehatan (Nasional) Biaya RT untuk Kesehatan (RT miskin di Jatim) Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 68 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral 4.3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus melakukan peningkatan indeks Angka Harapan Hidup (AHH). Sejak 5 tahun terakhir, indeks AHH Jawa timur tidak mengalami pergeseran posisi yang berarti, yakni pada posisi ke-11 secara nasional. Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) berperan sangat signifikan dalam peningkatan AHH, maka dalam rangka peningkatan AHH, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu memberi perhatian lebih terhadap penurunan AKB ini. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk penurunan AKB adalah melalui peningkatan cakupan imunisasi dan cakupan pertolongan kelahiran oleh tenaga kesehatan. Beberapa daerah seperti Kabupaten Sampang, Bangkalan, Pamekasan, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Jember, Sumenep, dan Kota Pasuruan, perlu memberi perhatian lebih terhadap kedua hal tersebut. Meningkatkan cakupan penerima fasilitas kesehatan gratis dari kelompok masyarakat termiskin. Di Jawa Timur, baru 40 persen kelompok masyarakat termiskin yang menerima fasilitas kesehatan gratis. Angka ini masih cukup kecil jika dibanding NTT, Gorontalo, dan Aceh yang sudah mencapai 70 persen. Peningkatan belanja kesehatan terutama di beberapa kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah. Beberapa kabupaten memiliki belanja per kapita yang sangat rendah, yakni kurang dari Rp 65.000 perkapita per tahun. Angka ini kurang dari setengah rata-rata belanja kesehatan per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah mencapai Rp 148.000. Beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan yang juga rendah, seperti Kota Malang, Kota Batu, dan Situbondo yang kurang dari 6 persen. Peningkatan belanja kesehatan juga diperlukan di 15 kabupaten/kota yang masih belum memenuhi ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 untuk membelanjakan 10 persen APBD-nya untuk urusan kesehatan. Meningkatkan efesiensi alokatif dalam belanja kesehatan. Belanja daerah per kapita untuk kesehatan di Jawa Timur terus mengalami peningkatan, namun belum cukup berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan. Perlu perhatian lebih dalam mengenai alokasi intra-sektor dalam belanja kesehatan sehingga peningkatan belanja kesehatan per kapita dapat betul-betul berdampak pada penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan. 4.4 Sektor Pertanian14 Kebijakan revitalisasi pertanian di Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kontribusi sektor pertanian dan kesejahteraan petani. Terdapat 4 arah kebijakan revitalisasi pertanian dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014, yakni: (i) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya; (ii) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing, dan nilai tambah produk pertanian dan perikanan; (iii) peningkatan pengamanan ketahanan pangan; dan (iv) pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan. Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi di Jawa Timur. 4.4.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian Nilai produksi riil sektor pertanian di Jawa Timur mengalami peningkatan secara konsisten per tahunnya, namun kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Jawa Timur justru menurun. Meskipun demikian, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jawa Timur masih lebih tinggi dari kontribusi sektor pertanian nasional terhadap PDB. Penurunan kontribusi sektor pertanian tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan lebih tinggi pada sektor lain di luar pertanian. Selain itu, meskipun telah pulih setelah turun pada tahun 2007, pertumbuhan produksi sektor pertanian Jawa Timur belum mampu melampaui pertumbuhan sektor pertanian nasional dalam 3 tahun terakhir. 14 Sektor Pertanian dalam penelitian ini meliputi sektor dalam arti luas, yakni meliputi sub-sektor pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Belanja pemerintah yang termasuk dalam pertanian meliputi urusan pertanian, ketahanan pangan, perikanan dan kelautan, perkebunan dan kehutanan 69 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.28. Produksi Riil Meningkat, namun kontribusi terhadap perekonomian menurun dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan produksi pertanian nasional Pertumbuhan Sektor Pertanian Jawa Timur dan Nasional Produksi Riil Pertanian dan Kontribusinya terhadap Kontribusi thdp Perekonomian % Perekonomin 20% 4,8% 5,0% 58 Pertumbuhan Sektor Pertanian (%) 16% 4,5% 53 4,1% 4,0% Triliun Rp 12% 51,4 4,0% 48 49,4 8% 3,5% 4,0% 47,9 46,5 3,4% 43 3,5% 3,2% 44,7 4% 38 0% 3,0% 2,7% 3,1% 3,1% 2005 2006 2007 2008 2009 PDRB Riil Sektor Pertanian Jawa Timur 2,5% Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Jawa Timur Kontribusi Sektor Pertanian Nasional terhadap PDB Sumber :Diolah dari data BPS, berbagai tahun. Produksi per kapita sektor pertanian bervariasi antar kabupaten/kota. Kabupaten Banyuwangi, Jember, dan Malang merupakan 3 kabupaten penyumbang produksi sektor pertanian tertinggi di Jawa Timur. Selain kontributor produk pertanian terbesar di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi juga diperkirakan memiliki surplus pertanian yang cukup tinggi. Bersama Sumenep, Blitar, dan Probolinggo, Banyuwangi memiliki produksi pertanian per kapita yang jauh diatas rata-rata. Daerah yang minim produksi sektor pertanian, selain di 9 daerah perkotaan, juga terdapat di beberapa kabupaten seperti Pacitan, Trenggalek, dan Sidoarjo. Gambar 4.29. Kabupaten Banyuwangi, Sumenep, Blitar dan Probolinggo memiliki surplus produksi pertanian PDRB Pertanian Per Kapita 2008 (Rp) Diatas 2.400.000 1.800.000 - 2.400.000 1.200.000 - 1.800.000 600.000 - 1.200.000 Dibaw ah 600,000 Sumber : Diolah dari data BPS, 2008. Lebih dari setengah produksi sektor pertanian di Jawa Timur disumbang oleh tanaman pangan, diikuti oleh perkebunan dan peternakan. Selain mendominasi produksi pertanian, sub-sektor tanaman pangan juga memiliki pertumbuhan yang cenderung meningkat. Sementara itu, pertumbuhan sub-sektor perikanan dan peternakan cenderung mengalami pertumbuhan yang menurun. Sub-sektor kehutanan dan perkebuan merupakan dua sub-sektor dengan pertumbuhan yang paling tidak stabil (fluktuatif ). Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 70 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.30. Sub-sektor tanaman pangan mendominasi sektor pertanian di Jawa Timur dengan pertumbuhan meningkat tiap tahunnya. Pertumbuhan Sub-sektor Pertanian Kontribusi Sub-sektor Pertanian terhadap PDRB 2007- 2009 Sektor Pertanian 7% 9,6% 9,9% Perikanan 6% 100% 10,2% 10,2% 4% 1,0% 1,0% 1,3% 1,2% 3% 80% 16,0% 16,4% 16,5% 16,5% Kehutanan 31% -1% 60% 17,6% 17,6% 17,2% 17,4% 6% Peternakan 4% 4% 40% 55,8% 55,0% 54,8% 54,6% 3% Perkebunan 1% 20% 5% 0% 2% Tanaman Pangan 3% 4% Sumber : Diolah dari data BPS, berbagai tahun. Tingginya kontribusi tanaman pangan di Jawa Timur disumbang oleh produksi padi. Tahun 2009, provinsi Jawa Timur mampu menyumbang 17,5 persen produksi padi nasional, atau ke-2 tertinggi setelah Jawa Barat. Selain karena memiliki luas lahan padi ke-2 terluas, provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan produktivitas padi tertinggi se-indonesia, yakni sebesar 59,1 kuintal/ha, jauh di atas produktivitas rata-rata nasional sebesar 37,4 kuintal/ha. Namun demikian, sebagai salah satu lumbung padi terbesar di Indonesia dan mempunyai lahan padi yang paling luas, provinsi Jawa Timur perlu ditunjang oleh sistem irigasi yang baik. Saat ini Jawa Timur termasuk provinsi dengan lahan teririgasi (irrigated land) terluas di Indonesia, namun dengan kondisi irigasi yang kurang baik. Kurang baiknya irigasi ini diakibatkan oleh masih rendahnya belanja pemeliharaan dan operasi (O&M) untuk irigasi. Gambar 4.31. Jawa Timur merupakah salah satu lumbung padi nasional dengan angka produktivitas tertinggi 2,5 58,5 59,158,1 70,0 55,8 57,6 55,7 53,5 60,0 47,8 47,9 50,550,0 47,9 50,2 2,0 45,1 46,9 45,9 42,3 41,5 41,4 43,3 44 41,9 38,4 38,035,6 39,9 50,0 37,4 Luas Lahan (Ribu HA) 1,5 35,333,7 KU/HA 29,9 31,3 31,1 40,0 24,6 27,0 1,0 30,0 20,0 0,5 10,0 - - Aceh Maluku Banten Papua Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Maluku Utara Riau Nusa Tenggara Barat Sumatera barat Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Jambi Lampung Jawa Timur Bangka Belitung Papua Barat Kalimantan Selatan DKI Jakarta Sulawesi Utara Rata-rata Nasional Sumatera Utara Jawa Tengah Bali Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Jawa Barat Kepulauan Riau Kalimantan Timur Gorontalo Bengkulu Sulawesi Tengah Kalimantan Tengah DI Yogyakarta Luas Lahan (HA) Produktivitas (KU/HA) Sumber : Diolah dari BPS, 2009. 71 Bab 4 Analisis Sektoral Tabel 4.2. Kontribusi produksi pertanian Jawa Timur terhadap nasional 2010 No Komoditas Produksi Jatim Produksi Nasional % 1. Padi 11.643.773 65.980.670 17,65 2. Jagung 5.587.318 17.844.676 31,31 3. Kedelai 339.491 905.015 37,51 4. Kacang Tanah 214.131 779.677 27,46 5. Kacang Hijau 79.877 323.518 24,69 6. Ubi Kayu 3.667.058 23.093.522 15,88 7. Ubi Jalar 141.103 2.060.272 6,85 8. Buah-Buahan 3.002.660 12.361.851 24,29 9. Sayuran 1.093.992 8.433.130 12,97 10. Gula 1.126.812 2.694.227 41,82 11. Daging 328.490 2.347.100 14,00 12. Telur 252.029 1.378.800 18,28 13. Susu 482.014 927.800 51,95 Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS. 4.4.2 Upah rata-rata dan Nilai Tukar Petani Meskipun merupakan sektor yang berkontribusi besar dan terus tumbuh positif, upah rata-rata pekerja di sektor pertanian jauh lebih rendah dibanding sektor lainnya. Rendahnya upah rata-rata pekerja yang bekerja di sektor pertanian disebabkan oleh rendahnya nilai tambah dari produk pertanian dibanding dengan produk lainnya. Selain itu, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian yang cukup besar tidak sebanding dengan pertumbuhan nilai produksi pertanian. Selain upah yang rendah, petani juga memiliki nilai tukar yang tidak menguntungkan. Sepanjang tahun 2009 dan 2010, indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Jawa Timur secara terus menerus berada dibawah 100. Hal ini merpakan akibat dari kondisi dimana indeks harga yang diterima petani dari hasil penjualan produk pertanian (IT) lebih kecil dibanding indeks harga yang harus dibeli oleh petani dalam bentuk barang-barang input pertanian atau kebutuhan pokok (IB). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi belum tentu memberikan dampak pada peningkatan kesejahteraan petani. Gambar 4.32. Petani memiliki upah rata-rata terendah dibanding sektor lainnya, dengan Indeks NTP 2009-2010 selalu dibawah 100 150 Listrik, gas dan air bersih 1.544.214 140 Keuangan, persewaan & jasa persh. 1.305.477 130 Pengangkutan dan komunikasi 1.167.690 Jasa-jasa 1.067.443 120 Konstruksi 905.507 110 Pertambangan dan penggalian 891.880 100 Industri pengolahan 823.211 90 Sep-11 Mar-08 May-08 Sep-08 Mar-09 May-09 Sep-09 Mar-10 May-10 Sep-10 Mar-11 May-11 Nov-10 Jan-08 Nov-08 Nov-09 Jan-10 Jan-11 Jul-08 Jan-09 Jul-09 Jul-10 Jul-11 Perdagangan, hotel & restoran 796.199 Pertanian 373.953 Indeks Harga Diterima Petani (IT) Nilai Tukar Petani (NTP) Indeks Harga Dibayar Petani (IB) Sumber : Diolah dari Jawa Timur dalam Angka dan BPS, 2009 - 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 72 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral 4.4.3 Belanja Sektor Pertanian Secara riil belanja pemerintah (Provinsi+Kabupaten/Kota+Pusat) untuk sektor pertanian di Jawa Timur tidak meningkat secara berarti sejak tahun 2008. Kenaikan belanja riil pertanian yang cukup berarti terjadi pada tahun 2007, yakni dari Rp 1,5 triliun tahun 2006 menjadi Rp 1,8 triliun. Setelah itu, belanja pertanian secara riil stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi stagnan ini sebagian besar disumbang oleh adanya penurunan belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP . Gambar 4.33. Belanja Pemerintah untuk sektor pertanian tidak meningkat berarti. 2.500,00 3,5% 2,9% Kontribusi Belanja Pertanian di Jawa Timur 2,8% 2,8% 3,0% berdasarkan Tingkat Pemerintahan 2.000,00 2,4% 100% 2,1% 2,5% 90% 14,7% 23,4% 25,0% 80% 33,3% 38,1% 1.500,00 2,0% Miliar Rp 70% 60% 52,0% 1.000,00 1,5% 47,8% 1.852 50% 48,9% 1.799 1.773 1.816 48,3% 1.559 1,0% 40% 45,1% 30% 500,00 0,5% 20% 33,3% 10% 28,8% 26,1% 18,4% 16,8% - 0,0% 0% Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Secara umum pemerintah provinsi memberikan porsi lebih besar dari belanjanya untuk sektor pertanian. Seluruh tingkat pemerintahan (Provinsi+Kabupaten/Kota+Dekon/TP) memiliki pola belanja pertanian yang berfluktuasi. Penurunan belanja riil pertanian secara bersamaan terjadi pada tahun 2009 yang kemudian diikuti oleh peningkatan pada tahun 2010 oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, namun diikuti oleh penurunan kembali dalam belanja dekon/TP. Meskipun belanja riil tidak selalu meningkat tiap tahunnya, namun secara umum pemerintah provinsi mengalokasikan lebih besar dari belanjanya (rata- rata sekitar 4%) untuk pertanian. Tabel 4.3. Pemerintah Provinsi memiliki proporsi belanja pertanian lebih besar dibanding tingkat pemerintahan lainnya 2006 2007 2008 2009 2010 Provinsi Belanja Pertanian (Miliar Rp) 151,6 194,3 427,8 241,0 388,9 Proporsi thdp Total Belanja Provinsi (%) 2,4% 3,2% 6,0% 3,2% 4,0% Kab/Kota Belanja Pertanian (Miliar Rp) 490,9 572,4 622,2 606,8 632,3 Proporsi thdp Total Belanja Kabupaten/Kota (%) 2,0% 2,0% 2,1% 1,8% 1,7% Dekonsentrasi/TP/KD Belanja Pertanian (Miliar Rp) 519,1 685,8 432,6 443,8 266,6 Proporsi thdp Total Belanja Dekon/TP (%) 2,1% 2,5% 1,5% 1,4% 0,7% Sumber : Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Belanja pertanian perkapita tertinggi terdapat di daerah perkotaan. Secara total, belanja pertanian tertinggi terdapat di Kabupaten Malang, Sumenep dan Banyuwangi. Namun demikian, jika memperhitungkan jumlah penduduk, belanja pertanian per kapita tertinggi terdapat di dua daerah perkotaan, yakni kota Batu dan Probolinggo. Meskipun tidak termasuk daerah dengan belanja per kapita tertinggi, beberapa daerah seperti Kabupaten Pacitan, Sumenep, dan Situbondo memiliki proporsi belanja pertanian diatas 4 persen dari total belanjanya. Angka ini sedikit dibawah proporsi belanja pertanian di Kota Batu dan Probolinggo, tapi diatas rata-rata daerah pada umumnya, 73 Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.34. Ada beberapa wilayah perkotaan yang memiliki belanja pertanian perkapita lebih tinggi dibandingkan kabupaten Belanja Pertanian Pemerintah Daerah Per Kapita 2009 (Rp) Datab ase PEA Jatim Diatas 112.000 34.000 - 112.000 24.000 - 34.000 16.000 - 24.000 Dibaw ah 16.000 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki prioritas yang cukup besar pada sub-sektor pertanian tanaman pangan dibanding untuk perikanan/kelautan dan kehutanan/perkebunan. Pada tahun 2009, baik provinsi maupun kabupaten/kota mengalokasikan lebih dari setengah belanjanya di sektor pertanian untuk sub-sektor pertanian tanaman pangan (termasuk peternakan). Sub-sektor kehutanan dan perkebunan merupakan sub-sektor dengan proporsi belanja terkecil dalam komposisi belanja di dalam sektor pertanian. Untuk sektor perikanan dan kelautan, pemerintah provinsi memiliki proporsi lebih besar dibanding kabupaten/kota. Gambar 4.35. Sebagian Besar belanja pertanian dialokasikan untuk belanja pertanian tanaman pangan (termasuk didalamnya peternakan) Provinsi Kab/Kota 8% 12% Pertanian 18% Perikanan dan Kelautan 40% 52% Kehutanan dan Perkebunan 70% Sumber: Diolah dari database PEA, Universitas Brawijaya, 2011. Proporsi belanja langsung pada belanja daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk sektor pertanian sudah lebih besar dibanding belanja tidak langsung. Pada periode 2007, alokasi belanja langsung sektor pertanian sudah mencapai 73,4 persen dan mengalami peningkatan hingga 75,5 persen tahun 2010. Belanja tidak langsung (untuk gaji pegawai) secara rata-rata kurang dari 25 persen belanja pertanian. Kondisi ini cukup baik mengingat besarnya belanja langsung dapat memberikan peluang alokasi lebih besar untuk investasi pembangunan pertanian dibanding untuk kepentingan gaji aparatur. Meskipun belanja langsung cukup tinggi, namun lebih dari sepertiganya masih dibelanjakan untuk pegawai (honorarium), yakni rata- rata sebesar 37 persen. Angka ini masih lebih tinggi dari proporsi untuk belanja modal yang rata-rata hanya 27 persen. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 74 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral Gambar 4.36. Belanja langsung sudah mendominasi belanja pertanian, namun proporsi belanja pegawai dalam belanja langsung masih lebih besar dari modal Komposisi Belanja Langsung dan TIdak Langsung dalam Belanja Sektor Pertanian 100% 100% 90% 29,0% 24,7% 30,6% 24,1% 80% 80% 70% 73,4% 75,8% 73,8% 75,5% 60% 60% 31,1% 39,0% 32,9% 42,9% 50% 40% 40% 30% 20% 20% 39,9% 36,4% 36,5% 33,0% 26,6% 24,2% 26,2% 24,5% 10% 0% 0% Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Program peningkatan kesejahteraan petani baru memperoleh prioritas pada tahun 2010. Pada periode tahun 2007 sampai 2008, prioritas program pemerintah daerah di Jawa Timur lebih banyak mengarah pada peningkatan ketahanan pangan (pertanian/perkebunan). Pada tahun 2009, prioritas bergeser ke pengembangan perikanan tangkap. Pada tahun 2010, program peningkatan perikanan tangkap masih memperoleh alokasi cukup besar, namun masih lebih kecil dibanding dengan program peningkatan kesejahteraan petani. Orientasi pemerintah daerah pada peningkatan produksi tidak serta merta mampu meningkatkan kesejahteraan petani, bahkan bisa berakibat sebaliknya jika pengendalian terhadap harga tidak dilakukan. Oleh karena itu, peningkatan belanja program peningkatan kesejahteraan petani merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan prioritas utama pembangunan sektor pertanian sebagaimana tertuang dalam RPJMD Jawa Timur periode 2009-2014. Gambar 4.37. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani baru menjadi prioritas pada tahun 2010 500 Program Lainnya 450 pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak 400 peningkatan produksi hasil peternakan 350 Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan 300 pengembangan budidaya perikanan Miliar Rp 250 optimalisasi pengelolaan dan pemasaran produksi perikanan 200 pengembangan agribisnis 150 100 Peningkatan Ketahanan Pangan (pertanian/perkebunan) 50 Peningkatan Kesejahteraan Petani - pengembangan perikanan tangkap 2007 2008 2009 2010 Sumber: Diolah dari Database PEA, Universitas Brawijaya dan Jawa Pos Institute for Pro-Autonomy (JPIP), 2011. Kesimpulan dan Rekomendasi  Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan pada sub-sektor non-tanaman pangan. Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian daerah yang masih cukup tinggi menunjukkan kinerja sektor secara makro masih cukup baik. Namun demikian, dalam rangka revitalisasi sektor pertanian, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu melakukan beberapa perbaikan sebagai berikut: (i) Mempertahankan kinerja produksi sub-sektor tanaman pangan, terutama padi yang sudah memiliki tingkat produktivitas per hektar tertinggi di Indonesia; (ii) melakukan revitalisasi pada sub-sektor perikanan dan peternakan yang mengalami penurunan angka pertumbuhan pada dua tahun terakhir; 75 Bab 4 Analisis Sektoral (iii) menjaga stabilitas pertumbuhan produksi sektor kehutanan dan perkebunan melalui pengelolaan budidaya hasil hutan dan perkebunan yang lebih berkelanjutan.  Masalah kesejahteraan petani masih merupakan tantangan yang cukup tinggi di sektor pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor pertanian di Jawa timur secara rata-rata masih paling rendah dibanding sektor lainnya. Disamping itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian yang tidak sebanding dengan peningkatan harga barang input pertanian (misalnya pupuk, benih, dll) dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan peningkatan produksi pertanian kurang berdampak secara langsung pada peningkatan kesejahteraan petani. Upaya-upaya lebih konkrit untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu dilakukan, misalnya melalui peningkatan nilai tambah produksi pertanian, menjaga mata rantai pemasaran produk pertanian, atau dengan mendorong peningkatan kualitas kelembagaan pertanian.  Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi belanja daerah (Provinsi+Kabupaten/Kota) untuk pertanian meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian yang bersumber dari Dekon/TP mengalami penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja publik (yang bersumber dari seluruh tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian cenderung stagnan pada kisaran Rp 1,8 triliun. Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun meningkat, sehingga secara proporsional belanja pertanian menjadi menurun. Dalam rangka meningkatkan nilai investasi, pemerintah daerah perlu meningkatkan belanja pertanian, minimal dengan menjaga proporsi belanja pertanian pada kisaran 4 persen, sehingga belanja pertanian dapat tetap meningkat seiring dengan peningkatan belanja total pemerintah di Jawa Timur.  Struktur belanja sektor pertanian di Jawa Timur sudah didominasi oleh belanja langsung, namun masih perlu perbaikan dalam komposisi belanja langsung. Proporsi belanja langsung (untuk program/kegiatan) sektor pertanian di Jawa Timur yang sudah jauh lebih tinggi (75%) dibanding belanja untuk gaji pegawai (25%). Namun demikian, alokasi belanja modal dalam belanja langsung masih sangat minim. Investasi modal sangat diperlukan dalam pembangunan sektor pertanian, terutama untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian serta pemasaran.  Perlu peningkatan kerjasama Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum untuk menangani masalah pemeliharaan irigasi di Jawa Timur. Dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Jawa Timur, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu mendorong kerjasama dan koordinasi yang baik antara Dinas Pertanian dengan Dinas Pekerjaan umum, khususnya yang menangani pengairan dan pemeliharaan irigasi. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 76 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 4 Analisis Sektoral 77 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 5.1 Pendahuluan15 Analisa pengelolaan keuangan daerah Gambar 5.1. