KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN WESTERN INDONESIA NATIONAL ROADS IMPROVEMENT PROJECT (WINRIP) IBRD Loan No.8043-ID RENCANA KERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL/ ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK (ESMF) PADA REHABILITASI & REKONSTRUKSI JALAN PASCA BENCANA PALU – SULAWESI TENGAH February 2019 1 FINAL Western Indonesia National Road Improvement Project (090990) - WINRIP Komponen Kontingensi Tanggap Darurat Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (CERC section of the Environmental and Social Management Framework/ESMF) - Adendum (26 Februari 2019) I. Pendahuluan 1. Dokumen ini disiapkan sebagai tambahan ESMF yang tersedia pada Proyek Peningkatan Jalan Indonesia Bagian Barat (WINRIP). Ini menjelaskan informasi tambahan tentang persyaratan perlindungan lingkungan dan sosial (ESS) untuk pelaksanaan kegiatan yang diusulkan untuk dilaksanakan pada Komponen 4 (yaitu Komponen Kontingensi Tanggap Darurat- CERC). Kegiatan yang diusulkan akan dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah, yang meliputi Kota Palu, Kabupaten Donggala, dan Sigi; daerah-daerah ini terkena dampak gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada tanggal 28 September 2018. ESMF WINRIP yang ada yang dipublikasikan pada tanggal 31 Maret 2011 telah mencatat bahwa jika Komponen 4 ini digunakan, penilaian lingkungan dan sosial dari kegiatan yang diusulkan akan dilakukan dan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan akan disiapkan seperlunya untuk memenuhi peraturan Pemerintah Indonesia (GOI) dan Bank Dunia. 2. Pedoman dan prosedur dalam adendum ini akan ditambahkan ke dalam Project Management Manual (PMM). Panduan dan prosedur ini mempertimbangkan Persyaratan Upaya Perlindungan Bank untuk CERC (Pedoman Bank tentang CERC, Oktober 2017). 3. Badan pelaksana WINRIP melalui Unit Manajemen Proyek (PMU) Direktorat Jenderal Bina Marga - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan tetap menjadi lembaga utama dari Pemerintah Indonesia yang bertanggung jawab atas keseluruhan pelaksanaan kegiatan darurat, termasuk semua aspek yang terkait dengan pengadaan, manajemen keuangan, pemantauan & evaluasi dan kepatuhan perlindungan. Pengaturan kelembagaan proyek untuk pelaksanaan kegiatan CERC akan sama dengan yang sedang berlangsung dalam struktur pelaksanaan Proyek, di mana PIU / BPJN XIV akan melaksanakan kegiatan CERC di tingkat pemerintah daerah. Namun, karena kegiatan yang diusulkan tidak di daerah cakupan asli WINRIP, yang merupakan provinsi-provinsi di bagian barat Sumatera (di bawah BPJN II,III & V), PIU di Provinsi Sulawesi Tengah akan berada di bawah BPJN XIV. II. Identifikasi Kegiatan Potensial Yang Dapat Dibiayai melalui CERC 4. Kunjungan lapangan ke daerah-daerah yang terkena dampak gempa bumi di Palu dilakukan dari tanggal 4 - 7 Desember 2018. Kunjungan ini untuk menilai aspek teknis dan upaya perlindungan dari dua paket yang diusulkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi jalan (yaitu RR-01 dan RR-02). RR-01 adalah bagian dari jaringan jalan nasional yang dikelola oleh BPJN XIV sedangkan RR-02 adalah bagian dari jaringan jalan pemerintah daerah. Berdasarkan diskresi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan, BPJN XIV, yang memiliki mandat untuk pengoperasian dan pemeliharaan jalan nasional saja, juga telah diminta untuk mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi jalan local/provinsi yang diusulkan dalam RR- 02. Gambar 1 memberikan rincian bagian yang diusulkan dari dua paket tersebut. Total panjang RR-01 dan RR-02 masing-masing adalah 91.29 km dan 100.50 km; namun demikian, rehabilitasi dan 2 rekonstruksi hanya akan dilakukan pada bagian yang dipilih dengan panjang total untuk RR-01 dan RR- 02 masing-masing adalah 48.43 km dan 32.74 km. 5. Meskipun jenis kegiatan yang akan dilakukan pada Komponen CERC sebanding dengan yang diterapkan di koridor jalan Sumatera bagian barat, skala pekerjaan sipil yang dilakukan lebih kecil, terbatas pada bagian jalan yang dipilih yang terkena dampak akibat gempa bumi dan tsunami. Pekerjaan sipil akan berada dalam ruang milik jalan (Rumija) yang ada; tidak ada perubahan alinyemen jalan.Ruas jalan (sub proyek) dengan masalah lingkungan dan sosial yang kompleks (mis. sub proyek yang mempengaruhi habitat alami atau sub proyek yang mengharuskan pemukiman kembali atau masyarakat adat) yang termasuk dalam Kategori A tidak akan dibiayai. Ini dikarenakan tujuan CERC adalah untuk memungkinkan mobilisasi cepat untuk mendukung kegiatan-kegiatan prioritas (kurang dari 18 bulan). Gambar 1. Paket-paket yang diusulkan: Jalan Nasional RR-01 dan Jalan Provinsi RR-02 a. Paket RR-01 6. RR-01 dibagi menjadi empat ruas jalan (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2), mulai dari Pantoloan - Tawaeli kemudian memasuki jalan-jalan di kota Palu sebelum berakhir di Jembatan Surumana. Pekerjaan sipil yang diusulkan di bawah RR-01 meliputi: • Pekerjaan rehabilitasi berada di dalam Rumija yang ada; tidak ada penambahan lebar perkerasan aspal. • Pekerjaan pengaspalan sekitar 48.43 km merupakan item pekerjaan utama pada RR-01. Selain pengaspalan, rekonstruksi diperlukan untuk dua titik yang tersapu oleh tsunami dan masing- masing memiliki panjang sekitar 200 m. • Konstruksi saluran samping, saluran drainase, stabilisasi lereng, dinding penahan dan jembatan- jembatan kecil yang tersebar sepanjang RR-01. 3 Gambar 2. Paket yang Diusulkan RR-01 untuk Rekonstruksi dan Rehabilitasi RR-01: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Tompe – Dalam Kota Palu - Surumana b. Paket RR-02 7. Paket ini terdiri dari 2 (dua) jalur ruas jalan, yaitu Palupi - Bangga – Simoro dan Kalukubula - Kalawara, Biromaru – Palolo dan jalan serta jembatan akses Huntap. Pekerjaan sipil untuk ruas ini terfokus pada rekonstruksi ruas jalan yang rusak parah akibat gempa bumi dan likuifaksi. diketahui bahwa ruas jalan terletak berdekatan dengan Sesar Palu Koro yang sangat aktif yang menyebabkan gempa bumi dan tsunami di Palu-Donggala-Sigi 2018. Keberadaan patahan aktif ini menimbulkan tantangan dalam rekonstruksi bagian jalan yang rusak. Total panjang untuk rehabilitasi dan rekonstruksi sekitar 32.74 km dengan lokasi yang tersebar sepanjang 100 km. Seluruh pekerjaan sipil akan berada dalam Rumija; tidak diperlukan pelebaran jalan. Pekerjaan tipikal meliputi rekonstruksi jalan yang rusak (panjangnya bervariasi dari 200 - 600 m per titik), konstruksi saluran drainase, lintas saluran air/cross 4 drain, dan jembatan kecil. Di wilayah yang terkena dampak likuifaksi, di mana bagian-bagian jalan telah bergeser dari alinyemen awal, penyelidikan geoteknik sedang dilakukan untuk mengetahui apakah rekonstruksi alinyemen awal mungkin dilakukan. Selain dua jalur ruas jalan, BPJN XIV juga mengusulkan peningkatan dua jalan akses ke rencana lokasi hunian tetap (Huntap). Area relokasi ini adalah untuk mereka yang terkena dampak likuifaksi atau beresiko tinggi terhadap aktivitas seismik di masa depan. Lahan relokasi yang diusulkan adalah milik pemerintah daerah, jalan akses ke lahan relokasi tersedia tetapi membutuhkan pelebaran. Gambar 3. Paket yang diusulkan RR-02 untuk Rekonstruksi, Rehabilitasi, dan Restorasi. RR-02: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Palupi – Simoro, Kalukubula – Kalawara, Biromaru – Palolo, dan Akses Huntap 5 III. Penilaian Potensi Dampak Lingkungan dan Sosial (ES) dari Kegiatan yang Diusulkan 8. Lingkungan. