Investasi untuk 51935 Kesehatan dan Gizi Sekolah di Indonesia Joy Miller Del Rosso Rina Arlianti OKtOber 2009 Daftar Isi Daftar Isi i Daftar Tabel, Gambar, Kotak, dan Peta ii Ucapan Terima Kasih iii Akronim iv Daftar Propinsi v 1. Ringkasan Eksekutif 1 Kesehatan dan Gizi Buruk pada Anak-anak Usia Sekolah di Indonesia 2 Keuntungan Potensial dari Perbaikan Kesehatan dan Gizi Anak Usia Sekolah 3 Tahapan untuk Investasi Kesehatan dan Gizi Sekolah di Indonesia 4 2. Ringkasan Rekomendasi dan Langkah Selanjutnya 6 3. Pendahuluan 8 KGS dan Tujuan Pembangunan Milenium 10 4. Dampak Buruknya Kesehatan dan Gizi pada Pendidikan 11 Penyakit Menular pada Anak Usia Sekolah 12 - Diare dan Tifus 12 - Infeksi Saluran Pernapasan Akut 13 - Malaria 14 - Infeksi Parasit Usus 14 Kelaparan dan Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah 16 - Gagal Tumbuh pada Anak Usia Sekolah 16 - Defisiensi Mikronutrien 20 > Defisiensi Zat Besi 20 > Defisiensi Yodium 21 Gangguan Pancaindera 22 I Penyusunan laporan ini didanai Air dan Sanitasi 22 sebagian oleh Pemerintah Belanda 5. Potensi Keuntungan dari Perbaikan Kesehatan dan Gizi Anak Usia 23 INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA dan Dana Perwalian Pendidikan Sekolah Dasar Komisi Eropa yang dikelola oleh Bank Dunia. Temuan, interpre- Sektor Pendidikan 24 tasi, dan kesimpulan yang diungkap- - Indikator Kunci Pendidikan 24 kan dalam laporan ini merupakan > Pendaftaran 24 pandangan penulis dan tidak secara otomatis mencerminkan pandangan > Kehadiran/Partisipasi dan Kemajuan 25 Bank Dunia, Pemerintah Belanda, Sektor Kesehatan 26 Komisi Eropa, atau Pemerintah 6. Tahapan untuk Investasi KGS di Indonesia 27 Indonesia. Bank Dunia tidak menjamin akurasi data yang dikutip Pendahuluan 27 dalam laporan ini. Program UKS 28 - Struktur Institusional dari UKS 29 Semua foto: ANTARA - Kekuatan dan Kelemahan UKS 29 Air dan Sanitasi di Sekolah 30 Klinik Kesehatan Dasar/Puskesmas dan Sekolah 31 Pemberian Makanan Tambahan di Sekolah 31 Layanan di Sekolah yang Didukung oleh Sektor Swasta dan LSM 31 7. Rekomendasi dan langkah Selanjutnya 32 DIcetaK Ulang JUnI 2010 Rekomendasi 34 Langkah Selanjutnya 35 8. Referensi 36 Daftar Tabel Ucapan Terima Kasih Tabel 1: Efektivitas Biaya dari Kesehatan dan Gizi Sekolah 9 Dokumen in merupakan hasil dari kegiatan analisis situasional yang dilaksanakan untuk Tabel 2: Sekilas tentang Kesehatan dan Gizi Sekolah 10 melakukan penilaian atas situasi kesehatan dan gizi sekolah, berbagai kebijakan terkait, mekanisme institusional, dan kegiatan/program kesehatan dan gizi sekolah yang tengah Tabel 3: Tingkat Infeksi Cacing Usus Sebelum dan Sesudah Program 15 berjalan di sektor pendidikan dasar; kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk Tabel 4: Akibat dari Defisiensi Mikronutrien pada Kesehatan, Perkembang 20 mengidentifikasi berbagai cara untuk memperkuat dan memperluas kesehatan dan dan Pendidikan gizi sekolah di Indonesia. Analisis situasional itu sendiri dilaksanakan pada tahun 2009 Tabel 5: Akses pada Air Bersih dan Sanitasi -- Perbandingan Antar Beberapa 22 oleh Joy Del Rosso (Manoff Group, Washington DC) dengan bantuan Rina Arlianti Negara (konsultan). Dalam melakukan tugasnya, kedua konsultan bekerja sebagai suatu tim Tabel 6: Statistik Pendidikan Dasar lintas-sektor untuk melakukan kunjungan lapangan, pertemuan-pertemuan, peninjauan 24 dan analisis atas berbagai dokumentasi terkait dengan kesehatan dan gizi sekolah di Tabel 7: Perilaku Anak Remaja yang Beresiko di Indonesia 26 Indonesia. Kunjungan lapangan itu sendiri dilaksanakan di Malang dan Batu. Tabel 8: Ilustrasi Inisiatif Air dan Sanitasi di Sekolah 30 Salah satu narasumber utama dalam rangkaian kegiatan ini adalah dr. Widaninggar Widjajanti, Kepala Pusat Pengembagan Kualitas Jasmani, Kementerian Pendidikan Daftar Gambar Nasional. Narasumber dari Bappenas adalah Suharti, Kepala Sub Direktorat Pendidikan Dasar dan Anak Usia Dini, dan Yosi Diani Tresna, Kepala Sub Direktorat Promosi Kesehatan dan Gizi Masyarakat. Narasumber lainnya datang dari Kementerian Gambar 1: Prevalensi Diare pada Anak Sekolah Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 12 Kesehatan; Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Agama; Direktorat Pengembangan Gambar 2: Prevalensi Tifus pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 13 TK &SD dan Direktorat Pengembangan SMP; mitra donor utama di sektor Kesehatan dan Gizi Sekolah, termasuk UNICEF, Program Pangan Dunia (WFP), Organisasi Gambar 3: Persentase ISPA pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 13 Kesehatan Dunia (WHO), Micronutrient Initiative (MI), Proyek Layanan Lingkungan Gambar 4: Persentase Malaria pada Anak Berusia 5-14 Tahun per Propinsi 14 Hidup USAID, dan satu lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di bidang kesehatan Gambar 5: Gagal Tumbuh pada Anak Berusia 6-15 Tahun per Propinsi 17 dan gizi sekolah: Yayasan Kusuma Buana. Gambar 6: Gagal Tumbuh Berdasarkan Usia dan Tempat Tinggal 17 Dalam kegiatan ini, Kota Malang direkomendasikan sebagai salah satu kabupaten/ Gambar 7: Tren Gagal Tumbuh di Tahun 1993-2007 Berdasarkan Usia 18 kota terbaik dalam pengelolaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Di Malang, para narasumber datang dari Dinas Pendidikan Kota, Puskesmas, serta kepala sekolah dan Gambar 8: Tren Gagal Tumbuh di Tahun 1993-2007 Berdasarkan Tempat Tinggal 18 II guru dari beberapa SD dan SMP. Narasumber di Batu datang dari Dinas Pendidikan Kota, III Gambar 9: Tingkat Anemia Karena Defisiensi Zat Besi berdasarkan Usia, Gender 19 Puskesmas, serta kepala sekolah dan guru dari beberapa SD dan SMP. dan Waktu Bank Dunia menyediakan dukungan teknis dan keuangan di bawah pengawasan INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Gambar 10: Tiga Pilar dan Aktivitas Utama dari Program UKS 19 Mae Chu Chang, Koordinator Sektor Pembangunan Manusia; Sheila Town, Petugas Gambar 11: Tingkat Anemia karena Defisiensi Zat Besi Berdasarkan Usia, Gender 21 Operasional; dan Claudia Rokx, Spesialis Kesehatan Utama. Dukungan keuangan dan Waktu disalurkan melalui Dana Amanat Kapasitas Pendidikan Dasar (BEC-TF). Eko Setyo Gambar 12: Tiga Pilar dan Aktivitas Utama dari Program UKS 28 Pambudi membantu membuat grafik dan diagram dari data yang ada. Gambar 13: Intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah yang Khas 28 Sebuah seminar di akhir studi diadakan oleh Bappenas, difasilitasi oleh Dr. Taufik Hanafi, Direktur Urusan dan Pendidikan Agama. Daftar Kotak Kotak 1: Beban Ganda dari Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah 19 Kotak 2: Pencegahan Penyebaran HIV/AIDS 26 Kotak 3: Perbaikan Kantin Sekolah 29 Daftar Peta Peta 1: Presentase Rumah Tangga dengan Garam Beryodium yang Cukup 21 Peta 2: Angka Partisipasi Murni di Sekolah Menengah Tingkat Pertama 25 Akronim Daftar Propinsi ARI Angka Partisipasi Murni (Net Enrollment Rate) Singkatan Nama Propinsi BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (National Development Aceh Nanggroe Aceh Darussalam Planning Agency) Sulut Sulawesi Utara BIAS Bulan Imunisasi Anak Sekolah (School Immunization Program) Sumbar Sumatera Barat Depag Departemen Agama Riau Riau Depdagri Departemen Dalam Negeri Jambi Jambi Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional Sulsel Sulawesi Selatan Depkes Departemen Kesehatan Bengk Bengkulu DS Deviasi Standar (Standard Deviation) Lampung Lampung EPI Expanded Program on Immunization (Perpanjangan Program Imunisasi) Babel Kepulauan Bangka Belitung FRESH Focusing Resources on Effective School Health (Pemfokusan Sumber Kepri Kepulauan Riau Daya pada Kesehatan Sekolah yang Efektif) Jakarta DKI Jakarta IDD Iodine Deficiency Disorders (Gangguan Kekurangan Yodium) Jabar Jawa Barat IQ Intelligence Quotient Jateng Jawa Tengah IRD International Relief and Development Yogya DI Yogyakarta ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Acute Respiratory Infection) Jatim Jawa Timur KGS Kesehatan Gizi dan Sekolah (School Health and Nutrition) Banten Banten LSM Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Governmental Organization) Bali Bali MDG Millennium Development Goal (Tujuan Pembangunan Milenium) NTB Nusa Tenggara Barat MOU Memorandum of Understanding (Nota Kesepakatan) NTT Nusa Tenggara Timur IV V NHHS National Health and Household Survey (Survei Kesehatan dan Rumah Kalbar Kalimantan Barat Tangga Nasional) Kalteng Kalimantan Tengah INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA SD Sekolah Dasar (Primary School) Kalsel Kalimantan Selatan SHN School Health and Nutrition (Kesehatan Gizi dan Sekolah) Kaltim Kalimantan Timur SISWA System Improvement for Sector-Wide Approaches (Peningkatan Sistem Sumut Sumatera Utara Pendidikan melalui Pendekatan Lingkup Sektoral) Sulteng Sulawesi Tengah SMA Sekolah Menengah Atas (Senior Secondary School) Sumsel Sumatera Selatan SMP Sekolah Menengah Pertama (Junior Secondary School) Sultra Sulawesi Tenggara SPM Standar Pelayanan Minimal (Minimum Service Standards) Goron Gorontalo UKS Usaha Kesehatan Sekolah (School Health Program) Sulbar Sulawesi Barat UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization Maluku Maluku UNICEF United Nations Children's Fund Malut Maluku Utara USDA United States Department of Agriculture Pabar Papua Barat USAID United States Agency for International Development Papua Papua WFP World Food Program (Program Pangan Dunia) WHO World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) YKB Yayasan Kusuma Buana 1. Ringkasan Eksekutif Intervensi Kesehatan dan gizi Sekolah (KgS) atau School Health and Nutrition (SHN) adalah investasi yang penting untuk pendidikan karena kesehatan dan gizi buruk pada anak usia sekolah dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan. Dampak negatif dari penyakit dan gizi buruk pada anak-anak dapat terasa sepanjang masa pertumbuhan mereka. Selain itu meskipun resiko kematian yang diakibatkan penyakit dan gizi buruk pada anak usia sekolah cukup kecil, penyakit dan gizi buruk dapat mempengaruhi partisipasi dan kemajuan di sekolah serta proses belajar mereka. 1 Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk kebijakan dan program Kesehatan dan Gizi Sekolah yang memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah; dimulai pada tahun 2000 pada Forum Pendidikan Untuk INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA kemampuan kognitif yang hilang pada usia ini bisa Semua di Dakar (Dakar Education for All Forum). Kerangka lebih besar daripada kemampuan kognitif yang hilang kerja ini menetapkan empat komponen inti yang perlu yang diakibatkan oleh kekurangan gizi dan kesehatan dipertimbangkan ketika merancang program-program yang buruk yang dialami selama masa usia dini. Tidak Kesehatan dan Gizi Sekolah, yaitu: kebijakan sekolah mengherankan bahwa anak usia sekolah dengan masalah yang berhubungan dengan kesehatan; pengadaan air gizi seperti ini memiliki kinerja yang lebih rendah serta bersih dan sanitasi; pendidikan kesehatan berbasis- berkemungkinan jauh lebih besar untuk mengulang kelas keterampilan; dan pelayanan kesehatan dan gizi di dan putus sekolah dibandingkan anak-anak yang tak sekolah. pernah mengalami masalah serupa. Sering absennya Intervensi KGS juga dapat meningkatkan kesetaraan. anak-anak yang bergizi buruk dan kurang sehat adalah Penyakit dan beberapa jenis gizi buruk lebih sering salah satu faktor kunci dari rendahnya kinerja mereka. menyerang mereka yang miskin daripada yang mampu. Sebenarnya, banyak jenis penyakit dan gizi buruk yang Anak-anak dari keluarga yang miskin cenderung kurang memberikan dampak pada anak usia sekolah dapat memiliki akses atau bahkan tidak mampu membayar dihindari atau diobati. Untuk menjangkau anak-anak biaya pengobatan. Intervensi KGS mampu mengubah tersebut, kita dapat menggunakan prasarana yang ketidaksetaraan ini dan, tidak seperti kebanyakan telah tersedia, yaitu sekolah, melalui intervensi KGS. intervensi pendidikan lainnya seperti penyediaan buku Selain itu, karena banyak jenis pengobatan dalam KGS teks, pelatihan guru atau lainnya yang cenderung lebih tidak membutuhkan biaya yang besar, intervensi KGS menguntungkan siswa yang berprestasi baik (yang benar-benar merupakan suatu intervensi kesehatan mungkin akan lebih meningkatkan ketidaksetaraan dalam yang efektif biaya. Kerangka kerja "Memfokuskan sistem pendidikan), KGS akan lebih menguntungkan bagi Sumber Daya pada Kesehatan Sekolah yang Efektif" anak-anak miskin dan memberi kesempatan bagi mereka (Focusing Resources on Effective School Health, FRESH) yang kurang beruntung untuk memanfaatkan sepenuhnya adalah kerangka kerja yang dibentuk melalui usaha peluang pendidikan mereka. antar lembaga untuk mempromosikan dan mendukung kekurangan zat besi dapat mempengaruhi perkembangan di tingkat kabupaten bervariasi secara signifikan mulai mental dan kemampuan kognitif anak. Sementara itu, dari 9 sampai 100 persen, dengan 21 persen kabupaten IDD dapat meningkatkan resiko komplikasi selama masa melaporkan bahwa kurang dari 50 persen rumah tangga kehamilan pada perempuan. IDD juga bisa berdampak di wilayahnya mengkonsumsi yodium secara cukup . secara langsung pada gangguan kognitif, baik pada bayi Anak­anak menghabiskan banyak waktunya di dalam dalam kandungan di mana efek kognitif bisa menjadi Kesehatan dan Gizi dan di sekitar sekolah mereka dan fasilitas yang memadai sangat parah, maupun ketika kekurangan yodium tersebut di sekolah dapat mendorong ataupun menghambat dialami anak-anak selama masa sekolah. Sayangnya, data Buruk pada Anak- kehadiran mereka di sekolah. Anak-anak, terutama anak tentang mikronutrien pada anak usia sekolah di Indonesia perempuan, dapat lebih memilih untuk tidak pergi sekolah sangatlah terbatas. Anemia diderita sekitar setengah dari anak Usia Sekolah daripada harus menggunakan fasilitas yang buruk. populasi anak usia sekolah (5-9 tahun) dan (10-14 tahun) Ketika sebuah sekolah kekurangan akses ketersediaan pada tahun 1995. Penggunaan garam beryodium secara di Indonesia air dan fasilitas sanitasi, sementara siswa tidak memiliki nasional pada tahun 2001 adalah 66 persen; hasil tingkat kebiasaan kebersihan diri yang baik, munculnya kabupaten menunjukkan penggunaan garam beryodium penyakit yang serius di masa kanak-kanak akan semakin meningkat dan akan mempengaruhi partisipasi siswa dan kapasitas belajar mereka. Indonesia masih perlu terus melakukan perbaikan dalam hal akses ke air minum yang banyak penyakit yang diderita anak-anak pada masa awal pertumbuhannya bersih dan sanitasi yang lebih baik. (0-5 tahun) dapat muncul kembali pada masa sekolah, terutama di awal-awal masa sekolah (6-8 tahun). Malaria, ISPa (infeksi saluran pernafasan akut) Potensi Keuntungan dari Perbaikan dan diare akan terus menjadi resiko penyakit yang serius dan dalam beberapa kasus dapat menjadi penyebab kematian anak usia sekolah. berbagai penyakit lainnya juga dapat lebih sering menjangkiti anak usia sekolah. Kesehatan dan Gizi Anak Usia Sekolah Data tentang laporan prevalensi diare and tifus non- dimana infeksi cacing merupakan masalah kesehatan spesifik di antara anak usia sekolah di Indonesia masyarakat; WHO memperkirakan lebih dari 17 juta menunjukkan bahwa proporsi anak-anak yang terkena orang beresiko menderita infeksi tersebut dan hanya 2 penyakit ini per propinsi berkisar antara 2 sampai 20 sedikit sekali yang mendapatkan perawatan. Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan sta- 3 persen untuk diare dan antara kurang dari 1 persen sampai sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus. Rata­rata Gizi rendah kronis yang diukur dari tinggi badan tus kesehatannya: dengan memperbaiki gizi dan kesehatan, maka pendidi- berdasarkan usia anak, yang merupakan indikator INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA angka ISPA pada anak usia sekolah pada umumnya cukup tinggi; 20 persen atau lebih di semua propinsi kekurangan makanan dalam jangka waktu yang cukup kan dan ekonomi akan menjadi lebih kuat. Memperbaiki gizi dan kesehatan panjang, memiliki hubungan yang erat dengan kinerja dan 30 persen atau lebih di hampir setengah dari jumlah sekolah yang rendah. Data tingkat nasional menunjukkan pada anak usia sekolah, sama seperti halnya usaha memperbaiki gizi dan propinsi. Malaria telah diidentifikasikan sebagai penyebab utama ketidakhadiran di sekolah dan prestasi belajar yang angka gagal tumbuh (stunting) berkisar antara sekitar kesehatan pada bayi, merupakan elemen strategis dalam usaha memba- 20 sampai lebih dari 50 persen per propinsi dan di rendah. Sebenarnya malaria bukan merupakan masalah kebanyakan propinsi lebih dari sepertiga dari anak-anak ngun masyarakat. anak yang lebih sehat dan bergizi lebih baik akan berada yang universal di Indonesia karena sebagian besar daerah tidak terpengaruh serius oleh penyakit tersebut. Namun berusia 6 sampai 15 tahun mengalami gagal tumbuh. di sekolah lebih lama, belajar lebih banyak dan akan menjadi orang dewasa Intervensi KGS tidak dirancang secara khusus untuk ada tiga propinsi di Indonesia (Papua, Papua Barat dan mengurangi gagal tumbuh terutama karena kebanyakan yang lebih sehat dan lebih produktif. NTT) dimana malaria merupakan masalah yang sangat gagal tumbuh terjadi pada saat anak berusia 2 tahun. serius, dengan rata-rata angka anak usia sekolah yang Tetapi, angka gagal tumbuh di tingkat propinsi, kabupaten menderita malaria berkisar antara hampir 70 persen di Ketika kita menangani permasalahan gizi dan kesehatan baik. Keuntungan total dari perbaikan kesehatan dan gizi dan kecamatan dapat berguna untuk menargetkan dan Papua sampai sekitar 15 persen di NTT. pada anak usia sekolah, manfaat yang diperoleh lebih pada anak usia sekolah adalah sebuah kombinasi dari mengawasi intervensi KGS. Selain itu, ada kemungkinan Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka didapatkannya manfaat sampingan berupa perbaikan besar dari sekedar perbaikan tingkat kesehatan dan keseluruhan manfaat bagi kesehatan dan pendidikan, baik tertinggi pada anak usia sekolah di negara­negara yang dalam tinggi badan berdasarkan usia, terutama di kapasitas belajar dari kelompok yang ditangani tersebut; dalam jangka pendek maupun jangka panjang. tidak dapat mengontrol infeksi tersebut karena buruknya masa awal sekolah (TK dan SD) atau masa percepatan manfaat gizi dan kesehatan yang diperoleh juga akan Sekitar 686.000 (142.000 laki-laki; 544.000 sistem air dan sanitasi. Infeksi cacing berperan penting pertumbuhan remaja dengan mengatasi masalah terasa pada generasi berikutnya dan akan berujung pula perempuan) anak sekolah dasar di Indonesia tidak dalam status gizi dan kesehatan anak usia sekolah dan kekurangan makanan pada saat usia sekolah. pada manfaat ekonomi jangka panjang. Sebagai contoh, bersekolah. Variasi antar daerah cukup kentara, dengan berkontribusi terhadap angka ketidakhadiran. Hal ini anak perempuan yang bersekolah lebih lama mempunyai Termasuk dalam kasus kekurangan mikronutrien yang Papua yang jauh tertinggal, bahkan di tingkat sekolah kemudian dapat mengurangi kapasitas belajar yang kecenderungan untuk menunda kehamilan; dengan paling kritis pada anak usia sekolah adalah anemia dasar, dengan Angka Partisipasi Murni (APM) sekitar menyebabkan menurunnya prestasi belajar. Indonesia menunda kehamilan tersebut, akan diperoleh manfaat akibat kekurangan zat besi dan gangguan kekurangan 80 persen dan sekitar 47 persen di tingkat sekolah diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu negara antar generasi berupa penurunan angka kelahiran, proses yodium (Iodine Deficiency Disorders, IDD). Anemia akibat menengah pertama. Propinsi lain yang juga tertinggal kelahiran yang lebih baik, dan kesehatan anak yang lebih dari rata-rata nasional pada tingkat sekolah menengah menjadi ibu. Menjamin bahwa anak­anak perempuan Tujuan dari UKS adalah untuk meningkatkan kualitas untuk sanitasi lingkungan dan air bersih di sekolah untuk pertama termasuk Maluku, NTT (keduanya berada tersebut mendapatkan gizi yang baik dan sehat -- pendidikan dan prestasi belajar siswa dengan: (1) membantu mengkoordinasikan pelaksanaan berbagai pada 47 persen) dan Gorontalo (52 persen). Meskipun terutama mengingat semakin meningkatnya kebutuhan meningkatkan keterampilan hidup sehat bagi para siswa; kegiatan dan program. ada kemajuan dalam transisi dari sekolah dasar ke mereka akan zat besi dan akan nutrisi untuk keperluan (2) menciptakan lingkungan sekolah yang sehat; dan Program Imunisasi Sekolah yaitu Bulan Imunisasi Anak sekolah menengah pertama, hanya sekitar 55 persen pertumbuhan sebelum dimulainya tahun-tahun (3) meningkatkan pengetahuan, mengubah tingkah Sekolah (BIAS) mungkin merupakan kerja sama layanan dari anak-anak yang berasal dari keluarga dengan produktif mereka -- akan mengurangi insiden terjadinya laku siswa dan merawat kesehatan dengan mencegah kesehatan antara Puskesmas dan sekolah yang paling pendapatan rendah mendaftar ke sekolah menengah kelahiran anak dengan berat di bawah rata-rata dan dan mengobati penyakit. Tujuan ini direfleksikan dalam konsisten dan efektif. Program BIAS yang diperkenalkan pertama. Memberikan dorongan dan mendukung upaya cacat lahir pada anak-anak mereka serta mengurangi ketiga pilar program -- pendidikan kesehatan, pelayanan pada tahun 1998 kini terintegrasi ke dalam struktur UKS untuk membantu anak­anak masuk dan menyelesaikan resiko kematian selama proses kelahiran. Sekolah adalah kesehatan di sekolah dan lingkungan sekolah yang sehat. yang ada. Program ini pada awalnya merupakan sebuah pendidikan dasar tetap menjadi prioritas utama dari infrastruktur yang dapat dengan mudah menjangkau Di tingkat sekolah, kepala sekolah dan satu atau lebih program pemberian suntikan dipteria dan pengendalian sektor pendidikan. Penyediaan lingkungan yang sehat bagi anak-anak perempuan tersebut sementara di saat yang guru UKS dipilih untuk mengawasi kegiatan UKS di penyakit tetanus jangka panjang dengan menyediakan anak-anak dan mengatasi hambatan kesehatan dan/atau sama mampu pula menyediakan prioritas pendidikan sekolah. Sekolah diharapkan untuk bekerja sama dengan imunitas seumur hidup bagi seluruh lulusan sekolah gizi (kelaparan) bagi masuknya dan berpartisipasinya serta pelayanan kesehatan dan gizi yang tinggi. staf Puskesmas (health center) dalam melaksanakan dasar. Dalam praktiknya, UKS tidak terlihat memiliki peran anak-anak tersebut di sekolah merupakan hal penting Kaum muda perlu memiliki akses terhadap informasi dan beberapa kegiatan UKS. Tingkat pusat, terutama penting dalam hal implementasi. Pertanggungjawaban dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. keterampilan agar dapat melindungi diri mereka sendiri Depdiknas, berperan dalam menetapkan standar, program BIAS adalah melalui Perluasan Program Pada anak usia sekolah, terutama di masa remaja, kaum dari perilaku yang beresiko tinggi -- seperti merokok, memberikan pedoman dan menetapkan ekspektasi bagi Imunisasi (Expanded Program on Immunization, EPI) dan muda mulai membuat keputusan mandiri tentang alkohol, kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk HIV/ program UKS. Meskipun program UKS telah diterapkan petugas kesehatan yang ada bekerja langsung dengan kesehatan mereka. Mereka juga mulai membentuk AIDS. Sekolah dapat menjadi salah satu tempat terbaik di Indonesia selama bertahun-tahun lamanya, hanya sekolah tanpa dukungan UKS. dan mengadopsi perilaku yang akan mempengaruhi untuk menjangkau kaum muda dan menyediakan mereka sedikit data dan informasi yang tersedia mengenai Depdagri mempunyai departemen yang bertanggung kesehatan mereka sendiri, baik pada masa tersebut informasi dan pendidikan yang akan menolong mereka investasi dalam program UKS di tingkat yang manapun ­ jawab atas program pemberian makanan tambahan di maupun di masa depan, serta kesehatan calon anak- mendapatkan kehidupan yang lebih sehat dan aman. pusat, kabupaten, kecamatan, sekolah. Selain itu, hanya sekolah meskipun sumber daya untuk program tersebut anak mereka. Anak-anak perempuan, khususnya Selain itu, sekolah juga menyediakan kesempatan terbaik sedikit pula informasi yang tersedia tentang dampak dari dialokasikan di kabupaten sehingga peranan pusat anak perempuan remaja, adalah kunci bagi kesehatan untuk mempromosikan gizi yang tepat, pilihan makanan program dan kegiatannya. Sebagai program nasional menjadi terbatas dan tidak pasti. Sebelum desentralisasi, generasi mendatang. Perkembangan fisiologis yang dan aktivitas fisik untuk membantu mencegah kelebihan yang dilaksanakan dalam sistem desentralisasi, apa pemberian makanan tambahan di sekolah merupakan baik selama masa remaja mempersiapkan anak-anak berat badan pada anak­anak. Proporsi anak usia sekolah yang terjadi di bawah program UKS di satu kabupaten program penting di BAPPENAS. Saat ini, pemberian perempuan untuk masa kehamilan, melahirkan dan di Indonesia dengan Indeks Massa Tubuh (Body Mass mungkin akan berbeda dengan kabupaten lainnya yang makanan tambahan di sekolah merupakan tanggung Index, BMI) tinggi cenderung tinggi di beberapa propinsi juga melaksanakan program UKS. Di tingkat propinsi dan jawab pemerintah kabupaten/kota dan tidak semua dan terlihat meningkat tajam di tujuh tahun terakhir. kabupaten, sumber daya yang didedikasikan untuk UKS kabupaten melaksanakan program tersebut. Depdagri Promosi yang efektif akan praktik kesehatan, gizi dan tergantung pada komitmen Dewan Perwakilan Rakyat memberikan kesan bahwa mereka mengkoordinasikan aktivitas fisik sangatlah penting untuk mengurangi beban Daerah dan lembaga pembuat keputusan lokal. implementasi program dan panduan pemberian makanan berat dari kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit Draft Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk sekolah tambahan di sekolah dan sekarang sedang dalam proses tidak menular. 4 mencakup standar ketersediaan air bersih dan fasilitas review dan revisi. Pada tahun 2009, pemberian makanan 5 Tahapan untuk sanitasi yang memadai khususnya untuk cuci tangan tambahan di sekolah terus dilakukan di bawah naungan dan toilet. Beberapa upaya sedang dilakukankan oleh World Food Program (WFP). Beberapa organisasi nirlaba INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Investasi Kesehatan beberapa lembaga donor yang berbeda, Depkes dan juga melaksanakan program pemberantasan cacing dan Depdiknas untuk memperbaiki kualitas air dan lingkungan penambahan zat besi dalam skala kecil di berbagai daerah dan Gizi Sekolah di sanitasi di sekolah. Saat ini, tengah dibentuk jaringan di Indonesia. Indonesia Kebijakan nasional mengenai kesehatan sekolah telah dimulai sejak tahun 1950an. Pada tahun 1970an, dibentuklah satuan tugas pendidikan dan kesehatan untuk menjalankan program kesehatan di tingkat SD. Pada tahun 1984, sebuah kebijakan tentang kesehatan sekolah dan Keputusan bersama dibuat dengan melibatkan 4 kementerian: Departemen Pendidikan nasional (Depdiknas), Departemen agama (Depag), Departemen Kesehatan (Depkes), dan Departemen Dalam negeri (Depdagri) untuk mewujudkan program kesehatan sekolah yang disebut dengan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Rekomendasi Targetkan intervensi KGS di tempat di mana terdapat insiden-insiden hasil belajar rendah, status kesehatan dan gizi buruk serta kelaparan tinggi -- Investasi dalam program KGS harus memberikan prioritas tertinggi bagi kabupaten dan sekolah di mana kesehatan dan gizi menghambat akses, partisipasi dan kemajuan di sekolah, terutama bagi 2. Ringkasan anak perempuan. Perkuat kerja sama dalam sektor pendidikan antara Depdiknas dan Depag serta antara kesehatan dan pendidikan -- Tujuan utama dan yang terpenting dari KGS adalah untuk Rekomendasi dan membantu mencapai sasaran pendidikan, sehingga Depdiknas dan Depag sebaiknya terus memimpin dalam KGS. Kerja sama dengan sektor kesehatan merupakan hal yang penting karena intervensi tersebut membutuhkan bimbingan dan dukungan dari sektor kesehatan. Langkah Selanjutnya Ambil manfaat dari intervensi KGS yang hemat biaya dengan mengidentifikasi dan melaksanakan pendekatan tingkat kabupaten untuk penyelesaiannya -- Penyediaan pelayanan masal untuk beberapa pelayanan KGS di tingkat kabupaten akan lebih masuk akal apabila permasalahan kesehatan telah mempengaruhi sebagian besar dari populasi anak usia sekolah di daerah/kabupaten tertentu. Identifikasi dan kembangkan satu set "paket/model" yang mempertimbangkan tiga konteks utama di Indonesia; perkotaan, pedesaan, daerah kepulauan/daerah pinggir laut dan juga tipe sekolah (contohnya, sekolah berasrama) -- Kerangka kerja FRESH untuk KGS memberikan panduan menyeluruh untuk intervensi KGS. Namun di saat yang sama suatu model spesifik untuk konteks Indonesia secara umum perlu dikembangkan. Lanjutkan dan perluas upaya yang ada saat ini untuk menjamin adanya air bersih dan sanitasi yang baik di semua sekolah -- Dukungan untuk solusi jangka panjang untuk air dan sanitasi di sekolah harus dilengkapi dengan teknologi alternatif untuk menjamin tersedianya air bersih (contohnya penyaringan air) dan WC murah di sekolah. Perbaiki kualitas komunikasi yang berfokus pada pendidikan dan tingkah laku kesehatan -- Kesehatan, kebersihan, gizi dan pendidikan lainnya yang efektif dibutuhkan untuk mempromosikan praktik­praktik yang dihubungkan dengan layanan di sekolah (contohnya 6 air bersih, mencuci tangan, dll.) dan untuk membentuk tingkah laku sehat lainnya. 