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) merupakan Provinsi 79,0% serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, sampai Kota Surabaya 77,5% evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Rata-rata 3 Kab/Kota 68,6% Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk melihat sejauh mana PKD di Provinsi Jawa Timur sesuai Tulungagung 64,8% dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku atau mengarah pada praktik terbaik Kota Batu 63,7% pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Jawa Timur dilaksanakan pada bulan Juni- Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Juli 2011 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 3 pemerintah kabupaten/kota. Alat penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Bank Dunia berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan daerah, perencanaan dan penganggaran, pengelolaan kas, pengadaan barang/jasa, akuntansi dan pelaporan, pengawasan internal, hutang dan investasi publik, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal. Kesembilan bidang PKD tersebut masing- Gambar 5.2. Kinerja PKD di Provinsi Jawa Timur masing dirinci menjadi beberapa sub-bidang, Dirinci Berdasarkan 9 Bidang yang kemudian dijelaskan oleh beberapa Kerangka Peraturan indikator. Secara keseluruhan, 9 bidang PKD 100% Perencanaan & dirinci ke dalam 25 sub-bidang, dan total 144 Audit Eksternal Penganggaran indikator. Sebagai contoh, bidang perencanaan 50% dan penganggaran dirinci menjadi tiga sub- bidang yakni: (i) adanya perencanaan dan Pengelolaan Aset Pengelolaan Kas 0% penganggaran multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan Hutang, Hibah, & Pengadaan Barang & anggaran yang realistis; dan (iii) adanya sistem Investasi Jasa pemantauan dan evaluasi partisipatif yang komprehensif dalam proses perencanaan dan Internal Audit Akuntansi & Pelaporan penganggaran. Ketiga sub-bidang tersebut, diuraikan ke dalam total 16 indikator. Pemerintah Provinsi Rata-rata 3 Kabupaten/Kota Secara umum, Pemda Provinsi Jawa Timur Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. telah mencapai skor 79 persen dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, sementara itu 3 kabupaten/kota sampel hanya mencapai skor rata-rata 68,6 persen. Namun demikian ketiga kabupaten/kota telah mencapai skor di atas 60 persen, dengan skor terendah diperoleh Kota Batu (63,7%) dan tertinggi Kota Surabaya (77,5%). Di antara 9 bidang PKD, terdapat 4 bidang yang memiliki skor relatif berimbang antara Pemprov dengan 3 Pemkab/Pemkot yakni bidang: (i) pengelolaan kas; (ii) akuntansi dan pelaporan; (iii) hutang, hibah, dan investasi; serta (iv) pengadaan barang dan jasa. Pemprov Jawa Timur memiliki skor lebih tinggi daripada Pemkab/Pemkot dalam 4 bidang lainnya yakni bidang: (i) pengelolaan aset, (ii) audit eksternal, (iii) kerangka peraturan, dan (iv) internal audit. Sementara itu, Pemkab/Pemkot memiliki skor lebih tinggi dalam satu bidang tersisa yakni perencanaan dan penganggaran. 15 Analisis kapasitas pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan di Bab 5 mengacu pada kerangka kerja survei PFM (Public Financial Management), kecuali bila disebutkan terpisah. Lihat lampiran B.2. untuk keterangan lebih lanjut tentang metodologi Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 80 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 5.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Bidang peraturan perundangan daerah Gambar 5.3. Kinerja PKD Bidang Kerangka merupakan salah satu bidang dengan skor Peraturan Daerah paling rendah yakni rata-rata di 3 kabupaten/ kota hanya 42 persen. Kota Batu bahkan hanya Pemerintah Provinsi 71,4% memperoleh skor 38 persen, sementara itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperoleh Kab. Tulungagung 61,9% skor tertinggi 71,4 persen. Kota Surabaya 46,4% Berdasarkan Tabel 5.1, rendahnya skor Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 42,3% tersebut terutama karena rendahnya kinerja PKD pada dua sub-bidang yakni: (i) kerangka Kota Batu 38,1% peraturan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi publik, yang diindikasikan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% dengan adanya Perda mengenai partisipasi Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. dan transparansi; serta (ii) adanya kerangka peraturan daerah yang komprehensif mengenai PKD, khususnya diindikasikan dengan adanya Perda mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja. Khusus untuk sub-bidang transparansi dan partisipasi publik, perlu mendapat penekanan karena data menunjukkan tidak satu kabupaten/kota pun yang telah memiliki Perda tersebut. Tabel 5.1. Kinerja PKD Bidang Peraturan Perundangan dirinci berdasarkan sub-bidang BIDANG 1: KERANGKA PERATURAN Pemerintah Pemerintah Pemerintah PERUNDANGAN DAERAH Pemerintah Rata-rata Provinsi Kabupaten Kota Kota Batu sub-bidang Jawa Timur Tulungagung Surabaya Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mengenai Penegakan Hukum dan Struktur 100,00% 100,00% 91,67% 66,67% 89,58% Organisasi yang Efektif Adanya Kerangka Peraturan Perundangan Daerah yang komprehensif sebagaimana diamanatkan oleh kerangka hukum nasional 73,33% 66,67% 46,67% 40,00% 56,67% mengenai PKD Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Mencakup Ketentuan-Ketentuan untuk Meningkatkan Transparansi dan Partisipasi 33,33% 0,00% 0,00% 0,00% 8,33% Masyarakat Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Meskipun skor dalam bidang peraturan perundangan belum terlalu tinggi, namun terdapat beberapa perkembangan yang cukup menggembirakan. Perkembangan positif tersebut antara lain telah disahkannya Perda-Perda mengenai: (i) SOTK, (ii) kebijakan akuntansi daerah, (iii) pengelolaan keuangan daerah, dan (iv) standar harga. 81 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 5.3 Perencanaan dan Penganggaran Bidang perencanaan dan penganggaran Gambar 5.4. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan merupakan salah satu bidang yang rata- Penganggaran rata skornya di level kabupaten/kota lebih tinggi daripada di level provinsi. Rata-rata 3 Kota Surabaya 76,4% kabupaten/kota memperoleh skor 68,8 persen Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 68,8% sedangkan provinsi hanya 52,9 persen. Di antara empat Pemda tersebut, Kota Surabaya Kota Batu 61,1% memperoleh skor tertinggi (76,4%) dan Kabupaten Tulungagung dengan skor terendah Pemerintah Provinsi 52,9% (50%). Kab. Tulungagung 50,0% Provinsi Jawa Timur memiliki 6 indikator 0% 20% 40% 60% 80% 100% bidang perencanaan yang skornya masih Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. rendah. Keenam indikator itu adalah: (i) belum dimilikinya dokumen Analisis Standar Belanja; (ii) Sudah adanya keterlibatan masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD walaupun masih belum optimal; (iii) perbedaan realisasi APBD tahun lalu dengan total belanja APBD melebihi 10 persen; (iv) rata-rata defisit realisasi anggaran selama 3 tahun terakhir melebihi 3 persen PDRB; (v) proses perencanaan anggaran belum mencakup komponen partisipatif; dan (vi) perbedaan antara APBD induk dengan APBD-P 2010 melebihi 10 persen. Dari keenam indikator yang skornya masih rendah di tingkat Pemprov Jawa Timur tersebut, Analisis Standar Belanja, partisipasi masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan SKPD, dan perbedaan realisasi dan APBD murni yang lebih dari 10 persen, merupakan tiga indikator bidang perencanaan dan penganggaran yang masih harus ditingkatkan juga di tiga kabupaten/kota. Dua masalah yang pertama merupakan akibat langsung dari belum diterbitkannya peraturan perundangan daerah mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja, serta partisipasi masyarakat di daerah tersebut. Disamping beberapa indikator kinerja bidang perencanaan dan penganggaran yang masih memiliki skor rendah, terdapat beberapa perkembangan positif dalam bidang ini. Perkembangan positif tersebut antara lain meliputi: (i) RKA-SKPD sudah memuat indikator-indikator hasil yang terukur dan merujuk pada KUA/PPA; (ii) KUA dan PPAS telah mencakup indikator yang dapat diukur; (iii) KUA dan PPA disusun sebelum proses RKA; (iv) Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan yang didukung oleh LRA semester I; (v) Renstra dan Renja SKPD telah memuat pagu indikatif (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan keterbatasan sumber daya; serta (vi) Terdapat proses evaluasi kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA dan PPAS. Berdasarkan analisis pada level sub-bidang, diperoleh kesimpulan bahwa sub-bidang pemantauan dan evaluasi partisipatif menjadi komponen yang memiliki skor paling rendah. Semua daerah kecuali Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor di bawah 50 persen. Hal ini nampaknya sejalan dengan temuan pada bidang kerangka peraturan daerah tentang PKD, yakni belum adanya kerangka regulasi mengenai partisipasi masyarakat dalam PKD. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 82 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tabel 5.2. Kinerja PKD Bidang Perencanaan dan Penganggaran dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah BIDANG 2: PERENCANAAN DAN Pemerintah Rata-rata Kota Provinsi Kabupaten PENGANGGARAN Kota Batu sub-bidang Surabaya Jawa Timur Tulungagung Tersusunnya perencanaan dan penganggaran 80,00% 72,00% 72,00% 60,00% 71,00% multi-tahun Target Anggaran yang Layak dan Berdasarkan 80,00% 60,00% 40,00% 60,00% 60,00% Proses Penyusunan Anggaran yang Realistis Sistem Pemantauan dan Evaluasi Partisipatif yang Komprehensif dalam Proses Perencanaan 67,50% 48,75% 45,00% 25,00% 46,56% dan Penganggaran Telah Terbentuk Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. 5.4 Pengelolaan Kas Daerah Pengelolaan kas daerah merupakan bidang Gambar 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas yang memiliki skor tertinggi daripada bidang Daerah lainnya. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki skor tertinggi (94,6) dalam bidang Pemerintah Provinsi 94,6% ini sementara itu Kabupaten Tulungagung Kota Surabaya 92,9% dengan skor terendah yakni 82,1 persen, yang relatif masih cukup tinggi daripada skor yang Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 89,3% diperolehnya pada bidang-bidang lain. Kota Batu 85,7% Bidang pengelolaan kas daerah memiliki skor yang tertinggi daripada bidang-bidang Kab. Tulungagung 82,1% lain karena semua daerah memiliki skor 75%8 0% 85%9 0% 95% 100% tinggi dalam keempat sub-bidang yakni: (i) peningkatan dan penanganan manajemen Sumber : Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. pendapatan; (ii) kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk mendorong pengelolaan kas yang efisien telah dibentuk; (iii) penerimaan kas, pembayaran kas, serta surplus kas temporer dikelola dan dikendalikan secara efisien; dan (iv) terdapat sistem penagihan dan pemungutan pendapatan daerah yang efisien. Skor yang tinggi pada level sub-bidang tersebut disumbang oleh 18 indikator, yang antara lain: ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil, dasar penetapan pajak pendapatan daerah diverifikasi setiap tahun, Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk perhitungan target pendapatan, dan seluruh Pendapatan Asli Daerah disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja. 83 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tabel 5.3. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Kas dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Rata-rata BIDANG 3: PENGELOLAAN KAS Provinsi Kota Kabupaten Kota Batu sub-bidang Jawa Timur Surabaya Tulungagung Peningkatan dan Penanganan Manajemen 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% Pendapatan Kebijakan, Prosedur, dan Pengendalian untuk Mendorong Pengelolaan Kas yang Efisien Telah 95,45% 100,00% 81,82% 100,00% 94,32% Dibentuk Penerimaan Kas, Pembayaran Kas, Serta Surplus Kas Temporer Dikelola dan Dikendalikan Secara 100,00% 85,71% 85,71% 85,71% 89,29% Efisien Terdapat Sistem Penagihan dan Pemungutan 85,71% 85,71% 85,71% 42,86% 75,00% Pendapatan Daerah yang Efisien Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Meskipun secara umum skor pada bidang pengelolaan kas daerah sudah baik, namun masih terdapat masing-masing satu indikator di level provinsi dan kabupaten/kota yang masih harus diperbaiki. Di level Pemerintah Provinsi Jawa Timur, rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah masih belum direkonsiliasi setiap hari oleh Bendahara Umum Daerah. Sementara itu, di ketiga kabupaten/kota, masih terdapat kasus rancangan peraturan mengenai pajak dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah (Kementerian Dalam Negeri/Kementerian Keuangan). 5.5 Pengadaan Barang dan Jasa Analisis kinerja PKD bidang pengadaan barang Gambar 5.6. Kinerja PKD Bidang Pengadaan dan jasa diarahkan untuk meningkatkan Barang dan Jasa efisiensi dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa daerah yang menghasilkan peningkatan Kota Surabaya 93,8% kompetisi, menyediakan peningkatan nilai uang (penghematan) belanja daerah, Pemerintah Provinsi 87,5% menciptakan transparansi yang lebih baik, Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 81,3% serta menghasilkan akuntabilitas yang lebih baik. Untuk mengukur kinerja PKD pada bidang Kab. Tulungagung 68,8% ini terdapat 6 indikator yang dianalisis. Skor PKD bidang pengadaan barang dan jasa berturut-turut Kota Batu 68,8% adalah 94 persen untuk Kota Surabaya, 88 persen untuk Pemprov Jawa Timur, dan 69 persen untuk 0% 20% 40% 60% 80% 100% Kota Batu dan Kabupaten Tulungagung. Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Secara umum, Keempat Pemda memiliki kinerja yang baik pada 10 dari 16 indikator tersebut. Di antaranya adalah diketahui bahwa daerah: (i) melaksanakan proses pengadaan dengan dilakukan oleh pejabat yang telah memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa serta menandatangani pakta integritas; (ii) proses tender tercatat, diumumkan terbuka melalui media cetak dan internet, dan dilaksanakan tepat waktu; serta (iii) dokumen penawaran dan kontrak kerja jelas dan sesuai dengan nilai kepatutan. Meskipun secara umum kinerja PKD bidang pengadaan barang dan jasa telah cukup baik, namun masih terdapat beberapa indikator yang perlu untuk diperbaiki. Di antaranya adalah masih belum dilakukannya sistem pengawasan/audit oleh Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 84 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur 5.6 Akuntansi dan Pelaporan Kinerja keempat Pemda yang di survei tidak Gambar 5.7. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan berbeda jauh. Kinerja PKD bidang akuntansi Pelaporan dan pelaporan di keempat Pemda relatif hanya berbeda sekitar 11 poin dari skor terkecil yakni Kota Surabaya 77,8% Kota Batu (67%) dengan skor tertinggi yakni Pemerintah Provinsi 77,8% Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya (78%). Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 72,2% Kab. Tulungagung 69,4% Dari keempat sub-bidang tersebut, diketahui bahwa keempat daerah perlu untuk lebih Kota Batu 66,7% meningkatkan lagi kapasitas SDM dan 0% 20%4 0% 60%8 0% 100% kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan. Keempat Pemda Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. hanya memiliki skor 50 persen atau lebih rendah. Kinerja PKD bidang akuntansi dan pelaporan diarahkan untuk menilai empat sasaran yakni: (i) seluruh transaksi dan saldo keuangan pemerintah daerah dicatat secara akurat dan tepat waktu; (ii) sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah terintegrasi; (iii) terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen anggaran yang dapat diandalkan; dan (iv) adanya kapasitas SDM dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi akuntansi dan keuangan. Tabel 5.4. Kinerja PKD Bidang Akuntansi dan Pelaporan dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Rata-rata BIDANG 5: AKUNTANSI DAN PELAPORAN Provinsi Kota Kabupaten Kota Batu sub-bidang Jawa Timur Surabaya Tulungagung Seluruh Transaksi dan Saldo Keuangan Pemerintah Daerah Dicatat Secara Akurat dan 90,00% 100,00% 100,00% 100,00% 97,50% Tepat Waktu Sistem Informasi Akuntansi dan Manajemen 100,00% 87,50% 62,50% 50,00% 75,00% Sudah Terintegrasi Terdapat Laporan Keuangan dan Informasi 75,00% 75,00% 75,00% 75,00% 75,00% Manajemen Anggaran yang Dapat Diandalkan Adanya Kapasitas SDM dan Kelembagaan yang 50,00% 50,00% 40,00% 40,00% 45,00% Memadai untuk Fungsi Akuntansi dan Keuangan Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Persoalan masih rendahnya kapasitas SDM dan kelembagaan ini antara lain diindikasikan oleh beberapa indikator. Indikator tersebut adalah: (i) Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD tidak berlatar belakang pendidikan akuntansi; (ii) daerah belum memiliki manual akuntansi sebagai pedoman pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan; (iii) masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD adalah bukan berlatar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen keuangan; dan (iv) staf DPPKAD yang merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi jumlahnya masih kurang dari 10 persen. 5.7 Internal Audit Skor PKD dalam bidang internal audit memiliki rentang perbedaan antar daerah yang cukup tinggi hingga sekitar 22 persen.Kinerja internal audit Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mencapai skor 85 persen namun di sisi lain, Kota Batu hanya memperoleh skor 63 persen. Secara umum, memang skor bidang internal audit di level kabupaten/kota, lebih rendah dibandingkan delapan bidang PKD lainnya. 85 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Sistem internal audit di daerah masih Gambar 5.8. Kinerja PKD Bidang Internal Audit bersifat reaktif daripada preventif. Hal ini dapat disimpulkan dari tiga sub-bidang Pemerintah Provinsi 85,3% yang menggambarkan kinerja PKD bidang Kab. Tulungagung 76,5% internal audit, yaitu: (i) temuan audit internal ditindaklanjuti dengan segera; (ii) standar dan Kota Surabaya 76,5% prosedur audit internal yang diaplikasikan dapat diterima; dan (iii) ditetapkan dan terpeliharanya Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 69,9% fungsi internal audit yang efektif dan efisien. Hal Kota Batu 63,2% ini diindikasikan dengan skor yang sempurna pada sub-bidang pertama (100%), namun masih 0% 20% 40% 60% 80% 100% cukup rendah pada sub-bidang ketiga (69%). Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Tabel 5.5. Kinerja PKD Bidang Pengawasan Intern dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Rata-rata BIDANG 6: PENGAWASAN INTERN Provinsi Kabupaten Kota Kota Batu sub-bidang Jawa Timur Tulungagung Surabaya Temuan Audit Internal Ditindaklanjuti 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% dengan Segera Standar dan Prosedur Audit Internal yang 91,67% 100,00% 66,67% 62,50% 80,21% Diaplikasikan Dapat Diterima Ditetapkan dan terpeliharanya fungsi 77,78% 66,67% 77,78% 55,56% 69,44% internal audit yang efektif dan efisien Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Sistem audit internal daerah pada dasarnya bertumpu pada tugas pokok dan fungsi dari Bawasda (Badan Pengawasan Daerah). Survei menunjukkan ternyata jumlah staf Bawasda yang mempunyai latar belakang akuntansi masih kurang dari 50 persen demikian pula dengan jumlah staf yang berkualifikasi Jabatan Fungsional Auditor. 5.8 Hutang, Hibah, dan Investasi Kinerja pengelolaan hutang, hibah, dan investasi cenderung lebih baik dibandingkan bidang lainnya. Dibandingkan dengan 8 bidang PKD lainnya, kinerja PKD bidang hutang, hibah, dan investasi sebenarnya telah memiliki skor yang baik. Namun terdapat kesenjangan yakni semua daerah telah memiliki skor di atas 80 persen, sementara itu Kabupaten Tulungagung hanya memiliki skor 50 persen. Analisis kinerja PKD dalam bidang hutang, hibah, dan investasi diarahkan pada dua sub-bidang yakni: (i) kebijakan, prosedur dan pengelolaan penerimaan hibah telah ditetapkan dan dilaksanakan, dan (ii) kebijakan, prosedur, serta pengendalian dan pinjaman investasi daerah yang memperhitungkan risiko telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dari kedua sub-bidang itu, 4 dari 5 daerah yang disurvei memiliki kinerja PKD yang baik. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 86 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tabel 5.6. Kinerja PKD Bidang Hutang dan Investasi Publik dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Rata-rata BIDANG 7: HUTANG DAN INVESTASI PUBLIK Kota Provinsi Kabupaten Kota Batu sub-bidang Surabaya Jawa Timur Tulungagung Kebijakan, Prosedur, serta Pengendalian dan Pinjaman Investasi Daerah yang 100,00% 100,00% 60,00% 100,00% 90,00% Memperhitungkan Resiko Telah Ditetapkan dan Dilaksanakan Kebijakan, Prosedur dan Pengelolaan Penerimaan Hibah telah ditetapkan dan 80,00% 60,00% 100,00% 0,00% 60,00% dilaksanakan Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Ada good practice yang dilakukan oleh keempat Gambar 5.9. Kinerja PKD Bidang Hutang, Hibah, Pemda yang disurvei. Hal ini diindikasikan oleh dan Investasi 3 indikator sebagai berikut: (i) DPRD memberikan Kota Surabaya 90,0% persetujuan atas transaksi investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD; (ii) kebijakan pengelolaan Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 85,0% investasi daerah telah dilaksanakan sesuai kerangka kebijakan nasional; dan (iii) transaksi pinjaman dan Kota Batu 80,0% investasi ke BUMD telah disajikan dalam laporan Pemerintah Provinsi 80,0% keuangan. Dibandingkan dengan Pemda yang disurvei, Kab. Tulungagung 50,0% Tulungagung memiliki kinerja yang lebih rendah. Terdapat 5 indikator yang mengakibatkan 0% 20% 40% 60% 80% 100% rendahnya kinerja Kabupaten Tulungagung, yakni: Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. (i) belum dilakukannya publikasi informasi terhadap penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah belum tercantum dalam DPA SKPKD; (iii) belum adanya peraturan mengenai penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) transaksi hibah belum dicatat berdasarkan dokumen yang valid (akta hibah); dan (v) transaksi hibah belum dicatat dalam laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan. 5.9 Pengelolaan Aset Terdapat kesenjangan antar daerah yang cukup berarti dalam kinerja PKD bidang pengelolaan aset. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memperoleh skor 80 persen sementara itu daerah lainnya hanya memperoleh skor sekitar 60 persen. Analisis kinerja PKD bidang pengelolaan aset dilakukan terhadap 3 sub-bidang sebagaimana dalam Tabel 5.7. Dalam 3 sub-bidang tersebut, diketahui bahwa daerah telah memiliki kinerja yang baik dalam sub-bidang pertama yakni daerah telah memiliki kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif. Namun sebaliknya, daerah belum memiliki kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah (sub-bidang 3). 87 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tabel 5.7. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Rata-rata BIDANG 8: PENGELOLAAN ASET Kota Provinsi Kabupaten Kota Batu sub-bidang Surabaya Jawa Timur Tulungagung Terdapat kebijakan, sistem dan prosedur pencatatan, perolehan, penilaian, 100,00% 83,33% 77,78% 77,78% 84,72% pemindahtangan dan penghapusan dan pelaporan barang daerah yang efektif Kebijakan dan prosedur pemeliharaan aset dilakukan dan terintegrasi dengan proses 100,00% 87,50% 77,50% 50,00% 78,75% perencanaan daerah untuk memastikan kondisi aset selalu siap digunakan Terdapat kebijakan yang mengatur penggunaan dan pemanfaatan aset daerah 42,86% 71,43% 28,57% 28,57% 42,86% yang mendukung tertib pengelolaan aset daerah Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Rendahnya kinerja daerah pada sub-bidang Gambar 5.10. Kinerja PKD Bidang Pengelolaan Aset 3 diindikasikan oleh bad practice yang terjadi di keempat daerah yaitu: (i) pemanfaatan Kota Surabaya 80,0% barang milik daerah, kerjasama pemanfaatan Pemerintah Provinsi 80,0% atau bangun serah guna, bangun guna serah dilaksanakan tanpa melalui proses tender; dan Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 67,5% (ii) daerah belum melakukan penilaian Aset Kab. Tulungagung 60,5% Daerah khususnya terhadap barang yang akan dimanfaatkan dalam rangka bangun serah guna Kota Batu 55,0% atau bangun guna serah. 