47009 www.dsfindonesia.org Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Desember 2008 Decentralization Support Facility Indonesia Stock Exchange Building Tower I 17th Suite 1701 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12190 Tel: +62 21 5299-3199 Fax: +62 21 5299-3299 Email: info@dsfindonesia.org Printed in December 2008. The findings, interpretations, and conclusions expressed herein do not necessarily reflect the views of DSF or the governments they represent. DSF does not guarantee the accuracy of the data included in this work. The boundaries, colors, denominations, and other information shown on any map in this work do not imply any judgment on the part of DSF concerning the legal status of any territory or the endorsement of acceptance of such boundaries. Desember 2008 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Ucapan Terima Kasih Daerah (LGPM) Ucapan Terima Kasih Makalah tentang metodologi LGPM disusun oleh sebuah tim inti dari Bank Dunia yang diketuai oleh Jessica Ludwig, Aurelien Kruse dan Adrianus Hendrawan, bersama dengan Ahya Ihsan, David Elmaleh, Sukmawah Yuningsih, Edmund Malesky, Günther Schulze, dan Peter Rooney.Tim ini juga beranggotakan I DewaWisana, NiWayan Suriastini, Harryanto dan M. Natsir Kadir dari Universitas Hassanuddin, dan Suhanda dari Universitas Andalas. Makalah ini merupakan hasil dari prakarsa yang lebih luas yang dilakukan melalui kolaborasi dengan Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, DSF, USAID-LGSP, GTZ, TAF, dan KPPOD. DSF memberikan dukungan keuangan untuk prakarsa ini. Tim mendapatkan masukan yang sangat berharga dari Pemerintah Indonesia: Prof. Mardiasmo, Heru Subiyantoro, dan alm. Kadjatmiko dari Departemen Keuangan, Max Pohan, Bambang Widyanto, Himawan Hariyoga, Arifin Rudyanto, dan Agus Prabowo dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta Eko Subowo, Saut Situmorang, Ramses Hutagalung, dan Bonar Sihite dari Departemen Dalam Negeri. Tim mengucapkan terima kasih kepada walikota Blitar dan Tangerang serta bupati Biak-Numfor dan Solok atas dukungan yang mereka berikan selama kunjungan lapangan. Tim memberikan apresiasi terhadap masukan-masukan berharga dari pihak-pihak lain di Bank Dunia, yang terdiri atas Blane Lewis, Emmanuel Skoufias, Soekarno Wirokartono, Bambang Suharnoko, Enrique Blanco Armas, Ahmad Zaki Fahmi, Francisco Javier Arze del Granado, Cut Dian Agustina, Bastian Zaini, Elif Yavuz, Claudia Rokx, Puti Marzuki, Pandu Harimurti, Vicente Pacqueo, Menno Pradhan, Andy Ragatz, dan Rajiv Sondhi. Apresiasi khusus juga diberikan kepada Peter Milne yang telah menyunting dan menyempurnakan versi final dari makalah ini, dan kepada Arsianti yang merancang tata letak dan memfasilitasi produksi makalah ini. Wolfgang Fengler melakukan supervisi dan koordinasi atas keseluruhan prakarsa, bersama dengan Susan Wong dan Gregorius DV Pattinasarany. ii Desember 2008 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Kata Pengantar Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Kata Pengantar Dimulainya era desentralisasi di Indonesia pada tahun 2001 mengalihkan berbagai macam kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Secara keseluruhan, saat ini kewenangan dan tanggung jawab tersebut menandakan bahwa 40 persen dari belanja publik di Indonesia dilakukan oleh Pemda. Sebagai implikasinya, saat ini, peran pemerintah daerah dalam penyediaan layanan publik dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional menjadi semakin besar. Namun demikian, bagaimana kita mengukur kemajuan yang dicapai pemerintah daerah setelah desentralisasi berjalan selama delapan tahun? Tanpa adanya sistem pemantauan, evaluasi dan pengukuran kinerja yang sistematis, pertanyaan yang krusial ini tidak dapat dijawab secara akurat dan akibatnya implikasi- implikasi kebijakan yang lebih luas yang ditimbulkan oleh desentralisasi akan tetap tidak jelas. Agar desentralisasi di Indonesia dapat berhasil dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat, yang diharapkan menjadi penerima manfaatnya, sebuah metode yang kredibel untuk mengevaluasi kinerja pemerintah daerah sangat diperlukan. Sebagai akibatnya, para stakeholder saat ini menyadari arti penting dari pengukuran kinerja pemerintah daerah (LGPM). Di bawah naungan program multi-donor Decentralization Support Facility (DSF), Tim Keuangan Publik dan Pembangunan Daerah dari Bank Dunia dan divisi program ekonomi The Asia Foundation (TAF) bekerja sama untuk mengembangkan alat untuk mengukur empat dimensi inti dari kinerja pemerintah daerah. Bank Dunia mengambil focus pada tiga pilar, yaitu pengelolaan keuangan publik, kinerja fiskal, dan penyediaan layanan, sedangkan TAF mengambil fokus pada pilar iklim investasi. Laporan ini menjelaskan metode-metode yang dikembangkan untuk mengukur aspek-aspek kinerja pemerintah daerah tersebut dan memberikan saran tentang cara penerapannya. Kami berharap metode LGPM yang disajikan dalam laporan ini dapat berguna bagi pemerintah daerah di seluruh Indonesia, kemungkinan dengan kerja sama dengan penyedia layanan dan pemangku kepentingan lain yang berkepentingan,untukmenentukanseberapabaikprestasiyangdicapaipemerintahtingkatprovinsi,kabupatendan kota dalam pelaksanaan aspek-aspek tersebut. Tujuan utama dari prakarsa ini adalah untuk membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas layanan yang mereka berikan kepada masyarakat. Desember 2008 iii Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daftar Istilah Daerah (LGPM) Daftar Istilah APBD Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bawasda Badan Pengawas Daerah BKD Badan Kepegawaian Daerah BPKD Badan Pengelola Keuangan Daerah CPS Country Partnership Strategy DAK Dana Alokasi Khusus DAU Dana Alokasi Umum Dispenda Dinas Pendapatan Daerah DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DSF Decentralization Support Facility GoI Pemerintah Indonesia GRDP Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) HDI Human Development Index (Indeks Pembagunan Manusia) Kabupaten Kabupaten Kota Kota KKD Kantor Kas Daerah KPPOD Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (Regional Investment Attractiveness Business Perception Report) LGPM Laporan Persepsi Usaha dan Daya Tarik Investasi Daerah Pemda Pemerintah Daerah (mengacu kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) LGPM Local Government Performance Measurement (Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah) MDG Millennium Development Goal (Tujuan Pembangunan Milenium) Depkeu Departemen Keuangan Depdagri Departemen Dalam Negeri PAD Pendapatan Asli Daerah PEFA Public Expenditure and Financial Accountability Perda Peraturan Daerah PFM Public Financial Management (Pengelolaan Keuangan Publik) Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RSUD Rumah Sakit Umum Daerah Sekda Sekretaris Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Setda Sekretariat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota SIKD Sistem Informasi Keuangan Daerah SiLPA Sisa Lebih Penggunaan Anggaran SKPD Satuan Kerja Pemerintah Daerah SP2D Surat Perintah Pencairan Dana SPM Surat Perintah Membayar TAF The Asia Foundation UPTD Unit Pelaksana Teknis Daerah iv Desember 2008 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Daftar Isi Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Daftar Isi Ucapan Terima Kasih ii Kata Pengantar iii Daftar Istilah iv Daftar Isi v Bab 1 Ikhtisar 1 Bab 2 Mengapa pengawasan kinerja pemerintah daerah perlu dilakukan dan siapa yang diuntungkan 3 A) Mencegah`kegagalan desentralisasi'dengan mengatasi terhambatnya arus informasi 4 B) Pengguna dan penggunaan: menyatukan kepentingan dari berbagai perspektif 5 Bab 3 Kerangka kerja: struktur dan penentuan skor 7 A) Empat bidang intervensi: mencerminkan tanggung jawab baru Pemda atas pembangunan 8 Pengelolaan Keuangan Publik (PFM) 8 Kinerja Fiskal 9 Penyediaan Layanan Publik 9 Iklim Investasi 9 B) Bidang-bidang fungsional dalam pilar-pilar 9 C) Indikator 10 Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi 11 A) Hambatan-hambatan dan pilihan-pilihan awal: Mendefinisikan dan menangkap kinerja 12 B) `Penentuan nilai'indikator 14 C) Penjumlahan skor untuk setiap dan semua pilar kinerja Pemda 15 D) Menetapkan kelompok kinerja 16 E) Menilai relevansi 16 Bab 5 Kegiatan uji coba 17 Lampiran 21 Lampiran 1: Daftar usulan indikator 22 Lampiran 2: Pemetaan kelompok kinerja: sebuah ilustrasi 31 Lampiran 3: Indikator-indikator hibrida 32 Desember 2008 v Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daftar Isi Daerah (LGPM) Gambar Gambar 1. Arsitektur keseluruhan 8 Gambar 2. Komposisi menurut pilar dan bidang strategis 10 Gambar 3. Beberapa pilihan & tahapan dalam mengukur kinerja pemerintahan daerah 13 Gambar 4. Indeks kinerja pemerintah daerah 19 Rekomendasi Rekomendasi 1: Mengukur hasil atau proses 13 Rekomendasi 2: Penentuan skor untuk indikator 15 Rekomendasi 3: Masalah penentuan bobot 15 Rekomendasi 4: Masalah pengelompokan kinerja 16 Tabel Lampiran Tabel 2. Daftar simulasi indikator-indikator penyediaan layanan 31 vi Desember 2008 Bab 1 Ikhtisar Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 1 Ikhtisar Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Selama delapan tahun terakhir, Indonesia mengalami transformasi dari salah satu negara paling tersentralisasi menjadi salah satu yang paling terdesentralisasi di dunia. Sejak tahun 2001, pemerintah daerah (Pemda) menjadi aktor utama dalam penyediaan layanan publik, sehingga