7 Status kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia Bentuk model yang terpisah untuk membendung naiknya angka kelebihan berat INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA badan dan obesitas -- Meskipun hal ini tidak langsung berhubungan dengan pendidikan, mungkin merupakan faktor penting dalam pencapaian seriusnya kenaikan dalam isu kelebihan berat badan anak-anak di Indonesia mengindikasikan tujuan "Pendidikan untuk Semua" (Education for All) dan bahwa strategi untuk mempromosikan praktik gizi seimbang dan aktivitas fisik yang baik harus menjadi sebuah elemen pada KGS dalam beberapa konteks tertentu. MDg. Jika siswa tidak sehat dan bergizi baik, sekolah tidak Langkah Selanjutnya dapat memenuhi misi utamanya dalam menyediakan pendidikan yang efektif, efisien dan adil. beberapa permasalahan utama dalam kesehatan dan gizi dapat ·Gunakanmekanisme"praktikyangbaikdalampendidikandasar"yangsedang berjalan untuk mengidentifikasi intervensi/program kesehatan dan gizi di sekolah menghambat proses belajar. Intervensi untuk menjawab yang dilalukan oleh sektor swasta, LSM dan/atau didukung oleh pemerintah yang menawarkan potensi untuk menciptakan "model praktik yang baik" dalam konteks permasalahan-permasalahan tersebut sangat hemat biaya yang spesifik untuk KGS. Dokumentasikan dan kemaslah "praktik yang baik" ini dengan dan lebih memberikan manfaat bagi anak-anak miskin dan mengaitkannya dengan konteks yang spesifik. anak-anak yang kurang beruntung dibandingkan dengan ·Buatsebuah"tool kit" KGS dan modul pelatihan yang dibangun dari "praktik baik" dan pengalaman internasional. Tool kit ini dapat digunakan di tingkat kabupaten dan sekolah intervensi pendidikan lainnya. Intervensi ini pada saat untuk meningkatkan kesadaran dan membangun kapasitas dalam mengidentifikasi dan yang sama juga mengurangi ketidaksetaraan gender. menjawab permasalahan kebutuhan kesehatan dan gizi untuk anak usia sekolah dalam konteks yang berbeda-beda. ·Lakukansebuahpenilaiankapasitasinstitusiyangmendalampadaberbagaitingkatan termasuk di tingkat nasional, kabupaten, kecamatan dan sekolah untuk mengidentifikasi pendekatan dan kebutuhan untuk pembangunan kapasitas dalam mendukung promosi tambahan dan pelaksanaan intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah. Setelah masa tersebut terlewati, pertumbuhan dan masuk sekolah pada usia yang lebih tua dan berhenti perkembangan akan terus terjadi selama masa sekolah. sekolah beberapa tahun lebih cepat. Kehadiran sekolah Pada masa remaja saja, anak-anak akan mencapai paling yang tidak teratur dari anak-anak yang mengalami gizi tidak 15 persen dari tinggi masa dewasa mereka dan 50 buruk dan tidak sehat adalah salah satu faktor kunci persen berat dewasa mereka. Sebelum periode tersebut, dalam kinerja mereka yang buruk. anak-anak terus menambah berat dan tinggi. Meskipun begitu, kebanyakan penyakit dan gizi buruk Anak usia sekolah yang kelaparan dan bergizi buruk yang berdampak bagi anak usia sekolah dapat dihindari mempunyai kemampuan kognitif yang rendah. Rendahnya atau dirawat. Sekolah menawarkan infrastruktur yang kemampuan kognitif ini jauh di luar hilangnya kognitif telah tersedia untuk menjangkau anak-anak tersebut yang disebabkan oleh kekurangan gizi dan kesehatan dan karena beberapa jenis perawatan tidak mahal, 3. Pendahuluan yang buruk yang dialami selama masa kanak­kanaknya intervensi KGS adalah salah satu intervensi kesehatan atau pada masa yang lebih awal. Anak dengan kapasitas yang efektif dalam segi biaya (lihat Tabel 1). Perlu diingat belajar yang kurang dan gangguan panca indera bahwa perkiraan nilai hemat biaya yang ada di bawah ini secara alamiah tidak berkinerja baik dan lebih mungkin dihitung tanpa mempertimbangkan efektivitas KGS dalam mengulang kelas dan berhenti sekolah dibandingkan memperbaiki hasil pendidikan yang, jika dimasukkan, mereka yang tidak memiliki gangguan. Mereka juga akan lebih meningkatkan efektivitas biaya KGS. Tabel 1: Efektivitas Biaya dari Kesehatan dan Gizi Sekolah Intervensi Biaya per DALY* yang didapat Imunisasi Plus 12-30 Kesehatan dan Gizi Sekolah** 20-34 Pelayanan Keluarga Berencana 20-150 Program Pengelolaan Terpadu untuk Penyakit Anak 30-100 (Integrated Management of Childhood Illnes Program) Pelayanan masa kehamilan dan pada proses kelahiran 30-100 Program Pencegahan Rokok dan Alkohol 35-55 * Masa Hidup yang disesuaikan dengan ketidak-mampuan (Disability Adjusted Life Year, DALY) - sebuah unit yang 8 digunakan untuk mengukur beban global dari penyakit dan efektivitas dari intervensi kesehatan, seperti yang 9 diindikasikan dengan pengurangan dalam beban penyakit. (World Development Report, 1993) anak-anak usia sekolah (5-18 tahun) mewakili sebuah 1 **Termasuk perawatan infeksi cacing, kekurangan mikronutrien dan pengadaan kesehatan. INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA kelompok target yang penting dan beragam untuk inter- Sumber: Bobadilla, et al., 1994 vensi kesehatan dan gizi. anak yang telah merayakan Intervensi KGS juga menarik dalam hal kemampuanya atau yang lainnya yang cenderung lebih menguntungkan ulang tahun kelimanya telah melewati periode resiko dalam memperbaiki keadilan. Penyakit dan beberapa jenis siswa yang memiliki prestasi baik, sehingga makin gizi buruk lebih diderita mereka yang miskin daripada meningkatkan ketidaksetaraan dalam sistem pendidikan, tinggi kematian anak. Selain itu masalah kesehatan dan mereka yang tidak miskin. Selain itu, anak­anak dari KGS akan lebih menguntungkan anak-anak yang gizi yang pernah diderita sebelum ulang tahun kelimanya, keluarga yang lebih miskin tidak saja lebih mungkin termiskin dan memberi mereka yang tidak beruntung menderita penyakit tersebut, tetapi mereka juga kurang kesempatan untuk memanfaatkan kesempatan khususnya dalam dua tahun pertama hidupnya, dapat mampu mengatasi penyakit tersebut karena tidak pendidikan mereka.3 Kesimpulannya, memperbaiki menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. adanya akses ke atau tidak mampu membiayai perawatan. dan merawat kesehatan dan gizi yang baik pada usia Intenvensi/program KGS bisa mengubah ketidakadilan sekolah akan memberikan manfaat yang banyak bagi Kerusakan tersebut dapat mempengaruhi kapasitas anak dalam akses pada layanan kesehatan dan gizi ini. kesehatan dan pendidikan melalui sebuah gabungan dari Selanjutnya, tidak seperti kebanyakan intervensi keuntungan jangka menengah dan panjang bagi anak­ tadi dalam mencapai potensi sepenuhnya dalam hal pendidikan lainnya seperti buku teks, pelatihan guru anak itu sendiri, keluarga dan bangsa. pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mentalnya. 2 1 Klasifikasi usia sekolah bervariasi di setiap negara dan lembaga. Fokus utama dari laporan ini adalah anak berusia 5-18 tahun termasuk Taman Kanak­kanak (5-6 tahun); SD (6/7-12-tahun); dan SMP (13-15 tahun). 2 Memposisikan Kembali Nutrisi Sebagai Hal Utama dalam Pembangunan (Repositioning Nutrition as Central to Development), World Bank, 2006 3 Jukes, Drake and Bundy, 2008 KGS dan Tujuan Pembangunan Milenium (the Millenium Developement Goals/MDGs) 4. Dampak Buruknya Singkatnya, Kesehatan dan Gizi Sekolah (KGS) terdiri dari kelaparan jangka pendek. Pada sisi kesehatan (belajar intervensi atau program-program yang bertujuan untuk untuk sehat), sekolah adalah forum yang penting untuk menjamin anak-anak menjadi `sehat untuk belajar dan pendidikan kesehatan dan gizi, termasuk pencegahan belajar untuk sehat' (lihat Tabel 2). Pada sisi pendidikan, HIV/AIDS dan juga intervensi lainnya untuk memperbaiki Kesehatan dan Gizi (sehat untuk belajar) menjawab permasalahan kesehatan dampak akibat malaria dan penyakit menular lainnya dan gizi buruk pada usia sekolah adalah penting untuk yang berhubungan dengan MDG #6. Dengan mengambil meraih "Pendidikan untuk Semua" dan sasaran MDG pendekatan siklus hidup, KGS dapat memfokuskan diri pada Pendidikan yang terkait, khususnya sasaran-sasaran yang menjawab pada anak perempuan remaja dan berpotensi memainkan permasalahan akses, pemerataan gender dan kualitas peran dalam meraih MDG #5 yang berhubungan dengan pendidikan dasar. Pendidikan adalah bagian yang penting kesehatan ibu. Singkatnya, kaitan antara KGS dan MDGs dalam meraih MDG #1 (mengurangi kemiskinan dan adalah melalui gabungan dampak program KGS pada kelaparan) dan pemberian makanan tambahan di sekolah pendidikan dan kesehatan. secara spesifik berkontribusi terhadap pengurangan Tabel 2: Sekilas tentang Kesehatan dan Gizi Sekolah Sehat untuk Belajar Belajar untuk Sehat Bergizi baik Tingkah laku yang baik yang berhubungan dengan kesehatan, Tidak lapar gizi, sanitasi, dll untuk mempertahankan kesehatan yang ada Bebas dari penyakit pada saat ini dan di masa depan Lingkungan sekolah yang aman Tidak adanya gangguan pancaindera Tingkah laku yang baik untuk menghindari tingkah laku yang 10 yang tidak teratasi 11 berisiko (rokok, HIV/AIDS, lainnya) Dukungan untuk kebutuhan khusus banyak penyakit yang diderita anak-anak pada masa awal INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA kanak-kanaknya (0-5 tahun) akan terus muncul kembali selama masa sekolahnya, terutama di awal-awal masa sekolah (6-8 tahun). Malaria, ISPa dan diare akan terus menjadi penyebab penyakit yang serius dan dalam beberapa kasus, menjadi sebab kematian populasi anak usia sekolah. Penyakit lainnya, yang paling sering dicatat adalah infeksi parasit usus, dapat lebih sering terjadi dan lebih banyak jumlahnya di komunitas anak usia sekolah. Status kesehatan dan gizi adalah faktor penentu yang kuat akan kapasitas belajar dan seberapa baik seorang anak berfungsi di sekolah. Kesehatan yang buruk dapat mengurangi perkembangan kognitif seorang anak baik karena terjadinya perubahan fisiologis atau karena berkurangnya kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas belajar atau mungkin pula karena kedua-duanya. Penyakit Menular pada Anak Usia Sekolah Gambar 2: Prevalensi Tifus pada Anak Berusia 5-14 tahun per Propinsi* 3,5 3 Anak-anak usia sekolah (5-14 tahun) di Indonesia begitu terpengaruh dibandingkan dengan anak yang mempunyai angka kematian terendah di antara semua lebih muda, penyakit menular pada anak usia sekolah 2,5 kelompok usia. Mereka ini mewakili 1,9 persen dari total akan terus ada dan pasti memberikan dampak negatif 2 angka kematian jika dibandingkan dengan 2,6 persen bagi hasil pendidikan. Informasi prevalensi pada tingkat 1,5 untuk anak 1-4 tahun dan 9 persen untuk anak berusia propinsi juga menyembunyikan variasi dalam tingkat 1 kurang dari 1 tahun.4 Data tingkat kematian nasional ini penyakit pada tingkat kabupaten dan kecamatan yang mungkin saja menunjukkan daerah-daerah tertentu di 0,5 menyembunyikan kemungkinan besar adanya varisasi angka pada tingkat daerah dan kabupaten, bahkan pada dalam propinsi yang memiliki tingkat penyakit menular 0 Babel Pabar Jambi Sumbar Jabar Sulut Sumsel Sulbar Bali Kalsel Banten Kalteng Kepri Kaltim Riau Sumut Malut Kalbar Sulsel Jatim Jateng Bengk Lampung Sultra Sulteng Jakarta Aceh Goron Papua Yogya NTB NTT Maluku anak-anak usia sekolah. Untuk morbiditas, pola yang yang tinggi pada anak usia sekolah. sama juga terjadi; sementara anak usia sekolah tidak Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007 Diare dan Tifus * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan Data tentang laporan prevalensi diare yang tidak spesifik begitu miskin seperti Kalimantan Selatan dan Banten, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) (lihat Gambar 1) dan tifus (lihat Gambar 2) di antara anak angka kasus tifus tercatat lebih dari 3 persen. Tifus adalah usia sekolah menunjukkan bahwa proporsi dari anak- sebuah jenis infeksi yang serius, kerap diasosiasikan anak yang terkena penyakit ini berkisar antara 2 sampai dengan makanan yang kurang higienis dan sanitasi yang Tingkat ISPA pada anak usia sekolah secara umum tinggi; 20 persen untuk diare dan antara kurang dari 1 persen tidak baik dan di daerah endemik di mana insiden infeksi 20 persen atau lebih tinggi di seluruh propinsi dan 30 sampai sedikit lebih dari 3 persen untuk tifus. Aceh ini sering memuncak pada anak usia sekolah. Kasus diare persen atau lebih tinggi di hampir setengah dari jumlah muncul sebagai propinsi dengan kasus kejadian diare dan tifus yang lebih parah pada anak usia sekolah akan propinsi. Tidak ada informasi yang tersedia mengenai tertinggi (20 persen) dan juga angka kasus tifus yang berkontribusi pada ketidakhadiran dan berkurangnya seberapa parahnya infeksi ini. Meskipun demikian, angka tinggi (hampir 3 persen). Bahkan di propinsi yang tidak kesempatan belajar. tersebut menunjukkan adanya dampak penyakit terhadap kehadiran anak di sekolah dan kinerjanya oleh karena Gambar 1: penyakit ini dapat mengurangi kapasitas dan prestasi Prevalensi Diare pada Anak Berusia 5-14 tahun per Propinsi* belajar seorang anak. 12 13 25 Gambar 3: 20 INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Presentase ISPA pada Anak Berusia 5-14 tahun per Propinsi* 15 10 70 5 60 0 Kalbar Banten Kalsel Babel Jambi Sumbar Sumsel Kepri Kaltim Riau Sumut Malut Jabar Sulut Sulbar Sulsel Jatim Bengk Lampung Bali Kalteng Yogya Jateng Sultra Sulteng Pabar Aceh Goron NTT Papua NTB Maluku Jakarta 50 40 30 Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007 20 * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan; lihat Annex 1 untuk nama lengkap dari Propinsi 10 0 Kalsel Sumbar Babel Jambi Sumut Jabar Sumsel Lampung Bali Banten Kalteng Kepri Kaltim Riau Malut Kalbar Sulut Yogya Sulbar Sulsel Sulteng Pabar Papua Jakarta Jatim Jateng Sultra Bengk NTB Aceh Goron NTT Maluku Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007 * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan 4 Riskesdas, 2007 Malaria Indonesia diidentifikasi oleh WHO sebagai salah satu tahun berjalan, dengan perawatan yang selektif,10 tingkat negara dimana infeksi cacing merupakan masalah prevalensi menurun sampai dengan kurang dari 50 Malaria telah diidentifikasi sebagai penyebab utama dengan 70 persen (Papua) anak usia sekolah menderita kesehatan masyarakat; WHO memperkirakan lebih dari persen di sekolah yang sama, dan akhirnya, perawatan ketidakhadiran di sekolah dan prestasi sekolah yang Malaria (lihat Gambar 4). Malaria dapat dicegah melalui 17 juta orang beresiko menderita infeksi tersebut dan selektif selama 20 tahun berhasil menurunkan angka rendah. Di Indonesia, malaria bukanlah sebuah masalah penggunaan kelambu tidur yang telah diberi pestisida hanya sedikit sekali yang mendapatkan perawatan.9 Profil infeksi sampai dengan kurang dari 10 persen. Dalam yang universal karena sebagian besar daerah tidak dan dapat disembuhkan dengan obat anti-malaria, yang Kesehatan Indonesia tahun 2006 menunjukkan tingkat jangka waktu yang lebih pendek, program pemberantasan terpengaruh oleh penyakit tersebut. Pengecualian kadang-kadang diberikan kepada anak-anak sekolah prevalensi pada anak sekolah adalah lebih dari 30 sampai cacing dalam skala yang kecil yang dilaksanakan melalui terjadi pada tiga propinsi, yaitu Papua, Papua Barat melalui sekolah. 