0% 20% 40% 60% 80% 100% 5.10 Audit Eksternal Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Kinerja PKD bidang audit eksternal juga merupakan bidang yang memiliki kesenjangan yang tinggi antar daerah. Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali memiliki skor yang lebih baik daripada 2 daerah lainnya. Namun demikian, secara keseluruhan kinerja PKD bidang audit eksternal masih lebih rendah daripada beberapa bidang PKD lainnya seperti pengelolaan kas dan akuntansi dan pelaporan. Analisis kinerja PKD bidang audit eksternal diarahkan pada dua sub-bidang yakni efektivitas pemantauan dan rutinitas pemantauan keuangan daerah. Menurut dua kategori itu, dapat disimpulkan bahwa kinerja pengelolaan keuangan daerah cukup baik ditinjau dari sisi efektivitasnya daripada dari sisi rutinitasnya. Hal ini mungkin karena adanya peran BPK yang secara efektif akan menindaklanjuti setiap temuan yang ada. Tabel 5.8. Kinerja PKD Bidang Audit dan Pengawasan Eksternal dirinci berdasarkan sub-bidang Pemerintah Pemerintah Pemerintah BIDANG 9: AUDIT DAN PENGAWASAN Pemerintah Rata-rata Provinsi Kota Kabupaten EKSTERNAL Kota Batu sub-bidang Jawa Timur Surabaya Tulungagung Adanya pemantau independen yang efektif 100,00% 80,00% 80,00% 80,00% 85,00% terhadap manajemen keuangan daerah Audit Eksternal Rutin Menjamin Efektivitas dan 66,67% 50,00% 50,00% 33,33% 50,00% Akuntabilitas Pemerintah Daerah Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 88 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Secara keseluruhan terdapat good & bad Gambar 5.11. Kinerja PKD Bidang Audit Eksternal practice PKD dalam bidang audit eksternal. Good practice diindikasikan dengan adanya Pemerintah Provinsi 79,0% praktik yang dilakukan oleh keempat daerah Kota Surabaya 77,5% dalam bentuk: (i) DPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang Rata-rata 3 Kabupaten/Kota 70,6% Perubahan APBD setelah Perda LPJ disetujui; Kab. Tulungagung 64,8% (ii) DPRD melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut Kota Batu 63,7% terhadap temuan BPK; (iii) DPRD mengadakan 0% 20% 40% 60% 80% 100% rapat koordinasi dengan setiap SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD; (iv) Sumber: Survei PKD Jawa Timur, Bank Dunia. gubernur/bupati/walikota menindaklanjuti temuan audit BPK; dan (v) Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran berikutnya. Namun demikian masih ada bad practice yang dilakukan keempat daerah yakni: (i) informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) belum dipublikasikan pada media massa setempat dan elektronik; dan (ii) Laporan Keuangan belum dipublikasikan misalnya melalui media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi atau melalui website. 5.11 Hasil Laporan Audit BPK Terhadap Laporan Keuangan Daerah tahun 2005-2010 Sebagian besar Laporan Keuangan Pemerintah di Jawa Timur mendapat status Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Jika merujuk kepada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Laporan Keuangan Pemda di Jawa Timur pada periode 2005-2010 diberi status WDP, kecuali untuk laporan tahun 2007 yang hampir semuanya memiliki status Tidak Wajar (TW). Gambar 5.12. Status Laporan Keuangan Daerah berdasarkan audit BPK 2005-2010 untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur Hasil audit BPK dari tahun 2005-2010 menunjukkan bahwa sebagian besar pemda di Provinsi Jawa Timur memiliki status hasil audit WDP, kecuali pada tahun 2007 yakni TW 37 36 33 32 28 22 5 6 5 6 3 2 2 00 11 0 00 1 0 1 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 TMPT WW DP WTP Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011. Catatan: TMP Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) WDP Wajar Dengan Pengecualian (Qualified) TW Tidak Wajar (Adverse) WTP Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified) 89 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Tabel 5.9. Hasil Audit BPK terhadap Laporan Keuangan Daerah periode 2005-2010 No Pemerintah Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP 2 Kab. Bangkalan WDP TW WDP WDP WTP 3 Kab. Pacitan WDP WDP WDP WDP WDP WTP 4 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP 5 Kota Blitar WDP TW WDP WDP WTP 6 Kota Mojokerto WDP TW WDP WDP WTP 7 Kab. Banyuwangi TW TW TMP WDP WDP 8 Kab. Blitar WDP WDP TW WDP WDP WDP 9 Kab. Bojonegoro WDP TW TW WDP WDP 10 Kab. Bondowoso WDP TW WDP WDP WDP 11 Kab. Gresik WDP TW WDP WDP WDP 12 Kab. Jember TW TW TW TW WDP WDP 13 Kab. Jombang WDP WDP WDP WDP WDP WDP 14 Kab. Kediri WDP WDP TW WDP WDP WDP 15 Kab. Lamongan WDP WDP TW WDP WDP WDP 16 Kab. Lumajang WTP WDP TW WDP WDP WDP 17 Kab. Madiun WDP WDP TW WDP WDP WDP 18 Kab. Magetan WDP WDP TW WDP WDP WDP 19 Kab. Malang WDP WDP TW WDP WDP WDP 20 Kab. Mojokerto WDP WDP TW WDP WDP WDP 21 Kab. Nganjuk WDP WDP TW WDP WDP WDP 22 Kab. Ngawi WDP WDP TW WDP WDP WDP 23 Kab. Pamekasan WDP TW WDP WDP WDP 24 Kab. Pasuruan TW TW TW TMP WDP WDP 25 Kab. Ponorogo WDP WDP TW TMP WDP WDP 26 Kab. Probolinggo WDP WDP TW WDP WDP WDP 27 Kab. Sampang WDP WDP TW TW WDP WDP 28 Kab. Sidoarjo WDP TW WDP TMP WDP 29 Kab. Situbondo WDP WDP TW TW WDP WDP 30 Kab. Sumenep WDP WDP TW WDP WDP WDP 31 Kab. Trenggalek WDP WDP TW TMP WDP WDP 32 Kab. Tuban TW TW TW WDP WDP WDP 33 Kota Kediri WDP TW TW WDP WDP 34 Kota Madiun WDP TW WDP WDP WDP 35 Kota Malang TW TW WDP WDP WDP 36 Kota Pasuruan WDP WDP TW WDP WDP WDP 37 Kota Probolinggo WDP TW WDP WDP WDP 38 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP 39 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMP Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 90 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Hasil pemeriksaan BPK cenderung konsisten dengan hasil survei PKD. Dari keempat Pemda yang disurvei, diketahui bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung mengalami grafik yang meningkat secara signifikan dari status TW pada tahun 2007 menjadi WDP dan kemudian WTP pada tahun 2010. Sementara itu, Kota Surabaya cenderung memiliki status berfluktuasi, dan yang terburuk adalah Kota Batu karena stagnan mendapat status TMP dari BPK sejak 2008 sampai 2010. Hasil ini konsisten dengan hasil survei PKD yang telah dilakukan. Tabel 5.10. Hasil audit BPK untuk provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur 2005-2010 No Nama Daerah 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1 Prov. Jawa Timur WDP WDP TW WDP WDP WTP 2 Kota Surabaya WDP WTP TW TMP TW WDP 3 Kab. Tulungagung WDP WDP TW WDP WDP WTP 4 Kota Batu WDP WDP TW TMP TMP TMP Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2011. Kotak 5.1. Hasil Survei PKD Unibraw Sebagai perbandingan terhadap hasil survei PKD dan hasil audit BPK yang telah dipaparkan di atas, dalam kotak berikut ini akan dirangkum laporan penelitian FE Unibraw yang melakukan penilaian PKD terhadap 33 kabupaten/ kota di Jawa Timur. Laporan tersebut didasarkan kepada hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh perwakilan pejabat pemerintah daerah dari 33 kabupaten/kota yang hadir dalam FGD yang diadakan untuk mengidentifikasi permasalahan atau hambatan utama dalam mewujudkan praktek PKD yang terbaik. Ada lima bidang utama dalam PKD yang ditanyakan dalam kuesioner, yaitu: (i) kerangka kerja peraturan daerah, (ii) perencanaan dan penganggaran, (iii) manajemen kas, (iv) pengadaan, dan (v) akuntansi dan pelaporan. Secara umum, kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) di Jawa Timur sudah cukup baik, namun kesenjangan kapasitas PKD antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang cukup tinggi. Hampir seluruh kabupaten/ kota di Jawa Timur telah melaksanakan kerangka kerja peraturan daerah dengan baik. Pengadaan barang merupakan bagian berikutnya yang telah dilakukan dengan baik, kemudian disusul oleh pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan. Bidang perencanaan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang rendah. Diindikasikan bahwa sebagian besar daerah mengalami kesulitan dalam penyusunan skala prioritas dan anggaran dalam perencanaan dan penganggaran. Kesulitan lainnya adalah pengukuran kinerja staf, dimana indikator yang digunakan masih kurang terukur secara tegas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya keluhan dari implementasi sanksi dan insentif yang kurang “adil� atau kurang memberikan stimulus yang positif terhadap motivasi kerja. Selain itu, terdapat kesenjangan yang cukup besar antara total skor kinerja PKD yang terbaik, yaitu Blitar, dengan kinerja PKD yang terburuk, yaitu Kota Kediri. Disini, kinerja PKD di Blitar sekitar dua kali lipat lebih baik dari pada kinerja PKD di Kota Kediri. Kesenjangan kinerja PKD ini mengindikasikan adanya perbedaan kapasitas tata kelola anggaran. Bidang kerangka kerja peraturan daerah memiliki kinerja yang tertinggi daripada empat bidang yang lain. Hal ini diindikasikan dengan adanya penilaian yang positif terhadap keberadaaan (i) kerangka kerja peraturan daerah yang komprehensif sesuai dengan peraturan pemerintah atas manajemen keuangan yang ada, (ii) kerangka kerja peraturan daerah untuk penegakan dan struktur organisasi yang efektif, dan (iii) kerangka kerja peraturan daerah untuk mengukur transparansi dan partisipasi publik. Kinerja yang baik dalam bidang ini terjadi di semua 33 daerah kasus. Bidang perencanan dan penganggaran dinilai memiliki kinerja yang kurang optimal bila dibandingkan empat bidang lainnya. Beberapa daerah belum melakukan pengalokasian anggaran berdasarkan skala prioritas, misalnya daerah Tulungagung, Magetan dan Kota Kediri. Alasannya adalah adanya kesulitan untuk memanfaatkan anggaran secara efisien dan efektif dan adanya anggaran perencanaan yang terbatas. Selain itu, Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan daerah (RKPD) dan dilakukan secara bottom up belum dilaksanakan secara optimal. Daerah selama ini lebih termotivasi untuk memenuhi sikronisasi program dan anggaran karena adanya pemeriksaan dari BPK. Hal ini yang menyebabkan daerah berusaha mengalokasikan anggarannya sesuai dengan kerangka kerja peraturan daerah, bukan pada kebutuhan pembangunan. Sehingga, Musrenbang seringkali dilaksanakan dalam kerangka pemenuhan formalitas aturan, bukan benar-benar menjaring partisipasi dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pembahasan prioritas perencanaan dan penganggaran juga masih netral gender baik dari sisi peserta pembahasan yang tidak memperhatikan keterlibatan perempuan maupun dari sisi substansi arah pembangunan yang tidak memperhitungkan indikator-indikator ketimpangan capaian pembangunan antara kelompok perempuan dan laki-laki, misalnya dalam hal angka partisipasi sekolah. 91 Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Kotak 5.1. Lanjutan Bidang manajemen kas memiliki skor kinerja kedua tertinggi setelah bidang kerangka pengaturan daerah. Secara umum pengelolaan kas telah dilaksanakan cukup baik, adapun kasus yang agak menonjol adalah Kota Kediri yang mempunyai kinerja terendah terutama dalam hal sistem yang efisien untuk billing dan pengumpulan pendapatan. Namun demikian berdasarkan konfirmasi dari Bappeda di setiap kabupaten/kota, saat ini telah ada kecenderungan perbaikan manajamen kas secara bertahap dan optimal. Beberapa daerah berusaha untuk meningkatkan dan mengoptimalkan pengelolaan kas yang sesuai dengan SPD (Surat Pengendalian Dana). Daerah juga berusaha untuk mengelola kas secara terintegrasi dengan akuntansi. Dalam bidang pengadaan, diperoleh skor kinerja yang cukup moderat. Meskipun demikian ada indikasi yang perlu diperhatikan dan ditelaah lebih lanjut oleh daerah, yakni mengenai adanya intervensi politik yang mengakibatkan panitia pengadaan barang dan jasa sulit untuk bertindak independen. Kasus lainnya yang dilaporkan adalah di Mojokerto mengenai tidak adanya internal audit, pertanggungjawaban ke walikota/bupati dan tidak adanya sangsi apabila terdapat kebijakan yang tidak sesuai dengan peraturan. Bidang akuntansi dan pelaporan memiliki skor yang moderat tetapi cenderung rendah, kedua terendah setelah bidang perencanaan dan penganggaran. Satu persoalan menonjol dalam bidang ini adalah mengenai kualifikasi pegawai (SDM). Kualifikasi pegawai menjadi masalah bagi daerah-daerah tertentu, karena tidak sesuai dengan kriteria dalam bidang akuntansi dan pelaporan. Sumber: Survei PKD , Universitas Brawijaya. 5.12 Rekomendasi Secara keseluruhan Pemprov Jawa Timur dan Pemkot Surabaya memiliki kinerja PKD yang lebih baik daripada kabupaten/kota lainnya. Oleh karena itu, penting untuk dikembangkan mekanisme pendampingan teknis kepada kabupaten/kota yang masih memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain dalam bidang tertentu dan sebaliknya lebih buruk dalam bidang lainnya. Oleh karena itu penting juga untuk dikembangkan program mitra belajar (peer learning) antar daerah. Secara spesifik, agenda dan program peningkatan kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur dirinci dalam Tabel 5.11. Tabel 5.11. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Jawa Timur Bidang Rekomendasi Usulan Program Peraturan  Melengkapi berbagai Peraturan Perundangan (i) Pelatihan tentang kerangka peraturan Perundangan Daerah yang melandasi praktik pengelolaan daerah yang komprehensif terkait Daerah keuangan daerah sebagaimana diamanatkan Pengelolaan Keuangan Daerah oleh kerangka hukum nasional, antara lain: Perda (ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi mengenai SPM dan Analisis Standar Belanja berbagai Peraturan Perundangan Daerah  Menyusun Peraturan Perundangan Daerah yang belum dibuat dan disahkan mencakup ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat Perencanaan dan  Menyusun dokumen Analisis Standar Belanja (i) Pelatihan dan pendampingan Teknis untuk Penganggaran  Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyusunan Analisis Standar Belanja pemantauan dan evaluasi kegiatan yang (ii) Pelatihan dan pendampingan teknis dilaksanakan oleh SKPD untuk fasilitasi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi partisipatif Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 92 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur Bidang Rekomendasi Usulan Program Pengelolaan Kas  Mempertahankan kinerja dalam bidang Pendampingan teknis untuk penyusunan Perda pengelolaan kas mengenai pajak dan retribusi daerah  Pemerintah Provinsi Jawa Timur: Bendahara Umum Daerah perlu untuk mulai melakukan rekonsiliasi harian terhadap rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah  Untuk 3 Kabupaten/Kota: memperbaiki mekanisme penyusunan Perda mengenai pajak dan retribusi agar tidak terjadi penolakan oleh pemerintah Pengadaan  Mempertahankan kinerja dalam bidang pengadaan Pelatihan dan pendampingan teknis untuk Barang dan Jasa barang dan jasa penyusunan ketentuan mengenai pengadaan  Penerapan sistem pengawasan/audit oleh barang melalui proses swakelola Penanggung Jawab Anggaran atas pengadaan barang yang dilaksanakan melalui swakelola Akuntansi dan  Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang (i) Peningkatan jumlah SDM berlatarbelakang Pelaporan pendidikan akuntansi pada posisi penting akuntansi pengelolaan keuangan daerah (ii) Pelatihan dan pendampingan teknis pada  Mempertahankan sistem informasi yang sudah bidang akuntansi terintegrasi di Pemerintah Provinsi Jawa Timur (iii) Pelatihan dan pendampingan teknis dan menerapkannya di kabupaten/kota untuk sistem informasi akuntansi dan manajemen yang terintegrasi Internal Audit  Mempertahankan kinerja bidang audit internal (i) Pelatihan bersertifikat untuk menghasilkan yang sudah bagus di level Pemerintah Provinsi Jawa staf dengan kualifikasi Jabatan Fungsional Timur dan memanfaatkannya untuk diterapkan di Auditor kabupaten/kota (ii) Penambahan SDM berlatarbelakang  Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang akuntansi pendidikan akuntansi dan memiliki kualifikasi (iii) Pendampingan teknis oleh Pemerintah Jabatan Fungsional Auditor Provinsi Jawa Timur kepada kabupaten/ kota pada bidang audit internal Hutang, Hibah,  Mempertahankan kinerja bidang hutang, hibah, Pendampingan teknis oleh Pemerintah Provinsi dan Investasi dan investasi yang sudah bagus di level Pemerintah Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung Provinsi Jawa Timur dan kabupaten/kota lainnya terkait dengan: (i) publikasi informasi terhadap untuk membantu Kabupaten Tulungangung penerimaan dan kegiatan yang dibiayai dari  Peningkatan kinerja Kabupaten Tulungagung, hibah; (ii) pencantuman dana pendamping melalui: (i) publikasi informasi terhadap penerimaan hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pembuatan dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah; (ii) peraturan daerah mengenai penerimaan, pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA pencatatan, pengelolaan dan pelaporan hibah, SKPKD; (iii) pembuatan peraturan daerah mengenai baik penerimaan hibah maupun pemberian penerimaan, pencatatan, pengelolaan dan hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah. pelaporan hibah, baik penerimaan hibah maupun pemberian hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah Pengelolaan Aset  Mempertahankan kinerja bidang pengelolaan aset (i) Pendampingan teknis untuk pembuatan yang sudah bagus di Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan implementasi peraturan daerah dan Kota Surabaya untuk membantu kabupaten/ tentang penggunaan dan pemanfaatan kota lainnya aset daerah  Membuat dan mengimplementasikan kebijakan dan (ii) Program mitra belajar (peer learning) peraturan daerah yang mengatur penggunaan dan antara daerah yang sudah maju dalam pemanfaatan aset daerah yang mendukung tertib bidang tertentu dengan daerah dan pengelolaan aset daerah bidang lain Audit Eksternal  Melakukan publikasi informasi Laporan (i) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan pembuatan media publikasi bagi informasi Laporan Keuangan Daerah pada media massa Laporan Penyelenggaran Pemerintah setempat atau media elektronik atau pada papan Daerah (LPPD) dan Laporan Keuangan pengumuman resmi atau melalui website Daerah dalam berbagai format media informasi 93 Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik 6.1 Perkembangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Jawa Timur Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2006 jumlah PNS mencapai 381.205 orang meningkat menjadi 448.170 orang pada tahun 2007, kemudian turun menjadi 440.219 orang pada tahun 2008. Setahun kemudian meningkat empat persen hingga mencapai 457.732. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah PNS secara nominal turun sebesar 1,5 persen atau menjadi 450.868 orang. Penurunan jumlah PNS tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong bagi pemerintah Jawa Timur untuk lebih efisien dan efektif dalam memberikan layanan publik. Gambar 6.1. Jumlah anggota PNS mengalami penurunan pada tahun terakhir dan persentase PNS perempuan yang berpendidikan tinggi meningkat. 500000 60 448.170 457.732 450000 50 450.868 48 49 440.219 50 Persentase Perempuan PNS (%) 400000 43 42 381.205 41 350000 40 Jumlah PNS (Jiwa) 300000 250000 30 22 200000 18 20 15 150000 9 9 10 100000 10 50000 0 0 Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010 dan BKD Kabupaten/Kota Se Jawa Timur dan Provinsi. Partisipasi PNS perempuan di Pemerintah Daerah Jawa Timur mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas. Menurut Laporan Keterangan Pertangggungjawaban (LKPJ) Gubernur Jawa Timur tahun 2011, pada tahun 2010 jumlah perempuan PNS di Jawa Timur meningkat sebesar 3,4 persen dibandingkan tahun 2009. Proporsi perempuan PNS pada tahun 2009 mencapai 44 persen, kemudian meningkat menjadi 45 persen pada tahun 2010. Dari sisi pendidikan, terjadi peningkatan persentase perempuan PNS yang berpendidikan tinggi (akademi atau lebih tinggi). Jumlah perempuan PNS berpendidikan tinggi meningkat dari 48 persen tahun 2008 menjadi 50 persen tahun 2010. Data ini menunjukkan keterlibatan perempuan sebagai PNS tidak hanya meningkat dari sisi jumlahnya saja tapi juga dalam sisi kualitasnya. Komposisi PNS berdasarkan golongannya di Jawa Gambar 6. 2. Komposisi PNS Berdasarkan Timur menunjukkan kondisi yang relatif ideal. Golongan tahun 2010 Hal ini ditunjukkan oleh jumlah total PNS Jawa Timur pada tahun 2010 sebanyak 450.868 orang, dengan PNS golongan III mencapai 40 persen. Sementara Gol. IV jumlah terbanyak kedua ditempati PNS golongan IV 31% yang mencapai 31 persen. Bagian terkecil dari jumlah Gol. I tersebut adalah PNS golongan I yang hanya mencapai 4% 4 persen. Kondisi tersebut akan berdampak baik pada peningkatan kinerja pemerintahan dalam memberikan Gol. III pelayanan publik. Kinerja pelayanan publik diharapkan 40% dapat lebih optimal dengan komposisi golongan PNS di Jawa Timur yang cukup ideal. Gol.II 25% Sumber: Kantor Regional II BKN Surabaya. Dikutip dari BKD Jawa Timur. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 96 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Rasio PNS per seribu penduduk Gambar 6. 3. PNS Per 1000 Penduduk tahun 2007 – 2010 cenderung menurun meskipun 1400% penurunannya relatif kecil. Jumlah PNS 11,4 11,2 11,6 11,4 1200% kabupaten dan kota per 1000 penduduk pada 2010 menurun sebesar 0,07 poin 1000% dibanding tahun 2007. Hal yang sama 800% dialami jumlah PNS Provinsi Jawa Timur 600% yang mengalami penurunan sebesar 0,08 poin pada 2010 dibanding tahun 2007. 400% Kondisi tersebut mengindikasikan upaya 200% 0,7 0,7 0,7 0,6 optimalisasi peran PNS dalam melayani 0% penduduk. 2007 2008 2009 2010 Provinsi Kab/Kota Sumber: BPS, Jawa Timur Dalam Angka, 2010. 6.2 Reformasi PNS Di Jawa Timur Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memiliki komitmen untuk mereformasi PNS dalam bentuk kebijakan “Reformasi Birokrasi�. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Timur 2006-2008 dan RPJMD Jawa Timur 2009-2014 secara spesifik menetapkan program dan kegiatan reformasi birokrasi. Meski demikian, masing-masing RPJMD menetapkan target yang berbeda. RPJMD 2006-2008 ditetapkan pada masa kepemimpinan Gubernur Imam Utomo. Dokumen RPJMD 2006-2008 menetapkan agenda reformasi birokrasi sebagai instrumen dalam merevitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah. Reformasi birokrasi tidak menjadi target utama dalam kerangka pembangunan 2006-2008 tetapi menjadi target RPJMD 2009-2014. Reformasi birokrasi dalam kerangka kebijakan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah di Jawa Timur pada dasarnya berupaya meningkatkan efisiensi kelembagaan dalam melakukan pelayanan publik. Terdapat dua sasaran penting dalam kebijakan revitalisasi tersebut. Pertama, terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien, dan akuntabel. Kedua, meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten. Adapun kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, yaitu: 1). Penataan kelembagaan pemerintahan daerah agar sesuai dengan beban pelayanan kepada masyarakat; 2). Peningkatan kinerja kelembagaan daerah berdasarkan prinsip-prinsip organisasi modern dan berorientasi pelayanan masyarakat. 