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan ini akan berdampak positif dan sangat dibutuhkan, terutama bagi mereka yang terkena dampak bencana alam. Pekerjaan yang diusulkan sebagian besar merupakan pekerjaan skala kecil dan menengah dan meliputi pekerjaan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan dan jembatan yang rusak seperti diuraikan di atas. Potensi dampak negatif diperkirakan sedang, terlokalisasi; dan berlangsung sementara yang dapat ditanggulangi melalui implementasi instrumen pengamanan proyek yang ada dan pengawasan ketat oleh Spesialis/Konsultan lingkungan dan sosial, serta Insinyur lapangan atau Konsultan pengawasan. Tidak ada kegiatan yang diduga akan membutuhkan langkah-langkah mitigasi yang tidak termasuk dalam ruang lingkup yang tercakup dalam ESMF. Dua kegiatan CERC yang diusulkan tidak akan lagi banyak pekerjaan pembuangan sisa material dan puing-puing karena ini telah selesai selama tanggap darurat. Pembuangan material bekas kerusakan akan terbatas pada pekerjaan tanah di daerah likuifaksi dan satu titik di khususnya di RR-02 (yaitu Dolo Selatan) di mana material tanah longsor dari gunung-gunung telah dihanyutkan oleh aliran air melalui sungai. Beberapa ekskavator terus mengeluarkan material dari kanal sungai dan material itu disimpan di bahu jalan. Bahan-bahan ini harus dibuang dengan benar untuk menghindari limpasan, menghalangi drainase selama hujan. Lampiran 4 ESMF (ECOP, Bagian 5.5 - 5.8) memberikan pedoman dalam menangani bahan-bahan ini (mis. Puing-puing, bahan konstruksi, bekas material, pekerjaan tanah). Selain ketentuan tentang penanganan dan pembuangan bahan material, berdasarkan Bagian 5.2, juga diperlukan manajemen lalu lintas untuk mengangkut bahan-bahan ini, dan managemen keselamatan dan kesehatan bagi pekerja terutama resiko polusi debu di lokasi proyek. Penanganan dan pembuangan material, dan manajemen lalu lintas dimasukkan sebagai Klausul Lingkungan Khusus (Lampiran 6 ESMF, Bagian 1.17.2 Manajemen Lingkungan, hal 64-68). 9. Sosial. Kunjungan lapangan juga melakukan penilaian awal tentang kemungkinan dampak sosial dari pelaksanaan pekerjaan sipil di sepanjang paket jalan yang disebutkan di atas, terutama yang terkait dengan aspek pembebasan lahan, pemukiman kembali dan masyarakat adat. Dalam hal dampak sosial, tidak ada masalah pembebasan lahan atau pemukiman kembali untuk paket-paket yang diusulkan karena pekerjaan yang diusulkan berada di daerah ruang milik jalan (Rumija) yang ada dan tidak ada pelebaran perkerasan aspal,kecuali untuk pelebaran akses ke relokasi hunian tetap (Akses Huntap Pombewe), Untuk pelebaran Akses Huntap, CERC hanya membiayai pelebaran jalan akses yang telah ada yang menghubungkan jalan provinsi yang ada dengan pintu masuk utama lokasi hunian tetap dengan panjang jalan sekitar 4.050 m. Pelebaran Akses Huntap semuanya berada di tanah publik milik pemerintah daerah, kecuali sekitar 200m di dekat pintu masuk utama lokasi hunian tetap yang tanahnya dimiliki secara perorangan dan perlu dibebaskan. Karena desain teknis rinci untuk Akses Huntap masih dalam proses peninjauan, kemungkinan perubahan alinyemen akses dipertimbangkan yang dapat menyebabkan lebih banyak lahan perorangan yang akan terkena dampak. 10. Tidak ada dampak lain tentang lahan untuk pekerjaan yang diusulkan seperti pemindahan fisik bangunan rumah, kehilangan sumber pendapatan atau mata pencaharian lainnya. Di daerah-daerah yang terkena dampak likuifaksi, penyelidikan geoteknis sedang berlangsung untuk menilai rekonstruksi dapat dilakukan pada alinyemen jalan awal. Disain rinci akan disiapkan berdasarkan temuan geoteknik. 11. Berdasarkan kunjungan lapangan, lokasi jalan yang diusulkan di bawah CERC berada di daerah perkotaan dan pinggiran kota, dan wawancara dengan masyarakat setempat menunjukkan bahwa tidak 6 ada masyarakat adat di daerah tersebut. Informasi ini juga telah dicek silang dengan database Bank Dunia untuk masyarakat adat di Sulawesi Tengah. 12. Dalam RR-01 yang meliputi jalan nasional, bangunan di sepanjang bagian jalan yang terkena dampak gempa bumi dan tsunami telah ditinggalkan oleh pemiliknya. Kecuali di bagian Malonda - Ampera (Bagian no: 19, Gambar 2) yang tidak terlalu terpengaruh, aktivitas ekonomi telah kembali normal. 13. Untuk RR-02, semua kegiatan yang diusulkan akan dilakukan pada jaringan jalan lokal (provinsi dan kabupaten) dengan sebagian besar penduduk tinggal di samping jalan. Dengan demikian, akan ada interaksi antara masyarakat dan pekerja; pekerja untuk paket ini adalah lokal dan non-lokal. Adapun RR-01, interaksi pekerja dengan masyarakat untuk ruas jalan yang terkena dampak sangat kecil kemungkinannya karena masyarakat telah meninggalkan rumah-rumah mereka. Akibatnya, pekerjaan sipil pada paket RR-01 sebagian besar akan menggunakan pekerja non-lokal. Mempekerjakan pekerja dalam pekerjaan konstruksi akan memberikan prioritas kepada masyarakat lokal karena akan membantu mereka yang terkena dampak untuk mendapatkan penghasilan. IV. Lingkup ESMF yang Ada dan Penilaian Persyaratan Upaya Perlindungan 14. WINRIP telah menerapkan tiga kebijakan upaya perlindungan, yaitu OP 4.01 Penilaian Lingkungan; OP 4.11 Cagar Budaya; dan OP 4.12 Pemukiman Kembali. Proyek WINRIP telah memiliki ESMF dan LARPF (Kerangka Kerja Kebijakan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali) yang telah disetujui dan dipublikasikan di website Bank Dunia dan PMU. 15. Penilaian Lingkungan OP 4.01 - Berdasarkan kunjungan lapangan dan kesepakatan awal tentang langkah-langkah yang harus diambil, semua pekerjaan sipil yang diusulkan dicakup dalam ESMF yang ada. Mirip dengan WINRIP, dampak potensial dari sub proyek yang diusulkan sebagian besar akan dikaitkan dengan kegiatan konstruksi. Dampak sebagian besar akan spesifik lokasi terjadi terutama di sepanjang jalan dan jembatan yang dipilih. Beberapa dampak juga dapat terjadi di lokasi di luar lokasi seperti di quarry atau tempat pembuangan limbah. Dampak potensial ini kemungkinan tidak mengarah pada dampak kumulatif dan / atau terimbas pada habitat alami atau habitat alami kritis. Oleh karena itu, sesuai dengan Penilaian Lingkungan OP4.01, RR-01 dan RR-02 yang diusulkan dikategorikan sebagai kriteria "B". Berdasarkan penyaringan awal sub proyek ini, Paket No.RR-01 (jalan eksisting) telah dilengkapi Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH). Sementara itu satu segmen pada paket RR-02: yaitu Biromaru-Palolo telah memiliki dokumen UKL-UPL, sedangkan untuk segmen lainnya pada paket RR-02: Palupi-Bangga-Simoro, Likufaksi Sibulaya, dan Akses Huntap Pombewe masih dalam proses penyiapan DPLH (Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup). Semua instrumen merupakan persyaratan sesuai dengan peraturan Pemerintah Indonesia. Adapun Bank Dunia, dampak lingkungan sub-proyek akan diatasi dengan menerapkan seperangkat Kode Praktek Lingkungan (ECOP) komprehensif yang terkandung dalam Lampiran 4 ESMF. ECOP harus dilengkapi oleh kontraktor sebagai program kontraktor dalam perencanaan pengelolaan lingkungan dan sosial (C-ESMP atau RKPPL) yang dikirim kepada PMU untuk diteruskan kepada Bank Dunia untuk diperiksa. 16. Cagar Budaya OP 4.11 - kesempatan menemukan prosedur untuk cagar budaya terdapat di ESMF (lihat Bagian 5.14 halaman 58). Prosedur penemuan ini tidak mencakup jika mayat ditemukan 7 selama pekerjaan rekonstruksi, mis. pekerjaan penggalian pada bagian area terkena likuifaksi. Dalam hal demikian, kontraktor harus menghentikan pekerjaan dan memberitahu pemerintah daerah (tingkat desa atau kecamatan) yang kemudian akan berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan kantor polisi. BPBD dan polisi kemudian akan mengevakuasi mayat kemudian melakukan otopsi yang diperlukan (mis. visum et repertum). Jika korban diidentifikasi, keluarga atau kerabat akan diberitahu, dan upacara pemakaman akan diatur oleh pemerintah desa atau kecamatan. Jika identifikasi tidak memungkinkan atau keluarga dan kerabat tidak dapat ditemukan, pemerintah kecamatan atau desa akan mengatur upacara pemakaman dan mengubur jenazah di pemakaman lokal terdekat. 