Pemda harus mengembangkan kemampuannya secara dramatis. Karena kinerja Pemerintah Daerah akan sangat menentukan keberhasilan desentralisasi, pengukuran dan pemantauan kinerja menjadi sangat penting. Mengingat hal ini, berbagai instansi Pemerintah Indonesia dan organisasi pembangunan telah melakukan sejumlah prakarsa pemantauan di tingkat daerah.1 Sebagai contoh, KPPOD dan The Asia Foundation (TAF) memfokuskan perhatian pada iklim investasi di tingkat kabupaten/kota di Indonesia,2 dan Bank Dunia bekerja sama dengan Departemen Dalam Negeri mengembangkan alat untuk memeringkatkan prestasi dalam bidang pengelolaan keuangan publik (PFM).3 Prakarsa pengukuran kinerja pemerintah daerah (LGPM) merupakan kelanjutan dari prakarsa-prakarsa sebelumnya dengan sejumlah perbedaan. Tujuan dari prakarsa ini adalah untuk mengukur kinerja Pemda dari empat dimensi utama, yaitu: (i) pengelolaan keuangan publik; (ii) kinerja fiskal; (iii) penyediaan layanan; dan (iv) iklim investasi.4 Prakarsa ini tersusun atas lebih dari seratus indikator, yang memberikan gambaran singkat tentang kinerja secara keseluruhan. Keempat dimensi dan seluruh indikator di dalamnya memberikan pemahaman tentang domain- domain khusus yang mejadi pendorong bagi kinerja secara keseluruhan. Informasi kinerja ini akan menunjukkan bidang-bidang yang perlu diteliti lebih lanjut, yang sebaiknya dilakukan secara bersamaan dengan instrumen survei lain yang lebih terarah. Alat pengukuran LGPM dikembangkan berdasarkan berbagai macam data anggaran tingkat kabupaten/kota dan beberapa survei yang telah ada atau yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Masih ada banyak pilihan yang harus ditentukan, namun Tujuan utama dari alat pengukuran ini adalah untuk memberikan suatu alat yang sederhana dan transparan untuk mengukur kinerja Pemda dalam beberapa dimensi. Alat ini diperuntukkan bagi para pembuat kebijakan di tingkat pusat maupun daerah, mitra-mitra pembangunan, serta masyarakat. Jika diterapkan untuk banyak Pemda, hasil dari alat ini juga akan memberikan serangkaian informasi praktik kinerja terbaik yang dapat dijadikan acuan. Selain itu, alat ini juga dapat mengukur kinerja Pemda terhadap target-target tertentu dapat dicapai dalam jangka waktu yang relatif singkat dan sesuai dengan situasi Indonesia. Desentralisasi akan berpengaruh besar dalam pencapaian hasil-hasil pembangunan di Indonesia dan Pemda berada di titik inti dari strategi desentralisasi. Mengukur kinerja Pemda dan memastikan keberhasilan Pemda dalam menjalankan tugas-tugas barunya sangat penting baik bagi Pemerintah Indonesia, maupun bagi para mitra pembangunanyangterlibat,sepertiDecentralizationSupportFacility(DSF)danBankDuniamelaluiCountryPartnership Strategy (CPS) 2009-12. Makalah ini menjabarkan latar belakang dari kerangka kerja LGPM dan menyajikan fitur- fitur utamanya. Selain itu, makalah ini juga memaparkan masalah-masalah dan pilihan-pilihan yang terkait dengan metodologi yang akan dihadapi dalam pengembangan indeks kinerja Pemerintah Daerah di tingkat nasional. Pada bagian akhir, makalah ini menyajikan rekomendasi dari uji coba perangkat pengukuran ini di beberapa kabupaten/ kota. 1 LihatWB Strengthening Public Services in Decentralizing Indonesia: Approaches for measuring Performance of Local Governments, (2005) hal. 38 tentang survei yang komprehensif atas prakarsa-prakarsa yang ada, antara lain: proyek LGSP dan proyek pemantauan "Financial Trend & Fiscal Indicators" yang diselenggarakan oleh USAID, "Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah" yang diselenggarakan oleh Depdagri. 2 KPPOD. Laporan tentang Persepsi Usaha dan Daya Tarik Investasi Daerah Regional (tahunan). 3 Bank Dunia Local Government Financial Management ­ A Measurement Framework (2005). Survei telah dilaksanakan di 21 pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo, Nias dan Aceh. 4 Dibawah pimpinan TAF/KPPOD. 2 Desember 2008 Bab 2 Mengapa pengawasan kinerja pemerintah daerah perlu dilakukan dan siapa yang diuntungkan Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 2 Mengapa pengawasan kinerja pemerintah daerah perlu Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah dilakukan dan siapa yang diuntungkan Daerah (LGPM) Prakarsa LGPM berakar kuat pada konteks transformasi Indonesia menuju pemerintahan yang terdesentralisasi. Sejak tahun 2001 dan pada awal diberlakukannya desentralisasi di Indonesia, Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab dan pendapatan yang jauh lebih besar dibanding sebelumnya. Kabupaten dan kota telah menerima kewenangan besar dalam bidang-bidang utama pembangunan, seperti layanan kesehatan dan pendidikan, serta pembangunan prasarana. Sebagai implikasi dari kewenangan baru ini, pengeluaran Pemerintah Daerah saat ini mengambil porsi yang besarnya hampir 40 persen dari seluruh belanja publik di Indonesia. Upaya Indonesia untuk menerapkan desentralisasi pada awalnya dirancang untuk mempertahankan kesatuan dan stabilitasnasionalpadasaatkrisis.Akantetapi,desentralisasisaatinitelahmenjadibagianpentingdalampemerintahan nasional. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah untuk memastikan bahwa desentralisasi dapat mewujudkan potensi-potensinyadalammemajukanpembangunan.Halinisamasekalitidakmudah.Mengingatcepatdanluasnya proses desentralisasi, tidak mengherankan apabila Pemerintah Daerah belum mampu menggunakan kewenangan- kewenangan barunya dengan baik dan efisien. Di sisi lain, perwujudan potensi desentralisasi merupakan hal yang mendesak. Apabila desentralisasi gagal untuk menciptakan hasil-hasil pembangunan yang positif, risiko serius yang akan terjadi adalah reaksi yang keras dan merugikan ketika sistem tersebut masih tetap ada meskipun penggunaan politis jangka pendeknya telah selesai (Shah dan Thompson, 2004). TujuandarialatLGPMadalahuntukmenentukansecaratepatseberapaefektifPemerintahDaerahdalammelaksanakan tugas-tugasnya dan mengidentifikasi bidang-bidang di mana Pemerintah Daerah belum mecapai kemajuan. Bagian berikut ini secara singkat menjabarkan pentingnya informasi kinerja yang akurat dalam memastikan agar manfaat desentralisasi dapat tercapai sepenuhnya dan dalam mengidentifikasi kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga yang akan merasakan manfaat dari alat LGPM yang diusulkan. A) Mencegah `kegagalan desentralisasi' dengan mengatasi terhambatnya arus informasi Teori desentralisasi pada awalnya dirumuskan di negara-negara maju, di mana keunggulan yang diharapkan didasarkanpadaserangkaianasumsi,termasukketersediaaninformasiyanglengkap.Apabilaasumsi-asumsitersebut tidak terpenuhi, khususnya dalam konteks negara berkembang, desentralisasi dapat terancam kelanjutannya dan mengarah pada kegagalan. Dengan desentralisasi, kemajuan pembangunan yang efisien dapat dicapai melalui persaingan antar kabupaten/ kota. Persaingan ini berperan (i) "sebagai pengawasan atas kekuasaan politik, sama halnya seperti persaingan pasar yang berfungsi sebagai pengawasan atas kekuasaan korporat" (Breton, yang akan disebutkan di bawah), dan (ii) dalam memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat tentang efektivitas Pemerintah Daerah mereka dalam menyediakan barang dan layanan publik, dan mengumpulkan PAD. Akan tetapi, persaingan tidak akan berjalan apabila tidak ada informasi yang dapat diandalkan dan transparan. Pemda hanya akan berupaya untuk bekerja seoptimal mungkin jika mereka khawatir masyarakat akan meminta pertanggung-jawaban mereka melalui Pilkada yang kompetitif atau jika orang-orang dan perusahaan-perusahaan akan memilih untuk pindah ke kabupaten-kabupaten yang dikelola secara lebih baik. Namun demikian, dorongan untuk mencapai kinerja optimal tersebut akan hilang jika tidak ada acuan perbandingan. Oleh karena itu, upaya untuk membuat dan bersama-sama menggunakan tolok ukur kinerja merupakan hal yang teramat penting. 4 Desember 2008 Bab 2 Mengapa pengawasan kinerja pemerintah daerah Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: perlu dilakukan dan siapa yang diuntungkan Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) B) Pengguna dan penggunaan: menyatukan kepentingan dari berbagai perspektif Suatu sistem pemantauan kinerja Pemda yang komprehensif dan handal akan menguntungkan bagi rakyat Indonesia. Setiap rakyat yang memiliki hak pilih dan kelompok advokasi dapat menggunakan informasi tersebut untuk meminta pertanggungjawaban Pemda mereka-- berdasarkan hal-hal yang wajar dalam jangka pendek dalam konteks Indonesia dan bukan berdasarkan praktik-praktik terbaik dari dunia internasional yang mungkin kurang realistis. Selain itu, banyak Pemda yang tidak mengetahui praktik-praktik kinerja terbaik dalam setiap bidang kebijakan dan/atau langkah-langkah praktis untuk menerapkannya. Dengan alat LGPM ini, suatu Pemda akan dapat membandingkan kinerja mereka dengan Pemda-Pemda lainnya, khususnya dengan daerah dengan karateristik geografis dan sosio-ekonomi yang serupa. Alat yang dirancang dengan baik juga dapat memberikan pedoman yang jelas dan menunjukkan langkah-langkah praktis yang dapat digunakan oleh Pemda untuk meningkatkan kinerjanya dalam jangka waktu singkat. Pengguna potensial lainnya antara lain adalah pemerintah pusat, lembaga-lembaga pembangunan dan mitra-mitra pembangunan, serta investor dalam negeri dan asing. Sektor swasta akan mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai karakteristik pemerintahan di suatu kabupaten/kota sebelum melakukan investasi baru atau melakukan ekspansi