73032 BAHASA INDONESIA Indonesia mengalami kemajuan dalam pengurangan kesenjangan gender di beberapa area kunci di endowment (kesehatan dan pendidikan), kesempatan, dan voice dan agency, serta perangkat hukum yang diperlukan untuk pengarusutamaan gender dalam pembangunan, tetapi masih ada berbagai tantangan. Indeks paritas gender di pendidikan telah tercapai. Kesehatan ibu meningkat secara signifikan. Tidak ada kesenjangan gender yang berarti di kematian bayi dan anak di bawah lima tahun juga berbagai capaian kesehatan lainnya. Tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan terus bertumbuh dengan kembalian yang lebih baik bagi perempuan berpendidikan dibanding laki-laki. Representasi politik perempuan meningkat. Tantangan tetap ada di MMR, HIV/AIDS, stunting dan wasting, ‘gender streaming’ di pendidikan, kesempatan ekonomi, akses terhadap keadilan, dan voice dan agency dalam pengambilan keputusan-keputusan berpengaruh. Tantangan ini kontras dengan munculnya kecenderungan kebijakan tidak ramah perempuan di tingkat daerah. Capaian-capaian kunci dan isyu-isyu yang masih harus digarap ini dipaparkan di delapan Kertas Kerja yang dikembangkan oleh Pemerintah (Kementerian Perencanaan Nasional dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) bersama dengan mitra pembangunan (Bank Dunia, AusAID, CIDA, Kedutaan Belanda, DFID, dan ADB). Kertas Kebijakan 1: Pengarusutamaan Gender diadopsi sejak penerbitan Instruksi Presiden No 9/2000. Instruksi Presiden No 3/2010 dan beberapa regulasi lainnya dari kementerian mengenai pengarusutamaan gender mengatur lebih jauh upaya-upaya menuju pembangunan yang berkeadilan dan inklusif. Munculnya peraturan-peraturan yang tidak ramah perempuan di tingkat daerah menandai pentingnya penegakan hukum dan kerangka kebijakan pengarusutamaan gender, koordinasi di antara kementerian nasional dan institusi publik di berbagai tingkat, serta replikasi praktek-praktek yang baik. Kertas Kebijakan 2: Kesetaraan Gender dan Kesehatan di Indonesia menunjukkan baik capaian positif maupun tantangan di keempat area kunci kesehatan terkait dengan MDGs. Upaya-upaya penting telah dilakukan untuk menaikkan akses perempuan terhadap layanan kesehatan tetapi Indonesia perlu bekerja keras untuk mengurangi tingginya kematian ibu, meningkatkan akses ke air bersih dan sanitasi serta pencegahan dan perawatan HIV bagi perempuan dewasa dengan HIV yang jumlahnya terus meningkat. Kertas Kebijakan 3: Kesetaraan Gender dan Pendidikan merupakan salah satu capaian kunci untuk Indonesia. Target MDG untuk kesenjangan gender dalam APM berada pada jalur pencapaian di 2015, utamanya apabila kesenjangan di tingkat propinsi teratasi. Fokus saat ini adalah pada langkah-langkah sistemik untuk menaikkan akses terhadap peningkatan outcome dari pendidikan yang lebih responsif gender. Tantangannya tetap pada pengarusutamaan perspektif gender dalam pendidikan, melibatkan penaksiran implikasi dari berbagai aksi pendidikan yang direncanakan (legislasi, kebijakan atau program) terhadap anak-anak laki-laki dan perempuan, di keseluruhan area dan tingkat. Kertas Kebijakan 4: Kesempatan Kerja, Migrasi, dan Akes ke Keuangan masih menjadi tantangan dimana tanpa upaya yang memadai bisa menghambat pembangunan. Rata-rata pertumbuhan tahunan tenaga kerja perempuan yang memasuki pasar tenaga kerja lebih tinggi dari laki-laki, tetapi perempuan terus mengalami lebih rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja dan lebih tingginya tingkat pengangguran, lebih buruknya kualitas kerja dan lebih rendahnya tingkat upah, terbatasnya akses terhadap sumber daya, diskriminasi dalam promosi dan perekrutan, dan lebih tingginya tingkat informalitas ekonomi. Perempuan merupakan mayoritas dari mereka yang bekerja sendiri, pekerja rumah tangga tak dibayar, dan buruh migran, membuat mereka rentan terhadap ketidakamanan pribadi dan finansial, trafficking dan bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Upaya menutup kesenjangan gender ini membutuhkan fokus perhatian pada kesetaraan kesempatan kerja, keterkaitan dan ketepatan pelatihan dan ketrampilan perempuan dengan pasar tenaga kerja, faktor-faktor yang mendasari segmentasi pasar tenaga kerja, dan kesenjangan gender dalam upah dan kesempatan berkarir. Kertas Kebijakan 5: Kemiskinan, Kerentanan dan Proteksi Sosial merupakan salah satu prioritas utama pembangunan dari Pemerintahan saat ini. Sementara tingkat kemiskinan nasional turun dari 16.7% (2004) ke 13.3% (2010) dan tingkat kemiskinan antara rumah tangga berkepala rumah tangga perempuan (RTP) lebih rendah dari rumah tangga berkepala rumah tangga laki-laki (RTL), tingkat penurunan kemiskinan secara keseluruhan untuk RTP lebih rendah dari RTL. Ini terlepas dari telah tercakupnya secara baik RTP di semua program Perlindungan Sosial. Peningkatan teknik-teknik pentargetan akan mengurangi kesalahan pengecualian dan pengikutsertaan serta akan memastikan bahwa lebih banyak RT miskin menerima perlindungan sosial. Tantangannya adalah memastikan bahwa mekanisma targeting yang baru memasukkan indikator-indikator kemiskinan yang mencerminkan karakteristik RT miskin dan rentan juga kesetaraan akses perempuan dan laki-laki terhadap manfaat program di dalam RT. Kertas Kebijakan 6: Kesetaraan Gender dalam Managemen Kebencanaan dan Adaptasi Iklim menyoroti dampak kebencanaan berbasis gender. Banyak pembelajaran berarti dari Tsunami Aceh mengenai praktek-praktek yang baik dari managemen kebencanaan yang responsif gender. Ini perlu menjadi masukan dan memperkuat keseluruhan kebijakan, program dan institusi di tingkat nasional dan lokal terkait upaya mengatasi akar masalah kerentanan berbasis gender, memastikan penggunaan analisa gender dan data terpilah berdasar jenis kelamin, serta memberikan pertimbangan yang setara untuk hak dan kapasitas laki-laki dan perempuan. Kertas Kebijakan 7: Suara Perempuan dalam Politik dan Pengambilan Keputusan di Indonesia meningkat karena, antara lain, aksi afirmasi pencalonan dan partisipasi politik perempuan di 2008. Representasi perempuan di Parlemen (DPR) meningkat dari 11% (2004-2009) ke 18% (2009-2014). Representasi tetap lebih rendah dari 30% yang diharapkan dan tidak memadai di area-area kritis lainnya dari layanan publik dan peran-peran pengambilan keputusan. Kesenjangan yang berarti dalam partai politik dan keseluruhan tingkat pemerintah nasional dan daerah, membatasi pencapaian MDG untuk pemberdayaan perempuan. Konstitusi dan kerangka hukum Indonesia memastikan kesetaraan hak untuk perempuan. Pemerkuatan hukum/regulasi serta implementasi dan monitoring bisa lebih efektif mengatasi tantangan-tantangan institusional dan sosio-kultural perempuan. Kertas Kebijakan 8: Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP): Kekerasan Domestik dan Perdagangan Manusia di Indonesia menunjukkan baik kemajuan maupun hal-hal yang masih perlu diatasi. Dibutuhkan lebih banyak lagi upaya untuk penegakan hukum, pengembangan kapasitas dari pemberi layanan dan masyarakat lebih luas, dan penyebaran layanan ke wilayah kota dan desa. Meningkatnya kecenderungan perdagangan manusia membutuhkan upaya-upaya yang lebih terintegrasi untuk pencegahan, proteksi, prosekusi dan reintegrasi. KERTAS KEBIJAKAN 4 LAPANGAN PEKERJAAN, MIGRASI DAN AKSES FINANSIAL K ertas Kebijakan ini