97 Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Kotak 6.1. Reformasi Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor Jawa Timur Bayar Pajak di Mal Di kalangan masyarakat pemilik kendaraan bermotor sering muncul keluhan tatkala waktunya membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), “Mau ngasih uang saja kok dipersulit�. Keluhan tersebut muncul karena sulitnya prosedur pembayaran PKB. Belum lagi prosedur yang rumit itu berimplikasi pada lamanya waktu pelayanan. Maka, tidak heran banyak pemilik kendaraan yang enggan datang ke kantor bersama sistem administrasi satu atap (Samsat) baik sekadar untuk membayar PKB maupun mengurus surat-surat kendaraan. Namun, itu dulu, kejadian lebih dari lima tahun lalu, sekarang berbeda. Pelayanan pembayaran PKB di Jawa Timur sangat mudah dan cepat. Bahkan membayar pajak PKB sama seperti membeli makanan siap saji (fast food). Wajib pajak tidak perlu turun dari kendaraan (drive thru). Kondisi perbaikan pelayanan itu tidak mustahil diwujudkan karena Dinas Pendapatan Daerah (dispenda) Provinsi Jawa Timur getol melakukan perbaikan pelayanan. Dispenda terus mengutak-atik Sistem dan Prosedur Pelayanan PKB dalam lima tahun terakhir untuk memudahkan dan memuaskan wajib pajak. Pada 2006 Dispenda berupaya mengimplementasikan Pelayanan Prima dengan menerapkan 10 sendi pelayanan. Pada tahun itu, 11 kantor bersama Samsat berhasil menjalankannya. Kemudian, tahun 2007 dan 2008 Dispenda menerapkan sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 pada tujuh Kantor Bersama Samsat. Setahun kemudian, enam Kantor Bersama Samsat menjalankan standar mutu pelayanan serupa. Terakhir, pada tahun 2010 empat Kantor Bersama Samsat meraih sertifikasi ISO 9001:2008. Selain itu, untuk semakin memudahkan wajib pajak, Dispenda memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Maka, digelarlah pelayanan Samsat Link. Wajib pajak tidak lagi perlu membayar pajak terbatas pada lokasi domisilinya, melainkan bisa dilakukan pada kantor Samsat di daerah lain. Hingga 2010 telah tersedia 84 titik Samsat Link di seluruh Jawa Timur. Bagi wajib pajak yang terbatas waktu dan jarak yang jauh ke lokasi Kantor Bersama Samsat, Dispenda melakukan terobosan pro-aktif atau Jemput Bola. Melalui penempatan Samsat Corner di pusat-pusat perbelanjaan, wajib pajak bisa membayar PKB sambil berbelanja. Samsat corner yang sudah aktif melayani wajib pajak, yaitu di Royal Plaza Surabaya, Mal Olympic Garden Malang, Giant Pondok Candra Sidoarjo, Kediri Mall, Pusat Grosir ITC Surabaya, Carrefour Rungkut Surabaya dan Galaxy Mall Surabaya, dan 52 Unit mobil Samsat Keliling yang tersebar pada seluruh Kantor UPT Dispenda Provinsi Jawa Timur. Sumber: Dikutip dari laporan Public Sector Jatim Award (PUJA): Gagasan Kemajuan Jawa Timur. LPPM UB – Bapperprov Jatim, 2011). Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur dalam mewujudkan reformasi birokrasi dan peningkatan pelayanan publik.16 Reformasi birokrasi menjadi salah satu dari sembilan agenda utama pembangunan dan salah satu dari 15 prioritas pembangunan 2009-2014. Agenda utama menetapkan upaya “Mewujudkan percepatan reformasi birokrasi, dan meningkatkan pelayanan publik�. Sementara pada butir sepuluh prioritas pembangunan menetapkan Percepatan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan Peningkatan Pelayanan Publik. Untuk mewujudkannya, arah kebijakan prioritas ini adalah: (i) mempercepat perwujudan perubahan pola berpikir dan orientasi birokrasi dari dilayani menjadi melayani masyarakat; (ii) mempercepat perwujudan birokrasi yang efisien, kreatif, inovatif, bertanggungjawab, dan profesional untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; (iii) meningkatkan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan; (iv) meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi pelayanan prima; dan (v) mendorong partisipasi masyarakat untuk turut merumuskan program dan kebijakan layanan publik. Evaluasi kinerja PNS secara berkala di Pemerintahan Jawa Timur dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan. Evaluasi kinerja PNS di Jawa Timur menerapkan evaluasi kinerja individu dan kelembagaan. Evaluasi individu dilakukan melalui penilaian kinerja staf oleh atasannya. Setiap akhir tahun kepala SKPD memberikan penilaian kinerja kepada stafnya melalui pengisian DP3. Selain itu, tidak ada kegiatan lain untuk penilaian kinerja individu PNS. Secara kelembagaan, kinerja PNS Provinsi 16 Reformasi PNS Jawa Timur dalam RPJMD 2009-2014 ditetapkan secara spesifik dalam Bab XV dengan tajuk Reformasi Birokrasi dan Peningkatan Pelayanan Publik. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 98 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Jawa Timur dan PNS kabupaten dan kota dinilai melalui pembuatan LAKIP (Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah) oleh setiap SKPD. Seluruh SKPD melaporkan capaian kinerjanya setiap tahun kepada kepala daerah. Capaian kinerja itu didasarkan pada indikator pencapaian program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam satu tahun anggaran oleh SKPD. Berbagai upaya evaluasi kinerja telah dilakukan oleh beberapa daerah dengan kebijakan yang berbeda-beda antar daerah seperti di Kota Probolinggo, Bappeda Provinsi, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dengan berbagai evaluasi kinerja tersebut diharapkan pembangunan daerah dapat berjalan secara efektif dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Kotak 6. 2. Evaluasi Kinerja Khas Jawa Timur Kota Probolinggo menerapkan kontrak kinerja antara kepala SKPD dan walikota di setiap awal tahun anggaran sejak 2009. Walikota mewajibkan setiap kepala SKPD untuk mempresentasikan program dan kegiatan satu tahun anggaran. Kemudian kepala SKPD menandatangani kontrak atas program dan kegiatan yang akan diterapkan dalam satu tahun anggaran. Bappeda Provinsi Jawa Timur menyusun model pengukuran kinerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Provinsi Jawa Timur yang diberi nama Public Sector Jatim Award (PUJA) sejak 2009. PUJA mengukur kinerja SKPD berdasar inisiatif reform yang digagas dan dilaksanakan SKPD untuk mendorong kemajuan Jawa Timur. PUJA dilaksanakan pada 2010 dan menghasilkan rangking kinerja SKPD. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya mendirikan Unit Kerja Gubernur Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKG-P3) Provinsi Jawa Timur sejak 2010. UKG-P3 merupakan lembaga yang bertanggungjawab pada gubernur guna memastikan pencapaian tujuan pembangunan dan solusi atas permasalahan yang menghambat pembangunan yang dihadapi SKPD Provinsi Jawa Timur. UKG-P3 dikoordinasi oleh seluruh Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sesuai bidang pemerintahan dan pembangunan yang menjadi tugas dan wewenangnya. 6.3 PNS Dan Kesejahteraan Masyarakat Peningkatan kesejahteraan aparatur pemerintah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Timur mencantumkan program perbaikan remunerasi sejak tahun 2006. Dalam dokumen RPJMD Provinsi Jawa Timur 2006-2008 ditetapkan program pengelolaan sumber daya manusia aparatur. Salah satu kegiatan utamanya, yaitu menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur terutama pada sistem karier dan remunerasi. RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014 menetapkan hal yang sama. Hanya saja perbaikan remunerasi merupakan bagian dari program penunjang berupa Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur. Salah satu kegiatan utamanya yaitu penyempurnaan sistem manajemen pengelolaan sumber daya manusia aparatur, terutama pada sistem karier dan remunerasi. Dalam praktiknya Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum melaksanakan kegiatan tersebut. Tidak ditemukan kegiatan spesifik berupa perbaikan remunerasi aparatur provinsi. Perbaikan remunerasi yang ada justru dilakukan di kabupaten dan kota, yaitu melalui pemberian tunjangan sertifikasi bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Hanya saja, program ini merupakan implementasi dari kebijakan pemerintah pusat sebagai pelaksanaan UU Guru dan Dosen. Sebaran antara rata-rata gaji per kapita dengan tingkat kemiskinan yang terjadi di kabupaten/kota tidak memiliki pola yang saling terkait. Misalnya, tingkat kesejahteraan PNS Kota Mojokerto menempati posisi tertinggi, dan tingkat kemiskinan Kota Mojokerto menempati posisi ketujuh terendah di Jawa Timur, dengan capaian sekitar 9 persen . Sebaliknya, rata-rata gaji PNS di Kabupaten Sampang relatif tinggi dengan jumlah penduduk miskinnya menempati posisi tertinggi di Jawa Timur. Sedangkan Kota Malang, tingkat kemiskinannya merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Timur, namun remunerasi di Kota Malang juga termasuk yang terendah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS nampaknya belum mencerminkan peningkatan efektivitas pelayanan publik. 99 Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Gambar 6.4. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan tingkat kemiskinan kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2007 – 2010 30 Sampang Bangkalan Pamekasan Sumenep Tuban 25 Lamongan Ngawi Nganjuk Pacitan Bojonegoro Bondowoso Kediri Trenggalek 20 Pasuruan Lumajang Madiun Probolinggo Malang Situbondo Kemiskinan ( Persen) Jombang Gresik Magetan Mojokerto 15 Ponorogo Jember Blitar Banyuwangi Kota Probolinggo Tulungagung Kota Pasuruan 10 Sidoarjo Kota Kediri Kota Mojokerto Kota Blitar Kota Surabaya Batu Kota Madiun Kota Malang 5 0 0 50 100 150 200 250 300 Rata-rata Enumerasi PNS ( Juta Rupiah/PNS) Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 serta Susenas berbagai tahun. Kotak 6. 3. PNS dan Inovasi Daerah Inovasi-inovasi daerah di Jawa Timur tidak terlepas dari baiknya kinerja PNS. Kapasitas profesional yang dimiliki PNS mampu mendorong lahirnya berbagai terobosan dalam memanfaatkan keunggulan atau mengatasi persoalan daerah. Berdasarkan hasil studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) pada 2007, pengambilan kebijakan inovasi daerah di Jawa Timur sebanyak 73,2 persen ditentukan kepala daerah. Namun demikian, sebanyak 50 persen inovasi idenya berawal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dengan kata lain, kreativitas dan kinerja PNS punya peranan cukup besar dalam mendorong lahirnya inovasi daerah. Contoh kasus di Kabupaten Blitar. Kesungguhan Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Kecamatan Wonotirto mampu mendorong terobosan metode pertanian untuk kawasan Blitar Selatan yang didominasi lahan kering. Sejak 2007, Dinas Pertanian Kabupaten Blitar beserta PPL Kecamatan mendorong upaya pengembangan cabe besar di lahan kering. Salah satu contoh terjadi di Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto Kabupaten Blitar. Kreativitas PPL yang difasilitasi Dinas Pertanian dan bekerjasama dengan masyarakat kelompok tani mampu menyulap daerah tandus menjadi lahan tanam cabe yang bernilai ekonomis. Keberhasilan tanam cabe di lahan kering, salah satunya karena temuan PPL dan masyarakat kelompok tani untuk mengembangkan sistem irigasi tetes pada cabe dan bantuan pembangunan embung oleh Dinas Pertanian. Sehingga cabe bisa ditanam dengan teknik penanaman yang berbeda dari model penanaman cabe konvensional seperti sawah. Sekarang hasilnya sudah bisa dinikmati masyarakat Blitar Selatan, khususnya di wilayah Kecamatan Wonotirto. Dampak ekonomi yang paling menonjol dari terobosan tersebut yakni perbaikan taraf kehidupan ekonomi masyarakat. Selain itu, muncul dampak sosial dengan semakin berkurangnya jumlah TKI. Desa Sumber Boto Kecamatan Wonotirto dulunya terkenal sebagai kantong kemiskinan dan TKI, saat ini, kondisinya jauh berbeda. Menurut Keterangan Kepala Desa Sumber Boto, saat ini tidak ada satupun warganya yang menjadi TKI di luar negeri. Pun kasus-kasus perceraian karena menjadi tenaga kerja migran sangat jauh berkurang dari periode sebelumnya. Sumber: Dikutip dari: Hasil Studi The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP), 2011). Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 100 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik Gaji pegawai per kapita tidak berkaitan dengan IPM dari kabupaten/kota. Hal tersebut dapat dilihat dari sebaran PNS dari rata-rata pendapatan per kapita dan IPM di masing-masing kabupaten/kota di Jawa Timur. Sebanyak 31 kabupaten/kota memiliki rata-rata gaji pegawai yang rendah, dan sebanyak 19 kabupaten/kota di antaranya memiliki IPM yang sangat tinggi, seperti Kota Surabaya, Kota Malang dan Kabupaten Sidoarjo. Hal tersebut mengindikasikan bahwa peningkatan kesejahteraan PNS tidak berdampak langsung pada peningkatan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan PNS melalui peningkatan gaji hanyalah meningkatkan beban APBD, dan justru mengurangi porsi peningkatan akses masyarakat terhadap fasilitas dan pelayanan publik daerah. Gambar 6.5. Sebaran PNS berdasarkan rata-rata gaji pegawai per kapita dan IPM kabupaten/kota Jawa Timur tahun 2006 – 2010 80 Kota Surabaya Kota Blitar Kota Malang Kota Madiun Sidoarjo Kota Kediri Kota Mojokerto 75 Gresik Kota Probolinggo Tulungagung Kota Batu Mojokerto Kota Pasuruan Blitar Trenggalek Magetan Jombang Kediri Pacitan 70 Malang Nganjuk Ponorogo Madiun IPM (Persen) Ngawi Lamongan Banyuwangi Tuban Pasuruan Lumajang Bojonegoro 65 Sumenep Jember Situbondo Bangkalan Pamekasan Probolinggo Bondowoso 60 Sampang 55 05 0 100 150 200 250 300 Rata-rata Enumerasi PNS Per Tahun (Juta Rupiah?PNS) Sumber : Diolah dari Database PEA Jawa Timur, Universitas Brawijaya dan JPIP, 2011 Indikator Makro Ekonomi serta Susenas berbagai tahun. 6.4 Kesimpulan Dan Rekomendasi Pengelolaan jumlah PNS secara efisien dan efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fluktuasi dengan tren meningkat dalam empat tahun terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan pelayan publik. Pengelolaan PNS bisa dilakukan melalui penataan karir berbasis kinerja. Dengan ukuran dan ketegasan pelaksanaannya, maka PNS akan terpacu untuk meningkatkan kinerjanya, terutama dalam melayani masyarakat. Penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar dapat dijadikan sebagai langkah strategis dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penetapan tersebut berkaitan dengan reformasi birokrasi yang dijalankan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal ini dikarenakan apabila pemerintah provinsi lebih menekankan pada peningkatan kesejahteraan PNS kemungkinan besar tidak akan berdampak secara nyata terhadap penurunan kemiskinan dan peningkatan 101 Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik angka IPM. Sebaliknya, peningkatan kesejahteraan PNS telah memperbesar belanja pegawai dan mengurangi porsi belanja untuk masyarakat. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota di Jawa Timur perlu mereformulasi strategi dan target reformasi birokrasi. Salah satunya melalui penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan dasar oleh pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota, yakni meliputi pelayanan kesehatan dan pendidikan dan pengembangan ekonomi masyarakat. Kebijakan achievement based remuneration merupakan solusi alternatif dalam meningkatkan kinerja aparatur pemerintahan di tengah keterbatasan anggaran di berbagai level pemerintahan. Kebijakan ini merupakan terobosan reformasi yang bisa dilakukan melalui perbaikan remunerasi berbasis kinerja inovatif PNS. Kepada setiap PNS yang berhasil menemukan inovasi berupa teknik/metode/model atau alat tertentu yang mempunyai dampak perbaikan hasil ekonomi atau situasi sosial pada masyarakat berhak mendapat perbaikan remunerasi. Pemerintah daerah mengapresiasi setiap inovasi PNS agar manfaat perbaikan kinerjanya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 102 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 6 Birokrasi dan Belanja Publik 103 Bab 7 Pengarusutamaan Gender Bab 7 Pengarusutamaan Gender 7.1 Pengarusutamaan Gender di Jawa Timur Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki perhatian besar dalam upaya pengarusutamaan gender. Hal ini diindikasikan oleh salah satu strategi pokok pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009- 2014 yaitu pembangunan pro-gender. Selanjutnya agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 juga menekankan pengarusutamaan gender melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Kebijakan pengelolaan keuangan Gambar 7.1. Persentase anggota DPRD Jawa Timur daerah Provinsi Jawa Timur mulai menurut jenis kelamin periode 2004/2009 dan 2009 menganggarkan belanja untuk 2009/2014 pemberdayaan perempuan dan 100 90,8 Jumlah Anggota DPRD (%) 84,6 perlindungan anak. Kebijakan umum anggaran 90 80 yang dilaksanakan urusan Pemberdayaan 70 Perempuan dan Perlindungan Anak adalah 60 meningkatkan penguatan kelembagaan PUG 50 dan PUA, keserasian kebijakan peningkatan 40 kualitas anak dan perempuan, peningkatan 30 15,4 kualitas hidup dan perlindungan perempuan, 20 9,2 peningkatan peran serta dan kesetaraan gender 10 0 dalam pembangunan, dan pengembangan Laki-Laki Perempuan model operasional BKB-Posyandu-PADU. Selain itu, peningkatan peluang dan keterwakilan 2004-2009 2009-2014 perempuan dalam posisi-posisi strategis juga Sumber: DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se Jawa Timur. mulai ditingkatkan. (INMAKRO 2010). Keterwakilan perempuan di parlemen Jawa Gambar 7.2. Jumlah lulusan pendidikan tinggi Timur mengalami peningkatan persentase menurut jenis kelamin per 10.000 penduduk di Jawa dari pemilihan umum periode sebelumnya. Timur Selama 2 periode terakhir, terjadi peningkatan wakil perempuan sebagai anggota DPRD di Jawa 400 Timur. Pada periode 2004-2009 keterwakilan perempuan di legislatif sebesar 9,17 persen 448 399 Jumlah Lulusan (Orang) 300 persen meningkat menjadi sebesar 15,4 persen 357 321 pada periode 2009-2014. Walaupun sudah terjadi 200 peningkatan, namun angka tersebut masih jauh di bawah kuota untuk perempuan dalam 100 partai politik yaitu minimal 30 persen, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 2002 tentang Parpol dan Undang-Undang 0 Nomor 12 tahun 2003. 2009 2010 Laki-laki Perempuan Dalam bidang pendidikan tinggi, terdapat kecenderungan lulusan laki-laki lebih tinggi Sumber : BKD Provinsi dan Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur. (INMAKRO 2010). dibanding perempuan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk laki-laki yang lulus S1/S2/S3 sebesar 357 orang per 10.000 penduduk jauh lebih tinggi dari penduduk perempuan yang hanya sebanyak 321 orang per 10.000 penduduk. Meski demikian, disparitas ini terus mengalami penurunan seperti yang dapat dilihat pada perkembangan sex ratio yang menurun sebesar satu persen, yaitu dari 112 persen pada tahun 2009, menjadi 111 persen pada tahun 2010. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 106 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 7 Pengarusutamaan Gender 7.2 Perkembangan Pembangunan Gender Pembangunan seringkali dianggap kurang berpihak Gambar 7.3. Grafik IPM dan IPG di Jawa kepada perempuan. Program-program pembangunan Timur Tahun 2006-2008 secara formal serta sumberdaya penting seringkali dikuasai 72 oleh laki-laki. Oleh karena itu, sampai saat ini gender masih 70 menjadi isu strategis dalam kehidupan masyarakat di berbagai 68 negara termasuk di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih sering terjadi di semua aspek 66 kehidupan terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. 64 Kesenjangan di bidang pendidikan merupakan faktor utama 62 yang berpengaruh terhadap bidang lain. Konsep kesetaraan 60 gender pada prinsipnya memposisikan perempuan dan laki- 58 laki setara dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya, dimana perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, 56 berada dalam kondisi setara dalam mengakses sumberdaya, 54 berpartisipasi dalam pembangunan, dan mendapat 2005 2006 2007 2008 kesempatan yang sama pula untuk dapat merealisasikan IPGI PM potensinya secara optimal sebagai hak-hak asasinya. Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010. Indeks Pembangunan Gender (IPG) merupakan salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan kesetaraan gender. IPG mengukur dimensi-dimensi dengan menggunakan indikator-indikator yang sama dengan IPM, tetapi menangkap ketidaksetaraan dalam pencapaian antara perempuan dan laki-laki yang diukur melalui tiga sektor strategis, yakni: (1) tingkat pendidikan, (2) kualitas kesehatan, dan (3) ekonomi. IPG dimaksudkan untuk melihat pencapaian perempuan dan laki-laki di ketiga bidang tersebut. Dengan demikian nilai IPG kabupaten/kota di Jawa Timur harus dibandingkan dengan nilai IPM-nya untuk mengetahui apakah pembangunan di kabupaten/kota di Jawa Timur sudah berbasis gender. Perbandingan IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur menunjukkan tren yang relatif konstan, namun tahun 2010 perbandingan capaian IPG menyentuh angka paling tinggi yaitu 10 poin. Perbandingan capaian IPM dan IPG pada tahun 2005 – 2006 yang mencapai 9 poin, sempat menurun di tahun 2007 menjadi 8 poin. Namun angka ini meningkat lagi pada tahun 2008, mencapai 10 poin. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan dan inkonsistensi dalam pola penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan yang terkait gender. Gambar 7.4. Grafik IPM dan IPG di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur 85 65 45 25 Bondowoso Bojonegoro Sampang Probolinggo Bangkalan Ngawi Situbondo Pamekasan Jember Sumenep Pasuruan Lumajang Tuban Banyuwangi Lamongan Madiun Ponorogo Malang Kediri Pacitan Kota Batu Magetan Jombang Tulungagung Mojokerto Kota Pasuruan Blitar Kota Probolinggo Kota Kediri Sidoarjo Kota Madiun Kota Mojokerto Kota Malang Kota Surabaya Kota Blitar Nganjuk Trenggalek Gresik IPM IPG Sumber: Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2010. 