17. Pemukiman Kembali OP 4.12 - Mengingat pekerjaan yang diusulkan hanya akan berada di Rumija yang ada dan tidak ada pelebaran dalam pekerjaan perkerasan aspal, persiapan dokumen Rencana Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP) tidak diperlukan, termasuk di bagian Kalukubula - Kalawara di mana likuifaksi terjadi. Dokumen LARAP akan disiapkan untuk membebaskan sekitar 200 m dari tanah perorangan menjelang pintu masuk utama lokasi hunian tetap (Akses Huntap Pombewe). Dalam hal ada perubahan alinyemen lain pada jalan yang diusulkan, dokumen LARAP juga akan disiapkan sesuai dengan Kerangka Kebijakan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARPF) proyek yang telah ada (bagian II halaman 21 dari ESMF yang telah ada). LARAP harus disusun dan disetujui sebelum pembebasan lahan atau dampak terkait OP 4.12 lainnya terjadi dan bahwa warga yang terkena dampak harus diberi kompensasi sesuai hasil analisis dampak pemukiman kembali di OP 4.12 sebelum pelaksanaan kegiatan konstruksi dimulai. 18. Berdasarkan kunjungan lapangan, CERC tidak perlu menerapkan kebijakan perlindungan baru; tidak ada Masyarakat Adat di lokasi proyek (OP 4.10) dan proyek jalan yang diusulkan tidak berlokasi di kawasan konservasi atau dekat dengan kawasan lindung (Habitat Alami OP4.04). 19. Semua ketentuan penting yang relevan untuk pengelolaan lingkungan dan sosial sudah terkandung dalam ESMF WINRIP dan akan tetap sepenuhnya berlaku untuk CERC. ESMF menetapkan prinsip, persyaratan, prosedur, dan pengaturan kelembagaan dari manajemen perlindungan lingkungan dan sosial WINRIP, termasuk Komponen 4, mis. Kontinjensi untuk Tanggap Bencana. ESMF mencakup Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Kode Praktik Lingkungan (ECOP) dan Kerangka Kerja Kebijakan Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARPF). Ini mencakup persyaratan dan prosedur untuk menyaring, mengidentifikasi potensi dampak lingkungan dan sosial, untuk menentukan instrumen perlindungan yang tepat untuk mengatasi dampak potensial, untuk mempersiapkan instrumen perlindungan, mekanisme penanganan keluhan (GRM), publikasi, pemantauan, dan strategi peningkatan kapasitas. Ini termasuk template dan format untuk melakukan kegiatan ini. 20. Selain ESMF yang ada, tambahan ini mencakup Lingkungan, Sosial, Kesehatan dan Keselamatan (ESHS), masuknya tenaga kerja dan Kekerasan Berbasis Gender (GBV), dan ketentuan kekerasan terhadap anak-anak (VAC) (Lampiran 2 dan 3). Masalah masuknya tenaga kerja dan GBV / VAC mungkin perlu dinilai ketika pekerjaan sipil yang diusulkan berlokasi di daerah-daerah berpenduduk asli setempat dan dimana tenaga kerja non-lokal kemungkinan akan dimobilisasi. Penilaian terhadap masuknya tenaga kerja dan GBV akan menjadi bagian dari proses ESIA dan akan dimasukkan dalam dokumen ESMP, termasuk langkah-langkah manajemen masuknya tenaga kerja dan rencana lain yang diperlukan. 8 21. Pekerja yang dipekerjakan untuk pekerjaan sipil atau pekerjaan lain harus menandatangani kode perilaku pekerja/ tatatertib pekerja (Lampiran 2), yang mencakup masalah-masalah seperti mencegah kekerasan berbasis gender, serta kekerasan dan pelecehan seksual. Selain itu, dilarang dalam pekerjaan konstruksi atau penggunaan barang dan peralatan yang melibatkan kerja paksa atau pekerja anak. 22. Mekanisme Penanganan Keluhan akan dibentuk dan akan dipastikan mencakup saluran yang menerima pengaduan terkait masalah pekerja. 23. Konsultasi untuk addendum telah dilaksanakan di 2 (dua) lokasi dan peserta yang berbeda. Konsultasi pertama dengan para pemangku kepentingan pemerintah daerah dilakukan pada 28 Januari 2019; ini berlangsung di kantor BPJN XIV dan dihadiri oleh 27 peserta termasuk kepala lembaga pemerintah daerah dan staf dari BPJN XIV, Satker Provinsi, Bappeda, Sekretaris Bupati, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Lingkungan hIDUP Kabupaten Sigi, Kabupaten Kabupaten Donggala dan Provinsi Sulawesi Tengah. Konsultasi kedua, mengundang para tokoh masyarakat dan para Camat dan Kepala Desa diadakan pada tanggal 29 Januari 2019 di Sekolah Kejuruan di Kabupaten Sigi, dihadiri oleh 63 peserta. Risalah pertemuan dari kedua konsultasi tersebut dengan daftar hadir disediakan dalam Konsep Adendum WINRIP ESMF untuk CERC telah diunggah di http://www.winrip-ibrd.com/id/ sebelum konsultasi. Dokumen akhir akan diungkapkan kembali sebelum pelaksanaan kegiatan CERC. V. Proses Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial 24. Ketika komponen CERC digunakan, Kementerian PUPR akan melakukan langkah-langkah berikut: • Langkah 1: Aplikasi Formulir Penyaringan Lingkungan dan Sosial. ESMF mencakup sebuah formulir untuk menyaring sub-proyek dari asepek Lingkungan dan Sosial (Lihat gambar 4.2 dari ESMF). Formulir ini akan digunakan juga untuk sub proyek CERC. Mengingat bahwa tujuan CERC adalah untuk mendukung kegiatan darurat (18 bulan), kegiatan atau sub proyek dengan masalah pemukiman kembali akan dihindari. • Langkah 2: Identifikasi masalah lingkungan dan sosial dan persiapan rencana mitigasi. Berdasarkan hasil dari Langkah 1, PIU (BPJN XIV) akan menyiapkan dokumen LARAP, dokumen lingkungan(lihat Bagian 4.5 dari ESMF WINRIP yaitu, kriteria untuk instrumen perlindungan lingkungan dan sosial untuk sub proyek CERC) yang menggambarkan pekerjaan / kegiatan dan langkah-langkah mitigasi harus dilakukan selama desain rinci, penawaran/kontrak, perbaikan/restorasi, dan rencana pasca konstruksi, mempertimbangkan besarnya, ruang lingkup, dan sifat darurat. Kontraktor akan diminta untuk memastikan bahwa semua pekerjaan aman dari dampak potensial yang signifikan dari kegiatan konstruksi dan semua limbah berbahaya dikelola dengan aman dan tepat selama pelaksanaan proyek. Konsultasi dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat akan dilakukan selama tahap ini. Jika terdapat pembebasan lahan, LARAP akan disiapkan melalui konsultasi antara Pemerintah Daerah denganSpesialis Pemukiman Kembali dari Bank Dunia (WB), dengan mempertimbangkan fleksibilitas untuk kasus darurat dalam hal proses dan waktu, tetapi bukan dalam hal substansi penerapan persyaratan kebijakan. Ketika LARAP diperlukan, LARAP harus disediakan dan disetujui sebelum pembebasan lahan atau dampak terkait OP 4.12 lainnya terjadi dan bahwa penduduk yang terkena 9 dampak harus diberi kompensasi sesuai hasil analisis dampak menurut OP 4.12 sebelum pelaksanaan kegiatan. • Langkah 3: Persetujuan Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia. Dokumen lingkungan (AMDAL, UKL- UPL, DELH, DPLH, LARAP) akan dinyatakan persetujuannya oleh Bank Dunia (sebelum atau sesudah) sebagaimana disepakati serta disetujui oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah untuk instrumen pengelolaan lingkungan. Penyiapan dokumen UKL-UPL dan DPLH akan mencakup masalah-masalah tentang Lingkungan, Sosial, Kesehatan dan Kesehatan Kerja (ESHS), masuknya Tenaga Kerja, GBV, dan VAC. Dokumen-dokumen tersebut akan diserahkan kepada Bank untuk mendapatkan persetujuan sebelum diajukan ke lembaga pemerintah terkait untuk mendapatkan persetujuan. LARAP akan disampaikan ke Bank untuk mendapat persetujuan dan akan diimplementasikan sebelum pekerjaan fisik. • Langkah 4: Implementasi dan Monitoring & Evaluasi. ESMP, UKL-UPL, DPLH, LARAP yang disetujui akan dilaksanakan sesuai dengan pengaturan implementasi yang disepakati. Satker BPJN XIV akan memantau implementasi di lapangan dan melaporkan hasilnya ke PMU.Laporan pemantauan LARAP akan diserahkan ke Bank untuk diperiksa. Pekerjaan konstruksi akan dilakukan setelah implementasi LARAP selesai. • Langkah 5: Penyempurnaan dan Evaluasi. Setelah proyek CERC selesai, PMU akan memantau dan mengevaluasi hasilnya sebelum menutup kontrak. Segala masalah yang tertunda dan/atau keluhan harus diselesaikan sebelum proyek dianggap selesai sepenuhnya. PMU akan menyerahkan laporan penyelesaian yang menjelaskan kepatuhan kinerja upaya perlindungan dan menyerahkannya kepada Bank Dunia jika diperlukan. VI. Pengaturan Kelembagaan untuk Implementasi Proyek 25. Struktur manajemen proyek WINRIP saat ini akan tetap sama untuk pelaksanaan kegiatan CERC. Direktorat Jenderal Bina Marga yang memiliki pengalaman luas dalam mengelola proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam akan terus menjadi badan pelaksana. Direktorat Jaringan Pengembangan Jalan (dulu Direktorat Perencanaan) di bawah Bina Marga berfungsi sebagai Unit Manajemen Proyek (PMU) yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan tindakan-tindakan dalam ESMF ini. CTC WINRIP ditugaskan untuk mendukung PMU dalam memenuhi tanggung jawabnya. Dengan aktivasi CERC, ruang lingkup layanan CTC dan konsultan pengawasan (CSC) akan diperluas untuk mencakup Provinsi Sulawesi Tengah. Di tingkat daerah, BPJN XIV sebagai PIU akan bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek. 26. Jenis dokumen penawaran standar adalah “Simplified Design”. Dokumen penawaran standar akan menggunakan versi Oktober 2017 di mana ketentuan Lingkungan, Sosial, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (ESHS) telah dimasukkan (Lampiran 1). Selain itu, dokumen penawaran akan mencakup persyaratan untuk mengimplementasikan rekomendasi ESMP (disusun berdasarkan ECOP), UKL-UPL, DPLH, DELH, dan LARAP, dan / atau instrumen perlindungan lainnya yang relevan, untuk dilaksanakan selama konstruksi dengan dukungan anggaran yang memadai. 