memberikan gambaran umum tentang pencapaian dan kesenjangan yang ada dalam mencapai kesetaraan gender di pasar kerja, dan menyarankan cara mengatasi kelemahan yang berdampak negatif pada pembangunan ekonomi bangsa. Selama tujuh tahun terakhir, rata- rata pertumbuhan tahunan perempuan yang memasuki pasar kerja jauh lebih tinggi dibanding laki-laki, sebagian dikarenakan adanya perluasan kesempatan kerja di sektor jasa dan adanya kemajuan pendidikan perempuan. Tetapi di sektor formal, partisipasi perempuan masih lebih rendah, tingkat pengangguran lebih tinggi, kualitas kerja lebih buruk, upah lebih rendah, akses terhadap sumberdaya seperti tanah dan kredit masih rendah dan perempuan menghadapi perlakuan diskriminatif dalam sistem pengupahan dan kenaikan pangkat. Perempuan yang terlibat dalam ekonomi informal lebih banyak jumlahnya. Umumnya mereka memiliki usaha sendiri, menjadi pekerja tak dibayar pada usaha keluarga, dan menjadi pekerja migran di luar negeri, yang membuat diri mereka menjadi rentan secara fisik dan financial, terhadap upaya perdagangan orang dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Untuk mengurangi kesenjangan yang ada perlu memberikan perhatian pada pentingnya persamaan peluang kerja, terutama di sektor formal, perlu adanya kesesuaian antara pelatihan dan ketrampilan perempuan dengan kebutuhan pasar, dengan memperluas pasar tenaga kerja dan menciptakan kegiatan yang menghasilkan uang, dengan mengatasi penyebab terjadinya segmentasi pasar tenaga kerja, yang membedakan sistem pengupahan dan membatasi berkembangnya karir perempuan. Status Saat ini pekerja tak dibayar, kelompok pencari kerja dan yang tidak aktif terlibat dalam pasar kerja. Alasan tidak • • Pasar Tenaga Kerja bekerjanya perempuan adalah karena harus mengurus keluarga, sulit masuk sektor formal, ekspektasi budaya Meskipun tingkat partisipasinya meningkat, terkait pekerjaan yang tepat bagi perempuan dan dalam pasar tenaga kerja, posisi perempuan adanya diskriminasi dalam praktek kerja. Perempuan lebih dirugikan dibanding laki-laki. yang mengikuti pelatihan kejuruan, kondisinya dalam pasar kerja lebih baik dibanding laki-laki karena S ementara perempuan kurang terwakili dalam angkatan kerja, masih banyak dari mereka yang menganggur atau setengah menganggur, yang pelatihan sesuai dengan kebutuhan sektor jasa yang terus berkembang. merupakan pekerja sektor informal dan paruh waktu, 1 NEW brief 4 indo.indd 1 6/13/2011 2:15:31 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 terakhir dan jauh lebih rendah dari negara lain di wilayah ini. Tingkat pengangguran perempuan (9%) mendekati laki-laki (8 %) dan menurun lebih cepat, sementara proporsi perempuan terhadap total pengangguran lebih rendah dan menurun dari 48% menjadi 42%. Kaum muda menyumbang 70% dari total pengangguran dengan proporsi perempuan hampir setengah dari jumlah angkatan muda pengangguran. Tingkat pengangguran perempuan muda lebih tinggi daripada laki-laki muda, tetapi angka pengangguran ini menurun lebih cepat dan kecepatannya lebih tinggi pada perempuan muda dengan pendidikan yang lebih tinggi. [Catatan: semua tren yang ada membandingkan tahun 2004 dan 2009, kecuali jika disebutkan berbeda]. Meskipun pertumbuhan ekonomi berkesinambung­ tersebut terlibat dalam pekerjaan rumahtangga. Ini Tabel 1: Partisipasi tenaga kerja, pengangguran dan setengah pengangguran (underemployment) an, kesempatan kerja yang ada bagi kelompok miskin, menunjukkan 2004 bahwa alasan2009 utama relatif rendahnya 2010 Keterangan (persen) terutama perempuan pedesaan yang berpendidikan partisipasi Populasi usia produktif 15+ kerja Laki-laki perempuan Perempuan tetap Laki-laki Perempuan karena Laki-laki 50 adanya Perempuan 50 50 50 50 50 rendah, masih terbatas, sehingga memperlambat Tingkat partisipasi tanggung jawab angkatan kerja 86 keluarga 49 84 yang 52tidak dibagi rata 84 7 52 9 Tingkat pengangguran 8 13 8 9 laju penurunan kemiskinan. Selama tujuh tahun Bukan angkatan kerja dalam rumahtangga. 21 79 Hal ini 25 mungkin 75 berhubungan 25 75 Bersekolah 52 48 51 49 51 49 terakhir rata-rata pertumbuhan tahunan perempuan Pekerjaan rumahtangga dengan fakta 2 bahwa 98 5 angka 95 pengangguran 5 95 yang masuk pasar tenaga kerja jauh di atas laki-laki Sumber: Perhitungan terselubung Bank Dunia dari Sakernas perempuan 2004 dan Februari 2009; data 2010 lebih (38%) berasal daritinggi dari laki- Kemenakertrans. (masing-masing 7,2% dan 2,2%), tetapi partisipasi Perempuan mewakili laki 75%(25%), dari meskipun mereka yang bukan menariktenaga untuk 50% dari bahwa diketahui kerja, sekitar yang bukan tenaga kerja adalah mereka yang bersekolah dan 95% dari jumlah tersebut terlibat tenaga kerja perempuan hanya 52%, dibanding dalam pekerjaanpengangguran rumahtangga. Ini menunjukkan terselubung perempuan bahwa alasan utama relatif inirendahnya menurun partisipasi kerja perempuan tetap karena adanya tanggung jawab keluarga yang tidak laki-laki sebesar 84%. Angka ini sebenarnya stagnan dari 42% menjadi 38% dan laki-laki dibagi rata dalam rumahtangga. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa angka sedikit meningkat pengangguran terselubung perempuan (38%) lebih tinggi dari laki-laki (25%), meskipun selama 5 tahun terakhir dan jauh lebih rendah menarik dari untuk diketahui dari 23% bahwa menjadi pengangguran 25% pada tahun terselubung perempuan2009. ini menurun dari 42% menjadi 38% dan laki-laki sedikit meningkat dari 23% menjadi 25% pada tahun negara lain di wilayah ini. Tingkat pengangguran 2009. Tabel 2: Partisipasi tenaga kerja, pengangguran dan pengangguran terse- perempuan (9%) mendekati laki-laki (8 %) Tabel 2: Partisipasi tenaga kerja, pengangguran dan pengangguran terselubung kaum muda (15-29 tahun) lubung kaum muda (15-29 tahun) dan menurun lebih cepat, sementara proporsi 2004 2009 Laki- Laki- perempuan terhadap total pengangguran Usia 15-29, pendidikan SMA+ laki Perempuan laki Perempuan 51 49 51 49 lebih rendah dan menurun dari 48% menjadi Tingkat pengangguran kaum muda (15-29 tahun) 19 26 17 20 Tingkat pengangguran kaum muda (15-29 ) pendidikan SMA+ 27 36 22 26 42%. Kaum muda menyumbang 70% dari total pengangguran Tingkat pengangguran kaum muda dalam persen dari total 76 73 69 72 pengangguran dengan proporsi perempuan Pengangguran terselubung (bekerja kurang dari 35 jam/minggu) 23 42 25 38 Sumber : Perhitungan Dunia Bank2004 dari Sakernas 2004 dan Februari 2009 hampir setengah dari jumlah angkatan muda Sumber: Perhitungan Bank Dunia dari Sakernas dan Februari 2009 pengangguran. Tingkat pengangguran perempuan muda lebih tinggi daripada laki-laki muda, tetapi Struktur pasar tenaga kerja, pembagian 2  angka pengangguran ini menurun lebih cepat dan tugas berdasar gender dan perbedaan kecepatannya terakhir dan jauh lebih lebih tinggi rendah pada lain dari negara perempuan di wilayah ini. mudaTingkat pengangguran sistem pengupahan berperan dalam mem­ perempuan (9%) mendekati laki-laki (8 %) dan menurun lebih cepat, sementara proporsi perempuanpendidikan dengan yang lebihlebih terhadap total pengangguran tinggi. rendah[Catatan: dan menurun semuadari 48% menjadipertahankan42%. kesenjangan yang ada. Kaum muda menyumbang 70% dari total pengangguran dengan proporsi perempuan tren yang membandingkan ada dari jumlah angkatan tahun 2004 