107 Bab 7 Pengarusutamaan Gender 7.3 Kemiskinan dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) Kemiskinan merupakan akar permasalahan yang Gambar 7.5. Alasan Perempuan Menjadi memiliki dampak luas terhadap peningkatan kualitas TKW hidup perempuan, karena ketertinggalan perempuan dari laki-laki berdampak pada ketidakadilan gender. Asymmetric Kebutuhan riil perempuan sering dipahami hanya sebatas Information kebutuhan rumah tangga/keluarga dan kesehatan. Hal ini menimbulkan persoalan baru bagi perempuan yaitu adanya beban ganda perempuan, dimana perempuan didorong Ekspektasi Aksessabilitas Tata Nilai Perubahan Kondisi untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, namun peran Keluarga Sosial Ekonomi yang Kebutuhan Pokok lebih baik tradisional sebagai istri dan ibu tetap dibebankan kepadanya, sehingga muncul sub ordinasi, marjinalisasi, diskriminasi, dan eksploitasi bahkan kekerasan terhadap perempuan. Sempitnya lapangan kerja, tingginya angka kemiskinan Tata Nilai Masyarakat serta masih rendahnya kepedulian pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan, memicu Sumber: Ilustrasi Peneliti. banyaknya warga perempuan di provinsi ini pergi mengadu nasib ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Setidaknya terdapat empat alasan utama pemicu tingginya minat perempuan menjadi TKW: Assymetric Information; terwujud dalam bentuk adanya informasi yang tidak sepenuhnya mencerminkan realitas yang terjadi. Cerita-cerita sukses yang didengar dari keluarga, kerabat, dan teman yang telah lebih dulu menjadi TKW di luar negeri, sangat besar dampaknya pada pembentukan minat. Tata nilai keluarga yang dijunjung tinggi oleh seluruh anggota keluarga; yang memberikan andil yang sangat besar bagi perempuan untuk menjadi TKW manakala telah terjadi degradasi nilai dalam keluarga tersebut. Tata nilai masyarakat/sosial. Daerah-daerah kantong TKW di Jawa Timur pada umumnya merupakan daerah pertanian dan perbukitan yang tandus; dimana akses perempuan terhadap lapangan kerja dan ekonomi sangat sempit. Kemudahan akses terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok seperti sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, diyakini mempunyai peran terbesar dalam bermigrasinya perempuan di daerah-daerah kantong TKW. Tidak adanya akses ke sektor-sektor tersebut merupakan konsekuensi yang harus ditanggung keluarga karena kungkungan kemiskinan. Itulah sebabnya, mereka rela mengadu nasib di negeri orang dengan menjadi TKW. Gambar 7.6. Wilayah yang menjadi kantong tenaga kerja wanita di Jawa Timur tahun 2009-2010 8.000 7.000 2010 2009 7.000 6.000 6.000 5.000 5.000 TKI (Orang) TKI (Orang) 4.000 4.000 3.000 3.000 2.000 2.000 1.000 1.000 0 0 Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Sumber: Diolah dari Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi .Jawa Timur, 2009 - 2010. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 108 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 7 Pengarusutamaan Gender Selama dua tahun terakhir, daerah kantong TKW asal Jawa Timur sebagian besar berada di daerah selatan Jawa Timur. Hal ini tidak mengherankan karena daerah selatan Jawa Timur seperti Kabupaten Malang, Blitar, dan Banyuwangi merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi. Kabupaten Malang merupakan daerah pengirim TKW terbesar di Jawa Timur pada tahun 2009 dan 2010 diikuti oleh Kabupaten Blitar. Kondisi ini menunjukan upaya pengentasan kemiskinan di daerah tersebut dipastikan akan menurunkan minat penduduk, khususnya TKW, untuk bekerja ke luar negeri. Gambar 7.7. Negara tujuan TKI laki-laki dan perempuan di Jawa Timur Tahun 2009-2010 2009 2010 15.000 15.000 12.000 12.000 TKI (Orang) TKI (Orang) 9.000 9.000 6.000 6.000 3.000 3.000 0 0 Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010. Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan yang paling diminati oleh TKW Jawa Timur. Pada tahun 2009 tercatat TKW yang diberangkatkan ke Hongkong sebesar 14.010 orang, sedangkan Taiwan sebesar 11.526 orang. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah TKW yang bekerja di Hongkong dan Taiwan masing-masing sebesar 14.653 orang dan 12.443 orang. Peningkatan ini juga terjadi di hampir semua negara tujuan, kecuali Malaysia yang mengalami penurunan. Penurunan jumlah pemberangkatan TKW ke Malaysia dikarenakan terdapat banyak kasus terutama yang menyangkut permasalahan HAM TKW Indonesia di Malaysia. Selain itu, pemilihan negara penempatan TKW banyak juga dipengaruhi oleh cerita sukses saudara atau tetangganya di negara tujuan tersebut (Kotak 7.2.). 109 Bab 7 Pengarusutamaan Gender Gambar 7.8. Penempatan TKI formal dan informal ke luar negeri. 2009 16.000 12.000 TKI (Orang) 8.000 4.000 0 Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan 2010 16.000 12.000 TKI (Orang) 8.000 4.000 0 Formal Laki-laki Formal Perempuan Informal Laki-laki Informal Perempuan Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010. Penempatan TKW ke luar negeri lebih didominasi oleh sektor informal. Kondisi tersebut sebagian besar terjadi di Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sementara itu, TKW dengan pekerjaan formal didominasi oleh TKW yang bekerja di Malaysia dan Brunei Darussalam. Hal ini sesuai juga dengan hasil identifikasi lapangan bahwa sebagian besar TKW lebih dilihat dari keterampilan atau skill-nya (Kotak 7.1). Kotak 7.1. Perbedaan persyaratan menjadi TKW formal dan informal Nadia, pengelola sebuah PJTKI di Kota Malang menuturkan: “Kalau informal kita kan lihat dari skill-nya, kalau formal kita lihat dari ijazahnya. Kan ada syarat-syarat yang resmi dari pemerintah seperti G2G, kalau yang informal kita bisa kontrol terus, sampai dengan masa kontrak habis. Kalau yang formal, kontrolnya kita lepas ke perusahaan, jadi kita kan hanya perantara seperti itu, jadi langsung kita serahkan ke pabrik, ke pelayaran, perhotelan dan itu riskan bagi PJTKI untuk memegang formal karena ini kebanyakan hanya sebagai batu loncatan saja istilahnya, setelah mereka sampai di sana kabur, dan kita kan nggak bisa kontrol itu, tapi kalau informal, bisa kontrol terus, karena semuanya lewat agency, majikan komplain atau apapun kita punya datanya, kalau formal itu, kita juga nggak tahu tempat tinggalnya dimana, kita hanya menyalurkan ke perusahaan tersebut.� Jumlah TKW yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga terus menurun, sementara pekerja formal (worker) meningkat. Pada tahun 2009 persentase TKW sebagai penata laksana rumah tangga sebesar 46 persen menurun menjadi 37 persen pada tahun 2010. Sedangkan TKW sebagai care taker mengalami peningkatan persentase pada tahun 2010 sebesar 22 persen atau meningkat 2 persen. Berbeda dengan persentase worker yang semula 32 persen menjadi 40 persen di tahun 2010, hal ini menunjukkan TKW yang bekerja formal semakin banyak. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 110 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 7 Pengarusutamaan Gender Gambar 7.9. TKW Jawa Timur berdasarkan jenis pekerjaannya 2009 – 2010. Tahun 2009 Tahun 2010 32% 37 % Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) 40 % 46% Tenaga Kerja Mekanik Tenaga Kerja Mekanik Caretaker Caretaker Pekerja formal Pekerja formal 20% 21 % 1% 2% Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 – 2010). Dari sisi jumlah remittance-nya, Hongkong dan Taiwan merupakan negara tujuan TKI dengan penyumbang remittance terbesar. Hal ini sejalan dengan fakta bahwa kedua wilayah tersebut merupakan tujuan terbesar penempatan TKI Jawa Timur yaitu Hongkong dan Taiwan. Jumlah remittance dari Hongkong pada tahun 2009 sebesar Rp 1.118 miliar meningkat menjadi sebesar Rp. 1.170 miliar pada tahun 2010. Besarnya remittance seharusnya berbanding lurus dengan kondisi TKI di negara tujuan. Gambar 7.10. Jumlah remittance dari negara tujuan TKI Indonesia tahun 2009-2010 2,50 2,00 Triliun Rupiah 1,50 1,00 0,50 0,00 Sumber: Dinas Tenaga, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, 2009 - 2010. Besarnya sumbangan devisa TKW luar negeri, nampaknya belum diimbangi oleh penurunan permasalahan/kasus TKW. Permasalahan TKW dimulai sejak mengurus keberangkatan, pada waktu berada di karantina, dan di tempat kerja mereka di luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kasus TKW, peran pemerintah kepada TKW sebagai penyumbang devisa masih sangat minim. Selain itu berbagai kasus yang melilit TKI/TKW banyak dan belum tertangani seperti penganiayaan, majikan bermasalah, pelecehan seksual, serta TKI hamil. 111 Bab 7 Pengarusutamaan Gender Gambar 7.11. Beragam permasalahan yang dihadapi TKI Majikan Meninggal 2% Komunikasi Tidak Lancar 1% Tidak Mampu Bekerja 2% TKI Hamil 1% Kecelakaan Kerja 2% Membawa anak 0% Pekerjaan Tidak sesuai PK 3% Sakit Bawaan 5% Dokumen Tidak Lengkap 6% Pelecehan Seksual Sakit Akibat Kerja 8% 37% Gaji tidak dibayar 9% Majikan bermasalah 11% Penganiayaan 13% Total TKI : 49.023 TKI (Data periode 1 Januari 2010-November 2010). Sumber: Kompas, 22 Juni 2011. Kotak 7.2. Persepsi TKW terhadap peran pemerintah Hasil penelitian lapangan mengemukakan berbagai fakta menarik mengenai persepsi TKW terhadap peran pemerintah dalam pembinaan TKW. Berdasarkan hasil eksplorasi di lapangan diketahui bahwa TKW yang bekerja di luar negeri kebanyakan memang mempunyai keterampilan yang rendah. Pemerintah menurut kaca mata TKW tidak pernah memberikan edukasi apapun terkait dengan keterampilan. Calon TKW oleh agen dibawa ke Jakarta untuk karantina. Selama karantina menunggu visa, mereka hanya diajari bagaimana menyelesaikan administrasi terkait dengan surat-surat dan tata cara bekerja di LN dalam waktu tiga hari. Begitu visa sudah didapat (rata-rata sekitar dua bulan) mereka langsung diterbangkan ke negara tujuan masing-masing. Marni yang bekerja di kilang Sony menyatakan sebagai berikut: “Ada PAP satu hari, semacam training untuk pembuatan kartu tenaga kerja, sedikit training tentang kerja di Malaysia itu seperti ini�. Pendapat di atas mengindikasikan bahwa peran pemerintah dalam memberikan edukasi baik melalui peningkatan keterampilan maupun tentang sistem dan prosedur selama ini tidak pernah ada. Hal yang sama juga bagi perusahan jasa tenaga kerja (PJTKI) yang akan memberangkatkan calon TKW ke LN. Seluruh TKW menyatakan hal ini ketika dilakukan interview. Yuni yang bekerja di kilang Hitachi di Malaysia tentang peran pemerintah dalam proses pemberangkatan mereka ke negara tujuan sebagai berikut : “Tidak ada sama sekali. Semua keberangkatan diurus oleh agen�. Pernyataan di atas diperkuat oleh Wiarsih, pekerja di kilang Canon di Malaysia berikut ini : “Tidak ada, adanya malah kita dipancing, di sana lebih enak, lebih banyak gajinya, di situlah penasarannya�. Secara keseluruhan, isu-isu yang terjadi pada TKW sangat bervariasi. Bagi TKW non PRT, isu utama yang muncul adalah ketidaksesuaian tempat kerja, perbedaan sistem penggajian yang diberikan oleh perusahaan yang berdampak pada gaji yang diterima lebih rendah dari TKW non PRT dari negara lain. Sedangkan isu-isu yang sering terjadi pada TKW PRT adalah eksploitasi, gaji yang ditahan bahkan tidak diberikan, pelecehan seksual, pemerkosaan, penyiksaan/penganiayaan, hingga pembunuhan oleh majikannya. Beberapa kasus yang terjadi pada TKW PRT memberi gambaran bahwa di balik gemilangnya kehidupan TKW yang berhasil, ada segores peristiwa pahit yang terjadi pada TKW di negara penempatan. Namun demikian, peran pemerintah melalui dana perlindungan nampaknya belum dioptimalkan untuk melindungi TKW yang bekerja di luar negeri. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 112 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 7 Pengarusutamaan Gender Kotak 7.3. Belum Optimalnya Pemanfaatan Dana Perlindungan yang Dibayar TKW Analisis kebijakan Migran Care, organisasi non-pemerintah yang aktif membela hak buruh migran, Wahyu Susilo, mengungkapkan bahwa: “Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memperoleh penerimaan negara bukan pajak rata-rata Rp 750 miliar per tahun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 500 miliar berasal dari dana perlindungan TKI ........., pemerintah semestinya memanfaatkan dana tersebut untuk lebih melindungi TKI di negara penempatan.� Meski banyak TKI yang mengalami masalah di negara penempatan, namun lebih banyak lagi yang justru memetik untung dari keputusan mereka bekerja di negeri orang; yaitu keluar dari lingkar kemiskinan di negara sendiri. Terkait hal ini, program pengentasan kemiskinan harus lebih gencar lagi dijalankan pemerintah dengan menggunakan strategi pengarusutamaan gender. Berdasarkan, target penurunan kemiskinan minimal 50 persen pada tahun 2015, dan juga harapan agar pengentasan kemiskinan dapat menuai hasil dengan baik, maka perlu memperhatikan elemen-elemen yang ada dalam masyarakat khususnya peran perempuan. Anggaran responsif gender merupakan salah satu strategi mengentaskan kemiskinan dalam perspektif gender; dengan cara mengintegrasikan isu gender ke dalam proses perencanaan dan penganggaran, dan menerjemahkan komitmen pemerintah sehingga anggaran memberikan dampak dan manfaat yang setara antara perempuan dan laki-laki. Kriteria umum anggaran responsif gender yang disusun berdasarkan target-target dalam MDGs serta konvensi pengurangan kekerasan terhadap perempuan (CEDAW) terdiri dari : Memprioritaskan pembangunan manusia, dengan menyediakan alokasi yang memadai pada sektor pendidikan dan kesehatan dibandingkan dengan sektor lainnya. Alokasi yang memadai digunakan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, baik laki-laki maupun perempuan terutama untuk jenjang pendidikan SMP ke atas serta untuk mengatasi tingginya Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Ibu Melahirkan, gizi buruk, dan penyakit menular (Malaria, HIV, TBC, dan lain-lain). Memprioritaskan upaya-upaya untuk mengurangi kesenjangan gender antara laki-laki dengan perempuan, dengan meningkatkan alokasi anggaran agar tingkat partisipasi siswa perempuan di setiap jenjang pendidikan, partisipasi politik perempuan, kapasitas pegawai perempuan di pemerintahan, serta partisipasi angkatan kerja perempuan juga meningkat. Memprioritaskan upaya penyediaan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat, yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, penyediaan air bersih. Memprioritaskan upaya-upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang ditandai dengan adanya alokasi yang memadai untuk bantuan modal keluarga miskin, dengan memberikan perhatian khusus kepada perempuan kepala keluarga. Berbagai langkah dan strategi pengarusutamaan gender telah diformalkan oleh pemerintah melalui berbagai aturan. Peraturan tersebut tertuang dalam UU No 7 tahun 1984 tentang CEDAW, UU No 39 tahun 1999 tentang HAM, PP No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Rencana Pembangunan Daerah, Inpres No 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, dan Permendagri No 15 tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah sudah memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan strategi pengarusutamaan gender. Namun, dalam pelaksanaannya masih diperlukan petunjuk langkah-langkah yang konkret yang bisa diikuti seluruh komponen pemerintah dan masyarakat, sehingga dampak keberhasilan program cepat dirasakan oleh masyarakat. 113 Bab 7 Pengarusutamaan Gender Kesimpulan dan Rekomendasi  Komitmen yang kuat dan aplikatif dari berbagai unsur pemerintahan dan masyarakat diperlukan dalam upaya peningkatan kualitas perempuan dalam perspektif pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender merupakan salah satu kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Timur, terlihat pada berbagai kebijakan dan strategi seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 bahwa pembangunan daerah harus pro gender. Selain itu, pengarusutamaan gender menjadi agenda utama yang harus dituntaskan dalam program Gubernur Jawa Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta terjaminnya kesetaraan gender. Hal ini menunjukan komitmen yang tinggi dari pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam upaya pengarusutamaan gender. Namun demikian, komitmen tersebut harus terimplementasi melalui program kesetaraan gender yang konsisten dan dapat langsung dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di berbagai tingkatan pemerintahan.  Diperlukan upaya pengarusutamaan gender sebagai suatu gerakan di masyarakat untuk mencapai kesetaraan gender. Terdapat gap yang relatif besar antara pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dengan Indeks Pembangunan Gender. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup sebagian kaum perempuan masih berada di bawah standar pembangunan. Berbagai kebijakan harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan khususnya melalui pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perempuan.  Pengarusutamaan gender melalui pemberdayaan perempuan akan menjadi hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Banyaknya TKW dari daerah kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Kebijakan pengurangan kemiskinan dan pengarusutamaan gender seharusnya dilakukan secara simultan, karena saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, berbagai program pengentasan kemiskinan seharusnya dilihat dari perspektif gender.  Anggaran responsif gender perlu ditingkatkan dan dioptimalkan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya dalam perspektif gender. Salah satu isu strategis pembangunan gender di Jawa Timur adalah masih banyaknya permasalahan TKW di luar negeri yang notabene adalah kaum perempuan miskin. Oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan pemerintah daerah di Jawa Timur. seperti anggaran responsif gender yang diarahkan pada pembinaan calon maupun TKW baik sebelum berangkat, training, maupun setelah kembali dari bekerja di luar negeri. Selain itu perluasan lapangan kerja di daerah dengan suasana kondusif dalam perspektif gender harus juga menjadi agenda utama dalam meningkatkan kualitas perempuan. • Dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan anggaran responsif gender, pemerintah daerah Jawa Timur masih perlu lebih tegas menerapkan pengisian Gender Budget Statement (GBS)17 pada semua program di SKPD, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. GBS, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, adalah dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan telah responsif gender terhadap isu gender yang ada, dan/atau suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Hasil analisis gender dalam GBS ini, nantinya dijadikan dasar SKPD-SKPD untuk menyusun kerangka acuan kegiatan dan merupakan bagian dari dokumen RKA/DPA SKPD. Kepala daerah menunjuk SKPD yang membidangi tugas pemberdayaan perempuan sebagai koordinator penyelenggaraan pengarusutamaan gender, yang bertugas mengoptimalkan kinerja POKJA PUG, Focal Point PUG dan tim teknis di tingkat provinsi dan kabupaten kota, sesuai dengan Permendagri No. 67/2011, sehingga target pelaksanaan anggaran resposif gender di provinsi ini bisa segera tercapai. 17 Contoh formulir Gender Budget Statement (GBS) dapat dilihat dilampiran. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 114 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Bab 7 Pengarusutamaan Gender Lampiran: Format GBS dan Cara Penyusunannya GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L : (Nama Kementerian Negara/Lembaga) Unit Organisasi : (Nama Unit Eselon I sebagai KPA) Unit Eselon II/Satker : (Nama Unit Eselon II di Kantor Pusat yang bukan sebagai Satker/Nama Satker baik di Pusat atau Daerah) Program Nama Program hasil restrukturisasi Kegiatan Nama Kegiatan hasil restrukturisasi Indikator Kinerja Kegiatan Nama Indikator Kinerja Kegiatan hasil restrukturisasi atau diciptakan indikator kinerja kegiatan yang mengandung isu gender Output Kegiatan Jenis,volume, dan satuan dari suatu output kegiatan hasil Restrukturisasi Analisa Situasi Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/dilaksanakan oleh kegiatan yang menghasilkan output. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender. Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan tidak tersedia (data kuantatif ) maka, dapat menggunakan data kualitatif berupa rumusan hasil dari focus group discussion (FGD). Output/suboutput kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu Isu gender pada suboutput 1 / komponen 1 ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… …………………………………… Isu gender pada suboutput 2 / komponen 2 ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… …………………………………… 115 Bab 7 Pengarusutamaan Gender Rencana Aksi Suboutput Bagian dari suatu Output. Suboutput ini harus relevan dengan Output (Dipilih hanya suboutput/ 1 Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/ komponen mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah yang secara langsung diidentifikasi dalam analisa situasi mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Tidak semua suboutput/Komponen Tujuan Sub Uraian mengenai tujuan adanya suboutput setelah dicantumkan) Output 1 dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan analisis Gender Analisis Pathway (GAP) maka, dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 (enam) pada Format GAP. Komponen 1 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput Komponen 2 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput Komponen 3 Uraian mengenai tahapan pelaksanaan suboutput Anggaran Rp… Suboutput 1 Suboutput ………………………………………………………………….. 2 Tujuan Sub- ……………………………………………………… Output 2 ………………………… Komponen 1 ……………………………………………………… ………………………… Komponen 2 ……………………………………………………… ………………………… Komponen 3 ……………………………………………………… ………………………… Anggaran Rp…………………… Suboutput 2 Alokasi Anggaran Output (Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk kegiatan mencapai Output kegiatan) Dampak/hasil Output Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang Kegiatan dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada analisisi situasi. Sumber: Panduan Pelatihan Pengarusutamaan Gender, Kementerian Keuangan (September 2010) Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 116 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Daftar Pustaka Badan Pemeriksa Keuangan. 2010. “Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2011�. BPK. Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. jatim.bps.go.id Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2006. “Jawa Timur Dalam Angka 2006�. BPS. Surabaya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2007. “Jawa Timur Dalam Angka 2007�. BPS. Surabaya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2008. “Jawa Timur Dalam Angka 2008�. BPS. Surabaya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2009. “Jawa Timur Dalam Angka 2009�. BPS. Surabaya Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. 2010. “Jawa Timur Dalam Angka 2010�. BPS. Surabaya Badan Pusat Statistik. 2011. “Perkembangan Beberapa Indikator Sosial-Ekonomi Indonesia� diakses melalui http://www.bps.go.id/booklet/Boklet%20November_2011.pdf. BPS. Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS). Sensus Potensi Ekonomi Desa (PODES), berbagai tahun Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), berbagai tahun Badan Pusat Statistik (BPS). Survey Ekonomi dan Sosial Nasional (SUSENAS), berbagai tahun Decentralization Support Facility. 2008. “Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM).� Decentralization Support Facility, The World Bank. Jakarta Suara Surabaya (2010). “Tahun Ini DAU Surabaya Turun�, 14 Agustus 2010, diakses melalui http:// kelanakota.suarasurabaya.net/?id=06beeec285d6dfbb145ed8414ac61408201080861 pada 13 Oktober 2011. Surabaya Website Arsip Jawa Timur. Website Pemerintah Provinsi Jawa Timur. www.jatimprov.go.id Wikipedia. www.wikipedia.org World Bank. 2005. “Indonesia: Local Government Financial Management. A Measurement Framework.� The World Bank. Jakarta World Bank in cooperation with Ministry of Home Affairs. 2005. Conference Procedings Part 1. “Strengthening Public Services in Decentralizing Indonesia: Approaches for Measuring Performance of Local Governments.� Bali, August 28-29, 2005. World Bank. 2009 “Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah – Edisi Lokakarya�. The World Bank. Jakarta World Bank. 2010. “Indonesia Agriculture Public Expenditure Review 2010�. The World Bank. Jakarta (unpublished) World Bank. 2011. Indonesia Sub-National Public Expenditure Review, Policy Note 6: Financing Infrastructure Projects. The World Bank. Jakarta (unpublished) World Bank. 2011. “Diagnosa Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur�. The World Bank. Jakarta 117 Lampiran Lampiran Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Keuangan Publik Pemerintah Jawa Timur? Melihat pengalaman dari pelaksanaan Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization (PEACH) di berbagai daerah di Indonesia, Pemerintah Jawa Timur berinisiatif untuk melakukan program serupa. Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah agar dapat melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di Indonesia yang mulai terdesentralisasi. Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisir oleh Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Jawa Timur adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifikasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah: i. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan penyediaan layanan dasar. ii. memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan daerah; iii. mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Jawa Timur untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. iv. membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem tersebut dapat berupa: • membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Jawa Timur dan instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Jawa Timur dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang; • memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 120 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Lampiran B. Catatan Metodologi B.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Seluruh analisis anggaran dan belanja di dalam laporan Analisis Keuangan Publik (Public Expenditure Analysis atau PEA) Jawa Timur 2011 dibuat mengacu pada Tabel Konsolidasi Anggaran yang disebut Budget Master Table (BMT). BMT disusun oleh tim peneliti dari UNIBRAW dan JPIP. Sumber data yang digunakan oleh BMT adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan anggaran tahunan yang dialokasikan dan/atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana atau alokasi, yang disebut dengan APBD murni atau pokok; dan APBD realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah). Seluruh sumber data tersebut di kumpulkan dan dimasukkan ke dalam BMT oleh tim peneliti. Selain itu, seluruh analisis anggaran dalam laporan ini adalah berdasarkan BMT yang telah disesuaikan menjadi angka riil dengan tahun 2009 sebagai tahun dasar (2009=100). Hal ini dilakukan untuk meminimalkan dampak pergerakan harga terhadap anggaran. Treatment ini memungkinkan adanya perbedaan antara angka BMT yang digunakan dalam analisis dengan data anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Rentang data yang digunakan dalam analisis ini adalah dari tahun 2006 hingga 2010 dan diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur. Data yang berasal dari Kementerian Keuangan digunakan sebagai data perbandingan skala nasional. B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator Analisis yang digunakan di Bab 5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagian besar berdasarkan sebuah survei kapasitas pengelolaan keuangan daerah (survei PFM), kecuali kalau disebutkan secara khusus. Bank Dunia bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri telah mengembangkan sebuah metodologi untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah daerah. Kerangka kerja ini adalah suatu acuan sederhana untuk menilai berbagai elemen yang terkait/relevan dengan proses pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kerangka kerja ini terdiri dari seperangkat bidang strategis dari siklus Pengelolaan Keuangan Daerah. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota: (1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah, (2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Kas, (4) Pengadaan, (5) Akuntansi dan Pelaporan, (6) Pengawasan Internal, (7) Hutang dan Investasi Publik, (8) Pengelolaan Aset, dan (9) Audit dan Pengawasan Eksternal. Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata. 121 Lampiran Para responden diminta untuk menjawab “ya� atau “tidak� untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator.Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban “ya�. Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan kas (31 indikator). Lokasi survei kerangka kerja PFM diterapkan di Jawa Timur, dan meliputi pemerintah provinsi dan 3 kabupaten/kota terpilih yaitu Kabupaten Tulungagung, Kota Surabaya dan Kota Batu. Universitas Hassanudin dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut diwakili oleh Bapak Syahrir Colle. Pada akhir tahun 2011, survei PFM telah diadakan di sekitar 75 kabupaten/kota di seluruh indonesia. Metodologi Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD); DPRD, Dinas Pendapatan Daerah; kantor bendahara daerah; Dinas Pekerjaan Umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. Untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban “ya� harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan. Interpretasi hasil Skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. Akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Ini adalah kelemahan yang dimiliki oleh kerangka kerja ini. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya dalam upaya memperkecil risiko subyektivitas. Survei PFM dan Audit BPK Kerangka kerja survei PFM adalah sebuah komplemen dari Audit BPK. Kerangka kerja ini tidak didesain untuk menggantikan audit yang dilakukan setiap tahun oleh BPK karena perbedaan tujuan dari kedua metode ini. Selain itu, kerangka kerja ini adalah sebuah metode penilaian sederhana yang bertujuan untuk melihat aspek-aspek yang masih membutuhkan perbaikan dan peningkatan kapasitas. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 122 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Nilai Survei PFM Jawa Timur: Pemerintah Provinsi, Kota Surabaya, Kota Batu, Tulungagung Tabel indikator dan hasil survei pengelolaan keuangan daerah di pemerintah provinsi dan 3 daerah (kota dan kabupaten) di Jawa Timur Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Kerangka Peraturan Diterapkannya struktur organisasi pengelola keuangan 1 Perundangan yang terpadu (berbentuk Dinas Pendapatan, Pengelola 1 0,75 0 1 Daerah Keuangan dan Aset Daerah -DPPKAD) Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan   Plafon Anggaran (PPA) TA 2012 telah dibuat dalam 0 0 0 0 suatu Nota Kesepakatan Masyarakat memiliki akses terhadap sidang-sidang   1 0 0 0 DPRD mengenai APBD Peraturan Daerah mengenai SOTK (Struktur Organisasi   dan Tata Kerja) Pemda sebagai tindak lanjut dari PP 41/ 1 1 1 1 2007 dan PP 38/2007 telah disahkan   Peraturan Daerah tentang SPM 0 0 0 0 Peraturan kepala daerah mengenai sistem dan   prosedur pengelolaan keuangan daerah telah 1 1 0 1 ditetapkan Peraturan kepala daerah tentang Analisis Standar   0 0 0 0 Belanja telah ditetapkan Peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi   1 1 1 1 pemerintah daerah telah ditetapkan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja   0 0 0 0 Pemerintah Daerah (RKPD) TA 2012 telah disahkan Peraturan kepala daerah tentang Standar Biaya telah   1 0 1 0 ditetapkan Peraturan perundangan daerah mengenai APBD TA   2011 ditetapkan tepat waktu (sesuai dengan kalender 1 0 0 1 anggaran) Peraturan perundangan daerah mengenai Badan   1 1 0 1 Layanan Umum Daerah (BLUD) Peraturan perundangan daerah mengenai partisipasi   0 0 0 0 telah disahkan Peraturan perundangan daerah mengenai penanaman   1 1 0 1 modal daerah telah disahkan Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan   1 0 1 1 barang daerah telah disahkan Peraturan perundangan daerah mengenai pengelolaan   1 1 1 1 keuangan daerah disosialisasikan( Peraturan perundangan daerah mengenai pokok-   1 1 1 1 pokok pengelolaan keuangan daerah telah disahkan 123 Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Peraturan perundangan daerah mengenai RPJMD telah   1 0 1 1 disahkan Peraturan perundangan daerah mengenai transparansi   0 0 0 0 telah disahkan Peraturan perundang-undangan daerah tentang Standar Harga telah ditetapkan sebelum atau   1 1 1 1 bersamaan dengan RKA—Rencana Kerja dan Anggaran TA 2011   Renja disahkan setelah tanggal RKPD 1 1 0 1     Rata-rata bidang 1 71,4% 46,4% 38,1% 61,9% Dalam anggaran satuan kerja (RKA-SKPD 2.2) TA-2011 Perencanaan dan 2 terdapat indikator-indikator hasil yang terukur dan 1 1 1 1 Penganggaran merujuk pada KUA/PPA Dokumen perencanaan dan penganggaran mudah   0,8 0,05 0,2 0 diakses oleh masyarakat Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS (Prioritas dan   Plapon Anggaran) TA 2011 mencakup indikatoryang 1 1 1 1 dapat diukur KUA dan Prioritas dan plafon anggaran (PPA) TA 2011   disusun sebelum proses RKA (Rencana Kegiatan dan 1 1 1 1 Anggaran) di SKPD dimulai TA 2011 Masyarakat dilibatkan dalam pemantauan dan evaluasi   0 0,9 0 0 kegiatan yang dilaksanakan di SKPD Perbedaan antara APBD induk dan ABPD-P TA 2010   0 1 1 0 untuk kelompok belanja langsung kurang dari 10%. Perbedaan antara total anggaran belanja dengan   0 0 0 1 realisasi APBD tahun lalu kurang dari 10% Perubahan anggaran tahun berjalan dilakukan   berdasarkan alasan yang jelas sesuai dengan peraturan 1 1 1 1 yang didukung oleh LRA semester I Program dan kegiatan dalam RPJMD merupakan   0,6 1 0,6 0 dokumen yang dapat diukur secara kuantitatif Proses perencanaan anggaran mencakup komponen   0 0,75 0,75 0 partisipatif Rata-rata defisit realisasi anggaran selama 3 tahun   0 1 0 0 terakhir antara 0 sampai 3% dari PDRB Renstra dan Renja SKPD memuat Pagu indikatif   (proyeksi biaya) dan mempertimbangankan 1 1 1 1 keterbatasan sumber daya. Telah disusun Analisis Standar Biaya (PPP05) untuk   0 0 0 0 APBD TA tahun 2011 Terdapat proses evaluasi atas RKA-SKPD dalam hal   1 1 1 1 kesesuaian dengan KUA dan PPAS Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 124 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator     Rata-rata bidang 2 52,9% 76,4% 61,1% 50,0% Ada peningkatan realisasi penerimaan pajak dan 3 Pengelolaan Kas 1 1 1 1 retribusi daerah selama 3 tahun terakhir secara riil Anggaran kas dibuat berdasarkan rancangan DPA   dan rencana waktu pelaksanaan Kegiatan (Dokumen 1 1 1 1 Pelaksanaan Anggaran) Dasar penetapan pajak pendapatan daerah (SKP   1 1 1 1 Daerah/SKR Daerah) diverifikasi setiap tahun   Ditetapkan prosedur membuka rekening bank 1 1 0 1   Laporan Realisasi Anggaran Kas dibuat setiap bulan 1 0 1 0 Pejabat Penatusahaan Keuangan (PPK) SKPD mengisi   register pengesahan Surat Pertanggungjawan (SPJ ) 1 1 1 1 dan SPM Pelatihan manajemen pendapatan daerah telah   1 1 1 1 diberikan kepada staf pengelola keuangan daerah Pelatihan teknis fungsional kebendaharaan diikuti oleh   staf bendaharawan diadakan dalam 1 (satu) tahun 1 1 1 1 terakhir Pemda telah menganalisis potensi PAD untuk   1 1 1 1 perhitungan target pendapatan Rekonsiliasi atas rekening koran bank dengan Buku   1 1 1 1 Bank dilakukan setiap bulan Rekonsiliasi harian dilakukan oleh BUD terhadap   0 1 1 1 rekening bank yang terkait dengan pendapatan daerah Sanksi tegas telah dikenakan kepada para Wajib Pajak/   1 1 1 0 Restribusi yang melanggar ketentuan Seluruh pendapatan asli daerah disetor ke rekening kas   1 1 1 1 umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja Seluruh pendapatan asli daerah disetorkan ke dalam   1 1 1 1 rekening kas umum daerah Semua tempat menyempan uang SKPD merupakan   1 1 1 1 rekening atas nama pemerintah daerah   Sistem penatapan dan penagihan terintegrasi 1 1 1 1 SPJ Fungsional Bendahara mencakup BKU, Bukti-bukti   1 1 0 1 dan rekap perincaian objek Surat Penyediaan Dana (SPD) dibuat berdasarkan   0,5 1 1 1 Anggaran Kas Surat Perintah Membayar (SPM) diterbitkan paling lama   1 1 1 1 2 (dua) hari setelah diterimanya SPP Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) diterbitkan   paling lama 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya 1 1 1 1 pengajuan SPM 125 Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Surplus kas yang ada ditempatkan dalam investasi   1 1 0 1 jangka pendek dan dicairkan jika diperlukan   Terdapat Buku Rekapitulasi Penerimaan Harian 1 1 1 1 Terdapat ketentuan tentang mekanisme tentang   pelaksanaan anggaran belanja bantuan sosial dan 1 1 1 1 hibah Terdapat Perkada tentang prosedur/mekanisme   1 1 1 1 pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBD Terdapat rincian informasi atau data pendukung   penetapan dan penagihan pajak untuk setiap 1 1 1 0 pembayar pajak tersedia   Terdapat verifikasi SPJ fungsional oleh BUD/DPKD 1 1 1 1 Tersedia Unit Layanan menanggapi pertanyaan para   1 1 1 0 pembayar pajak Tidak ada rancangan peraturan mengenai pajak   dan retribusi daerah yang ditolak oleh pemerintah 1 0 0 0 (depdagri atau Depkeu)     Rata-rata bidang 3 94,6% 92,9% 85,7% 82,1% Pengadaan Barang Ada catatan dan tindak lanjut atas sanggahan dari 4 1 1 1 1 dan Jasa peserta tender Calon pemenang tender diumumkan di papan   1 1 1 1 pengumuman resmi dan atau internet Harga perkiraan sendiri (HPS) disusun dengan harga   1 1 1 1 yang wajar untuk setiap pengadaan barang dan jasa Hasil audit BPK terhadap LKPD terakhir tidak memuat   temuan yang terkait dengan pengadaan barang dan 0 1 1 0 jasa Kontrak mengatur dengan jelas uang jaminan   1 1 1 1 pelaksanaan, sanksi dan proses pelaksanaan Pejabat pengadaan (PPK dan Unit Layanan Pengadaan)   1 1 1 1 memiliki sertifikat pengadaan barang/jasa Pejabat pengadaan dan panitia pengadaan dan   penyedia barang/ jasa menandatangani pakta 1 1 1 1 integritas. Penawaran tender diumumkan di koran atau website   1 1 1 1 pengadaan nasional Penerima hasil pekerjaan dan penyedia barang/   jasa menandatangani berita acara serah terima akhir 1 1 1 1 barang/jasa Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 126 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Penjelasan lelang dilakukan dengan terbuka dan   dihadiri oleh seluruh peserta yang dibuktikan dengan 1 1 1 1 daftar hadir Penyerahan dokumen lelang semuanya tepat waktu sesuai jadwal, tidak ada dokumen yang diterima oleh   1 1 1 1 panitia setelah semua dokumen penawaran tender dibuka Proses pengadaan barang/jasa telah menggunakan   1 1 0 0 sistem e-procurement Terdapat catatan rekam jejak (Daftar Hitam) yang   dibuat oleh ULP mengenai rekanan yang nakal dan 1 1 0 0 dilaporkan ke LKPP setiap tahun. Terdapat sistem pengawasan/audit oleh Penanggung   jawab Anggaran atas pengadaan barang yang 0 0 0 0 dilaksanakan melalui swakelola Terdapat Unit Layanan Pengadaan yang melaksanakan   1 1 0 0 pengadaan barang dan jasa di pemda Terdapat usulan kebutuhan barang daerah yang dibahas bersama antara pengguna barang (SKPD) dan   1 1 0 1 pengelola barang dengan memperhatikan spesifikasi barang, dan standar harga     Rata-rata bidang 4 87,5% 93,8% 68,8% 68,8% Dilakukan pelatihan akuntansi dan Penatausaan Akuntansi dan 5 Keuangan Daerah secara rutin kepada Staf Keuangan 1 1 1 1 Pelaporan SKPD Laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ)   menggambarkan tentang pencapaian target pada 1 1 1 1 tahun berjalan Laporan keuangan dan laporan kinerja dihasilkan dari   1 0,5 0 0,5 satu sistem Laporan keuangan disusun dan disajikan berdasarkan   1 1 1 1 standar akuntansi pemerintahan Masing-masing kepala bagian/bidang dalam DPPKAD   adalah berlatar belakang pendidikan akuntansi atau 0,5 0,5 0 0 manajemen keuangan Paling tidak /minimal 10 persen dari staf DPPKAD   0 0 1 0 merupakan lulusan D3 akuntansi atau lebih tinggi Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD berlatar   0 0 0 0 belakang pendidikan akuntansi   Setiap SKPD menyusunan Laporan Kinerja 1 1 1 1 Telah dilaksanakan praktik akuntansi berpasangan   1 1 1 1 (double entry accounting) 127 Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Terdapat Buku Jurnal, Buku Besar, Buku Besar   1 1 1 1 Pembantu, dan Neraca Saldo   Terdapat kartu kendali kegiatan dan belanja 1 1 0 0 Terdapat laporan kemajuan pelaksanaan kegiatan dan   1 1 1 1 program Terdapat manual akuntansi sebagai pedoman   pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan 0 0 0 0 keuangan   Terdapat neraca awal SKPD 1 1 1 1 Terdapat Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di   1 1 0 1 setiap SKPD. Terdapat rincian pos-pos laporan keuangan pada tahun   1 1 1 1 minimal 2010. Terdapatnya perhitungan stock opname kas dan   0,5 1 1 1 persedian pada akhir tahun anggaran Terdapatnya ketentuan batas waktu pencairan SP2D   dan pengakuan transaksi/SPJ pada akhir tahun 1 1 1 1 anggaran     Rata-rata bidang 5 77,8% 77,8% 66,7% 69,4% Audit internal dilaksanakan sesuai dengan Program 6 Internal Audit 1 1 0,75 1 dan Prosedur Audit yang telah dibuat Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang mempunyai   0 0 0 0 latar belakang akuntansi Bawasda memiliki lebih dari 50% staf yang   0 1 0 0 berkualifikasi Jabatan Fungsional Auditor Bawasda memiliki manual program dan prosedur audit   1 1 1 1 internal Bawasda memiliki Program Kerja Pengawasan Tahunan   1 1 1 1 (PKPT) Bawasda memiliki sumber daya pendukung tugas   1 0 0 0 operasional yang cukup. Bawasda mengaudit seluruh kegiatan pemerintah   1 0 0 1 daerah, termasuk kegiatan komersial yang dilakukan   Bawasda menggunakan standar audit internal 1 1 0 1 Bawasda secara reguler menguji sistem pengendalian   1 1 1 1 intern yang ada dan implementasinya Inspektorat melakukan review laporan keuangan   1 1 1 0 sebelum diserahkan ke BPK. Laporan audit internal dikirimkan kepada Walikota/   0,5 0 0 1 Bupati dengan tembusan ke Bawasda Provinsi dan BPK Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 128 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Laporan audit internal menyatakan ruang lingkup   pemeriksaan sebelum memberikan pendapat/ 1 1 1 1 kesimpulan Laporan internal audit ditujukan kepada Kepala Daerah   1 1 1 1 dan ditembuskan ke pihak-pihak yang terkait Pelatihan rutin yang relevan dilakukan minimal 2 kali   1 1 1 1 setahun Peran dan tanggung jawab Bawasda ditetapkan secara   1 1 1 1 jelas dalam Peraturan Daerah Program dan prosedur audit secara reguler dikaji ulang   1 1 1 1 dan direvisi Temuan audit telah ditindaklanjuti oleh walikota/   bupati setelah diterimanya Laporan Hasil Pemeriksaan/ 1 1 1 1 LHP     Rata-rata bidang 6 85,3% 76,5% 63,2% 76,5% Hutang, Hibah, dan Dana pendamping pelaksanaan penerimaan hibah 7 0 1 1 0 Investasi tercantum dalam DPA SKPKD Dilakukan publikasi informasi terhadap penerimaan   0 0 1 0 dan kegiatan yang dibiayai dari Hibah DPRD harus memberikan persetujuan atas transaksi   1 1 1 1 investasi jangka panjang dengan keputusan DPRD Kebijakan pengelolaan investasi daerah dilaksanakan   1 1 1 1 sesuai kerangka kebijakan nasional Kebijakan pengelolaan pinjaman daerah dilaksanakan   sesuai dengan kerangka kebijakan nasional (PP No. 54 1 1 0 1 tahun 2005) Terdapat peraturan mengenai penerimaan, pencatatan,   pengelolaan dan pelaporan hibah, baik penerimaan 1 1 1 0 hibah maupun pemberian hibah Total pinjaman tidak melebihi 2,5% dari debt service   1 1 0 1 coverage ratio Transaksi hibah dicatat berdasarkan dokumen yang   1 1 1 0 valid (akta hibah) Transaksi hibah dicatat dalam laporan realisasi   1 1 1 0 anggaran dan catatan atas laporan keuangan Transaksi pinjaman dan investasi ke BUMD disajikan   1 1 1 1 dalam Laporan Keuangan     Rata-rata bidang 7 80,0% 90,0% 80,0% 50,0% Aset/barang daerah telah diberi kode lokasi dan kode 8 Pengelolaan Aset 1 1 1 1 barang Bukti kepemilikan aset diadministrasikan dan disimpan   1 1 1 1 dengan baik. 129 Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Hasil pemanfaatan barang daerah disetor ke rekening   1 1 1 1 kas daerah Laporan barang daerah yang disiapkan oleh pengelola   barang daerah merupakan sumber utama pelaporan 0,5 1 1 1 aset dalam neraca daerah Pemanfaatan barang milik daerah, kerjasama   pemanfaatan atau bangun serah guna, bangun guna 0 0 0 0 serah dilaksanakan melalui proses tender Pencatatan barang daerah telah menggunakan sistem   1 1 1 0 informasi barang daerah (SIMBADA) berbasis komputer Pengguna barang melakukan inventarisasi persediaan   1 1 0 0 (di level SKPD) sekali setahun Pengguna/pengelola barang melakukan inventarisasi   barang (aset tetap) sekurang-kurangnya sekali dalam 0 1 0 1 lima tahun Penghapusan barang daerah dilakukan dengan alasan   yang jelas dan tepat serta untuk nilai tertentu atas 1 1 1 1 persetujuan bupati/walikota Perda Pengelolaan Barang Daerah disosialisasikan ke   1 0 1 1 seluruh SKPD Telah dilakukan penilaian Aset Daerah khususnya   terhadap barang yang akan di manfaatkan dalam 0 0 0 0 rangka bangun serah guna atau bangun guna serah Terdapat Kartu Inventaris Ruangan yang   1 1 0 1 mencantumkan informasi pemeliharan Aset Terdapat laporan barang milik daerah yang disiapkan   1 1 1 1 oleh pengelola barang daerah Terdapat laporan barang pengguna semesteran dan   1 1 1 1 tahunan Terdapat laporan tahunan hasil pemeliharaan barang   0,5 1 0 0,1 pada di setiap SKPD Terdapat Pedoman Penatusahaan Barang Daerah   1 0 0 0 dalam bentuk SK Kepala Daerah Terdapat pencatatan barang milik daerah dalam bentuk   daftar barang pengguna (DBP), sesuai penggolongan 1 1 1 1 dan kodifikasi barang Terdapat peraturan daerah yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pembantu pengelola,   pengguna/kuasa pengguna, dan penyimpan dan/atau 1 1 0 0 pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang karena perbuatannya merugikan daerah. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 130 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Kota Surabaya Tulungagung Kota Batu No Nama Bidang Nama Indikator Terdapat rencana tahunan kebutuhan pemeliharaan   1 1 1 1 barang daerah pada setiap SKPD Terdapat SK Kepala Daerah mengenai status   1 1 0 0 penggunaan barang     Rata-rata bidang 8 80,0% 80,0% 55,0% 60,5% DPRD memberikan persetujuan terhadap rancangan 9 Audit Eksternal peraturan daerah tentang Perubahan APBD setelah 1 1 1 1 Perda LPJ disetujui DPRD melakukan evaluasi dan memberikan   rekomendasi atau dukungan atas tindak lanjut 1 1 1 1 terhadap temuan BPK DPRD melakukan analisa dan evaluasi terhadap   laporan realisasi semester pertama dan prognosis 1 1 1 0 untuk 6 (enam) bulan berikutnya DPRD mengadakan rapat koordinasi dengan setiap   1 1 1 1 SKPD dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBD DPRD telah memberikan persetujuan terhadap rancangan peraturan daerah tentang   1 0 0 1 pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum tgl 31 Agustus Gubernur/Bupati/walikota menindaklanjuti temuan   1 1 1 1 audit BPK Informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah   (LPPD) dipublikasikan pada media masa setempat dan 0 0 0 0 elektronik Laporan audit eksternal minimal berstatus wajar   1 1 0 1 dengan pengecualian Laporan Keuangan dipublikasikan misalnya melalui   media massa setempat dan pada papan pengumuman 0 0 0 0 resmi atau melalui web site Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK   paling lambat tanggal 31 Maret pada tahun anggaran 1 1 1 1 berikutnya Masyarakat dapat menghadiri sidang DPRD yang   mendiskusikan laporan pertanggungjawaban dan hasil 1 0 0 0 audit BPK     Rata-rata bidang 9 81,8% 63,6% 54,5% 63,6%     SCORE SURVEI PFM 79,0% 77,5% 63,7% 64,8% 131 132 Lampiran C. Matriks Temuan, Rekomendasi dan Rencana Aksi Lampiran Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Pendahuluan  Jawa Timur selama ini dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki posisi strategis, baik dari aspek geografis, ekonomi, maupun dari sisi demografisnya. Secara lokasi, provinsi ini terletak di Kawasan Barat Indonesia yang memiliki akses langsung ke Kawasan Timur Indonesia. Secara ekonomi, provinsi ini merupakan penghubung Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 antara kawasan Timur dan Barat Indonesia, khususnya sebagai pintu gerbang perdagangan antar pulau dan daerah.  