27. CERC akan diimplementasikan menggunakan struktur organisasi WINRIP yang ada yang disajikan di bawah ini. 10 ORGANIZATION CHART WESTERN INDONESIA ROADS IMPROVEMENT PROJECT (WINRIP) – PALU DISASTER RECOVERY WORKS STEERING COMMITTEE BAPPENAS MINISTRY OF FINANCE GOVERNOR WORLD BANK MINISTRY OF PUBLIC WORKS & HOUSING DIRECTORATE GENERAL OF SATGAS PELAKSANA HIGHWAYS PENANGGULANGAN (EXC.AGENCY / EMPLOYER) BENCANA PASCA GEMPA TECHNICAL & & TSUNAMI PALU FINANCIAL AUDIT CONSULTANT (TFAC) PROJECT PROJECT REGIONAL PIU LOCAL MANAGEMENT UNIT IMPLEMENTATION (PMU) UNIT (PIU) BPJN-XIV PALU AGENCIES SATKER of PAP2PHLN OIC PMU OIC PIU SATKER of DESIGN SATKER OF CIVIL WORKS UNIT KERJA & SUPERVISION (PROJECT MANAGER) PENGADAAN BARANG (P2JN) KPA/KPB JASA (UKPBJ) PPK of Civil Works (SUBPROJECT MANAGER) EMPLOYER REPRESENTATIVE POKJA PEMILIHAN CONSTRUCTION (Procurement Committee) CTC SUPERVISION TEAM LEADER CONSULTANT ENGINEER PPT SITE SUPERV.ENG. ENGINEER ASSISTANT IQA CONTRACTOR Delegation Delegation of of Command Command Coordination Coordination Contractual Contractual Authority Authority Gambar 4. Struktur Organisasi Proyek WINRIP VII. Jadwal untuk Persiapan dan Implementasi 28. BPJN XIV, didukung oleh CTC-WINRIP akan menyiapkan dokumen upaya perlindungan untuk kegiatan CERC ini. Pada paket RR2 yaitu ruas jalan Biromaru-Palolo telah dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL pada Februari 2019, kecuali Palupi-Bangga-Simoro, likuifaksi Sibulaya, dan akses Huntap Pombewe yang akan disiapkan secara paralel dengan pekerjaan sipil. Dokumen LARAP untuk Akses Huntap Pombewe dan dokumen LARAP lain yang dipersyaratkan akan disiapkan setelah desain final siap. Kedua instrumen ESS akan disiapkan secara paralel dengan persiapan desain teknik rinci atau desain konsep (tergantung pada jenis dokumen penawaran) untuk mengintegrasikan aspek perlindungan ke dalam desain. Setelah kontraktor dipilih, kontraktor harus menyerahkan RKPPL (C- ESMP) ke PMU. Bank Dunia akan memeriksa RKPPL dan memberikan persetujuan sebelum kontraktor dapat memulai pekerjaan. Jika ada realinyemen jalan akibat likuifaksi dan pembebasan lahan diperlukan, kontraktor tidak akan mulai bekerja sebelum konsultasi, publikasi LARAP dan pembayaran kompensasi dilakukan. 11 2019 2020 2021 PIC No. DESCRIPTIONS January February March April M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M REMARKS Date → 2 7 14 21 28 4 11 18 25 4 11 18 25 1 8 15 22 29 A PROCUREMENT OF CONSTRUCTION SUPERVISION CSLT (CSC) 1 Establishement of Procurement Committee Satker 2 Preparation of TOR & RFP (Request for Proposal) CTC 3 NOL TOR of CSC 4 Procurement Announcement Committee 5 Issued REoI (Request for Expresion of Interest) in UNDB Committee 6 Preparation of Final RFP of CSC CTC 7 Procurement of CSC (see detail in Table: TA-QCBS method) Committee 8 Implementation of definitive CSC CSC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 B PROCUREMENT OF P# RR-01 & P# RR-02 1 Simplified Design (GS; PS; Drawing; BOQ & EE) P2JN 2 ESS & RS Design integration CTC 3 Detail Engineering Design P2JN 4 Review Design KIAT 5 Preparation of SBD of Civil Works CTC 6 NOL of Design of Civil Works WB 7 Preparation of Civil Works Bid Document : (ITB; GCC; PCC; OE) Committee 8 Procurement of P#RR-01 & P#RR-02 (see detail in Table: CW) Committee 9 NOL of Draft of Civil Works Contract > 100 million Rp by MPWH PMU/PIU 10 Implementation of P#RR-01 & P#RR-02 Contrator 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 11 Field Engineering Contrator Gambar 5. Jadwal Waktu Pekerjaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jalan Pasca Gempa dan Tsunami di Sulawesi Tengah dan Persiapan Instrumen Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial 12 Lampiran 1. Daftar Bagian-Bagian dari Dokumen Penawaran dimana Ketentuan Lingkungan, Sosial, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (ESHS) akan dimasukkan. Note: Small works means the contract is less than US$10 Million, if more than US$10 Million, the column “Works” provision applies; OPBRC is Output and Performance-Based Road Contracts 13 14 Lampiran 2. Tambahan Pedoman tentang Masuknya Pekerja dan Kekerasan Berbasis Gender (GBV) dan Kekerasan terhadap Anak (VAC) Masuknya Tenaga Kerja Lampiran ini memberikan panduan tentang masuknya tenaga kerja, GBV dan VAC. Ini akan diterapkan pada semua sub proyek pekerjaan yang akan dilakukan sebagai bagian dari Komponen 4 dari Komponen Darurat WINRIP. Konstruksi pekerjaan sipil seringkali membutuhkan tenaga kerja dan barang serta jasa terkait yang tidak dapat sepenuhnya dipasok secara lokal karena beberapa alasan, di antaranya tidak tersedianya pekerja dan kurangnya keterampilan dan kapasitas teknis. Dalam kasus seperti itu, angkatan kerja (total atau sebagian) perlu didatangkan dari luar area proyek. Dalam banyak kasus, masuknya ini diperparah oleh masuknya orang lain ("pengikut") yang mengikuti tenaga kerja yang masuk dengan tujuan menjual barang dan jasa, atau dalam mengejar pekerjaan atau peluang bisnis. Migrasi cepat ke dan penyelesaian pekerja dan pengikut di wilayah proyek disebut masuknya tenaga kerja, dan dalam kondisi tertentu, itu dapat mempengaruhi area proyek secara negatif dalam hal infrastruktur publik, utilitas, perumahan, pengelolaan sumber daya berkelanjutan dan dinamika sosial. Panduan ini mencakup masuknya tenaga kerja sementara, berbeda dengan migrasi pekerja jangka panjang atau permanen. Masuknya pekerja dan pengikut dapat menyebabkan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan pada komunitas lokal, terutama jika komunitas itu pedesaan, terpencil atau kecil. Dampak negatif tersebut dapat mencakup peningkatan permintaan dan persaingan untuk layanan sosial dan kesehatan setempat, serta untuk barang dan jasa, yang dapat menyebabkan kenaikan harga dan berkerumunnya konsumen lokal, peningkatan volume lalu lintas dan risiko kecelakaan yang lebih tinggi, peningkatan permintaan akan ekosistem dan sumber daya alam, konflik sosial di dalam dan di antara masyarakat, peningkatan risiko penyebaran penyakit menular, dan meningkatnya tingkat perilaku terlarang dan kejahatan. Dampak buruk semacam itu biasanya diperkuat oleh kapasitas rendah di tingkat lokal untuk mengelola dan menyerap tenaga kerja yang masuk, dan khususnya ketika pekerjaan sipil dilakukan di, atau dekat, masyarakat rentan dan dalam situasi berisiko tinggi lainnya. Sementara banyak dari dampak potensial ini dapat diidentifikasi dalam Analisis Dampak Lingkungan dan Sosial proyek (ESIA), dampak tersebut hanya diketahui sepenuhnya setelah kontraktor ditunjuk dan memutuskan untuk mencari sumber tenaga kerja yang diperlukan. Ini berarti bahwa tidak semua risiko dan dampak spesifik dapat sepenuhnya dinilai sebelum pelaksanaan proyek, dan yang lainnya dapat muncul saat proyek berlangsung. Dengan