40 persen berdasarkan pemeriksaan di 27 propinsi Mercy Corps dalam konteks pemberian makanan dan NTT, di mana rata-rata 15 persen (NTT) sampai selama periode tahun 2002-2006. tambahan di sekolah menunjukkan bahwa angka infeksi cacing usus sebelum program dimulai adalah 20 sampai Sejumlah inisiatif program dengan skala lebih kecil Gambar 4: 50 persen (lihat Tabel 3). Sementara data ini tidak memberikan masukan yang lebih jauh tentang kasus Presentase Malaria pada Anak Berusia 5-14 tahun per Propinsi* mewakili gambaran yang komprehensif dari cakupan kejadian infeksi cacing. Sebuah program pengontrolan dan besarnya masalah infeksi cacing pada anak usia parasit di sekolah yang telah cukup lama dilakukan yang sekolah di Indonesia, data ini cukup untuk menyimpulkan 70.0 didukung oleh Yayasan Kusuma Buana (YKB), para bahwa dimana sistem sanitasi dan air tidak memadai, 60.0 donor dan pemerintah lokal DKI Jakarta dan juga di luar infeksi cacing sangat mungkin terjadi pada anak Jakarta (Yogyakarta, Semarang dan Denpasar) telah 50.0 sekolah. Tingkat dan jenis cacing yang akurat tidaklah mencatat tingkat infeksi dan mengobati infeksi cacing 40.0 diketahui dengan pasti dan diperlukan survei tambahan pada beberapa sekolah dasar terpilih selama 20 tahun untuk mengidentifikasi daerah prioritas utama untuk 30.0 terakhir. Tingkat awal infeksi sebelum program mencapai pengontrolan cacing usus. 20.0 hampir 100 persen di beberapa sekolah. Dalam 5-6 10.0 0.0 Tabel 3: Tingkat Infeksi Cacing Usus Sebelum dan Sesudah Program Kalteng Jateng Sulteng Kalsel Babel Sumut Sumbar Kalbar Jabar Sulut Sulbar Lampung Aceh Jambi Bengk Jakarta Bali Banten Kepri Riau Malut Sumsel Sulsel Pabar Papua Kaltim Yogya Jatim Sultra NTB Goron NTT Maluku Lokasi/Sampel Tingkat Infeksi Sebelum Perawatan Tingkat Infeksi Sesudah Perawatan Sumber: Laporan Riskesdas Propinsi, 2007 * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan Jakarta (40-500 sekolah) 80% <5% Kep. Seribu (18 sekolah) 96% 50% Sumatra (2000+siswa) 20-48% NA Infeksi Parasit Usus 14 Referensi: Yayasan Kusuma Buana (YKB), 1986-2007; Mercy Corps, 2005 15 Infeksi cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka meningkatkan gejala dari penyakit), sekolah menawarkan tertinggi pada anak usia sekolah di negara-negara yang sebuah infrastruktur yang tersedia untuk pemberantasan INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA tidak dapat mengontrol infeksi tersebut karena buruknya cacing, dan perawatan melalui sekolah biasanya aman atau kurangnya air dan sistem sanitasi.5 Infeksi cacing dan tidak mahal. Oleh karena itu pemberantasan cacing dapat berperan penting bagi status gizi dan kesehatan di sekolah sangatlah direkomendasikan.6 Pemberantasan anak usia sekolah dan bila prevalensinya tinggi, infeksi cacing telah terbukti meningkatkan kemampuan kognitif. ini dapat berkontribusi terhadap angka ketidakhadiran Hasil terbesar ditemukan pada anak-anak dengan dan berkurangnya kapasitas belajar yang menyebabkan status gizi yang buruk dan mereka dengan penyakit menurunnya prestasi belajar. Karena anak-anak sekolah yang terparah.7 Pengobatan bagi populasi anak usia sering menderita cacingan yang parah yaitu dengan sekolah juga melemahkan sumber utama dari infeksi di banyaknya cacing yang ada di tubuh mereka (yang akan masyarakat dan hasilnya cukup mengejutkan.8 9 www.who.int/neglected_diseases/preventive_chemotherapy 10 Perawatan selektif termasuk pemeriksaan tinja sebelum perawatan; hanya anak yang terinfeksi yang menerima perawatan. Biasanya 5 www.dewormtheworld.org 8 Di Kepulauan Karibia, Montserrat, contohnya, lebih dari 90 persen anak pendekatan ini tidak direkomendasikan karena mahal sementara sekolah berusia 4 sampai 12 tahun diberikan pengobatan cacing setiap protokol perawatan masal dianggap aman dan efektif. Perawatan 6 Hall and Horton, 2009 empat bulan selama dua setengah tahun. Kurang dari 4 persen orang selektif YKB dibangun atas pemikiran bahwa pemeriksaan akan 7 Nokes et al., 1992; Simeon et al., 1995; Grigorenko et al., 2006. dewasa menerima perawatan pada periode yang sama. Seperti yang memberikan sebuah landasan untuk mengembangkan program telah diharapkan, kasus infeksi parasit pada populasi sekolah menurun pendidikan dan promosi mengenai kebersihan yang baik. Biaya per sampai hampir nol. Dan infeksi pada orang dewasa menurun dengan unit untuk diagnosa parasit sangatlah rendah karena jumlah diagnosa jumlah yang hampir sama karena berkurangnya transmisi dari populasi yang diproses cukup banyak. Dilangsungkannya program secara cukup anak usia sekolah. (Bundy, et al., 1990) lama telah menciptakan timbulnya permintaan masyarakat dan dapat menjawab isu kepatuhan (compliance). Kelaparan dan Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah Gambar 5: Gagal Tumbuh pada Anak Berusia 6-15 tahun (tinggi badan berdasarkan usia < 2 DS) per Propinsi 60 Kebanyakan dari hal-hal yang telah diketahui tentang kinerja sekolah -- prestasi yang lebih rendah pada 50 dampak kelaparan dan gizi buruk pada anak usia sekolah anak dengan gagal tumbuh -- telah didokumentasikan 40 dipelajari di dalam konteks program pemberian makanan secara luas. Meskipun kemiskinan adalah salah satu 30 tambahan di sekolah. Kelaparan jangka pendek telah faktor yang menyebabkan gagal tumbuh, namun tidak dipelajari secara luas di negara maju dan berkembang bisa disimpulkan adanya hubungan kausal antara gagal 20 dengan melihat efek dari tidak makan pagi terhadap tumbuh dan hasil belajar.15 10 kognisi dan kinerja. Mengurangi kelaparan jangka pendek Bila dilihat bersama, menjawab permasalahan kekurangan 0 di sekolah dapat menolong anak-anak untuk menjadi Pabar Kalsel Banten Babel Jambi Sumut Sumbar Malut Kalbar Jabar Sumsel Sulsel Lampung Sulbar Sulteng Papua Jakarta Bali Kalteng Kepri Kaltim Riau Sulut Bengk Yogya Jatim Jateng Sultra NTB Aceh Goron NTT Maluku gizi dan kelaparan dapat membantu meningkatkan lebih memperhatikan pelajaran dan untuk meningkatkan kapasitas anak untuk belajar meskipun ukuran dan sifat kemampuan kognitif mereka. Memperbaiki kognisi anak dari dampak tersebut sangat bervariasi tergantung dari dapat membantu meningkatkan hasil pendidikan lainnya disain program, tingkat dan jenis mikronutrien yang * Propinsi ditampilkan dari kiri (terendah) ke kanan (tertinggi) berdasarkan tingkat kemiskinan termasuk prestasi sekolah (hasil test) dan kemajuan diberikan, serta pengukuran yang digunakan untuk Sumber: Laporan Riskesdas, 2007, Standar WHO 2006 sekolah (kemajuan secara teratur, kenaikan dari satu kelas menilai kognisi.16 Telah terdokumentasi bahwa adanya ke kelas lainnya sampai penyelesaian pendidikan dasar).11 perbaikan sebanyak kurang lebih 1/3 dari Standar Kekurangan gizi yang kronis yang diukur dengan tinggi Deviasi (5 poin) dalam sebuah test IQ di antara anak- Sebagaimana pola yang tipikal di seluruh dunia, gagal propinsi, kabupaten dan kecamatan dapat berguna untuk badan berdasarkan usia, sebuah indikasi dari kurangnya anak yang berpartisipasi dalam program pemberian tumbuh terus memburuk ketika anak menjadi lebih mentargetkan dan memantau intervensi KGS. Mungkin makanan yang dialami selama jangka waktu tertentu, makanan tambahan di sekolah; dibandingkan dengan dewasa. Tingkat ganguan pertumbuhan ini di perkotaan juga dapat diharapkan adanya manfaat sampingan dan defisiensi mikronutrien tertentu sering diasosiasikan perbedaan kenaikan IQ antara anak yang diberi ASI dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan dari perbaikan dalam tinggi badan berdasarkan usia dengan kinerja sekolah yang rendah.12 Dalam mengatasi tidak.17 Hanya sedikit ditemukan dampaknya terhadap (lihat Gambar 6). Intervensi KGS tidak dirancang (height-for-age), terutama di masa awal sekolah (taman permasalahan defisiensi mikronutrien, hampir semuanya perkembangan anak. Pemberian makanan tambahan di secara khusus untuk mengurangi gagal tumbuh apalagi kanak-kanak dan sekolah dasar) atau masa pertumbuhan menunjukkan perbaikan dalam kognisi dan prestasi sekolah menghasilkan efek kenaikan berat yang berarti, kebanyakan gagal tumbuh telah terjadi saat mereka remaja dengan mengatasi masalah kekurangan makanan meskipun beberapa program hanya menunjukkan positif dan konsisten yang diperkirakan antara sekitar 1.3 berusia 2 tahun. Tingkat gagal tumbuh di tingkat pada saat usia sekolah. dampak pada anak-anak yang bergizi buruk.13 Dampak sampai 4.5 kilogram selama periode 6 tahun.18 Dampak dari intervensi mikronutrien lebih terlihat dengan jelas program ini pada tinggi badan anak-anak menunjukkan Gambar 6: pada anak-anak dengan status mikronutrien awal yang hasil yang bervariasi dan sampai saat ini hanya terlihat Gagal Tumbuh (< 2 DS tinggi badan berdasarkan usia) Berdasarkan Usia dan Tempat Tinggal rendah.14 Hubungan antara gizi buruk yang kronis dan signifikan pada anak yang lebih muda.19 16 45 17 40 35 Gagal Tumbuh pada Anak Usia Sekolah 30 INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Presentase 25 20 Karena anak­anak tidak dapat mengubah lingkungan gizi mulai dari lahir sampai usia lima tahun dapat 15 mereka secara drastis dan apabila kebutuhan energi dan diasumsikan terus berlanjut sampai periode pertumbuhan 10 protein mereka dipertahankan atau ditingkatkan (karena di usia sekolah.20 Hal ini adalah hasil dari data tentang 5 0 anak-anak menghabiskan energi yang lebih banyak untuk kekurangan gizi kronis pada anak usia sekolah di 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Perkotaan Pedesaan berjalan ke sekolah dan mengerjakan tugas-tugas lainnya Indonesia. Data di tingkat nasional menunjukkan angka Umur Tipe Tempat Tinggal dan pada saat yang sama terus berkembang), sangatlah gagal tumbuh berkisar antara sekitar 20 sampai lebih dari tidak mungkin lintasan grafik pertumbuhan mereka akan 50 persen per propinsi, dan pada mayoritas propinsi lebih Sumber: Laporan Riskesdas, 2007, Standar WHO 2006 berubah secara substansial ketika mereka mencapai dari sepertiga dari anak usia 6 sampai 15 tahun terganggu usia sekolah. Tanpa adanya perubahan yang besar pada pertumbuhannya (lihat Gambar 5). lingkungan sang anak, kecenderungan kekurangan Data longitudinal dari Indonesia menunjukkan adanya 7). Kenaikan yang ada hampir sama tingkatnya baik di perbaikan pada gagal tumbuh selama 15 tahun terakhir daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan (lihat dengan angka kira-kira 10 persen pengurangan secara Gambar 8). Data ini kemungkinan memberikan estimasi keseluruhan. Kebanyakan penurunan ini terjadi pada yang lebih rendah akan prevalensi keseluruhan dari gagal 11 Del Rosso, 2009 19 Sebuah studi menterjemahkan dampak dari sebuah program makan pagi di sekolah ke dalam kenaikan tinggi anak sebesar 1/3 Standar tujuh tahun terakhir dan sebagai hasil dari perbaikan tumbuh karena survei ini tidak mengikutkan beberapa 12 Jukes et al., 2008 Deviasi selama masa sekolah dasarnya. Di Bangladesh, sebuah program pada kelompok usia yang lebih muda (lihat Gambar propinsi termiskin di bagian Timur negeri ini. 13 Grantham-McGregor et al., 1998, Van Stuijvenberg, 2005, Chandler et kudapan mendokumentasikan bahwa kudapan yang disediakan al., 1995, Pollitt et al., 1998 merupakan tambahan pada makanan utama mereka dan dapat 14 Solon et al., 2003; Kruger et al., 1996 meningkatkan BMI (Body Mass Index) sebanyak 4.3 persen. 