dan 2009, P hampir setengah muda pengangguran. Tingkat pengangguran kecuali perempuan jika mudadisebutkan daripada laki-laki muda, tetapi angka pengangguranerempuan lebih tinggi berbeda]. ini umumnya menjadi pekerja informal menurun lebih cepat dan kecepatannya lebih tinggi pada perempuan muda dengan pendidikan yang lebih tinggi. [Catatan: semua tren yang ada membandingkan tahun 2004 (67,4%) dibanding laki-laki (62%), dimana dan 2009, kecuali jika disebutkan berbeda]. selama kurun waktu 4 tahun terakhir, terjadi sedikit Tabel 1: Partisipasi tenaga kerja, pengangguran dan setengah penganggu- ran (underemployment Tabel 1: Partisipasi tenaga)kerja, pengangguran dan setengah pengangguran (underemployment) peningkatan jumlah perempuan dan Keterangan (persen) 2004 2009 2010 penurunan jumlah laki-laki. Menjadi Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Populasi usia produktif 15+ 50 50 50 50 50 50 perempuan meningkatkan probabilitasnya Tingkat partisipasi angkatan kerja 84 52 untuk menjadi pekerja informal, yaitu 86 49 84 52 Tingkat pengangguran 8 13 8 9 7 9 Bukan angkatan kerja Bersekolah 21 79 25 75 25 51 75 49 sebesar 24%. Di sektor informal non- 52 48 51 49 Pekerjaan rumahtangga 2 98 5 95 5 95 pertanian, laki-laki cenderung dipekerjakan Sumber Sumber : :Perhitungan BankDunia Perhitungan Bank berasal dari Kemenakertrans. Duniadari dari Sakernas Sakernas 2004 2004 dan dan Februari Februari 2009; 2009; datadata 20102010 berasal dari Kemenakertrans. di bidang transportasi (60%) sementara Perempuan mewakili 75% dari mereka yang bukan tenaga kerja, sekitar 50% dari perempuan yang umumnya bekerja sebagai pedagang bukan tenaga kerja adalah mereka yang bersekolah dan 95% dari jumlah tersebut terlibat dalam pekerjaan mewakili Perempuan rumahtangga. 75% dari mereka Ini menunjukkan bahwa yangalasan bukan utama relatif rendahnya eceran kebutuhan rumahtangga. Pekerja informal partisipasi kerja perempuan tetap karena adanya tanggung jawab keluarga yang tidak tenaga dibagi rata dalam sekitar kerja, 50%Hal rumahtangga. dari iniyang mungkin bukan tenaga berhubungan kerja dengan upahnya dirugikan lebih dari 30% dibanding pekerja fakta bahwa angka pengangguran terselubung perempuan (38%) lebih tinggi dari laki-laki (25%), meskipun adalah mereka yang bersekolah dan 95% dari jumlah ini menurun sektor formal. Artinya bahwa jika dua orang memiliki menarik untuk diketahui bahwa pengangguran terselubung perempuan dari 42% menjadi 38% dan laki-laki sedikit meningkat dari 23% menjadi 25% pada kualifikasi tahun dan karakteristik yang sama (tingkat 2009. Tabel 2: Partisipasi tenaga kerja, pengangguran dan pengangguran terselubung kaum muda (15-29 tahun) 2 Laki- 2004 Laki- 2009 laki Perempuan laki Perempuan Usia 15-29, pendidikan SMA+ 51 49 51 49 Tingkat pengangguran kaum muda (15-29 tahun) 19 26 17 20 2 pengangguran kaum muda (15-29 ) pendidikan SMA+ Tingkat NEW brief 4 indo.indd 27 36 22 26 6/13/2011 2:15:32 AM Tingkat pengangguran kaum muda dalam persen dari total memiliki pendidikan minimum sekolah menengah atas; mereka m lebih rendah dari pekerja sektor formal yang memiliki karakteristi pekerja informal tidak hanya lebih buruk dalam hal upah, tetapi 4 memperoleh asuransi, pelatihan dan hak pensiun. KERTAS KEBIJAKAN Meskipun ada godaan memperoleh jaminan upah lebih besar, setiap 3% pekerja informal berpindah ke sektor formal - 2,5% laki-laki Antara tahun 1993 hingga 2000, hanya 2,6% pekerja informal berali tahun, dan turun menjadi 2,2% per-tahun pada tahun 2000 hin Lambatnya pertumbuhan sektor formal menyebabkan rendahnya pe baru di pasar tenaga kerja cenderung lebih berpendidikan dan mo pendidikan, usia, jenis kelamin dan lokasi sama) dan formal pekerja informal yang di pedesaan muda, berpendidikan yang kurang dengan gaya lebih anak kota dan laki-lak berbeda hanya pada sektor kerjanya, maka yang mungkin pindah ke informal dibanding menembus pasar kerja formal. Sebenarnya, yang lebih lebih wajar jika pek bekerja di sektor formal akan memperoleh upah 30% berpendidikan diperkotaan. informal dibanding Dari perempuan Walaupun sebaliknya. tahun 2000 hingga 2007, rat lebih banyak dibanding yang bekerja di sektor informal. pekerja lebih formal mungkin pindah ke ditemukan informal, di sektor lebihlaki-laki informal, tinggi tingkatnya diband Pekerja formal di pedesaan yang kurang berpendidikan lebih mung Kerugian upah akan lebih besar jika pekerja informal sedikit lebih banyak yang berpindah dari pekerjaan dibanding yang lebih berpendidikan diperkotaan. Walaupun pere memiliki pendidikan minimum sekolah menengah formal ke informal. ditemukan informal,perempuan Kebanyakan di sektor memiliki laki-laki sedikit lebih banyak yang be atas; mereka memperoleh upah 62% lebih rendah usaha sendiri dan bekerja pada usaha keluarga, dan formal ke informal. Kebanyakan perempuan memiliki usaha sen dari pekerja sektor formal yang memiliki karakteristik jumlahnya dan67% mencapai usaha keluarga, tahun 2009. jumlahnya mencapai 67% tahun 2009. yang sama. Kondisi pekerja informal tidak hanya lebih Tabel Tabel 3: Perpindahan 3: Perpindahan dari dari sektor sektorke informal informal ke formal (%) formal (%) buruk dalam hal upah, tetapi umumnya juga kurang 1993-2000 2000-2007 memperoleh asuransi, pelatihan dan hak pensiun. >7 Per >7 per tahun tahun tahun tahun Meskipun ada godaan memperoleh jaminan upah Semua 19,8 2,6 16,4 2,2 lebih besar, setiap tahunnya, kurang dari 3% pekerja Perkotaan 29,3 3,7 26,3 3,4 Pedesaan 17,8 2,4 12,3 1,7 informal berpindah ke sektor formal - 2,5% laki-laki Laki-laki 20,0 2,6 19,0 2,5 dan 1,8% perempuan. Antara tahun 1993 hingga Perempuan 13,8 1,9 13,5 1,8 2000, hanya 2,6% pekerja informal beralih ke sektor Muda 23,3 3,0 24,8 3,2 formal per-tahun, dan turun menjadi 2,2% per-tahun Dewasa 16,7 2,2 16,1 2,2 pada tahun 2000 hingga 2007 (Tabel 3). Lambatnya Sumber: Bank Dunia tahun 2010 pertumbuhan sektor formal menyebabkan rendahnya peluang kerja. Pendatang baru di pasar tenaga kerja  Proporsi perempuan yang memperoleh upah kerja di cenderung lebih berpendidikan dan modern dari sektor non-pertanian naik dari 29% (2004) menjadi sebelumnya; pekerja informal yang muda, dengan 33,45% (2009). Total proporsi perempuan yang gaya anak kota dan laki-laki lebih berhasil untuk memperoleh upah kerja di sektor pertanian maupun menembus pasar kerja formal. Sebenarnya, lebih non-pertanian juga naik dari 29,55% (2004) menjadi wajar jika pekerja formal pindah ke informal dibanding 33,45% (2009). Walaupun upah perempuan telah sebaliknya. Dari tahun 2000 hingga 2007, rata-rata 4,4% meningkat, diskriminasi upah masih sering terjadi. per-tahun pekerja formal pindah ke informal, lebih Dari tahun 2004 hingga 2009, rata-rata upah bulanan tinggi tingkatnya dibanding tahun 1993-2000. Pekerja karyawan perempuan naik dari Rp 676.611 menjadi Rp 1.098.364. Pada sektor non-pertanian, rata-rata upah karyawan perempuan kasual juga naik dari Rp 277.183 menjadi Rp 396.115. Meskipun rata-rata upah perempuan telah meningkat, tetap ada disparitas besar antara perempuan dan laki-laki. Kesenjangan terbesar terjadi pada karyawan kasual di sektor non- pertanian, dimana perempuan menerima 54% dari upah laki-laki. Di tingkat nasional, rata-rata upah bulanan pekerja perempuan tahun 2009 naik sebesar 61% dari 2004, namun