demikian, langkah-langkah yang ditetapkan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial proyek (ESMP) untuk mengatasi masalah seperti itu kadang-kadang mungkin tidak cukup. Oleh karena itu penting untuk mengembangkan langkah-langkah spesifik lokasi sebelum kontraktor mulai bekerja dan memperbaruinya seperlunya untuk mencerminkan perkembangan proyek. Secara keseluruhan, pemantauan yang memadai dan manajemen adaptif dari dampak potensial dari masuknya tenaga kerja adalah kunci untuk mengatasinya dengan benar dan mengurangi risiko. Masuknya tenaga kerja untuk pekerjaan konstruksi dapat menyebabkan berbagai risiko dan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan. Daftar di bawah ini memberikan ringkasan tentang dampak sosial dan lingkungan yang merugikan tetapi tidak lengkap. Sementara banyak dari dampak ini mungkin sudah ada atau mungkin terjadi terlepas dari masuknya tenaga kerja, mereka cenderung diperburuk olehnya. Jenis dan tingkat dampak aktual sangat bervariasi tergantung pada karakteristik proyek, masyarakat dan 15 tenaga kerja yang masuk. Ini termasuk dampak dari kamp pekerja. Mungkin sulit untuk memisahkan beberapa dampak dari faktor-faktor yang tidak terkait dengan proyek, khususnya jika area proyek mengalami perubahan sosial, ekonomi dan budaya yang lebih luas selama periode proyek, yang mungkin sulit untuk dinilai atau diprediksi sebagai bagian dari ESIA. Daftar di bawah ini menunjukkan kategori umum risiko sosial yang terkait dengan masuknya tenaga kerja:  Risiko konflik sosial: Konflik dapat timbul antara komunitas lokal dan pekerja konstruksi, yang mungkin terkait dengan perbedaan agama, budaya atau etnis, atau berdasarkan persaingan untuk sumber daya lokal. Ketegangan juga dapat muncul antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam angkatan kerja, dan konflik yang sudah ada sebelumnya di masyarakat setempat dapat diperburuk. Konflik etnis dan regional dapat diperburuk jika pekerja dari satu kelompok pindah ke wilayah yang lain.  Meningkatnya risiko perilaku terlarang dan kejahatan: Masuknya pekerja dan penyedia layanan ke masyarakat dapat meningkatkan tingkat kejahatan dan / atau persepsi ketidakamanan oleh masyarakat setempat. Tingkah laku atau kejahatan ilegal tersebut dapat termasuk pencurian, penyerangan fisik, penyalahgunaan obat-obatan, pelacuran dan perdagangan manusia. Penegakan hukum lokal mungkin tidak dilengkapi dengan cukup untuk menghadapi peningkatan sementara populasi lokal  Masuknya populasi tambahan (“pengikut”): Terutama dalam proyek-proyek dengan jejak kaki yang besar dan / atau jangka waktu yang lebih lama, orang-orang dapat bermigrasi ke area proyek selain dari angkatan kerja, sehingga memperburuk masalah masuknya tenaga kerja. Mereka dapat berupa orang-orang yang berharap mendapatkan pekerjaan dengan proyek, anggota keluarga pekerja, serta pedagang, pemasok, dan penyedia layanan lainnya (termasuk pekerja seks), terutama di daerah-daerah di mana kapasitas lokal untuk menyediakan barang dan jasa terbatas.  Dampak pada dinamika komunitas: Tergantung pada jumlah pekerja yang masuk dan keterlibatan mereka dengan komunitas tuan rumah, komposisi komunitas lokal, dan dengan itu dinamika komunitas, dapat berubah secara signifikan. Konflik sosial yang sudah ada sebelumnya dapat meningkat sebagai akibat dari perubahan tersebut.  Meningkatnya beban dan persaingan untuk penyediaan layanan publik: Kehadiran pekerja konstruksi dan penyedia layanan (dan dalam beberapa kasus anggota keluarga dari salah satu atau keduanya) dapat menghasilkan permintaan tambahan untuk penyediaan layanan publik, seperti air, listrik, layanan medis , transportasi, pendidikan dan layanan sosial. Ini khususnya terjadi ketika masuknya pekerja tidak diakomodasi oleh sistem pasokan tambahan atau terpisah.  Meningkatnya risiko penyakit menular dan beban pada layanan kesehatan lokal: Masuknya orang dapat membawa penyakit menular ke wilayah proyek, termasuk penyakit menular seksual (PMS), atau pekerja yang masuk dapat terpapar penyakit yang memiliki resistensi rendah. Ini dapat mengakibatkan beban tambahan pada sumber daya kesehatan lokal. Pekerja dengan masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyalahgunaan zat, masalah mental atau IMS mungkin tidak ingin 16 mengunjungi fasilitas medis proyek dan sebaliknya pergi secara anonim ke penyedia medis lokal, sehingga menempatkan sumber daya lokal lebih jauh. Fasilitas kesehatan dan penyelamatan lokal juga mungkin kewalahan dan / atau tidak diperlengkapi untuk mengatasi kecelakaan industri yang dapat terjadi di lokasi konstruksi besar  Kekerasan berbasis gender: Pekerja konstruksi didominasi oleh laki-laki yang lebih muda. Mereka yang jauh dari rumah untuk pekerjaan konstruksi biasanya terpisah dari keluarga mereka dan bertindak di luar lingkup kontrol sosial mereka yang normal. Hal ini dapat menyebabkan perilaku yang tidak pantas dan kriminal, seperti pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, hubungan seksual yang eksploitatif, dan hubungan seksual terlarang dengan anak di bawah umur dari komunitas lokal. Gelombang besar pekerja laki-laki juga dapat menyebabkan peningkatan hubungan seksual yang eksploitatif dan perdagangan manusia di mana perempuan dan anak perempuan dipaksa masuk ke dalam pekerjaan seks.  Pekerja anak dan putus sekolah. Meningkatnya peluang bagi komunitas tuan rumah untuk menjual barang dan jasa kepada pekerja yang masuk dapat menyebabkan pekerja anak memproduksi dan mengirimkan barang dan jasa ini, yang pada gilirannya dapat menyebabkan peningkatan putus sekolah.  Inflasi harga lokal: Peningkatan permintaan barang dan jasa yang signifikan karena masuknya tenaga kerja dapat menyebabkan kenaikan harga lokal dan / atau keluar dari konsumen masyarakat  Meningkatnya tekanan pada akomodasi dan sewa: Bergantung pada pendapatan pekerja proyek dan bentuk akomodasi yang disediakan, mungkin ada peningkatan permintaan untuk akomodasi, yang sekali lagi dapat menyebabkan kenaikan harga dan berkerumunnya penduduk lokal  Peningkatan lalu lintas dan kecelakaan terkait: Pengiriman pasokan untuk pekerja konstruksi dan transportasi pekerja dapat menyebabkan peningkatan lalu lintas, peningkatan kecelakaan, serta beban tambahan pada infrastruktur transportasi. Dampak lingkungan yang tercantum di bawah ini cenderung lebih relevan untuk proyek yang membutuhkan tenaga kerja lebih besar, yang menghasilkan jejak proyek yang lebih besar:  Tempat pembuangan limbah dan tempat pembuangan limbah ilegal yang tidak memadai : Populasi pekerja yang besar menghasilkan peningkatan jumlah limbah, yang tidak ada kapasitas pengelolaan limbah lokal yang memadai, yang kemungkinan akan mengarah pada praktik pembuangan yang tidak tepat.  Pembuangan air limbah: Kegiatan terkait proyek, bersama dengan kamp pekerja, dan kurangnya pembuangan air limbah yang tepat dapat mencemari sumber daya air terdekat. Risiko kesehatan yang 17 besar dapat terjadi jika lubang kakus tumpah ke aliran lokal yang digunakan untuk air minum oleh masyarakat setempat.  Meningkatnya permintaan akan sumber daya air tawar : Penyediaan air minum bersih dan air untuk keperluan kebersihan dapat menghasilkan peningkatan tekanan pada sumber daya air tawar di area proyek atau lokasi perkemahan.  Penggunaan lahan terkait kamp, jalan akses, kebisingan dan lampu: Di daerah yang sensitif secara ekologis, kamp pekerja dapat berdampak pada satwa liar setempat. Ini mungkin termasuk gangguan spesies, serta perburuan ilegal. Dalam konteks yang sama, rute akses baru untuk kamp pekerja mungkin berdampak pada habitat alami.  Meningkatnya deforestasi, degradasi ekosistem, dan hilangnya spesies: Ini dapat terjadi akibat konversi hutan atau lahan untuk perumahan pekerja dan kegiatan subsisten pertanian pekerja.  