20 Menurut penelitian, anak­anak yang telah diadopsi dan dipindahkan ke 15 Jukes, et al., 2008 kondisi lingkungan yang jauh lebih baik mempunyai kesempatan untuk 16 Adelman et al., 2008 mengejar ketinggalan pertumbuhan mereka. Walaupun akan lebih 17 Anderson, 1999 efektif bila adopsi dilakukan pada saat anak-anak tersebut masih sangat muda, masih memungkinkan bagi anak-anak yang lebih tua untuk 18 Krisjanssen et al., 2007 mengejar ketinggalan pertumbuhan mereka. (Lihat referensi di Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition, January 2008) Gambar 7: Tren Gagal Tumbuh, Tahun 1993-2007 (< 2 DS tinggi badan berdasarkan usia) Berdasarkan Usia Kotak 1: Beban Ganda Gizi Buruk pada Anak Usia Sekolah; Kekurangan Gizi dan Kelebihan Berat Badan 50 40 Ko-eksistensi dari problem kekurangan gizi pada anak peningkatan penyakit tidak menular ini. Proporsi anak dengan kelebihan berat badan pada anak (dan orang usia sekolah dengan Body Mass Index (bMI)21 tinggi ter- Presentase 30 1993 dewasa) telah muncul sebagai isu penting dalam peta masuk agak tinggi di beberapa propinsi (lihat gambar 1) 20 2000 gizi di Indonesia. Kenaikan berat badan yang berlebihan dan terlihat meningkat secara dramatis selama tujuh 10 2007 sekarang dipahami sebagai faktor penting yang berkon- tahun terakhir (lihat gambar 2). Sementara Indonesia tribusi pada perkembangan penyakit tidak menular terus berjuang untuk mengatasi masalah utama gizi, 0 (diabetes, darah tinggi, penyakit jantung, serangan yaitu gangguan pertumbuhan, pentingnya memantau 5-<6 6-<13 13-<16 16-<19 Total jantung, dan beberapa jenis kanker utama) yang saat pertumbuhan dan perkembangan anak dalam hal Kelompok Umur ini termasuk penyebab utama kematian di Indonesia. kelebihan berat badan dan mengidentifikasi strategi Praktik gizi yang tidak baik dan ketidakaktifan fisik untuk mengatasi masalah ini juga harus menjadi Sumber: Survei Kehidupan Keluarga Indonesia, 1993-2007 (termasuk penggunaan rokok) merupakan alasan utama prioritas utama dalam agenda gizi nasional. Gambar 8: Tren Gagal Tumbuh (<2 DS tinggi badan berdasarkan usia) Tahun 1993-2007 Berdasarkan Tempat Tinggal Gambar 9: Presentase BMI > +1 DS Anak Berusia 6-15 tahun per Propinsi 60 30 50 25 20 40 15 Presentase 30 1993 10 5 20 2000 0 2007 Kalteng Jateng Sulteng Kalsel Aceh Babel Sumbar Kalbar Lampung Jambi Riau Sumut Jabar Sulut Sulbar Bali Banten Kepri Malut Sumsel Bengk Pabar Papua 10 Yogya Sulsel Kaltim Jatim Sultra NTB Goron NTT Maluku 0 Perkotaan Pedesaan Total Tipe Tempat Tinggal Sumber: Riskesdas, 2007 18 Sumber: Survei Kehidupan Keluarga Indonesia, 1993-2007 19 Gambar 10: Tren pada BMI > +1 DS Anak Berusia 5-19 tahun Berdasarkan Tempat Tinggal Tahun 1993-2007 INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA 12 10 Presentase 8 6 1993 4 2000 2 2007 0 Perkotaan Pedesaan Total Sumber: Survei Kehidupan Keluarga Indonesia, 1993-2007 21 BMI adalah sebuah indeks pengukuran tubuh berdasarkan tinggi dan berat badan yang didefinisikan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam meter. Pada anak-anak BMI digunakan untuk menilai kekurangan dan kelebihan berat dan juga resiko untuk kelebihan berat badan. BMI pada anak­anak tergantung usia dan gender. Defisiensi Mikronutrien Gambar 11: Tingkat Anemia karena Defisiensi Zat Besi Berdasarkan Usia, Gender dan Waktu Defisiensi mikronutrien adalah elemen lain dari gizi berhubungan secara langsung dengan gangguan kognitif 60 buruk yang diderita oleh semua populasi usia, termasuk jika diderita saat berada dalam kandungan dan efek 50 usia sekolah. Di antara kasus defisiensi mikronutrien kognitif bisa menjadi sangat parah ketika kekurangan 40 yang paling kritis pada anak usia sekolah adalah anemia tersebut dialami pada masa kanak-kanak sampai selama Laki-laki 1995 30 akibat kekurangan zat besi dan gangguan kekurangan masa sekolah. Defisiensi seng (zinc) dan vitamin A 20 Perempuan 1995 yodium (Iodine Deficiency Disorders, IDD). Anemia akibat pada usia sekolah juga diakui memiliki dampak negatif 10 L+P 2001 kekurangan zat besi sangatlah penting pada usia sekolah terhadap kognisi yang berkontribusi terhadap kesehatan 0 karena hal ini dapat mempengaruhi perkembangan buruk yang dapat menyebabkan ketidakhadiran di sekolah 0-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun Wanita Hamil mental dan kemampuan kognitif anak. Pada masa dan hilangnya kesempatan belajar. Lihat Tabel 4 untuk kehamilan, IDD dapat memberikan resiko tinggi adanya ringkasan dari akibat defisiensi mikronutrien pada anak. komplikasi bagi anak perempuan/wanita. IDD juga Sumber: NHHS, 1995, 2001; diadaptasi dari Atmarita, 2005 Tabel 4: Akibat dari Defisiensi Mikronutrien bagi Kesehatan, Perkembangan dan Pendidikan > Defisiensi Yodium Akibat Vit A Zat Besi Yodium Seng Keseluruhan angka prevalensi penyakit gondok, pertanda sampai 100 persen dengan 21 persen dari kabupaten adanya gangguan defisiensi yodium, telah menurun dari melaporkan kecukupan konsumsi rumah tangga hanya Fungsi kekebalan tubuh yang X X X 30 persen di tahun 1980 menjadi 11 persen pada tahun berada di bawah 50 persen.24 Data pada tingkat propinsi tidaksempurna/lebih sering sakit 2003 yang sebagian besar dikarenakan keberhasilan yang terbaru menunjukkan bahwa cakupan garam Absen dari sekolah X X usaha untuk menjamin tersedianya garam beryodium.23 beryodium tetap tidak baik di banyak daerah. Kurang dari Pertumbuhan yang terganggu X X X Angka cakupan garam beryodium pada tahun 2001 50 persen rumah tangga di sembilan propinsi dan kurang adalah sekitar 82 persen dan data menunjukkan sekitar dari 80 persen di lebih dari setengah jumlah keseluruhan Kinerja akademis yang rendah X X 58 persen dari kabupaten memiliki angka cakupan 90 propinsi mempunyai cukup garam beryodium (lihat IQ rendah/Perkembangan mental kurang X X persen atau lebih tinggi. Meskipun demikian, beberapa Peta 1 di bawah). Secara minimal, hal ini menunjukkan kabupaten hanya memiliki cakupan sekitar 13 persen. kurangnya kemajuan dalam meraih konsumsi menyeluruh Sumber Kunci: Jukes, Drake and Bundy, SHN and Education for All, 2008; Del Rosso and Marek, Class Action, 1996 Penggunaan garam beryodium secara nasional pada dari garam beryodium atau bahkan merefleksikan tahun 2001 adalah sekitar 66 persen tetapi hasil tingkat penurunan dalam konsumsi. Anak usia sekolah akan juga kabupaten menunjukkan penggunaan garam beryodium terpengaruh seperti seluruh anggota keluarga lainnya jika pada tingkat kabupaten sangat bervariasi yaitu dari 9 terdapat kekurangan garam beryodium di rumah tangga. 20 > Defisiensi Zat Besi 21 Data tentang anemia karena defisiensi zat besi pada anemia dalam kelompok usia 15-44 tahun dari sekitar Peta 1 INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA anak usia sekolah di Indonesia sangatlah terbatas. Survei 50 persen di tahun 1995 ke sekitar 30 sampai 40 persen Presentase Rumah Tangga dengan Garam Beryodium yang Cukup Kesehatan dan Rumah Tangga Nasional tahun 1995 dan pada tahun 2001 yang merupakan hasil dari program 2001 memberikan sedikit bukti mengenai luasnya kasus pemberian supplemen zat besi untuk wanita hamil. NANGRO ACEH DARUSALAM defisiensi dan kemajuan yang dialami dalam menjawab N Hasil dari survei dasar yang dilakukan untuk memonitor ATER SUMATERA UTARA SUMATER MA RA R KALIMANTAN TIMUR GORONTALO permasalahan ini. Seperti yang ditunjukkan dalam RIAU MALUKU UTARA MA dampak pemberantasan cacing dan program pemberian KALIMANTAN BARAT SI SULAWESI UTARA Gambar 9, anemia diderita oleh sekitar setengah dari KEPULAUAN RIAU AWESI TENGAH LA SULA supplemen zat besi juga menunjukkan bahwa tingkat populasi anak usia sekolah (5-9 tahun) dan (10-14 tahun) IRIAN JAYA BARAT anemia cukup berarti dan belum menurun pada populasi JAM JAMBI PAPUA pada tahun 1995, dan dengan proporsi yang sedikit lebih KEPULAUA KEPULAUA KEPULAUAN BANGKA BELITUN KEPU A A U UNG TUN anak usia sekolah. Sebuah survei oleh Mercy Corps pada rendah untuk anak berusia 0-4 tahun; untuk kelompok SUMATERA BARAT SULA ULAWESI TENGAH SULA A tahun 2005 menemukan bahwa angka kasus anemia KALIMANTAN TENGAH yang terakhir diderita oleh antara 36 sampai 45 persen BENGKULU I BARAT SULAWESI BARR adalah 55 persen dan sebuah survei kecil lainnya oleh AT SUMATERA SELATAN DKI JAKARTA KALIMANTAN SELATAN ULAWES LAW SULAWESI TENGGARA MALUKU populasi. Pada tahun 2001, hanya terdapat data untuk A EN JAWA TENGAH YKB yang mencakup 210 SD di Jakarta dan Bekasi LAMPUNG SI SULAWESI SELATAN anak berusia 0-4 tahun; proporsi anak yang mengalami menunjukkan angka awal anemia berkisar antara 20 BANTEN defisiensi meningkat sampai 48 persen. Terjadi Presentase Rumah Tangga dengan JAWA TIMUR sampai 35 persen.22 Garam Beryodium yang Cukup JAWA BARAT BALI NUSA TENGGARA TIMUR penurunan dalam proporsi orang dewasa yang menderita < 30% NUSA TENGGARA BARAT 30 - 49% 50-69% 70-89% > 90% Sumber: Riskesdas, 2007 23 Survei Evaluasi IDD Nasional tahun 2003, yang dikutip dari Atmarita. 2005 24 Data SUSENAS 2001 yang dikutip dari Semba et al., 2008 22 Laporan yang tidak diterbitkan dari Mercy Corps dan YKB Gangguan Pancaindera Kurangnya kemampuan penglihatan dan pendengaran Data mengindikasikan bahwa kemampuan penglihatan 5. Potensi dapat dengan signifikan memberikan dampak pada rendah (20/60) berkisar antara kurang lebih 2 sampai kapasitas seorang anak untuk belajar dan maka dari itu, 10 persen dan dengan penglihatan kurang dari 20/60 menjadi isu yang penting yang perlu diidentifikasi dan adalah dari 0,3 sampai 2,6 persen di seluruh propinsi. Keuntungan dari diatasi pada anak sekolah. Tidak terdapat informasi yang Rata-rata 5 persen dari anak-anak menunjukkan adanya memadai mengenai masalah gangguan pendengaran. kemampuan penglihatan yang rendah dan hanya 1 Data yang tersedia terbatas pada masalah penglihatan persen yang memiliki gangguan penglihatan yang lebih dan mata. Alat untuk memeriksa penglihatan anak-anak serius.25 Perbaikan Kesehatan untuk anak di atas usia 6 tahun adalah the Snellen chart. Air dan Sanitasi Anak­anak menghabiskan banyak waktunya di dalam Dibutuhkan lebih banyak kemajuan di Indonesia untuk dan Gizi Anak Usia Sekolah dan di sekitar sekolah mereka. Fasilitas yang memadai memperbaiki akses terhadap air minum yang bersih dan di sekolah dapat mendukung atau tidak mendukung sanitasi yang lebih baik. Indonesia khususnya tertinggal kehadiran mereka di sekolah. Anak perempuan, dalam akses sanitasi yang lebih baik karena hanya 52 khususnya, dapat memilih untuk tidak pergi sekolah persen dari populasi yang memiliki akses. Meskipun 80 daripada harus menggunakan fasilitas yang kurang baik. persen memiliki akses terhadap air bersih, yang relatif Ketika sebuah sekolah kekurangan akses akan suplai sama dengan negara lain di kawasan ini, Indonesia masih air dan fasilitas sanitasi serta siswa sekolah tersebut berada di ranking yang rendah pada indikator ini (lihat tidak memiliki kebiasaan higienis yang baik, munculnya Tabel 5). Angka tepatnya mengenai akses terhadap air penyakit yang serius di masa kanak-kanak akan semakin bersih dan sanitasi yang baik di sekolah tidak diketahui; meningkat dan akan mempengaruhi partisipasi siswa tetapi, survei kualitatif mengkonfirmasi bahwa kondisi dan kapasitas belajar mereka. Kondisi tidak higienis sekolah di daerah pedesaan lebih parah dari sekolah yang terdapat secara umum di toilet sekolah juga di daerah perkotaan. Tidak seperti sekolah pedesaan, 22 mengirimkan pesan yang salah kepada siswa mengenai sekolah perkotaan mempunyai kecenderungan untuk 23 pentingnya sanitasi. Menjamin adanya air bersih dan mempunyai fasilitas sanitasi walau kadangkala kondisinya Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berhubungan erat dengan fasilitas sanitasi yang baik di sekolah dapat merupakan tidak cukup baik dan tidak higienis. INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA hal yang efektif dalam mengurangi terjadinya kasus diare status kesehatannya: perbaiki gizi dan kesehatan maka pendidikan dan dan infeksi cacing usus. ekonomi akan lebih kuat. Memperbaiki gizi dan kesehatan anak usia seko- Tabel 5: lah, sama seperti usaha penting untuk memperbaiki gizi dan kesehatan Akses akan Air Bersih dan Sanitasi - Perbandingan Antar Beberapa Negara (WHO, 2009) pada bayi, adalah elemen strategis dalam usaha membangun masyarakat. Negara Akses akan Air Bersih yang Lebih Baik Akses akan Sanitasi yang Lebih Baik Singkatnya, anak yang lebih sehat dan bergizi lebih baik akan berada di (%) (%) sekolah lebih lama, belajar lebih banyak dan akan menjadi orang dewasa Indonesia 80 52 Thailand 98 96 yang lebih sehat dan lebih produktif. Sri Lanka 82 86 China 88 65 Mengatasi permasalahan gizi dan kesehatan pada antar generasi seperti penurunan angka kelahiran, Viet Nam 92 65 anak usia sekolah memberikan maanfaat lebih dari kelahiran yang lebih baik serta kesehatan anak yang lebih Philippines 93 78 sekedar memperbaiki kesehatan dan kapasitas belajar baik juga bias didapatkan. Seperti yang telah dicatat, Cambodia 65 28 kelompok yang mendapatkan perawatan tersebut saja. anak usia sekolah dengan tingkat penyakit yang lebih Hal tersebut juga membawa manfaat gizi dan kesehatan rendah akan mengurangi transmisi penyakit tersebut ke antar generasi dan keuntungan ekonomi jangka panjang. masyarakat yang lebih luas. Keuntungan dari perbaikan Anak perempuan yang lebih lama berada di sekolah lebih kesehatan dan gizi anak usia sekolah merupakan memiliki kecenderungan untuk menunda mempunyai kombinasi dari keseluruhan manfaat ini bagi kesehatan 25 Riskesdas, Desember 2008 anak daripada mereka yang meninggalkan sekolah lebih dan pendidikan baik dalam jangka pendek maupun untuk cepat. Hanya dengan menunda kehamilan saja, manfaat masa yang akan datang. Sektor Pendidikan > Kehadiran/Partisipasi dan Kemajuan Statistik penerimaan siswa yang secara relatif menjaga adik-adik mereka, ketidakhadiran guru juga menguntungkan sepertinya menutupi sebagian realitas menyebabkan penurunan partisipasi sekolah karena bila Sektor pendidikan di Indonesia merupakan yang partisipasi siswa perempuan lebih dari 50 persen. pada sektor pendidikan. Sementara data tidak tersedia guru tidak hadir, maka pelajaran tidak dilangsungkan. keempat terbesar di dunia dengan lebih dari 40 juta Banyak dari madrasah-madrasah ini yang didukung pada tingkat nasional dan kabupaten mengenai hal ini, Ketidakhadiran guru yang juga dinilai dalam studi ini siswa, 2,6 juta guru dan lebih dari 200.000 sekolah. oleh masyarakat miskin dan mayoritas orang tua yang penerimaan siswa tidak lantas berarti kehadiran rutin. dapat disimpulkan bahwa angka ketidakhadiran di antara Dua kementerian bertanggung jawab untuk mengelola menyekolahkan anaknya ke madrasah hidup di bawah Sebuah survei akhir-akhir ini yang bertujuan untuk guru membaik secara keseluruhan pada tahun 2008 sektor pendidikan, yaitu Departmen Pendidikan Nasional garis kemiskinan.26 mengetahui dampak dari tunjangan khusus untuk guru (rata­rata 14,8 persen) dibanding dengan tahun 2003 (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag). Sekolah di daerah miskin dan daerah konflik mendokumentasikan (rata­rata 20,1 persen), sementara angka yang sangat Tanggung jawab pemerintah untuk memberikan ketidakhadiran siswa yang berkisar antara 4,1 persen tinggi terus bertahan di beberapa daerah dengan kisaran swasta juga merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan dasar dan menengah terbagi antara pusat, sampai 26,4 persen. Tingkat ketidakhadiran yang 33,5 persen di Kota Pekanbaru. Tiga puluh enam persen pendidikan di Indonesia khususnya pada tingkat sekolah propinsi, kabupaten dan kecamatan, dengan peran yang dipengaruhi oleh status sosial ekonomi daerah, akibatnya ketidakhadiran guru tidak disertai dengan alasan yang menengah pertama dan sekolah menengah atas dimana penting dipegang oleh pemerintah kabupaten. Penetapan daerah dengan status yang lebih rendah cenderung jelas. Sekolah dengan infrastruktur yang kurang baik, mereka bertanggung jawab atas 56 dan 67 persen dari kebijakan, strategi dan standar dikonsentrasikan pada memiliki ketidakhadiran yang tinggi.28 Tidak hanya termasuk air dan sanitasi, memiliki tingkat ketidakhadiran jumlah sekolah dalam sistem. Sub-sektor pendidikan tingkat nasional; propinsi bertanggung jawab untuk anak-anak kehilangan hari sekolahnya karena sakit dan/ guru yang lebih tinggi.29 Islam memberikan pelayanan pendidikan dasar melalui merencanakan dan memberikan jaminan kualitas; atau orang tua membutuhkan mereka untuk bekerja atau madrasah dan pesantren (madrasah dengan fasilitas kabupaten mengelola sumber daya dan penyelenggaraan asrama) dan terdapat sekitar 40.000 madrasah di pendidikan. Karena desentralisasi telah berevolusi, Indonesia yang terdaftar di Depag, dengan 4.000 Peta 2: pemerintah propinsi dan kabupaten telah diberi tanggung di antaranya merupakan madrasah negeri. Secara Angka Partisipasi Murni pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama jawab untuk menyelenggarakan pendidikan yang keseluruhan, sekolah-sekolah ini mengakomodasi sekitar menjawab kebutuhan lokal di daerah mereka sendiri. 