rata-rata upah perempuan 3 NEW brief 4 indo.indd 3 6/13/2011 2:15:34 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 hanya 78% dari laki-laki. Perbedaan besar juga terjadi tahun selama 2003-2007 - lebih dari empat kali rata- antar propinsi. rata premi perempuan, yang tumbuh 0,4% per-tahun. Melihat sektor kerja berdasar pembagiannya di pasar Kesenjangan gender dalam pekerjaan dan upah tidak tenaga kerja, mayoritas pekerja perempuan (41%) selalu dapat dijelaskan berdasar perbedaan pendidikan terkonsentrasi di bidang pertanian, dimana mereka dan pelatihan. Rasio anak perempuan terhadap anak mewakili 38% dari seluruh pekerja dan mengalami laki-laki di semua tingkatan pendidikan mendekati kesenjangan upah sebesar 17%. Perempuan paritas dan pendidikan SMP dan SMA lebih memihak merupakan separuh dari total pekerja di bidang pada siswa perempuan. Tetapi, bagaimanapun usaha grosir, restoran dan penginapan, dimana terjadi Sumber: Bank Dunia tahun 2010 juga, masih ada perbedaan signifikan antar wilayah Proporsi perempuan yang memperoleh upah kerja di sektor non-pertanian naik dari 29% kesenjangan upah (2004) menjadi 33,45% sebesar (2009). Total proporsi25%; perempuan 41% dari mereka yang memperoleh upah kerja di yang yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan sektor pertanian maupun non-pertanian juga naik dari 29,55% (2004) menjadi 33,45% terjadi.di bekerja Dari pelayanan tahun 2004 hingga 2009, rata-rata mengalami sosial kesenjangan (2009). Walaupun upah perempuan telah meningkat, diskriminasi upah masih sering upah bulanan karyawan perempuan naik pemerintah lokal. Juga, pilihan subyek pelatihan dari Rp 676.611 menjadi Rp 1.098.364. Pada sektor non-pertanian, rata-rata upah sebesar upahrata-rata karyawan 32%; 42% dari pekerja disektor industri perempuan kasual juga naik dari Rp 277.183 menjadi Rp 396.115. Meskipun upah perempuan telah meningkat, tetap ada disparitas besar antara perempuan dan kejuruan sesuai keinginan siswa perempuan. laki-laki. Kesenjangan terbesar terjadi pada karyawan kasual di sektor non-pertanian, mengalami kesenjangan dimana perempuan menerima 54% dari upahupah tertinggi laki-laki. sebesar Di tingkat nasional, rata-rata upah 44%; bulanan pekerja perempuan tahun 2009 naik sebesar 61% dari 2004, namun rata-rata upah dan sepertiga dari mereka terlibat dalam pelayanan perempuan hanya 78% dari laki-laki. Perbedaan besar juga terjadi antar propinsi. Sejak krisis keuangan tahun 1998, pertumbuhan Melihat sektor kerja berdasar pembagiannya di pasar tenaga kerja, mayoritas pekerja usaha dan (41%) perempuan keuangan, dimana terkonsentrasi di upah bidang pertanian, mereka dimana mereka mewakili20% seluruh pekerja dan mengalami kesenjangan upah sebesar 17%. Perempuan merupakan 38% darilebih ekonomi semakin bergantung pada sektor jasa. separuh dari total pekerja di bidang usaha grosir, restoran dan penginapan, dimana terjadi tinggi (lihatupah kesenjangan Tabel sebesar3). 25%; 41% dari mereka yang bekerja di pelayanan sosial Pertumbuhan tahunan di sektor industri jatuh drastis, mengalami kesenjangan upah sebesar 32%; 42% dari pekerja disektor industri mengalami kesenjangan upah tertinggi sebesar 44%; dan sepertiga dari mereka terlibat dalam pelayanan usaha dan keuangan, dimana upah mereka 20% lebih tinggi (lihat Tabel 3). sementara pertumbuhan sektor pelayanan tetap kuat. Tabel 4: Pembagian Tugas Berdasar Gender, menurut sektor dan kesen­ jangan Tabel upah 4: Pembagian Tugas Berdasar Gender, menurut sektor dan kesenjangan upah Dari tahun 2003 sampai 2007, lapangan pekerjaan di 2004 2009 2004 2009 Sektor L P Bagian L P Bagian Rata2 upah Rata2 upah Kesenjangan upah 2004 Rata2 upah Rata2 upah Kesenjangan upah 2009 sektor jasa tumbuh lebih cepat dibanding industri. (%) (%) P (%) (%) (%) P (%) L/jam P/jam L/jam P/jam (%) (%) Pertanian,perkebunan, kehutanan, perikanan 43 45 36 41 41 38 2005 3,258.58 2005 2,148.73 52 2009 4,604.35 2009 3,939.31 17 Selain itu, premi upah sektor jasa unggul dua kali lipat Pertambangan 1.43 0.50 16 1.53 0.37 13 5,481.84 2,925.76 87 8,557.24 5,752.81 49 Industri Listrik, bensin, air minum 11 0.34 13 0.06 40 9 11 0.31 13 0.03 42 5 4,311.58 6,732.48 2,879.17 5,672.78 50 19 6,210.30 11,503.95 4,309.82 10,476.93 44 10 dibanding sektor industri dan 4 kali lipat dibanding Infrastruktur 7.31 0.34 2 6.96 0.30 3 3,615.07 4,066.41 -11 5,541.80 7,801.56 -29 Grosir, restoran, penginapan 17 27 46 16 28 51 4,183.78 2,943.14 42 6,158.71 4,931.65 25 pertanian. Perubahan struktur ini berdampak negatif Transportasi, 9 0.59 4 8 1.99 13 3,712.76 3,949.60 -6 6,085.72 8,863.76 -31 pada lulusan laki-laki yang cenderung memilih jurusan pergudangan, komunikasi Keuangan, 1.39 0.85 25 1.64 1.06 29 8,226.86 7,953.98 3 11,297.56 14,056.20 -20 perumahan, teknik dan industri dibanding jurusan yang lebih penyewaan, pelayanan bisnis Pelayanan sosial, 10 13 41 12 14 41 6,606.07 5,075.12 30 9,143.72 6,904.95 32 masyarakat dan berorientasi pada pelayanan jasa di sekolah kejuruan. perorangan Lain-lain 0.00 0.01 48 0.06 0.05 35 3,694.00 1,302.41 184 3,357.98 2.371.45 42 Total 100 100 35 100 100 38 Sumber : Sakernas Sumber: Sakernas 2004 2004 dan Feb dan Feb 2009 2009 [P=Perempuan, [P=Perempuan, L=Laki-laki] L=Laki-laki] Perempuan cenderung memilih jurusan yang sejalan 4 dengan sektor jasa yang sedang tumbuh, dimana  Premium upah pekerja yang lebih berpendidikan pekerja berpendidikan diuntungkan oleh adanya cukup tinggi dan mulai tumbuh sejak tahun 2003. premium upah yang lebih tinggi: 56% dari siswi SMK Premium lebih tinggi bagi perempuan yang lebih terdaftar di jurusan manajemen bisnis dan 28,9% berpendidikan dan bagi pekerja perkotaan. Pekerja belajar pariwisata (Gambar 1). perempuan yang minimal menyelesaikan SMA- nya memperoleh premi upah tertinggi. Selama 1990-2007, rata-rata mereka memperoleh premi yang sama dengan upah perempuan yang kurang berpendidikan, sementara premi untuk laki-laki yang lebih berpendidikan hanya rata-rata 57%. Premi untuk laki-laki yang lebih berpendidikan tumbuh 1,9% per- 4 NEW brief 4 indo.indd 4 6/13/2011 2:15:36 AM jasa. Pertumbuhan tahunan di sektor industri jatuh drastis, sementara pertumbuhan sektor pelayanan tetap kuat. Dari tahun 2003 sampai 2007, lapangan pekerjaan di sektor jasa tumbuh lebih cepat dibanding industri. Selain itu, premi upah sektor jasa unggul dua kali lipat dibanding sektor industri dan 4 kali lipat dibanding pertanian. Perubahan struktur ini KERTAS KEBIJAKAN 4 berdampak negatif pada lulusan laki-laki yang cenderung memilih jurusan teknik dan industri dibanding jurusan yang lebih berorientasi pada pelayanan jasa di sekolah kejuruan. Perempuan cenderung memilih jurusan yang sejalan dengan sektor jasa yang sedang tumbuh, dimana pekerja berpendidikan diuntungkan oleh adanya premium upah yang lebih tinggi: 56% dari siswi SMK terdaftar di jurusan manajemen bisnis dan 28,9% belajar pariwisata (Gambar 1). Gambar 1: Pilihan jurusan kerja Gambar 1: Pilihan jurusan kerja kekawatiran. Peluang yang ada untuk terjadinya perubahan terhadap kedua permasalahan tersebut hanya singkat saja, dan akan hilang kesempatannya ketika pemilu tahun 2014 dimulai. Meskipun ada kerangka hukum dan ke­ bijakan yang mendukung kesetaraan gender dalam dunia kerja, pelaksanaannya tetap menjadi permasalahan utama. Sumber