bisnis. Pengusaha lokal akan dapat menggunakan informasi kinerja ini untuk melobi pemerintah di daerahnya. Mitra-mitra pembangunan akan dapat menggunakan informasi kinerja ini untuk penentuan sasaran geografis dan sektoral untuk kegiatan mereka. Dalam jangka panjang, apabila suatu indeks yang komprehensif dapat dibuat dan dilakukan berulang kali secara periodik, para peneliti akan dapat mengaitkan pencapaian pembangunan dengan perubahan-perubahan pada kinerja pemerintah, sehingga mitra pembangunan dapat memfokuskan kegiatan mereka pada intervensi yang paling efisien. Perludisadaribahwatidakadaalatpengukurankinerjayangsempurna.Yangharusdiingatadalahbahwametodologi- metodologi yang dipilih harus selaras dengan tujuan dan sasaran alat LGPM. Bagian selanjutnya akan menjabarkan karakteristik umum dari alat tersebut dan memahami kemungkinan pilihan metodologi lainnya. Desember 2008 5 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 2 Mengapa pengawasan kinerja pemerintah daerah perlu Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah dilakukan dan siapa yang diuntungkan Daerah (LGPM) 6 Desember 2008 Bab 3 Kerangka kerja: struktur dan penentuan skor Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 3 Kerangka kerja: struktur dan penentuan skor Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Alat LGPM memiliki struktur yang sederhana. Setiap indikator kinerja dikelompokkan ke dalam bidang-bidang fungsional dalam empat pilar tematis besar. Pada akhirnya, indikator kinerja secara keseluruhan merupakan rangkuman dari keempat pilar tersebut. Bagian selanjutnya menyajikan setiap tingkat secara berurutan: empat pilar, bidang-bidang fungsional dalam pilar-pilar tersebut, dan indikator masing-masing. Pilihan-pilihan metodologi dan tantangan-tangan disajikan di Bagian IV. A) Empat bidang intervensi: mencerminkan tanggung jawab baru Pemda atas pembangunan Seperti sudah disinggung di bagian terdahulu, desentralisasi berpengaruh besar terhadap peran Pemda dalam hal: (i) transfer dana dari pusat meningkatkan secara signifikan sumberdaya keuangan; (ii) kewenangan fiskalnya diperluas secara signifikan; (iii) tanggung jawab yang mencakup penyediaan layanan sosial dan infrastruktur daerah; dan (iv) kewenangan untuk membuat kebijakan ekonomi daerah. Untuk mengetahui `kinerja' keseluruhan, alat LGPM akan mengukur kinerja Pemda dalam keempat pilar tersebut. Keempat pilar ini terkait dengan tanggung jawab baru Pemda dan masing-masing pilar merupakan komponen yang fundamental dari yang pada umumnya · · dikenal sebagai 'tata pemerintahan yang baik'. Sebagai implikasinya, alat tersebut merangkum empat`pilar'tematis · Pilar 3: · Pilar 4: menjadi satu indeks kinerja secara keseluruhan yang mencakup kinerja Pemda dalam (i) pengelolaan keuangan publik, (ii) kinerja fiskal, (iii) penyediaan layanan publik, dan (iv) iklim investasi., · Iklim Gambar 1. Arsitektur keseluruhan Pilar 1: Pilar 3: Pilar 4: Pengelolaan Pilar 2: Penyediaan Iklim Keuangan Kinerja Fiskal Layanan Investasi Pemerintah Indikator Kinerja Keseluruhan Pengelolaan Keuangan Publik (PFM) Desentralisasi secara mendadak memberikan Pemda kendali atas sumber daya keuangan yang sangat besar. Akan tetapi, sebagian besar kabupaten/ kota belum memiliki kapasitas untuk mengelola sumber daya tersebut secara transparan dan efisien. Hal tersebut membuat PFM menjadi bidang yang sangat perlu dikembangkan. Bank Dunia telah mengembangkan suatu alat survei kapasitas PFM, yang telah digunakan di sekitar 60 Pemda. Namun demikian, survei PFM ini sangat komprehensif dan membutuhkan upaya dan sumber daya yang besar untuk melaksanakannya. Karena itu, untuk keperluan LGPM, alat survei PFM ini telah disederhanakan dengan memilih serangkaian indikator- indikator kunci. Pengujian awal mengindikasikan bahwa hasil yang diperoleh dari indikator-indikator kunci tersebut berkolerasi erat dengan hasil dari survei yang lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa indikator-indikator kunci tersebut dapat merepresentasikan kinerja di pilar PFM.5 5 Koefisien korelasi ranking antara hasil survei penuh dan hasil sub-bagian indikator adalah 0,9. 8 Desember 2008 Bab 3 Kerangka kerja: struktur dan penentuan skor Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Kinerja Fiskal Saat ini, sekitar 80 persen penerimaan Pemda berasal dari dana perimbangan6. Akan tetapi, peran pendapatan asli daerah (PAD) untuk kebijakan daerah saat ini dan khususnya yang akan datang tidak boleh dianggap remeh. Sampai saat ini, banyak Pemda belum memberikan perhatian yang memadai untuk memperkuat kapasitasnya dalam menghasilkan PAD secara efisien. Misalnya, sebagian Pemda memungut sejumlah pajak yang sangat rendah nilainya dan tidak dapat mengeksploitasi instrumen pajak yang lebih efisien yang sesuai dengan kewenangan mereka. Pada sisi belanja, PER 20077 yang dipublikasikan oleh Bank Dunia telah menunjukkan adanya kaitan yang hilang dalam rantai pendapatan-belanja-hasil. Meskipun belanja Pemda telah meningkat, alokasi dan efektivitas penggunaan dana seringkali belum optimal. Pilar kinerja fiskal ini berupaya untuk mendapatkan informasi mengenai kinerja Pemda dalam administrasi fiskal, menghasilkan pendapatan, dan membelanjakan sumber daya tersebut. Penyediaan Layanan Publik Saat ini, Pemda mengemban sebagian besar tanggung jawab dalam tiga sektor utama layanan publik, yaitu : pendidikan, kesehatan dan prasarana daerah. Dalam pilar ini, alat LGPM akan menelusuri pencapaian ketiga sektor tersebut, dengan meminta pertanggungjawaban Pemda untuk memenuhi sejumlah tolok ukur kinerja. Iklim Investasi Banyak Pemda yang belum menyadari potensi kontribusi mereka dalam peningkatan iklim usaha di daerahnya. Hal ini tampak pada usaha-usaha lokal yang berupaya untuk meningkatkan skala operasinya. Karena investasi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan potensi sumber pendapatan, pilar ini merupakan dimensi yang fundamental dari intervensi Pemda.8 B) Bidang-bidang fungsional dalam pilar-pilar Masing-masing pilar dibagi kembali menjadi sejumlah bidang fungsional yang sesuai dengan setiap dimensi dari kemampuan Pemda untuk mempengaruhi hasil (Gambar 2). Dalam pilar penyediaan layanan publik, masing-masing sub-bidang (pendidikan, kesehatan, prasarana, dan lintas sektoral) dibagi lagi ke dalam tiga dimensi fungsional, yaitu (i) perencanaan dan pengawasan, (ii) pelaksanaan , dan (iii) program yang pro-masyarakat miskin. 6 McCulloch, Neil dan Bambang Suharnoko Sjahrir. 2008. "Endowments, Location, or Luck: Evaluating the Determinants of Subnational Growth in Decentralized Indonesia." Bank Dunia DSFG Country Study Working Paper. Forthcoming. 7 Spending for development: Making the Most of Indonesia's New Opportunities, Indonesia Public Expenditure Review 2007, Bank Dunia, 2007. 8 Komponen iklim investasi dari alat LGPM diambil dari hasil karya TAF/KPPOD, yang menggunakan istilah "Economic Governance Index". KPPOD dan The Asia Foundation. 2008. "Local Economic Governance in Indonesia: A Survey of Businesses in 243 Regencies/ Cities in Indonesia, 2007"http://www.kppod.org/ (diakses pada tanggal 26 Agustus 2008). Desember 2008 9 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 3 Kerangka kerja: struktur dan penentuan skor Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Gambar 2. Komposisi menurut pilar dan bidang strategis Cakupan Indikator Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Pengelolaan Kinerja Fiskal Penyediaan Layanan Iklim Investasi Keuangan Pemerintah Peraturan Perundang Akses terhadap Tanah Pengelolaan Fiskal Pendidikan undangan & Keamanan Hak atas pada Tingkat Pemda Tanah Perencanaan dan Administrasi Pajak & penyusunan Kesehatan Perizinan Usaha Retribusi anggaran Pengelolaan Upaya Pendapatan Infrastruktur Interaksi Pemda & Kas Usaha Program Pengadaan dan Pengelolaan Fiskal Lintas sektor Pengembangan pengelolaan aset Sektoral Usaha Pelaporan dan Kapasitas/Integritas akuntansi Kepala Daerah Pajak daerah, Pemeriksaan retribusi, dan biaya biaya transaksi Infrastruktur Daerah Peraturan Daerah C) Indikator Setiap indikator merupakan satuan dasar dalam pengembangan suatu alat pengukuran kinerja. Definisi, metode penilaian, dan formula penghitungan dari setiap indikator pada akhirnya akan menentukan makna, bentuk, dan cakupan dari suatu indeks secara keseluruhan. Skenario yang paling sederhana terdiri dari penerapan pendekatan kartu skor biner dalam menyusun dan menentukan nilai untuk setiap indikator agar indikator-indikator tersebut memperoleh bobot yang setara. Berdasarkan pendekatan ini, setiap pertanyaan memiliki suatu standar penilaian. Kinerja berada di atas standar mendapatkan skor 1, sedangkan kinerja di bawah standar mendapatkan skor 0. Dengan demikian, kinerja suatu pilar sama dengan jumlah indikator dalam pilar tersebut yang memenuhi standar kinerja. Indeks kinerja keseluruhan sendiri adalah jumlah dari kinerja keempat pilar tersebut. Akan tetapi, pendekatan kartu skor biner tidak dapat menginformasikan peningkatan bertahap. Oleh sebab itu, bagian selanjutnya akan mengkaji sejumlah pilihan metodologi yang lebih sensitif. 