6 juta anak usia sekolah. Di sekolah Islam, tingkat NANGRO ACEH DARUSALAM GORONTALO N SUMATER UTARA M TE E ERA KALIMANTAN TIMUR M MALUKU UTARA RIAU Indikator Kunci Pendidikan KALIMANTAN BARAT S SULAWESI UTARA KEPULAUAN RIAU LAWESI TENGAH UL SUL IRIAN JAYA BARAT JA JAMBI PAPUA > Penerimaan Siswa SUMATERA BARAT P LAU KEPULAU L U TUNG TUN TU KEPUL UAN BANGKA BELITUN SULAWESI TENGAH U UL SU A BENGKULU U KALIMANTAN TENGAH SI ARAT A SULAWESI BARAT Angka Partisipasi Murni (APM) di sekolah dasar telah (142.000 laki- laki; 544.000 perempuan) anak sekolah LA SUMATERA SELATAN DK JAKARTA K KI KALIMANTAN SELATAN SULAWE LAW W SULAWESI TENGGARA MALUKU JAWA TE J TENGAH meningkat secara signifikan meningkat dari 72 persen di dasar tidak berada di sekolah. Perbedaan antar daerah LAMPUNG S SULAWESI SELATAN tahun 1975 sampai 94,9 persen di tahun 2007. APM di juga ada; Papua jauh tertinggal dengan APM di tingkat Partisipasi Murni di SMP 24 < 50% BANTEN JAWA TIMUR 25 sekolah menengah tingkat pertama bahkan meningkat sekolah dasar sekitar 80 persen dan sekitar 47 persen 50 - 55% JAWA BARAT BALI NUSA TENGGARA TIMUR 55-60% lebih cepat mulai dari tingkat yang rendah yaitu 18 persen di sekolah menengah pertama. Propinsi lain yang juga 60-75% DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NUSA TENGGARA BARAT INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA di tahun 1970an menjadi 71,6 persen di tahun 2007. tertinggal dari rata-rata nasional pada tingkat sekolah >= 75% Penerimaan siswa di sekolah menengah tingkat atas menengah pertama adalah Maluku, NTT (keduanya Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 2008 meningkat dengan lambat dengan APM pada angka 50,19 berada pada 47 persen) dan Gorontalo (52 persen).27 persen di tahun 2007. Diperkirakan sekitar 686.000 Meskipun ada kemajuan dalam transisi dari sekolah biaya kesempatan dan pengeluaran di luar uang sekolah, Tabel 6: dasar ke sekolah menengah pertama, hanya sekitar seperti seragam, buku, dll. adalah beban yang cukup Statistik Pendidikan Dasar 55 persen dari anak-anak yang berasal dari keluarga berat bagi kaum miskin dan merupakan halangan untuk dengan pendapatan rendah masuk ke sekolah menengah masuk ke sekolah serta untuk melanjutkan sekolah. Total Jumlah Siswa 46,5 juta pertama. Data di tingkat propinsi tentang tingkat Sebagai tambahan, beberapa isu kesehatan, higiene Total Jumlah Guru 2,78 juta penerimaan siswa di sekolah menengah pertama dan sanitasi yang berhubungan dengan lingkungan Total Jumlah Sekolah 258.047 (16% Depag) (lihat Peta 2 di atas) mengindikasikan dengan jelas sekolah dan juga individu anak sekolah berperan sebagai bahwa upaya pendukung untuk membantu anak-anak penghalang bagi anak untuk masuk dan berkembang Total Laki-laki Perempuan masuk sekolah dan menyelesaikan siklus pendidikan di sekolahnya. Menjamin bahwa sekolah menyediakan dasarnya tetap merupakan prioritas tertinggi dari sektor sebuah lingkungan yang sehat untuk anak-anak dan Angka Partisipasi Murni SD (2006) 95,4% 97,1% 93,7% pendidikan. mengatasi segala hambatan kesehatan dan/atau gizi Angka Tamat SD (2006) 98,8% 98,7% 98,9% (kelaparan) bagi masuknya ke dan berpartisipasinya Meskipun tidak ada biaya yang dibebankan untuk Anak Usia SD Tidak Bersekolah 686.000 142.000 544.000 anak-anak tersebut di sekolah adalah hal yang penting pendidikan dasar pada sekolah negeri di Indonesia, untuk memenuhi tujuan pendidikan. Sumber: World Bank EdStats, berdasarkan tahun yang terakhir yang tersedia, 2005-2007 26 World Bank, 2008 28 Toyamah, et al., The SMERU Research Institute, April 2009 27 Data dari Susenas 2006 dan Depdiknas 2006-07 dikutip dari dokumen 29 Ibid proyek BOS-KITA World Bank Sektor Kesehatan Anak usia sekolah bukan kelompok beresiko tinggi untuk dengan berat di bawah rata-rata, cacat lahir pada kematian dan anak perempuan dalam usia sekolah, anak-anak mereka, serta mengurangi resiko kematian 6. Tahapan untuk biasanya, belum termasuk dalam tahapan mengandung selama proses kelahiran. Sekolah dapat menyediakan anak yang dianggap sangat beresiko. Dari pandangan infrastruktur yang dengan mudah dapat menjangkau sektor kesehatan, hal ini menjadikan populasi anak usia anak-anak perempuan dengan prioritas pendidikan yang Investasi KGS sekolah tidak diprioritaskan dalam kebanyakan intervensi tinggi serta pelayanan kesehatan dan gizi. sektor kesehatan dengan beberapa pengecualian. Untuk Kebanyakan dari resiko masa remaja (lihat Tabel 7) anak usia sekolah, terutama di masa remaja, kaum muda adalah masalah universal -- seperti merokok, alkohol, mulai membuat keputusan mandiri mengenai kesehatan kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk HIV/ di Indonesia mereka serta membentuk dan mengadopsi perilaku AIDS -- dan kaum muda perlu memiliki akses terhadap yang akan mempengaruhi kesehatan mereka pada saat informasi dan keterampilan agar dapat melindungi diri tersebut dan di masa depan, demikian juga dengan mereka sendiri dari perilaku beresiko tinggi. Sekolah dapat kesehatan calon anak-anak mereka. Anak perempuan, menjadi salah satu tempat terbaik untuk menjangkau khususnya anak perempuan remaja, merupakan kunci kaum muda dan menyediakan mereka informasi dan kesehatan dari generasi mendatang. Perkembangan pendidikan yang akan menolong mereka mendapatkan fisiologis yang baik selama masa remaja mempersiapkan kehidupan yang lebih sehat dan aman. Selain itu, anak-anak perempuan untuk masa kehamilan, melahirkan sekolah juga menyediakan kesempatan terbaik untuk anak serta menjadi ibu. Menjamin bahwa anak-anak mempromosikan gizi seimbang, pilihan makanan dan perempuan tersebut mendapatkan gizi yang baik dan aktivitas fisik untuk membantu mencegah kelebihan berat sehat -- terutama mengingat terus meningkatnya badan pada anak­anak. Promosi yang efektif akan praktik kebutuhan mereka akan zat besi dan akan nutrisi untuk utama dalam kesehatan, gizi dan aktivitas fisik sangatlah pertumbuhan sebelum tahun-tahun reproduksi mereka penting untuk mengurangi beban dari kelebihan berat dimulai -- akan mengurangi terjadinya kelahiran anak badan, obesitas dan penyakit tidak menular. Tabel 7: Perilaku Anak Remaja yang Beresiko di Indonesia - Hasil dari Survei Global Kesehatan Siswa yang Berpusat di Sekolah WHO, 2007 Pendahuluan 26 27 Siswa yang... Persen INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Merokok satu batang atau lebih pada 30 hari terakhir 11.1 Hampir selalu atau selalu lapar pada 30 hari terakhir 5.8 Intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah tidak sepenuhnya Meminum paling tidak satu minuman yang mengandung alkohol pada 30 hari terakhir 2.6 tidak dikenal di Indonesia. Kebijakan nasional mengenai Satu kali atau lebih diserang secara fisik pada 12 bulan terakhir 39.8 Program UKS kesehatan sekolah telah dimulai sejak tahun 1950an. Nasional Satu kali atau lebih cedera serius pada 12 bulan terakhir 45.9 Pada tahun 1970an, satuan tugas untuk pendidikan Tidak pernah atau jarang sekali mencuci tangan mereka sebelum makan pada 30 hari terakhir 4.1 dan kesehatan dibentuk untuk menjalankan program kesehatan di tingkat sekolah dasar. Pada tahun Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS), 2008 UU Kesehatan Air dan Sanitasi 1984, sebuah kebijakan tentang kesehatan sekolah dan Layanan melalui di Sekolah dan Keputusan Bersama dibuat dengan melibatkan KgS Puskesmas 4 kementerian: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Agama (Depag), Departemen Kotak 2: Pencegahan Penyebaran HIV/AIDS Kesehatan (Depkes), dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk mewujudkan program kesehatan Kasus kejadian HIV/aIDS pada orang dewasa di Indo- Semua 33 propinsi sekarang telah melaporkan adanya sekolah yaitu Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Pada Pemberian Layanan nesia adalah rendah (0,16 persen) dengan pengecualian kasus HIV/aIDS. Upaya yang terprogram khususnya Makanan Kesehatan tahun 2003, Keputusan Bersama tersebut direvisi dan Tambahan dari Sekolah oleh suatu tim pembina dibentuk. Selain dari program UKS, tanah Papua yang mempunyai tingkat prevalensi 2,4 terkonsentrasi pada populasi dengan resiko tinggi. Pemerintah atau LSM dan persen pada orang dewasa dilihat sebagai sebuah namun, pencegahan akan menjadi sangat penting untuk Donor Perusahaan Indonesia mempunyai beberapa tingkatan pengalaman epidemi umum yang rendah dan lebih terkonsentrasi membendung penyebaran epidemik. Sekolah dapat pada masa lalu dan pada saat ini dengan beberapa pada `kelompok beresiko', yaitu pengguna obat-obatan menawarkan sebuah mekanisme bagi pengarusutamaan elemen KGS lainnya termasuk air dan sanitasi di sekolah, terlarang dan wanita pekerja seks. tetapi Indonesia juga pendidikan pencegahan HIV/aIDS untuk melindungi dan kerjasama sekolah dengan puskesmas, pemberian mengalami perkembangan epidemi tercepat di asia. mencegah infeksi pada anak usia sekolah. makanan tambahan di sekolah, dan layanan kesehatan berbasis sekolah lainnya yang disediakan melalui LSM- LSM dan/atau perusahaan atau donor lainnya Program UKS Struktur Institusional UKS Sebuah Tim Pembina UKS, dengan perwakilan dari terutama Depdiknas, berperan dalam menetapkan Departemen Pendidikan Nasional, Departemen standar, memberikan pedoman dan menetapkan harapan Tujuan dari UKS adalah "untuk meningkatkan mutu pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis Kesehatan, Departemen Agama dan Departemen Dalam untuk program UKS. Sebagai tambahan, tingkat nasional pendidikan dan prestasi belajar peserta didik dengan dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Negeri yang dicantumkan dalam Keputusan Bersama, menggunakan sumber daya untuk melaksanakan lomba meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat serta Indonesia seutuhnya"30 yang tercermin dalam ketiga bekerja pada tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan UKS tahunan dan pertemuan UKS nasional dua tahun derajat kesehatan peserta didik dan menciptakan pilar dari program (lihat Gambar 10). kecamatan. Terdapat asumsi bahwa keempat departemen sekali yang mengumpulkan personel, guru dan siswa lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan tersebut bertemu dan membuat keputusan sebagai pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten. Pertemuan suatu tim, tetapi tidak ada yang dapat memastikan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi prioritas untuk Gambar 12: seberapa sering hal ini terjadi. Di tingkat sekolah, kepala perencanaan UKS untuk tahun berikutnya. Dalam Tiga Pilar dan Aktivitas Utama dari Program UKS sekolah dan satu atau lebih guru UKS ditugaskan untuk beberapa hal UKS tingkat pusat memberikan dukungan mengurus aktivitas UKS di sekolah. Sekolah diharapkan dan bantuan teknis untuk kegiatan yang telah ditargetkan Pendidikan Kesehatan Pelayanan Kesehatan di Sekolah Lingkungan Sekolah yang Sehat untuk bekerjasama dengan staf puskesmas dalam di sekolah. melaksanakan beberapa kegiatan UKS. Tingkat pusat, - Diintegrasikan ke dalam - Pemeriksaan kesehatan - Fasilitas mencuci tangan kurikulum - Pengukuran tinggi dan berat badan - Penghijauan sekolah Kekuatan dan Kelemahan UKS - Pelatihan bagi guru UKS - Ruang UKS - Memperbaiki toilet sekolah - Dokter kecil - Kantin yang sehat Meskipun program UKS telah dilaksanakan di Indonesia pertumbuhan dan juga untuk mencatat imunisasi dan - Kampanye mencuci tangan - Rujukan ke Puskesmas atau sejak bertahun-tahun yang lalu, hanya sedikit data hasil dari pemeriksaan kesehatan. rumah sakit dan informasi yang tersedia mengenai investasi dalam - Imunisasi · Kaderdan/ataudokterkecilUKS(namadantugasnya - Pemberantasan cacing program UKS di tingkat yang manapun -- pusat, tergantung pada tingkat sekolah; program sekolah - Tablet zat besi untuk anak perempuan kabupaten, kecamatan, sekolah -- dan sedikit pula dasar atau sekolah menengah pertama) adalah data yang tersedia akan dampak dari program dan program elemen kunci lainnya. Program ini menjamin kegiatannya. Tidak terdapat evaluasi dan tidak ada keterlibatan siswa/anak dalam aktivitas kesehatan Gambar 13: sistem monitoring yang konsisten atas program UKS. sekolah. Untuk menjadi seorang kader atau dokter Intervensi Kesehatan dan Gizi Sekolah yang Khas Berdasarkan diskusi dengan beberapa sumber informasi kecil, tampaknya merupakan suatu proses kompetisi di kunci dan berdasarkan observasi di beberapa sekolah kebanyakan sekolah. Kategori (kerangka kerja FRESH) Intervensi yang dapat dianggap mempunyai program UKS "percontohan", beberapa kesimpulan awal dapat ditarik · Tidaktersediacatatandaripelayanankesehatan Kebijakan - Kode etik untuk perilaku guru sebagai berikut: (pemberantasan cacing, distribusi kapsul yodium, 28 - Penjualan makanan di sekolah pemberian suplemen zat besi untuk anak perempuan 29 · UKSlebihdikenaldenganperannyasebagaiprogram - Inklusi anak dengan kebutuhan khusus yang bermenstruasi, atau yang lain) yang diberikan sekolah yang menyediakan tempat/ruang untuk anak - Inklusi anak perempuan yang hamil melalui sekolah, meskipun beberapa sekolah sekolah