Sumber: : Perhitungan staf World Perhitungan Bank staf berdasarkan World BankSusenas, 2006 berdasarkan Susenas, 2006 B eberapa petunjuk hukum telah dibuat untuk memastikan adanya Kesetaraan Kesempatan Kerja seperti UU No. 80/1957 tentang Paket Remunerasi yang Setara, UU No 21/1999 tentang Diskriminasi Permasalahan Kebijakan (Pekerjaan dan Okupasi), 5 Peraturan Menteri Tenaga  Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) No. 49/2004 tentang Struktur dan Skala Pengupahan, UU No 3/1992 Peluang kerja penting untuk mengurangi tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, mencakup kemiskinan dan kerentanan. kecelakaan kerja, jaminan hari tua, asuransi jiwa dan M eskipun peluang kerja sektor formal tumbuh kesehatan, dan UU Ketenagakerjaan No. 13/2003. secara moderat, belum ada kemajuan dalam Ketentuan lain termasuk menyediakan kesempatan upaya menghilangkan hambatan pertumbuhannya. untuk menyusui di tempat kerja, perlindungan bagi Reformasi regulasi perburuhan dan penciptaan pekerja perempuan yang bekerja di malam hari dan lapangan kerja masuk dalam prioritas Rencana pengarusutamaan gender untuk Kemenakertrans. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN Penegakan peraturan dan perundangan untuk 2010-2014). Draft revisi UU Ketenaga-kerjaan yang melindungi hak-hak pekerja perempuan diperlukan disusun dibawah supervisi Kemenakertrans, saat ini agar dicapai kesetaraan gender, tetapi sebagian pihak sedang dikaji oleh Kementrian Kehakiman. Walapaun merasa bahwa kepatuhan terhadap peraturan yang ada draft tersebut memuat perubahan yang dianggap menyebabkan meningkatnya biaya bagi pengusaha baik (mis. Lebih fleksibel dalam penggunaan kontrak dan menyebabkan lambatnya pertumbuhan industri sementara, sehingga meningkatkan peluang kerja di dan penciptaan kesempatan kerja. sektor formal), tapi gagal mengatasi permasalahan yang terkait dengan sistem pesangon yang ada di Indonesia saat ini, yang dianggap tinggi (sehingga menghambat penciptaan peluang kerja) dan yang terkait kepatuhan yang rendah (yang gagal dalam memberikan perlindungan nyata, khususnya bagi pekerja berupah rendah). Lambatnya reformasi jaminan sosial dan tenaga kerja menimbulkan 5 NEW brief 4 indo.indd 5 6/13/2011 2:15:37 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 Pada tahun 2002, Kemenakertrans menyusun Rekomendasi makalah berjudul “Pemikiran Strategis untuk Memajukan Kesetaraan Gender di Indonesia: Perspektif •• Melakukan penelitian tentang berbagai faktor Kemenakertrans�, yang merupakan cetak biru strategi yang mendasari rendahnya tingkat partisipasi memajukan Konvensi ILO 100 (Paket Remunerasi perempuan dalam angkatan kerja, kesenjangan yang Setara) dan 111 (Diskriminasi), yang kemudian gender dalam sistem upah menurut sektor dan dimasukkan dalam UU No. 13/2003 tentang jenis pekerjaan, dan hambatan untuk promosi Ketenagakerjaan. Sejak tahun 2009 Kemnakertrans jabatan perempuan dan pengembangan karir di telah mengembangkan Kode Tata Laku Pelecehan sektor formal. Seksual di Tempat Kerja dan pada tahun 2010 •• Kementerian terkait dan BPS meningkatkan membentuk kelompok kerja antar lembaga ketersediaan database terpilah berdasar jenis pemerintah untuk mengkaji dan memperkuat kelamin untuk melacak tren terkait hubungan pelaksanaan pedoman kesetaraan kesempatan kerja. antara pendidikan dan pelatihan dengan partisipasi ILO membantu Kemenakertrans mengembangkan tenaga kerja dan remunerasi di berbagai sektor sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan pedoman berbeda, serta sektor formal dan informal. ini. Peningkatan perlindungan tenaga kerja merupakan •• Kemenakertrans melakukan advokasi untuk satu dari target yang ditetapkan pemerintah untuk diasopsinya kebijakan tentang Kesetaraan mencapai MDGs, khususnya Tujuan 1: Menanggulangi Kesempatan Kerja untuk menghilangkan Kemiskinan dan Kelaparan dan Tujuan 3: Memajukan diskriminasi dalam perekrutan, promosi, Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. pengupahan dan praktek ketenagakerjaan Dalam Tujuan 3, Pemerintah telah menetapkan target lainnya. terkait kepatuhan pengusaha dalam memberikan perlindungan perempuan dan hak-hak buruh •• Kemenakertrans memastikan lebih lanjut bahwa anak, yang dituangkan dalam RPJM 2010-2014, perusahaan swasta mengadopsi kebijakan yang yang akan dilaksanakan oleh Kemenakertrans. Kesetaraan Kesempatan Kerja untuk meningkatkan RPJM menyebutkan prioritas untuk meningkatkan produktivitas dengan membangun komitmen perlindungan dan fasilitas yang mendukung mobilitas semua tingkatan dan unit teknis, pelatihan dan pekerja sebagai berikut: (a) peningkatan peran konsultasi, pengembangan jaringan, monitoring pemerintah daerah [propinsi/kabupaten/kota] dalam dan evaluasi. perlindungan buruh dan fasilitas, (b) menyelesaikan •• Kemenakertrans membangun kesadaran hukum penyusunan peraturan dan memperkuat institusi (menggunakan pedoman Kesetaraan Kesempatan penempatan pekerja migran (c) meningkatkan Kerja dan instrumen hukum lainnya untuk pelayanan bagi penempatan pekerja migran; (d) kesetaraan gender dan non-diskriminasi dalam meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran, dan pekerjaan) bagi pekerja perempuan dan pemberi (e) mengembangkan informasi tentang pasar kerja di kerjanya. luar negeri. •• Kemenakertrans dan Kemendiknas mendorong anak perempuan untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan yang sesuai sektor yang sedang tumbuh seperti sektor jasa dan mendorong 6 NEW brief 4 indo.indd 6 6/13/2011 2:15:39 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 pendidikan dan pelatihan lanjutan agar pekerja Perempuan menjalankan 39% dari seluruh usaha perempuan dapat mengejar profesi yang lebih mikro dan kecil dan 18% dari usaha menengah tinggi. dan besar (Sensus Ekonomi tahun 2006, dikutip dalam IFC NORC 2010). Jumlah UKM yang dikelola Status Sekarang perempuan meningkat sebesar 42% antara tahun 2002-2007 dan sejalan tren global, pertumbuhan ••Pengembangan Usaha tahunannya melebihi usaha yang dikelola laki-laki dan Akses Finansial yaitu masing-masing sebesar 8% dan -0,27%. Ada perbedaan nyata antara pengusaha perempuan dan U saha Mikro-Kecil-Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung sektor informal di Indonesia dan mayoritas pekerja perempuan terkonsentrasi di laki-laki (lihat Kotak 1). Sebagian besar perempuan yang terlibat dalam usaha mikro dan kecil di margin bisnis dengan akses terbatas terhadap modal dan bidang ini. UMKM pelayanan konsultasi bisnis yang diperlukan untuk Kotak 1: perbedaan gender dalam UKM menyerap sebagian keberhasilan usaha, terutama karena kurangnya Survei tentang 602 UKM di 10 kota di besar tenaga ker­ ja kolateral, prosedur yang rumit dan status hukumnya Indonesia menemukan bahwa perem- di Indonesia, mem­ puan menjalankan 28% dari UKM yang (ijin usaha). Mereka menjadi pengusaha karena harus disurvei. Usaha yang dipimpin perem- pekerjakan ta­ an­ “mempekerjakan dirinya karena adanya kebutuhan�, puan umumnya lebih kecil dibanding ra 80% (Laporan yang dipimpin laki-laki, dimana 82% berhubung terbatasnya kesempatan kerja dan adanya di antaranya memiliki omset bulanan MDG RI) sampai 96% kebutuhan untuk menambah penghasilan keluarga, Rp 50 juta atau kurang, dibanding (World Bank, 2010) 56% yang dipimpin laki-laki. Usaha