10 Desember 2008 Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Susunan dan fitur-fitur utama dari suatu indikator pengukuran kinerja secara keseluruhan ditentukan oleh perlunya untuk: (i) sedapat mungkin`menangkap'konsep kinerja yang sulit dipahami; (ii) menemukan tujuan dan metode yang dapat dilakukan untuk menilai masing-masing indikator individual; dan (iii) menjumlahkan skor untuk setiap pilar dan semua pilar. A) Hambatan-hambatan dan pilihan-pilihan awal: Mendefinisikan dan menangkap kinerja Kinerja dapat dipahami sebagai suatu pencapaian hasil dan/atau sebagai suatu penilaian terhadap proses. Kinerja dari suatu Pemda tercermin baik dalam kualitas proses yang dilaksanakannya untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan, maupundalam keberhasilan proses-proses ini pada saat diwujudkan dalam bentuk hasil. Filosofi dari kerangka kerja LGPM bermaksud mencerminkan kedua dimensi tersebut. Walaupun kemungkinan besar penduduk lebih peduli terhadap hasil, Pemda-Pemda yang bekerja keras dalam mencapai hasil dengan sumber daya yang mereka miliki perlu diapresiasi, meskipun upaya mereka belum tercermin dalam hasil-hasil yang nyata. a. Hasil: Memetakan tingkatan hasil (seperti angka partisipasi sekolah, rata-rata waktu tunggu di klinik) berguna untuk menentukan sasaran intervensi secara geografis dan mengamati tren perubahan selama era desentralisasi. Akan tetapi, pendekatan ini tidak memperhitungkan perbedaan letak geografis Pemda, memberikan pemahaman yang sempit tentang bagaimana hasil-hasil ini diperoleh, dan tidak memberikan pedoman kebijakan apa pun kepada Pemda. Karena peningkatan pada hasil pada umumnya membutuhkan waktu cukup lama, semata-mata memfokoskan pada hasil akan merugikan kabupaten-kabupaten yang lebih tertinggal tanpa memandang kualitas Pemda.Haltersebutjugaberisikomenghasilkansuatugambaranstatisdaritahunketahun,yangakanmemperlemah semangat dan memberikan sedikit sekali rangsangan bagi Pemda untuk memperbaiki diri. Demikian pula, variabel perkembangan (yang dipahami sebagai peningkatan dalam tingkatan hasil, seperti `Seberapa besar peningkatan angka vaksinasi dalam dua tahun terakhir?'), kurang adil bagi kabupaten/kota yang sudah memiliki hasil-hasil yang baik, karena peningkatan-peningkatan pada hasil akan lebih mudah dicapai dari titik awal yang rendah. b. Proses: Resiko dari pengukuran kinerja dengan mengandalkan variabel proses (`Sudahkah undang-undang X dan undang- undang Z disahkan?', `Apakah ada sistem pemantauan?') adalah belum terujinya korelasi antara proses dan hasil. Ukuran kinerja yang diperoleh mungkin berbeda jauh dengan kenyataan di lapangan. Idealnya, pengukuran kinerja bertujuan untuk mengukur hasil yang dihasilkan dari proses-proses pemerintahan daerah. Analisis regresi dapat digunakan untuk mengendalikan karakteristik unik suatu daerah yang mempengaruhi hasil dan untuk mengukur secaratepatbagaimana`proses-proses'(kebijakan-kebijakan)yangberagammemberikankontribusibagipencapaian hasil.9 Akan tetapi, kondisi ideal ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu variabel standar`kinerja'dapat diidentifikasi dan digunakan sebagai suatu variabel tidak bebas. Pada LGPM, sangat sulit untuk mengidentifikasi variabel tersebut karena alat LGPM mendefinisikan kinerja sebagai suatu gabungan dari berbagai bidang yang berbeda. Demikian pula, di tingkat pilar terdapat juga hambatan-hambatan praktis yang cukup besar. Selain itu, penggunaan teknik- teknik ekonometri yang rumit justru bertentangan dengan persyaratan keterbukaan dan kesederhanaan, yang sangat penting apabila ingin agar masyarakat awam dapat memahami dan mempercayai hasil-hasil tersebut. 9 Malesky, Edmund. 2007. "The Vietnam Provincial Competitiveness Index: Measuring Economic Governance for Private Sector Development (Indeks Daya Saing Provinsi Vietnam: Mengukur Pemerintahan Ekonomi untuk Pembangunan Sektor Swasta)." Laporan Akhir, Makalah Kebijakan Prakarsa Daya Saing Vietnam No. 12. Prakarsa USAID untuk Daya Saing Vietnam: Hanoi, Vietnam. 12 Desember 2008 Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Rekomendasi 1: Mengukur hasil atau proses Karena, secara teknis, hampir tidak mungkin untuk menjelaskan bagaimana proses-proses diwujudkan dalam bentuk hasil dan karena masyarakat lebih mementingkan hasil, pilihan yang direkomendasikan adalah penggunaan gabungan antara indikator hasil dan indikator proses. Tindakan tersebut memungkinkan Pemda untuk memperoleh penghargaan atas inisiatif mereka yang baik (yaitu proses-proses) dan upaya mereka untuk meningkatkan kinerja melalui proses-proses yang lebih baik, serta atas hasil-hasil yang mereka capai. Gambar 3 menggambarkan pilihan-pilihan yang ada, pilihan-pilihan yang diambil, dan berbagai rekomendasi yang ditawarkan dalam merancang metode pengukuran kinerja ini. Gambar 3. Beberapa pilihan & tahapan dalam mengukur kinerja pemerintahan daerah Bagaiaman Mengukur Kinerja Pemerintah Daerah Proses atau Capaian Proses dan capaian Rekomendasi 1 misalnya PEFA model MDG kartu skor indikator "nilai riil" kartu skor kartu skor Rekomendasi 2 biner berjenjang tak terbatas terbatas/diskrit tak terbatas terbatas/diskrit n-ary biner n-ary biner tingkat atau Hibrida perubahan (tingkat+perubahan) tingkatan konversi peningkatan peningkatan 0/1 (0,1,2,...) (0/1) penentuan Rekomendasi 3 = keputusan bobot Sifat alami indikator Proses penilaian Skor pengelompokkan Rekomendasi 4 kinerja Skor keseluruhan Catatan: PEFA singkatan dari Public Expenditure & Financial Accountability ( Akuntabilitas Keuangan dan Belanja Publik). PEFA merupakan suatu kemitraan antara Bank Dunia, Komisi Eropa, DFID, Sekretariat Negarai Swis bidang perekonomian, Departemen Luar Negeri Perancis, Departemen Luar Negeri Norwegia, dan IMF. PEFA bertujuan untuk mendukung pendekatan yang serasi dan terpadu atas kajian dan reformasi di bidang belanja publik, akuntabilitas pengadaan dan keuangan. Desember 2008 13 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) B) `Penentuan nilai' indikator 'Penentuan nilai' indikator dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: memilih pendekatan penilaian secara keseluruhan; mengukur capaian atau perubahan; dan menetapkan ambang batas. Dalam mengukur proses dan hasil, pilihan yang paling umum untuk pendekatan penentuan penilaian keseluruhan berkisar antara menampilkan nilai-nilai riil dari indikator-indikator tersebut atau menggunakan kartu skor. Kerugian penggunaan indikator nilai riil adalah beragamnya jenis data yang menyulitkan penghitungan skor keseluruhan. Oleh sebab itu, dipilihlah pendekatan kartu skor. Pendekatan kartu skor dapat digolongkan lebih lanjut menjadi kartu skor biner dan kartu skor berjenjang. Pada kartu skor biner, nilai indikator adalah `0' atau `1', sedangkan pada kartu skor berjenjang, nilai indikator dapat dinyatakan dalam lebih dari dua macam nilai. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kartu skor biner mudah dipahami dan diterapkan, tetapi cenderung menyederhanakan kenyataan dan menampilkan informasi yang kurang terperinci. Kartu skor berjenjang lebih rumit. Walaupun proses penentuan nilai untuk indikator-indikator biner tidak diperlukan, proses penentuan nilai bagi indikator-indikator non-biner memerlukan konversi. Pada kartu skor biner, indikator-indikator non-biner perlu diubah menjadi skor-skor biner, sedangkan pada kartu skor berjenjang, indikator berkelanjutan perlu diubah menjadi skor-skor diskrit. Konversi itu sendiri harus dilakukan dengan menetapkan tolok ukur atau ambang batas kinerja. Dalam hal pendekatan kartu skor biner, indikator berkelanjutan dan indikator"n-ary"perlu diubah menjadi skor-skor biner. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur tingkatan dan/ atau perubahan. Sedangkan untuk pendekatan penentuan nilai keseluruhan (biner atau berjenjang), mengukur capaian atau perubahan juga memiliki kelebihan dankekuranganbagiPemda.Untukcapaian,Pemdadengankinerjayangtinggiakanselalumendapatimbalan,tetapi tidak memiliki insentif yang memadai untuk meningkatkan kinerjanya. Sementara itu, Pemda yang menunjukkan peningkatan yang signifikan tetapi masih berada di bawah ambang batas tentunya akan dikecewakan, karena peningkatan tersebut tidak akan dipertimbangkan. Di sisi lain, mengukur perubahan saja tidaklah adil bagi Pemda yangberprestasitetapitidakmenunjukkanpeningkatanyangsignifikan.Alternatiflainadalahuntukmenggabungkan tingkatandanperubahandalamsatuindikatorhibrida.10Sebagaicontoh,indikatortersebutdapatberupapertanyaan: "Apakah angka melek huruf melampaui X% atau sudahkah angka tersebut naik sedikitnya sebesar Y% dalam satu tahun terakhir?" Hal ini akan memberikan kesempatan bagi Pemda yang berkomitmen terhadap reformasi untuk menerima imbalan tanpa memandang titik awal mula mereka, namun tidak merugikan Pemda-Pemda yang berprestasi tetapi margin peningkatannya masih rendah. Setelah mempertimbangkan alternatif-alternatif tersebut, pilihan yang diambil adalah penggunaan tingkatan, bukan perubahan, sebagai tolok ukur. Alasan utama untuk pilihan tersebut adalah bahwa, idealnya, pengukuran kinerja dilakukan secara periodik, sehingga memungkinkan dilakukannya analisis baik atas kinerja keseluruhan yang terbaik, maupun atas perubahan terbaik di antara periode tersebut. Penggunaan pendekatan kartu skor biner maupun kartu skor berjenjang, sangat membutuhkan penentuan ambang batas -- atau titik perubahan yang memungkinkan konversi data berkelanjutan menjadi nilai diskrit. Dua pilihan penting harus diambil, yaitu: (i) menentukan ambang batas terhadap tingkatan yang telah ditetapkan sebelumnya, atau terhadap kinerja keseluruhan Pemda; dan (ii) menerapkan standar-standar dengan kerangka waktu yang tetap atau disesuaikan setiap tahun. Mengingat bahwa tujuan dari alat LGPM adalah untuk mengukur kinerja Pemda terhadap standar-standar yang memungkinkan untuk dilaksanakan, model dari alat tersebut harus disesuaikan dengan menggunakan kriteria yang khusus disusun untuk Indonesia. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa ambang batas cukup tinggi sehingga dapat mencerminkan kinerja, tetapi tetap relevan dari waktu ke waktu, dan tetap mencakup sasaran-sasaran yang dapat dicapai dan memberikan insentif bagi kabupaten-kabupaten tertinggal. Hasilnya, Pemda-Pemda akan terdorong untuk meningkatkan kinerjanya berdasarkan capaian nyata dari oleh kabupaten-kabupaten lain dalam lingkungan sosial politik yang serupa. 10 Lihat Annex 3 untuk diskusi lebih lanjut tentang penggunaan tingkat hibrida di kartu skor. 14 Desember 2008 Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Rekomendasi 2: Penentuan skor untuk indikator Pendekatan kartu skor berjenjang lebih diminati daripada alternatif-alternatif lain. Sebagai salah satu pemangku kepentingan utama, Pemda-Pemda seharusnya menganggap pendekatan kartu skor berjenjang sebagai suatu pendekatan yang mudah dipahami sekaligus memberikan insentif untuk terus-menerus meningkatkan kualitas Pemda. Walaupun dalam taraf tertentu pendekatan ini memang menyederhanakan kenyataan, berbagai kemungkinan nilai indikator masih mencerminkan informasi penting tentang kinerja Pemda. Resiko pendekatan kartu skor biner adalah apabila suatu ambang batas tertentu telah tercapai, pemimpin daerah cenderung kurang terdorong untuk meningkatkan kinerjanya karena merasa telah mencapai titik tertinggi. Demikian pula, penduduk kabupaten/kota tersebut kurang memiliki kesadaran untuk meningkatkan kinerja kabupaten mereka dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Di sisi lain, upaya untuk mengatasi kurangnya insentif ini hanya dengan cara memilih skor indikator yang lebih tinggi mengakibatkan adanya terlalu banyak skor nol dan kurangnya variasi peringkat. Memilih pendekatan kartu skor berjenjang berarti bahwa yang akan diukur adalah tingkatan, dan bukan perubahan. Walaupun skor untuk indikator-indikator diskrit dapat langsung ditentukan, indikator-indikator berkelanjutan perlu dinilai berdasarkan ambang batas tertentu. Ambang batas yang tepat hanya dapat ditentukan setelah distribusi data tersedia. Misalnya, tingkatan ambang batas dapat ditentukan berdasarkan persentil, sebagai contoh: tingkatan (i) di atas persentil ke-90; (ii) antara persentil ke-75 dan persentil ke-90; (iii) antara persentil ke-50 dan persentil ke-75; (iv) antara persentil ke-25 dan persentil ke-50; dan (v) di bawah persentil ke-25. Skor sebenarnya, dan bukan peringkat persentil, akan menjadi tingkat ambang batas tersebut. Nilai-nilai tersebut harus tetap disimpan, sehingga suatu kabupaten/ kota dapat memantau peningkatan. C) Penjumlahan skor untuk setiap dan semua pilar kinerja Pemda Karena saat ini belum ada indikator yang jelas untuk kinerja Pemda secara keseluruhan, tanpa bantuan dari analisis regresi, penentuan bobot untuk setiap indikator dalam suatu pilar dan untuk setiap pilar itu sendiri menjadi hampir mustahil. Oleh sebab itu, sejalan dengan kebutuhan akan kejelasan dan keterbukaan, metode agregasi yang paling sederhana adalah dengan menetapkan bobot yang setara untuk setiap indikator dari masing-masing pilar. Akan tetapi, hal tersebut mempengaruhi pengertian dari indeks keseluruhan, Indeks ini harus dipahami bukan sebagai alat penentuan peringkat yang akurat berdasarkan skor yang tepat dan sepenuhnya obyektif, melainkan sebagai suatu alat diagnostik cepat yang memberikan sekilas gambaran tentang kinerja keseluruhan dari masing-masing kabupaten, serta memberikan informasi tentang bidang-bidang atau sektor-sektor yang mendorong kinerja keseluruhan tersebut. Sebagai alternatif, setiap stakeholder memiliki kebebasan untuk menentukan pembobotan dari pilar dan indiaktor dan menghitung indeks baru yang lebih mencerminkan prioritas-prioritas individual mereka. Sebagai contoh, suatu provinsi yang mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk menyediakan layanan publik dapat memberikan bobot yang lebih besar untuk pilar penyediaan layanan publik bagi seluruh Pemda di bawah yurisdiksinya. Rekomendasi 3: Masalah penentuan bobot Kerangka kerja ini menyarankan penentuan bobot yang setara untuk semua indikator dan pilar. Akan tetapi, para pemangku kepentingan juga didorong untuk menentukan bobot pilar dan indikator menurut kebutuhannya masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah untuk memastikan agar tidak ada penentuan bobot secara implisit berdasarkan jumlah indikator di setiap pilar atau sub-pilar. Selain itu, perbandingan antar Pemda, membutuhkan penerapan teknik penentuan bobot yang sama bagi semua Pemda yang dibandingkan. Desember 2008 15 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 4 Pilihan dan tantangan metodologi Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) D) Menetapkan kelompok kinerja Apabila data terkonsentrasi, peningkatan kecil dalam indeks keseluruhan suatu Pemda dapat berimbas pada kenaikan peringkat yang berarti. Sebaliknya, pengelompokan data ke dalam kategori-kategori kinerja secara luas dapat memberikan gambaran jelas tentang kabupaten/kota dengan kinerja sangat baik, rata-rata, atau kurang baik. Untuk gambaran lebih jelas, peta Pemda Indonesia yang didasarkan pada kelompok-kelompok kinerja dapat dilihat di Lampiran 2. Terdapat beberapa pilihan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok kinerja tersebut. Data yang terkumpul akan membantu penilaian kelebihan mereka masing-masing. Pilihan yang paling jelas dalam menentukan kelompok kinerja adalah identifikasi`lonjakan-lonjakan'atau titik perubahan dalam nilai-nilai yang diamati. Rekomendasi 4: Masalah pengelompokan kinerja Titik perubahan harus dipilih sedemikian rupa sehingga pemilihan kelompok-kelompok kinerja yang bebas dari kesalahan pengambilan sample dan pengukuran. Hal ini akan mencegah perubahan dalam kelompok- kelompok kinerja sebagai akibat dari perubahan-perubahan kecil dalam desain indikator dan pilar, seperti penurunan indikator atau revisi tingkatan ambang batas. E) Menilai relevansi Alat LGPM didasarkan pada model yang menggunakan serangkaian indikator dalam jumlah terbatas sebagai perwakilan dari spektrum variabel yang lebih luas. Dengan demikian, nilai keseluruhan bukan merupakan cerminan yang persis sama dengan kenyataan, terutama dalam hal penilaian untuk sejumlah faktor, sebagaimana yang terdapat pada LGPM. Sedikitnya ada dua metode yang dapat digunakan untuk mendukung relevansi alat tersebut: - Membandingkan skor masing-masing pilar dengan hasil dari survei yang lebih terperinci. Sebagai contoh, dilakukan perbandingan antara hasil dari pilar PFM dengan skor yang diperoleh dari hasil penilaian PFM secara komprehensif.11 Suatu analisis menunjukkan bahwa korelasi peringkat antara keduanya mendekati angka 0,9, yang mengindikasikan kongruensi yang tinggi. Perbandingan tersebut dapat diperluas untuk mencakup pilar Iklim Investasi apabila telah tersedia hasil dari uji coba yang dilakukan oleh KPPOD. Akan tetapi, saat ini belum ada survei serupa untuk komponen survei seperti Kinerja Keuangan atau Penyediaan Layanan. - Membandingkan keseluruhan indikator dengan hasil survei serupa. Sebagai contoh, indikator keseluruhan yang sesuai dengan hasil survei persepsi tentang pemerintah daerah akan menunjukkan apakah hasil LGPM`selaras'dengan opini masyarakat. 11 Penilaian PFM secara keseluruhan meliputi 156 indikator, sedangkan pilar PFM LGPM terdiri dari 25 indikator. 16 Desember 2008 Bab 5 Kegiatan uji coba Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 5 Kegiatan Uji Coba Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) TimLGPMmengembangkandaftarindikatorsementara(lihatLampiran1)untukdiujicobakandisejumlahkabupaten/ kota. Alat LGPM diujicobakan di tiga lokasi pada bulan September sampai dengan November 2007 dengan tujuan- tujuan sebagai berikut: 1. Untuk memeriksa relevansi antara indikator dalam pilar PFM, kinerja keuangan, dan penyediaan layanan, dengan kondisi di Pemda. 2. Untuk menguji rancangan kuesioner/ instrumen survei. 3. Untuk memperoleh masukan untuk pelaksanaan survei dan untuk mengidentifikasi kemungkinan permasalahan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, lokasi dipilih berdasarkan faktor-faktor berikut ini: 1. Persepsi mengenai tingkat kinerja. 2. Letak geografis. 3. Kemudahan akses. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Kota Tangerang, Kabupaten Solok, dan Kabupaten Biak-Numfor dipilih sebagai lokasi uji coba. Kabupaten/ Kota Kabupaten Solok Kabupaten Biak-Numfor Kota Tangerang Provinsi Sumatra Barat Papua Banten Populasi 347.288 105.015 1.481.591 Luas wilayah (km2) 3.738,00 3,554,62 186,97 Indeks Pembangunan Manusia (HDI) 68,28 66,93 73,86 PDRB per kapita (Rp.) 7.023.231 7.743.959 20.262.451 Sebelum uji coba dilakukan, tim LGPM mengembangkan instrumen survei yang akan menjadi pedoman bagi para petugas survei lapangan selama pelaksanaan survei. Instrumen tersebut memuat serangkaian kuesioner dan daftar data sekunder yang harus dikumpulkan. Berdasarkan pengalaman dari survei-survei lainnya, beberapa indikator harus disisihkan setelah uji coba. Oleh sebab itu, uji coba dilakukan terhadap semua indikator yang dianggap relevan. Di setiap uji coba, simulasi pelaksanaan survei dilakukan dengan cara mengumpulkan data langsung dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan mewawancarai para pejabat terkait. Setelah memperoleh izin resmi, uji coba diawali dengan kunjungan ke Kepala Daerah. Dengan berpedoman pada instrumen survei sementara, tim uji coba mengunjungi SKPD-SKPD terkait yang meliputi wawancara dengan para pejabat terkait dan pengumpulan data sekunder. Rata-rata, semua kegiatan di lokasi uji coba dapat diselesaikan dalam empat hari atau kurang. Setelah menyelesaikan uji coba di satu lokasi, semua temuan dan bahan dikaji ulang untuk menyempurnakan kuesioner survei dan rencana pelaksanaan. Hasil uji coba menunjukkan bahwa sebagian besar indikator cukup relevan dalam mengukur kinerja Pemda. Berdasarkan instrumen survei yang telah diisi, kita dapat mengukur semua indikator kualitatif serta kuantitatif dengan ambang batas yang telah ditetapkan. Beberapa indikator disisihkan karena tidak didukung dengan bukti- bukti yang meyakinkan atau dianggap tidak cukup relevan. Penyisihan yang paling signifikan adalah indikator yang berkaitan dengan pengadaan barang dalam pilar PFM. Tidak adanya unit pengadaan barang terpadu di Pemda menyebabkan pengukuran indikator-indikator ini hampir mustahil untuk dilakukan. Pada praktiknya, komisi pengadaan dibentuk secara sementara (ad hoc) dan dibubarkan segera setelah suatu kontrak ditandata-ngani. Oleh sebab itu, pemeriksaan dokumen-dokumen pengadaan hanya akan mengungkap sebagian kecil informasi tentang bagaimana pengadaan dilakukan. 18 Desember 2008 Bab 5 Kegiatan Uji Coba Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Gambar 4. Indeks Kinerja Pemerintah Daerah SD (17) 0.7 FP (20) 0.6 PFM (25) 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Kota Tangerang Kab. Solok Kab. Biak Numfor Kinerja Pemda peserta uji coba yang berbeda-beda menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut sensitif dalam mengukur kinerja mereka. Secara keseluruhan, data uji coba berhasil mengukur 25, 20, dan 17 indikator masing- masing untuk pilar PFM, pilar Kinerja Keuangan (FP), dan pilar Penyediaan Layanan Publik (SD). Pencapaian di setiap pilar dijumlah untuk mendapatkan indeks kinerja Pemda sebagaimana digambarkan di atas. Selain temuan-temuan substantif tersebut, uji coba juga mengungkap banyak temuan operasional yang penting, seperti: 1. Izin resmi dari kepala daerah harus diperoleh agar semua pejabat dapat bekerja sama sepenuhnya; 2. Tahap-tahap awal dari survei di lapangan sebaiknya ditujukan untuk memeriksa ketersediaan data dan untuk memperoleh data-data penting; 3. Untuk memastikan efektivitas dan efisiensi pengumpulan data di suatu Pemda, tim perlu mengidentifikasi dan mengatur janji temu dengan para pejabat terkait sebelum kerja lapangan dilaksanakan; dan 4. Harus dikembangkan suatu strategi untuk mengatasi kondisi-kondisi yang kurang menguntungkan, seperti pemadaman listrik dan jaringan jalan yang buruk. Setelah uji coba selesai, tim LGPM membahas strategi pelaksanaan survei dan menarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut: 1. Di setiap kabupaten/kota, surat resmi yang ditujukan kepada bupati/walikota harus diserahkan selambat-lambatnya empat minggu sebelum survei di lapangan dilaksanakan; 2. Satu minggu setelah pengiriman surat, Pemda terkait perlu dihubungi untuk memastikan bahwa surat tersebut telah diterima dan ditindaklanjuti. Pemda tersebut perlu diiminta untuk mengirimkan salinan dari surat persetujuan dari bupati/ walikota yang akan dibawa oleh para petugas pencacah selama kerja lapangan; 3. Tim tidak dapat memulai kerja lapangan di suatu kabupaten tertentu tanpa memperoleh surat persetujuan dari bupati/ walikota terkait; 4. Setelah memperoleh surat persetujuan tersebut, tim harus mengirimkan lembar data kepada SKPD dan meminta SKPD untuk mempersiapkan dokumen-dokumen untuk keperluan pemeriksaan silang; 5. Kegiatan pertama dari survei di lapangan di suatu kabupaten/kota adalah mengadakan kunjungan kepada bupati/ walikota atau sekretaris daerah (Sekda). Tim survei sangat disarankan untuk meminta agar bupati/ walikota terkait mengatur pertemuan dengan semua kepala SKPD yang disurvei untuk mendapatkan akses dan penerimaan yang lebih baik. Desember 2008 19 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Bab 5 Kegiatan Uji Coba Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 20 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Lampiran 1: Daftar usulan indikator Indikator Sumber Note Pillar 1: Pengelolaan Keuangan Publik I. Kerangka Perundang-undangan Daerah 1. Perda tentang pengelolaan keuangan daerah Setda-Bagian Hukum Perda ini sesuai dengan PP 58/ 2005 telah disahkan 2. Diterapkan struktur organisasi pengelola Setda-Bagian Hukum dan Dispenda, Bag. Keuangan, dan kantor keuangan yang terpadu (berbentuk BPKD) Keuangan kas daerah dilebur menjadi BPKD 3. Perda mengenai transparansi dan/ atau Setda-Bagian Hukum Terdapat Perda yang mengharuskan partisipasi telah disahkan Pemda untuk membuka semua informasi keuangan kepada publik 4. Sistem insentif dan sanksi untuk PNS telah Setda-Bagian Personalia ditetapkan dengan peraturan kepala daerah 5. Masyarakat dapat menghadiri siding-sidang Sekretariat DPRD DPRD mengenai anggaran II. Perencanaan dan Penganggaran 6. Program dan kegiatan dalam RPJMD merupakan Bappeda dokumen yang dapat diukur secara kuantitatif 7. APBD mencakup indikator hasil yang dapat Bappeda diukur 8. Prioritas dan plafon anggaran ditetapkan Bappeda sebelum dimulainya proses penganggaran di SKPD 9. Perbedaan antara anggaran dan realisasi APBD APBD/ Setda-Bagian Dimaksudkan untuk mengetahui tidak melebihi 5 % dalam tahun anggaran Keuangan pengeluaran yang tidak efisien terakhir 10. Rancangan APBD dikirimkan ke DPRD Setda-Bagian Keuangan dan paling lambat pada minggu pertama bulan sekretariat DRPD November sebelum tahun anggaran dimulai III. Manajemen Kas 11. Surat Perintah Pengeluaran Dana (SP2D) Setda-Bagian Keuangan dikeluarkan tidak lebih dari dua hari setelah Surat Perintah Membayar (SPM) diterima 12. Semua penerimaan kas disetorkan tidak lebih Setda-Bagian Keuangan dari 24 jam setelah diterima 13. Tidak ada Perda menegenai pajak dan retribusi Setda-Bagian Hukum dan daerah yang dibatalkan oleh DepKeu atau Ditjen PK pemerintah provinsi 14. Pemda telah menganalisis potensi pendapatan Setda-Bagian Keuangan pajak untuk menentukan target pendapatan 15. Rekonsolidasi rekening bank dengan buku Setda-Bagian Keuangan bank dilaksanakan setiap bulan IV. Pengadaan dan Pengelolaan Barang 16. Paling sedikit satu anggota komite pengadaan Setda- Bagian Perlengkapan memiliki sertifikat pengadaan. dan Pembangunan, BKD, Dinas PU 22 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 17. Undangan untuk pengadaan diumumkan Setda- Bagian Perlengkapan Pengadaan dengan nilai di atas Rp dalam surat kabar, situs pengadaan nasional dan Pembangunan, BKD, 100 juta harus diumumkan di koran, atau papan pengumuman. Dinas PU antara Rp 50-100 juta di papan pengumuman, kurang dari itu bisa dengan penunjukan langsung 18. Penjelasan pengadaan dilaksanakan secara Setda- Bagian Perlengkapan Hanya untuk pengadaan dengan nilai terbuka dan dihadiri oleh semua peserta yang dan Pembangunan, BKD, di atas Rp 50 juta dibuktikan melalui daftar hadir Dinas PU 19. Penilaian barang milik daerah dilakukan Setda- Bagian Perlengkapan berdasarkan cost principle atau relevan dengan Standar Akuntansi Pemerintah 20. Perda mengenai pengelolaan barang daerah Setda-Bagian Hukum Perda ini sesuai dengan PP 8/ 2006 telah disahkan 21. Peraturan kepala daerah mengenai standar Setda-Bagian Hukum satuan harga telah disahkan 22. Pengguna barang melaksanakan inventarisasi Setda- Bagian Perlengkapan sekali dalam setahun V. Pelaporan dan Akuntansi 23. Kepala Bagian di BPKD atau unit-unit keuangan BPKD atau Setda-Bagian daerah memiliki latar belakang pendidikan di Keuangan, Dispenda, KKD, bidang akuntansi atau pengelolaan keuangan dan BKD 24. Jurnal, buku besar, jurnal pembantu dan BKD Setda- Bagian Keuangan neraca telah ada 25. Laporan realisasi anggaran semester I telah Setda-Bagian Keuangan dan diperiksa dan ditindaklanjuti oleh kepala DPRD daerah 26. Laporan keuangan tahunan paling lambat Setda- Bagian Keuangan & dikirimkan ke BPK pada akhir bulan April Bawasda setelah berakhirnya tahun anggaran 27. Belanja lain-lain dikodekan dan dicatat dalam Bappeda laporan keuangan VI. Audit 28. Lebih dari 50% dari staff Bawasda memiliki Bawasda dan BKD Terdapat suatu ujian sertifikasi audit kualifikasi sebagai auditor fungsional (auditor untuk menjadi auditor fungsional terampil,ahli, atau kepala) 29. Bawasda menggunakan buku panduan Bawasda (manual audit) Terdapat manual yang menjelaskan program dan prosedur pengawasan intern daftar obyek pemeriksaan dan yang menjelaskan prosedur audit. Kedua manual bisa saja disatukan. 