jika mereka jatuh sakit dan membutuhkan INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA - Pencegahan diskriminasi melaporkan bahwa pelayanan ini telah diberikan oleh pertolongan pertama. Ruang atau tempat UKS di Lingkungan Sekolah - Akses pada air yang aman termasuk penanganan air limbah puskesmas di sekolah. sekolah dianggap sebagai langkah pertama yang - Fasilitas cuci tangan · BanyaksekolahyangmenerapkanprogramUKS penting untuk dipertimbangkan sebagai sekolah UKS. - Akses terhadap fasilitas sanitasi yang baik dan terpisah untuk anak mempunyai fasilitas cuci tangan (kebanyakan dengan perempuan dan laki­laki · UKSmemprioritaskanpenyediaan"pemeriksaan sabun) dan toilet yang bersih dan kadang kala, dengan - Intervensi "Hijau"--pembuatan kompos, daur ulang, dll. kesehatan" secara periodik di sekolah termasuk jumlah yang cukup. Promosi kebersihan adalah suatu Pendidikan Perubahan Perilaku - Pendidikan non-formal yang dikaitkan dengan intervensi, contohnya higiene, beberapa jenis pemeriksaan kesehatan yang bekerja kegiatan standar di sekolah. Banyak materi termasuk dan Berdasar Keterampilan pencegahan malaria sama dengan puskesmas terdekat, pengukuran tinggi poster dan bahan instruksional telah dibuat untuk - Pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikaitkan dengan intervensi spesifik dan berat badan dua kali setahun, tiga bulanan atau membantu meningkatkan kesadaran dan meningkatkan - Pendidikan yang berpusat pada perilaku yang difokuskan pada perilaku kadang-kadang tiap bulan. Kartu kesehatan dan remaja yang beresiko pengetahuan tentang topik ini (lihat lebih lanjut tentang pertumbuhan anak digunakan untuk memonitor - Pendidikan gizi dan aktivitas fisik yang berpusat pada perilaku air dan sanitasi di bawah). Layanan Kesehatan dan Gizi - Pemberantasan cacing - Pengobatan untuk Malaria Kotak 3: - Pemberian suplemen mikronutrien (zat besi) atau pemberian suplemen Perbaikan Kantin Sekolah (fortifikasi) pada makanan sehari-hari - Peralatan P3K Dimulai pada tahun 2009, UKS (tingkat pusat) membantu (kurang lebih setara dengan 1,000 dollar aS) untuk satu - Makanan sekolah atau makanan kecil yang telah difortifikasi perbaikan kantin sekolah melalui dana hibah (block grant) tahun. Sebagai tambahan dari dana tersebut, Depdiknas - Rujukan ke pelayanan puskesmas kepada sekolah dan pelatihan. Untuk dapat dipertimbang- tingkat pusat menyediakan bantuan teknis dan pelatihan - Bimbingan atau bantuan psikososial kan sebagai penerima dana hibah, sekolah­sekolah harus untuk sekolah-sekolah ini untuk meningkatkan kapasitas mempunyai kantin yang berfungsi karena tidak disediakan mereka dalam menciptakan kantin sekolah yang lebih aman Sumber: Di adaptasi dari Bundy et al., 2006 infrastruktur dalam program tersebut. Dari 288 sekolah dan sehat. alat penguji keamanan makanan dan bahan di 33 propinsi dan 36 kabupaten -- 112 sekolah dasar, 90 pelatihan kantin sekolah sehat telah didistribusikan ke sekolah menengah tingkat pertama, dan 86 sekolah me- sekolah-sekolah tersebut sebagai bagian dari inisiatif ini. 30 Widaninggar et al., May 2006 nengah tingkat atas -- menerima dana rp 10.000.000 Klinik Kesehatan Dasar/Puskesmas dan Sekolah Sebagai sebuah program nasional yang dilaksanakan hadiah kepada sekolah UKS "terbaik". Alat yang digunakan dalam sebuah sistem desentralisasi, apa yang terjadi di untuk memilih pemenang terdiri dari indikator yang bawah program UKS di satu kabupaten mungkin akan umumnya berkaitan dengan fasilitas -- wc, ruang berbeda dengan kabupaten lainnya jika di kabupaten kesehatan, dll. Aktivitas lainnya seperti jambore nasional tersebut memang tersedia program UKS. Di tingkat dan pertemuan tingkat nasional membutuhkan komitmen propinsi dan kabupaten, sumber daya yang didedikasikan keuangan dari kabupaten yang mungkin sulit dipenuhi oleh Program Imunisasi Sekolah yaitu Bulan Imunisasi Anak praktiknya, UKS tidak terlihat memiliki peran penting untuk UKS bergantung pada komitmen dari Dewan daerah dengan pendapatan rendah atau oleh daerah- Sekolah (BIAS) mungkin mewakili kerja sama layanan dalam implementasi progran tersebut. Pertanggung- Perwakilan Rakyat Daerah dan lembaga pembuat daerah yang harus berkompetisi untuk mendapatkan antara puskesmas dengan sekolah yang paling konsisten jawaban program BIAS adalah melalui Perluasan Program keputusan lokal. Di beberapa daerah, sumber daya ini sumber daya karena ada kebutuhan secara keseluruhan dan efektif. Diperkenalkan pada tahun 1998, program ini Imunisasi (Expanded Program on Immunization, EPI) dan cukup berarti. yang lebih tinggi dalam hal kesehatan, nutrisi maupun pada awalnya merupakan program pemberian suntikan petugas kesehatan bekerja langsung dengan sekolah keperluan sekolah lainnya. Faktor-faktor ini mengindikasikan dipteria dan pengendalian jangka panjang untuk penyakit tanpa dukungan UKS. Dalam beberapa kasus, struktur Karena beberapa dari kegiatan utama yang dipromosikan tetanus yang menyediakan imunitas seumur hidup UKS mungkin dapat membantu program BIAS , tetapi hal bahwa alih-alih menyetarakan situasi (leveling the playing oleh program UKS -- suatu pendekatan kesehatan untuk seluruh lulusan SD. Program BIAS ini kemudian ini tidak terlihat penting bagi pelaksanaan BIAS32. field) melalui kesehatan sekolah, program UKS sebenarnya sekolah tradisional yang membutuhkan adanya ruang diintegrasikan ke dalam struktur UKS yang ada. Dalam dapat meningkatkan ketidakadilan antar sekolah karena kesehatan, kantin sekolah, dan infrastruktur lainnya -- sumber daya yang diinvestasikan pada kesehatan sekolah Pemberian Makanan Tambahan Di Sekolah UKS terlihat menjadi lebih relevan bagi sekolah dan melalui UKS cenderung diberikan kepada masyarakat dan kabupaten yang "kaya". Insentif utama dari tingkat pusat dan sekolah yang lebih berada. adalah "kompetisi" tingkat nasional yang memberikan Air dan Sanitasi di Sekolah Depdagri mempunyai divisi yang bertanggung jawab untuk program pemberian makanan tambahan di di lebih dari 1.000 sekolah di propinsi NTB, NTT dan Jawa Timur. Sampai akhir­akhir ini, beberapa organisasi sekolah meskipun sumber daya untuk program tersebut nirlaba termasuk Mercy Corps dan IRD menyediakan dialokasikan oleh kabupaten sehingga peranan pusat makanan tambahan di sekolah melalui sumber daya menjadi terbatas dan tidak pasti. Di masa lalu, sebelum USDA. Pendekatan pada pemberian makanan tambahan Standar Pelayanan Minimal31 (SPM) untuk sekolah memperbaiki kualitas air dan lingkungan sanitasi di adanya desentralisasi, pemberian makanan tambahan di di sekolah mencakup penyediaan makan di sekolah dari mencakup standar untuk suplai air bersih dan fasilitas sekolah (lihat Tabel 8). Sebuah jaringan untuk sanitasi sekolah merupakan program penting di BAPPENAS. produk lokal (sumber daya dikirim dari pusat ke tingkat sanitasi yang memadai yaitu sarana cuci tangan lingkungan dan air bersih di sekolah sedang dibentuk kabupaten untuk membiayai program yang disuplai dan toilet. Beberapa upaya sedang dijalankan oleh untuk membantu mengkoordinasikan pelaksanaan Pada tahun 2009, pemberian makanan tambahan di secara lokal), dan distribusi biskuit/kudapan serta juga beberapa lembaga donor, Depkes dan Depdiknas untuk berbagai kegiatan dan program. sekolah dilanjutkan oleh World Food Program (WFP). komoditas program lainnya termasuk pendistribusian Melalui kombinasi sumber daya dari sektor swasta dan susu dan telur. WFP, WFP mampu menjangkau lebih dari 200.000 anak Tabel 8: Layanan di Sekolah yang didukung oleh Ilustrasi Inisiatif Air dan Sanitasi di Sekolah 30 31 Sektor Swasta dan LSM Institusi Proyek/Kegiatan INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Depdiknas Program sanitasi sekolah sebagai bagian dari UKS Depkes Program kebersihan dan sanitasi sekolah; mempersiapkan panduan untuk sanitasi sekolah Beberapa organisasi nirlaba telah mengadakan program sehingga dapat menjangkau lebih dari 700 sekolah. UNICEF Pendidikan Sanitasi Sekolah dan Kebersihan (School Sanitation and Hygiene pemberantasan cacing dan pemberian suplemen zat Intervensi pemberantasan cacing juga dilakukan bersama Education, SSPH) besi dengan skala yang relatif kecil di berbagai daerah di dengan program pemberian makanan tambahan di Proyek Pelayanan Lingkungan (Environmental Services Project) ­ Indonesia. LSM YKB di tingkat nasional telah membantu sekolah yang didukung oleh Mercy Corps, IRD dan USAID memperbaiki pengelolaan sumber air; memperluas akses terhadap air aktivitas pemberantasan cacing dan suplemen zat besi organisasi nirlaba lainnya. Namun secara keseluruhan, bersih dan pelayanan sanitasi serta kegiatan promosi kesehatan selama 20 tahun pemberantasan cacing dan suplementasi mikronutrien IRD Program Tanggap Darurat Yogya (Yogya Emergency Response Program) untuk terakhir di dalam dan di sekitar Jakarta. Baru-baru ini bukan merupakan kegiatan yang penting di sekolah di promosi Kebersihan dan Sanitasi di SD/MI mereka memperluas aktivitas mereka ke daerah lain Indonesia. Promosi Sekolah yang Ramah Anak (Child Friendly School) dan Plan Indonesia Kerangka Kerja FRESH 31 Standar Pelayanan Minimal masih berupa draft 32 Imunisasi Sekolah di Indonesia, laporan yang tidak diterbitkan, JSI/ Immunization BASICS KGS tidak saja berperan dalam mencapai tujuan pengaturan badan yang memegang aset atau dana agar pendidikan, tetapi intervensi kesehatan dan gizi di menerapkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih sekolah juga penting untuk tujuan sektor kesehatan. besar dari program BOS sehingga pada akhirnya dapat Untuk beberapa penyakit dan defisiensi, anak usia menggunakan dana BOS yang tersedia dengan lebih baik. sekolah memiliki kontribusi besar dalam beban penyakit Total dari proyek pinjaman ini adalah 600 juta dollar AS secara keseluruhan (contohnya, infeksi cacing usus, untuk 2008-2010, dan kegiatan ini didukung dengan 7. Rekomendasi defisiensi zat besi). Program di sekolah yang efektif juga bantuan tambahan di bawah Dutch Education Trust Fund.33 penting untuk menolong anak-anak mengembangkan Pemerintah Indonesia juga telah menyediakan kerangka kebiasaan-kebiasaan yang sehat dan mencegah kerja untuk Standar Nasional Pendidikan untuk perilaku beresiko yang terkait dengan beban penyakit mendukung proses desentralisasi. SISWA (System dan Langkah menular yang berkelanjutan dan meningkatnya beban Improvement through Sector Wide Approaches) atau penyakit tidak menular di Indonesia. Pencapaian tujuan Perbaikan Sistem melalui Pendekatan Sektoral adalah pendidikan berkaitan erat dengan kesehatan di masa sebuah kerangka kerja pembangunan pendidikan dasar depan, khususnya di antara anak-anak perempuan karena Selanjutnya baru yang diciptakan bersamaan dengan Rencana Sektor status kesehatan dan gizi mereka serta keterampilan Jangka Menengah (tahun 2010-2014) yang mencakup dan kebiasaan-kebiasaan mereka akan berdampak yang strategi kunci dan program untuk meningkatkan akses langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan dan dan kualitas pendidikan dasar di bawah Depdiknas, gizi generasi masa depan. Depag dan Depdagri. SISWA dimaksudkan untuk Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai menyediakan sebuah kerangka kerja kebijakan yang logis donor dan rekan kerjanya telah menjadikan pendidikan untuk dukungan donor. Salah satu area kunci dari fokus sebagai prioritas utama. Yang paling menonjol dari SISWA adalah untuk membantu kabupaten melalui dukungan itu adalah program BOS (Bantuan Operasional penyediaan akses terhadap informasi yang lebih baik dan Sekolah) yang telah memberikan hibah untuk semua lebih banyak mengenai peningkatan mutu pendidikan. sekolah dengan basis per siswa sejak tahun 2005. BOS Di dalam upaya-upaya untuk memperbaiki kualitas adalah bagian dari usaha pemerintah untuk meningkatkan dan pemerataan pendidikan, kesehatan dan gizi anak akses terhadap pendidikan yang berkualitas untuk siswa sekolah belum menampakkan hasil yang berarti. Sampai dari semua tingkat pendapatan. Dana operasional BOS saat ini, fokus masih tertuju kepada sekolah dan ruang dapat digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler yang kelas ketimbang terhadap anak didiknya. Standar untuk dapat berkontribusi bagi kesehatan fisik para siswa. pelayanan minimal di pendidikan dasar mencakup Bank Dunia mendukung program BOS melalui Program harapan adanya ketersediaan air bersih dan fasilitas BOS KITA (Bantuan Operasional Sekolah ­ Perbaikan tempat mencuci tangan serta toilet yang baik dan 32 Pengetahuan untuk Transparansi dan Akuntabilitas atau memadai di semua sekolah. Potensi untuk kebijakan dan 33 Knowledge Improvement for Transparency and Accountability tindakan di tingkat nasional, kabupaten serta masyarakat bukti­bukti dalam laporan ini menunjukkan bahwa status (KITA), yang bertujuan untuk memperbaiki akses dalam Kesehatan dan Gizi Sekolah untuk berkontribusi INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA kesehatan dan gizi anak usia sekolah di Indonesia cenderung terhadap pendidikan berkualitas untuk semua anak usia secara berarti dalam peningkatan hasil pendidikan 7 sampai 15 tahun dengan memperkuat komite sekolah, dan kesehatan di Indonesia masih harus sepenuhnya merupakan faktor yang penting dalam pencapaian "Pendidikan meningkatkan partisipasi masyarakat, memperbaiki dipertimbangkan. Untuk Semua" (Education for All) dan tujuan MDg. Pesan yang ingin disampaikan cukup jelas: kesehatan dan kesuksesan di sekolah terkait erat satu dengan lainnya. Jika siswa tidak sehat dan tidak bergizi baik, sekolah tersebut tidak dapat memenuhi misi utamanya untuk menyediakan pendidikan yang efektif, efisien dan adil. Intervensi untuk menjawab beberapa permasalahan penting dalam kesehatan dan gizi yang menghambat proses belajar adalah intervensi yang hemat biaya dan lebih memberikan manfaat bagi anak-anak miskin dan anak-anak yang kurang beruntung daripada inter- vensi pendidikan lainnya. Intervensi ini pada saat yang sama juga mengurangi ketidaksetaraan gender. 