Meningkatnya penggunaan / permintaan akan sumber daya alam : Ini dapat mencakup penebangan untuk konstruksi, pengumpulan kayu bakar, penggunaan sumber daya air, pertanian dan penggembalaan, perburuan dan penangkapan ikan, perdagangan spesies langka, potensi pengenalan spesies invasif atau non-asli, dan degradasi lahan. Prinsip-prinsip utama untuk menilai dan mengelola risiko dampak buruk terhadap masyarakat yang mungkin diakibatkan oleh masuknya tenaga kerja sementara proyek adalah sebagai berikut:  Mengurangi masuknya tenaga kerja dengan memanfaatkan tenaga kerja lokal . Langkah mitigasi yang paling efektif terhadap masuknya tenaga kerja adalah dengan menghindari atau menguranginya. Bergantung pada ukuran dan tingkat keterampilan tenaga kerja lokal, bagian dari pekerja yang dibutuhkan untuk proyek dapat direkrut secara lokal. Ini umumnya lebih mudah bagi pekerja tidak terampil, sementara staf yang lebih khusus (biasanya diperlukan dalam jumlah yang lebih kecil) sering akan dipekerjakan dari tempat lain. Bergantung pada persyaratan proyek dan tingkat keterampilan mereka, dimungkinkan untuk melatih pekerja lokal dalam jangka waktu yang wajar untuk memenuhi persyaratan proyek. Ini mungkin lebih mungkin jika staf terlatih seperti itu diperlukan setelah itu untuk operasi dan pemeliharaan infrastruktur baru.  Menilai dan mengelola risiko masuknya tenaga kerja berdasarkan instrumen yang tepat Penilaian dan pengelolaan masuknya pekerja harus didasarkan pada risiko yang diidentifikasi dalam ESIA. Bergantung pada faktor-faktor risiko dan levelnya, instrumen mitigasi yang tepat perlu dikembangkan, yaitu dokumen ESMP, termasuk rencana manajemen pemasukan tenaga kerja dan rencana manajemen kamp pekerja (jika diperlukan). Faktor-faktor risiko yang perlu dipertimbangkan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal berikut: (i) kapasitas kelembagaan yang lemah dari lembaga pelaksana; (ii) keberadaan kontraktor yang dominan tanpa kebijakan manajemen dan kesehatan dan keselamatan pekerja yang kuat; (iii) volume tinggi masuknya tenaga kerja yang diantisipasi; (iv) konflik atau ketegangan sosial yang sudah ada sebelumnya; (v) penegakan hukum lokal yang lemah, dan (vi) prevalensi kekerasan berbasis gender3 dan norma-norma sosial terhadapnya di masyarakat; (vii) prevalensi lokal anak dan kerja paksa.  Memasukkan langkah-langkah mitigasi sosial dan lingkungan ke dalam kontrak pekerjaan sipil . Sebagian besar dampak buruk dari masuknya tenaga kerja hanya dapat dikurangi oleh kontraktor yang ditugaskan oleh Peminjam untuk melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu sangat penting bahwa 18 tanggung jawab untuk mengelola dampak negatif ini jelas tercermin sebagai kewajiban kontrak, dengan mekanisme yang tepat untuk mengatasi ketidakpatuhan. Rencana Manajemen Masuknya Tenaga Kerja membahas kegiatan spesifik yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak pada masyarakat setempat, termasuk elemen-elemen seperti kode perilaku pekerja, program pelatihan tentang HIV/AIDS, dll. Rencana Manajemen Kamp Buruh membahas aspek- aspek spesifik dari pembangunan dan pengoperasian basecamp pekerja. Kekerasan Berbasis Gender Kekerasan berbasis gender adalah istilah umum untuk tindakan berbahaya apa pun yang dilakukan terhadap kehendak seseorang, dan itu disebabkan oleh perbedaan kekuatan antara orang-orang dari jenis kelamin yang berbeda, yaitu antara laki-laki dan perempuan dan orang-orang dari jenis kelamin dan identitas seksual lainnya. Perempuan dan anak perempuan lebih sering terkena dampak kekerasan berbasis gender karena status bawahan perempuan di banyak masyarakat, diskriminasi terhadap mereka dan kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap kekerasan. Kekerasan berbasis gender memiliki banyak bentuk, termasuk pelecehan seksual, fisik, dan psikologis. Sebuah Kode Perilaku dan Rencana Tindakan untuk pencegahan Kekerasan Berbasis Gender (GBV) dan Kekerasan terhadap Anak-anak (VAC) akan dikembangkan untuk proyek dan itu merupakan persyaratan kontrak dari konsultan dan kontraktor untuk mengadopsi ini sebagai Kode Perilaku minimum. , dan untuk sepenuhnya mengimplementasikan rencana aksi. Kode Etik GBV dan VAC diperlukan untuk memfasilitasi lingkungan kerja yang menghormati dan untuk membantu pekerja berinteraksi dengan masyarakat dengan cara yang menghormati budaya dan mematuhi hukum dan kebiasaan setempat. 19 KODE ETIK Kode etik yang memuaskan akan berisi kewajiban pada semua staf proyek (termasuk sub-kontraktor dan pekerja harian) yang cocok untuk mengatasi masalah-masalah berikut, minimal. Kewajiban tambahan dapat ditambahkan untuk menanggapi masalah khusus di kawasan, lokasi dan sektor proyek atau persyaratan proyek tertentu. Masalah yang akan diatasi meliputi: 1. Kepatuhan dengan hukum, aturan, dan peraturan yurisdiksi yang berlaku 2. Kepatuhan terhadap persyaratan kesehatan dan keselamatan yang berlaku (termasuk mengenakan alat pelindung diri yang ditentukan, mencegah kecelakaan yang dapat dihindari dan tugas untuk melaporkan kondisi atau praktik yang menimbulkan bahaya keselamatan atau mengancam lingkungan) 3. Penggunaan zat ilegal 4. Non-Diskriminasi (misalnya berdasarkan status keluarga, etnis, ras, jenis kelamin, agama, bahasa, status perkawinan, kelahiran, usia, cacat, atau keyakinan politik) 5. Interaksi dengan anggota masyarakat (misalnya untuk menyampaikan sikap hormat dan non- diskriminasi) 6. Pelecehan seksual (misalnya untuk melarang penggunaan bahasa atau perilaku, khususnya terhadap wanita atau anak-anak, yang tidak pantas, melecehkan, kasar, provokatif secara seksual, merendahkan martabat atau tidak pantas secara budaya) 7. Kekerasan atau eksploitasi (misalnya larangan pertukaran uang, pekerjaan, barang, atau layanan untuk seks, termasuk bantuan seksual atau bentuk lain dari perilaku yang memalukan, merendahkan, atau eksploitatif) 8. Perlindungan anak (termasuk larangan terhadap pelecehan, kekotoran, atau perilaku yang tidak dapat diterima dengan anak-anak, membatasi interaksi dengan anak-anak, dan memastikan keselamatan mereka di bidang proyek) 9. Persyaratan sanitasi (misalnya, untuk memastikan pekerja menggunakan fasilitas sanitasi tertentu yang disediakan oleh majikan mereka dan tidak membuka area) 10. Menghindari konflik kepentingan (sedemikian rupa sehingga manfaat, kontrak, atau pekerjaan, atau segala jenis perlakuan istimewa atau bantuan, tidak diberikan kepada siapa pun yang memiliki hubungan keuangan, keluarga, atau pribadi) 11. Menghormati instruksi kerja yang wajar (termasuk mengenai norma-norma lingkungan dan sosial) 12. Perlindungan dan penggunaan properti yang tepat (misalnya, untuk mencegah pencurian, kecerobohan, atau pemborosan) 13. Bertugas melaporkan pelanggaran Kode Etik ini 14. Non-pembalasan terhadap pekerja yang melaporkan pelanggaran Pedoman, jika laporan itu dibuat dengan itikad baik. Kode Etik harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan ditandatangani oleh setiap pekerja untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki: • menerima salinan kode; • sudahkah kode dijelaskan kepada mereka; • mengakui bahwa kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku ini adalah suatu kondisi kerja; dan 20 • memahami bahwa pelanggaran Kode Etik dapat mengakibatkan konsekuensi serius, hingga dan termasuk pemecatan, atau rujukan ke otoritas hukum. Penilaian arus masuk tenaga kerja dan GBV / VAC akan menjadi bagian dari ESIA dan akan dimasukkan dalam ESMP, (termasuk langkah-langkah manajemen masuknya tenaga kerja) dan rencana lainnya sesuai kebutuhan. Langkah-langkah dalam ESMP akan tercermin dalam dokumen penawaran pekerjaan sipil dan kontrak-kontrak berikutnya dan akan menjadi bagian dari paket dokumen penawaran. Mekanisme Penanganan Keluhan Mekanisme penanganan keluhan untuk masyarakat dan pekerja akan disiapkan dan diterapkan secara efektif. Kerangka acuan Konsultan Pengawasan akan dipastikan mencakup tanggung jawab yang relevan untuk memantau dan melaporkan pelaksanaan ESMP dan GRM. Selama tahap konstruksi, kontraktor akan dipastikan untuk: • Menyediakan RKPPL / CESMP spesifik lokasi dengan rencana pengelolaan untuk: (i) aktivitas kerja; (ii) manajemen lalu lintas; (iii) kesehatan dan keselamatan kerja; (iv) pengelolaan lingkungan; (v) pengelolaan sosial; dan (vi) masuknya tenaga kerja. • Melaksanakan pekerjaan sipil sesuai dengan CESMP — termasuk semua pekerjaan yang dilakukan oleh sub-kontraktor di bawah kendali kontraktor. • Melatih pekerja tentang peran dan tanggung jawab di bawah rencana, kebijakan, dan standar ini. • Menyerahkan laporan berkala tentang implementasi • Atasi secara proaktif setiap masalah yang muncul. 