sambil menjalankan perannya dalam rumah tangga. perempuan lebih terkonsentrasi pada pekerja yang ada perdagangan grosir dan eceran (63% dalam angkatan kerja perempuan/46% laki-laki) dan lebih Studi IFC (2006) tentang “Akses pengusaha perempuan merupakan kepemilikan tunggal (77% bagi lebih dari 99% terhadap kredit�, menunjukkan lebih rendahnya perempuan/62% laki-laki). Keterbatasan dari semua unit bisnis. finansial dan manajemen keuangan jumlah perempuan yang mengajukan permohonan bukan merupakan hal utama bagi UMKM memberikan dan menerima kredit dibanding laki-laki. Pada sampel perempuan (23% perempuan/41% laki- kontribusi hampir laki). Usaha yang dikelola perempuan penelitian, 11,5% dari total kredit disalurkan kepada umumnya tidak memiliki tabungan atau 58% dari PDB (Laporan perempuan dan 88,5% kepada laki-laki. Meskipun rekening deposito (79% perempuan/92% MDG Pemerintah), laki-laki), asuransi properti (5% perem- secara hukum tidak ada diskriminasi gender terkait puan /13% laki-laki) atau mengambil tapi hanya menerima akses finansial, pada prakteknya perempuan pemilik pinjaman bisnis (6% perempuan/16% sekitar setengah dari laki-laki). Dari mereka yang meminjam usaha tidak banyak yang mencari kredit pinjaman uang, baik laki-laki maupun perem- kredit bank. Distribusi dibanding laki-laki, meski fakta membuktikan bahwa puan, tiga perempatnya memilih bank kelompok usaha ber­ komersial; sumber pinjaman kedua mreka dianggap memiliki ‘resiko’ lebih rendah bagi laki-laki adalah koperasi dan bagi dasar ukurannya me­ dibanding peminjam laki-laki. Hal ini disebabkan perempuan adalah sumber informal. nun­ jukkan usaha Hanya 2% usaha laki-laki dan 1% usaha karena tingkat pengetahuan keuangan laki-laki perempuan menggunakan produk mi­k ro jumlahnya ter­ lebih tinggi dibanding perempuan, laki-laki lebih keuangan syariah. besar (83%), usaha memiliki kolateral yang diperlukan (hak kepemilikan (sumber: IFC/NORC, 2010) kecil 16%, menengah aset seperti tanah, perumahan, kendaraan) dan lebih 7% dan besar 0,2%. bebas memutuskan, meski keduanya tetap harus menandatangani perjanjian pinjaman tersebut. 7 NEW brief 4 indo.indd 7 6/13/2011 2:15:40 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 Pola laki-laki dan perempuan dalam mengakses jasa dan ‘pencari nafkah’ dan perempuan sebagai istri keuangan tidak jauh berbeda: kecil kemungkinan dan ibu. Tetapi penjelasan ketentuan Pasal 61 UU perempuan (17%) untuk “dikecualikan dalam hal No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan finansial� (tidak memiliki akses terhadap kredit mengakui perempuan sebagai kepala rumah dan tabungan) dibanding laki-laki (17,2%), mereka tangga. Pasal 31 ayat (2) UU Perkawinan No. 1/1974 mempunyai kemungkinan yang sama untuk memiliki menetapkan bahwa perempuan yang menikah rekening tabungan (68%), 41% perempuan memiliki berhak untuk bertindak secara hukum (termasuk rekening bank dibanding 40% laki-laki, sementara 49% hadir di pengadilan, menandatangani kontrak dan perempuan menabung secara informal dibanding memakai serta memiliki properti). Tetapi hukum 47% laki-laki. Hasil ini cukup tinggi dibanding negara perceraian memberikan bagian harta yang lebih lainnya dimana jumlah perempuan yang memiliki besar kepada suami, sementara hukum perpajakan rekening tabungan jauh lebih sedikit dibanding laki- mengidentifikasi laki-laki sebagai subyek pajak, yang laki. Tapi data yang ada tidak menunjukkan seberapa berarti bahwa perempuan menikah harus selalu besar jumlah tabungan yang ada, yang dapat menggunakan nomor wajib pajak suami mereka mengungkap perbedaan gender dalam hal kekayaan kecuali memiliki perjanjian pra-nikah khusus yang dan keamanan finansial. Jumlah rata-rata hutang memungkinkan pasangan untuk memisahkan harta perempuan (USD 771) lebih kecil dibanding laki-laki dan pendapatannya. (USD 796), masing-masing sekitar 27,3% dan 28,1% dari jumlah pengeluaran keluarga. Sekitar 17,3% dari Hukum yang ada yang mengatur akses terhadap peminjam laki-laki dan perempuan memperoleh tanah dan aset, dan kepemilikan harta tidak pinjaman bank. Jumlah perempuan yang meminjam mendiskriminasi perempuan. Hal ini termasuk UU di Lembaga Keuangan Mikro lebih rendah dari laki-laki Agraria No. 5/1960, UU Yurisdiksi Peradilan Agama No (masing-masing 0,4% dan 1%) dan di sistem pinjaman 7/1989 (yang mencakup warisan) dan kepemilikan untuk kesejahteraan masyarakat (masing-masing 5,4% properti untuk perempuan dalam UU Perkawinan dan 6,8%), tetapi lebih banyak perempuan dibanding No. 1 / 1974. Perempuan kepala rumahtangga (RTP), laki-laki yang meminjam di pengadaian (3,4% dan kecuali yang tidak memiliki identifikasi hukum sebagai 2,5%) dan sumber informal (44,2% dan 41,9% ). kepala rumahtangga, berhak untuk mengamankan kepemilikan tanah dan warisan untuk anak-anaknya, Permasalahan kebijakan dan dengan demikian dapat mengakses berbagai lembaga kredit resmi. Norma dan nilai tradisional secara de facto memberikan klaim lebih besar atas Kontradiksi pengaturan legislatif dan kepemilikan harta dan tanah kepada laki-laki sehingga kebijakan berkontribusi pada terbatasnya menghambat peluang ekonomi bagi perempuan, akses perempuan terhadap lembaga ke­ khususnya dalam mengakses kredit pinjaman. Selain uangan resmi. itu pada prakteknya, perempuan menikah menghadapi keterbatasan, tergantung pada kesadaran dan respek U U Perkawinan No. 1/1974 memberikan hak dan tanggung jawab yang setara antara suami dan istri, sementara pasal 31 (3) dari UU No 1/1971 tentang suami atas hak-hak hukum mereka. Perkawinan mengakui laki-laki sebagai kepala rumah 8 NEW brief 4 indo.indd 8 6/13/2011 2:15:41 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 Mekanisme yang direncanakan untuk hak kepemilikan lain yang dirujuk dalam UU yang perluas dan memperkuat UMKM harus mem­­­ sudah disebutkan sebelumnya. disertai analisis gender •• Memperkuat UMKM perempuan supaya skala P emerintah berupaya mendorong pengembangan usaha dapat ditingkatkan sehingga dapat UMKM melalui beberapa langkah berikut: mengupayakan lebih banyak peluang kerja bagi pemberian fasilitas untuk meningkatkan kapasitas pekerja perempuan lain. UMKM; pengembangan koperasi dengan •• Bekerjasama secara lebih sistematis dengan membangun kapasitas dan kewirausahaan dalam jaringan Organisasi Masyarakat Sipil, yang manajemen bisnis; penyediaan informasi tentang memiliki peran penting dalam mengembangkan konsultasi jasa dan usaha, dan perluasan Program dan memperkuat UMKM yang dikelola Kredit Usaha Rakyat (KUR). Peraturan Kementerian perempuan, melalui pemberian dukungan Dalam Negeri (Kemendagri) No. 39/2010, medorong finansial, pengembangan kapasitas dan advokasi pembentukan koperasi desa “BUMDes� (Badan Usaha pengembangan kebijakan yang peka gender. Milik Desa), suatu bentuk baru koperasi milik desa •• Kementerian terkait meningkatkan ketersediaan yang menyediakan barang dan jasa termasuk kredit data terpilah berdasar jenis kelamin untuk UKM bagi UKM. Peraturan Mentri Keuangan (PMK) No. 135/ yang dikelola perempuan termasuk profitabilitas, PMK.05/2008 memberi gambaran jelas dukungan segmentasi pasar, peluang kerja, pengembangan pemerintah untuk mempercepat sektor riil (yaitu dan akses finansial (resmi, tidak resmi, Lembaga pasar barang dan jasa) dan untuk memfasilitasi akses Keuangan