30. Bawasda memeriksa semua kegiatan Pemda Bawasda(laporan audit) Setiap SKPD dan BUMD harus diaudit termasuk semua kegiatan komersial setiap tahun 31. Laporan pengawasan internal tersedia bagi Bawasda Laporan audit internal untuk setiap auditor eksternal SKPD harus dikirimkan ke Gubernur, dengan tembusan ke BPKP, BPK, dan Bawasprov 32. Laporan keuangan yang sudah diaudit oleh Setda- Bagian Keuangan Sebagai bagian dari laporan realisasi pihak eksternal diumumkan di media masa, anggaran, yang dikirimkan ke DPRD papan pengumuman resmi dan situs web Desember 2008 23 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Pillar 2: Kinerja Fiskal I. Pengelolaan Fiskal 33. Proporsi pengeluaran untuk administrasi inti di Setda-Bagian Keuangan / Administrasi inti mencakup Kepala bawah X%12 Dispenda Daerah, DPRD, dan Setda 34. Proporsi surplus yang dialokasikan untuk aset Setda-Bagian Keuangan/ Surplus/ SiLPA berasal dari tahun keuangan di bawah X%12 APBD anggaran sebelumnya 35. DAK digunakan sesuai dengan ketentuan dan Setda-Bagian Keuangan/ pengeluarannya dicatat dalam satu dokumen APBD tersendiri 36. Proporsi belanja modal lebih dari X%12 Setda-Bagian Keuangan/ Rasio belanja modal terhadap total APBD belanja 37. Angka penyerapan belanja langsung semester Setda-Bagian Keuangan Angka ini terdapat di laporan realisasi I 2007 lebih dari 30% anggaran semester I II. Administrasi Pajak dan Retribusi 38. Terdapat suatu sarana pengaduan bagi wajib Dispenda/ BPKD pajak dan retribusi daerah 39. Jenis dan tarif pajak dan retribusi daerah Dispenda/ BPKD dimuat dalam situs web atau papan pengumuman publik 40. Pembayaran dapat dilakukan melalui transfer Dispenda/ BPKD Tidak termasuk retribusi daerah bank di samping tunai 41. Semua pajak dan retribusi daerah tidak ada Dispenda dan Setda-Bagian yang melanggar PP 65 dan 66 2001, dan Hukum ditetapkan sebagai Peraturan Daerah 42. Tidak ada pajak dan retribusi daerah yang Dispenda dan Setda-Bagian melanggar batas atas tariff yang diatur dalam Hukum PP 65 dan 66 tahun 2001 43. Tidak ada pajak atau retribusi dengan Dispenda/ APBD Meliputi pajak dan retribusi. kontribusi kurang dari 5% terhadap total Dimaksudkan untuk melihat efisiensi pendapatan pajak dan retribusi daerah pengumpulan PAD 44. Tidak ada subsidi regresif Setda-Bagian Keuangan/ Dispenda 45. Tidak ada tarif yang dikenakan terhadap Setda-Bagian Keuangan / perdagangan antar kab/kota Dispenda III. Upaya Pengumpulan Pendapatan 46. Penalti dikenakan pada keterlambatan Dispenda pelunasan pajak dan retribusi daerah dan terdapat suatu daftar penunggak pajak 47. BPKD/ Dispenda menetapkan target PAD Dispenda berdasarkan analisis atas potensi pertumbuhan 48. PAD tumbuh secara riil setidaknya 5% pada 2 APBD/ Dispenda dari 3 tahun terakhir IV. Pengelolaan Fiskal Sektoral 49. Pendapatan pajak dan retribusi daerah dicatat APBD/ Dispenda sebagai pendapatan SKPD pengumpul 12 Nilai X hanya dapat ditentukan setelah pengumpulan data 24 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 50. RSUD dan Puskesmas diperlakukan sebagai Dinas Kesehatan dan APBD Memisahkan keduanya dari Dinas SKPD/ UPTD Kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas 51. Pendapatan RSUD dan Puskesmas dicatat Dinas Kesehatan dan RSUD secara rinci 52. Retribusi yang terkait dengan transportasi Dinas Perhubungan or dijabarkan secara rinci Dispenda 53. Proporsi belanja langsung sektor pendidikan Setda-Bagian Keuangan/ lebih besar dari X%13 APBD 54. Proporsi belanja langsung sektor pendidikan Setda-Bagian Keuangan/ lebih besar dari X%13 APBD 55. Proporsi APBD untuk pembangunan Setda-Bagian Keuangan/ Jalan, jembatan, irigasi, terminal, dan infrastruktur lebih besar dari X%13 APBD pelabuhan 56. Proporsi APBD untuk pemeliharaan Setda-Bagian Keuangan/ infrastruktur lebih besar dari X%13 APBD Pillar 3: Layanan Publik I. Pendidikan 1.a. Perencanaan dan Pengawasan 57. Terdapat sistem pengawasan pendidikan yang Dinas Pendidikan Bertujuan untuk melihat apakah Dinas berfungsi dengan baik membandingkan data/capaian dari tahun ke tahun 58. Terdapat suatu mekanisme penggunaan hasil Dinas Pendidikan pengawasan untuk perencanaan program dan hasil pengawasan mempengaruhi program pendidikan kabupaten/ kota 59. Opini guru dipertimbangkan dalam Dinas dan Dewan Pendidikan penyusunan program pendidikan 1.b. Implementasi 60. Angka Partisipasi Sekolah Dasar murni Dinas Pendidikan / Susenas Jumlah anak 7-12 tahun di SD dibanding jumlah anak 7-12 tahun 61. Angka Partisipasi SLTP murni Dinas Pendidikan / Susenas Jumlah anak 13-15 tahun di SLTP dibanding jumlah anak 13-15 tahun 62. Angka melek huruf untuk penduduk usia 15-24 Dinas Pendidikan / Susenas tahun 63. Angka lulus SLTP bagi penduduk usia 16-18 Dinas Pendidikan / Susenas Jumlah anak 16-18 tahun yang sudah tahun menyelesaikan SLTP 1.c. Program pro kemiskinan 64. Terdapat program pengentasan anak putus Dinas Pendidikan Tidak termasuk program yang sekolah yang tercantum dalam anggaran disalurkan melalui sekolah karena tidak tahunan dinas. mencapai target penerima 65. Terdapat program bantuan keuangan bagi Dinas Pendidikan anak-anak kurang mampu 66. Terdapat program khusus bagi sekolah Dinas pendidikan tertinggal yang tercantum dalam anggaran tahunan dinas. 13 Nilai X hanya dapat ditentukan setelah pengumpulan data Desember 2008 25 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) II. Kesehatan 2.a. Perencanaan dan Pengawasan 67. Terdapat sistem monitoring kesehatan yang Dinas Kesehatan Mengingat luasnya program berfungsi dengan baik kesehatan, cakupan imunisasi dan layanan ibu hamil dipilih sebagai proxy 68. Kepala-kepala Puskesmas dan dinas kesehatan Dinas Kesehatan bertemu setiap bulan 69. Unit perencanaan pada dinas kesehatan sudah Dinas Kesehatan menerima pelatihan tentang sistem District Health Account (DHA) 70. Unit perencanaan pada dinas kesehatan Dinas Kesehatan membuat laporan berdasarkan sistem District Health Account (DHA) 71. Terdapat registrasi formal bagi layanan Dinas Kesehatan kesehatan swasta yang diterapkan secara konsisten 2.b. Implementasi 72. Cakupan imunisasi bagi bayi berusia 13-24 Dinas Kesehatan/ Susenas bulan 73. Rasio kelahiran yang dibantu oleh tenaga Susenas medis professional 74. Proporsi masyarakat yang menggunakan Susenas/ Dinas Kesehatan sarana kesehatan tradisional 75. Rasio dokter atas jumlah penduduk di atas X Dinas Kesehatan / Podes 2005 2.c. Program pro kemiskinan 76. Proporsi pengeluaran rumah tangga ketika APBD, Dana Dekonsentrasi, menggunakan layanan kesehatan di bawah X% dan Susenas 77. Standar Pelayanan Minimum diterapkan di Dinas Kesehatan level kabupaten/kota. 78. Proporsi pengeluaran kesehatan bagi fasilitas Dinas Kesehatan/ APBD Untuk menghitung pengeluaran pro kesehatan primer di atas X% kaum miskin III. Infrastruktur 3.a. Perencanaan dan Pengawasan 79. Terdapat Rencana Umum Tata Ruang Dinas Tata Ruang / PU 80. Terdapat Rencana Detil Tata Ruang 81. Terdapat Rencana Tata Ruang Hijau 3.b. Implementasi 82. Rasio jalan kabupaten/ kota dalam kondisi baik Dinas PU 83a. Rasio luas ruang terbuka hijau terhadap luas Dinas PU/ Tata Ruang kota 83b. Rasio luas sawah yang dialiri irigasi Dinas PU/ Pertanian 26 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 3.c. Program pro kemiskinan 84. Proporsi rumah tangga dengan akses ke air Dinas PU / Susenas bersih di atas X% 85. Proporsi rumah tangga dengan akses ke Berdasarkan definisi MDG sanitasi yang layak di atas X% 86. Proporsi rumah tangga dengan akses ke listrik Berdasarkan definisi MDG di atas X% IV. Lintas Sektoral 87. Terdapat program pengentasan pengangguran Bappeda yang dianggarkan dalam APBD 88. Terdapat kontrak pelayanan publik (citizen Bappeda charter) antara pemerintah dan rakyat Pilar 4: Iklim Investasi 14 I. Akses terhadap Lahan Usaha dan Jaminan atas Hak atas Tanah 89. Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan Badan usaha status tanah 90. Persepsi tentang kemudahan perolehan lahan Badan usaha 91. Frekuensi penggusuran di daerah tersebut Badan usaha 92. Persepsi tentang keseluruhan permasalahan Badan usaha lahan usaha II. Perizinan Usaha 93. Perizinan perusahaan yang memiliki Tanda Badan usaha Daftar Perusahaan (TDP) 94. Persepsi kemudahan untuk memperoleh TDP Badan usaha dan rata-rata waktu perolehan TDP 95. Biaya untuk TDP dan sejauh mana biaya Badan usaha tersebut menganggu badan usaha 96. Persepsi bahwa pelayanan izin usaha adalah Badan usaha bebas KKN, efisien, dan bebas Pungli 97. Persentase badan usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa telah terdapat suatu mekanisme penyampaian keluhan III. Interaksi antara Pemda dan Pelaku Usaha 98. Persentase pelaku usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa telah terdapat sebuah Forum Komunikasi antara sektor swasta dan Pemda 99. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha para pejabat Pemda memberikan solusi praktis untuk masalah mereka yang sesuai dengan harapan dan menindaklanjuti tindakan- tindakan yang telah disetujui oleh kepala daerah 14 KPPOD dan Asia Foundation (2008). Data untuk semua indikator diperoleh dari Survey Ekonomi Pemerintah Daerah (LEG) yang dilakukan pada tahun 2007. Desember 2008 27 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 100. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha Pemda memahami kebutuhan masyarakat usaha; berkonsultasi tentang perubahan kebijakan; menyelenggarakan rapat untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi oleh usaha; dan menyediakan sarana untuk mendukung perkembangan usaha setempat 101. Penilaian oleh pelaku usaha tentang apakah Badan usaha Pemda memperoleh pendapatan dari sektor usaha atau lebih tertarik untuk memajukan investasi di daerahnya 102. Penilaian oleh pelaku usaha tentang apakah Badan usaha Pemda memperlakukan semua badan usaha secara setara atau bias terhadap badan usaha kecil yang merupakan minoritas 103. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa, Badan usaha dalam praktiknya, kebijakan-kebijakan Pemda tidak menaikkan biaya mereka 104. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa, Badan usaha dalam praktiknya, kebijakan-kebijakan Pemda tidak meningkatkan tingkat ketidakpastian yang dihadapi oleh mereka 105. Penilaian secara keseluruhan oleh pelaku Badan usaha usaha tentang sejauh mana masalah-masalah yang terkait dengan interaksi antara Pemda dan masyarakat usaha menghambat kegiatan usaha mereka. IV. Program Pengembangan Usaha 106. Rata-rata pelaku usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa terdapat enam jenis program pengembangan usaha (pelatihan manajemen usaha; pelatihan angkatan kerja; promosi perdagangan; menghubungkan badan usaha kecil dan besar; pelatihan aplikasi kredit untuk UKM; dan program penyesuaian usaha) 107. Rata-rata pelaku usaha mengatakan bahwa Badan usaha mereka ikut serta dalam ke-enam jenis program pengembangan usaha tersebut 108. Rata-rata tingkat kepuasan terhadap keenam Badan usaha program tersebut 109. Penilaian secara keseluruhan terhadap Badan usaha dampak dari keenam program tersebut V. Kapasitas dan Integritas Walikota/Bupati 110. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha kepala daerah memiliki pemahaman yang baik tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia usaha 111. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha pengangkatan para birokrat yang menangani masalah-masalah usaha di Pemda didasari oleh pengalaman mereka dan sesuai dengan bagian di mana mereka bekerja 28 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 112. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha kepala daerah mengambil tindakan tegas terhadap setiap kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat Pemda 113. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha kepala daerah melakukan tindak korupsi untuk kepentingan mereka sendiri 114. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha kepala daerah adalah pemimpin yang kuat 115. Penilaian secara keseluruhan tentang sejauh Badan usaha mana masalah-masalah terkait dengan kemampuan dan integritas pemimpin daerah menghambat kegiatan usaha mereka VI. Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Biaya Transaksi Lain 116. Sejauh mana pelaku usaha mengatakan Badan usaha bahwa mereka terhambat oleh retribusi 117. Persentase pelaku usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa terdapat retribusi resmi untuk pengangkutan barang melewati perbatasan kabupaten dan buku catatan tentang retribusi untuk penyaluran barang melewati perbatasan kabupaten dari setiap karyawan badan usaha 118. Persentase pelaku usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa mereka harus membayar donasi atau sumbangan kepada Pemda tahun lalu dan sejauh mana pembayaran tersebut menganggu badan usaha mereka 119. Penilaian secara keseluruhan oleh pelaku Badan usaha usaha tentang seberapa jauh masalah- masalah yang terkait dengan perizinan menghambat kegiatan usaha mereka 120. Rasio pelaku usaha yang mengatakan bahwa Badan usaha mereka harus melakukan pembayaran tambahan kepada polisi 121. Penilaian secara keseluruhan oleh pelaku Badan usaha usaha tentang sejauh mana masalah-masalah yang terkait dengan biaya transaksi tersebut menghambat kegiatan usaha mereka VII. Prasarana Daerah 122. Persepsi kualitas rata-rata dari lima jenis Badan usaha prasarana (jalan kabupaten, penerangan jalan, perusahaan daerah air minum (PDAM), listrik, telepon) 123. Rata-rata waktu (dalam hari) untuk Badan usaha memperbaiki jenis-jenis prasarana tersebut 124. Persentase pelaku usaha yang memiliki Badan usaha generator 125. Jumlah waktu dalam seminggu di mana Badan usaha terjadi pemadaman listrik Desember 2008 29 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) 126. Penilaian secara keseluruhan tentang sebesar Badan usaha apa hambatan yang ditimbulkan oleh masalah-masalah terkait dengan prasarana yang disediakan oleh Pemda VIII. Keamanan dan Penyelesaian Konflik 127. Persentase pelaku usaha yang mengatakan Badan usaha bahwa mereka telah mengalami pencurian di tahun lalu 128. Sejauh mana pelaku usaha sepakat bahwa Badan usaha kepolisian menangani kasus-kasus secara tepat waktu, menguntungkan badan usaha, dan mengurangi kerugian waktu dan uang badan usaha tersebut 129. Sejauh mana pelaku usaha sepakat Badan usaha bahwa kepolisian menangani kasus-kasus demonstrasi pekerja dengan tepat waktu, dan mengurangi kerugian waktu dan uang badan usaha tersebut 130. Penilaian secara keseluruhan oleh pelaku Badan usaha usaha tentang sejauh mana masalah- masalah yang terkait dengan keamanan dan penyelesaian konflik menghambat kegiatan usaha mereka IX. Peraturan Daerah 131. Sub-indeks untuk Kualitas Peraturan Daerah disusun di sekitar tiga kategori potensi masalah berikut ini: legalitas, substansi, dan prinsip, masing-masing dengan serangkaian variabel pendukungnya. Rincian metode tersedia di KPPOD dan the Asia Foundation (2008). 30 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Lampiran 2: Pemetaan kelompok kinerja: sebuah ilustrasi UntukmengilustrasikanpengukurankinerjaPemda,timmensimulasikanmetodologipenyusunanindeks"Melakukan Usaha" terhadap indikator-indikator kuantitatif dari bidang penyediaan layanan publik , seperti tercantum di Tabel Lampiran 2, dengan menggunakan data Susenas. Indeks setiap kabupaten merupakan rata-rata sederhana dari peringkat persentil kabupaten di masing-masing ke-10 indikator. Lampiran Tabel 2. Daftar simulasi indikator-indikator penyediaan layanan Indikator Penjelasan Angka partisipasi sekolah murni untuk SD Persentase anak-anak yang berusia 7-12 tahun yang saat ini berada di bangku SD Angka partisipasi sekolah murni untuk SLTP Persentase anak-anak yang berusia 13-15 tahun yang saat ini berada di bangku SLTP Angka kelulusan SLTP untuk penduduk berusia 16-18 Persentase remaja yang berusia 16-18 tahun yang telah tahun menyelesaikan SLTP Angka melek huruf untuk penduduk berusia 15-24 Persentase penduduk yang berusia 15-24 tahun yang dapat tahun membaca dan menulis huruf Latin Cakupan imunisasi Persentase bayi yang berusia 12-23 bulan yang telah mendapatkan semua imunisasi yang dijadwalkan Kelahiran anak yang dibantu dengan tenaga Persentase kelahiran yang dibantu oleh tenaga profesional terlatih profesional terlatih Penggunaan perawatan kesehatan tradisional Persentase penduduk yang sakit yang pergi ke sarana kesehatan tradisional Akses terhadap air bersih Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih Akses terhadap sanitasi yang layak Persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak Jangkauan listrik Persentase rumah tangga yang dialiri listrik Peta geografi berdasarkan kinerja relatif dari semua Pemda berdasarkan indikator-indikator penyediaan layanan terpilih Kelompok Kerja >=80 (5.08%) 70-79.9 (12.24%) 60-69.9 (17.09%) 50-59.9 (12.70%) 40-49.9 (21.25%) 30-39.9 (21.02%) 20-29.9 (6.47%) 0-19.9 (4.16%) Desember 2008 31 Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Lampiran Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Lampiran 3: Indikator-indikator hibrida Di satu sisi, fokus pada capaian (level) memberikan keuntungan kepada daerah dengan karakteristik yang lebih baik pada saat dimulainya desentralisasi. Sayangnya, dimasukkannya angka perubahan (change) berarti bahwa jangka waktu perbandingan harus selalu diperbarui secara berkelanjutan. Hal tersebut akan merusak keterbandingan dari tahun ke tahun. Sehubungan dengan itu, penggunaan capaian dirasakan lebih sesuai dengan pilihan pendekatan penilaian. Meskipun ambang batas untuk indikator-indikator capaian dapat diidentifikasi dengan mudah dan dapat dipilih sehingga dapat bertahan seiring dengan berjalannya waktu, ambang batas untuk nilai perubahan perlu diperbarui secara terus-menerus seiring dengan meningkatnya nilai rata-rata indikator capaian di seluruh sampel. Sebagai contoh, ketika angka melek huruf secara umum rendah (<50%) di seluruh kabupaten, peningkatan sebesar 10 persen per tahun dapat dianggap sebagai tolok ukur yang realistis. Namun, 15 tahun dari sekarang, ketika angka rata-rata melek huruf lebih tinggi (mungkin sekitar 80 persen), perbaikan sebesar 10 persen akan lebih sulit tercapai. Karena itu, ambang batas harus diubah, yang berarti indeks secara keseluruhan tidak dapat dibandingkan secara wajar dari tahun ke tahun. Akibatnya, para kepala daerah akan tidak puas terhadap hal ini. Selain itu, menggabungkan tingkat perubahan bersama dengan capaian dapat menciptakan situasi yang aneh di mana peringkat keseluruhan sebuah kabupaten/kota pada pilar tertentu terus menurun dari tahun ke tahun, sementara capaian keseluruhannya meningkat. Hal tersebut mungkin terjadi apabila suatu Pemda memperbaiki tingkat capaian secara keseluruhan, namun peningkatan ini lebih kecil dari rata-rata peningkatan dari seluruh kabupaten/ kota. Dalam hal ini, Pemda tersebut akan mengalami penurunan peringkat keseluruhan. Merupakan hal yang wajar jika kita berasumsi bahwa delapan tahun sejak dimulainya desentralisasi merupakan waktu yang sesuai untuk meminta akuntabilitas Pemda dalam capaian di sebagian besar indikator-indikator tersebut. Setelah delapan tahun, suatu capaian seharusnya merupakan perkiraan yang wajar atas upaya tahunan dalam mencapai tujuan reformasi. Walaupun demikian, apabila setelah pengumpulan dan analisis data terlihat dengan jelas akan keadaan-keadaan awal memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja Pemda pada keempat pilar tersebut, laporan akhir dapat membagi kabupaten kota berdasarkan karakteristik unik yang dimiliki dan memberikan peringkat kepada Pemda berdasarkan kinerjanya untuk capaian tertentu pada keadaan awal. 32 Desember 2008 Lampiran Mengoptimalkan Kontribusi Desentralisasi Bagi Pembangunan: Metodologi Kerangka Kerja Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (LGPM) Desember 2008 33