21 Lampiran 3. Gambar –gambar Akibat Bencana di Palu dan Lombok Pictures Remarks RR01 National road that the RR will be in the existingroad ROW RR 02 Road cracks due to strong earthquakes 22 RR01 A section of the road that needs to be rehabilitated due to the broken of retaining walls and pavements. RR02 District road that the RR will be in the existingroad ROW RR02 Current condition of district roads in RR02 23 Liquefaction Area with liquefaction. The reconstruction will use the original alignment LAMPIRAN Lampiran 1 : Undangan Konsultasi Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial/Environmental & Social Management Framework (ESMF) 1. Tanggal 28 Januari 2019 Undangan Konsultasi ESMF dengan Stakeholder 2. Tanggal 29 Januari 2019 Undangan Konsultasi ESMF dengan Masyarakat di Lokasi Studi Lampiran 2 : Daftar Hadir Konsultasi ESMF Lampiran 3 : Notulensi Konsultasi ESMF WESTERN INDONESIA NATIONAL ROADS IMPROVEMENT PROJECT (WINRIP) NOTULEN KONSULTASI Judul: CERC SECTION OF THE ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK/ESMF-WINRIP)-ADDENDUM Lokasi Rapat: Hari/Tanggal Rapat: Disusun oleh: Ruang Rapat BPJN XIV Palu Senin / 28 Januari 2019 CTC WINRIP Agenda: Pimpinan Rapat: Konsultasi Addendum - Kerangka Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial /Environmental & Social Management Framework (ESMF)– WINRIP pada Rehabilitasi A. Satriyo Utomo dan Rekonstruksi Jalan Pasca Gempa dan Kepala BPJN XVI Tsunami di Palu -Sulawesi Tengah Lampiran: 1. Daftar Hadir Konsultasi di Kantor BPJN XVI URAIAN 1. Konsultasi Addendum ESMF-WINRIP dibuka dan dipimpin oleh Kepala BPJN XVI (A.Satriyo Utamo)  Salah satu persyaratan dalam WINRIP Under Loan IBRD No 8043-ID adalah pelaksanaan kerangka kebijakan pengelolaan lingkungan dan sosial /ESMF-WINRIP.  Saat ini WINRIP akan menangani kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan pasca gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, sehingga diperlukan konsultasi Addendum ESMF-WINRIP kepada segenap pemangku kepentingan dan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah.  Kerangka Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial / Environmental & Social Management Framework (ESMF) mengacu kepada peraturan pemerintah Indonesia dan persyaratan Bank Dunia, mencakup instrument perlindungan lingkungan dan sosial, implementasi, monitoring, pelatihan dan sosialisasi/konsultasi.  Rencana kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi jalan di Sulawesi Tengah terdiri dari 2 paket pekerjaan yaitu RR-01 dan RR-02.  Kepada segenap peserta konsultasi agar menyampaikan tanggapan dan masukan untuk penyempurnaan Konsep Addendum ESMF-WINRIP. 2. Pelaksanaan Konsultasi di BPJN XVI  Paket No. RR-01 terdiri atas 10 ruas jalan sepanjang sekitar 48.73 km, yaitu: Pantoloan-Tawaeli (1.77 km), Kebonsari-Tawaeli (5.21 km), Kebunsari-Jln Tanah Runtuh (10.82 km), Jln Yos Sudarso (1.50 km), Jln Basuki Rahmat (1.80 km), Jln Abdul Rahman Saleh (1.20 km), Watusampu-Ampera (14.94 km), Jln Diponegoro (2.68 km), Jln Malonda (8.56 km), dan Ampera-Surumana (0.26 km). 1  Paket No. RR-02 terdiri atas 3 ruas jalan sepanjang sekitar 29.43 km), yaitu: Palupi – Bangga – Simoro (18.88 km) + 1 unit jembatan, Area Likuifaksi Kalukubula – Kalawara (0.98 km), Area Likuifaksi Jonooge Biromaru – Palolo (5.48 km), Akses Huntap Pombewe Kab Sigi (4.09 km).  Status jalan pada paket RR-01 adalah jalan nasional, dan jalan paket RR-02 adalah jalan provinsi kecuali untuk ruas akses ke Huntap Pombewe adalah jalan Kabupaten Sigi.  Segenap instansi terkait baik di tingkat BPJN XVI maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Sigi menyatakan dapat memahami Addendum ESMF-WINRIP dalam kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi jalan pasca gempa tsunami di Sulawesi Tengah dan akan mendukung implementasinya di lapangan..  Selama ini Pihak BPJN XVI maupun Dinas PU Provinsi telah melaksanakan peraturan terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup dan persyaratan kewajiban memiliki Dokumen Lingkungan/Sosial untuk setiap paket penanganan pekerjaan pembangunan dan peningkatan jalan yang dilakukan. Sementara itu bagi Pemerintah Kabupaten Sigi menyatakan akan mematuhi peraturan yang berlaku berupa persyaratan memiliki Dokumen Lingkungan untuk setiap usaha/kegiatan pembangunan termasuk dalam kegiatan pembangunan dan peningkatan jalan kabupaten.  Pada saat ini untuk ruas-ruas jalan pada paket RR-01 sudah tersedia atau dilengkapi dengan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH), sedangkan untuk paket RR-02 hanya 1 (satu) ruas yang sudah memiliki dokumen lingkungan (UKL-UPL) yaitu jalan Biromaru – Palolo (5.48 km). sedangkan ruas lainnya Palupi-Bangga-Simoro (18.88 km)/Kalukubula-Kalawara (0,98 km) dan Akses Huntap Kec Pombewe (4.09 km) belum memiliki dokumen lingkungan.  Pemerintah Daerah (Dinas PU Provinsi dan Dinas PU Kabupaten Sigi) setuju jika penyiapan Dokumen Lingkungan untuk ruas-ruas jalan yang belum memiliki Dokumen Lingkungan disusun paralel dengan pelaksanaan pekerjaan fisik jalan (civil works), dan mengakomodasi dugaan potensi isu-isu lingkungan dan sosial dalam pelaksanaan pekerjaan fisik jalan. Pemerintah Daerah juga sangat setuju jika dalam proyek rekonstruksi dan rehabilitasi jalan ini akan memanfaatkan tenaga kerja lokal untuk menghindari konfliks sosial dan menghindari terjadinya kekerasan berbasis gender.  Dokumen Lingkungan/Sosial untuk ruas-ruas jalan paket RR-02 akan mulai disiapkan oleh Dinas PU Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinas PU Kabupaten Sigi pada Oktober 2019 bersamaan dengan Revisi DIPA Daerah.  Pemerintah Kabupaten Sigi siap melaksanakan pengadaan lahan untuk Ruas Jalan Akses Huntap Pombewe termasuk kemungkinan pengadaan lahan sepanjang sekitar 200 m dengan lebar 11 m. Dokumen LARAP (jika diperlukan) akan disusun oleh Pemerintah Kabupaten Sigi (c/q Dinas PU) sebelum pelaksanaan lelang pekerjaan konstruksi, dan Implementasi LARAP sebelum pelaksanaan pekerjaan konstruksi dimulai. KESIMPULAN KONSULTASI: Berdasarkan hasil pelaksanaan Konsultasi Addendum ESMF-WINRIP yang diselenggarakan di Ruang Rapat BPJN XVI tersebut di atas, berikut beberapa simpulannya: 1. Segenap pemangku kepentingan di Provinsi Sulawesi Tengah (BPJN XVI, Dinas PU Provinsi, Dinas PU Kab Sigi, Dinas PU Donggala, DLH Provinsi, DLH Kab Donggala, DLH Kab Sigi) dapat menerima Tambahan ESMF-WINRIP dalam pelaksanaan proyek rekonstruksi dan rehabilitasi jalan pasca gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. 2. Ruas-ruas jalan pada paket RR-02 yang belum memiliki Dokumen Lingkungan akan disiapkan 2 oleh Instansi terkait paralel dengan pelaksanaan pekerjaan fisik yaitu mulai Oktober 2019 bersamaan dengan Revisi DIPA Daerah. 3. Jika diperlukan pembebasan tanah pada ruas jalan Akses Huntap Pombewe, akan disiapkan Dokumen Sosial (LARAP) sebelum pelaksanaan lelang dan telah diimplementasikan sebelum pelaksanaan pekrjaan konstruksi jalan dimulai. 3 WESTERN INDONESIA NATIONAL ROADS IMPROVEMENT PROJECT (WINRIP) NOTULEN KONSULTASI Judul: CERC SECTION OF THE ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK/ESMF-WINRIP)-ADDENDUM Lokasi Rapat: Hari/Tanggal Rapat: Disusun oleh: Aula SMP ….. Selasa / 29 Januari 2019 CTC WINRIP Agenda: Pimpinan Rapat: Konsultasi dengan Masyarakat tentang Addendum - Kerangka Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial / ESMF– WINRIP pada Rehabilitasi dan Rekonstruksi A. Satriyo Utomo Jalan Pasca Gempa dan Tsunami di Sulawesi Kepala BPJN XVI Tengah Lampiran: 1. Daftar Hadir Konsultasi di Aula SMK Negeri 1 Sigi URAIAN 1. Konsultasi Addendum ESMF-WINRIP dibuka oleh Kepala BPJN XVI (A.Satriyo Utamo)  Salah satu persyaratan dalam WINRIP Under Loan IBRD No 8043-ID adalah pelaksanaan kerangka kebijakan pengelolaan lingkungan dan sosial /ESMF-WINRIP.  