Potensi provinsi ini terletak pada perekonomiannya dan sumber daya manusianya. Saat ini Jawa Timur adalah kekuatan ekonomi kedua terbesar di Indonesia setelah DKI Jakarta dengan basis sumber daya manusia terbesar kedua setelah Jawa Barat.  Seiring dengan potensinya yang besar, Jawa Timur juga miliki tantangan pembangunan yang Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif besar. Tantangannya adalah (i)kualitas sumber daya manusia dan kemiskinan; (ii) koordinasi antar pemerintah daerah; (iii) kualitas infrastruktur yang merupakan pendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pendapatan dan  Sumber daya fiskal Jawa Timur mengalami  Mekanisme estimasi penganggaran yang lebih  Mempercepat pembaharuan data Pembiayaan peningkatan yang cukup signifikan baik di baik sehingga dapat memperkecil perbedaan yang digunakan dalam asumsi-asumsi tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ruang antara realisasi dan anggaran yang dibuat. penganggaran tersebut. Selain itu, fiskal memperlihatkan kecenderungan yang  Kualitas pengelolaan PBB yang akan diserahkan pembaharuan data mengenai objek menurun, khususnya di tingkat provinsi, karena ke daerah hendaknya ditingkatkan. Seperti kasus pajak juga harus lebih sering dilakukan komponen belanja bagi hasil dan bantuan di Kota Surabaya, adanya pelatihan pegawai pajak sehingga data yang digunakan untuk keuangan ke daerah bawahan yang mengalami dalam implementasi sistem pengumpulan pajak penganggaran tersebut merupakan data peningkatan. Dana DAU memperlihatkan serta kriteria pajak yang jelas merupakan potensi terkini. kecenderungan yang menurun karena adanya besaran untuk peningkatan pendapatan daerah.  pelatihan pegawai pajak dalam komponen PAD sebagai komponen perhitungan  Alokasi DAK hendaknya perlu dilihat lebih lanjut. implementasi sistem pengumpulan DAU mengalami peningkatan. Ini berarti Jawa Timur Sebagian besar DAK ditujukan untuk sektor pajak serta kriteria pajak yang jelas mempunyai potensi untuk meningkatkan PADnya pendidikan. merupakan potensi besar untuk dimasa depan dan mengurangi keterantungan peningkatan pendapatan daerah. pendapatan pada transfer.  Perlu dikaji lebih jauah apakah memang alokasi yang besar ini sudah menghasilkan pencapaian-pencapaian yang signifikan di sektor pendidikan, mengingat belanja pendidikan adalah salah satu komponen belanja terbesar. Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Belanja Daerah  Melalui analisis belanja daerah di Jawa Timur,  Belanja berdasarkan klasifikasi ekonomi,  Untuk lebih menunjang pembangunan terlihat bahwa terdapat tidak terjadi perubahan khususnya ditingkat kabupaten/kota perlu dikaji ekonomi di Jawa Timur, pemerintah yang cukup signifikan pada komposisi belanja lebih mendalam. Belanja pegawai menempati porsi perlu memberikan perhatian lebih pada sektoral Jawa Timur. Pemerintah provinsi yang cukup besar sedangkan belanja modal maupun isu utama di Jawa Timur yaitu masalah mengalokasikan sebagian besar dananya melalui barang dan jasa masih minim. infrastruktur. Pembangunan jalan yang belanja bagi hasil dan bantuan keuangan bagi  Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi menjadi penghubung antar titik-titk daerah bawahan untuk sektor-sektor sosial, belanja sektoralnya. Belanja pemerintah yang ekonomi di Jawa Timur membutuhkan pendidikan, kesehatan dan lainnya. Di tingkat cukup besar di sektor pendidikan cukup kontras modal yang cukup tinggi sehingga kabupaten/kota, belanja terbesar dialokasikan dengan kecilnya belanja infrastruktur, yang justru dapat mengatasi salah satu masalah kepada belanja pegawainya. Belanja pendidikan merupakan salah satu hambatan utama di Jawa konektivitas di Jawa Timur. merupakan sektor utama alokasi belanja Timur. Untuk itu, alokasi belanja sektoral perlu lebih pemerintah kabupaten/kota. Namun, perlu diteliti diprioritaskan pada sektor-sektor yang selama ini  Koordinasi pembagian tugas antara lebih lanjut alokasi belanja pendidikan yang cukup menjadi isu utama dalam masalah pembangunan pusat dan daerah perlu lebih besar dan meningkat di kabupaten/kota. Alokasi Jawa Timur, seperti misalnya sektor infrastruktur. ditingkatkan sehingga dana yang belanja daerah untuk sektor infrastruktur masih  Pemerintah pusat masih berperan besar dalam ditujukan untuk berbagai sektor minim, khususnya di tingkat kabupaten/kota. sektor strategis dan terdesentralisasi seperti pelayanan kepada masyarakat tidak Pemerintah kabupaten/kota perlu mengkaji lebih pendidikan melalui belanja dekonsentrasinya. tumpang tindih dan terkonsentrasi di lanjut alokasi belanja sektoral, khususnya untuk Seharusnya peran pemerintah daerah provinsi satu sektor saja. sektor infrastruktur, sebagai salah satu sektor yang maupun kabupaten/kota lebih besar dari pemerintah menjadi isu utama pusat.  Pemerintah perlu mengkaji lebih dalam alokasi belanja pendidikan di Jawa Timur. Dana untuk sektor pendidikan di Jawa Timur sudah cukup besar. Namun perlu dikaji lebih mendalam alokasi di sektor tersebut. Masalah utama pendidikan di Jawa Timur adalah rendahnya populasi pendidikan tingkat menengah serta meningkatkan peran dan fungsi lembaga pendidikan non-formal dan kejuruan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kerja yang lebih terampil (Diagnosa Pertumbuhan Jawa TImur, World Bank, 2011). Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah adalah memberi dukungan dan bantuan lebih pada pendidikan tingkat menengah dan lembaga-lembaga pendidikan non-formal serta kejuruan sehingga lebih aktif berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di Jawa Timur. Lampiran 133 134 Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Lampiran Sektor Strategis  Infrastruktur  Untuk mendukung pertumbuhan yang inklusif,  Merehabilitasi kondisi jalan-jalan yang  Infrastruktur adalah sektor yang memegang kualitas infrastruktur harus ditingkatkan, menghubungkan kantong-kantong peranan penting untuk pertumbuhan yang khususnya infrastruktur jalan yang memiliki peran produksi maupun kantong-kantong inklusif. Secara ekonomi, dan secara penyediaan penting dalam upaya penyediaan akses terhadap kemiskinan atau daerah yang terpencil. akses terhadap pelayanan publik. Hal ini pelayanan publik, baik pendidikan, kesehatan, Peran pemerintah kabupaten/kota ditunjukkan oleh belanja infrastruktur yang terus dan lainnya. Selain itu, infrastruktur jalan juga sangat penting disini karena sebagian meningkat secara riil walaupun secara proporsi dibutuhkan untuk menghubungkan daerah-daerah besar infrastruktur yang harus mengalami penurunan. Yang patut diperhatikan yang merupakan sentra-sentra produksi dan daerah- direhabilitasi adalah jalan akses desa. dari belanja infrastruktur adalah porsi belanja yang daerah terpencil atau kantung-kantung kemiskinan.  Pemerintah provinsi dapat memberikan Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 digunakan untuk operasi dan pemeliharaan yang  Perlu adanya konsistensi belanja yang digunakan insentif kepada pemerintah kabupaten/ masih terbatas dan kurang konsisten dari tahun untuk pemeliharaan sarana dan prasarana kota untuk meningkatkan infrastruktur ke tahun. Lebih jauh lagi, selain tingkat belanja infrastruktur. Menurunnya kualitas infrastruktur, jalan, khususnya yang memberikan infrastruktur yang jauh dibawah dari kontribusi khususnya infrastruktur jalan, menunjukkan akses ke desa-desa. PDRB, tingkat pertumbuhannya pun relatif rendah bahwa kualitas pemeliharaan sarana dan prasarana  Pemerintah provinsi harus mengambil dibandingkan pertumbuhan PDRB. masih harus ditingkatkan lebih jauh. Kebutuhan inisiatif dalam mengkaji lebih dalam pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur tentang transportasi multi moda  Tantangan infrastruktur yang dihadapi Jawa merupakan kebutuhan yang rutin dilakukan secara sehingga dapat menghubungkan Timur adalah kualitas infrastruktur jalan yang berkala sehingga membutuhkan biaya pemeliharaan daerah-daerah di Jawa Timur dengan masih harus ditingkatkan. Secara umum, kinerja yang konsisten dan tidak berlalu berfluktuasi. sistem transportasi lain. infrastruktur dapat mengimbangi kinerja rata-rata  Peningkatan investasi infrastruktur diperlukan  Mencari alternatif pembiayaan Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif nasional namun masih memiliki tantangan dalam dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi pembangunan/ pemeliharaan infrastruktur jalan. Walaupun sebagian besar desa yang lebih tinggi. Sebaran pertumbuhan ekonomi infrastruktur, baik dari sumber-sumber telah memiliki akses jalan, namun sebagian besar dan pengeluaran infrastruktur menunjukkan swasta, pemerintah pusat, maupun mengalami kerusakan setidak-tidaknya seperlima suatu pola yang saling terkait. Jika pengeluaran alternatif-alternatif lainnya. dari jumlah jalan kabupaten/kotanya. Sebagai infrastruktur relatif rendah, maka pertumbuhan provinsi yang memiliki panjang jalan terpanjang ekonominya pun relatif rendah. Meskipun kedua di Indonesia, ini merupakan permasalahan pembangunan infrastruktur tidak secara langsung besar dimana pemeliharaan jalan tidak berjalan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi namun secara optimal. sebagai pendorong untuk peningkatan investasi. Oleh karena itu peningkatan infrastruktur bagi daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah diharapkan dapat menjadi stimulus dalam peningkatan investasi daerah yang dampaknya akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi  Pendidikan  peningkatan kualitas dan akses pendidikan bagi  penuntasan pelaksanaan Wajib Belajar  Provinsi Jawa Timur melihat bahwa peningkatan masyarakat secara luas yang tertuang dalam RPJMD Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu Provinsi Jawa Timur tahun 2009 – 2014. Pendidikan Menengah 12 Tahun kunci dalam upaya mendukung pertumbuhan  Menentukan prioritas pembangunan sektor  Memberikan insentif ekonomi (bagi ekonomi dan pemerataan pembangunan. pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan keluarga miskin) atau pendidikan Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur kinerja sektor pendidikan dan menyesuaikan khusus yang dapat langsung digunakan memprioritaskan pembangunan pendidikan anggaran agar dapat merespon kebutuhan tersebut. di dunia kerja sebagai insentif bagi melalui peningkatan kualitas dan akses pendidikan penduduk usia sekolah, khususnya usia bagi masyarakat secara luas yang tertuang dalam SMP dan SMA untuk tetap meneruskan RPJMD Provinsi Jawa Timur tahun 2009-2014. Salah pendidikannya. satu penyebab utama rendahnya angka partisipasi sekolah pada tingkat SMP dan SMA adalah desakan ekonomi. Ada desakan bagi anak usia remaja untuk ikut membantu perekonomian keluarga, khususnya di daerah-daerah yang tertinggal atau terpencil.  Tantangan utama pendidikan di Jawa Timur adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang merupakan salah satu potensi utamanya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk meningkatkan produktifitas. Sekitar 55 persen dari tenaga kerja di Jawa Timur hanya mengecap pendidikan Sekolah Dasar. Hal ini juga ditunjukkan dari rendahnya angka partisipasi sekolah tingkat SMP/SMA dibandingkan dengan tingkat Sekolah Dasar. Sebagian besar dari tenaga kerja tersebut masuk ke dunia kerja hanya dengan pendidikan Sekolah Dasar.  Belanja pendidikan adalah belanja yang paling signifikan peningkatannya. Selama kurun waktu 2006-2010, belanja pendidikan baik yang merupakan konsolidasi belanja pemerintah pusat dan daerah, maupun yang merupakan belanja pemerintah daerah saja, meningkat sangat signifikan. Secara riil, peningkatan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dalam kurun waktu tersebut. Lebih dari 80 persen belanja pemerintah daerah dialokasikan untuk belanja pegawai tidak langsung, yaitu yang mencakup gaji guru dan gaji pegawai SKPD terkait. Lampiran 135 136 Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Lampiran  Kesehatan  Peningkatan IPM dengan memberikan prioritas  Beberapa upaya yang dapat dilakukan  Dalam rangka mendorong peningkatan IPM, terhadap upaya peningkatan Angka Harapan Hidup untuk penurunan AKB adalah melalui Pemerintah Daerah di Jawa Timur perlu terus dan penurunan Angka Kematian Bayi. peningkatan cakupan imunisasi dan melakukan peningkatan indeks Angka Harapan  Meningkatkan cakupan penerima fasilitas cakupan pertolongan kelahiran oleh Hidup (AHH). Sejak 5 tahun terakhir, indeks AHH kesehatan gratis dari kelompok masyarakat tenaga kesehatan. Beberapa daerah Jawa timur tidak mengalami pergeseran posisi yang termiskin. Di Jawa Timur, baru 40persen kelompok seperti Kabupaten Sampang, Bangkalan, berarti, yakni pada posisi ke-11 secara nasional. masyarakat termiskin yang menerima fasilitas Pamekasan, Probolinggo, Bondowoso, Mengingat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) kesehatan gratis. Angka ini masih cukup kecil jika Situbondo, Jember, Sumenep, dan Kota berperan sangat signifikan dalam peningkatan dibanding NTT, Gorontalo, dan Aceh yang sudah Pasuruan, perlu memberi perhatian lebih Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 AHH. mencapai 70persen. terhadap kedua hal tersebut.  Peningkatan belanja kesehatan terutama di  Perlu perhatian lebih dalam mengenai beberapa kabupaten/kota dengan belanja alokasi intra-sektor dalam belanja kesehatan per kapita terendah. Beberapa kesehatan sehingga peningkatan kabupaten memiliki belanja per kapita yang sangat belanja kesehatan per kapita dapat rendah, yakni kurang dari Rp. 65.000 perkapita per betul-betul berdampak pada penurunan tahun. Angka ini kurang dari setengah rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk belanja kesehatan per kapita kab/kota di Jawa Timur kesehatan. yang sudah mencapai Rp. 148.000. Beberapa daerah dengan belanja kesehatan per kapita terendah adalah daerah dengan proporsi belanja kesehatan Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif yang juga rendah, seperti Kota Malang, Kota Batu, dan Situbondo yang kurang dari 6persen.  Meningkatkan efesiensi alokatif dalam belanja kesehatan. Belanja daerah per kapita untuk kesehatan di Jawa timur terus mengalami peningkatan, namun belum cukup berpengaruh terhadap penurunan pengeluaran rumah tangga untuk kesehatan. Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi  Pertanian  Merevitalisasi sektor pertanian, pemerintah daerah  Dari sisi nilai produksi bruto, kinerja pertanian di Jawa Timur perlu melakukan beberapa perbaikan Jawa Timur cukup baik, namun perlu perbaikan sebagai berikut : (i) Mempertahankan kinerja pada sub-sektor non-tanaman pangan. produksi sub-sektor tanaman pangan, terutama padi Pertumbuhan riil sektor pertanian yang tetap yang sudah memiliki tingkat produktivitas per hektar positif, dan kontribusi sektor pertanian terhadap tertinggi di Indonesia; (ii) melakukan revitalisasi perekonomian daerah yang masih cukup tinggi pada sub-sektor perikanan dan peternakan yang menunjukkan kinerja sektor secara makro masih mengalami penurunan angka pertumbuhan cukup baik. pada dua tahun terakhir; (iii) menjaga stabilitas  Masalah kesejahteraan petani masih merupakan pertumbuhan produksi sektor kehutanan dan tantangan yang cukup tinggi di sektor perkebunan melalui pengelolaan budidaya hasil pertanian. Sebagaimana terjadi pada umumnya hutan dan perkebunan yang lebih berkelanjutan. di provinsi lain, tingkat upah pekerja di sektor  Dibutuhkan upaya-upaya lebih konkrit untuk pertanian di Jawa Timur secara rata-rata masih meningkatkan kesejahteraan petani perlu dilakukan, paling rendah dibanding sektor lainnya. Disamping misalnya melalui peningkatan nilai tambah produksi itu, persoalan peningkatan harga produk pertanian pertanian, menjaga mata rantai pemasaran produk yang tidak sebanding dengan peningkatan harga pertanian, mendorong peningkatan kualitas barang input pertanian (contoh : pupuk, benih, dll) kelembagaan pertanian, dll. dan harga-harga kebutuhan pokok mengakibatkan  Dalam rangka meningkatkan nilai investasi, peningkatan produksi pertanian kurang berdampak pemerintah daerah perlu meningkatkan belanja secara langsung pada peningkatan kesejahteraan pertanian, minimal dengan menjaga proporsi belanja petani. pertanian pada kisaran 4persen, sehingga belanja  Belanja pertanian secara riil cenderung stagnan pertanian dapat tetap meningkat seiring dengan dengan proporsi yang menurun. Di satu sisi peningkatan belanja total pemerintah di Jawa Timur. belanja daerah (prov+kab/kota) untuk pertanian  Struktur belanja sektor pertanian di Jawa meningkat, namun di sisi lain belanja pertanian Timur sudah didominasi oleh belanja langsung, yang bersumber dari Dekon/TP mengalami namun masih perlu perbaikan dalam komposisi penurunan. Kondisi ini yang mengakibatkan belanja langsung. Proporsi belanja langsung belanja publik (yang bersumber dari seluruh (untuk program/kegiatan) sektor pertanian di Jawa tingkatan pemerintahan) untuk sektor pertanian Timur yang sudah jauh lebih tinggi (75%) dibanding cenderung stagnan pada kisaran Rp. 1,8 triliun. belanja untuk gaji pegawai (25%). Namun demikian, Kondisi ini belum seiring dengan petumbuhan total alokasi belanja modal dalam belanja langsung masih belanja pemerintah di Jawa Timur yang tiap tahun sangat minim. Investasi modal sangat diperlukan meningkat, sehingga secara proporsional belanja dalam pembangunan sektor pertanian, terutama pertanian menjadi menurun. untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian  Sebagai provinsi yang memiliki kontribusi pertanian serta pemasaran. yang besar, Jawa Timur masih bergantung sistem  Perlu peningkatan kerjasama Dinas Pertanian irigasi yang lama. dan Dinas Pekerjaan Umum untuk menangani masalah pemeliharaan irigasi di Jawa Timur. Dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Jawa Timur, pemerintah daerah di Jawa Timur perlu mendorong kerjasama dan koordinasi yang baik antara Dinas Pertanian dengan Dinas Pekerjaan Umum, khususnya yang menangani pengairan dan pemeliharaan irigasi. Lampiran 137 138 Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Lampiran � Akuntansi dan Pelaporan  Peningkatan jumlah SDM Bab Temuan  Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang Rekomendasi berlatarbelakang akuntansi Rencana Aksi pendidikan akuntansi pada posisi penting  Pelatihan dan Pendampingan Teknis Pengelolaan  Secara keseluruhan Pemda Provinsi Jawa Timur dan pengelolaan � Peraturan keuangan daerah Perundangan Daerah bidang Pelatihan  pada akuntansi tentang kerangka peraturan Keuangan Daerah Pemda Kota Surabaya memiliki kinerja PKD yang Mempertahankan  Melengkapi sistem berbagai informasi Peraturan yang Perundangan Daerah daerah yang  Pelatihan dan Pendampingan komprehensif Teknis terkait lebih baik daripada kab/kota lainnya. Oleh karena sudah yang terintegrasi melandasi di Pemprov praktik Jawa Timur pengelolaan dan keuangan untuk Pengelolaan informasi akuntansi sistemKeuangan Daerah dan itu, penting untuk dikembangkan mekanisme menerapkannya daerah di kab/kota sebagaimana diamanatkan oleh kerangka Pendampingan  manajemen yang terintegrasi Teknis untuk melengkapi pendampingan teknis kepada kab/kota yang masih hukum nasional, antara lain: Perda mengenai SPM berbagai Peraturan Perundangan Daerah � Internal Audit  Pelatihan bersertifikat untuk memiliki kinerja yang kurang. Di samping itu, dan Analisis Standar Belanja yang belum dibuat dan disahkan  Mempertahankan kinerja bidang audit internal menghasilkan staf dengan kualifikasi beberapa daerah lebih baik daripada daerah lain  Menyusun Peraturan Perundangan Daerah Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 yang sudah bagus di level Pemprov Jawa Timur dan Jabatan Fungsional Auditor dalam bidang tertentu dan sebaliknya lebih buruk mencakup ketentuan-ketentuan untuk memanfaatkannya untuk diterapkan di kab/kota  Penambahan SDM berlatarbelakang dalam bidang lainnya. Oleh karena itu penting juga meningkatkan transparansi dan partisipasi  Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang akuntansi untuk dikembangkan program mitra belajar (peer masyarakat pendidikan akuntansi dan memiliki kualifikasi  Pendampingan Teknis oleh Pemprov learning) antar daerah. Jabatan Fungsional Auditor Jawa Timur kepada kab/kota pada bidang audit internal � Perencanaan dan Penganggaran  Pelatihan dan Pendampingan Teknis � Hutang, Hibah, dan Investasi  Pendampingan Teknis oleh Pemprov  Menyusun dokumen Analisis Standar Belanja untuk penyusunan Analisis Standar  Mempertahankan kinerja bidang hutang, hibah, dan Jawa Timur kepada kab. Tulungagung  Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Belanja investasi yang sudah bagus di level Pemprov Jawa terkait dengan: (i) publikasi informasi pemantauan dan evaluasi kegiatan yang  Pelatihan dan Pendampingan Teknis Timur dan kab/kota lainnya untuk membantu Kab. terhadap penerimaan dan kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD untuk Fasilitasi Proses Perencanaan, Tulungangung dibiayai dari Hibah; (ii) pencantuman Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Pemantauan, dan Evaluasi Partisipatif  Peningkatan kinerja Kab. Tulungagung, melalui: dana pendamping Hibah dalam DPA � (i) publikasi informasi Pengelolaan Kas terhadap penerimaan dan (iii) pembuatan Pendampingan  SKPKD; peraturan daerah Teknis untuk  kegiatan yang dibiayai Mempertahankan dari kinerja Hibah; dalam (ii) pencantuman bidang pengelolaan mengenai penyusunan penerimaan, pencatatan, Perda mengenai pajak dan dana kas pendamping Hibah dalam DPA SKPKD; (iii) pengelolaan retribusi daerah dan pelaporan hibah, baik  pembuatan peraturan Pemerintah Provinsi daerah Jawa mengenai Timur: Bendahara penerimaan, Umum penerimaan hibah maupun pemberian pencatatan, Daerah perlu pengelolaan untuk mulaidan pelaporan melakukan hibah, baik rekonsiliasi hibah; (iv) pencatatan transaksi hibah penerimaan harian hibah terhadap maupun rekening pemberian bank hibah; yang terkait (iv) dengan pencatatan transaksi pendapatan daerah hibah  Untuk 3 Kab/Kota: memperbaiki mekanisme � Pengelolaan Aset  Pendampingan Teknis untuk pembuatan penyusunan Perda mengenai pajak dan retribusi agar  Mempertahankan kinerja bidang pengelolaan aset dan implementasi peraturan daerah tidak terjadi penolakan oleh pemerintah yang sudah bagus di Pemprov Jawa Timur dan Kota tentang penggunaan dan pemanfaatan Pengadaan � Surabaya untuk membantu Barang dan Jasakab/kota lainnya Pelatihan  aset daerah dan Pendampingan Teknis  Membuat dan mengimplementasikan Mempertahankan kinerja dalam bidang kebijakan pengadaandan untuk penyusunan  Program mitra belajar (peer learning ketentuan ) mengenai peraturan barang dan daerah jasa yang mengatur penggunaan dan antara daerah pengadaan barang sudah