Mikro/LKM, bank swasta, dll). finansial bagi UKM dan koperasi dengan membentuk dana jaminan kredit yang disponsori pemerintah. •• BPS mengintegrasikan modul akses financial Masing-masing program tersebut perlu dianalisis ke dalam Susenas untuk melacak data terpilah lebih lanjut untuk melihat seberapa jauh perempuan, dan mengkaitkannya dengan upaya penurunan terutama perempuan miskin, dapat mengakses kemiskinan. pelayanan, dan perlu mengembangkan cara membuat target pengusaha perempuan. Status Saat ini •• Pekerja migran Rekomendasi •• Meningkatkan akses bagi perempuan miskin yang Semakin bertambahnya pekerja migran memulai usaha terhadap sumberdaya produktif perempuan, maka akan menjadi lebih seperti jasa keuangan (simpan dan pinjam), rentan. pemahaman keuangan, pelayanan konsultasi usaha, peningkatan teknologi dan pasar, pelatihan dan dukungan agar mereka dapat pindah dari T ahun 2008, 74% dari total 748.825 Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah perempuan (lihat Gambar 2), mencerminkan adanya tren sumber keuangan tidak resmi ke resmi. peningkatan bagi perempuan di sektor ini. Jumlah •• Meningkatkan pemahaman hukum pengusha tenaga kerja Indonesia di luar negeri diperkirakan perempuan agar lebih mengerti hak properti dan jauh lebih tinggi, sekitar 4,3 juta, karena semakin 9 NEW brief 4 indo.indd 9 6/13/2011 2:15:42 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 banyak yang beremigrasi secara ilegal. Sekitar tiga- lebih rendah dari nilai kontrak karena dipotong perempat dari pekerja adalah perempuan, terutama oleh calo dan agen perekrutan, dan pembayaran dibidang pekerjaan rumahtangga, yang belum ada yang kurang dari majikan. Pekerja migran terdaftar pengaturannya dan tetap mendapat paling sedikit menghadapi hambatan dalam mengklaim manfaat perlindungan di wilayah ini. Pekerja perempuan non-upah, seperti asuransi yang telah dibayarnya. banyak yang berasal dari pedesaan, dengan Karena transfer uang secara resmi biayanya tinggi dan pendidikan rendah, sehingga mereka rentan terhadap memerlukan identitas resmi, pekerja migran sering praktik perekrutan yang tidak ada peraturannya, mengirim uang melalui jalur informal dan tidak aman terlilit hutang, eksploitasi dan pelecehan. Pekerja untuk rumahtangga yang sangat tergantung pada migran perempuan berisiko mengalami perdagangan kiriman remitansi tersebut. Indonesia merupakan orang: 55% dari korban perdagangan orang yang salah satu negara penerima remitansi terbanyak di dibantu International Organization for Migration dunia. Tahun 2007 saja, pekerja migran mengiriman (IOM) hutang, di Indonesia eksploitasi merupakan dan pelecehan. pekerja Pekerja migran rumah perempuan berisiko tangga mengalami remitansi sekitar USD 6 miliar (sama dengan sepertiga perdagangan orang: 55% dari korban perdagangan orang yang dibantu International yang dieksploitasi, dan 89% di antaranya adalah Organization for Migration (IOM) di Indonesia merupakan pekerja rumah tangga yang dari investasi asing langsung di tahun yang sama). dieksploitasi, dan 89% di antaranya adalah perempuan. perempuan. Kontribusi ekonomi pekerja migran terhambat oleh Gambar 2. Penempatan Pekerja Migran menurut jenis kelamin dan tahun, 1994-2008 (data resmi, tidak termasuk pekerja migran yang tidak terdokumentasi)  tingginya biaya rekrutmen, tahapan penempatan dan Gambar 2. Penempatan Pekerja Migran menurut jenis kelamin dan tahun, 1994-2008 (data resmi, tidak termasuk pekerja migran yang tidak terdoku- pasca penempatan, perlindungan hukum yang lemah, mentasi) dan ketidakpastian penghasilan. Hal ini berpengaruh pada sumber penghidupan pekerja migran dan rumahtangga yang bergantung pada penghasilan JumlahTenagaKerjaMigran mereka. Beberapa keluarga menyampaikan bahwa 80-90% dari total pengeluaran rumahtangga menggunakan uang remitansi, diluar pendapatan rumahtangga itu sendiri. LakiͲlaki Perempuan Sumber: http://bnp2tki.go.id/, diakses tanggal 4 Januari 2011 Ada cukup banyak kesempatan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan pendapatan dan penghasilan Sumber: http://bnp2tki.go.id/, diakses tanggal 4 Januari 2011 rumah tangga dengan mengatasi hambatan legalitas yang dihadapi para pekerja migran. Kerangka kebijakan Indonesia tidak lengkap dibanding negara Kontribusi ekonomi pekerja migran di­ ham­ seperti Filipina sehingga penempatan pekerja bat oleh adanya praktik-praktik eksplo­ itatif migran perempuan memiliki risiko yang lebih besar. Filipina menawarkan perlindungan, standar O  ngkos migrasi yang tinggi (resmi dan tidak resmi) sering dibayarkan oleh pekerja migran 11 dan keluarganya dengan berutang. Biayanya berkisar perburuhan dan upah pekerja minimum yang lebih baik, dengan dibuatnya kesepakatan bilateral, MOU dan pelayanan pendukung di negara penerima. dari USD 350- 950 untuk migran yang terdaftar The Migrant Workers and Overseas Filipinos Act (RA resmi; biaya bagi migran ilegal lebih rendah yang 8042/1995), mengharuskan dibangunnya pusat buruh mengakibatkan banyaknya pekerja migran yang disemua negara yang menampung lebih dari 20,000 tidak memiliki dokumen. Gaji sebenarnya sering pekerja Filipina. Setiap pusat – yang dibantu Labour 10 NEW brief 4 indo.indd 10 6/13/2011 2:15:44 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 Atache, Welfare Officer, Center Coordinator dan jika penerima, yang baik untuk dipertimbangkan lebih perlu, penterjemah- menyediakan pelayanan yang lanjut. komprehensif termasuk pinjaman yang diperlukan untuk biaya jika ada perselisihan hukum dan dana UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan yang dialokasikan untuk repatriasi jika dibutuhkan. Pekerja Migran Indonesia menekankan pentingnya prosedur penempatan dibanding perlindungan pekerja, dan tidak memperhatikan kerentanan tertentu Permasalahan Kebijakan yang dihadapi pekerja perempuan migrant, seperti penyiksaan dan pelecehan seksual, dan terbatasnya P emerintah telah melakukan berbagai langkah penting, seperti membuat Surat No B.80/MEN/SJ- UM/IV/2011 tentang pembentukan tim terpadu bagi mobilitas hidup sebagai pekerja rumahtangga. UU ini telah direvisi dan saat ini tengah dibahas di DPR. perlindungan pekerja migrant, pada tanggal 15 April 2011. Kerangka hukum dan layanan dukungan yang Rekomendasi tersedia bagi pekerja migran perlu diperkuat untuk •• Kemenakertrans membuat kerangka mengurangi kerentanan yang ada. UU dan peraturan kebijakan komprehensif untuk yang ada tidak secara jelas mendefinisikan kekuatan memperbaiki perlindungan terhadap negosiasi dan peran seluruh institusi pemerintah pekerja migran, dengan fokus utama pada dalam memberikan dukungan dan pelayanan pekerja migran perempuan, terutama bagi pekerja migran. Selain itu, sebagaimana yang yang menjadi pekerja rumahtangga. diamanatkan dalam ICPD 1994 Chapter X tentang Model kerangka kebijakan perlindungan Migrasi Internasional, mengharuskan pemerintah yang digunakan Filipina bisa dipakai untuk mengatasi akar permasalahan migrasi, sehingga sebagai contoh. Perlu adanya recana tinggal di negara orang dapat menjadi pilihan yang aksi untuk meningkatkan akses pekerja baik bagi semua orang. Masuknya remitansi harus migran terhadap pelayanan dan terhadap diperkuat melalui kebijakan ekonomi yang baik dan keuangan formal, untuk memastikan fasilitas bank yang memadai. Negara