33 BOS KITA (Bantuan Operasional Sekolah - Perbaikan Pengetahuan untuk Tranparansi dan Akuntabilitas atau Knowledge Improvement for Transparency and Accountability/KITA); dokumentasi Dutch Trust Fund Rekomendasi 6. Perbaiki kualitas komunikasi yang berfokus pada 7. Bentuk model yang terpisah untuk membendung pendidikan dan tingkah laku kesehatan --Kesehatan, naiknya angka kelebihan berat badan dan obesitas higiene, gizi dan pendidikan lainnya dibutuhkan untuk --Meskipun hal ini tidak langsung berhubungan dengan mempromosikan praktik­praktik yang dihubungkan pendidikan, seriusnya kenaikan dan kelebihan berat dengan layanan di sekolah, termasuk air bersih, fasilitas badan pada anak-anak di Indonesia mengindikasikan Komitmen yang besar dari pemerintah Indonesia dan rekan mitra kerjanya cuci tangan, dan wc, dan juga untuk membentuk bahwa strategi untuk mempromosikan praktik gizi perilaku sehat lainnya pada anak-anak. Strategi untuk dan aktivitas fisik yang baik harus menjadi sebuah untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pendidikan dasar di Indonesia mengembangkan pesan dan materi yang efektif sudah elemen dari KGS dalam konteks tertentu. Sebagaimana merupakan landasan yang baik untuk mengarahkan dan meningkatkan tersedia namun dibutuhkan investasi keahlian teknis telah disebutkan di atas, pendekatan apa saja yang untuk penerapannya. Sebagaimana intervensi lainnya, membutuhkan program promosi dan pendidikan investasi bagi Kesehatan dan gizi Sekolah. analisis situasi Kesehatan dan program pendidikan untuk promosi kesehatan dan/atau harus dikembangkan dengan keahlian teknis dan pendidikan untuk mengubah perilaku perlu dimonitor keahlian lainnya yang sesuai dan dimonitor serta gizi Sekolah yang didokumentasikan di dalam laporan ini mengarah pada dan dievaluasi untuk menjamin tercapainya hasil yang dievaluasi efektivitasnya. kesimpulan utama yang merupakan panduan untuk langkah-langkah diinginkan. selanjutnya menuju program KgS yang lebih meningkat. Langkah Selanjutnya 1. Targetkan intervensi KGS di daerah-daerah yang Malaria) di tingkat kabupaten akan lebih masuk akal jika memiliki hasil belajar rendah dan status kesehatan permasalahan kesehatan telah mempengaruhi sebagian dan gizi buruk serta kelaparan tinggi -- Untuk besar populasi anak usia sekolah di daerah/kabupaten mendapatkan hasil terbaik dari investasi yang dilakukan tertentu. Pendekatan ini dapat memberikan beberapa ada beberapa kesempatan yang mungkin dapat digunakan untuk memulai (the biggest bang for the buck), investasi dalam program manfaat terkait "economies of scale" atau penurunan tindakan berdasarkan rekomendasi ini. beberapa ide awal termasuk : KGS harus menjadikan kabupaten dan sekolah yang biaya per unit akibat kenaikan dalam kegiatan untuk memiliki akses yang terhambat terhadap kesehatan dan pelatihan, bantuan teknis, dll. Selain itu memungkinkan gizi, partisipasi dan kemajuan di sekolah, khususnya pula didapatkannya keuntungan yang cepat dan siswa perempuan, sebagai prioritas utama. Jika signifikan dari sebuah investasi yang terbatas. · Gunakanmekanisme"praktikyangbaikdalam kabupaten dan sekolah untuk meningkatkan kesadaran ditargetkan dengan efektif, intervensi KGS berpotensi pendidikan dasar" yang sedang berjalan untuk dan membangun kapasitas dalam mengidentifikasikan 4. Identifikasi dan kembangkan satu set "paket/model" menolong sebagian dari lima persen anak-anak yang mengidentifikasi intervensi/program kesehatan dan dan menjawab permasalahan kebutuhan kesehatan yang mempertimbangkan tiga konteks utama di saat ini belum masuk di sekolah dan mereka-mereka gizi di sekolah yang dilakukan oleh sektor swasta, dan gizi pada anak usia sekolah dalam konteks yang Indonesia; perkotaan, pedesaan, daerah kepulauan/ yang tidak dapat berpartisipasi penuh. KGS harus LSM dan/atau yang didukung oleh pemerintah yang berbeda. Tool kit dan modul ini akan dikenalkan melalui daerah pinggir laut dan juga tipe sekolah (contohnya, 34 dipahami, dimonitor, dan dievaluasi terlebih dahulu sekolah berasrama) -- Kerangka kerja FRESH untuk menawarkan potensi untuk menciptakan "model praktik sebuah strategi pelatihan tingkat kabupaten. Satu 35 sebagai sebuah intervensi pendidikan. yang baik" dalam konteks yang spesifik untuk KGS. modul dalam tool kit harus menjawab kebutuhan akan KGS memberikan panduan keseluruhan untuk jenis 2. Perkuat kerjasama di dalam sektor pendidikan intervensi yang paling efektif dalam mencapai hasil Dokumentasikan dan sesuaikan "praktik yang baik" suatu set indikator yang mudah untuk digunakan INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA antara Depdiknas dan Depag dan antara kesehatan yang spesifik yang berkaitan dengan kesehatan, ini dalam konteks yang spesifik. "Praktik-praktik" baik di tingkat sekolah, kabupaten dan propinsi dalam dan pendidikan -- Tujuan KGS yang paling utama gizi dan pendidikan. Walau situasi atau konteks itu ini dapat berada pada tingkat kabupaten, kecamatan membimbing kemajuan untuk program KGS. dan paling penting adalah untuk membantu mencapai penting untuk dipertimbangkan, untuk memudahkan atau sekolah dan harus dikaitkan langsung (dengan · Lakukanpenilaiankapasitasinstitusiyangmendalam tujuan pendidikan sehingga Depdiknas dan Depag dan memaksimalkan kesempatan dalam pencapaian bukti yang konkret apabila memungkinkan) dengan di berbagai tingkatan yang berbeda termasuk di tingkat sebaiknya terus memimpin KGS. Kedua kementerian ini skala pelaksanaan intervensi KGS, suatu perangkat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yang nasional, kabupaten, kecamatan dan sekolah untuk perlu bekerja bersama dalam KGS dan dengan sektor "model" dari program KGS dapat dikembangkan yang paling tidak beruntung. dapat mengidentifikasi pendekatan dan kebutuhan akan kesehatan karena intervensi tersebut membutuhkan akan mencakup variasi-variasi kontekstual utama dari · Buatsebuah"tool kit" KGS dan modul pelatihan pembangunan kapasitas dalam mendukung promosi bimbingan dan dukungan dari sektor kesehatan. masyarakat dan sekolah yang ada di Indonesia. yang dibangun dari "praktik baik" dan pengalaman tambahan dan pelaksanaan intervensi Kesehatan dan Kerjasama antara sektor pendidikan dan kesehatan internasional. Tool kit ini akan digunakan di tingkat Gizi Sekolah. 5. Lanjutkan dan perluas upaya yang ada saat ini untuk sangatlah penting tidak hanya di tingkat lokal dan menjamin ketersediaan air bersih dan sanitasi yang sekolah, tetapi juga penting di tingkat yang lebih tinggi. baik di semua sekolah -- Air dan sanitasi di sekolah Melihat pentingnya peran Depdagri dalam pelaksanaan adalah salah satu elemen kunci dari kerangka kerja pendidikan, kerjasama dengan kementerian ini akan FRESH. Kenyataan bahwa hal ini telah menjadi sebuah membantu meningkatkan efektivitas program KGS. prioritas untuk sektor pendidikan merupakan pertanda Seperti yang telah diindikasikan, madrasah dan baik untuk meningkatkan dukungan bagi intervensi KGS pesantren adalah target yang potensial untuk KGS ini. Oleh karena itu, apabila infrastruktur sekolah adalah karena siswa-siswa di sekolah tersebut sering kali yang paling lemah, memenuhi standar air bersih dan berasal dari keluarga dengan pendapatan terendah. sanitasi mungkin menjadi hal yang paling sulit untuk 3. Ambil manfaat dari intervensi KGS yang dipenuhi. Tetapi investasi KGS harus difokuskan pada hemat biaya dengan mengidentifikasi dan sekolah yang paling membutuhkan tersebut. Dukungan melaksanakan pendekatan tingkat kabupaten untuk solusi jangka panjang bagi air dan sanitasi di untuk penyelesaiannya -- Penyediaan layanan masal sekolah harus dilengkapi dengan teknologi alternatif untuk beberapa layanan KGS (pemberantasan cacing, untuk menjamin air bersih (contohnya penyaringan air) suplementasi zat besi, pengobatan dan pencegahan dan WC murah di sekolah. 8. Referensi Adelman, S., D. O. Gilligan dan K. Lehrer (2008). "How Del Rosso, J.M. dan T, Marek (1996). Class Action: Menuju Kantin Sehat di Sekolah (2009). [Towards Solon F.S, J. N. Sarol A.B.I. Bernardo, H. Mehansho, Effective Are Food For Education Programs?: A Critical Meeting the Nutrition and Health Needs of School-age Healthy School Canteen] Pusat Pengembangan Kualitas L.E. Sanchez-Fermin, L.S. Wambangco dan K.D. Juhlin Assessment of the Evidence From Developing Countries." Children in the Developing World. Washington, DC: World Jasmani bekerja sama dengan [Southeast Asian Food and (2003). "Effect of a multiple-micronutrient- fortified fruit Washington DC: International Food Policy Research Bank Human Development Department. Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center] powder beverage on the nutrition status, physical fitness, Institute. and cognitive performance of schoolchildren in the Grantham-McGregor S., S. Chang, S. P. Walker (1998). Mercy Corps (2006). "Sumatra Healthy Schools Program Philippines." Food Nutrition Bulletin, 24:S129­140. Anderson, J. W., B. M. Johnstone dan D.T. Remley "Evaluation of School Feeding Programs. Some Jamaican Assessment Results Reports." (unpublished, internal (1999). "Breast-Feeding and Cognitive Development: A Examples." American Journal of Clinical Nutrition, 67: document). Toyamah, N. et al., (2009). "Teacher Absenteeism and Meta-Analysis." American Journal of Clinical Nutrition, 70: 785S-9S. Remote Area Allowance Baseline Survey." Research Nokes, C., S. M. Grantham McGregor, A. W. Sawyer, 525-535. Report: SMERU Research Institute. Grigorenko, E. L., R. J. Sternberg, M. Jukes, K. Alcock, J. E. S. Cooper, B. A. Robinson, dan D. A. Bundy (1992). Atmarita, (2005). Directorate of Community Health, Lambo, D. Ngorosho, C. Nokes dan D. A. Bundy (2006). "Moderate to heavy infections of Trichuris triciura Van Stuijvenberg, M. E. (2005). "Using the School Ministry of Health. "Nutrition Problems in Indonesia." An "Effects of antiparasitic treatment on dynamically and affect cognitive function in Jamaican school children. " Feeding System as a Vehicle for Micronutient Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle- statically tested cognitive skills over time." Journal of Parsitology, 104: 539-547. Fortification: Experience from South Africa." Food and Related Diseases, Gajah Mada University. Applied Developmental Psychology, 27: 499-526. Nutrition Bulletin, 26: S213-S219. Pollitt, E., N. L. Lewis, C. Garza, dan R. J. Shulman (1998). Bobadilla, et al. (1994) "Design, Content and Financing Indonesia Family Life Survey (1993, 2000, 2007). "Fasting and Cognition in Well- and Undernourished World Bank (1993). World Development Report. of an Essential National Package of Health Services." http://www.rand.org/labor/fLS/IFLS Schoolchildren." Journal of Psychiatric Research, Washington DC. Bulletin of the World Health Organization. 74: 653-62. 17: 169-174. Hall, Andrew dan Susan Horton (2009). "Best Practice World Bank (2000). "Focusing Resources on Effective Bundy, D. A. P., M. S. Wong, L. L. Lewis, dan J. Horton Paper: Deworming." Copenhagen Consensus Center. Profil Kesehatan Indonesia (2007) [Indonesia Health School Health." Washington DC. (1990). "Control of Helminths by Delivery of Targeted Profile] Pusat Data dan Informasi [Centre for Data and Jukes, M. C. H., Drake L., J., Bundy, D. A. P. (2008). World Bank (2006). Repositioning Nutrition as Central Chemotherapy through Schools." Transactions of the Royal Information] School Heath, Nutrition and Education for All: Leveling the to Development. Directions in Development Paper. Society of Tropical Medicine and Hygiene 84: 115­20. Playing Field. Wallingford: CABI Publishing. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Washington, DC. Bundy, D. et al. (2006). "School-Based Health and Nasional [Research on Basic Heath, National Report] Kristjansson E.A., V. Robinson, M. Petticrew, B. World Bank (2008). "School Operational Assistance- Nutrition Programs." In Disease Control Priorities in Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. [Office MacDonald, J. Krasevec, L. Janzen, T. Greenhalgh, G. Knowledge Improvement for Transparency and Developing Countries: Second Edition, ed. D. Jamison, et al., of Health Research and Development] Wells J. MacGowan, A. Farmer, B.J. Shea, A. Mayhew, Accountability Project (BOS-KITA)," Project Appraisal New York: World Bank/Oxford University Press 36 dan P. Tugwell (2007). "School feeding for improving School Immunization Programme in Indonesia (2007). Report: Human Development Sector Unit, East Asia and 37 Bundy, D. (2006). "School-Based Health and Nutrition the physical and psychosocial health of disadvantaged Unpublished JSI/IMMUNIZATION BASICS. Pacific Region, The World Bank, Report No. 45043-ID. Programs." Food and Nutrition Bulletin, 26: S186-S192. students." Cochrane Database of Systematic Reviews. Semba et al., (2008). "Child Malnutrition and Mortality World Bank (2009). School Feeding, Social Safety Nets and INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA Chandler A. K., S. P. Walker, K. Connolly dan S. M. Kruger, M., C. J. Badenhorst, E.P.G. Mansvelt, J.A. among Families not Utilizing Adequately Iodized Salt in the Education Sector. Directions in Development Paper. Grantham-McGregor (1995). "School Breakfast Improves Laubscher, dan A.J.S. Benadé. (1996) Effects of iron Indoneisa." American Journal of Clinical Nutrition, Washington DC. Verbal Fluency in Undernourished Jamaican Children." fortification in a school feeding scheme and anthelmintic 87:438-44. World Health Organization (2009). "World Health The Journal of Nutrition 125: 894-900. therapy on the iron status and growth of six- to eight- Simeon, D. T., S.M. Grantham McGregor, J.E. Callender Statistics." WHO. year-old schoolchildren. Food Nutrition Bulletin, 17:11­21. Del Rosso, J. M. (2009). "School Feeding Outcomes: dan M.S. Wong (1995). "Treatment of Trichuris Trichiura Yayasan Kusuma Buana (YKB) [2008]. Power Point What the Research Tells Us." World Food Program Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition Infections Improves Growth, Spelling Scores and School presentation for Japan International Cooperation Agency. (internal document). (2008). The Lancet. Attendance in some Children." Journal of Nutrition, 125: 1875-1883. INVESTASI UNTUK KESEHATAN & GIZI SEKOLAH DI INDONESIA 38 Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: Claudia Rokx: crokx@worldbank.org atau Sheila Town: stown@worldbank.org Sektor Pengembangan Manusia Kantor Perwakilan Bank Dunia di Jakarta Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2 Lt. 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52 ­ 53 Jakarta 12190 Telepon : (021) 5299 3000 Faksimili : (021) 5299 3111