maju yang melalui dalam proses pemanfaatan  Penerapan sistem daerah yang mendukung aset pengawasan/audit oleh tertib bidang tertentu dengan daerah dan swakelola pengelolaan aset Penanggung daerah Jawab Anggaran atas pengadaan bidang lain barang yang dilaksanakan melalui swakelola � Audit Eksternal  Pelatihan dan Pendampingan Teknis  Melakukan publikasi informasi Laporan untuk pembuatan media publikasi bagi Penyelenggaran Pemerintah Daerah (LPPD) dan informasi Laporan Penyelenggaran Laporan Keuangan Daerah pada media massa Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan setempat atau media elektronik atau pada papan Keuangan Daerah dalam berbagai pengumuman resmi atau melalui website format media informasi Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Birokrasi dan  Pengelolaan jumlah PNS secara efisien dan  Pengelolaan PNS bisa dilakukan melalui penataan  Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dan Kepegawaian efektif diperlukan dalam upaya meningkatkan karir berbasis kinerja. Dengan ukuran dan ketegasan Kota di Jawa Timur perlu mereformulasi kualitas pelayanan dan stabilitas anggaran pelaksanaannya, maka PNS akan terpacu untuk strategi dan target reformasi birokrasi. daerah. Perkembangan jumlah Pegawai Negeri meningkatkan kinerjanya, terutama dalam melayani Salah satunya melalui penetapan ukuran Sipil (PNS) di Jawa Timur mengalami fluktuasi masyarakat. peningkatan aksesibilitas masyarakat dengan tren meningkat dalam empat tahun  Penetapan ukuran peningkatan aksesibilitas terhadap penyediaan kebutuhan dasar terakhir. Dengan jumlah PNS yang relatif besar masyarakat terhadap penyediaan kebutuhan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten baik di daerah maupun tingkat provinsi, maka dasar dapat dijadikan sebagai langkah strategis dan Kota, yakni meliputi pelayanan diperlukan pengelolaan PNS secara baik sehingga dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. kesehatan dan pendidikan dan terjadi optimalisasi peran PNS dalam melakukan Penetapan tersebut berkaitan dengan reformasi pengembangan ekonomi masyarakat. pelayan publik. birokrasi yang dijalankan pemerintah Provinsi Jawa  Kebijakan achievement based Timur. Hal ini dikarenakan apabila pemerintah remuneration merupakan solusi provinsi lebih menekankan pada peningkatan alternatif dalam meningkatkan kesejahteraan PNS kemungkinan besar tidak akan kinerja aparatur pemerintahan berdampak secara nyata terhadap penurunan di tengah keterbatasan anggaran kemiskinan dan peningkatan angka IPM. Sebaliknya, di berbagai level pemerintahan. peningkatan kesejahteraan PNS telah memperbesar Kebijakan ini merupakan terobosan belanja pegawai dan mengurangi porsi belanja reformasi yang bisa dilakukan melalui untuk masyarakat. perbaikan remunerasi berbasis kinerja inovatif PNS. Kepada setiap PNS yang berhasil menemukan inovasi berupa teknik/metode/model atau alat tertentu yang mempunyai dampak perbaikan hasil ekonomi atau situasi sosial pada masyarakat berhak mendapat perbaikan remunerasi. Pemerintah daerah mengapresiasi setiap inovasi PNS agar manfaat perbaikan kinerjanya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Lampiran 139 140 Lampiran Bab Temuan Rekomendasi Rencana Aksi Pengarusutamaan  Komitmen yang kuat dan aplikatif dari berbagai  Diperlukan upaya pengarusutamaan gender Gender unsur pemerintahan dan masyarakat diperlukan sebagai suatu gerakan di masyarakat untuk dalam upaya peningkatan kualitas perempuan mencapai kesetaraan gender. Terdapat gap yang dalam perspektif pengarusutamaan gender. relatif besar antara pencapaian Indeks Pembangunan Pengarusutamaan gender merupakan salah satu Manusia dengan Indeks Pembangunan Gender. kebijakan utama dalam pembangunan di Jawa Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kualitas Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 Timur, terlhat pada berbagai kebijakan dan strategi hidup sebagian kaum perempuan masih berada di seperti yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Jawa bawah standar pembangunan. Berbagai kebijakan Timur 2009 – 2014 bahwa pembangunan daerah harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup harus pro gender. Selain itu, pengarusutamaan perempuan khususnya melalui pendidikan dan gender menjadi agenda utama yang harus kesehatan yang berkualitas, serta penyediaan sarana dituntaskan dalam program Gubernur Jawa dan prasarana yang mendukung pengembangan Timur periode 2009-2014 melalui peningkatan perempuan. kualitas kehidupan dan peran perempuan, serta  Anggaran responsif gender perlu ditingkatkan terjaminnya kesetaraan gender. Hal ini menunjukan dan dioptimalkan untuk mengentaskan komitmen yang tinggi dari pemerintah Provinsi kemiskinan khususnya dalam perspektif gender. Jawa Timur dalam upaya pengarusutamaan Salah satu isu strategis pembangunan gender di Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif gender. Namun demikian, komitmen tersebut Jawa Timur adalah masih banyaknya permasalahan harus terimplementasi melalui program kesetaraan TKW di luar negeri yang notabene adalah kaum gender yang konsisten dan dapat langsung perempuan miskin. Oleh karena itu diperlukan dirasakan oleh kaum perempuan dan menjadi suatu kebijakan pemerintah daerah di Jawa Timur. gerakan bersama masyarakat serta seluruh SKPD di seperti anggaran responsif gender yang diarahkan berbagai tingkatan pemerintahan. pada pembinaan calon maupun TKW baik sebelum  Pengarusutamaan gender melalui berangkat, training, maupun setelah kembali dari pemberdayaan perempuan akan menjadi hal bekerja di luar negeri. Selain itu perluasan lapangan yang sangat penting dalam upaya menurunkan kerja di daerah dengan suasana kondusif dalam tingkat kemiskinan. Banyaknya TKW dari daerah perspektif gender harus juga menjadi agenda utama kantong kemiskinan menunjukan bahwa bekerja di dalam meningkatkan kualitas perempuan. luar negeri masih menjadi harapan bagi sebagian penduduk untuk keluar dari kemiskinan. Kebijakan pengurangan kemiskinan dan pengarusutamaan gender seharusnya dilakukan secara simultan, karena saling terkait satu sama lain. Oleh karena itu, berbagai program pengentasan kemiskinan seharusnya dilihat dari perspektif gender. Lampiran D. Budget Master Table Lampiran D.1 Konsolidasi Anggaran Pemerintah Jawa Timur Tabel D.1.1. Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Rupiah) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 PAD 4.484.669.227.510 4.731.825.199.051 5.401.005.275.191 5.708.040.337.081 5.961.940.213.479 Pajak Daerah 3.940.621.693.610 4.062.132.225.885 4.644.032.397.519 4.891.816.302.939 4.975.832.086.761 Retribusi Daerah 320.446.757.865 296.687.899.014 320.520.873.641 75.609.005.674 50.613.338.725 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 74.110.598.193 113.073.857.161 202.475.846.326 227.446.225.641 227.705.003.139 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 149.490.177.842 259.931.216.990 233.976.157.706 513.168.802.827 707.789.784.854 DANA PERIMBANGAN 1.665.767.402.946 1.995.219.246.376 1.863.244.069.276 2.093.556.408.980 2.255.270.853.359 Dana Bagi Hasil Pajak 672.690.380.318 912.121.861.227 803.355.887.579 957.077.058.980 1.067.988.724.526 Bagi Hasil Bukan Pajak - - - - - Dana Alokasi Umum 993.077.022.628 1.065.941.916.350 1.059.888.181.697 1.118.478.350.000 1.134.007.820.681 Dana Alokasi Khusus - 17.155.468.799 - 18.001.000.000 53.274.308.153 PENDAPATAN LAIN YANG SAH 28.113.890.837 22.613.826.935 66.974.884.129 26.098.069.471 45.039.913.052 Pendapatan Hibah - 22.613.826.935 24.648.574.379 22.032.919.471 16.454.749.439 Dana Darurat - - - - - Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya - - - - - Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - - 42.326.309.750 4.065.150.000 28.585.163.613 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 150.797.542 - - - - Bagi Hasil Bukan Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya 27.963.093.295 - - - - Pendapatan lainnya - - - - - TOTAL PENDAPATAN 6.178.550.521.292 6.749.658.272.362 7.331.224.228.597 7.827.694.815.532 8.262.250.979.890 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. Lampiran 141 142 Lampiran Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 PAD 2.615.311.060.180 2.838.685.654.333 3.022.900.649.150 3.357.224.037.525 3.511.862.716.200 Pajak Daerah 991.774.565.033 1.028.259.214.611 1.075.977.836.419 1.147.710.979.236 1.250.400.123.825 Retribusi Daerah 974.890.564.212 1.123.825.370.901 1.147.323.191.747 1.108.471.571.720 1.017.865.299.259 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 88.380.063.901 129.967.577.805 151.490.807.942 162.512.985.668 185.045.975.569 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 560.265.867.033 556.633.491.015 648.108.813.043 938.528.500.902 1.058.551.317.547 DANA PERIMBANGAN 22.740.512.291.424 24.532.183.106.904 24.975.171.280.397 25.153.882.160.116 24.022.237.941.134 Dana Bagi Hasil Pajak 2.510.204.732.719 2.803.111.900.888 2.603.851.774.449 3.031.728.625.768 3.520.622.459.459 Bagi Hasil Bukan Pajak 12.605.000.018 75.110.907.402 383.205.904.229 237.943.280.348 - Dana Alokasi Umum 19.112.022.129.655 20.137.094.511.365 20.219.395.533.459 19.763.938.166.000 18.785.658.020.942 Dana Alokasi Khusus 1.105.680.429.032 1.516.865.787.249 1.768.718.068.260 2.120.272.088.000 1.715.957.460.733 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif PENDAPATAN LAIN YANG SAH 1.745.076.127.513 1.834.067.116.476 2.049.624.356.614 3.629.751.013.124 6.414.700.449.178 Pendapatan Hibah 224.043.040 29.844.943.356 140.610.797.645 68.856.097.388 146.420.272.969 Dana Darurat 3.337.563.360 53.651.868.580 107.307.317.700 19.987.902.923 5.811.972.700 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah 69.392.588.477 189.905.834.915 743.742.028.067 673.378.917.037 1.779.494.803.938 Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 103.740.882 24.560.297.743 224.759.792.625 178.892.399.800 2.971.396.040.959 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya 1.530.122.607.797 12.066.336.665 84.517.749.539 306.449.690.335 1.436.051.108.406 Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah 25.420.705.879 - 3.545.147.103 19.508.505.000 75.526.250.205 Lainnya Pendapatan lainnya 116.474.878.078 - 745.141.523.936 2.362.677.500.641 - TOTAL PENDAPATAN 27.100.899.479.116 29.204.935.877.713 30.047.696.286.161 32.140.857.210.765 33.948.801.106.512 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. Lampiran Tabel D.1.2. Belanja Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Rupiah) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Belanja pegawai 1.233.112.254.946 - - - - Tidak langsung - 1.244.704.083.678 1.023.751.248.708 1.075.189.345.905 1.269.166.274.424 Langsung - 335.590.781.962 500.912.898.361 483.187.940.619 637.548.860.398 Belanja barang & jasa - 1.176.648.457.465 1.558.040.692.744 1.962.652.642.711 2.589.803.558.638 Barang & jasa 1.578.650.358.797 - - - - Perjalanan dinas 283.388.519.472 - - - - Pemeliharaan 215.217.432.824 - - - - Belanja modal 748.138.656.620 710.339.715.984 604.283.550.965 837.299.991.689 895.385.718.604 Belanja lain-lain 2.144.247.555.880 2.525.064.304.251 3.456.781.650.216 3.243.709.886.603 4.432.425.398.693 Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009 2010 Belanja pegawai 12.047.093.231.352 - - - - Tidak langsung - 12.238.004.179.741 13.982.031.877.551 15.728.648.096.249 19.844.946.225.370 Langsung - 1.875.038.429.819 1.660.525.022.712 1.456.020.384.821 1.480.759.883.368 Belanja barang - 4.840.118.522.052 4.583.979.892.662 4.740.862.103.721 5.497.440.114.215 & jasa Barang & jasa 3.775.611.296.789 - - - - Perjalanan dinas 429.342.435.430 - - - - Pemeliharaan 1.524.845.295.181 - - - - Belanja modal 4.378.052.153.465 6.253.366.649.270 6.705.309.339.069 7.328.942.670.997 6.574.256.502.894 Belanja lain-lain 2.516.929.227.186 2.837.122.831.291 3.128.104.495.348 3.735.506.460.889 4.459.320.028.269 Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. 143 Lampiran Tabel D.1.3. Belanja berdasarkan bidang (dalam Rupiah) Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Bidang Administrasi Umum 3.753.732.092.771 3.503.699.274.193 4.491.696.526.512 4.298.711.176.337 5.821.039.233.168 Pemerintahan Bidang Pertanian 151.561.348.588 194.282.163.350 427.844.053.829 241.024.403.642 388.875.296.491 Bidang Perikanan 69.504.627.474 77.413.071.585 75.361.091.083 184.592.575.512 180.389.469.925 dan Kelautan Bidang Pertambangan dan 32.060.283.190 27.929.238.914 29.904.861.473 41.092.470.467 28.010.828.872 Energi Bidang Kehutanan 66.107.168.527 30.003.230.014 30.201.574.469 36.747.296.800 36.045.728.584 dan Perkebunan Bidang Perindustrian 62.810.419.700 216.852.888.643 82.373.061.989 141.402.070.550 171.482.513.899 dan Perdagangan Bidang 25.009.661.722 28.905.450.533 31.153.624.989 83.793.373.691 123.484.902.973 Perkoperasian Bidang Penanaman 14.969.923.484 13.289.882.174 12.388.345.411 20.311.011.941 31.592.097.513 Modal Bidang 73.328.314.771 67.816.475.657 78.060.873.581 107.558.044.244 142.098.664.434 Ketenagakerjaan Bidang Kesehatan 671.705.848.129 593.798.221.966 745.128.848.164 936.712.780.103 1.397.091.833.364 Bidang Pendidikan 354.747.255.876 237.329.163.612 228.843.470.292 310.239.795.226 310.226.423.775 dan Kebudayaan Bidang Sosial 81.625.425.195 75.863.712.147 92.417.975.956 126.788.452.569 124.005.124.620 Bidang Penataan - - - - 7.811.331.339 Ruang Bidang Permukiman 104.155.853.571 130.525.109.044 127.924.545.343 157.098.103.084 109.082.624.252 Bidang Pekerjaan 559.846.275.230 593.518.572.794 455.684.121.269 567.971.067.627 589.113.581.713 Umum Bidang 90.364.952.211 105.540.617.307 152.508.623.232 292.053.315.202 270.143.058.470 Perhubungan Bidang Lingkungan 25.841.537.461 18.583.643.366 20.967.020.341 26.627.843.390 36.242.135.697 Hidup Bidang 17.280.064.411 30.220.124.003 15.605.781.322 - 2.758.040.389 Kependudukan Bidang Olah Raga 19.276.122.459 17.771.716.564 15.339.567.512 29.316.027.142 36.372.074.607 Bidang 28.827.603.770 29.004.787.474 30.366.074.224 - 18.464.846.672 Kepariwisataan Bidang Pertanahan - - - - - Bidang Lain-Lain - - - - - Total 6.202.754.778.539 5.992.347.343.340 7.143.770.040.994 7.602.039.807.527 9.824.329.810.757 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 144 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Bidang Administrasi Umum 7.787.511.965.461 8.685.375.290.464 8.595.450.529.837 9.456.662.494.391 10.930.338.780.340 Pemerintahan Bidang Pertanian 490.882.137.023 572.393.170.076 622.151.546.590 606.752.867.809 632.335.841.891 Bidang Perikanan 159.243.912.684 163.159.002.420 159.041.666.225 154.777.511.621 184.108.206.334 dan Kelautan Bidang Pertambangan dan 26.082.398.841 36.602.574.977 95.930.509.270 74.443.148.903 31.857.319.746 Energi Bidang Kehutanan 102.178.047.140 76.396.576.856 104.491.964.139 104.866.884.994 128.098.154.282 dan Perkebunan Bidang Perindustrian dan 185.155.134.095 205.102.652.798 229.781.490.147 298.640.667.539 254.837.174.892 Perdagangan Bidang 78.042.197.742 116.710.607.550 124.583.912.188 147.289.618.870 176.995.861.174 Perkoperasian Bidang Penanaman 9.691.873.907 71.164.654.167 34.274.973.582 36.546.426.668 50.819.775.585 Modal Bidang 118.711.320.851 115.253.948.713 111.789.856.966 125.947.061.363 145.223.637.903 Ketenagakerjaan Bidang Kesehatan 2.011.705.494.460 2.525.931.147.225 2.831.227.824.083 3.590.205.128.497 3.797.983.554.998 Bidang Pendidikan 8.261.173.320.650 9.614.744.611.137 11.267.319.532.297 11.884.570.437.555 15.404.666.067.693 dan Kebudayaan Bidang Sosial 260.108.930.477 217.091.782.091 163.302.699.898 222.984.727.913 257.661.739.061 Bidang Penataan 147.876.415.214 47.207.764.328 315.824.719.048 511.393.463.799 454.628.656.418 Ruang Bidang Permukiman 852.535.854.008 382.270.734.101 206.900.758.512 240.370.029.630 261.569.808.661 Bidang Pekerjaan 2.922.465.770.493 3.885.972.937.329 3.806.018.531.813 4.232.423.533.733 3.704.562.552.159 Umum Bidang 281.768.496.867 260.779.004.270 315.656.034.094 387.785.770.960 393.492.518.086 Perhubungan Bidang Lingkungan 551.311.538.047 573.714.954.981 637.332.724.823 560.763.447.380 675.956.152.430 Hidup Bidang 232.211.055.139 181.526.811.796 159.173.770.720 142.894.965.868 150.995.124.541 Kependudukan Bidang Olah Raga 6.975.405.557 220.012.444.410 82.912.404.117 139.179.899.707 130.401.470.093 Bidang 103.711.591.655 77.925.522.969 99.640.147.689 49.286.751.915 59.333.868.158 Kepariwisataan Bidang Pertanahan - 14.314.419.517 97.145.031.305 22.194.877.562 30.856.489.669 Bidang Lain-Lain 82.530.779.092 - - - - Total 24.671.873.639.403 28.043.650.612.174 30.059.950.627.341 32.989.979.716.677 37.856.722.754.114 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. 145 Lampiran Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat di Provinsi Jawa Timur Tabel D.2.1. Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Jawa Timur (dalam Rupiah) 2006 2007 2008 2009 2010 Pendidikan 4.458.785.855.095 2.508.031.161.634 6.479.974.842.267 10.326.889.126.398 7.355.830.333.757 Kesehatan 575.784.366.217 491.041.210.205 284.913.206.727 292.999.625.935 185.267.092.608 Pertanian 519.059.535.906 685.760.740.120 432.603.423.146 443.813.910.137 266.588.612.565 Infrastruktur 194.464.190.590 318.815.841.624 744.655.208.799 1.550.188.924.218 326.307.532.971 Catatan: Semua angka dalam Master Table merupakan angka real dengan tahun dasar 2009=100. Lampiran D.3 Anggaran Daerah Berdasarkan Kabupaten/Kota Tabel D.3.1. Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) DANA PENDAPATAN LAIN TOTAL PAD PERIMBANGAN YANG SAH PENDAPATAN Kota Surabaya 307.754 550.396 158.600 1.016.750 Kota Probolinggo 173.933 1.432.569 441.182 2.047.684 Kota Pasuruan 204.844 1.707.120 203.877 2.115.842 Kota Mojokerto 248.439 2.572.174 346.900 3.167.513 Kota Malang 112.658 729.737 130.783 973.179 Kota Madiun 244.560 1.864.795 212.905 2.322.260 Kota Kediri 325.922 1.905.903 234.097 2.465.923 Kota Blitar 298.789 2.170.169 465.749 2.934.707 Kota Batu 91.700 1.504.948 346.758 1.943.406 Kab. Tulungagung 82.985 776.306 153.999 1.013.291 Kab. Tuban 96.168 629.833 56.390 782.391 Kab. Trenggalek 59.837 854.319 143.291 1.057.447 Kab. Sumenep 43.546 712.341 44.929 800.815 Kab. Situbondo 54.271 854.451 68.616 977.337 Kab. Sidoarjo 157.886 514.714 108.897 781.498 Kab. Sampang 40.401 625.215 72.763 738.378 Kab. Probolinggo 40.746 616.348 86.406 743.500 Kab. Ponorogo 53.440 759.992 93.256 906.688 Kab. Pasuruan 60.352 591.996 27.583 679.931 Kab. Pamekasan 47.224 681.314 74.874 803.412 Kab. Pacitan 49.525 931.990 84.470 1.065.985 Kab. Ngawi 30.556 805.020 117.401 952.976 Kab. Nganjuk 72.092 713.664 113.944 899.701 Kab. Mojokerto 58.811 630.785 87.260 776.856 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 146 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran DANA PENDAPATAN LAIN TOTAL PAD PERIMBANGAN YANG SAH PENDAPATAN Kab. Malang 63.302 479.027 46.118 588.447 Kab. Magetan 77.994 947.877 126.565 1.152.436 Kab. Madiun 46.858 867.265 185.018 1.099.141 Kab. Lumajang 63.555 628.787 55.824 748.166 Kab. Lamongan 60.063 615.105 121.205 796.374 Kab. Kediri 53.604 565.251 77.888 696.742 Kab. Jombang 69.318 547.567 60.938 677.823 Kab. Jember 58.000 470.158 46.844 575.001 Kab. Gresik 138.452 584.855 74.827 798.134 Kab. Bondowoso 56.597 755.636 145.176 957.409 Kab. Bojonegoro 55.264 621.162 53.852 730.278 Kab. Blitar 54.434 708.188 124.620 887.242 Kab. Banyuwangi 56.637 597.205 90.894 744.736 Kab. Bangkalan 35.409 639.513 63.609 738.531 Tabel D.3.2. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Klasifikasi Ekonomi tahun 2009 (dalam Rupiah) PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA Kota Surabaya 359.600 452.317 282.046 94.559 1.188.522 Kota Probolinggo 909.729 578.455 425.777 60.344 1.974.305 Kota Pasuruan 1.044.783 656.583 324.754 340.867 2.366.987 Kota Mojokerto 1.341.669 1.059.498 955.380 164.789 3.521.336 Kota Malang 500.696 276.196 123.588 84.640 985.120 Kota Madiun 1.364.210 414.383 338.520 54.843 2.171.956 Kota Kediri 1.093.498 723.679 423.925 340.631 2.581.733 Kota Blitar 1.389.511 831.290 496.398 169.458 2.886.657 Kota Batu 828.745 754.745 284.051 217.969 2.085.510 Kab. Tulungagung 619.647 132.483 152.260 116.071 1.020.461 Kab. Tuban 417.470 237.844 75.615 91.098 822.027 Kab. Trenggalek 621.051 169.307 122.588 169.842 1.082.788 Kab. Sumenep 494.197 145.815 114.990 104.048 859.050 Kab. Situbondo 590.658 187.433 96.659 131.384 1.006.134 Kab. Sidoarjo 356.793 139.056 138.931 126.008 760.787 Kab. Sampang 366.942 279.488 83.668 87.553 817.650 Kab. Probolinggo 404.671 158.189 97.429 88.485 748.774 Kab. Ponorogo 550.525 167.907 103.771 82.191 904.394 Kab. Pasuruan 344.738 130.906 118.511 72.167 666.322 147 Lampiran PEGAWAI MODAL BARANG dan JASA LAINNYA TOTAL BELANJA Kab. Pamekasan 348.910 152.473 109.137 83.062 693.581 Kab. Pacitan 661.060 173.974 134.793 101.910 1.071.738 Kab. Ngawi 640.192 136.378 134.254 151.343 1.062.166 Kab. Nganjuk 526.943 206.634 118.989 52.620 905.186 Kab. Mojokerto 487.496 137.814 102.278 92.677 820.265 Kab. Malang 315.234 116.814 66.688 78.350 577.086 Kab. Magetan 715.043 222.100 135.968 93.835 1.166.946 Kab. Madiun 657.062 215.669 134.412 98.789 1.105.932 Kab. Lumajang 440.519 83.047 91.959 133.133 748.658 Kab. Lamongan 440.563 173.378 107.050 104.829 825.819 Kab. Kediri 397.745 174.617 75.540 54.663 702.565 Kab. Jombang 383.681 105.268 119.860 100.858 709.668 Kab. Jember 335.399 97.407 78.186 63.295 574.288 Kab. Gresik 384.754 86.912 103.022 195.069 769.757 Kab. Bondowoso 578.736 157.998 169.579 89.164 995.477 Kab. Bojonegoro 402.256 169.338 62.785 106.975 741.354 Kab. Blitar 528.372 177.070 103.812 60.609 869.863 Kab. Banyuwangi 376.749 195.134 68.491 121.981 762.355 Kab. Bangkalan 426.013 160.487 105.143 43.277 734.920 Tabel D.3.3. Belanja Riil Perkapita Daerah Kabupaten/kota berdasarkan Urusan tahun 2009 (dalam Rupiah) Urusan Wajib Urusan Pilihan Kota Surabaya 1.166.651 21.870 Kota Probolinggo 1.861.436 112.869 Kota Pasuruan 2.303.083 63.904 Kota Mojokerto 3.452.349 68.987 Kota Malang 958.627 26.493 Kota Madiun 2.103.803 68.153 Kota Kediri 2.549.489 32.244 Kota Blitar 2.780.171 106.486 Kota Batu 1.925.268 160.242 Kab. Tulungagung 995.885 24.576 Kab. Tuban 773.727 48.300 Kab. Trenggalek 1.033.892 48.896 Kab. Sumenep 816.640 42.410 Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 148 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif Lampiran Urusan Wajib Urusan Pilihan Kab. Situbondo 960.236 45.898 Kab. Sidoarjo 742.407 18.380 Kab. Sampang 779.171 38.479 Kab. Probolinggo 723.770 25.004 Kab. Ponorogo 872.303 32.091 Kab. Pasuruan 644.651 21.671 Kab. Pamekasan 677.577 16.004 Kab. Pacitan 1.017.577 54.161 Kab. Ngawi 1.023.037 39.130 Kab. Nganjuk 871.530 33.656 Kab. Mojokerto 792.641 27.623 Kab. Malang 549.358 27.728 Kab. Magetan 1.112.244 54.702 Kab. Madiun 1.061.338 44.594 Kab. Lumajang 720.789 27.869 Kab. Lamongan 771.850 53.969 Kab. Kediri 681.873 20.692 Kab. Jombang 686.257 23.410 Kab. Jember 541.036 33.252 Kab. Gresik 752.568 17.189 Kab. Bondowoso 942.260 53.216 Kab. Bojonegoro 713.040 28.314 Kab. Blitar 852.863 17.001 Kab. Banyuwangi 738.415 23.939 Kab. Bangkalan 703.328 31.592 149 Lampiran Analisis Keuangan Publik Jawa Timur 2011 150 Mengoptimalkan Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Pertumbuhan yang Inklusif