tujuan harus bahwa rumahtangga miskin diuntungkan mempertimbangkan pemanfaatan migrasi sementara, oleh adanya masukan remitansi, dan sementara negara pengirim harus bekerjasama untuk memperbaiki data terpilah pekerja dalam mendukung pemulangan sukarela. Pertukaran migran yang dikumpulkan berdasar jenis informasi mengenai kebijakan migrasi dan monitoring kelamin, tujuan kerja, okupasi, remitansi, terhadap ketersediaan dan pengiriman pekerja upah, kekerasan dan legalitasnya. dengan melakukan pengumpulan data yang memadai •• Kemenakertrans menetapkan dan memonitor harus didukung. Konferensi Internasional tentang standar pelayanan untuk program pelatihan Kependudukan dan Pembangunan (ICPD +15), sebelum keberangkatan dan persiapan yang mengajukan pendekatan yang lebih komprehensif dilakukan oleh agen perekrut tenaga kerja dan untuk menangani akar permasalahan pekerja migran, memastikan mereka memperoleh informasi proses reintegrasi pekerja migran, dan kerjasama yang komprehensif dan terperinci tentang yang lebih intensif dan dialog dengan negara-negara hak mereka berdasar kontrak dan hukum dan 11 NEW brief 4 indo.indd 11 6/13/2011 2:15:45 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 memiliki dokumen dan formulir yang tepat untuk layanan pengiriman uang (formal dan informal) mengklaim manfaat yang menjadi haknya (mis. dan memperluas peran negara dalam mendorong asuransi). pengiriman secara resmi. •• Melakukan negosiasi bilateral yang dituangkan •• Memfasilitasi akses pekerja migran dan keluarganya dalam bentuk kesepakatan dan MOU dengan terhadap penyedia jasa keuangan yang resmi semua negara penerima terbesar untuk melindungi dengan 2 cara: 1) memberikan pelatihan dasar pekerja, termasuk pekerja rumahtangga asing. keuangan bagi pekerja migrant, melalui kerjasama dengan lembaga keuangan, Kedutaan Besar •• Mendorong penggunaan kontrak kerja standar Indonesia dan LSM dan 2) meningkatkan akses berisi hak dan manfaat klengkap dan terperinci fisik ke tempat-tempat deposito, transfer dan bagi tenaga kerja migran. Jika tanpa kerangka penarikan remitansi dan meningkatkan pelayanan hukum, kontrak seringkali merupakan satu- yang ramah dari lembaga keuangan. satunya dokumen hukum yang tersedia bagi mereka. Filipina juga mengharuskan majikan •• Mengatur dan melegalkan penyedia layanan untuk mendaftarkan, menandatangani dan informal dan tetap mengijinkan mereka melayani mengesahkan kontrak kerja di kantor perwakilan pekerja migran. Meningkatkan persaingan untuk di luar negeri. mengurangi biaya, supaya hanya yang efisien yang bisa bertahan dalam bisnis ini. Selain itu, •• Memperluas pelayanan pendukung bagi dengan adanya pengaturan penyedia jasa informal para pekerja migran di Kedutaan Indonesia memungkinkan pengiriman remitansi dapat lebih di semua negara penerima terbesar dimonitor dan dipantau. yang mencakup berbagai fungsi seperti: pelayanan informasi satu atap, nasihat •• Dibutuhkan data komprehensif tentang pekerja hukum dan jasa konsiliasi. Memfasilitasi migran dan pekerja rumahtangga, yang baik legalisasi pekerja migran ilegal yang tidak jika dikumpulkan melalui survei nasional yang memiliki dokumen: untuk memperkuat rutin seperti Susenas atau Sakernas. Data terdiri status perlindungan mereka, agar dapat dari data dari survei tahunan dan data panel dari menggunakan cara resmi dan aman untuk Survei Kehidupan Keluarga Indonesia yang akan mengirim uang, dll. mendorong dilakukannya penelitian empiris lebih lanjut yang dirancang untuk mendukung •• Membuat instrumen dan pelayanan sektor formal kebijakan untuk pekerja migran. [Pertanyaan menjadi lebih mudah diakses dan responsif bagi penelitian yang mungkinb diajukan: mengapa pekerja migran. Ini dapat dilakukan dengan dan bagaimana orang bermigrasi; siapa mereka membantu memastikan bahwa mereka memiliki (jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia, dll.); identifikasi yang valid dan dapat diterima; pekerjaan yang diinginkan; sejauh mana migrasi menyesuaikan produk keuangan dan instrumen dan pengiriman uang berkontribusi terhadap bagi pekerja Indonesia di luar negeri termasuk pertumbuhan ekonomi; bagaimana rumahtangga pelayanan pengiriman uang, pinjaman dan menggunakan tambahan pendapatan dari uang tabungan; memastikan teknik asesmen yang lebih yang dikirim - untuk makanan, pengembangan baik terhadap perubahan peraturan dan data; ekonomi (mis. pembelian aset produktif ) atau membangun kemitraan strategis antara penyedia 12 NEW brief 4 indo.indd 12 6/13/2011 2:15:47 AM KERTAS KEBIJAKAN 4 pembangunan sumberdaya manusia (mis. Indonesia Economic Quarterly, edisi Desember 2010. Jakarta, Indonesia. peningkatan pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan)]. Referensi Alisjahbana, Armida S. & Manning, Chris (Oktober 2007), “Trends and Constraints Associated with Labor Faced by Non-Farm Enterprises�, Working Paper in Economics and Development Studies. Pusat Studi Ekonomi dan Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran. Bandung, Indonesia. Akademika for IFC-PENSA (2006), “Access to Credit for Businesswomen in Indonesia�, IFC Jakarta, Indonesia. Bappenas (2010), “Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium�, Bapenas. Jakarta, Indonesia. IFC/NORC (2010), “Serving the Financial Needs of Indonesian SMEs�, IFC, Indonesia Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2005), “Guidelines: Equal Employment Opportunity in Indonesia�, Task Force Equal Employment Opportunities, ILO. Jakarta, Indonesia. Larsen, Jacqueline Joudo. Lindley, Jade. Putt, Judy (2009), “Trafficking in Persons�, Monitoring Reports July 2007-December 2008. Australian Institute of Criminology. Canberra, Australia. Mastercard Worldwide (2010), “Women-owned SMEs in Asia/Pacific, Middle East and Africa: An Assessment of the Business Environment�, The Mastercard Worldwide Insights, Q3 2010. Newhouse, David & Suryadarma, Daniel (2009), “The Value of Vocational Education: High School Type and Labor Market Outcomes in Indonesia�, Policy Research Working Paper 5053. The World Bank, Washington D.C, USA. Rodgers, Yana van der Meulen (1999), “Protecting Women and Promoting Equality in the Labor Market: Theory and Evidence�, Policy Research Report on Gender and Development, Working Paper Series No 6. The World Bank. Washington D.C., USA. UNDP (2010), “The Real Wealth of Nations, Pathway to Human Development�, Human Development Report 2010, 20th Anniversary Edition. UNDP, New York, USA. World Bank (2010), “Migrant Workers for the Indonesia Jobs Report, Towards Better Jobs and Security for All�, Unpublished chapter, Jakarta Indonesia. World Bank and the Netherlands Embassy (2010), “Indonesia Jobs Report, Towards Better Jobs and Security for All�, The World Bank. Washington D.C., USA. World Bank and The Netherlands Embassy (2010), “Improving Access to Financial Services in Indonesia�, The World Bank. Washington D.C., USA. World Bank (May 2008). “The Malaysia-Indonesia Remittance Corridor, Making Formal Transfer the Best Option for Women and Undocumented Migrants�, The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank, Washington D.C., USA. World Bank (December 2010), “Maximizing Opportunities, Managing Risks�, 13 NEW brief 4 indo.indd 13 6/13/2011 2:15:48 AM 14 NEW brief 4 indo.indd 14 6/13/2011 2:15:48 AM