Saat ini WINRIP akan menangani kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi jalan pasca gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, sehingga diperlukan konsultasi Addendum ESMF-WINRIP kepada segenap pemangku kepentingan dan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah.  Kerangka Kebijakan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial / Environmental & Social Management Framework (ESMF) mengacu kepada peraturan pemerintah Indonesia dan persyaratan Bank Dunia, mencakup instrument perlindungan lingkungan dan sosial, implementasi, monitoring, pelatihan dan sosialisasi/konsultasi  Rencana kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi jalan di Sulawesi Tengah terdiri dari 2 paket pekerjaan yaitu RR-01 dan RR-02.  Kepada segenap peserta konsultasi agar menyampaikan tanggapan dan masukan untuk penyempurnaan Konsep Addendum ESMF-WINRIP. 2. Pelaksanaan Konsultasi di Aula SMK Negeri 1 Sigi  Paket No. RR-01 terdiri atas 10 ruas jalan sepanjang sekitar 48.73 km, yaitu: Pantoloan-Tawaeli (1.77 km), Kebonsari-Tawaeli (5.21 km), Kebunsari-Jln Tanah Runtuh (10.82 km), Jln Yos Sudarso (1.50 km), Jln Basuki Rahmat (1.80 km), Jln Abdul 1 Rahman Saleh (1.20 km), Watusampu-Ampera (14.94 km), Jln Diponegoro (2.68 km), Jln Malonda (8.56 km), dan Ampera-Surumana (0.26 km).  Paket No. RR-02 terdiri atas 3 ruas jalan sepanjang sekitar 29.43 km), yaitu: Palupi – Bangga – Simoro (18.88 km) + 1 unit jembatan, Area Likuifaksi Kalukubula – Kalawara (0.98 km), Area Likuifaksi Jonooge Biromaru – Palolo (5.48 km), Akses Huntap Pombewe Kab Sigi (4.09 km).  Status jalan pada paket RR-01 adalah jalan nasional, dan jalan paket RR-02 adalah jalan provinsi kecuali untuk ruas akses ke Huntap Pombewe merupakan jalan Kabupaten Sigi.  Ruas-ruas jalan yang mengalami kerusakan atau terkena likuifaksi di luar yang tercakup dalam paket RR-01 maupun paket RR-02 (seperti yang ditanyakan oleh sebagian para Camat dan Tokoh masyarakat peserta konsultasi) akan ditangani melalui APBN maupun bantuan JICA.  Sampai dengan saat ini rencana penanganan jalan yang terkena likuifaksi akan tetap berada pada alinyemen awal, sedangkan usulan masyarakat selain menggunakan alinyemen awal agar dibangun jalan alternatif dapat dijadikan bahan pertimbangan Pihak BPPJN XVI.  Kondisi jaringan irigasi banyak yang hancur terkena likuifaksi agar segera diperbaiki karena merupakan sumber pengairan bagi persawahan masyarakat. Jika sawah masyarakat tidak memberikan hasil produksi pangan maka dikawatirkan akan timbul konflik masyarakat yang dapat menghambat pelaksanaan rekonstruksi dan rehabilitasi jalan.  Longsoran (pasir) dari Bukit bagian Hulu Sungai telah menyebabkan timbunan pasir terus menerus pada sepanjang badan sungai yang menyebabkan banjir (limpasan) ke wilayah permukiman warga sekitar sungai tersebut sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Agar Instansi terkait (SDA) dapat menangani timbunan pasir tersebut.  Ruas-ruas jalan provinsi di beberapa wilayah kecamatan mengalami kerusakan sehingga aksesibilitas masyarakat terganggu, tetapi tidak tercakup dalam penanganan paket RR-02 maupun paket RR-01.  Ruas-ruas jalan provinsi di wilayah kabupaten Sigi umumnya masih sempit agar proyek rekonstruksi dan rehabilitasi jalan-jalan tersebut sekalian melakukan pelebaran jalan.  Agar dalam proyek ini sebanyak mungkin memanfaatkan tenaga kerja lokal dikarenakan sebagian besar warga kehilangan mata pencahariannya. Masyarakat tidak keberatan jika proyek menggunakan tenaga kerja luar untuk tenaga teknis yang perlu memiliki keahlian khusus.  Agar pihak Proyek dan pihak Pelaksana pekerjaan melakukan koordinasi dengan para Camat dan para Kepala Desa sebelum dan selama pelaksanaan konstruksi jalan untuk menghindari kemungkinan terjadinya konflik dengan masyarakat.  Terkait dengan masalah penanganan kekerasan berbasis gender agar Pihak proyek dan Pelaksana pekerjaan nantinya mengelola mess pekerja pproyek pria dan wanita dengan baik, melakukan upaya-upaya preventif melalui Tata Tertib Pekerja Proyek yang mencakup materi pencegahan timbulnya kekerasan berbasis gender serta 2 kekerasan terhadap anak.  Agar penanggung jawab yang mendatangkan pekerja dari luar melaporkan kepada aparat setempat (Kepala Desa).  Di wilayah Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Sigi terdapat “sangsi adat bagi pelanggar norma sosial”. Lembaga ini dapat difungsikan dalam interaksi sosial antara pekerja pendatang dengan masyarakat setempat sehingga resiko sosial perilaku terlarang dan kejahatan, dan potensi meningkatnya resiko penyakit menular dapat dihindari.  Proyek rekonstruksi dan rehabilitasi ini akan menerapkan sistem padat karya sehingga diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin tenaga kerja lokal. KESIMPULAN KONSULTASI: Berdasarkan hasil pelaksanaan Konsultasi Addendum ESMF-WINRIP yang diselenggarakan di Aula SMK Negeri 1 Sigi, berikut kesimpulannya: 1. Masyarakat dapat menerima Tambahan ESMF-WINRIP dalam pelaksanaan proyek rekonstruksi dan rehabilitasi jalan pasca gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah dan akan mendukung dalam implementasinya di lapangan. 2. Ruas-ruas jalan yang mengalami kerusakan atau terkena likuifaksi di luar yang tercakup dalam paket RR-01 maupun paket RR-02 dan timbunan pasir di badan sungai akan ditangani melalui APBN maupun bantuan JICA, dan ADB. 3. Pada tahap konstruksi pihak proyek agar melakukan koordinasi dengan aparat setempat untuk menghindari terjadinya konflik masyarakat. 4. Masyarakat berharap proyek ini dapat menyerap tenaga kerja lokal yang telah kehilangan mata pencahariannya dan dapat meningkatkan peluang usaha bagi masyarakat di sekitar proyek. 5. Agar kontraktor dapat melaksanakan ESMF yang mewajibkan para pekerja mematuhi Tata Tertib Pekerja Proyek yang dibuat oleh Pelaksana pekerjaan (Kontraktor), untuk kesehatan dan keselamatan kerja. 6. Lembaga “sangsi adat” yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah dapat difungsikan untuk menekan resiko sosial perilaku terlarang dan kejahatan, dan potensi meningkatnya resiko penyakit menular. Jika diperlukan pembebasan tanah pada ruas jalan Akses Huntap Pombewe, akan disiapkan Dokumen Sosial (LARAP) sebelum pelaksanaan lelang dan telah diimplementasikan sebelum pelaksanaan pekrjaan konstruksi jalan dimulai. 7. Masyarakat menanyakan tentang kapan bantuan dari pemerintah cair untuk rehabilitasi bangunan rumah yang hilang/rusak berat, rusak sedang dan ringan dan kapan jalan jalan yang rusak serta hunian tetap (Huntap) untuk masyarakat yang kehilangan rumahnya akibat gempa akan dibangun pemerintah, agar masyarakat dapat normal kembali kehidupannya. 3 Lampiran 4: Dokumentasi Kegiatan Konsultasi ESMF DOKUMENTASI KEGIATAN 1. Konsultasi ESMF dengan Stakeholder di Kantor BPJN XIV Palu Ka BPJN XIV membuka acara dan pengarahan Tim CTC memaparkan ESMF Acara Diskusi dengan Stakeholder Acara Diskusi dengan Stakeholder Pemkab Donggala Dinas Lingkungan Prov Sulteng Pemkab Sigi Ka BPJN XIV, Kadis PU Prov dan Kab Sigi. DLH Prov Sulteng Kadis PU Prov. Sulteng 2. Konsultasi dengan Tokoh Masyarakat dan penduduk di lokasi proyek (SMK N 1 Kab.Sigi) Pendaptaran peserta konsultasi Pendaptaran peserta konsultasi Konsultasi ESMF dengan Masyarakat/Tokoh Masyarakat di Lokasi Proyek Pembukaan acara konsultasi oleh Ka BPJN XIV Pembukaan acara konsultasi oleh Ka BPJN XIV Pemaparan aspek social oleh Ahli Sosial CTC Pemaparan aspek lingkungan oleh Ahli Lingkungan CTC Forum Tanya Jawab dengan Masyarakat dan Tokoh Masyarakat